Anda di halaman 1dari 21

086

SŪRAT-UTH-THĀRIQ.
Pokok-pokok Kandungan Surat.
Sūrat-uth-Thāriq termasuk surat-surat Makkiyyah. Isinya membahas beberapa hal berkaitan
dengan akidah Islamiyyah. Inti surat berkisar pada iman kepada hari kebangkitan dan kehidupan
kedua. Surat ini menampilkan bukti yang akurat atas kekuasaan Allah untuk membangkitkan
manusia setelah mati. Yang mampu menciptakan manusia dari ketiadaan pasti mampu untuk
menciptakannya kembali setelah matinya.

Surat ini pertama dimulai dengan sumpah demi langit yang memiliki banyak bintang bersinar. Ia
terbit di malam hari untuk menerangi jalan umat manusia agar mereka memperoleh petunjuk
dalam kegelapan darat dan laut. Ini mengandung pelajaran bahwa setiap manusia diawasi oleh
malaikat yang menjaganya dan memperhatikan urusannya. “Demi langit dan yang datang pada
malam hari, tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari, (yaitu) bintang yang
cahayanya menembus, tidak ada suatu jiwa pun (diri) melainkan ada penjaganya.”

Kemudian surat ini memaparkan bukti-bukti kekuasaan Tuhan semesta alam untuk menghidupkan
kembali manusia setelah mati. “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia
diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan
tulang dada. Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup
sesudah mati).”

Lalu Sūrat-uth-Thāriq menjelaskan bahwa seluruh tabir dan rahasia akan terbongkar di akhirat.
Manusia tidak mempunyai penolong pada saat itu. “Pada hari dinampakkan segala rahasia,
maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan tidak (pula) seorang
penolong.”

Surat ini ditutup dengan pembicaraan mengenai al-Qur’ān, mu‘jizat Muḥammad dan argumen
sempurna bagi seluruh umat manusia. Surat ini menjelaskan bahwa al-Qur’ān adalah kebenaran
dan mengancam orang kafir dengan siksa pedih. “Demi langit yang mengandung hujan, dan
bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan, sesungguhnya al Qur’ān itu benar-benar firman
yang memisahkan antara yang hak dan yang batil, dan sekali-kali bukanlah dia senda
gurau. Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-
benarnya. Dan Aku pun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya. Karena itu beri
tangguhlah orang-orang kafir itu yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.”

Tinjauan Bahasa:

(‫)الطَّا ِر ِق‬: makna asalnya memukul dengan keras. Di ayat ini maknanya, segala sesuatu yang datang di
malam hari.

(‫)دافِ ٍق‬:
َ tertuang dengan kuat dan keras.

ِ ‫)التَّراِئ‬: tulang-tulang dada. Imri’-il-Qais bersyair:


(‫ب‬ َ

‫الس َجْن ِج َل‬


َّ ‫ص ُق ْولَةٌ َك‬ ‫ِئ‬
ْ ‫َتَرا ُب َها َم‬

“Tulang-tulang dada wanita itu mengkilat bagai kaca cemin.” (9831).


(‫)الر ْج ِع‬:
َّ hujan. Hujan disebut demikian, sebab ia kembali ke bumi dengan bertubi-tubi.

(‫)الص ْد ِع‬:
َّ tumbuh-tumbuhan yang ditumbuhkan tanah.

(‫)ر َويْ ًدا‬:


ُ sebentar atau dekat.

Tafsir Ayat:

“Demi langit dan yang datang pada malam hari”; Aku bersumpah demi langit dan bintang-
bintang yang bersinar yang tampak di malam hari serta bersembunyi di siang hari. Ulama tafsir
berkata: “Bintang disebut “yang datang pada malam hari” sebab hanya tampak di malam hari
dan bersembunyi di siang hari. “tahukah kamu apakah yang datang pada malam
hari”; istifhām (pertanyaan) untuk mengagungkan dan membesarkan. Makanya, hai Muḥammad
apa yang kamu ketahui, apa hakikat bintang itu? Lalu Allah menjelaskannya, “(yaitu) bintang
yang cahayanya menembus”; bintang bersinar yang sinarnya menembus kegelapan. Ash-Shāwī
berkata: “Di dalam al-Qur’ān, Allah sering menyebut matahari, bulan dan bintang, sebab sifat,
bentuk, peredarannya dan tempat terbit serta tempat terbenamnya yang mengagumkan menjadi
bukti bahwa Penciptanya adalah satu-satunya yang sempurna. Sebab, penciptaan yang
mengagumkan menunjukkan kesempurnaan Penciptaannya. (984 2) “tidak ada suatu jiwa pun
(diri) melainkan ada penjaganya”; inilah inti sumpah. Tidak ada jiwa sama sekali, kecuali ada
penjaganya dari bangsa malaikat yang mencatat amal perbuatan baik maupun buruk mereka. Ini
semakna dengan ayat: “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang
mengawasi (pekerjaanmu).” (al-Infithār: 10). Ibnu Katsīr berkata: “Maknanya, setiap manusia
mempunyai penjaga dari Allah yang melindunginya dari petaka.” (985 3).

