Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kasus

Juni 2023

PIOPNEUMOTORAKS SINISTRA ET CAUSA TUBERKULOSIS

dr. Edho Biondi Joris

Pembimbing:
dr. Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.B, Sp.BTKV (K)
dr. Jayarasti Kusumanegara, Sp.BTKV(K)

DIVISI BEDAH TORAKS KARDIAK DAN VASKULAR


DEPARTEMEN ILMU BEDAH FK UNHAS
DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR
2023

1
ABSTRAK
Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit kronis yang diakibatkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (MTb). TB masih merupakan permasalahan
kesehatan dunia hingga saat ini. Pneumotoraks, efusi pleura, empiema, dan
piopneumotoraks merupakan beberapa komplikasi penyakit TB. Piopneumotoraks
adalah suatu keadaan terbentuknya pus dan udara dirongga pleura.
Ilustrasi kasus
Laki-laki 53 tahun, datang dengan keluhan sesak napas yang dialami sejak
2 bulan yang lalu dan memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk dahak
warna putih sejak 2 bulan yang lalu. Pemeriksaan TD 130/95 mmHg, P 24 kali per
menit, IMT 18,2 kg/m2, pada hemithorax kiri tampak tertinggal saat statis dan
dinamis, taktil fremitus menurun di hemitoraks kiri, sonor pada apex dan redup
pada mediobasal hemitoraks kiri, suara napas menurun pada paru kiri. Pada X ray
thorak menunjukkan kesan Hydropneumothorax. Pasien dilakukan pemasangan
chest tube dan di evakuasi cairan pus berwarna kuning kental. Analisa cairan
pleura didapatkan hasil Eksudat dan BTA cairan pelura +1.
Diskusi
Diagnosis Piopneumotoraks dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus didapatkan pasien
sesak napas. Dari X ray thorak didapatkan perselubungan homogen disertai
hiperlusen avascular pada hemithorax kiri (kesan Hydropneumothorax).
Dilakukan pemasangan chest tube, didapatkan udara dan pus. Analisa cairan
pleura eksudat dan BTA cairan pleura +1. Piopneumotoraks jika tidak segera
ditangani dapat menimbulkan komplikasi Fistula bronkopleural dan fibrothorax
yang dapat menurunkan fungsi paru.
Kesimpulan
Piopneumothoraks merupakan komplikasi penyakit TB yang dapat terjadi.
Penanganan yang cepat dan tepat berupa pemasangan chest tube drainase dan
melanjutkan konsumsi OAT memberikan hasil prognosis yang lebih baik.
Kata kunci: Piopneumotoraks, chest tube drainase, tuberkulosis

2
PENDAHULUAN

Piopneumotoraks adalah suatu keadaan terbentuknya pus dan udara


dirongga pleura. Terminologi ini sering salah digunakan dalam arti yang lebih
luas untuk memasukkan semua fase infeksi pleura dari efusi yang terinfeksi
sampai efusi matur yang yang ditandai dengan terbentuknya pus tebal .
Piopneumotoraks terdapat dua keadaan patologis dirongga pleura yaitu
terbentuknya pus yang dikenal dengan empiema atau dikenal juga dengan istilah
efusi pleura parapneumonik terkomplikasi dan disertai terbentuknya udara
dirongga pleura yang disebut dengan pneumotoraks 1
Penyebab piopneumotoraks salah satunya adalah tuberkulosis selain itu
bisa juga disebabkan oleh infeksi paru seperti pneumonia, infeksi jamur paru dan
keganasan. Menurut studi klinis di negara dengan angka prevalensi tuberkulosis
tinggi didapatkan kejadian piopneumotoraks tertinggi pada usia muda, laki-laki
dan perokok.1,2,3
Gejala klinis piopneumotoraks sesak napas, batuk, nyeri dada, demam,
karena penyebabnya dalam hal ini adalah tuberkulosis maka disertai gejala
sistemik tuberkulosis seperti keringat malam, lemah, tidak nafsu makan, dan
penurunan berat badan.1,2,4
Diagnosis piopneumotoraks diteggakkan dari gejala klinis, pemeriksaan
fisis, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan laboratorium. 1,2,4,5 Terdapat
beberapa modalitas pemeriksaan radiologi untuk menegakkan diagnosa
piopneumotoraks yaitu dengan Ultrasonografi (USG), foto toraks dan Computed
tomography scan (CT scan) toraks. Tatalaksananya meliputi pemberian antibiotik
empiris dan anti tuberkulosis, pemasangan chest tube dan tindakan pembedahan.
Tindakan pembedahan dilakukan jika tindakan non invasif tidak berhasil atau
terjadi fibrosis pleura.1,2,3,6,7
Komplikasi piopneumotoraks adalah fibrosis pleura atau fibrotoraks,
pneumotoraks persisten dan fistula bronkopleural.2,8

