Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi yang semakin maju dan pesatnya kondisi pasar
industri menuntut perusahaan harus mampu memberikan kepuasan kepada para
konsumen dengan cara memberikan produk/jasa sesuai dengan standar kualitas
dan sesuai dengan tujuan perusahaan. Dalam usahanya mencapai tujuan itu setiap
perusahaan dituntut adanya kerja team diantara berbagai aspek dan unsur yang ada
dan dimiliki perusahaan.

Dalam mencapai tujuan perusahaan tersebut baik perusahaan besar,


perusahaan menengah maupun perusahaan kecil perlu mempunyai perencanaan
yang baik harus didukung dengan pengawasan yang baik pula yaitu mengatur
pengendalian produksi untuk mencegah penyimpangan pelaksanaan dari rencana
yang telah ditetapkan. Karena pada kenyataannya tetap saja dapat terjadi
kesalahan dimana kualitas produk tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.

Nasution (2005) dalam standar kualitas harus ada bahan baku, proses
produksi dan produk jadi. Oleh karena itu, kegiatan pengendalian kualitas tersebut
dapat dilakukan mulai dari bahan baku, selama proses produksi berlangsung
sampai produk akhir dan disesuaikan dengan standar yang ditetapkan.

Mengingat pengendalian kualitas sangat penting maka perusahaan harus


berusaha memenuhi tuntutan konsumen yang diinginkan dengan malakukan
pengendalian untuk memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan. Apabila
produk yang dihasilkan oleh perusahaan memiliki kualitas yang buruk, maka
konsumen akan menilai bahwa perusahaan tersebut mempunyai standar kualitas
yang jelek. Namun, apabila perusahaan tersebut menghasilkan produk yang baik
dan diterima oleh konsumen , maka konsumen akan menilai bahwa perusahaan
tersebut mempunyai standar kualitas yang baik. Oleh karena itu pengendalian
kualitas harus menjadi perhatian utama untuk menjaga kualitas produk tersebut.

1
Shigeru Mizuno (1994) bahwa pengendalian kualitas merupakan
perencanaan dan pelaksanaan yang paling ekonomis untuk membuat sebuah
barang yang akan bermanfaat dan memuaskan keinginan konsumen secara
maksimal. Pengendalian kualitas juga merupakan suatu kegiatan yang sangat
perlu dilakukan oleh setiap kegiatan usaha, karena fungsi pengendalian kualitas
memegang peranan penting bagi perusahaan dalam memperbaiki dan
meningkatkan kualitas produk agar sesuai dengan yang telah direncanakan.

Di Indonesia produk home industry berkembang dengan sangat cepat


dengan berbagai produk unggulan khas daerah masing-masing. Walaupun begitu
produk rumahan dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang membutuhkan
komitmen kuat dari pemilik atau pengusaha tersebut untuk menyelesaikannya.
Industri tahu adalah pabrik yang bergerak dibidang produksi pangan. Tahu dibuat
dari kacang kedelai dan dilakukan proses penggumpalan (pengendapan), kualitas
tahu sangat bervariasi karena perbedaan bahan penggumpalan dan perbedaan
proses pembuatan. Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu
akan menggumpal bila bereaksi dengan asam untuk kadar tahu rata-rata 5%
dengan rata-rata kadar air dari seluruh sampel yaitu 80%. Dengan kadar protein
tahu ini jika dikonversikan sesuai Standar Nasional Indonesia yaitu minimal 9%
dengan kadar air ±80%. Berkaitkan dengan hal tersebut maka diperlukan
pencatuman standar kadar air tahu pada Standar Nasional Indonesia serta perlunya
revisi nilai kadar protein tahu. Kadar air 64% setara dengan produk seperti produk
tempe dengan kadar air 65%. Tahu dengan kadar air 64% diduga tahu tersebut
terlalu kering dan cenderung lebih keras. Hasil dari pengelompokan tekstur tahu
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

2
Tabel 1.1
Pengelompokan Tekstur Tahu Pada Pabrik Tahu AB

KATEGORI NILAI TEKSTUR


Keras 7-9.00 N/m²
Kenyal 5-7.00 N/m²
Lembek 3-5.00 N/m²

Sumber: Jurnal Pangan dan Argoindustri Vol. 2 No 4 p. 259-267,


Oktober 2014
Dengan demikian hasil yang dipakai sebagai dasar dalam memberikan
sebagian dasar dalam memberikan saran untuk syarat tambahan dalam SNI bahwa
tahu baik yaitu tahu dengan tekstur kenyal dengan nilai tekstur kisaran angka 5-
7.00 N/m². Industri ini telah mendapatkan izin dari badan pengawasan obat dan
makanan (BPOM) yang diatur dalam undang-undang sebagai syarat pendirian
industri dibidang pangan. Lokasinya berada di komplek Ranah Minang
Kecamatan Lubuk Kilangan, Padang. Industri ini berdiri selama – sejak tahun –
dengan karyawan dan dari jumlah karyawan tersebut merangkap dari seluruh
kegiatan mulai dari produksi sampai pemasarannya.

Meskipun produk ini sangat diminati, namun merupakan jenis makanan


yang tidak tahan lama karena mengandung air dan protein tinggi yang merupakan
media tumbuh yang potensial bagi bakteri. Produk tahu hanya memiliki umur
simpan 24 jam dan tidak bisa disimpan dalam waktu yang lama. Dalam proses
pembuatan tahu, membutuhkan berbagai peralatan sehingga seringkali terjadi
kerusakan produk apabila setiap proses tidak dilakukan dengan baik.

