Anda di halaman 1dari 30

SOP BUDIDAYA MELON

1. Pembibitan

1.1 Definisi

Proses penyediaan benih, pengecambahan, sampai dengan siap tanam

bermutu dari varietas unggul (bersertifikat).

1.2 Tujuan

Untuk menyediakan bibit bermutu dari varietas unggul (bersertifikat) yang

mampu berproduksi sesuai dengan keunggulan varietas, sehat dan mempunyai

daya tumbuh yang baik.

1.3 Validasi

Pengalaman petani, petugas, pelaku agribisnis dan hasil penelitian.

1.4 Alat dan Bahan

a. Benih melon hibrida F1 sebanyak 24.000 biji/ha (melon mempunyai net).

b. Tanah 4 karung @50kg.

c. Pupuk kandang 8 karung @50kg.

d. Polibag (ukuran 5 x 8 cm) sebanyak 24.000 kantong.

e. Bambu 20 batang.

f. Plastik transparan 4 x 15 m (klambu).

g. Pestisida sistemik (Carbofuran dosis maksimum 1 kg/ha).

1.5 Fungsi Alat dan Bahan

a. Benih, untuk bahan tanaman (bibit).

b. Tanah, untuk media semai.

c. Pupuk kandang, untuk menambah bahan organic dan unsur-unsur hara

yang diperlukan tanaman serta memperbaiki sifat fisik tanah.

d. Polybag, untuk wadah media semai.

e. Bamboo, untuk membuat sungkup tempat pembibitan.


f. Plastic transparan, untuk menutup sungkup tempat pembibitan atau

kelambu (lebih baik karena sirkulasi udara).

g. Pestisida, untuk mencegah gangguan hama dan penyakit.

1.6 Prosedur Pelaksanaan

1. Pemilihan benih

a. Varietas hibrida F1

b. Benih yang dipilih merupakan benih yang jelas varietasnya (tepat jenis)

dengan potensi yang sesuai dengan karakteristik varietas tersebut

c. Memiliki pasar yang jelas

d. Varietas yang dipilih memiliki daya adaptasi yang tinggi dengan

agroklimat di Sragen

2. Mutu Benih

a. Belum kadaluarsa

b. Tingkat kemurnian minimal 95%

c. Daya kecambah minimal 80% dan vigoritas kecambah tinggi

d. Benih sehat dan bebas OPT

3. Pembibitan

a. Media tanam

Media tanam yang digunakan adalah campuran dari tanah dan pupuk

kandang dengan perbandingan 1:2, media dimasukkan dalam polybag

ukuran 5x8 cm dan diletakkan di atas bedeng semaian yang ditutup sungkup

b. Sungkup

Sungkup terbuat dari rangka bamboo lebar bawah 1-1,25 m, tinggi 0,8-1 m,

bentuknya melengkung setengah lingkaran, panjang sungkup disesuaikan

kebutuhan bibit. Pembibitan harus berada di tempat terbuka, cukup sinar

matahari dan sirkulasi udaranya baik.


c. Penyemaian benih

Benih direndam air hangat suhu (suhu ± 40º C) selama 2 – 4 jam sebelum

disemai.

i. Benih langsung diletakkan di atas kertas koran basah dan ditutup

dengan kertas koran basah pula selama 1 hari 2 malam (36 jam) pada

suhu 25º 30º C.

ii. Benih yang sudah berkecambah ditanam di polybag yang telah berisi

media persemaian 1 – 1,5 cm dengan letak calon akar atau bagian benih

yang runcing berada di bawah (media semai dalam keadaan basah).

d. Pemeliharaan bibit

Persemaian dijaga selalu dalam kondisi lembab namun tidak boleh terlalu

basah (becek). Bibit dipindahkan ke lapangan setelah berumur 7 – 8 hari

atau telah memiliki 1 helai daun sejati.

2. Pengolahan Tanah

2.1 Definisi

Kegiatan memperbaiki struktur tanah sehingga tanah menjadi gembur, aerase,

dan drainase lebih baik serta membentuk bedengan sebagai tempat tumbuhnya

tanaman melon.

2.2 Tujuan

Menjamin pertumbuhan dan produksi tanaman secara optimal.

2.3 Validasi

Pengalaman petani, petugas, pelaku agribisnis dan hasil penelitian.

2.4 Alat dan Bahan

a. Cangkul.

b. Kapur pertanian (dosisi disesuaikan pH tanah).

c. Pupuk kandang 20 ton/ha, organic 4 ton/Ha.


d. Pupuk anorganik (ZA 450 kg/ha, SP – 36 300 kg/ha, KCl 150 – 200 kg/ha

atau NPK (perbandingan 16:16:16) dosis 200 kg/ha.

e. Klip penjepit dari bambu 4.000 buah.

f. Mulsa plastik 300 kg/ha.

g. Pelubang mulsa plastik (kaleng bekas susu yang dipanaskan).

h. Ajir 21.000 (panjang 2 meter) dan glagar 4.000 (4 m) dari bambu 30.000

batang.

i. Tali raffia secukupnya.

