Anda di halaman 1dari 6

Upaya Meningkatkan Kreativitas Matematika Siswa Melalui Model

Pembelajaran Auditory Intelectualy Repepetition (AIR)


M.Taisir

1906103020068

Abstak

Matematika ialah salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan di tiap jenjang pendidikan dasar.
Di satu pihak, sebagai ratu, matematika ialah bentuk paling tinggi dari logika. Di pihak lain, sebagai
pelayan, matematika bukan saja membagikan sistem pengorganisasian ilmu yang bersifat logis tetapi
juga pertanyaan- pertanyaan dalam bentuk model matematika. Banyak metode pembelajaran yang
memicu siswa untuk belajar mandiri, kreatif, serta lebih aktif dalam memgikuti aktivitas pembelajaran.
Di antara metode pembelajaran yang bisa digunakan dalam pembelajaran matematika yang memberikan
kesempatan kepada siswa buat belajar mandiri, kreatif, serta lebih aktif merupakan dengan motode
pendidikan Auditory Intellectualy Repetition( AIR). Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui upaya
meningkatkan kreativitas matematika siswa melalui model pembelajaran Auditory Intelectualy
Repepetition (AIR)

Kata kunci : Upaya Meningkatkan Kreativitas Matematika,Siswa Pembelajaran Auditory


Intelectualy Repepetition (AIR)

Pendahuluan

Matematika adalah ilmu yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari serta merupakan
ilmu dasar pengembangan sains ( basic of science). Namun demikian matematika adalah pelajaran
yang dianggap susah untuk dipahami oleh siswa, sebab mempelajari konsep- konsep yang abstrak.
Sehingga dikala mata pelajaran matematika berlangsung sering terjadi penurunan tingkat kreativitas
siswa saat siswa mengerjakan soal matematika ( Azwar S, 2003: 36)

Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan konsep matematika siswa harus dapat menguasai isi
materi pelajaran matematika tersebut. Sehingga dalam memilah metode pembelajaran harus cocok
dengan tingkatan berfikir siswa. Dengan demikian guru bisa mengetahui kesusahan belajar yang
dirasakan oleh siswa dan kemudian memberikan pemecahan yang cocok dengan tingkatan kesusahan
belajar siswa tersebut.

Permasalahan timbul saat guru matematika memakai metode ceramah yang hanya menulis materi
pelajaran di papan tulis tanpa melibatkan siswa dalam aktivitas belajar mengajar tersebut. Sehingga
siswa kurang kreatif dalam pengerjaan soal matematika.

Menurut informasi dari guru matematika SMA Negara 1 Moga Kabupaten Pemalang serta
bersumber pada hasil observasi yang mereka lakukan, permasalahan yang timbul dikala pembelajaran
matematika merupakan rendahnya kreativitas belajar matematika siswa, sehingga mempengaruhi
tingkat prestasi belajar matematikanya. Sebagian siswa kurang kreatif dikala mengerjakan soal
matematika yang diberikan. Sehingga perihal ini mempengaruhi terhadap prestasi belajarnya.
Sebenarnya, banyak model pembelajaran yang bisa digunakan guru dalam proses pembelajaran di
sekolah. Salah satunya ialah model pembelajaran AIR( auditory, intellectual, and repetition)( Selviani.
2016). Model pembelajaran ini dianggap efektif bila memenuhi 3 hal, yaitu Auditory, Intelectual,
serta Repetition. Auditory berarti indera telinga. Siswa bisa memakai indera telinga dalam proses
pembelajaran dengan cara berbicara, menyimak, mengemukakan pendapat, presentasi, argumentasi,
serta menanggapi. Intellectual berarti keahlian berpikir siswa. Keahlian berpikir siswa ini butuh
dilatih lewat latihan bernalar, mengkonstruksi, mencipta, membongkar permasalahan, serta
mempraktikkan. Repetition berarti pengulangan. Pengulangan dibutuhkan dalam proses pembelajaran
supaya pemahaman lebih mendalam serta luas. Siswa butuh dilatih secara individu melalui
pengerjaan soal, kuis, ataupun pemberian tugas. Kelebihan dari model pendidikan AIR merupakan
siswa jadi aktif serta kreatif, melatih pendengaran serta keberanian siswa dalam mengeluarkan
padapat, melatih siswa membongkar permasalahan secara kreatif, melatih siswa dalam mengingat
kembali materi yang sudah diajarkan.