Kemudian Allah menyuruh untuk berpikir dan merenungi penciptaan manusia untuk
mengingatkan bahwa hari kebangkitan dan kehidupan kedua adalah hal yang pasti terjadi: “Maka
hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?”; hendaknya manusia
memikirkan proses awal kejadiannya dari apa dia diciptakan? “Dia diciptakan dari air yang
terpancar”; dia diciptakan dari sperma yang keluar dan tertuang dengan kuat dan memancar dari
lelaki dan wanita. Lalu terbentuklah anak dengan izin Allah. “yang keluar dari antara tulang
sulbi dan tulang dada”; sperma tersebut keluar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk
lelaki dan wanita. (9864) “Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya
(hidup sesudah mati)”; Allah yang menciptakan manusia pertama kali pasti mampu
menciptakannya kembali setelah matinya. Ibnu Katsīr berkata: “Allah mengingatkan manusia,
bahwa materi asal kejadiannya adalah materi yang lemah. Allah mengajarkan agar dia mengakui
adanya akhirat. Sebab Allah Yang Maha Mampu menciptakan pertama kali sudah pasti mampu
menciptakan kembali untuk kedua kali dan itu lebih mudah.

“Pada hari dinampakkan segala rahasia”; pada saat hati diuji. Pada saat isi hati berupa
keyakinan dan niat dikeluarkan oleh Allah. Kemudian dibedakan dan dipisahkan mana yang baik
dan mana yang buruk. “maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan
tidak (pula) seorang penolong”; pada saat itu tidak ada kekuatan bagi manusia yang menolak
siksa darinya dan tidak ada penolong yang menyelamatkannya. Dalam at-Tasḥīl disebutkan:
“Karena pada saat di dunia, seseorang bisa menolak keburukan dengan kekuatannya atau dengan
pertolongan orang lain, di akhirat Allah menghilangkannya.” (987 5) Tidak ada kekuatan baginya
untuk menolong dirinya sendiri dan tidak seorang pun yang menolongnya dari siksa Allah.
Setelah menyebutkan masalah penciptaan pertama dan kedua (setelah mati), Allah kembali
bersumpah bahwa al-Qur’ān ini adalah benar. “Demi langit yang mengandung hujan”; Aku
bersumpah demi langit yang mempunyai hujan yang sering menurunkan air kepada para hamba
dari waktu ke waktu. Ibnu ‘Abbās berkata: “ar-raj‘u maknanya hujan. Seandainya tidak ada hujan,
tentu binasalah umat manusia dan ternak mereka.” (988 6) “dan bumi yang mempunyai tumbuh-
tumbuhan”; dan Aku bersumpah demi bumi yang terbelah. Lalu darinya keluar pepohonan.
Tumbuh-tumbuhan dan bunga. Ibnu ‘Abbās berkata: “Maknanya membelahnya bumi lalu keluar
tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan.” (9897) Allah bersumpah demi langit yang melimpahkan air
kepada kita dan demi bumi yang mengeluarkan tumbuhan dan buah untuk kita. Bagi makhluk
langit bagaikan seorang ayah dan bumi bagai seorang ibu bagi mereka. Dari keduanya, timbullah
nikmat-nikmat yang besar dan kebaikan yang merata yang menyebabkan kehidupan manusia
hewan berkesinambungan. “sesungguhnya al–Qur’ān itu benar-benar firman yang
memisahkan antara yang hak dan yang batil”; Al-Qur’ān ini sungguh merupakan firman yang
membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Penjelasan, hukum, perundang-undangannya.
Kemu‘jizatannya sangat agung. “Dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau”; di dalam al-Qur’ān
tidak ada sesuatu yang tiada berguna, main-main maupun kebatilan. Semua yang ada di dalamnya
perkara sungguh-sungguh. Sebab, al-Qur’ān adalah firman Allah Yang Maha Bijaksana yang paling
adil. Karena itu, manusia layak mengambil pelajaran dari ayatnya dan mengambil petunjuk dari
arahan dan bimbingannya.

“Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-
benarnya”; orang-orang musyrik dari kaum kafir Makkah membuat makar dan muslihat untuk
memadamkan cahaya Allah dan menghancurkan syariat Muḥammad s.a.w. “Dan Aku pun
membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya”; dan Aku membalas makar dengan
memberi kesempatan kepada mereka. Lalu menghukum mereka sebagaimana hukuman Maha
Kuasa lagi Maha Perkasa. Ini semakna dengan ayat: “Nanti Kami akan menarik mereka dengan
berangsur-angsur.” (al-A‘rāf: 182). Abū Su‘ūd berkata: “Yakni Aku (Allah) tandingi mereka dengan
rencana yang kuat dan tidak mungkin dilawan yakni dengan menyeret mereka kepada kebinasaan
tanpa mereka tahu dan sadari.” (9908) “Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu yaitu
beri tangguhlah mereka itu barang sebentar”; jangan kamu ingin mereka segera dihukum dan
dibinasakan. Berilah mereka sedikit waktu, maka kamu akan melihat apa yang akan Aku perbuat
terhadap mereka. Ini tingkatan ancaman dan peringatan tertinggi.

Aspek Balaghah:

Dalam Sūrat-uth-Thāriq mengandung sejumlah keindahan bahasa sebagaimana berikut ini:

Pertama, istifhām untuk mengagungkan dan membesarkan obyek pembicaraan:

‫و َما َْأد َر َاك َما الطَّا ِر ُق‬.