Faktor-faktor yang menyebabkan adanya produk cacat pada tahu yang


ditemukan pada PT Tahu AB yaitu dari faktor SDM (sumber daya manusia) atau
pekerja yang berkerja di PT Tahu AB, faktor mesin atau peralatan yang digunakan
untuk produksi tahu masih sederhana dan tidak lengkap, metode pengerjaan yang
digunakan masih tradisional, faktor lingkungan yang mempengaruhi pekerja dan
material atau bahan-bahan yang digunakan untuk proses produksi tahu. Salah satu

3
metode yang digunakan untuk mengukur kerusakan produk adalah Statical
Process Control (SPC). Pengendalian kualitas dengan metode ini
mengidentifikasikan jenis-jenis kerusakan atau kecacatan produk tahu.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dilakukan
identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Masih terdapatnya produk cacat pada proses produksi pabrik tahu


pada PT Tahu AB karena belum ada implementasi pengendalian
kualitas.

2. Perlunya diketahui faktor penyebab produk cacat sehingga


menyebabkan penurunan tingkat kualitas produk pada pabrik tahu AB.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Metode yang digunakan dalam penelitian ini pengendalian kualitas
dengan diagram sebab akibat, diagram pareto, histogram, dan peta
kendali.
2. Penelitian dilakukan di pabrik tahu

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengendalian kualitas pada pabrik Tahu AB dengan
menggunakan alat bantu pengendalian kualitas.
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan menurunnya tingkat
kualitas pada pabrik Tahu AB.

4
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah antara lain:

1. Untuk mengetahui proses pengendalian kualitas produksi tahu


pada Pabrik Tahu AB.

2. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya produk cacat pada


proses produksi pada pabrik Tahu AB.

b. Manfaat
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah antara lain:

1. Bagi Peneliti

Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat menambah


pengetahuan serta mempelajari masalah-masalah yang
berhubungan dengan Analisis Pengendalian Kualitas Produksi
Tahu AB di Kecamatan Rimbo Datar.

2. Bagi Usaha Pabrik Tahu AB

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada


pengembangan usaha dan membantu menemukan solusi
permasalahan yang dihadapi perusahaan.

3. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan


referensi yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi
peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengangkat tema yang
sama dan sebagai bahan perbandingan serta pengukuran dasar
untuk melakukan penelitian yang lebih dalam.

5
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan digunakan untuk memudahkan pembahasan,
penulisan ini terdiri atas enam bab yang berisikan tentang langkah-langkah yaitu
sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang identifiksi masalah, rumusan


manalah, Batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian
serta sistematika penulisan dari pembuatan laporan.

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan teori-teori yang mendukung dari metode


yang digunakan dalam penyelesaian masalah.

BAB 111 METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan langkah-langkah dalam melakukan


penelitian, muli dari pengumpulan data, pengolahan,
sampai nalisisbertujuan untuk mendapatkan hasil dan
bertujuan untuk mendapatkan hasil seperti yang
diharapkan.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisikan tentang pengumpulan data-data yang


dibutuhkan untuk analisis lebih lanjut serta penentuan
strategi yang tepat.

BAB V ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi analasis dari hsil data yang sudah diperolah
dari bab sebelumnya, selanjutnya dengan membahas tetang
hasil yang diperoleh.

6
BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dari penelitian yang


dilakukan menyangkut ringkasan hsil-hasil penelitian yang
telah dilakukan juga saran-saran yang dapat bermanfaat
untuk penelitian selanjutnya.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kualitas

1. Definisi Kualitas
Kuallitas merupakan salah satu faktor utama yang menentukan
pemilihan produk bagi pelanggan. Kepuasan pelanggan akan tercapai
apabila kualitas produk yang diberikan sesuai dengan kebutuhannya.
Berikut ini beberapa penjabaran mengenai pengertian kualitas:
Definisi kualitas menurut para ahli (Munjiati M, 2015)
a. Deming (1992) mendifinisikan kualitas sebagai perbaikan terus
menerus. Ia mendasarkan pada peralatan tatistik, dengan proses
bottom-up. Deming (1992) tidak memasukan biaya
ketidakpuasan pelanggan, karena menurutnya biaya ini tidak
dapat diukur. Strategi Deming adalah dengan melihat proses
untuk mengurangi variasi dimana perbaikan kualitas akan
mengurangi biaya. Ia memiliki kepercayaan yang tinggi pada
pemberdayaan pekerja untuk memecahkan masalah, memberikan
kepada menejemen peralatan yang tepat.
b. Menurut Juran dalam Schonberger dan Knod (1997), kualitas
adalah fitness for use / kesesuaian penggunaan. Beberapa alat
yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah adalah statical
process control (SPC). Ia berorientasi untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan.Juran memperkenalkan quality trilogy yang
terdiri dari :

1. Quality Planning/perencanaan kualitas merupakan proses


untuk merencanakan kualitas sesuai dengan tujuan. Dalam

8
proses ini pelenggan diidentifikasikan dan produk yang sesuai
dengan kebutuhan pelanggan dikembangkan.