Oleh sebab itu, peneliti merasa kalau model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition
(AIR) dengan menggunakan bisa dijadikan suatu solusi dalam meningkatkan hasil belajar matematika
supaya siswa menjadi kreatif. Dengan menggunakan model pembelajaran ini, diharapkan bisa efektif
dalam proses pembelajran. Siswa sanggup mengemukakan pendapat serta menanggapi dalam proses
pemecahan permasalahan. Tidak hanya itu, dengan terdapatnya pengulangan, siswa hendak gampang
mengingat suatu yang sudah dipelajari serta bisa meningkatkan hasil belajar siswa.

Metode Literature

Makalah ini ditulis bedasarkan kajian literatur atau kajian pustaka, yang dilakukan dengan cara
mencari literatur terkait pada situs web google scholar.Makalah ini membahas tentang Upaya
Meningkatkan Kreativitas Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Auditory Intelectualy
Repepetition (AIR) dan menampilkan sekitar 23.200 hasil pencarian dengan rentang waktu dari tahun
2015 sampai 2021.

Kata kunci yang digunakan Upaya Meningkatkan Kreativitas Matematika siswa dan
Pembelajaran Auditory Intelectualy Repepetition (AIR)

PEMBAHASAN

1. Model Pembelajaran Auditory, Intellectually, and Repetition (AIR)

Model pembelajaran Auditory, Intellectually, and Repetition (AIR) merupakan model


pembelajaran yang memperhatikan tiga aspek; (1) pendengaran, belajar melalui mendengarkan,
(2) intelektual, belajar melalui berpikir, dan (3) pengulangan, belajar agar efektif. Auditory,
Intellectually, and Repetition (AIR) adalah model pelatihan yang terdiri dari tiga bagian. Pertama,
melatih pendengaran dan melatih keberanian siswa untuk menyampaikan pendapat (auditori).
Selanjutnya, melatih siswa untuk memecahkan masalah yang diberikan secara kreatif (intelektual),
dan terakhir, melatih siswa untuk mengingat kembali materi yang telah dipelajari (pengulangan) dan
membuat siswa menjadi lebih aktif dan kreatif.
Suherman dalam Yulianti mengatakan bahwa dalam model pembelajaran AIR ada tiga hal yang perlu
diperhatikan yaitu auditory, intelektualitas, dan repetisi. Tujuan pembelajaran menggunakan auditori
adalah untuk mengaktifkan indera telinga pendengar untuk mendengarkan, berbicara, melakukan
presentasi, berpendapat, mengemukakan pendapat, dan menanggapi. Sedangkan secara intelektual
berarti melatih kemampuan berpikir dengan cara melatih nalar, membuat kesimpulan, memecahkan
masalah,membangun dan mengimplementasikan hasil pemikiran. Belajar melakukan Repetisi artinya
mengulang hal-hal yang telah dipelajari untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam
dengan cara melatih siswa melalui pemberian tugas, mengerjakan soal dan kuis.