َ

“Apa yang kamu ketahui tentang thāriq.”

Kedua, thibāq antara (‫)الس َم ِاء‬ ِ ‫)اَأْلر‬


َّ langit dan (‫ض‬ ْ َ‫ )ف‬hari pemisahan dan (‫ )اهْلَْز ِل‬sia-sia.
ْ bumi dan antara (‫ص ٌل‬

Ketiga, jinās isytiqāq (dua kata sejenis dan satu akar kata) (‫)يَ ِكْي ُد ْو َن َكْي ًدا‬.
Keempat, ithnāb (merinci) dengan mengulang-ulang fi‘il untuk menunjukkan kesungguhan
ancaman:

‫فَ َم ِّه ِل الْ َكافِ ِريْ َن َْأم ِهْل ُه ْم ُر َويْ ًدا‬

Kelima, kināyah (sindiran) lembut:

ِ ‫ب و التَّراِئ‬
‫ب‬ ِ ُّ ِ ‫خَيْرج ِم ْن َبنْي‬.
َ َ ‫الصْل‬ ُُ

Yang dimaksud tulang sulbi adalah tulang punggung laki-laki dan yang dimaksud tulang rusuk
adalah tulang rusuk perempuan. Ini termasuk kināyah yang lembut.

Keenam, saja‘ murashsha‘ yang menambah keindahan ayat. Misalnya: ( ‫الص ْد ِع‬ ِ ‫ض َذ‬


َّ ‫ات‬ ِ ‫اَأْلر‬ ِ ‫السم ِاء َذ‬
ْ ‫ َو‬،‫الر ْج ِع‬
َّ ‫ات‬ َ َّ ‫و‬.)
َ
ِ ِ
dan (‫ َو َما ُه َو باهْلَْزل‬،‫ص ٌل‬ ‫ِإ‬
ْ َ‫) نَّهُ لََق ْو ٌل ف‬.

087

SŪRAT-UL-A‘LĀ.

Pokok-pokok Kandungan Surat.

Sūrat-ul-A‘lā termasuk surat-surat Makkiyyah. Secara ringkas isinya poin-poin berikut ini:

1. Dzat Allah, sebagian sifat Allah dan bukti dan dalil kekuasaan dan keesaan Allah.
2. Wahyu, al-Qur’an yang diturunkan kepada Muḥammad s.a.w. dan kemudahan bagi beliau untuk
menghafalnya.
3. Mau‘idhah ḥasanah yang bermanfaat bagi mereka yang mempunyai hati yang hidup dan
mendatangkan faedah bagi orang-orang yang beruntung dan beriman.

Sūrat-ul-A‘lā diawali dengan mensucikan Allah yang menciptakan, lalu menyempurnakan


keindahannya, mengeluarkan rumput dan tumbuh-tumbuhan sebagai wujud rahmat kepada para
hamba. “Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan dan
menyempurnakan (penciptaan-Nya) dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan
memberi petunjuk”.

Kemudian surat ini berbicara mengenai wahyu dan al-Qur’ān. Surat ini menentramkan Nabi s.a.w.
dengan penegasan bahwa beliau diberi kelebihan mampu menghafal al-Qur’ān dengan mudah
tanpa bisa lupa untuk selamanya. “Kami akan membacakan (Al Qur’ān) kepadamu
(Muḥammad) maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki.
Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.”.

Lalu surat ini memerintahkan agar al-Qur’ān dijadikan peringatan. Dengan peringatan itu, kaum
muslimin dan orang yang bertakwa mesti mengambil dan memperoleh manfaat. “Oleh sebab itu
berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, orang yang takut (kepada Allah)
akan mendapat pelajaran, orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya.”.

Sūrat-ul-A‘lā ditutup dengan menjelaskan keberuntungan yang diraih orang yang mensucikan
dirinya dari dosa dan kedurhakaan dan membersihkan dirinya dengan amal saleh. “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama
Tuhannya, lalu dia sembahyang.”

 Tinjauan Bahasa:

(ً‫)غُثَاء‬: rumput, dedaunan dan tumbuh-tumbuhan yang terhempas oleh banjir ke sisi jurang.

(‫َأح َوى‬
ْ ): benda yang hitam.

(‫صلَى‬
ْ َ‫)ي‬: masuk dan merasakan panasnya.

Tafsir Ayat:

“Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi”; hai Muḥammad, sucikanlah Tuhanmu Yang
Maha Tinggi dan Maha Besar dari sifat-sifat cacat dan ucapan orang-orang zalim yang tidak layak
bagi-Nya. Dalam sebuah hadits disebutkan, jika membaca ayat ini, Nabi s.a.w. mengucapkan: ( ‫ُسْب َحا َن‬
‫اَأْلعلَى‬
ْ َ‫)ريِّب‬
َ “Maha Suci Tuhanku Yang Tinggi.” (991 ).
1