3
LAPORAN KASUS

Laki-laki 53 tahun masuk IGD dengan keluhan sesak napas. Keluhan


sesak napas yang dialami sejak 2 bulan yang lalu dan memberat 3 hari sebelum
masuk rumah sakit, sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktifitas dan cuaca,
riwayat sesak napas tidak ada. Batuk dahak warna putih sejak 2 bulan yang lalu.
Batuk darah dan riwayat batuk darah tidak ada. Nyeri dada kadang-kadang
terutama saat batuk dialami 1 bulan ini, riwayat nyeri dada tidak ada. Demam ada
hilang timbul, riwayat demam ada sejak 1 bulan ini. Mual dan muntah tidak ada.
Penciuman dan pengecapan dalam batas normal. Nyeri ulu hati ada. Nafsu makan
menurun. Penurunan berat badan ada 10kg dalam jangka waktu 2 bulan ini.
Keringat malam tanpa aktifitas ada, BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien saat
ini sedang mengkonsumsi OAT sejak 12 Mei 2023, terkonfirmasi bakteriologis
dari pemeriksaan TCM sputum di Kendari. Riwayat diabetes mellitus ada 1 tahun
terakhir, rutin konsumsi insulin 14iu/8jam/sc.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah 130/95 mmHg, nadi 90
kali per menit, pernapasan 24 kali per menit, suhu 36,8°celcius. erat badan, 58 kg,
tinggi badan 178 cm, IMT 18,3 kg/m2. Pada toraks hemithorax kiri tampak
tertinggal saat statis dan dinamis, taktil fremitus menurun di hemitoraks kiri,
sonor pada apex dan redup pada mediobasal hemitoraks kiri, suara napas menurun
pada paru kiri. Pada X ray thorak menunjukkan kesan Hydropneumothorax
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 19/06/2023: Wbc 11.300, Hb 11.3,
MCV 83, MCHC 32, Platelet 333.000, Neut 75.5, Lymp 8.7, dan pemeriksaan
laboratorium lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan TCM sputum tanggal 11-
05-2023: Mtb detected, rifampicin sensitif. Pemeriksaan radiologi didapatkan
hasil sepeti di bawah ini.

4
Gambar 1. Foto thoraks 31-05-2023
Kesan:
- Hidropneumothorax Sinistra

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang


radiologi maka pasien lalu didiagnosa dengan Hidropneumothorax sinistra et
causa infeksi dan TB paru bakteriologis on treatment fase intensif. Selanjutnya
pada pasien ini dilakukan tindakan pemasangan chest tube pada hemitoraks kiri
didapatkan produksi 400 cc cairan pus berwarna kuning kental, undulasi (+),
bubble (+). Dari sampel cairan pleura ini, di periksakan Analisa cairan pleura dan
BTA cairan pleura. Analisa cairan pleura didapatkan hasil eksudate dan BTA
cairan pleura +1.

A B

5
C D

Gambar 2. A. Foto klinis pre Tindakan Chest tube, B dan C. Post pemasangan
Chest tube, D. Foto klinis botol drainase post Chest tube

Gambar 3. Foto thoraks 23-06-2023


Kesan:
- Terpasang chest tube pada hemithorax
kiri dengan tip setingggi ICS VI
posterior kiri
- Efusi pleura kiri (kesan: perbaikan)

Pasien selanjutnya di monitor produksi WSD, dan tetap mengkonsumsi


OAT 4FDC 3 tablet/24jam/oral.

