Anda di halaman 1dari 2

DIMENSI PUASA RAMADHAN

Oleh : Anisatur Rohmah

anisaturr02@gmail.com

Puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan syahwat disertai niat yang ikhlas
karena Allah Yang Mahamulia dan Mahaagung karena puasa mengandung manfaat bagi
kesucian, kebersihan, dan kecemerlangan diri dari percampuran dengan keburukan dan akhlak
yang rendah.1

Ramadhan merupakan salah satu bulan pada tahun hijriyah yang memilki makna khas
dalam perjalanan kewahyuan. Di samping maknanya secara bahasa adalah terik atau panas,
terik dan panas bulan tersebut merupakan pengandaian dari sikap seorang hamba yang
berpuasa dalam menyesuaikan diri dengan kondisi batini dengan cara pengendalian emosi,
nafsu, dan amarahnya.2

Korelasi antara puasa dengan ramadhan ialah bentuk intruksi berpuasa bagi seorang hamba yang jatuh
pada bulan ramadhan, yaitu bulan yang diwajibkan untuk berpuasa. Kajian utama dari makna ramadhan
berawal dari kehadiran puasa dan turunnya kewahyuan yang menjadikan kajian inti keislaman untuk menuju
keimanan kepada Allah.

Puasa itu rahasia seorang hamba dengan tuhannya, kerahasiaan itu yang menjadi letak dan sumber dari
penanaman nilai keikhlasan dan ketulusan. Yang mana seorang hamba rela meninggalkan kesenangan dunia
karena lebih mengutamakan cinta Allah. Puasa itu manifestasi religiusitas dan seagung agung qurbah yang tidak
termasuki oleh sikap pamrih. Bagaimana tidak, seorang hamba menahan diri dari syahwat dan kesenangannya
tanpa mengharapkan apapun kecuali Wajah Allah Ta’ala. Puasa itu penghayatan nyata akan firman Allah
“Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap, disanalah wajah Allah”3,
“Sungguh Kami (Allah) telah menciptakan manusia, dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya.
Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya sendiri”4, dan masih banyak lagi firman Allah yang
memberikan penjelasan tentang kemuliaan puasa.

Ibadah puasa ialah penanaman kesadaran akan ke-Maha Hadiran Allah. Kesadaran ini yang akan
melandasi ketaqwaan seorang hamba terhadap Tuhannya. Konsekuensi yang diharapkan atas kesadaran ini

1
Muhammad Nasib Ar- Rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu Kasir (Jakarta: Gema Insani), Cetakan 1, Hal
221-222, 2011.
2
Muslim Ibn Habbaj Al- Hussain, Shahih Muslim (The Book Of Fasting), Hadith 2391.
3
QS. Al- Baqarah Ayat 115
4
QS. Qaf Ayat 16
ialah membimbing hamba ke arah tingkah laku yang terpuji, berbudi pekerti luhur atau berakhlaqul karimah.
Puasa menjadi sarana pendidikan utama mengenai tanggung jawab pribadi yang mendalami keinsyafan akan
Allah yang selalu menyertai seorang hamba di setiap saat maupun tempat. Atas dasar keinsyafan ini, seorang
hamba hendaknya dalam menjalani kehidupan dilandasi dengan kesungguhan mengingat segala hal yang
diperbuat akan dipertanggung jawabkan kepada Allah secara pribadi.

Selain dari dimensi tanggung jawab pribadi, terdapat tanggung jawab sosial yang ditekankan dalam
ibadah puasa, kedua hal ini tidak dapat dipisahkan. Ibadah puasa menekankan pada rasa solidaritas sosial yang
dibuktikan melalui anjuran berbuat baik sebanyak-banyaknya dalam bentuk tindakan menolong dan
meringankan beban kaum fakir miskin, dengan cara zakat, infaq, sedekah, dan lain sebagainya. Dari sudut
pandang inilah seorang hamba mengetahui kewajiban membayar zakat fitrah dibulan ramadhan. Sehingga
zakat fitrah menjadi kewajiban pribadi yang didasarkan pada kesucian asalnya sekaligus konsekuensi sosial
yang langsung dan jelas. Lambang asasi dari zakat fitrah itu solidaritas sosial dan rasa perikemanusiaan, dengan
kata lain ibadah puasa merupakan lambang tanggung jawab kemasyarakatan yang dimanifestasikan secara
spontan.

Puasa memiliki nilai pendekatan kepada Allah melalui rasa taqwa yang tertanam dalam hidup yang
penuh prihatin dari seorang hamba. Allah tidak memerlukan puasa seorang hamba yang memandang Tuhan
sebagai objek sesajen atau sakramen. Puasa adalah kebaikan diri sebagai individu dan sebagai anggota
masyarakat luas.

Akhir dari ibadah puasa sebulan penuh ialah Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran. Perwujudan dari lebaran
ini menggambarkan tentang kembalinya fitrah atau kesucian manusia setelah dosa selama setahun. Dan
pensucian dari dosa itu dilakukan melalui puasa. Lebaran merupakan sikap kemanusiaan yang tulus dan
setinggi- tingginya. Dimulai dengan pembayaran zakat fitrah yang dibagikan kepada fakir miskin, diteruskan
dengan perjumpaan besar seluruh umat pada shalat ‘ied, dan kemudian dikembangkan dalam kebiasaan terpuji
yaitu silaturahmi kepada sesama manusia. Keseluruhan dari manufestasi lebaran ini menggambarkan dengan
jelas aspek sosial dari hasil ibadah puasa. Lebaran merupakan wujud dari rasa syukur atas nikat karunia yang
Allah beri, sehingga dianjurkan kepada seluruh hamba untuk memperlihatkan kebahagiaan dan kegembiraan
pada dirinyya.

Anda mungkin juga menyukai