Anda di halaman 1dari 15

RENCANA PRA PROPOSAL

KARAKTERISTIK KANDUNGAN FUKOSANTIN DAN FENOLIK TOTAL PADA


RUMPUT LAUT COKLAT Sargassum polycistum YANG DIKERINGKAN DENGAN
SINAR MATAHARI

DISUSUN OLEH :
MIFTAKHUL ULUMIAH, S.Pi.

UNIVERSITAS AIRLANGGA
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI PERIKANAN DAN KELAUTAN
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki panjang pantai sekitar 81.000
km, dengan kawasan laut mengandung sumberdaya hayati yang besar dan
keanekaragaman yang tinggi (Dahuri, 2003). Sumberdaya hayati laut yang potensial untuk
dikembangkan adalah rumput laut. Rumput laut yang banyak tumbuh secara alami di
perairan Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu rumput laut merah (Rhodophyta),
rumput laut hijau (Chlorophyta) dan rumput laut coklat (Phaeophyta) (Maharani dkk.,
2017). Salah satu genus dari kelas Phaeophyta yang banyak ditemukan di wilayah
Perairan Indonesia adalah genus Sargassum.
Genus Sargassum memiliki beragam jenis spesies yang banyak ditemukan di
perairan pantai Jawa Timur, salah satunya adalah Sargassum polycistum. Sargassum
polycistum belum dibudidayakan secara optimal dan seringkali dianggap sebagai sampah
di laut karena pada musim tertentu biasanya alga ini hanyut dan terdampar di pantai akibat
ombak ataupun perubahan musim (Maulina dkk., 2018). Sargassum polycystum memiliki
kandungan pigmen salah satunya adalah fukosantin yang berwarna oranye. Fukosantin
merupakan senyawa bioaktif yang mudah rusak oleh oksidasi, cahaya dan panas
(Suhendra dkk., 2014).
Fukosantin merupakan salah satu pigmen karotenoid yang terdapat di kloroplas
rumput laut coklat. Fukosantin merupakan pigmen karotenoid yang diproduksi melimpah
mencapai lebih dari 10% (Miyashita et al., 2011). Fukosantin dicirikan dengan adanya
ikatan alenik, gugus fungsi epoksi, hidroksi, dan karbonil (Nursid dan Dedi, 2017).
Fukosantin dari alga coklat berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan nutraseutikal
terutama sebagai antioksidan dan agen kemopreventif karena kemampuannya dalam
meredam radikal bebas (Nursid dkk., 2013).
Hasil studi literatur menunjukkan bahwa informasi kandungan fukosantin dan
fenolik total dari Sargassum polycistum setelah dikeringkan dengan matahari masih
terbatas. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam serta rinci
mengenai hal tersebut agar penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pengembangan
bioteknologi terutama pada bidang perikanan, kelautan dan kesehatan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana karakteristik kandungan fukosantin dan fenolik total pada rumput laut
coklat sargassum polycistum yang dikeringkan dengan sinar matahari?
2. Bagaimana perlakuan terbaik sehingga mendapatkan kandungan fukosantin dan fenolik
total secara optimal pada rumput laut coklat sargassum polycistum yang dikeringkan
dengan sinar matahari?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui karakteristik kandungan fukosantin dan fenolik total pada rumput
laut coklat Sargassum polycistum yang dikeringkan dengan sinar matahari.
2. Untuk mengetahui perlakuan terbaik sehingga mendapatkan kandungan fukosantin dan
fenolik total pada rumput laut coklat Sargassum polycistum yang dikeringkan dengan
sinar matahari secara optimal.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Penulis
Mengetahui dan memahami karakteristik kandungan fukosantin dan fenolik total pada
rumput laut coklat Sargassum polycistum yang dikeringkan dengan sinar matahari.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat menjadi acuan dalam proses pengembangan bioteknologi di bidang
perikanan, kelautan dan kesehatan khususnya pada rumput laut Sargassum polycistum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. RUMPUT LAUT COKLAT (PHAEOPHYTA)