6
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Piopneumotoraks adalah suatu keadaan terbentuknya pus dan udara
dirongga pleura. Terminologi ini sering salah digunakan dalam arti yang lebih
luas untuk memasukkan semua fase infeksi pleura dari efusi yang terinfeksi
sampai efusi matur yang yang ditandai dengan terbentuknya pus tebal.
Piopneumotoraks terdapat dua keadaan patologis dirongga pleura yaitu
terbentuknya pus yang dikenal dengan empiema atau dikenal juga dengan istilah
efusi pleura parapneumonik terkomplikasi dan disertai terbentuknya udara
dirongga pleura yang disebut dengan pneumotoraks.1

EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI


Insidens piopneumotoraks sering terjadi pada laki-laki usia muda 21-30
tahun, yang memiliki kebiasaan merokok. Seperti pada kasus ini pasien memiliki
kebiasaan merokok dengan indeks Brinkman berat (600). Selain itu angka
kejadian empiema juga tinggi pada alkoholisme, diabetes mellitus dan
rheumathoid artritis.1,2
Penyebab piopneumotoraks salah satunya adalah tuberkulosis selain itu
bisa juga disebabkan oleh infeksi paru seperti pneumonia, infeksi jamur paru dan
keganasan. Menurut studi klinis di negara dengan angka prevalensi tuberkulosis
tinggi didapatkan kejadian piopneumotoraks tertinggi pada usia muda, laki-laki
dan perokok.1,2,3
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex.9 Dinegara dengan penderita TB terbanyak
seperti Indonesia, walaupun tidak sering salah satu komplikasinya adalah
pneumotoraks, empiema, piopneumotoraks yang merupakan penyebab signifikan
kematian dan kesakitan.1 Berdasarkan anatominya TB dapat diklasifikasikan
menjadi TB paru dan TB ekstra paru. TB paru adalah kasus TB yang mengenai
parenkim paru, sedangkan TB ekstra paru adalah TB yang terjadi pada organ

7
selain paru, misalnya pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit,
sendi,selaput otak dan tulang.9
Empiema merupakan efusi parapneumonia yang terkomplikasi. Empiema
adalah salah satu penyakit yang tidak sulit didiagnosis tetapi penanganannya
cukup sulit. Pada kasus empiema TB disebabkan oleh pecahnya kavitas atau fokus
TB di parenkim paru yang masuk ke rongga pleura. Sehingga pada empiema TB,
cairan pleura purulen berisi sejumlah besar kuman TB.1,2,3
American Thoracic Society (ATS) membagi pembentukan empiema
menjadi tiga tahap perkembangan penyakitnya dalam ruang pleura. Tahapan
perkembangan ini biasanya terjadi dalam periode selama 3-6 minggu. Tahapan ini
terdiri dari tiga tahap yaitu fase eksudatif (terjadi dalam 48 jam pertama), fase
kedua adalah fase fibrinopurulen (terjadi dalam 3–4 minggu) dan fase terakhir
yaitu organisasi kronik (terjadi dalam 4-6 minggu).10
Tahap pertama yaitu fase eksudatif, fase ini membran pleura membengkak
dan cairan eksudatif masih jernih. Deposit fibrin terdapat di seluruh permukaan
pleura meskipun awal proliferasi angioblastik dan fibroblastik yang keluar dari
pleura tidak cukup tebal sempurna untuk mengembangkan paru kembali. Stadium
ini jumlah leukosit sedikit, cairan masih steril, kadar LDH rendah yaitu < 1000
IU/L, pH > 7.2, kadar glukosa > 60 mg/dL dan hasil kultur negatif. Stadium ini
biasanya terjadi dalam 48 jam pertama.10
Tahap kedua yaitu fase fibrinopurulen, pada tahap ini fibrin terdapat di
seluruh permukaan pleura, paling banyak di pleura parietal. Cairan pleura keruh
atau purulen dan sel polimorfonuklear meningkat, kadar LDH meningkat, kadar
glukosa dan pH menurun secara progresif. Tahap ini pleura relatif masih utuh dan
paru meskipun kurang dapat bergerak tetapi bisa kembali mengembang, terjadi
penumpukan fibrin pada pleura sehingga ada kecendrungan menjadi berlokulasi.
Tahap ini biasanya terjadi dalam waktu 3-4 minggu.10
Tahap terakhir yaitu fase organisasi kronik, pada tahap ini pembentukan
serat kolagen bagian atas kedua parietal dan permukaan viseral. Cairan sangat
kental dan lebih lengket. Deposit yang terbentuk menjadi lebih tebal sehingga
menyebabkan imobilisasi paru. Kadar glukosa menurun hingga < 40 mg/dl dan