Linksman dalam Alhamidi (2006) mendefinisikan auditori dalam konteks pembelajaran yang ada
adalah belajar dengan mendengarkan diri sendiri dan orang lain, berbicara dengan diri sendiri, dan
mendiskusikan ide dan pemikiran kepada orang lain. Senada dengan itu, Meier (2002) menjelaskan
bahwa secara intelektual menunjukkan apa yang dipelajari dalam pemikiran suatu pengalaman dan
menciptakan hubungan makna, tujuan dan nilai dari pengalaman dan intelektualitas dalam belajar
akan terlatih jika guru mengajak siswa untuk terlibat dalam kegiatan memecahkan masalah, dengan
latihan dan pengulangan yang tepat proses mengingat akan terbantu. pengulangan tidak harus dalam
bentuk pemberian pertanyaan atau informasi yang sama, tetapi juga dengan memberikan informasi
yang bervariasi untuk menghindari kebosanan. dengan pemberian materi dan tugas, diharapkan siswa
dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya. menganalisis pengalaman, menemukan dan menyaring informasi, merumuskan
pertanyaan”. Pengulangan merupakan salah satu prinsip dasar pembelajaran. Dimyati dan Mujiono
(2002) mengemukakan bahwa ada tiga teori yang menekankan pentingnya pengulangan. Mereka
adalah teori Psikologi Barat Daya, teori Asosiasi Psikologi dan teori Pengkondisian Psikologi.Teori
Southwestern Psychological menyatakan bahwa belajar adalah melatih kekuatan yang terdapat pada
diri manusia yang terdiri dari daya pandang, kemampuan merespon, mengingat, membayangkan,
merasakan, berpikir dan sebagainya. Melalui pengulangan, penguatan akan berkembang. Teori
Asosiasi Psikologi Teori yang mempelajari tentang hukum Thorndike disebut “hukum latihan”
mengungkapkan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon yang
meliputi pengulangan pengalaman yang dapat meningkatkan peluang untuk respon baru.
Pengkondisian Teori Psikologis adalah pengembangan lebih lanjut dari Asosiasi Psikologi Teori yang
juga menekankan pentingnya pengulangan dalam pembelajaran. Berdasarkan teori ini, dipelajari
bahwa pembentukan hubungan stimulus dan respon dan kemudian dalam pengkondisian psikologis,
respon tidak hanya muncul. karena stimulus, tetapi juga oleh stimulus yang dikondisikan. Repetisi
adalah pengulangan yang bermakna dengan memperkuat siswa yang dilatih dengan memberikan tugas
atau kuis.

2. Prosedur Model Auditory, Intellectually, and Repetition (AIR)

Aris Shohaimin (2016) menjelaskan prosedur penerapan model AIR melalui enam langkah.
Pertama, membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari empat atau lima anggota.
Kemudian, meminta siswa untuk mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru. Selanjutnya,
meminta setiap kelompok untuk mendiskusikan materi yang telah mereka pelajari, dan menuliskan
hasil diskusi mereka dan mempresentasikannya di depan kelas. Dalam langkah ini, auditori
mengambil bagian. Tahap selanjutnya adalah performans secara intelektual, dimana siswa dilibatkan
dalam diskusi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi yang diberikan. Hal ini terus
menerapkan hasil diskusi pada masalah. Langkah terakhir adalah pengulangan, dimana setelah diskusi
selesai, siswa mendapatkan pengulangan materi dengan memperoleh tugas atau kuis yang diberikan
secara individu.

Menurutnya, Auditory, Intellectually, and Repetition (AIR) model pembelajaran memiliki


beberapa keunggulan. Hal ini dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar dan
mengekspresikan ide-ide mereka. Hal ini juga memberikan lebih banyak kesempatan kepada siswa
dalam memanfaatkan pengetahuan mereka dan memahami keterampilan mereka. Siswa yang
berkemampuan rendah dapat menjawab sendiri masalahnya cara. Model ini membuat siswa
termotivasi secara intrinsik untuk memberikan bukti atau penjelasan, dan memberi mereka lebih
banyak pengalaman dalam menemukan jawaban dari masalah yang diberikan. Sebaliknya, model ini
juga memiliki beberapakelemahan seperti, (1) kerumitan dalam menciptakan dan menyiapkan
masalah yang bermakna bagi siswa, (2) kesulitan untuk memunculkan masalah yang dapat langsung
dipahami oleh siswa, (3) membuat siswa berkemampuan tinggi mungkin merasa ragu atau khawatir
tentang jawaban mereka.