Phaeophyta adalah rumput laut bewarna cokelat. Phaeophyta merupakan rumput laut
yang paling besar dan paling kompleks (Miatiningsih dkk., 2011). Menurut Campbell et
al. (2003), Phaeophyta berasal dari Bahasa Yunani phaios yang artinya kehitaman atau
cokelat. Rumput laut cokelat umumnya terdapat di sepanjang perairan pantai beriklim
sedang dengan keadaan air yang sejuk. Warna cokelat dikarenakan oleh pigmen fikosantin
yang dominan. Phaeophyta juga mengandung pigmen lain yaitu klorofil a dan b, karoten
serta santofil. Phaeophyta adalah rumput laut yang mempunyai ukuran lebih besar apabila
dibandingkan Chlorophyta dan Rhodophyta (Marianingsih dkk., 2013).
Sebagian besar dari rumput laut coklat hidup melekat pada substrat karang dan
lainnya. Marianingsih dkk. (2013) menyatakan bahwa jenis makroalga dari jenis
Phaeophyta memiliki toleransi yang baik terhadap ombak laut yang berada di daerah
pasang surut. Beberapa diantaranya hidup sebagai epifit. Kasim (2016) menambahkan
bahwa rumput laut cokelat mudah dijumpai di dasar perairan dangkal hingga kedalaman
tertentu di daerah epipelagik yang masih terjangkau oleh seluruh spektrum cahaya.
Beberapa spesies dari rumput laut cokelat mempunyai karakter morfologi yang mirip
dengan tumbuhan vaskuler, karena mempunyai bentuk tubuh yang menyerupai batang,
pangkal batang, daun, akar, bunga, bahkan semacam buah di antara daun-daunnya (Aulia
dkk., 2021). Morfologi Phaeophyta dikenal sebagai satu-satunya kelompok makroalga
yang lebih sempurna dibandingkan kelompok makroalga yang lain. Bentuk morfologi
yang paling sederhana adalah bentuk filamen heterotrikus (Kasim, 2016). Beberapa contoh
spesies anggota Phaephyta, diantaranya Laminaria sp., Fucus sp., Turbinaria sp.,
Sargassum sp., Ectocarpus sp., dan Makrocytstis sp (Aulia dkk., 2021).
Phaeophyta merupakan salah satu kelompok makroalga yang tersebar melimpah di
zona intertidal. Alga makrobentik ini memiliki struktur talus yang terdiri atas bagian
holdfast, stipe, dan blade (Kumalasari dkk., 2018). Blade merupakan bagian dari talus
semacam daun yang berbentuk pipih. Holdfast merupakan bagian dari talus bagian bawah
yang berfungsi untuk melekatkan tubuh pada substrat, sedangkan stipe merupakan struktur
yang mendukung bagian blade (Castro, 2003).
B. SARGASSUM Sp.
Sargassum merupakan salah satu marga yang termasuk dalam Kelas Phaeophyceae.
Sargassum sp. ditemukan sebanyak 150 jenis yang dijumpai di daerah perairan tropis,
subtropis dan daerah bermusim dingin. Beberapa jenis Sargassum yang berada di perairan
Indonesia yaitu dari jenis Sargassum binderi, Sargassum cinereum, Sargassum
duplicatum (S. cristaefolium), Sargassum plagyophyllum, Sargassum echinocarpum (S.
olygocystum), Sargassum polycystum (S. microphyllum) dan Sargassum crassifolium
(Kadi, 2005).
Habitat Sargassum spp. tumbuh di perairan pada kedalaman 0,5 - 10 m yang
terdapat arus dan ombak. Pertumbuhan alga ini sebagai makroalga bentik melekat pada
substrat dasar perairan. Alga ini tumbuh di daerah tubir membentuk rumpun besar,
panjang thallus utama mencapai 0,5 - 3 m dengan cabang thalli terdapat gelembung udara
(vesicle) yang selalu muncul di permukaan air (Miatiningsih dkk., 2011).
Menurut Anggadiredja dkk. (2008), klasifikasi Sargassum sp. adalah sebagai
berikut:
Filum : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Famili : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum sp.
Sargassum sp. memiliki thallus gepeng, banyak percabangan yang menyerupai
pepohonan di darat, bangun daun melebar, lonjong seperti pedang, memiliki gelembung
udarayang umumnya soliter, batang utama bulat agak kasar, dan holdfast (bagian yang
digunakana untuk melekat) berbentuk cakram, pinggir daun bergerigi jarang, berombak,
dan ujung melengkung atau meruncing (Anggadiredja dkk, 2008). Morfologi Sargassum
sp. dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi Sargassum sp.
(Arsianti, et. al., 2020)

Phytochemical
Composition and
Evaluation of
Marine Algal
Sargassum
polycystum for
Antioxidant Activity
and In Vitro
Cytotoxicity on
Hela Cells
Paransa dkk. (2014) menyatakan bahwa pada umumnya alga mengandung tiga jenis
pigmen utama yaitu klorofil, karotenoid dan fikobilin. Pigmen yang paling melimpah dan
khas dari rumput laut cokelat adalah fukosantin, fukoxantol, flavoxantin, diatoxantin dan
zeaxantin. Klorofil a merupakan jenis klorofil yang paling dominan pada rumput laut
cokelat sedangkan fukosantin adalah karotenoid utama. Ciri khas dari rumput laut cokelat
yaitu keberadaan klorofil a, klorofil b dan neoxantin (Limantara dan Heriyanto, 2010).