Kemudian Allah menyebutkan sifat-sifat agung-Nya dan fenomena kekuasaan-Nya serta bukti-
bukti keesaan-Nya. “yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya)”; Allah
menciptakan makhluk seluruhnya, lalu mengokohkan ciptaan-Nya dan membuatnya dalam bentuk
terbaik dan terindah. Dalam al-Baḥr-ul-Muḥīth disebutkan, makna ayat: Allah menciptakan segala
sesuatu lalu menyempurnakannya. Masing-masing makhluk saling sesuai dengan meyakinkan. Ini
menunjukkan hal itu keluar dari Allah Maha Mengetahui dan Bijaksana.” (992 2) “dan yang
menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk”; menentukan manfaat dan
keistimewaan segala sesuatu yang tidak dijangkau oleh akal pikiran dan menunjukkan manusia
dan hewan cara untuk memanfaatkannya. Seandainya merenungkan khasiat-khasiat tumbuh-
tumbuhan, manfaat barang hasil tambang, kemampuan manusia untuk membuat obat-obatan dari
tumbuh-tumbuhan dan pemanfaatan barang hasil tambang untuk membuat alat-alat modern
termasuk kapal terbang, maka engkau tahu hikmah Allah yang seandainya tidak memberi
petunjuk, niscaya kita tersesat dan bingung dalam kegepalan sebagaimana hewan-hewan. Ulama
tafsir berkata: “Dalam ayat ini maf‘ūl bih tidak disebutkan untuk menunjukkan umum. Maknanya,
Allah menentukan untuk makhluk dan hewan apa yang menjadi kemaslahatannya. Allah
menunjukkannya kepada hal itu dan cara memanfaatkannya.” (993 3) “dan yang menumbuhkan
rumput-rumputan”; Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan
berupa rerumputan. “lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman”; setelah
rerumputan itu menghijau, Allah menjadikannya hitam (mengering). Rerumputan yang mengering
dan menghitam masih banyak manfaatnya, yaitu menjadi makanan yang baik bagi mayoritas
hewan. Maha Suci Allah yang menghendaki hal itu. “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya
petunjuk.” (Thāhā [20]: 50).

Setelah menunjukkan dalil-dalil kekuasaan dan keesaan-Nya, Allah menuturkan anugrah teragung-
Nya kepada Nabi s.a.w. “Kami akan membacakan (Al Qur’ān) kepadamu (Muḥammad) maka
kamu tidak akan lupa”; hai Muḥammad, Kami akan membacakan al-Qur’ān ini kepadamu, lalu
kamu hafal dalam dadamu dan tidak akan lupa. “kecuali kalau Allah menghendaki”; kecuali
sesuatu yang dikehendaki Allah untuk menasakhnya (penghapusan) sehingga kamu lupa
kepadanya. Ayat ini mengandung mu‘jizat bagi Nabi Muḥammad s.a.w. sebab beliau ummi tidak
bisa membaca dan menulis. Beliau tidak akan lupa apa yang dibaca oleh Jibril dan menghafalnya
tanpa mengulang-ulangnya. Beliau tidak akan lupa untuk selamanya. Hal itu termasuk dalil dan
bukti yang paling besar atas kebenaran kenabian beliau. Ibnu Katsīr berkata: “Ini penjelasan dari
Allah dan janji kepada Nabi s.a.w., bahwa Dia akan membacakan kepada beliau dan beliau tidak
akan lupa bacaan itu.” (9944) “Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang
tersembunyi”; Allah Maha Tahu apa yang diucapkan hamba dengan keras dan apa yang mereka
sembunyikan baik berbentuk perbuatan maupun ucapan. Tidak ada yang samar bagi Allah, baik di
bumi maupun di langit.

“Dan Kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah”; Kami akan memberikan
pertolongan kepadamu menuju syariat yang mudah dan sangat ringan, paling mudah dan di
antara syariat-syariat samawi, yaitu syariat Islam. “oleh sebab itu berikanlah peringatan karena
peringatan itu bermanfaat”; maka hai Muḥammad, berilah peringatan dengan al-Qur’ān ini
karena nasihat dan peringatan itu berguna. Ini semakna dengan ayat: “Maka beri peringatanlah
dengan al-Qur’ān orang yang takut kepada ancaman-Ku.” (Qāf: 45) Ibnu Katsīr berkata: “Dari
ayat ini, kita bisa mengambil pelajaran etika dalam menyebar luaskan ilmu. Jangan sampai
diberikan kepada selain yang berhak. Sebagaimana dikatakan ‘Alī k.w.: “Tidaklah kalian
menceritakan kepada suatu kaum tentang sesuatu yang tidak dicapai oleh akal mereka, kecuali
menjadi fitnah bagi sebagian mereka.” ‘Alī juga berkata: “Ceritakanlah kepada umat manusia apa
yang mereka kenal. Apakah kalian ingin Allah dan Rasulullah berdusta?” (995 5) “orang yang takut
(kepada Allah) akan mendapat pelajaran”; peringatan dan nasihat itu akan berguna bagi orang
yang takut kepada Allah. “orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya”; nasihat itu akan
dibuang dan dijauhi oleh orang kafir yang sangat celaka. “(Yaitu) orang yang akan memasuki
api yang besar (neraka)”; yang akan masuk neraka Jahannam yang menyala-nyala, besar dan
mengerikan. Ḥasan berkata: “Api besar adalah api akhirat, api kecil adalah api dunia.” (996 6)
“Kemudian dia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup”; dia tidak mati sehingga bisa
istirahat dan tidak hidup dengan enak. Sebaliknya dia kekal di dalam siksa dan celaka.” (997 7).