2. Quality Control/kontrol kualitas. Kontrol kualitas merupakan


proses mencapai tujuan selama operasi. Kontrol kualitas
meliputi lima tahap:
a. Menentukan apa yang seharusnya dikontrol.

b. Menentukan unit-unit pegukuran

c. Menetapkan standar kinerja

d. Mengukur kinerja
e. Evaluasi dengan membandingkan antra kinerja sebenarnya
dengan standar kinerja.
3. Quality Improvement/perbaikan kualitas, untuk mencapai
tingkat kenerja yang lebih tinggi.

c. Menurut Taguchi (1987) kualitas adalah loss to society, yang


maksudnya adalah apabila terjadi penyimpangan dari target, hal
ini merupakan fungsi kualitas. Pada sisi lain, berkurangnya
kualitas tersebut akan menimbulkan biaya. Strategi Tagauchi
(1987) memfokuskan pada peningk atan efesiensi untuk
perbaikan dan pertimbangan biaya, khususnya pada industri jasa.

d. Crosby (1979) mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian


dengan persyaratan. Ia melakukan pendekatan pada transformasi
budaya kualitas. Setiap orang yang ada dalam organisasi
dilibatkan dalam proses dengan menekankan pada kesesuaian
dengan persyaratan individual. Proses ini berlangsung secara top
down. Konsep zero defect atau tingkat kesalahan nol merupakan
tujuan dari kualitas. Konsep ini mengarahkan pada tingkat
kesalahan produk sekecil mungkin, bahkan sampai tidak terdapat
kesalahan.

9
e. Kotler (1997) mendifinisikan kualitas sebagai keseluruhan ciri
dan karakteristik produk atau jasa yang mendukung untuk
memuaskan kebutuhan.

2. Dimensi Kualitas Produk


Beberapa ahli maupun akademisi telah melakukan penelitian tentang
berbagai dimensi kualitas produk maupun jasa yang diinginkan oleh
konsumen yang tentunya perlu dikeltaui oleh perusahan untuk
memuaskan kebutuhan konsumen.
Secara umum, Ruseel dan Taylor mengidentifikasikan delapan
demensi kualitas yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik
kualitas barang, yaitu sebagai berikut: (Munjiati M.,2015):

a. Performance merupakan karakteristik dasar suatu produk,


misalkan kinerja gas pada mobil.

b. Feature merupakan kelengkapan atau tambahan item pada


keutamaan dasar suatu produk, misalkan adanya stereo CD pada
interior suatu mobil.

c. Reliability adalah suatu keandalan suatu produk sesuai dengan


yang diharapkan, misalkan dalam beberapa kali pembelian
produk yang sama, kualitasnya sama bagusnya , misalkan
makanan direstoran cepat saji, makanan yang sama rasnya akan
sama pada waktu pembelian yang berbeda-beda.

d. Conformance merupakan kesesuain dengan standar, misalkan


helem yang berkualitas sesuai dengan standar yaitu tidak mudah
pecah saalt terjatuh

e. Durability merupakan keawetan suatu produk, berkaitan dengan


jangka waktu pemakaian, misalnya tas yang berkualitas adalah
tas yang awet dipakai dalam beberapa tahun tidak rusak.

10
f. Serviceability adalah kemampuan suatu produk untuk diperbaiki,
misalkan jika ada suku cadang kendaraan bermotor yang rusak,
dapat diperbaiki ataupun diganti dengan suku cadang yang baru
dengan mudah, sehingga kendaraan bermotor terssebut segera
dapat digunakan Kembali.

g. Aesthetic disini bagaimana bau, rasa, suara, maupun penampilan


suatu produk, misalkan rasa gurih pada produk donat, ataupun
harumnya parfum.

2.2 Pengendalian Kualitas


Menurut Sofyan Assuri (dalam Hayu Kartika, 2013) pengendalian dan
pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan
produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan dan
apabila terjadi penyimpangan , maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi
sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai.

Menjurut bakhtiar dkk (2013) pengendalian kualitas dapat diartikan


sebagai “kegiatan yang dilakukan untuk memantau aktivitas dan memastikan
kinerja sebenarnya.

2.3 Tujuan Pengendalian Kualitas


Pengendalian kualitas merupakan kegiatan yang terpadu dalam perusahaan
untuk menjaga dalam mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan agar
dapat berjalan baikdan sesuai standar yang ditetapkan. Menurut Heizer & Render
(2013) ada beberapa tujuan pengendalian kualitas, yaitu:
a. Peningkatan kepuasan pelanggan.
b. Penggunaan biaya yang serendah-rendahnya .
c. Selesai tepat pada waktunya
Tujuan pokok pengendalian kualitas adalah, untuk mengetahui sampai
sejauh mana proses dan hasil produk atau jasa yang dibuat sesuai dengan standar
yang ditetapkan perusahaan. Adapun tujuan pengendalian kualitas secara umum
menurut Heizer & Render (2013) sebagai berikut:

11
a. Produk akhir mempunyai spesifikasi sesuai dengan standar mutu atau
kualitas yang telah ditetapkan.
b. Agar biaya desain produk, biaya inspeksi dan biaya produksi dapat
berjalan secara efesien.
c. Prinsip pengendalian kualitas merupakan upaya untuk mencapai dan
meningkatkan proses dilakukan secara terus menerus untuk dianalisis
agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk
mengendalikan dan meningkatkan proses, sehingga proses tersebut
memiliki kemampuan (kapabilitas) untuk memenuhi spesifikasi produk
yang diinginkan oleh pelanggan.