C. FUKOSANTIN
Menurut Zaelani dan Kartikaningsih (2011), fukosantin merupakan karotenoid
utama pada rumput laut cokelat yang memiliki rumus molekul C 42H58O5. Fukosantin
memiliki struktur kimia yang unik karena memiliki sebuah ikatan alenat dan 5,6
monoepoksida di dalam molekul. Fukosantin juga memiliki dua gugus hidroksil. Nursid
dkk., (2013) menambahkan bahwa alga cokelat berpotensi untuk dikembangkan sebagai
bahan nutraseutikal terutama sebagai antioksidan dan agen kemopreventif karena
kemampuannya dalam meredam radikal bebas. Struktur molekul fukosantin dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Molekul Fukosantin


(Peng, et. al., 2011)

Fukosantin merupakan pigmen warna oranye atau karotenoid terbesar dari


makroalga coklat. Pigmen ini terbentuk bersama-sama dengan klorofil a, klorofil b dan β-
karoten yang dihasilkan oleh makroalga coklat (Peng et. al., 2011). Fukosantin memiliki
ikatan alenik yang tidak biasa dan beberapa kelompok aksigenik fungsional epoksi,
hidroksil, karbonil, dan karboksil di dalam molekulnya (Handayani, 2018).

D. SENYAWA FENOLIK
Senyawa fenolik merupakan golongan fitokimia terbesar pada tumbuhan yang
memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Indra dkk., 2019). Senyawa fenolik di alam
mempunyai variasi struktur yang luas, mudah ditemukan di semua tanaman, daun, bunga
dan buah. Ribuan senyawa fenolik di alam telah diketahui strukturnya seperti flavonoid,
fenol monosiklik sederhana, fenil propanoid, polifenol (lignin, melanin, tanin), dan kuinon
fenolik (Fauziah, 2008).
Senyawa fenolik merupakan subtansi yang memiliki satu cincin aromatik dengan
satu atau lebih subsitusi gugus hidroksil (-OH) yang termasuk turunan fungsional. Struktur
fenol dapat dilihat pada Gambar 3. Senyawa fenolik sangat luas, mulai dari senyawa fenol
dengan struktur yang sederhana hingga polifenol. Senyawa fenol cenderung mudah larut
dalam air karena umumnya akan berkaitan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya
terdapat dalam vakuola sel. Namun, ada juga beberapa senyawa fenol yang bersifat
lipofilik (Yasni, 2013).

Gambar 3. Struktur Fenol


(Poerwono, 2012)

Senyawa fenolik merupakan salah satu antioksidan yang paling efektif dalam rumput
laut cokelat. Kandungan fenolik pada alga cokelat sebesar 20-30% berat kering (Gazali
dkk., 2018). Sargassum sp. kaya akan senyawa metabolit sekunder, seperti fenolik,
flavonoid,tannin, sterol, terpenoid, saponin dan alkaloid (Sedjati dkk., 2018). Senyawa
fenolik lebih aktif sebagai antioksidan dibanding senyawa golongan lainnya. Gugus
fungsional senyawa fenolik, O-H memiliki energi disosiasi ikatan lebih rendah dibanding
ikatan lainnya, seperti N-H, sehingga fenolik mudah melepaskan dan mendonorkan
hidrogennya (Bendary et. al., 2013).

BAB III
METODE PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN
Sampel rumput laut Sargassum polycistum diambil dari Pantai Prigi Kabupaten
Trenggalek. Sampel tersebut lalu dipreservasi dengan suhu dingin menggunakan es batu
dan sesampainya di laboratorium langsung dipreservasi pada suhu -20°C. Beberapa bahan
kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol, asetonitril HPLC grade,
akuades, 2,2-diphenyl-1picrylhydrazyl (DPPH), Folin Ciocalteu, Na2CO3, kertas saring
Whatman nomor 42, asam galat dan standar fukosantin (Merck). Beberapa instrumen yang
digunakan di antaranya adalah KCKT, kolom Shim-Pack VP-ODS C18 berukuran 2 x 150
mm, konsentrator vakum, rotary evaporator vakum, microplate reader dan
spektrofotometer.