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)”; sangat


beruntung orang yang mensucikan dirinya dengan iman dan mengikhlaskan amal perbuatannya
karena Allah. “dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang”; dia berharap keagungan
Tuhannya dan kebesaran-Nya, lalu dia shalat dengan khusyu‘ untuk menaati perintah-Nya. “Tetapi
kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi”; namun kalian hai umat manusia lebih
mengutamakan hidup yang fanā’ ini atas akhirat yang baqā’. Sehingga kalian sibuk dengan urusan
duniawi dan lupa akhirat. “Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”;
padahal akhirat lebih baik dan lebih kekal daripada dunia. Dunia ini fanā’ dan akhirat baqā’. Yang
kekal dan baqā’ lebih baik daripada yang fanā’. Lalu bagaimana orang yang berakal mendahulukan
apa yang fanā’ atas yang baqā’? Bagaimana dia mementingkan dunia yang penuh tipu daya dan
mengabaikan negeri keabadian dan kekekalan? Ibnu Mas‘ūd r.a. membaca ayat dan berkata
kepada para muridnya: “Tahukah kalian, kenapa kita mendahulukan kehidupan dunia atas akhirat?”
Mereka menjawab: “Tidak.” Ibnu Mas‘ūd berkata: “Sebab dunia memberikan makanan, minuman,
perempuan, kenikmatan dan gemerlapnya kepada kita secara langsung. Sedangkan akhirat ghaib
dan dijauhkan dari kita. Maka kita mencintai yang segera dan meninggalkan yang ditunda.” (998 8)
“Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab
Ibrāhīm dan Mūsā”; nasihat-nasihat yang disebutkan di dalam surat ini tertulis dalam lembaran
kuno yang diturunkan kepada Ibrāhīm dan Mūsā. Dengan demikian, nasihat-nasihat di atas sama
dalam seluruh syariat dan ditulis dalam kitab-kitab samawi, sebagaimana ditulis dalam al-Qur’ān
ini.
Aspek Balaghah:

Dalam Sūrat-ul-A‘lā mengandung beberapa keindahan bahasa berikut:

Pertama, thibāq (kesesuaian): (‫ت‬ ُ ‫( )اَل مَيُْو‬tidak mati) dan ( ‫( )اَل حَيْىَي‬tidak hidup). Demikian juga: ( ‫( )اجْلَ ْهَر‬yang
keras suaranya) dan (‫( )خَيْ َفى‬apa yang tersembunyi).

Kedua, jinās isytiqāq: (‫ )نُيَ ِّس ُر َك لِْليُ ْسَرى‬dan (‫الذ ْكَرى‬


ِّ ‫)فَ َذ ِّك ْر‬.

Ketiga, perbandingan antara: (‫)سيَ َّذ َّك ُر َم ْن خَيْ َشى‬


َ dan (‫)و َيتَ َجنَُّب َها اَأْل ْش َقى‬.
َ

Keempat, tidak menyebutkan maf‘ūl bih (obyek suatu kalimat) untuk menunjukkan kalimat itu
bersifat umum:

‫َخلَ َق فَ َس َّوى‬

“Dia menciptakan maka menyempurnakan,” obyek dari “khalaqa” tidak disebutkan.

Demikian juga dalam: (‫َّر َف َه َدى‬


َ ‫“ )قَ د‬dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi
petunjuk,” sebab yang dimaksudkan adalah Allah menciptakan segala sesuatu lalu
menyempurnakannya dan menentukan kadar segala sesuatu lalu memberinya petunjuk.

Kelima, sajak tanpa dipaksakan. Dan ini banyak dijumpai dalam al-Qur’an. Dalam surat ini misalnya:

‫ َسُن ْق ِرُؤ َك فَاَل َتْن َسى‬.‫َأح َوى‬


ْ ً‫ فَ َج َعلَهُ غُثَاء‬.‫َأخَر َج الْ َم ْر َعى‬
ْ .

Catatan Penting:

Suḥuf atau lembaran yang diberikan kepada Mūsā tapi bukan Taurat. Diriwayatkan bahwa Mūsā
diberi sepuluh suḥuf dan semuanya berisi tauladan. Abū Dzarr r.a. berkata: “Kami bertanya kepada
Nabi s.a.w. mengenai suḥuf Mūsā, apa isinya? Nabi s.a.w. menjawab: “Semuanya adalah
tauladan. Aku kagum kepada orang yang meyakini kematian, bagaimana dia bergembira?
Aku kagum kepada orang yang meyakini neraka, bagaimana dia tertawa? Aku kagum
kepada orang yang melihat dunia dan perubahannya menuju kehancuran terhadap
pemiliknya, bagaimana dia tentram kepadanya? Aku kagum kepada orang yang meyakini
takdir, lalu dia lelah. Aku kagum kepada orang yang meyakini hari perhitungan, lalu di
tidak berbuat.”

056

SŪRAT-UL-WĀQI‘AH

Pokok-pokok Kandungan Surat.