Berdasarkan fakta tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan penerapan model
pembelajaran auditory, intelektual, dan Repetition (AIR) dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada
teks prosedur mendengarkan. Terakhir, temuan penelitian ini dimaksudkan untuk menjadi
rekomendasi bagi pihak lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui lebih inovatif,kreatif dan
menggembirakan.

3. Penelitian sebelumnya

Penelitian ini dilaksanakan di kelas X. 1 SMA Negara 1 Moga Kabupaten Pemalang. Penelitian
tindakan Kelas ini dilaksanakan pada bulan April 2013–Mei 2013. Penelitian tindakan Kelas ( PTK)
merupakan Penelitian tindakan ( action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki kualitas
praktik pembelajaran di kelas,( Suharmi Arikunto, 2010: 128). Dalam penelitian ini, peneliti
memakai model penelitian tindakan kelas yang hendak dilaksanakan minimal 2 siklus dengan tiap
siklusnya terdiri dari 4 komponen tindakan yaitu perencanaan, pelaksanaan, tindakan pengamatan,
serta refleksi,( Depdiknas, 2004: 19).

Subjek penelitian ini ialah siswa kelas X. 1 SMA Negara 1 Moga Kabupaten Pemalang yang
jumlah siswanya ialah 36 siswa terdiri dari 14 siswa laki–laki serta 22 siswa wanita. Sedangkan Objek
penelitian ini adalah kreativitas belajar matematika dengan pokok bahasan aturan sinus serta cosinus
pada trigonometri dan luas segitiga pada trigonometri dengan memakai model pembelajaran Auditory
Intellectually Repetition( AIR) siswa kelas X. 1 SMA Negara 1 Moga Kabupaten Pemalang. Lembar
observasi digunakan untuk memperoleh data guna memperkuat data yang diperoleh dari angket
tentang kreativitas siswa, lembar angket digunakan untuk mengetahui persentase peningkatan
kreativitas siswa dari pra siklus, siklus I serta II. Instrumet penelitian yang digunakan peneliti untuk
mengambil data yaitu peneliti, lembar observasi, lembar angket serta uji.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji coba terpakai dengan kata lain uji coba digunakan
sekalian pengambilan data untuk mengetahui validitas, tingkatan kesukaran, daya beda, serta
realibilitas instrumen. Suatu tes dikatakan valid apabila uji tersebut mengukur apa yang hendak
diukur( Arikunto, 2010: 59). Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas soal ialah dengan
memakai rumus korelasi product moment.
Tes dikatakan valid apabila r hitung ≥ r tabel . Dalam penelitian ini N=36, taraf signifikansi sebesar
5%, r tabel = 0,329. Dari hasil perhitungan validitas item pada siklus I diperoleh 15 item yang valid
serta 5 dinyatakan tidak valid. Sebaliknya pada siklus II diperoleh hasil 17 soal dinyatakan valid serta
3 soal dinyatakan tidak valid.

Butir item tes hasil belajar dinyatakan baik bila butir item tersebut mempunyai tingkatan
kesukaran sedang ataupun cukup ( Anas Sudijono, 2009: 370). Untuk mengetahui tingkatan kesukaran
yang dipunyai oleh masing–masing item digunakan proporsi jumlah siswa menjawab benar terhadap
jumlah siswa.

Butir item yang dipakai pada penelitian ini yaitu butir item yang mempunyai indeks kesukaran.
Dari hasil tes siklus I ada 6 butir soal dengan klasifikasi sedang serta 14 soal dengan klasifikasi
mudah. Sebaliknya pada siklus II diperoleh 1 soal dengan klasifikasi sedang serta 19 soal dengan
klasifikasi mudah

Daya pembeda soal ialah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai
( berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh( berkemampuan rendah),( Arikunto, 2010: 211).