B. METODE PENELITIAN
a. Pengeringan runput laut
Sampel beku Sargassum polycistum dicuci dengan air mengalir kemudian
ditimbang sebanyak 100 g untuk masing-masing perlakuan pengeringan menggunakan
sinar matahari selama 0 (segar), 1, 2, 3 dan 4 hari. Waktu pengeringan per hari
dilakukan selama 5 jam, yaitu dari pukul jam 10.00 sampai dengan 15.00 WIB.
b. Ekstraksi
Sampel rumput laut dimasukan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan metanol
dengan rasio 1:1 (b/v) lalu dimaserasi selama 24 jam pada suhu 28-30°C. Proses
maserasi untuk setiap perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali. Maserat setiap perlakuan
lalu disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no 42. Metanol yang
terdapat dalam maserat lalu dievaporasi dengan menggunakan rotary evaporator
vakum (suhu penangas air 30°C, suhu evaporator 20°C-28°C). Ekstrak pekat yang
diperoleh kemudian dikeringkan dengan menggunakan konsentrator vakum. Untuk
menghindari pengaruh cahaya terhadap kandungan fukosantin dan fenolik akibat
proses fotooksidasi terhadap ekstrak selain karena faktor perlakuan pengeringan
matahari, maka seluruh proses maserasi dan ekstraksi dilakukan dalam kondisi gelap.
c. Analisis kandungan fukosantin
Perubahan kandungan fukosantin dianalisis dengan menggunakan KCKT. Fase
gerak yang digunakan dalam sistem analisis tersebut adalah akuades-asetonitril. Elusi
dilakukan secara gradien mulai dari asetonitril 10% menuju asetonitril 100% selama
40 menit dengan laju alir 0,2 ml/menit. Secara garis besar, analisis tersebut dilakukan
berdasarkan penelitian sebelumnya (Nursid dan Dedi, 2017).
Sebanyak 1 mg ekstrak dilarutkan dalam 1 ml metanol HPLC grade dan
dihomogenkan. Selanjutnya setiap ekstrak perlakuan, disuntikkan ke dalam instrumen
masing-masing sebanyak 10 µl dengan menggunakan autosampler. Identifikasi
fukosantin dilakukan berdasarkan puncak yang terdeteksi pada waktu retensi
(retention time) (Rt) tertentu pada fukosantin standar dalam kromatogram KCKT.
Kurva standar fukosantin dibuat dengan cara melarutkan 1 mg standar dengan 1 ml
metanol kemudian dibuat serial pengenceran dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan
50 ppm. Tiap seri konsentrasi tersebut selanjutnya disuntikan sebanyak 10 µl ke dalam
instrumen. Analisis kandungan fukosantin dilakukan dengan 2 kali ulangan.
d. Analisis kandungan fenolik total
Analisis kandungan senyawa fenolik total dilakukan menurut Nursid dan Dedi
(2017). Sebanyak 1 mg ekstrak dilarutkan dengan 1 ml metanol lalu ke dalam ekstrak
tersebut ditambahkan 5 ml pereaksi Folin Ciocalteu (FC) 10% dan 4 ml larutan
Na2CO3 7,5%. Campuran diinkubasi selama 60 menit pada suhu 28-30°C dalam
kondisi gelap. Sebagai larutan blanko digunakan campuran 0,5 ml metanol dan 2,5 ml
FC 10%. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 765 nm. Analisis kandungan senyawa fenolik dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan untuk setiap perlakuan. Sebagai kurva standar, digunakan kurva standar asam
galat dengan konsentrasi 10 - 50 ppm. Kandungan fenolik total dinyatakan dengan
miligram gallic acid equivalents (GAE)/g ekstrak.
e. Uji antioksidan
Uji antioksidan dilakukan dengan metode 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl
(DPPH) seperti yang telah dilaporkan Nursid dan Dedi (2017). Secara ringkas uji
tersebut dilakukan sebagai berikut: sebanyak 160 µl ekstrak dengan konsentrasi 0,25;
0,50; 0,75 dan 1,00 mg/ml dimasukkan dalam mikroplat 96 sumur lalu ditambahkan
dengan 40 µl pereaksi DPPH. Inkubasi dilakukan selama 30 menit dalam ruang gelap.
Dalam uji ini digunakan kontrol ekstrak (berisi 160 µl ekstrak dan 40 µl metanol),
kontrol negatif (160 µl metanol dan 40 µl larutan DPPH) dan blanko metanol (berisi
200 µl metanol). Uji antioksidan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Absorbansi tiap
sumur dibaca dengan microplate reader pada panjang gelombang 517 nm.
f. Analisis Data
Konsentrasi fukosantin dan fenolik dalam setiap perlakuan dihitung dengan
menggunakan persamaan garis regresi hubungan antara konsentrasi (x) dan luas
puncak (y) (untuk fukosantin) atau nilai absorbansi (untuk fenolik). Nilai inhibitory
concentration 50 (IC50) pada uji antioksidan DPPH dihitung dengan menggunakan
analisis probit. Hubungan antara kandungan fukosantin dan fenolik dengan aktivitas
antioksidan dianalisis dengan regresi linier sederhana lalu dilanjutkan dengan regresi
metode stepwise untuk melihat variabel yang lebih signifikan dalam menentukan
variabel tergantung. Analisis probit dan regresi dilakukan dengan bantuan MINITAB
15.0.