8
PH menurun hingga < 7.0. Manifestasi klinis bervariasi tergantung dari penyakit
yang mendasarinya.10

Tabel.1 Tiga tahap pembentukan empyema


Fase Cairan Leukosit LDH pH Glukosa Dinding

pleura Pleura
Eksudatif Eksudat < 1000 <500 >7,3 - Tipis,Elastis
Fibropurulen Keruh <5000 <1000 <7,1 + Tipis,Tidak

elastis
Organisasi Keruh,sukar Bervariasi Bervariasi <7,1 -/+ Tebal,Kaku

kronik didapat
Dikutip dari kepustakaan (10)

Pneumotoraks disebabkan oleh adanya udara diantara pleura parietal dan


pleura visceral. Pneumotoraks berdasarkan etiologinya diklasifikasikan sebagai
pneumotoraks spontan primer, spontan sekunder, iatrogenik dan traumatik.
Pneumotoraks spontan primer adalah pneumotoraks yang terjadi tanpa kelainan
paru yang mendasarinya, sebaliknya pneumotoraks spontan sekunder adalah
pneumotoraks yang terjadi akibat adanya penyakit paru yang mendasarinya.
Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh karena trauma langsung dinding dada
seperti contohnya pada fraktur kosta yang menyebabkan laserasi dari pleura
viseral. Pneumotoraks iatrogenik terjadi akibat komplikasi tindakan medis seperti
pungsi pleura, pleural biopsy, transbronkial biopsy dan biopsy jarum halus.11,12,13

Tabel.2 Penyebab pneumotoraks spontan sekunder


Penyebab pneumotoraks spontan sekunder
Gangguan saluran pernapasan
 Emfisema
 Kistik fibrosis
 Asma berat

9
Infeksi paru
 Tuberkulosis
 Pneumonia pnemositis
carinii Penyakit paru interstisial
 Idiopathic pulmonary fibrosis
 Sarcoidosis
Penyakit jaringan
ikat
 Rheumatoid artritis
 Marfan’s syndrome
Keganasan
 Kanker paru
 Sarcoma

Dikutip dari kepustakaan (12)

DIAGNOSIS
Diagnosis piopneumotoraks ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, gejala klinis dari
piopneumotoraks yang disebabkan tuberkulosis yaitu berupa sesak napas, batuk,
nyeri dada, demam, keringat malam, lemah, tidak nafsu makan, dan penurunan
berat badan.1,2,4
Pemeriksaan fisis yang ditemukan berkaitan dengan pneumotoraks
bervariasi tergantung pada luas pneumotoraks seperti berkurangnya ekspansi
toraks, hipersonor pada perkusi, dan berkurang atau menghilangnya suara napas
saat auskultasi. Pada pemeriksaan fisis empiema ditemukan pergerakan dada
sisi yang sakit tertinggal, fremitus sisi yang sakit sangat menurun sampai
menghilang, perkusi redup, melemah atau hilangnya suara napas.1,2
Mikroorganisme penyebab piopneumotoraks yang terbanyak adalah
Mycobacterium tuberkulosis. Selain itu dapat juga disebabkan oleh
Pseuodomonas, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Enterobacteria,
Aspegilus fumigatus dan sebagian tidak ditemukan bakteri penyebab. 1,2,3