2.5 Fungsi

a. Cangkul, untuk membersihkan sisa – sisa perakaran tanaman,

menggemburkan, menghaluskan tanah dan membuat bedengan.

b. Kapur pertanian, untuk meningkatkan pH tanah pada ranah masam

hingga mendekati pH 7.

c. Pupuk kandang, untuk memperbaiki sifat fisik tanah serta menambah

bahan organic dan unsur – unsur hara yang diperlukan tanaman.

d. Pupuk anorganik (ZA, SP – 36, KCl;NPK) untuk menambah unsur hara

(N, P, dan K) di dalam tanah.

e. Klip penjepit dari bambu/kayu, untuk mengaitkan sisi – sisi mulsa dengan

bedengan agar mulsa tidak mudah lepas.

f. Mulsa plastik, untuk menutup permukaan atas bedengan yang

bermandaat untuk merangsang perkembangan akar, mempertahankan

struktur, suhu dan kelembaban tanah, mencegah erosi tanah, menekan

pertumbuhan gulma, meningkatkan proses fotosintesa dan mengurangi

penguapan air dan pupuk.

g. Kaleng berdiameter ±10 cm untuk membuat lubangnpada mulsa.

h. Ajir dari bambu, untuk rambatan tanaman dan menggantung buah.

i. Tali raffia, untuk mengikat ajir, mengikat batang dan buah.


2.6 Prosedur pelaksanaan

a. Lahan dibersihkan dari sisa tanaman dan gulma,

b. Penggemburan lahan dilakukan sampai kedalaman 20 – 30 cm, lahan

dibiarkan/dikering – anginkan selama 5 – 7 hari.

c. Penghalusan bongkahan tanah hasil pencangkulan, dibiarkan 4 – 5 hari.

d. Pembuatan bedengan tinggi 30 – 40 cm (sawah tadah hujan), 40 – 50 cm

(sawah irigasi), lebar bedengan maksimal 15 meter. Tinggi dan lebar parit

disesuaikan dengan keadaan musim saat penanaman.

e. Bila perlu dilakukan pemberian kapur dengan dosis 1 ton untuk

peningkatan 1 PH yang dikehendaki yang disesuaikan dengan derajat

keasaman (pH) tanah setempat. Kapur yang telah dihaluskan ditaburkan

ke bedengan setengah jadi kemudian diasuk agar merata dengan tanah.

f. Pemberian pupuk dasar berupa pupuk kandang sebanyak 20 ton.ha dan

pupuk ZA dosis 450 kg/ha, SP – 36 dosis 300 kg/ha dan KCl dosis 150 –

200 kg/ha atau NPK sebanyak 200 kg dengan cara disebarkan secara

merata ke seluruh bedengan, diaduk – aduk dengan cangkul agar pupuk

tercampur dengan tanah, kemudian disiram air sampai basah.

g. Pemasangan mulsa plastik hitam – perak dan pembuatan lubang tanam

• Mulsa yang digunakan adalah plastik hitam perak dengan lebar 120

cm.

• Bagian plastik berwarna perak menghadap ke atas sedangkan yang

berwarna hitam menghadap ke bawah.

• Pemasangan mulsa dilakukan pada saat panas terik matahari agar

mulsa memuai sehingga rapat menutup bedengan dan tanah dalam

keadaan basah. Gunakan klip penjepit dari bambu atau kayu untuk
mengaitkan sisi – sisi mulsa dengan bedengan agar mulsa tidak

mudah lepas.

• Setelah mulsa terpasang dilanjutkan dengan pembuatan lubang

tanam pada mulsa menggunakan kaleng berdiameter 10 cm yang

dipanaskan. Jarak antar lubang untuk 60 cm x 60 cm (musim

kemarau) atau 60 cm x 60 cm (musim hujan) tergantung jumlah

populasi yang akan ditanam. Kegiatan ini dilakukan 1 minggu

sebelum tanam.

h. Pemasangan air dilakukan sebelum tanam pada setiap lubang tanam.

Bagian ajir yang masuk ke dalam tanah sekurang – kurangnya sedalam

20 cm.

3. Penanaman di Lapangan

3.1 Definisi

Memindahkan bibit dari tempat penyemaian ke areal pertanaman.

3.2 Tujuan

Menumbuhkembangkan tanaman sapai berproduksi.

3.3 Validasi

Pengalaman petani, petugas, pelaku agribisnis dan hasil penelitian.

3.4 Alat dan bahan

a. Abir

b. Bibit

c. Tugal

d. Gayung

e. Tray (kotak)/alat angkut

3.5 Fungsi

a. Air, untuk menyiram tanah sehingga kondisi tanah lembab dan

mengurangi tingkat kelayuan.


b. Bibit, untuk bahan tanaman.

c. Tugal.cetok, untuk membuat lubang tanam sebesar polybag di

pesemaian.

d. Gayung, untuk mengambil dan menyiram air ke tanah di sekitar tanaman.

e. Tray/alat angkut, untuk mengangkut bibit dari pesemaian.

3.6 Prosedur pelaksanaan

a. Sebelum penanaman bibit di lapangan, bedengan disiram agar cukup

lembab.

b. Penanaman dilakukan sehingga tidak ada bibit yang terlambat tanam

lapangan dapat dilakukan sejak pagi sampai selesai. Prosedur menanam:

i. Sehari sebelum pindah tanam, bedengan direndam agar bedengan

basah atau lubang tanam disiran sampai basah apabila air tidak

mencukupi.

ii. Sebelum tanam, media pada bibit disiram sampai basah agar media

tidak pecah pada saat polybag dibuka.

iii. Membuat lubang tanam pada bedengan sedalam 8 cm.

iv. Lepaskan polybag dari media tanam bibit secara hati – hati, bila perlu

dirobek. Usahakan media tanah pada bibit tetap kompak atau tidak

pecah dan penanaman pangkal batang sejajar dengan permukaan

tanah bedeng.

v. Usahakan posisi bibit dalam keadaan tegak setelah ditanam, supaya

bagian bibit tidak menyentuh mulsa plastik.

vi. Setelah selesai penanaman, bibit disiram untuk mengurangi tingkat

kelayuan.

c. Tingkat kelembaban tanah diusahakan tetap optimum.


d. Apabila dilakukan penyulaman harus dilakukan paling lambat 3 hari

setelah tanam. Setelah 3 hari, penyulaman tidak perlu dilakukan karena

tidak akan tumbuh normal.