Surat ini mengandung hal-ihwal hari kiamat dan prahara yang terjadi sebelum hari tersebut serta
pembagian umat manusia menjadi tiga bagian, yaitu golongan kanan, golongan kiri dan orang-
orang yang dahulu (sābiqīn).
Surat ini membicarakan tempat kembali masing-masing kelompok dan balasan yang disediakan
oleh Allah untuk mereka dengan adil pada hari kiamat. Surat ini memaparkan dalil-dalil eksistensi
Allah dan keesaan-Nya serta kesempurnaan kuasa Allah dalam perbuatan-Nya yang
mengagumkan. Hal itu diwujudkan dalam menciptakan manusia, mengeluarkan tumbuh-
tumbuhan, menurunkan air dan memberi kekuatan bagi api. Kemudian surat ini menjelaskan al-
Qur’ān yang agung yang diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Juga mengungkap prahara dan
kesulitan yang dialami manusia ketika sekarat.

Surat ini ditutup dengan menyebutkan ketiga kelompok, yaitu orang yang beruntung, orang yang
celaka dan orang-orang yang terlebih dahulu (sābiqīn) menuju kebaikan. Juga menjelaskan
kesudahan masing-masing kelompok. Penjelasan ini seperti perincian terhadap penjelasan global
di awal surat di samping merupakan pujian bagi orang-orang yang dekat dengan Allah.

Fadhīlah al-Wāqi‘ah

1. – Diriwayatkan dari Ibnu Mas‘ūd r.a., bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Barang siapa membaca surat
al-Waqī‘ah pada tiap malam, maka dia tidak akan tertimpa melarat selamanya.” (2971).
2. – Al-Ḥāfizh Ibnu ‘Asākir meriwayatkan dalam biografi ‘Abdullāh bin Mas‘ūd r.a. dengan sanad dari
Abū Dhabyah yang berkata: “‘Abdullāh mengalami sakit di mana dia meninggal dunia karenanya.
Lalu dijenguk oleh ‘Utsmān bin ‘Affān r.a. ‘Utsmān bertanya: “Apa yang anda rasakan sakit?”
‘Abdullāh menjawab: “Dosa-dosaku.” ‘Utsmān bertanya: “Apa yang anda inginkan?” ‘Abdullāh
menjawab: “Rahmat Tuhanku.” ‘Utsmān bertanya: “Anda suka aku panggilkan dokter?” ‘Abdullāh
menjawab: “Dokter itu yang menyebabkan aku sakit.” ‘Utsmān bertanya: “Apakah anda suka aku
beri uang?” ‘Abdullāh menjawab: “Aku tidak perlu uang.” ‘Utsmān berkata: “Uang itu untuk anak-
anak wanitamu sepeninggalmu.” ‘Abdullāh berkata: “Apakah anda mengkhawatirkan anak-anak
wanitaku melarat? Aku sudah menyuruh mereka untuk membaca surat al-Wāqi‘ah tiap malam. Aku
mendengar Nabi s.a.w. bersabda: “Barang siapa membaca surat al-Wāqi‘ah pada tiap malam,
maka dia tidak akan tertimpa melarat selamanya.” Karena itu, Abū Dhabyah tidak pernah
melupakannya.” (2982).

 Tinjauan Bahasa.

ِ ‫)ر َّج‬: digoncang dan gerakan dengan hebat.


(‫ت‬ ُ

ِ ‫)ب َّس‬: dicerai-beraikan hingga laksana tepung yang dihamburkan.


(‫ت‬ ُ

(ً‫)هبَاء‬:
َ benda kecil yang beterbangan di udara.

(ٌ‫)ثُلَّة‬: kelompok sebagaimana dikatakan az-Zajjāj.

(‫ض ْونٍَة‬
ُ ‫)م ْو‬:
َّ ditenun dengan sempurna, seakan-akan sebagian dimasukkan pada yang lain. (299 ).
3

(‫َّع ْو َن‬
ُ ‫صد‬َ ُ‫)ي‬: sakit kepala karena meminum sesuatu.

(‫)يُْن ِز ُف ْو َن‬: mabuk sehingga akal tidak bekerja.

(‫ض ْو ٍد‬
ُ ْ‫)خَّم‬: dipotong durinya. Umayyah bin Abī Shalt berkata:
“Kebun-kebun itu rindang dan rimbun
Di dalamnya terdapat pepohonan merata dan durinya dipotong.” (300 ).
4

(‫)طَْل ٍح‬: pohon pisang.

(‫ض ْو ٍد‬
ُ ‫)مْن‬:
َّ bertumpuk-tumpuk dan sebagian di atas yang lain.

(‫)ع ُربًا‬:
ُ yang ingin disayang suaminya.

(‫)مَسُْوٍم‬: angin panas yang dirasakan oleh pori-pori.

(‫)حَيْ ُم ْوٍم‬: yang sangat hitam.

(‫)احْلَ ِمْي ِم‬: air yang mendidih.

(‫)اهْلِْي ِم‬: unta-unta yang kehausan dan tidak bisa segar karena penyakit yang mendera.

Tafsir Ayat.