10
Pemeriksaan penunjang radiologi pada piopneumotoraks dapat dengan
menggunakan USG toraks, foto toraks dan CT-scan toraks. 1 Pemeriksaan
radiologi pada piopneumotoraks menggambarkan terdapatnya udara dan cairan
dirongga pleura, atau gambaran air-fluid level. Pemeriksaan USG toraks. selain
didapatkan gambaran empiema juga didapatkan gambaran pneumotoraks. USG
berguna untuk diagnosis empiema dalam membedakannya dengan tahapan
empiema. Echogenesitas (anechoic atau hypoechoic dan hyperechoic) cairan
bebas dirongga pleura berbeda ditiap tahapan pembentukan empiema.14 Pada
empiema, gambaran hyperechoic yang merupakan tanda terdapatnya pus pada
rongga pleura.8 Selain itu USG juga dapat memperlihatkan cairan bebas dirongga
pleura yang bersepta atau loculated seperti yang terlihat pada Gambar.1. 6,7
Prosedur USG juga penting sebagai panduan prosedur torakosintesis dan
pemasangan chest tube.15 Gambar.2 memperlihatkan USG toraks normal.13

Gambar.1 Gambaran USG toraks cairan echogenic yang bersepta dan loculated
Dikutip dari kepustakaan (13)

Gambaran pneumotoraks pada USG toraks adalah hilangnya gambaran


lung sliding dan comet tail artifact (B-lines), terdapatnya A-line dan gambaran
lung point signs yang semakin ke posterior seperti yang terlihat pada Gambar 3.13

11
Gambar.2 Gambaran USG toraks normal
Dikutip dari kepustakaan (13)

Gambar.3 Gambaran USG toraks pada pneumotoraks (M mode kiri)


Dikutip dari kepustakaan (13)

Pemeriksaan foto toraks polos posisi posteroanterior (PA) terdapat


kelainan jika jumlah cairan lebih kurang 200cc. Tetapi jika pada foto toraks PA
didapatkan sudut kostofrenikus yang tumpul, cairan pleura diperkirakan sekitar
50cc.17 Pemeriksaan foto toraks tidak dapat mendiagnosis adanya empiema karena

12
yang terlihat di foto toraks adalah struktur yang mengandung udara,
tulang/kalsium, jaringan lunak/cairan dan lemak. Pemeriksaan foto toraks dapat
melihat adanya cairan pada rongga pleura tetapi tidak bisa membedakan jenis
cairannya seperti pada Gambar.3.14

Gambar.3 Gambaran pneumotoraks disertai efusi pleura


Dikutip dari kepustakaan (14)

Gambar.4 Luas pneumotoraks


Dikutip dari kepustakaan 17

Standar pemeriksaan foto toraks untuk menilai pneumotoraks adalah posisi


PA. Menurut rekomendasi British Society Guideline (BTS) 2010 foto toraks

13
dengan lateral dekubitus dilakukan jika kecurigaan pneumotoraks tinggi tetapi
pada foto toraks posisi PA gambarannya normal. Pneumotoraks pada foto toraks
ditandai dengan tampaknya pinggir dari pleura visceral berupa garis putih tipis,
gambaran rdiolucent, tidak ada penarikan mediastinum (kecuali pada tension
pneumotoraks) bisa juga dijumpai empisema subkutis dan pneumomediastinum.17
Luas pneumotoraks dapat dapat diperkirakan dengan foto PA. Banyak
cara dalam mengukur luas pneumotoraks berdasarkan foto toraks. Ukuran luas
pneumotoraks berdasarkan BTS 2010 dengan menghitung jarak antara pinggir
paru yang kolaps ke dinding dada, jika < 2cm pneumotoraks kecil dan > 2cm
pneumotoraks luas (Gambar.4).
CT scan toraks merupakan pemeriksaan akurat untuk mendeteksi adanya
efusi pleura dan cairan pleura yang loculated (Gambar.5). Pada CT scan toraks
juga dapat membedakan antara empiema dan abses paru. Gambaran empiema
pada CT -scan toraks adalah penebalan pleura visceral dan parietal yang dikenal
dengan istilah split pleura sign, dan peningkatan densitas dari lemak ekstra pleural
subcostal. Pada kasus empiema yang disertai pneumotoraks CT scan merupakan
standar baku dalam mendeteksi pneumotoraks terutama pneumotoraks yang
ukuran kecil. Selain itu CT scan toraks juga bermanfaat sebagai evaluasi posisi
chest tube.6,7