4. Pengairan

4.1 Definisi

Memberi air sesuai kebutuhan tanaman pada daerah perakaran tanaman

dengan air yang memebuhi standar pada waktu, cara dan jumlah yang tepat.

4.2 Tujuan

Menjamin kebutuhan air bagi tanaman sehingga pertumbuhan dan proses

produksinya berjalan optimal.

4.3 Validasi

Pengalaman petani, petugas, dan pelaku agribisnis dan hasil penelitian.

4.4 Alat dan bahan

a. Air

b. Pompa air

c. Gembor

d. Selang plastik/paralon

e. Cangkul

f. Bahan bakar minyak (BBM)

4.5 Fungsi

a. Air, untuk menyiram tanaman.

b. Pompa air, untuk memompa air (apabila sumber air lebih rendah dari

pertanaman).

c. Gembor, alat bantu menyiram.

d. Selang plastik/paralon, untuk menyalurkan air.

e. Cangkul, untuk membuat bedungan.

f. BBM, untuk bahan bakar pompa air.


4.6 Prosedur pelaksanaan

a. Setelah tanam sampai umur 2 minggu penyiraman dilakukan setiap hari

atau 2 hari sekali pada waktu pagi atau sore hari, dengan cara parit antar

bedengan digenangi sampai mencapai 2/3 tinggi bedengan sambil air

disiramkan ke masing – masing tanaman. Apabila air tidak cukup

menggenangi bedengan, lubang tanam disiram dengan air.

b. Pada awal pembentukan bunga pengairan dilakukan seminggu 2 kali

dengan cara parit antar bedengan digenangi sampai mencapai 23 tinggi

bedengan. Apabila air tidak cukup menggenangi bedengan, lubang tanam

disiram dengan air.

c. Pada saat pembentukan dan mulai pembesaran buah pengairan

dilakukan 3 hari selaku dengan cara parit antar bedengan digenangi

sampai mencapai 2/3 tinggi bedengan. Apabila air tidak cukup

menggenangi bedengan, lubang tanam disiram dengan air.

d. Pada awal pembentukan net/jarring pada kulit buah, penyiraman

dilakukan 4 hari sekali dengan menyiram setiap tanaman menggunakan

gembor, parit digenangi.

e. Setelah jarring pada kulit buah terbentuk, pengairan dilakukan 3 hari

sekali dengan cara parit antar bedengan digenangi sampai mencapai 2/3

tinggi bedengan. Apabila air tidak cukup menggenangi bedengan, lubang

tanam disiram dengan air.

f. Pada saat pematangan buah yaitu setelah tanaman berumur 50 hari,

pengairan dihentikan sampai saat panen.

g. Pada daerah yang telah terkontaminasi/terinvestasi penyakit layu

Fusarium, penyiraman langsung ke setiap tanaman menggunakan

gembor.

5. Pengikatan dan Pemangkasan


5.1 Definisi

a. Mengikat batang tanaman pada ajir dan tangkai buah pada glagar.

b. Memangkas dan membuang cabang – cabang yang tidak produktif dan

tidak dikehendaki.

5.2 Tujuan

a. Tanaman tumbuh mengikuti ajir yang telah dipasang.

b. Buah terganting dengan kuat pada glagar dan tidak bersentuhan dengan

tanah.

c. Menjamin pertumbuhan tanaman sehingga proses produksi berlangsung

maksimal dan mengurangi kelembaban dalam tajuk tanaman sehingga

akan mengurangi resiko terjadinya serangan hama dan penyakit

d. Merangsang tumbuhnya tunas – tunas produktif.

5.3 Validasi

Pengalaman petani, petugas, pelaku agribisnis dan hasil penelitian.

5.4 Alat dan bahan

a. Tali raffia

b. Gunting pangkas

c. Kantong plastik

d. Kantong brongsong buah/sesuai permintaan pasar.

5.5 Fungsi

a. Tali raffia, untuk mengikat batang tanaman pada ajir dan tangkai buah

pada glagar.

b. Gunting pangkas, untuk memotong tangkai buah yang tidak dikehendaki.

c. Kantong plastik, untuk menampung sampah.

d. Kantong brongsong buah, untuk melindungi buah dari serangan hama

(lalat buah), meningkatkan mutu warna buah.

5.6 Prosedur pelaksanaan


a. Setelah tanaman berumur 12 hari atau setelah memiliki 5 daun, batang

tanaman mulai diikat dengan raffia pada ajir supaya tanaman merambat

pada ajir tersebut. pengikatan ini dilakukan setiap 3 atau 4 hari sekali

sampai ikatan mencapai ujung ajir.

b. Sampai dengan ruas ke – 8 dan di atas ruas ke – 11, cabang atau ranting

yang tumbuh harus dipangkas.

c. Cabang pada ruang ke 9 – 10 dibiarkan tumbuh sebagai tempat

tumbuhnya calon buah yang akan dibesarkan dengan menyisakan 1 helai

daun.

6. Sanitasi Kebun

6.1 Definisi

Kegiatan menjaga kebersihan kebun dengan cara membersihkan areal

pertanaman dari gulma, daun – daun, ranting bekas pangkasan dan buah – buah

yang busuk/rontok maupun sampah.

6.2 Tujuan

Menjamin proses produksi berlangsung secara maksimal dengan menekan

resiko serangan organisme pengganggu tanaman serta menekan persaingan

untuk mendapatkan tempat tumbuh, sinar matahari, dan unsur hama.

