Arti masyarakat sendiri merupakan suatu kelompok manusia yang hidup
dan bekerja di dalam lingkup yang sama untuk waktu yang lama. Mereka berinteraksi menurut sistem adat-istiadat tertentu secara kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas, seperti kebudayaan milik kesatuan kelompok, golongan, komunitas, ataupun suku bangsa.
Sedangkan masyarakat maritim merupakan kesatuan hidup manusia yang
saling berinteraksi dalam kelompok kerja, kampung, suku bangsa, komunitas, bahkan kesatuan-kesatuan administratif berupa kecamatan, provinsi, dan negara yang sebagian besar menggantungkan kehidupan ekonominya pada pemanfaatan sumberdaya hayati atau nonhayati laut serta jasa-jasa laut.
Adapun kategori masyarakat maritim ditinjau dari suku bangsa yang
mendiami Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut:
1. Kategori masyarakat maritim yang bersentuhan secara langsung
dengan lingkungan laut Penduduk nelayan (pakkaja). Dalam memanfaatkan lingkungan laut yang penuh resiko, mereka berpatokan pada kebudayaan yang telah diwarisi secara turun temurun dari generasi sebelumnya. Petambak (pallawa). Pada umumnya pengelolaan tambak ini diserahkan kepada petani tambak dari desa dengan cara bagi hasil sesuai dengan kesepakatan awal. Pelayar/pengusaha transportasi laut (passompe’). Dalam kelompok passompe’ ini terdiri atas beberapa profesi, yaitu pemilik perahu (ponggawa) yang menyediakan perahu layar, nahkoda yang merupakan pemimpin dari sawi dan bertanggungjawab atas keselamatan barang serta penumpang, kemudian orang yang menumpang diatas perahu tersebut yang disebut sawi. Ada empat macam sawi, yaitu sawi tetap, sawi bebas, sawi penumpang, dan orang yang menumpang. Petambang batu karang dan pasir laut. Petambang migas dan mineral (modern). Pengelola industri pariwisata bahari. Penyelam dan olahragawan laut. Pencinta lingkungan laut. Peneliti dari kalangan akademisi yang terlibat secara langsung dalam dunia laut. Marinir/Angkatan Laut dan Satuan-satuan Tugas Keamanan Laut.
2. Kategori masyarakat ekonomi maritim yang kurang bersentuhan
dengan lingkungan laut Pedagang hasil-hasil laut. Setiap orang yang ikut berlayar adalah pedagang dan mereka diharuskan membayar sewa perahu. Salah satu contohnya adalah sawi yang membawa barang dagangan. Pemodal/rentenir. Pekerja di pelabuhan/pasar atau pelelangan ikan. Pola pemasaran melalui sistem pelelangan dapat memudahkan para nelayan dalam memasarkan hasil produksinya sehingga membuat mereka terhindar dari jeratan para tengkulak yang biasanya merugikan nelayan. Pengelola dan pekerja industri hasil-hasil laut. Pengusaha dan pekerja industri perahu/kapal, alat tangkap, tali-temali, dsb. Birokrat dan praktisi dari kementerian, lembaga non- pemerintah, peneliti dari lembaga ilmiah yang terkait. LSM dan pemerhati lingkungan laut.
Jadi kesimpulannya adalah suku bangsa yang mendiami Sulawesi Selatan
merupakan bangsa yang berani mengarungi lautan menggunakan perahu yang dibuat sendiri. Contohnya orang Bugis, mereka adalah pasompe yang tangkas, serta pelaut-pedagang yang ulung.