Butir soal yang dipakai dalam penelitian ini adalah butir soal yang indeks daya pembeda itemnya
0,201, 00 yaitu dengan klasifikasi minimal cukup. Pada siklus I diperoleh hasil 2 butir soal dengan
klasifikasi baik, 13 butir soal dengan klasifikasi cukup serta 5 butir soal dengan klasifikasi jelek.
Pada siklus II diperoleh hasil 1 butir soal dengan klasifikasi baik, 15 butir soal dengan klasifikasi
sedang serta 4 butir soal dengan klasifikasi jelek.

Pengujian realibilitas dalam penelitian ini memakai metode Kuder- Richardson. Butir soal
dikatakan reliabel bila r hitung ≥ r tabel . Hasil perhitungan reliabilitas terhadap 15 butir soal pada siklus I
dengan r hitung = 0,730 dan r tabel = 0,415. Ini berarti tes dinyatakan reliabel dengan klasifikasi tinggi.
Sedangkan pada perhitungan reliabilitas terhadap 17 butir soal pada siklus II dengan r hitung = 0,804 dan
r tabel = 0,449. Ini berarti tes dinyatakan reliabel dengan klasifikasi sangat tinggi.

Metode analisis data dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui peningkatan kreativitas
belajar siswa yang berupa analisis lembar observasi kreativitas siswa, analisis angket kreativitas
siswa. 1) penelitian berhasil bila sudah memenuhi indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut. Apabila tindakan yang dilaksanakan sudah sesuai dengan ketentuan dalan
pembelajaran dengan memakai model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR). .
2) Apabila setelah tindakan, persentase pencapaian indikator kreativitas siswa bertambah dari satu
siklus ke siklus selanjutnya minimun 5%.

Hasil dan pembahasan

Dari hasil observasi dengan memakai lembar observasi sebelum tindakan kelas diketahui bahwa
kreativitas siswa tergolong rendah. Apalagi bila dilihat dari beberapa indikator masih ada yang
tergolong rendah, seperti aspek Siswa yang bertanya, siswa yang mengerjakan soal matematika lebih
banyak dan benar, siswa yang menyampaikan pendapat, siswa yang menanggapi serta menghargai
pendapat teman, siswa yang mengerjakan soal tahap demi tahap, siswa yang mengetahui bila terdapat
kesalahan dalam mengerjakan soal serta berupaya mencari solusinya. Untuk itu perlu dilaksanakan
pembelajaran yang bisa meningkatkan kreativitas belajar matematika siswa.

Penerapan tindakan dalam penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, dimana tiap siklusnya
terdiri dari 3 kali pertemuan, dengan rincian 2 kali pertemuan pembelajran serta satu kali pertemuan
untuk tes. Dengan menerapkan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition( AIR) ini
kreativitas siswa mengalami peningkatan. Dari kreativitas siswa sepanjang proses belajar tersebut
maka mereka jadi terbiasa dalam memecahkan permasalahannya sendiri maupun dalam kelompok
kemudian menjadikan hasil belajar siswa juga meningkat.

Dalam penelitian ini, peneliti melaksanakan observasi membagikan angket kreativitas belajar
kepada siswa kelas X. 1 untuk mengukur kreativitas belajar siswa sebelum dan sesudah dikenai
tindakan. Persentase rata- rata mengalami peningkatan dari Pra Siklus sebesar 43,26% dengan
klasifikasi sedang, menjadi 43,06% pada Siklus I dengan klasifikasi sedang, serta meningkat kembali
menjadi 65,74% pada Siklus II dengan kriteria tinggi.

KESIMPULAN

Berdasarkan pada analisis data serta pembahsan hasil penelitian dengan memakai model
pembelajaran Auditory Intellectually Repetition( AIR) bisa tingkatkan kreativitas siswa.

Hijau = jurnal 9

Kuning = jurnal 1

Merah = jurnal

Abu-abu = jurnal 7

Anda mungkin juga menyukai