C. HIPOTESIS
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah :
Hipotesis pertama :
H0 : Rumput laut coklat sargassum polycistum yang dikeringkan dengan sinar matahari
tidak mengandung fukosantin dan fenolik total.
H1 : Rumput laut coklat sargassum polycistum yang dikeringkan dengan sinar matahari
mengandung fukosantin dan fenolik total.
Hipotesis kedua :
H0 : Kandungan fukosantin dan fenolik total secara optimal pada rumput laut coklat
sargassum polycistum yang dikeringkan dengan sinar matahari terdapat pada perlakuan
pengeringan selama 4 hari.
H1 : Kandungan fukosantin dan fenolik total secara optimal pada rumput laut coklat
sargassum polycistum yang dikeringkan dengan sinar matahari terdapat pada perlakuan
pengeringan selama 0 hari.

D. RENCANA SUMBER BIAYA


Sumber biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan tesis sebagai syarat untuk
mendapatkan gelar magister bersumber dari dana pribadi mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, J.T., Zatnika, A., Purwato, H., Istini, S., 2008. Rumput Laut,
Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial.
Penebar Swadaya: Jakarta.
Arsianti, A., Anton B., dkk. 2020. Phytochemical Composition and Evaluation of Marine
Algae Sargassum polycistum for Antioxidant Activity and In Vitro Cytotoxity on
Hela Cells. Journal of Pharmagogn Vol 12 Nomor 1 : 88-94.
Aulia, A., Siti K.K. dan D. Mulyana. 2021. Identifikasi Morfologi Beberapa Jenis Anggota
Phaeophyta di Pantai Palem Cibeureum, Anyer, Banten. Journal of Biological
Science Vol 1 Nomor 1 : 21-28.
Bendary, E., R.R. Francis, et. al. 2013. Antioxidant and Structure–Activity Relationships
(SARs) of Some Phenolic and Anilines Compounds. Annals of Agriculture Sience
Vol 58 Issues 2 : 173-181.
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2003. Biologi. Edisi Kelima – Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Castro, P. dan Huber, M.E. 2003. Marine biology, fourth edition. New York: MacGraw-
Hill Companies.
Dahuri R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah
Guru Besar Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Fauziah, L., 2008, Studi Dimerisasi Asam, FMIPA, Universita Indonesia, Depok.
Gazali, M., Nurjanah dan N.P. Zamani. 2018. Eksplorasi Senyawa Bioaktif Alga Cokelat
Sargassum Sp. Agardh Sebagai Antioksidan dari Pesisir Barat Aceh. JPHPI Vol 2
Nomor 1 : 167-178.
Handayani, Tri. 2018. Fukosantin: Karotenoid Berharga dari Makroalga Coklat. Jurnal
Oseana Vol 53 Nomor 3 : 16-28.
Indra, N. Nurmalasari dan Meti K. 2019. Fenolik Total, Kandungan Flavonoid, dan
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Mareme (Glochidion arborescens
Blume). Jurnal Sains Farmasi dan Klinis Vol 6 Nomor 3 : 206-212.
Kadi, A. 2005. Beberapa Catatan Kehadiran Marga Sargassum di Perairan Indonesia.
Jurnal Oseana. Vol 30 Nomor 4 : 19-20.
Kasim, M. 2016. Kajian biologi, ekologi, pemanfaatan, dan budidaya makroalga. Jakarta
Timur: Penebar Swadaya.
Kumalasari, D.E., Hari S. dan D. Setyati. 2018. Komposisi Jenis Alga Makrobentik Divisi
Phaeophyta di Zona Intertidal Pantai Pancur Taman Nasional Alas Purwo. Jurnal
Berkala Saintek Vol VI Nomor 1 : 28-30.
