Anda di halaman 1dari 2

JUDUL : 3 MUSIM SELAKSA LUKA TANA LEPAN BATAN

PENULIS : ZARIAH ARKIANG


AKTRIS : LASTIRANI INDIRA INA PENI GEKA
Pesona Biru Laut tergelar, pasir putih gradasi Abu membentang sepanjang bibir
pantai, terpesona mata memandang setiap keramahan alam yang tersuguh diranah lepan
batan.
Ah... Ya Allah, terimakasih kuucapkan atas berkah ini,
Riang gembira anak-anak berlarian berkejaran
Perempuan -perempuan bertangan kokoh menampis beras tanda kepastian raga
segera tersaji gizi.
Laki-laki Cemara angin melangkah pasti menuju tanah garapan, dan sebagian
mengais rezeki dibentangkan samudera yang kaya atas anugerah Ilahi. Lembataku engkau
Anugerah.
Baru semalam mata terpejam Corona datang menjadi tabir, kunjung mengunjungi
terhalang, belum hilang ketakutan Sang Pasak Bumi Mengguncang, memuntahkan segala isi
dari perutnya, debu-debu berterbngan, membatasi jarak Pandak, kerikil panas menghantam
ubun-ubun, berbaur suara pekikan tangis anak kecil kehilangan induk dan suara Ina Ama
mencari tangan-tangan kecil yang hilang arah mencari tempat berlindung, Ina .... Ama ... Taku
Nai ? Go mehak ...
Gemuruh mengguncang tubuh kecilku bersembunyi "Tuhan Inikah Akhir Dunia?"
Baru sebentar nafas lega kuhirup, kembali Gemuruh badai Hitam pekat menerjang
batu-batu besar menghantam rumah, Seroja bergemuruh dari arah puncak dan tengah lautan,
lumpur-lumpur hitam menyembur diantara sela tanah, sungai pasir bercampur lumpur
menghalangi kaki untuk berlari mengalir deras... Aku bingung kemana berlari yang kulihat
hanya gelap, suara minta tolong kudengar sayup-sayup lalu menghilang mencekam-mencekam
sekali, air dari langit tidak berhenti menghujani hingga aku lupa sudah berapa tinggi tanganku
gapai keatas... Ina ... Ama ... Goe meha ... Ina Taku Nai ???

Fajar perlahan menyingsing, Sepi, Senyap, Berdenging sekilas gendang telinga,


sayup-sayup kudengar orang-orang dating mengangkat tubuhku, memberiku Air coba
menyadarkanku.
Ya Tuhan… Apakah aku masih hidup?
Dengan tangan lembut mereka datang membantu kami, menguatkan kami,
manghapus air mata kami, wajha- wajah lembut itu mulai mengobati luka ini, mengajak kami
membangun apa yang telah hancur. Kami percaya Tuhan seperti, kami seperti satu tubuh
saling menguatkan seperti menenun kami yang berbeda saling merajut hati membangun
lewotana, agar menjadi yang kuat seperti warisan yang leluhur kami tinggalkan. “ TAAN
ONEKET TOU PAI SOGA NARANG LEWOTANA LEMBATA, TANA LEPAN BATAN”

Anda mungkin juga menyukai