Gambar. 5 Gambaran Ct scan empiema


Dikutip dari kepustakaan (7)

14
Pemeriksaan laboratorium pada empiema yang dilakukan adalah analisa
cairan pleura untuk membedakan empiema dengan transudat. Secara makroskopik
empiema terlihat sebagai cairan kuning keruh. Untuk membedakan transudat
dengan eksudat dapat menggunakan kriteria Light dengan syarat serum laktat
dehydrogenase (LDH) dan protein serum harus diperiksa (Tabel.2) 17,18

Tabel.2 Kriteria Light

`
Cairan pleura adalah eksudat jika dijumpai salah satu dibawah ini:

 Protein cairan pleura dibandingkan dengan protein serum > 0.5

 LDH cairan pleura dibandingkan dengan LDH serum > 0.6

 LDH cairan pleura >2/3 dari batas atas nilai normal LDH serum

Dikutip dari kepustakaan (17)

TATALAKSANA
Pengobatan utama untuk infeksi pleura tetap antibiotik yang sesuai,
dikeluarkannya cairan pleura, dan gizi yang memadai.
 Terapi Antibiotik
Pilihan terapi untuk mengatasi empiema yang disebabkan oleh
tuberkulosis adalah dengan pemberian anti tuberkulosis dan antibiotik untuk
pencegahan infeksi sekunder.1,2 TB ekstra paru diterapi dengan menggunakan obat
anti tuberkulosis (OAT) kombinasi dosis (KDT/FDC) kategori 1 yang diberikan
selama minimal 6 bulan. KDT terdiri dari rifampisin, isoniazid, etambutol dan
pirazinamid, selama 6 bulan terdiri dari 2 bulan fase intesif dan 4 bulan fase
lanjutan. Panduan OAT KDT dosis tetap kategori 1 seperti tercantum pada
Tabel.3

Tabel.3 Panduan OAT KDT kategori 1


Berat Tahap Intensif Setiap hari Tahap Lanjutan
Badan

15
RHZE Setiap hari
(150/75/400/275) RH (150/75)
Selama 8 minggu Selama 16 minggu
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet
> 55 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet
Dikutip dari kepustakaan (19)

Terapi antibiotik harus diberikan secara empirik pada infeksi pleura yang
kemudian disesuaikan dengan hasil kultur. Kombinasi antibiotik yang
direkomendasikan adalah amoksisilin-asam klavulanat sebagai monoterapi atau
kombinasi sefalosporin generasi ketiga dengan clindamisisn atau metronidazol. 7,8
Jika ada kecenderungan pasien terjadi sepsis maka antibiotik sistemik harus
segera diberikan tanpa menunggu hasil kultur.17

 Chest tube drainase


Prinsip tatalaksana piopneumotoraks adalah mengeluarkan pus sebanyak-
banyaknya dalam waktu secepat mungkin dan pengembangan paru. Pemasangan
chest tube drainage merupakan tindakan yang terbukti efektif dalam menangani
piopneumotoraks. Chest tube biasanya disambungkan dengan water seal drainage,
yaitu sistem drainase yang menggunakan air yang berfungsi untuk
mempertahankan tekanan negatif intrapleural. 20,21

 Pembedahan
Jika penanganan secara konsevatif tidak berhasil maka dilakukuan tindakan
pembedahan seperti rib resection with drainage, dekortikasi, pleurolobectomy,
drainase terbuka dan Video Assisted Thoracoscopy (VATS) dan thoracoplasty.21,22

KESIMPULAN
Diagnosa piopneumotoraks ditegakkan melalui manifestasi klinis dan
pemeriksaan laboratorium yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologis foto

16
toraks PA dan CT scan toraks. Penanganan kasus piopneumotoraks yang lambat
dapat menyebabkan terjadinya komplikasi fibrosis pleura atau fibrotoraks dan
fistula bronkopleural yang memerlukan tindakan pembedahan. Oleh karena itu,
Penanganan yang cepat dan tepat pada pasien piopneumothorax memberikan hasil
prognosis yang lebih baik.
REFERENSI