6.3 Validasi

Pengalaman petani, petugas, pelaku agribisnis dan hasil penelitian

6.4 Alat dan bahan

a. Wangkil

b. Cangkul

c. Gunting pangkas

d. Kantong plastik

6.5 Fungsi

a. Wangkil, untuk membersihkan gulma.


b. Cangkul, untuk membersihkan gulma dan membuat lubang tempat

sampah

c. Gunting pangkas untuk memangkas cabang, daun, dan buah yang tidak

dikehendaki.

d. Kantong plastik, untuk mengumpulkan sampah.

6.6 Prosedur pelaksanaan

a. Pengendalian gulma dilakukan pada saat gulma mulai tumbuh. Gulma

yang tumbuh di sepanjang parit di luar lubang tanam dibersihkan dengan

kored, cangkul atau secara manual (tangan) minimal seminggu sekali.

b. Pembersihan gulma paada lubang tanam dilakukan secara manual dan

intensif, minimal 3 hari sekali.

c. Kebersihan kebun

i. Membuang kotoran – kotoran, daun – daun, ranting, dan cabang

bekas pangkasan

ii. Pangkas daun, ranting, dan buah – buah yang busuk dan rontok yang

sakit atau yang menunjukkan tanda – tanda terserang hama dan

penyakit.

iii. Bekas pangkasan dikumpulkan disuatu tempat yang telah disiapkan

kemudia ditimbun dalam tanah atau dibakar.

7. Pemupukan (Pupuk Susulan)

7.1 Definsi

Memberikan unsur hara tambahan atau susulan pada tanaman.

7.2 Tujuan

Memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman untuk menjamin pertumbuhan tanaman

secara optimal dan menghasilkan produksi dengan mutu yang baik.

7.3 Validasi

Pengalaman petani, petugas, pelaku agribisnis dan hasil penelitian.


7.4 Alat dan bahan

a. Pupuk anorganik : NPK (16:16:16) dosis 500 kg/ha, KNO3 80 kg/ha,

pupuk daun 4 liter/ha.

b. Air

c. Pompa sprayer

d. Ember/drum

e. Gelas ukur

f. Perekat dan perata

g. Masker

h. Kacamata

i. Hand sprayer

j. Tongkat pengaduk

k. Topi

l. Sarung tangan

7.5 Fungsi

a. Pupuk anorganik untuk menambah unsur – unsur hara yang diperlukan

tanaman sesuai kebutuhannya.

b. Air untuk melarutkan pupuk dan proses metabolisme tanaman.

c. Pompa sprayer, untuk menyemprotkan pupuk cair melalui daun.

d. Ember/drum, wadah untuk melarutkan pupuk.

e. Gelas ukur, untuk menakar dosis pupuk.

f. Perekat atau perata, untuk merekatkan dan meratakan larutan pupuk di

permukaan daun.

g. Masker, untuk melindungi alat pernafasan.

h. Kacamata, untuk melindungi mata.

i. Hand sprayer, untuk menyemprotkan pupuk.

j. Tongkat pengaduk, untuk mengaduk larutan pupuk.


k. Topi, untuk melindungi kepala.

l. Sarung tangan, untuk melindungi tangan.

7.6 Prosedur pelaksanaan

a. Pemupukan susulan I (5 HST) berupa pupuk NPK konsentrasi

disesuaikan larutan pupuk/tanaman (dosis 50 kg/Ha).

b. Pemupukan susulan II (12 HST) berupa pupuk NPK konsentrasi 40

gram/liter sebanyak 200 ml larutan pupuk/tanaman (dosis 60 kg/Ha).

c. Pemupukan III (20 HST/menjelang pembungaan) berupa pupuk NPK

konsentrasi 40 – 50 gram/liter sebanyak 200 ml larutan pupuk/tanaman

(dosis 60 kg/Ha).

d. Pemupukan susulan IV (30 HST/setelah pembungaan) berupa pupuk

NPK konsentrasi 40 gram/liter sebanyak 200 ml larutan pupuk/tanaman

(dosis 60 kg/Ha).

e. Pemupukan V (37 HST/setelah seleksi buah) berupa pupuk NPK

konsentrasi 40 gram/liter sebanyak 200 ml larutan pupuk/tanaman (dosis

60 kg/Ha).

f. Pupuk susulan diberikan dengan cara dilarutkan dalam air dan disiramkan

di sekitar tanaman.

g. Pupuk daun diberikan dengan cara disemprotkan melalui daun. Pupuk

daun diberikan pada musim kemarai, sedangkan pada musim hujan tidak

diberikan karena dapat merangsang tumbuhnya jamur. Frekuensi

pemberian satu kali dalam seminggu (tergantung kondisi tanaman) dosis

2 cc/liter.

h. Dianjurkan untuk mendapatkan kebutuhan pupuk (jenis maupun dosis)

yang tepat sesuai kondisi setempat sebaiknya dilakukan analisa hara

tanah maupun jaringan tanaman.


i. Interval pemberian pupuk daun 2 minggu 1 kali dosis disesuaikan dengan

petunjuk.

8. Pengendalian OPT

8.1 Definisi

Tindakan yang dilaksanakan untuk mencegah kerugian pada budidaya

tanaman yang diakibatkan oleh OPT (hama, penyakit dan gulma) dengan caea

memadukan satu atau lebih teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu

kesatuan.

8.2 Tujuan

Mengendalikan OPT untuk menghindari kerugian ekonomi beruma

kehilangan hasil (kuantitas) dan penurunan mutu (kualitas) produk.