2.4 Faktor-faktor Pengendalian Kualitas


Menurut Zulian (2013) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan adalah:
a. Kemampuan Proses
Batas-batas yang ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan
kemampuan proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu
proses dalam batas-batas yang melebihi kemampuan atau kesanggupan
proses yang ada.
b. Spesifikasi yang berlaku
Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila
ditinjau dari segi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan
konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut.
c. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima
Tujuan dilakukan pengendalian suatu proses adalah dapat mengurangi
produk yang berda dibawah standar seminimal mungkin. Tingkat
pengendalian yang diberlakukan tergantung pada banyaknya produk
yang berada dibawah standar yang dapat diterima.
d. Biaya Kualitas
Biaya kualitas sangat mempengarahi tingkat pengendalian kualitas
dalam menghasilkan produk dimana biaya kualitas mempunyai

12
hubungan yang positif dengan tercapainya produk yang berkualitas
meliputi:
1) Biaya pencegahan (prevention cost)
Biaya ini merupakan biaya yang terjadi untuk menvegah terjadinya
kerusakan produk yang dihasilkan.

2) Biaya deteksi/penilaian (detection/appraisal cost)


Adalah biaya yang timbul untuk menentukan apakah produk atau
jasa yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan-persyaratan
kualitas sehingga dapat menghindari kesalahan dan kerusakan
sepanjang proses produksi.
3) Biaya kegagalan internal (internal failure cost)
Merupkan biaya yang terjadi karena adanya ketidaksesuaian
dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang dan jasa tersebut
dikirim ke pihak luar (pelanggan atau konsumen).
4) Biaya kegagalan eksternal (eksternal failure cost)
Merupakan biaya yang terjadi karena produk atau jasa tidak sesuai
dengan persyaratan-persyaratan yang diketahui setalah produk
tersebut dikirimkan kepada para pelanggan atau konsumen.

2.5 Langkah-Langkah Pengendalian Kualitas


Menurut Wulandari & Amelia (2012) pengendalian kualits harus
dilakukan melaui proses yang terus menerus dan berkesinambungan. Proses
pengendalian kualitas tersebut dapat dilakuakn salah satunya dengan melalui
penerapan PDCA (plan-do-check-action) yang diperkenalkan oleh Deming,
seorang pakar kualitsa ternama Amerika Serikat, sehingga siklus ini disebut siklus
deming (Deming Cycle Deming Wheel). Siklus PDCA adalah sebagai berikut:
a. Merencanakan spesifikasi (plan)
Merencanakan spesifikasi, menetapkan spesifikasi atau standar kualitas
yang baik, memberi pengertian kepada bawahan akan pentingnya
kualits produk, pengendalian kualits dilakukan secra terus-menerus dan

13
berkesinambungan.
b. Melaksanakan Rencana (do)
Rencana yang telah disusun diimplementasikan secara bertahap, mulai
dari skala kecil dan pembagian tugas secara merata sesuai dengan
kapasitas dan kemampuan dari setiap personil. Selama dalam
melaksanakan rencana harus dilakukan pengendalian, yaitu
mengupayakan agar seluruh rencana dilaksanakan dengan sebaik
mungkin agar sasaran dapat tercapai.
c. Memeriksa atau meneliti hasil yang dicapai (check)
Memeriksa atau meneliti merujluk pada penetapan apakah
pelaksanaannya berada dalam jalur, sesuai dengan rencana dan
memantau kemajuan perbaikan yang direncanakan. Membandingkan
kualitas hasil produksi dengan standar yang telah ditetapkan,
berdasrkan
penelitian diperoleh data kegagalan dan kemudian ditelaah penyebab
kegagalannya.
d. Melakukan Tindakan penyesuaian bila diperlukan (action)
Penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, yang didasarkan hasil
analisis memeriksa hasil yang dicapai. Penyesuaian berkaitan dengan
standarisasi prosedur baru guna menghindari timbulnya kembali
masalah yang sma atau menetapkan sasaran baru bagi perbaikan
berikutnya.
Dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian kualitas, GKM (Gugus
Kendali Mutu) melakukan perbaikan berkesinambungan dengan melakukan
delapan Langkah yang sering digunakan dalam analisis dan solusi masalah
mutu/kualitas, delapan langkah tersebut adalah:
a. Memahami kebutuhan peningkatan kualitas.
Langkah awal dalam peningkatan kualitas adalah bahwa menejamen
harus secara jelas memahami kebutuhan untuk peningkatan kualitas.
Manajemen harus secara sadar memiliki alasan-alasan untuk
peningkatan kualitas meupakan suatu kebutuhan yang paling mendasar.