1. Gupta A, Dutt N, Naresh P. The different treatment modalities of


pyopneumothorax – a study of 50 cases. International journal pf medical
science and public health.2013;2:609-612
2. Kartaloglu Z, Okutan.O, Isitmangil T, Kunter E, Sebit E, Apaydin M.
Pyo-pneumothorax in patients with active pulmonary tuberculosis: an
analysis of 17 cases without intrapleural fibrinolytic treatment.2006:15;33-
38
3. Suhu et all. Profile of Tuberculosis Empyema at a Tertiary Care Centre.
The Indian Journal of Chest Diseases & Allied Sciences. 2019. Vol. 61
4. Al-Khatan K. Management of tuberculous empiema. European journal of
cardio-thoracic surgery.2010;17:251-254
5. Sheng Y, Ruan, Yu C, Chuang, Jann Y, Wang, Jou W, Jung Y, Chun T,
Yao W, Li N, Chong J. Revisiting tuberculous pleurisy: pleural fluid
characteristics and diagnostic yield of mycobacterial culture in an endemic
area. Thorax 2012;67:822e827. doi:10.1136/thoraxjnl-2011-201363
6. Ferreiro L, Porcel JM,Bielsa S, Toubles ME, Alvarez-Dobano JM, Valdes
L. Management of pleural infection. Expert review of respiratory
medicine.2018
7. Bhatganar R, Maskell N. Treatment of complicated pleural effusion in
2013. Clinical chest medicine.2013:34;47-62
8. Ijezie E,Ekpe EE, Tension pyopneumothorax in an immune- competent
child in Uyo, Nigeria: a case report. International Journal of Contemporary
Pediatrics.2015;2:474-477

17
9. Hallifax et all, State-of-the-art: Radiological investigation of pleural
disease. Elsevier. Respiratory Medicine. 2017. 88-99
10. Porcel MJ, Miller LD. Diagnosis of pleural effusions. Hosp Med Clin 2
2013;28:337–57
11. Currie GP, Alluri R, Christine GL, Legge JS. Pneumothorax an update.
Postgraduation Medical Journal.2012;83:461–465
12. Noppen M. Spontaneous pneumothorax: epidemiology, pathophysiology
and cause. European respiratory review. 2010; 19: 117, 217–219
13. Husain LF, Hagopian L, Wayman D, Naker WE, Camody KA.
Sonographic diagnosis of pneumothorax. Journal of emergency trauma
and shock.2012;5(1): 76-81
14. King S, Thomson A. Radiological perspectives in empyema. British
Medical Bulletin 2012;61:203–214.
15. Vorster MJ, Allwood BW, Diacon AH, Koegelenberg CFN. Tuberculous
pleural effusions: advances and controversies. Journal thoracic disease
2015;7(6):981-991
16. Kirkpatrick AW, Sirois M, Laupland KB, Liu D, Rowan K, Ball CG, et al.
Hand-held thoracic sonography for detecting post- traumatic
pneumothoraces: The extended focused assessment with sonography for
trauma (EFAST) J Trauma. 2004;57:288–95.
17. Macduff A, Arnold A, Harvey J. British thoracic society pleural disease
guideline 2010.Thorax.2010;ii18-ii31.
18. Light RW. Parapneumonic effusions and empyema. Proc Am Thorac Soc
2006;3:75-80
19. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). TUBERKULOSIS :
PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA DI INDONESIA.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2021).
20. Mandell LG, John EB, Dolin R. Pleural effusion and empyema. In:
Mandell, Douglas, Bennett. Principles and Practice of infections diseases.
7th ed. New York: Churchill Livingstone, 2010; p.917- 24.

18
21. Pezzella AT, Fang W. Surgical aspect of thoracic tuberculosis: a
contemporary revie-part 2. Curr Probl Surg 2008;45:771-829.
22. Sikander N, Ahmad T, Mazcuri M, et al. Role of Anti-Tuberculous
Treatment in the Outcome of Decortication for Chronic Tuberculous
Empyema. 2021. 13(1): e12583. DOI 10.7759/cureus.12583

19

Anda mungkin juga menyukai