8.3 Validasi

Pengalaman petani, petugas, pelaku agribisnis, hasil penelitian dan pedoman

pengendalian hama terpadu.

8.4 Alat dan bahan

a. Sprayer (aplikator)

b. Bahan pengendali OPT (pestisida, kimia, maupun nabati/hayati)

c. Bahan perekat

d. Bahan perata

e. Air

f. Alat pengaduk

g. Takaran (gelas ukur)

h. Sarung tangan/masker/kacamata/topi/celana dan baju panjang

i. Brongsong (musim kemarau)

j. Ember/drum, wadah untuk melarutkan bahan pestisida.

8.5 Fungsi

a. Sprayer, untuk menyemprotkan bahan pengendali ke tanaman.


b. Bahan pengendali OPT (pestisida, agensia hayati), untuk mengendalikan

OPT.

c. Bahan perekat, untuk merekatkan pestisida pada tanaman agar tidak

mudah tercuci oleh air/hujan.

d. Bahan perata berfungsi agar pestisida dapat membasahi seluruh

permukaan tanaman yang disemprot.

e. Air, untuk bahan mencampur/melarutkan pestisida.

f. Alat pengaduk, untuk mengaduk pestisida dan air.

g. Takaran (gelas ukur) untuk menakar pestisida.

h. Sarung tangan/masker/kacamata/topi/sepatu boot/baju dan celana

panjang, untuk melindungi tubuh (tangan, muka, mulut, hidung, mata,

kepala dan kaki) dari kontaminasi pestisida.

i. Perangkap OPT, untuk melindungi buah dari serangan lalat buah.

j. Ember/drum, untuk melarutkan pestisida.

8.6 Prosedur pelaksanaan

Cara :

1) Masukkan buah yang terserang ke dalam kantong plastic, ikat rapat

sehingga larva/lalat tidak bisa keluar, atau

2) Kubur ke dalam tanah sedalam ± 1m untuk memastikan bahwa larva

tidak berkembang menjadi pupa.

− Menanam selasih di sekeliling kebun sebagai tanaman perangkap

ii. Cara fisik/mekanik

− Pembungkusan buah dengan kertas/kantong plastic,

− Penggunaan perangkap atraktan (bahan pemikat lalat buah) dalam

perangkap yang terbuat dari toples plastic atau botol plastic bekas air
minum. Bahan aktratannya adalah metil eugenol, protein hidrolisa atau

selasih,

− Pemasangan kapur barus untuk mengusir lalat buah dengan cara

menggantungkan 3 bungkus setiap bedeng,

b. Thrips

Gejala : Daun muda atau tunas menjadi keriting, tanaman menjadi kerdil.

Serangannya ditemui di tunas, daun, bunga dan buah.

Serangga menghisap cairan daun dan bersembunyi di celah – celah daun

pucuk yang belum terbuka. Hama aktif menyerang pada pagi hari atau

senja. Serangan hama ini sangat tinggi pada musim kemarau.

Penyebabnya : Thrips parvispinus Karny

Pengendalian :

i. Cara kultur teknis

Melakukan sanitasi lingkungan dengan memusnahkan sisa-sisa

tanaman dan inang lain di sekitar tanaman.

ii. Cara fisik/mekanis

Memangkas bagian tanaman yang terserang kemudia dibakar

mejauhi areal.

iii. Cara kimiawi

Penggunaan insektisida berbahan aktif dimetoate 400 g/l, sipermetrin

30, 36 g/l, tetasipaermetrin 30 g/l.

c. Kutu Daun

Gejala : Daun tanaman menggulung dan pucuk tanaman menjadi keriting

akibat cairan daunnya dihisap hama. Ciri lain yaitu terdapat getah cairan

yang mengandung madu dan dari kejauhan terlihat mengkilap, pada

tanaman banyak dijumpai semut hitam.

Penyebab : Kutu aphids (Aphis gossypii Glover).


Pengendalian :

i. Cara kultur teknis

− Sanitasi kebun dengan membersihkan gulma di sekitar pertanaman

− Daun yang terserang hama dipangkas, kemudian dimusnahkan

dengan cara dibakar.

− Tidak menggunakan pupuk nitrogen secara berlebihan

ii. Cara kimiawi

Menyemprot dengan insektisida berbahan aktif tetasipermetrin 30,36

g/l terutama pada bagian pucuk tanaman.

d. Kumbang daun

Gejala : Terdapat luka bekas serangan berupa keratin konsentris pada

daun. Pada stadia larva, hama menyerang jaringan perakaran sampai

pangkal batang. Kerusakan pada akar atau pangkal batang dapat

menyeabkan tanaman menjadi layu.

Penyebab : Aulacophora femoralis Motschulsky

Pengendalian :

i. Cara kultur teknis

− Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang tidak

satu family dengan Cucurbitaceae.

− Sanitasi kebun dengan membersihkan gulma di sekitar

pertanaman

− Pengolahan tanah harus sempurna sehingga mematikan

kumpulan telur atau pupa hama yang masih terdapat dalam

tanah.

− Penyekatan lahan dengan plastic transparan/klambu nyamuk.

ii. Cara fisik/mekanis


Tanaman yang terserang berat dicabut, kemudian dibakar.

iii. Cara kimiawi

Penyemprotan dengan insektisida berbahan aktif profenofos,

diafentiuron, metidation

e. Ulat perusak daun

Gejala : Daun – daun tanaman yang terserang menjadi meranggas

hingga tinggal tulang daunnya. Bahkan jika tanaman sudah berbuah ulat

ini menggerogoti kulit buah. Kadang-kadang merusak bunga sehingga

menggagalkan pembentukan buah.