14
Tanpa memahami kebutuhan untuk peningkatan kualitas, peningkatan
kualitas tidak akan pernah efektif dan berhasil. Peningkatan kualitas
dapat dimulai dari mengidentifikasi masalah kualitas yang terjadi atau
kesempatan peningkatan apa yang mungkin dapat dilakukan.
Identifikasi masalah dapat dimulai dengan mengajukan beberapa
pertanyaan dengan menggunakan alat-alat bantu dalam peningkatan
kualitas seperti, check sheet, diagram pareto.
b. Menyatakan masalah kualitas yang ada
Masalah-masalah utama yang telah dipilih dalam langkah pertama perlu
dinyatakan dalam suatu pernyataan yang spesifik. Apabila berkaitan
dengan masalah kualitas, masalah itu harus dirumusksn dalam bentuk
informasi-informasi spesifik yang jelas, tegas dan dapat diukur serta
diharapkan dapat dihindari pernyataan masalah yang tidak jelas dan
tidak dapat diukur.
c. Mengevaluasi penyebab utama
Penyebab utama dapat dievaluasi menggunakan diagrm sebab akibat.
Dari berbagai faktor penyebab yang ada, kita dapat mengurutkan
penyebab-penyebab dengan menggunkan diagram pareto brdasrkan
dampak dari penyebab terdap kinerja produk, proses, atau system
manajemen mutu secara keseluruhan.
d. Merencanakan solusi atas masalah
Diharapkan rencana penyelesaian masalah berfokus pada Tindakan-
tindakan untuk menghilangkan akar penyebab dari masalah yang ada
diisi dalam suatu formular daftar rencana tindakan.
e. Melaksanakan perbaikan
Implementasi rencana solusi terhadap masalah mengikuti daftar rencana
tindakan pengendalian kualitas. Dalam tahap pelaksanaan ini sangat
dibutuhkan komitmen manajemen dan karyawan serta partisipasi total
untuk secara bersama-sama menghilangkan akar penyebab dari masalah
kualitas yang telah teridentifikasi.
f. Meneliti hasil perbaikan

15
Setelah melaksanakan peningkatan kualitas perlu dilakukan studi dan
evaluasi berdasarkan data yang dikumpulkan selama tahap pelaksanaan
untuk mengetahui apakah masalah yang ada telah hilang atau
berkurang. Analisis terhadap hasil-hasil temuan selama tahap
pelaksanaan dan memberikan tambahan informasi bagi pembuat
keputusan dan perencanaan peningkatan berikutnya.
g. Menstandarisasikan solusi terhadap masalah
Hasil-hasil yang memuaskan dari tindakan pengendalian kualitas harus
distandarisasikan, dan selanjutnya melakukan peningkatan terus
menerus pada jenis masalah yang lain. Standarisasi dimaksudkan untuk
mencegah masalah yang sama terulang kembali.
h. Memecahkan masalah selanjutnya
Setelah selesai masalah pertama selanjutnya beralih membahas masalah
selanjutnya yang belum terpecahkan (jika ada).

2.6 Pengendalian Kualitas Statiscal Process Control


Pengendalian kualitas secara statistik dilakukan menggunakan alat bantu
statistik yang terdapat pada Statiscal Process Control (SPC). Menurut Heizer &
Render (2013) yang dimaksud dengan Statiscal Process Control (SPC) adalah:
“proses yang digunakan untuk memantau berbagai standar dengan melakukan
pengukuran dan tindakan korektif selagi produk atau jasa sedang berada dalam
proses produksi”.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat memahami SPC merupakan suatu
teknik yang digunakan untuk memantau/mengawasi/mengontrol suatu produk
apakah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan dengan
melakukan pengukuran, apabila terjadi ketidaksesuaian produk dengan standar
maka tindakan selanjutnya yaitu menemukan dan menyingkirkan penyebab
ketidaksesuaian produk selama proses produksi.
Menurut Heizer & Render (2013), pengendalian kualitas secara statistik
dengan menggunakan SPC menggunakan alat statistik utama yang dapat
digunakan sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas yaitu:

16
a. Control Chart (Peta Kendali)
Peta kendali adalah suatu alat yang secara grafis digunakan untuk
memonitor dan mengavaluasi apakah suatu aktivitas/proses berada dalam
pengendalian kualitas secara statistik atau tidak sehingga memecahkan
masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Peta kendali menunjukan
adanya perubahan data dari waktu ke waktu, tetapi tidak menunjukan
penyebab penyimpangan meskipun penyimpangan itu akan terlihat pada
peta kendali.
Manfaat dari peta kendali:
1) Memberikan informasi suatu proses prroduksi masih berada di
dalam batas-batas kendali kualitas atau tidak terkendali.
2) Memantau proses produksi secara terus menerus agar tetap stabil.
3) Menentukan kemampuan proses (capability process)
4) Mengevaluasi performance pelaksanaan dan kebijaksanaan
pelaksanaan proses produksi.
5) Membantu menentukan kriteria batas penerimaan kualitas produk
sebelum dipasarkan.
Peta kendali digunakan untuk membantu mendeteksi adanya
penyimpangan dengan cara menetapkan batas-batas kendali yaitu:
1) Upper Control Limit/batas kendali atas (UCL)
2) Merupakan garis batas untuk suatu penyimpangan yang masih
diijinkan.
3) Centre Line/garis pusat atau garis tengah (CL)
4) Merupakan garis yang melambangkan tidak adanya penyimpangan
5) Lower Control Line/batas kendali bawah (LCL)
6) Merupakan garis batas untuk suatu penyimpangan dan karakteristik
sampel.

b) Diagram Pareto
Diagram Pareto pertama kali dibuat berdasarkan karya Pareto dan
dipopulerkan oleh Juran dengan menyatakan 80% permasalahan

17
perusahaan merupakan hasil dari penyebab yang 20% saja. Diagram
Pareto adalah grafik belok dan grafik baris yang menggambarkan
perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan, dengan
memakai diagram pareto, dapat dilihat masalah mana yang dominan
sehingga dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalah ultama untuk
peningkatan kualitas dari yang paling besar ke yang paling kecil.

