Anda di halaman 1dari 2

Membedakan Ramadhan

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas nikmat-Nya yang tak ternilai. Kita
masih diberi kehidupan sehingga bisa mengalami momen Ramadhan tahun ini dan semoga
kita dikaruniai keimanan agar bisa menjalani Ramadhan dengan sebaik-baiknya.
Bagaimanakah menjalani Ramadhan dengan sebaik-baiknya itu? Tentu kita harus mengacu
pada teladan kita Nabi Muhammad SAW.
Sebagai bulan yang penuh kemuliaan dan pengampunan, Ramadhan tentu berbeda
dengan bulan-bulan yang lain. Banyak hadits yang menggambarkan bagaimana Rasulullah
menyikapi momen Ramadhan berbeda dengan bulan lain, misalnya dengan lebih banyak
beribadah serta bersedekah.
Dalam kajian ilmu agama kita tahu bahwa bagi manusia religius, ruang dan waktu
tidaklah homogen. Ada ruang dan waktu tertentu yang dianggap lebih suci dibandingkan
dengan ruang dan waktu yang lain. Ini adalah ciri umum yang ada dalam semua bentuk
agama dan kepercayaan.
Misalnya, kita sebagai muslim meyakini bahwa berdo’a di Hajar Aswad, Multazam, Hijir
Ismail, dan sebagainya lebih mustajabah dibanding di tempat umum. Ini berarti kita yakin
bahwa tempat-tempat tersebut adalah ruang yang lebih sakral. Atau kita yakin bahwa berdo’a
di sepertiga akhir malam usai tahajjud punya keutamaan daripada waktu biasa. Ini artinya kita
yakin terhadap adanya waktu-waktu yang lebih suci.
Rasulullah SAW dalam menjalani bulan Ramadhan berbeda dengan bulan lain. Beliau
memperbanyak ibadah baik yang sifatnya pribadi maupun sosial. Perintah untuk
memperbanyak ibadah ini sebagaimana dalam sebuah hadits riwayat Ath-Thabrani: “Telah
datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, AIlah mengunjungimu pada bulan ini
dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do'a. Allah melihat
berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya,
maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara
ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini. "
Selanjutnya perbedaan sikap atau perilaku dalam Ramadhan terkait keduniaan atau
materil. Rasulullah mengurangi pemenuhan kebutuhan diri sendiri namun memperbanyak
pemenuhan kebutuhan orang lain. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits Bukhari:
“Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di
bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk
mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah SAW melebihi angin yang
berhembus.”
Di tengah kehidupan bermasyarakat yang makin lebar kesenjangan ekonomi dan sosial,
perilaku dermawan (altruisme) menemukan urgensinya. Rasio Gini Indonesia saat ini berada
di kisaran 0,40. Rasio Gini menunjukkan ukuran ketimpangan pendapatan dan kekayaan
secara keseluruhan. Angka ini berada pada tingkat yang mulai menghawatirkan. Kesenjangan
ekonomi yang tinggi akan menciptakan banyak problem sosial, mulai dari kriminalitas hingga
kerawanan konflik.
Momen Ramadhan harus dimaknai sebagai momen mengubah perilaku. Perilaku kita
harus berbeda saat dan setelah Ramadhan. Kita harus menjadi manusia yang lebih dermawan,
suka memberi kepada sesama yang membutuhkan. Kebiasaan memberi dan berbagi seperti
obat yang mengurangi dampak sosial dari kesenjangan ekonomi. Jika sebagian orang kaya
bisa konsisten dermawan selama dan setelah Ramadhan, maka kita bisa mengurangi dampak
dari kesenjangan.
Mari membedakan Ramadhan, memuliakannya dengan cara mentransformasi perilaku
kita bersama. Mari berbagi kebahagiaan, mari berbagi kegembiraan. Mari berbagi bersama
untuk sesama.[]
Prayudi Hariyanto
Ketua LAZISMU Gresik

Anda mungkin juga menyukai