Penyebab : Palpita sp. dan Spodoptera litura.

Pengendalian :

i. Cara kultur teknis

a. Pemangkasan cabang-cabang sekunder sehingga hanya

batang utama yang dipelihara. Dengan pemangkasan ini,

aerasi di lingkungan tanaman menjadi lancar dan serangan ulat

menjadi lebih mudah terkendali

b. Pemasangan lampu perangkap agar serangga tidak sampai

berkembangbiak.

ii. Cara fisik/mekanis

Penangkapan lalat buah dengan alat perangkap (sex pheromone) yang

diberi methyl eugenol untuk Spodoptera litura (caranya sama dengan

pengendalian hama lalat buah).

iii. Cara kimiawi

Pengendalian dengan menggunakan insektisida berbahan aktif

betasiflutrin 25 gram/l.

f. Tungau
Gejala : Pada daun terdapat luka nekrotis berupa titik-titik kuning yang

makin lama menghitam kemudian daun yang terserang melengkung

dan terpelintir.

Pada bagian bawah daun yang terserang akan terlihat sekumpulan

hama yang tampak seperti titik-titik merah dan kuning.

Penyebab : Tetranycus cinnabarinus boisduval

Pengendalian :

i. Cara kultur teknis

Sanitasi kebun dengan membersihkan gulma di sekitar

pertanaman.

ii. Cara fisik/mekanis

Tanaman yang terserang berat dicabut dan dibakar.

iii. Cara kimiawi

Penggunaan akarisida berbahan aktif propargit.

g. Ulat Grayak

h. Kutu Kebul

i. Empun Tepung

3. Pengendalian Penyakit

a. Virus kuning (Virus Gemini)

Gejala : Daun menunjukkan adanya bercak kuning dan beberapa

daun menjadi keriting. Virus dapat ditularkan melalui benih, alat

pertanian dan kupu-kupu merupakan serangga vector bagi virus.

Pada serangan berat, perkembangan buah akan lambat sehingga

buah yang dihasilkan tidak sempurna, terutama pada bentuk buah

dan rasanya.

Penyebab : Virus Gemini.

Pengendalian :
i. Cara kultur teknis

a. Penggunaan varietas tahan

b. Sanitasi lingkungan dengan memersihkan gulma di sekitar

tanaman.

ii. Cara fisik/mekanis

Sanitasi kebun dengan membersihkan gulma di sekitar

pertanaman.

iii. Cara biologi

Mengendalikan serangga penular dengan agensia hayati,

pestisida nabati secara berkala.

iv. Cara kimiawi

Menggunakan insektisida kimia yang efektif berbahan aktif

tiametoksan 25%.

b. Layu Bakteri

Gejala : perubahan warna pada daun muda menjadi coklat tua dan

pada akhirnya mongering. Pada serangan lebih lanjut dapat

menurunkan produksi/gagal panen.

Penyebab : Pseudomonas sp.

Pengendalian :

i. Cara fisik/mekanis

a. Sanitasi dan kebersihan kebun.

b. Tanaman terserang dimusnahkan/dibakar.

ii. Cara kimiawi

Merendam benih dengan larutan Agrymicin 1-2 gram/liter air

selama 6-8 jam atau pada pertanaman dengan fungisida

berbahan aktif mancozeb 80%.

c. Layu Fusarium
Gejala : pada tanaman muda/pesemaian dapat menyebabkan

tanaman busuk atau tumbuh kerdil.

Pada tanaman dewasa daun menjadi pucat, bagian atas tanaman

layu dan sedikit demi sedikit menjadi layu keseluruhan dan mati.

Batang menjadi nekrotik/retak dan mengeluarkan cairan berwarna

coklat.

Penyebab : cendawan Fusarium oxysporum

Pengendalian :

i. Cara kultur teknis

a. Pergiliran tanaman dengan yang tidak rentan atau tanam

pada lahan baru

b. Pengaturan jarak tanam yang tepat (50 cm x 50 cm) atau

(60 cm x 60 cm).

ii. Cara fisik/mekanis

Pembersihan eradikasi tanaman sakit dan dimusnahkan.

iii. Cara biologi

Pengendalian secara preventif dan berkala dengan agensia hayati

cendawan antagonis Trichoderma sp. atau Gliocladium sp

iv. Cara kimiawi

Perlakuan dengan fungisida berbahan aktif Mancozeb 80% dan

Klorotalonil 75%.

d. Antraknosa

Gejala : Pada daun, batang muda, bunga dan buah terdapat bercak-

bercak berwarna coklat kelabu sampai kehitaman yang sedikit demi

sedikit melekuk dan bersatu. Jaringan tanaman yang terdapat di

bawahnya juga membusuk.

Penyebabnya : Collectotrichum lagenarium (Pass) Ell. Et Haist.


Pengendalian :

i. Pengaturan jarak tanam yang tepat (45 cm x 60 cm, 50 cm x 60

cm atau 60 cm x 70 cm)

ii. Perendaman benih dengan fungisida berbahan aktif azoksisitrobin

250 g/l atau propineb 70%.

iii. Pembersihan bagian-bagian tanaman yang mati.

iv. Tidak semua orang diijinkan masuk ke kebun untuk antisipasi

penularan jamur.

e. Penyakit busuk buah

Gejala : serangan pada batang ditandai dengan bercak coklat

kebasahan yang memanjang. Serangan serius dapat menyebabkan

tanaman mati layu. Daum yang terserang seperti tersiram air panas

kemudian meluas. Serangan pada buah ditandai dengan bercak

kebasah-basahan yang menjadi coklat kehitaman dan lunak. Makin

lama bercak menjadi berkerut dan mengendap. Pada bagian buah

yang busuk diselimuti kumpulan cendawan putih.