Kegunaan Diagram Pareto adalah:


1) Menunjukan masalah utama
2) Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan terhadap
keseluruhan.
3) Menunjukan tingkat perbaikan setelah tindakan perbaikan pada
daerah yang terbatas.
4) Menunjukan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan
setelah perbaikan.
Diagram Pareto digunakan untuk mengidentifikasi beberapa
permasalahan yang penting, untuk mencari cacat yang terbesar dan yang
paling berpengaruh dapat berguna untuk mencari beberapa wakil dari cacat
yang teridentifikasi, kemudian dapat digunakan untuk membuat diagram
sebab akibat. Hal ini perlu untuk dilakukan mengingat sangat sulit untuk
mencari penyebab dari semua cacat yang teridentifikasi. Apabila semua
cacat dianalisis untuk dicari penyebabnya maka hal tersebut hanya akan
menghabiskan waktu dan biaya dengan sia-sia.

c) Histogram
Menurut Bonds (dalam Nasution 2015:136) Histogram adalah alat
untuk menunjukan variasi data pengukuran, seperti berat badan
sekelompok orang, tebal plat besi, dan sebagainya. Seperti halnya dengan
pareto chart, histlogram berbentuk bar graph yang menunjukan distribusi
frekuensi. Tetapi, histogram berbeda dengan pareto chart karena bar
graph tidak Digambar menurun dari kiri ke kanan. Histogram menunjukan

18
data pengukuran, seperti berat, temperatur, tinggi dan sebagainya. Dengan
cara demikian, histogram dapat digunakan untuk menunjukan variasi
setiap proses (Nasution 2015:136).
Histlogram adalah diagram batang yang menunjukan tabulasi dari data
yang diatur berdasarkan ukurannya. Tabulasi data ini umumnya dikenal
sebagai distribusi frekuensi. Histogram menunjukan karakteristik-
karakteristik dari data yang dibagi-bagi menjadi kelas-kelas. Pada
histogram frekuensi sumbu x menunjukian nilai pengamatan dari tiap
kelas. Histogram dalam bentuk “normal” atau bentuk lonceng yang
menunjukanbahwa banyak data yang berada dalam rata-rata. Bentuk
histogram yang miring atau tidak simetris menunjukan banyak data yang
tidak berda dalam nilai rata-ratanya, tetapi nilainya berada dalam batas
atas atau batas bawah (Prihantoro 2018)

d) Diagram Sebab Akibat


Diagram ini disebut juga diagram tulang ikan (Fishbone chart) dan
berguna untuk memperlihatkan faktor-faktor utama yang berpengaruh
pada kualitas dan mempunyai akibat pada masalah yang dipelajari. Selain
itu diagram ini dapat melihat faktor-faktor yang lebih terperinci yang
berpengaruh dan mempunyai akibat pada faktor utama tersebut yang dapat
dilihat dari panah-panah yang berbentuk tulang ikan pada diagram
fishbone tersebut. Diagram sebab akibat ini pertama kali dikembangkan
pada tahun 1950 oleh seorang pakar kualitas dari Jepang yaitu Ishikawa
yang menggunakan uraian grafis dari unsurl-unsur proses.
Faktor-faktor penyebab utama ini dapat dikelompokan dalam:
1. Material (bahan baku)
2. Machine (mesin)
3. Man (tenaga kerja atau manusia)
4. Method (metode)
Adapun kegunaan dari diagram sebab akibat adalah:
1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah.

19
2. Menganalisa kondisi yang sebenarnya yang brtujuan untuk
memperbaiki peningkatan kualitas.
3. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah
4. Membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut
5. Mengurangi kondisi-kondisi yang menyebabkan ketidaksesuian
produk dengan keluhan konsumen.
6. Menentukan standarisasi dan operasi yang sedang berjalan atau
yang akan dilaksanakan.
7. Sarana pengambilan keputusan dalam menentukan pelatihan tenaga
kerja.
8. Merencanakan tindakan perbaikan.

2.7 Pembagian Pengendalian Kualitas Statistik


Terdapat dua jenis metode pengendalian kualitas secara statistika yang
berbeda. Menurut Heizer & Render (2013), yaitu:
a. Grafik Kendali untuk Variabel
Variable kepentingan disini adalah segala sesuatu yang memiliki
dimensi yang terus menerus. Mereka memiliki jumlah kemungkinan yang
terbatas. Contohnya berat, kecepatan, panjang atau kekuatan. Grafik
kendali untuk rata, x-chart, dan kisaran R, digunakan untuk memonitor
proses yang memiliki dimensi yang berkelanjutan. Grafik x (x-chart)
memberitahukan kepada kita apakah perubahan yang terjadi dalam
kecenderungan sentral (rata-rata) dari suatu proses penyebaran. Sementara
itu R-Chart atau “range”, yang menngukur beda nilai terendah dan
tertinggi sampel produk yang diobservasi, dan memberi gambaran
mengenai variabilitas proses.