Limantara L., dan Heriyanto. 2010. Studi Komposisi Pigmen dan Kandungan Fukosantin
Rumput Laut Cokelat dari Perairan Madura dengan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi. Jurnal Ilmu Kelautan Vol 15 Nomor 1 : 23-32.
Maharani, A.A., Amir H., dan N. Ekantari. 2017. Karakteristik Natrium Alginat Rumput
Laut Cokelat Sargassum fluitans Dengan Metode Ekstraksi Yang Berbeda. JPHPI
Vol. 20 Nomor 3 : 478-487.
Marianingsih, P., Evi A. dan T. Suroto. 2013. Inventarisasi dan Identifikasi Makroalga di
Perairan Pulau Untung Jawa. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung :
219-223.
Maulina, S., Luthfi S., dan Ida B.W.G. 2018. Karakteristik Bubuk Alga Coklat
(Sargassum Polycystum) Pada Perlakuan Ukuran Bahan dan Suhu Pengeringan.
Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri Volume 6 Nomor 1 : 1-10.
Miatiningsih, T.N., Ismanto dan Ertina. 2011. Variasi Morfologi dan Anatomi Sargassum
Spp. di Pantai Bayah Banten. Jurnal Ekologia Vol 11 Nomor 2 : 1-10.
Miyashita, Kazuo, Shio N., et al. 2011. The Allenic Carotenoid Fucoxanthin, A Novel
Marine Nutraceutical From Brown Seaweeds. Journal of The Science of Food and
Agriculture Volume 91 Issues 7 : 1166-1174.
Nursid, M., Thamrin W. dan Rini S. 2013. Aktivitas Antioksidan, Sitotoksisitas Dan
Kandungan Fukosantin Ekstrak Rumput Laut Coklat Dari Pantai Binuangeun,
Banten. JPB Kelautan dan Perikanan Vol 8 Nomor 1 : 73-84.
Nursid, M. dan Dedi N. 2017. Kandungan Fukosantin Dan Fenolik Total Pada Rumput
Laut Coklat Padina australis yang Dikeringkan dengan Sinar Matahari. JPB
Kelautan dan Perikanan Vol 12 Nomor 2 : 117-124.
Phytochemical Composition and Evaluation of Marine Algal
Sargassum polycystum for Antioxidant Activity and In Vitro
Cytotoxicity on Hela Cells
Phytochemical Composition and Evaluation of Marine Algal
Sargassum polycystum for Antioxidant Activity and In Vitro
Cytotoxicity on Hela Cells
Paransa D.S.J., Kurnia K., dkk. 2014. Analisis Jenis Pigmen Dan Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Pigmen Xantofil Pada Alga Coklat Sargassum Polycystum (C.Agardh).
Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Vol 1 Nomor 1 : 90-96.
Peng, J., Jian P.Y., et. al. 2011. Fucoxanthin, a Marine Carotenoid Present in Brown
Seaweeds and Diatoms: Metabolism and Bioactivities Relevant to Human Health.
Journal of Marine Drugs Vol 9 : 1806-1828.
Poerwono, H. 2012. Alkohol, Eter dan Fenol. Surabaya. Universitas Airlangga.
Sedjati, S., Endang S. dkk. 2018. Kandungan Pigmen, Total Fenolik dan Aktivitas
Antioksidan Sargassum sp. Jurnal Kelautan Tropis Vol 21 Nomor 2 : 137-144.
Suhendra, L., S. Raharjo, dkk. 2014. Stabilitas Mikroemulsi Fucoxanthin dan
Efektifitasnya Dalam Menghambat Foto Oksidasi Vitamin C pada Model Minuman.
Jurnal Agritech Vol 34 Nomor 2 : 138-145.
Yasni, S. (2013). Teknologi Pengolahan Dan Pemanfaatan Produk Ekstraksi Rempah
(Pertama). Bogor: PT. Penerbit IPB Press.
Zaelani, K. dan Hartati K. 2010. Studi Identifikasi Crude Fukosantin dan Fukosantin Hasil
Isolasi Dari Alga Coklat (Padina Australis) dengan Pengujian Spektroskopi FTIR.
Journal of Green Technology Vol 2 Nomor 3 : 30-45.

Anda mungkin juga menyukai