Penyebab : Phytophthora nicotianae B. de haan var parastica (Dast).

Pengendalian :

i. Pemangkasan daun atau cabang yang berlebihan untuk

mengurangi kelembaban di sekitar tanah.

ii. Rotasi tanaman dengan tanaman yang bukan sefamili dengan

melon.

iii. Mencabut tanaman yang terserang kemudian dibakar.

iv. Tidak semua orang diijinkan masuk ke kebun untuk antisipasi

penularan jamur.

f. Embun Bulu (downy mildew)


Gejala : serangan dimulai dengan adanya bercak-bercak berwarna

kuning muda yang dibatasi oleh urat-urat daun sehingga terkesan

menjadi bercak bersudut. Semakin lama bercak berubah warna

menjadi kecoklatan. Apaila daun dibalik maka akan terlihat kumpulan

konidia dan kondiofor cendawan berwarna kelabu.

Penyebab : Psudoperenospora cubensis Barkely et Curtis.

Pengendalian :

i. Pemilihan lokasi penanaman yang jauh dari tanaman yang

sefamili.

ii. Daun yang terserang segera dipotong atau dipangkas kemudian

dibakar.

iii. Penyemprotan fungisida berbahan aktif Simoksanil atau

mancozeb.

iv. Tidak semua orang diijinkan masuk ke kebun untuk antisipiasi

penularan jamur.

g. Busuk pangkal batang (gummy stem blight)

Gejala : pangkal batang yang terserang mula-mula seperti tercelup

minyak kemudian keluar lender berwarna merah coklat. Tahap

berikutnya tanaman layu dan mati. Daun tanaman yang terserang

akan mengering, apabila diremas seperti kerupuk dan berbunyi

kresek-kresek jika diterpa angin.

Penyebab : Mycoosphaerella melonis Passerini

Pengendalian :

i. Sanitasi dan kebersihan kebun

ii. Tanaman yang terserang dimusnahkan dengan cara dibakar

iii. Penyemprotan fungisida berbahan aktif Cu, thiram atau

mancozeb.
iv. Tidak semua orang diijinkan masuk ke kebun untuk antisipasi

penularan jamur

4. Penanggulangan Defisiensi Unsur Hara

Defisiensi unsur hara dikenal sebagai penyakit fisiologis merupakan

penyakit yang muncul karena kekurangan salah satu atau lebih unsur

hara. Untuk mengetahui adanya gejala ini harus dilakukan pengamatan

dan analisa secara cermat. Penyakit fisiologis yang paling banyak

ditemukan pada tanaman melon di Indonesia adalah defisiensi unsur hara

boron, kalium.

a. Defisiensi unsur boron

Gejala : tanaman tumbuh kerdil dengan ruas-ruas yang pendek.

Batang tanaman kaku dan terdapat beberapa luka/retakan yang

mengeluarkan lender coklat kekuningan. Batang ini mudah sekali

patah. Jika gejala berlanjut hingga tanaman dewasa maka tanaman

sulit menghasilkan buah. Apabila buah terbentuk pun bentuknya

abnormal.

Pengendalian :

i. Pemupukan unsur mikro yang mengandung unsur borong

seperti borate atau fertibor dosis 2g/tanaman

ii. Penyemprotan pupuk daun yang mengandung unsur mikro

boron seperti multimicro (B 0,3%) atau CaB (B 2%) dosis 1-2

ml/l mulai umur 10 minggu dan diulang 10 hari sampai 3 kali

aplikasi

b. Defisiensi unsur kalium

Gejala : terdapat perubahan tepi daun dari warna hijau menjadi

kuning muda. Semakin lama, warna kuning berubah menjadi

kecoklatan dan salah satu sisinya robek makin lama seolah-olah


membentuk gerigi pada tepi daun tersebut. Tanaman yang

kekurangan kalium mempunyai daya tahan yang rendah terhadap

serangan hama dan penyakit. Selain itu, rasaa buah menjadi

kurang manis dan biasanya tanaman tidak tahan kekeringan.

i. Komposisi pemupukan unsur hara makro NPK harus tepat

dan seimbang.

ii. Penambahan pupuk susulan berupa KNO3 dosis 5 g/l.

iii. Penyemprotan pupuk daun yang mengandung unsur kalium

tinggi seperti Complesal Merah (K2O 15%) dosis 2 g/l.

c. Defisiensi unsur Magnesium

Gejala : kekurangan magnesium terlihat pada daun tua. Di antara

tulang daun terlihat klorosis, warna daun menguning dan terdapat

bercak-bercak merah kecoklatan sedangkan tulang daun tetap

berwarna hijau.

Pengendalian :

i. Pengapuran dengan dolomit (CaCO3MgCO3)

ii. Penyemprotan pupuk daun yang mengandung unsur

magnesium seperti multimicro (Mg 3,4%) dosis 2 ml/l atau

complesal merah (MgO 1,4%) dosis 2 g/l.

9. Panen

9.1 Definisi

Kegiatan memetik buah yang telah siap panen atau mencapai kematangan

fisiologis sesuai persyaratan yang telah ditentukan.

9.2 Tujuan

Memperoleh hasil sesuai dengan tingkat kematangan buah.

9.3 Validasi

Pengalaman petani, petugas, pelaku agribisnis dan hasil penelitian.


9.4 Alat dan bahan

a. Gunting/pisau

b. Keranjang

c. Terpal plastik

d. Jerami

e. Kresek

9.5 Fungsi

a. Gunting, untuk memotong tangkai buah.

b. Keranjang, untuk wadah buah yang telah dipanen.

c. Terpal plastik, untuk pelindung buah dari sinar matahari.

d. Jerami, untuk alas buah setelah dipanen.