b. Grafik Kendali untuk Atribut


Grafik kendali untuk x dan r tidak berlaku ketika melakukan sampel
atas atribut, yang mana umumnya diklarifikasikan sebagai cacat atau
tidak cacat. Menggunakan grafik p-chart (proportion ) merupakan
proporsi unit-unit yang tidak sesuali dalam sebuah sampel yang

20
didefinilsikan sebagai resiko dari jumlah unit-unit yang tidak sesuai.
P-Chart merupakan cara utama untuk mengendalikan atribut.
Meskipun atribut ada yang baik atau buruk mengikuti distribusi
binominal, distribusi normal dapat digunakan untuk menghitung batas
grafik p ketika ukuran sampelnya besar. Sementara c-chart yang
berarti “count” atau hitung cacat, ini bermaksud bahwa c-chart dibuat
berdasarkan pada banyaknya titik cacat dalam suatu item dengan
menghitung semua kerusakan pada item sampel.
Gambar 2.1 Alat bantu pengendali mutu

21
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Pemilihan lokasi dalam penelitian ini yaitu Pabrik Tahu AB di Jalan
Kampung Jambak No 63 adalah salah satu pabrik yang berlokasi di Kota Padang.

3.2 Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian (Arikunto 2015:118). Variable yang diteliti harus
sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini
variable yang digunakan yaitu variable pecah, tipis, pori-pori besar. Variable
tersebut digunakan untuk menentukan tingkat ketidaksesuaian (cacat) pada tahu
di PT Tahu AB.

3.3 Metode Pengumpulan Data


1. Metode Wawancara (Interview)
Metode wawancara yaitu suatu cara untuk mendapatkan data dengan
mengadakan wawancara langsung dengan manajer produksi. Dari
metode ini diharapkan dapat memperoleh data tentang gambaran
umum perusahaan, proses produksi dan tentang pengendalian kualitas
produk pada Pabrik Tahu AB.
2. Metode Pengamatan atau Observasi
Menggunakan instrument penelitian berupa lembar pengamatan,

22
panduan pengamatan, panduan observasi (check sheet).

Tabel 3.1 Cheek Sheet


LEMBAR PERIKSA (CHECK SHEET) UNTUK DATA ATRIBUT
Nama Produk : Tahu Putih
Karakteristik yang diukur : Proporsi Produk Cacat
Satuan Pengukuran : Batang
Periode Pengamatan : 1 bulan (Juni 2023)
Jumlah Jenis Kerusakan
Tanggal Produksi Pori-Pori Jumlah Persentase Penyebab Kerusakan
(batang) Besar Tahu Tipis Pecah Rusak (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

23
3. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil gambar pada objek
yang mendukung penelitian, mencatat informasi yang diperoleh dari
PT AB dan dokumen lainnya.

3.4 Metode Pengolahan Data


Berdasarkan pada metodologi penelitian, langkah pertama yang dilakukan
untuk menganalisis pengendalian kualitas secara statistik adalah membuat tabel
(check sheet), kemudian membuat histogram berdasarkan pengolahan data primer
yang telah tercatat dalam check sheet dengan bantuan aplikasi Microsoft Excel
2010, dan yang terakhir membuat diagram sebab akibat berdasarkan hasil
wawancara.

3.4.1 Diagram Sebab Akibat


Dalam penelitian ini diagram sebab akibat digunakan untuk
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi mutu dari produk tahu yang
dianalisis dari hasil brainstorming dengan pihak perusahaan yaitu pemilik,
dan karyawan.
Untuk menemukan akar penyebab, kita dapat menggunakan Teknik
bertanya lima kali (five whys). Jika semua data yang diperlukan sudah
terkumpul maka dilakukan analisis lanjutan, yaitu analisis terhadap 5 why
question. Akar penyebab masalah yang diperoleh dapat digunakan untuk
mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi maupun yang akan datang.
Why-why analisis umumnya dihubungkan dengan format 4W1H untuk
mencari akar penyebab permasalahan, yaitu when, why, what ,where dan
how . Langkah-langkah penggunaan metode why-why analisis adalah
dengan bertanya “mengapa” hal itu terjadi, kemudian jawaban pertanyaan
kedua dijadikan pertanyaan “mengapa” yang ketiga dan seterusnya hingga
ditemukan akar permasalahan yang paling mendasar. Langkah-langkah

24
untuk membuat diagram sebab akibatadalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi masalah serta dibuat sebagai pengaruh tulang
punggung.
b. Mengidentifikasi kategori-kategori penyebab umum yang
mungkin terjadi.
c. Selanjutnya menambah cabang-cabang atau tulang-tulang
pendukung kepada diagram yang menunjukan penyebab
khusus.