9.6 Prosedur pelaksanaan

a. Penentuan saat panen, dapat dilakukan dengan cara mengamati

penampakan fisik buah dan umur tanaman:

i. Jarring atau net pada kulit buah telah terbentuk dengan sempurna,

tebal dan merata

ii. Adanya retakan yang terjadi pada pangkal tangkai buah.

iii. Terjadi perubahan warna kulit buah, misalnya dari hijau tua menjadi

kekuningan.

iv. Kulit buah terasa halus tidak berbulu.

v. Munculnya aroma buah melon yang khas untuk varitas tentu.

vi. Daun bendera berwarna kekuningan

vii. Pada melon berdaging putih panen dilakukan pada umur 35 hari

setelah pembungaan sedangkan pada melon berdaging merah pada

umur 40 hari setelah pembungaan.

viii. Pengambilan sample untuk test rasa dan kadar gula

b. Waktu dan cara panen:


i. Tangkai buah dipotong dengan gunting diratakan 2 – 3 cm atau

membentuk huruf T dan diletakkan miring agar getah tidak menetes di

buah untuk melon hijau yang kuning dan no net potong pangkal

tangkai.

ii. Pemotongan tangkai buah dilakukan secara hati – hati agar buah

tidak rusak.

iii. Buah yang telah dipanen dikumpulkan dikeranjang, diberi alas dan

diletakkan di tempat yang diberi alas dan diletakkan di tempat yang

diberi peneduh berupa terpal plastik.

iv. Pemupukan buah dilakukan secara hati – hati, maksimum 7 tumpukan

dan setiap lapis diberi pelapis misalnya jerami, kertas atau koran

bekas untuk menghindari kerusakan kulit buah.

v. Selesai panen buah secepatnya dipindahkan ke tempat

penampungan buah.

vi. Tanaman yang sudah dipanen harus segera dibongkar dan dibuang di

tempat yang jauh dari areal penanaman (penting).

10. Penanganan Pasca Panen

10.1 Definisi

Kegiatan sortasi, pengkelasan, pengemasan dan penyimpanan buah

berdasarkan ukuran dan standar mutu yang telah ditentukan.

10.2 Tujuan

Menghasilkan buah dengan standar mutu yang baik dan seragam.

10.3 Validasi

Pengalaman petani, petugas, pelaku agribisnis, dan hasil penelitian.

10.4 Alat dan bahan

a. Kain lap (untuk no net)

b. Sarung tangan
c. Timbangan

d. Lakban

e. Keranjang buah

f. Stiker

g. Kemasan kotak karton

h. Jarring/net plastik

i. Gudang

10.5 Fungsi

a. Kain lap, untuk membersihkan kotoran pada kulit buah

b. Sarung tangan, untuk melindungi pekerja dan melindungi buah dari

kerusakan.

c. Timbangan, untuk menimbang buah.

d. Lakban, untuk menutup kemasan kotak karton.

e. Stiker, untuk tanda pengenal pada buah.

f. Kemasan kotak karton, untuk kemasan buah sesuai ukuran.

g. Jarring/net plastik, untuk alat pengemasan buah.

h. Gudang, untuk tempat penyimpanan buah.

10.6 Prosedur pelaksanaan

1. Sortasi dan pengkelasan buah

a. Ditempat penampungan dilakukan penyortiran buah. Dipilih buah yang

mulus, jaring tebal dan merata, bentuknya normal, tidak terluka, tidak

terserang penyakit, tidak ada cacat fisik maupun mikrobiologis, tidak ada

noda getah, tidak ada bintik – bintik kehitaman, tidak ada noda kudis

(scab), tidak ada luka memar.

b. Setelah buah disortir kemudian ditimbang dan dilakukan pengkelasan

berdasarkan berat buah dan penampakan fisik.


c. Buah yang sudah ditimbang kemudian dibersihkan dengan kain lap,

ditempeli stiker dan siap untuk dikemas, disimpan dalam gudang atau

didistribusikan.

2. Pengemasan buah

a. Buah dimasukkan ke dalam kemasan dari kotak yang mempunyai lubang

ventilasi dan dasarnya diberi potongan – potongan kertas.

b. Dalam satu kemasan hanya berisi buah dengan kelas yang sama.

c. Kemasan harus bersih dan bebas dari semua benda asing.

d. Setiap kemasan harus diberi label dari bahan yang tidak beracun (tinta

dan lemnya) yang menerangkan:

i. Identifikasi produk (nama, asal dan kode produsen yang telah

diketahui).

ii. Asal produk (nama varietas, tulisan atau gambar “melon” apabila

produk tidak terlihat dari luar)

iii. Daerah asal (nama negara, lokasi tumbuh, dan nama asal/daerah).

iv. Spesifikasi komersial (kelas, ukuran dengan minimum dan

maksimum, kode, ukuran, jumlah buah).

e. Sebelum kemasan ditutup dan dilakban, diatas buah diberi potongan –

potongan kertas.

3. Penyimpanan buah

a. Gudang yang digunakan harus bersih, kering dan bebas hama,

sirkulasi udara lancar.

b. Ukuran buah dalam kotak yang terbuat dari kayu sejumlah 10

buah/kotak (ukuran besar) dan 12 buah/kotak (ukuran kecil).

c. Buah ditata rapi, maksimum 7 lapis dan setiap lapis diberi alas jerami,

kertas atau koran bekas.

d. Buah disimpan tidak lebih dari 3 hari.

Anda mungkin juga menyukai