Gambar 3.1 Diagram sebab akibat / Tulang Ikan


3.4.2 Diagram Pareto
Tujuan utama pembuatan dengan diagram pareto adalah untuk
mengklarifikasikan maslah berdasarkan urutan frekuensinya dan
pentingnya masalah-masalah untuk kemudian dicari faktor-faktor
penyebab yang signifikan dari masalah tersebut.
Untuk menemukan mana yang memerlukan untuk mendapat
prioritas dalam usaha mengurangi terjadinya kecacatan yang timbul pada
produk tahu putih diperlukan suatu analisa yang disebut diagram pareto.
Diagram pareto digunakan untuk mengidentifikasi faktor penyebab
keruskaan yang paling dominan.
Kemudian dihitung persentase kerusakan atau tidak sesuai atau
cacat dengan mengurutkan penyebab yang memiliki jumlah cacat yang
paling banyak.
Tabel 3.2 Data diagram pareto ketidaksesuaian produk tahu

25
Frekuensi Frekuensi Persentase Persentase
No Jenis Cacat (batang) Komuklatif (%) Komulatif
(batang) (%)
1. Pecah
2. Tahu Tipis
3. Pori-Pori Besar
Jumlah 100%

Dari perhitungan diatas dapat diketahui frekuensi dan persentase


komulatif , maka Langkah selanjutnya dibuat suatu diagram pareto dari
tabel 3.4 seperti gambar dibawah ini:

Gambar 3.2 Contoh Pareto Chart

3.4.3 Histogram
Langkah-langkah dalam membuat histogram adalah sebagai
berikut:
1. Mengumpulkan Data
Merupakan fase yang sangat penting dalam membuat
histogram. Histogram dibuat dari data yang dihasilkan melalui
cara pengambilan sampel dan dapat memenuhi perwakilan dari
populasi.

2. Mengolah Data
Agar histogram dapat memberikan gambar yang akurat tentang
kondisi hasil produk/layanan, khususnya dalam menentukan
besaran nilai tengah (standar) maka pengolahan data menjadi
hal yang tidak kalah pentingnya dengan fase pengumpulan data.

26
Histogram juga menjadi penting mengingat dapat menvisualkan
seberapa banyak kelas-kelas data yang akan menggambarkan
penyebaran data yang terkumpul.

Seberapa banyak kelas-kelas data yang dibuat untuk


menggambarkan penyebaran data, ditentukan dengan cara :
1. Menentukan batas-batas observasi (rentang). Rentang (r) adalah
data tertinggi dikurangi data terkecil.

2. Menghitung banyaknya kelas atau sel-sel. Banyak kelas (b) =


1+3,3 log n.
3. Menentukan lebar atau panjang kelas dengan menggunakan
rumus panjang kelas (p) merupakan hasil pembagian nilai
rentang dengan banyaknya kelas.
4. Menentukan ujung kelas, ujung kelas pertama biasanya diambil
dari terkecil. Kelas berikutnya dihitung dengan cara
menjumlahkan ujung bawah kelas.
5. Menghitung nilai frekuensi histogram masing-masing kelas.
6. Menggambarkan diagram batangnya (dengan menggunakan
excel)

Gambar 3.3 Contoh Histagram

27
3.4.4 Peta Kendali ( P Chart)
Peta Control-p digunakan untuk mengukur porsiaksesuaian
(penyimpangan atau cacat) dari item-item dalam kelompok yang sedang
diperiksa. Dengan demikian peta kontrol p digunakan untuk
mengendalikan proporsi dari yang cacat yang dihasilkan dalam suatu
proses.
Peta kendali digunakan untuk membantu mendeteksi adanya
penyimpangan dengan cara menetapkan batas-batas kendali:
a. Upper Control Limit/batas kendali atas (UCL), merupakan
garis batas atas untuk suatu penyimpangan yang masih
diizinkan.
b. Central Line/ garis pusat atau tengah (CL), merupakan garis
yang melambangakan tidak adanya penyimpangan dari
karakteristik sampel.
c. Lower Control Limit/ batas kendali bawah (LCL), merupakan
garis batas bawah untuk suatu penyimpangan dari karakteristik
sampel.
Sumber: Faiz Al Fakhri, 2010
Data diambil dari beberapa proses pengolahan yang merupakan
piranti yang berpengaruh langsung dan dianalisis secara berurutan dengan
bagan kendali p untuk data atribut rusak.
Penggunaan bagan kendali pterhadap jumlah kerusakan adalah
sebagai berikut:
a. Menghitung nilai rata-rata produk yang rusak
np
p=
n
Keterangan:
np = jumlah produk rusak dalam subgroup
n = jumlah sampel
b. Menghitung nilai simpangan baku
S p= √ p ¿¿ ¿

28
Keterangan:
P = rata-rata kerusakan produk
n = jumlah sampel
c. Menghitung batas-batas control
1) CL = Central Line/garis pusat atau tengah

CL = p=
∑ np
∑n
Keterangan:
p = rata-rata kerusakan produk
S p=¿nilai simpangan baku
Sumber: Dauglas C. Montgomery, 2013
Membuat bagan kendali individual dengan cara memplotkan data
individual dan dilakukan pengamatan terhadap data tersebut.

Gambar 3.4 Contoh Peta Kendali


Sumber: Jay Haizer Barry Render, 2015

3.5 Analisis
Berdasarkan pengujian dan analisis data penelitian maka dapat dibahas
analisis data dari metode pengolahan data diatas.

3.6 Penutup
Tahap akhir dalam penelitian ini adalah penutup yang berisikan
kesimpulan dan saran untuk penelitian selanjutnya.

29
3.7 Alur penelitian
Tahap-tahap dalam penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Studi Literatur Mulai

Survei Awal

Identifikasi masalah

Perumusan masalah

Tujuan Penelitian

Batasan Masalah

Pengumpulan Data

30
Pengolahan Data

Analisis Hasil dan


Pembahasan

Penutup

Selesai

Gambar 3.4 Diagram Penelitian

31

Anda mungkin juga menyukai