“Apabila terjadi hari kiamat”; jika hari kiamat yang pasti benar-benar terjadi. Peristiwa yang
karenanya hati manusia lepas dari tempatnya. (301 5) Ibnu ‘Abbās berkata: “Wāqi‘ah termasuk nama
hari kiamat. Nama lain shākhkhah (suara yang memekakkan, tiupan sangkakala yang
kedua) azifah (yang dekat) dan thāmmah (mala-petaka besar). Nama-nama tersebut menunjukkan
kedahsyatan hari kiamat”. (3026) “terjadinya kiamat itu tidak dapat didustakan (disangkal)”;
saat hari kiamat terjadi, tidak ada orang pendusta yang mendustakannya. Seperti manusia
mendustakan hari ini sebelum itu. Setiap jiwa saat itu beriman, karena mereka melihat siksa
dengan mata kepala. Ini sema‘na dengan ayat: “Maka tatkala mereka melihat ‘adzāb Kami,
mereka berkata: “Kami beriman hanya kepada Allah saja”.” (Al-Mu’min: 84) (3037). “(Kejadian
itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain)”; Hari Kiamat
menghinakan beberapa kelompok dan mengangkat derajat beberapa kelompok yang lain. Hari
Kiamat merendahkan musuh-musuh Allah di dalam neraka dan meninggikan wali-wali Allah di
dalam surga. Al-Ḥasan berkata: “Kiamat merendahkan beberapa kaum ke neraka, meskipun di
dunia mereka mulia, dan meninggikan bebarapa kaum yang lain ke atas ‘Illiyyīn, meskipun di dunia
mereka dihina.” (3048).

Kemudian Allah menjelaskan kapan kiamat terjadi: “apabila bumi digoncangkan sedahsyat-
dahsyatnya”; bumi digoncang dengan keras dan bergerak dengan hebat. Saking kerasnya, sampai
semua yang ada di atasnya roboh, meskipun bangunan yang tinggi dan benteng yang kuat.
‘Ulamā’ tafsir berkata: “Bumi digoyang sebagaimana anak di buaian digoyang sampai semua
bangunan yang ada di atasnya roboh. Gunung dan benteng remuk.” (305 9) “dan gunung-gunung
dihancur luluhkan sehancur-hancurnya”; gunung-gunung dicerai-beraikan hingga bagaikan
tepung yang dihamburkan, padahal sebelumnya tinggi. “maka jadilah dia debu yang
beterbangan”; lalu gunung-gunung itu menjadi debu yang beterbangan dan terpisah-pisah di
udara, seperti sesuatu yang terlihat di sinar matahari jika masuk jendela. (306 10) Ayat ini sema‘na
dengan firman Allah: “Dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.” (al-
Qāri‘ah: 5) dan firman Allah: “Dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi
fatamorganalah ia.” (an-Naba’: 20).
“dan kamu menjadi tiga golongan”; wahai umat manusia kalian menjadi tiga golongan;
golongan kanan, golongan kiri dan orang-orang yang dahulu keimanannya (sābiqīn). Orang-orang
dahulu adalah pemilik kedudukan yang tinggi di dalam surga. Golongan kanan adalah ahli surga
lainnya, sedangkan golongan kiri adalah ahli neraka. Inilah tingkatan umat manusia di akhirat.
Maimūn bin Mihrān berkata: “Dua di surga dan satu di neraka.” (307 11).

Kemudian Allah merinci ketiga golongan tersebut. “Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya
golongan kanan itu”; kata tanya ini untuk mengagungkan dan membanggakan.Tahukah kamu,
apakah golongan kanan itu? Siapakah mereka dan apa sifat mereka? Mereka adalah orang-orang
yang diberi catatan ‘amal dengan tangan kanan. Kata tanya tersebut bertujuan pengaguman
terhadap mereka dan pengagungan sifat mereka dalam masuk surga dan meni‘mati isinya. “Dan
golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu”; tahukah kamu, siapakah golongan kiri
itu dan apa sifat mereka? Mereka adalah orang-orang yang diberi catatan ‘amal dengan tangan
kiri. Kalimat tanya tersebut adalah perintah untuk heran karena masuk neraka dan celaka. Al-
Qurthubī berkata: “Pengulang-ulangan kata dalam ayat-ayat agar manusia heran kenapa mereka
kafir dan masuk neraka. Ini sema‘na dengan firman Allah: “Hari Kiamat, apakah Hari Kiamat
itu?” (al-Ḥāqqah: 1-2) dan firman Allah: “Hari Kiamat, apakah Hari Kiamat itu?” (al-Qāri‘ah: 1-2)
(30812). Al-Alūsī berkata: “Yang dimaksud ayat bagian pertama adalah perintah untuk
membanggakan orang beriman. Sedangkan pada ayat berikutnya perintah untuk menimbulkan
perasaan takut dan pendengar heran akan sifat kedua golongan yang agung dan golongan buruk.
Seolah dikatakan: “Golongan kanan ada pada keadaan paling baik dan golongan kiri ada pada
keadaan paling buruk.” (30913).

“Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk
surga)”; inilah golongan ketiga; ya‘ni orang-orang yang lebih dahulu dalam kebaikan dan
kebajikan, merekalah yang dahulu ke surga keni‘matan. Kemudian Allah menyanjung mereka:
“Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah)”; merekalah yang didekatkan kepada
Allah di sisi-Nya di naungan ‘Arasy-Nya dan dalam negeri kemuliaan-Nya. “Berada dalam surga
keni‘matan”; mereka berada di dalam surga abadi dan memperoleh ni‘mat di dalamnya. Al-Khāzin
berkata: “Jika anda bertanya: “Kenapa Allah menyebutkan golongan orang-orang yang dahulu
paling akhir, padahal mereka berhak didahulukan atas golongan kanan? Saya jawab: “Rahasianya;
Allah menyebutkan hal-hal yang mengerikan pada awal surat ini pada saat terjadinya kiamat untuk
menimbulkan perasaan takut para hamba. Ada hamba yang berbuat baik lalu ia bertambah
menyukai pahala, ada hamba yang berbuat buruk lalu dia meninggalkan keburukannya karena
takut akan siksa. Itulah sebabnya Allah mendahulukan golongan kanan agar para hamba
mendengar dan suka. Kemudian Allah menuturkan golongan kiri agar mereka takut, lalu
menuturkan orang-orang dahulu yaitu orang-orang yang tidak sedih karena keterkejutan besar
agar para hamba bersungguh-sungguh dan giat.” (310 14).

“Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu”; orang-orang yang dahulu adalah
kelompok yang banyak di antara umat-umat dahulu. “dan segolongan kecil dari orang-orang
yang kemudian”; jumlah mereka di kalangan umat Muḥammad ini sedikit. Al-Qurthubī berkata:
“Mereka dianggap sedikit karena dibandingkan umat sebelumnya. Para nabi dulu banyak
jumlahnya, lalu banyak orang yang dahulu beriman kepada mereka. Sehingga mereka melebihi
jumlah orang yang dahulu beriman dari umat ini. (311 15) Pendapat lain, yang dimaksud: “Dan
orang-orang yang paling dahulu beriman” adalah golongan dan generasi awal umat ini dan
yang dimaksudkan orang-orang akhir adalah golongan dan generasi akhir dari umat ini. Namun
kedua kelompok itu dari umat Muḥammad.” (312 16) “Mereka berada di atas dipan yang
bertahtakan emas dan permata”; mereka duduk di atas beberapa ranjang yang ditenun dengan
emas dan bertahtakan mutiara serta yāqūt. Ibnu ‘Abbās berkata: “Maksudnya ranjang itu ditenun
dengan emas.” (31317) “seraya bertelekan di atasnya”; dalam keadaan berbaring di atas ranjang-
ranjang itu seperti keadaan orang-orang yang hidup enak dan ma‘mur. “berhadap-hadapan”;
wajah sebagian dari mereka menghadap sebagian yang lain, tidak ada orang di belakang orang
lain. Hal ini menambah kebahagiaan dan lebih menyempurnakan etika duduk.

“Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda”; anak-anak muda yang
mengelilingi mereka bersinar berseri-seri, tidak akan mati dan tidak akan tua. Abū Ḥayyān berkata:
“Mereka disifati “tetap muda” meskipun semua isi surga dikekalkan untuk menunjukkan bahwa
mereka selamanya dalam usia belia. Tidak berubah dan tidak akan tua sebagaimana disifatkan
Allah.” (3141) “dengan membawa gelas”; dengan membawa bejana-bejana besar bundar tanpa
tali. “dan cerek” yaitu kendi yang bertali dan bersinar karena jernih warnanya. “dan sloki (piala)
berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir”; dan gelas berisi arak lezat yang mengalir
dari mata-mata air. Ibnu ‘Abbās berkata: “Arak itu tidak diolah sebagaimana arak dunia, namun
berasal dari mata air, tidak seperti arak dunia yang diolah disarikan dengan penuh keletihan dan
penyulingan.” (3152) “mereka tidak pening karenanya”; kepala mereka tidak pusing karena
meminumnya. “dan tidak pula mabuk”; kesadaran mereka tidak sirna karenanya seperti halnya
sifat arak dunia. Ibnu ‘Abbās berkata: “Arak mempunyai empat sifat, yaitu memabukkan,
menimbulkan pusing, muntah dan banyak kencing. Allah menuturkan arak surga dan
mensucikannya dari keempat sifat tercela itu.” (316 3) “dan buah-buahan dari apa yang mereka
pilih”; bagi mereka di dalam surga ada banyak buah yang mereka pilih sesuai selera mereka
karena aneka ragamnya. “dan daging burung dari apa yang mereka inginkan”; dan daging
burung yang mereka sukai dan mereka harapkan. Ibnu ‘Abbās berkata: “Ketika hati seorang ahli
surga terbesit ingin meni‘mati daging burung, maka burung itu terbang sampai jatuh di
hadapannya sesuai seleranya dalam keadaan digoreng atau disate. Dalam hadits disebutkan:
“Sesungguhnya kamu sungguh melihat burung di surga, lalu kamu menginginkannya, lalu
ia tersungkur di hadapanmu dalam keadaan disate.” (3174). Ar-Rāzī berkata: “Buah-buahan
didahulukan Allah atas daging, sebab ahli surga makan bukan karena lapar, namun karena untuk
kesenangan. Keinginan terhadap buah-buahan lebih besar sebagaimana sifat orang-orang yang
kenyang di dunia.” (3185).

“Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang
tersimpan baik”; di samping ni‘mat di atas, mereka juga memperoleh istri dari bangsa bidadari
yang lebar matanya dan sangat indah serta bersinar. Karena jernihnya dan bersihnya mereka
bagaikan mutiara yang belum pernah tersentuh oleh tangan. Dalam at-Tashīl disebutkan, mereka
diserupakan dengan mutiara karena putihnya. Allah menyifati mutiara itu sebagaimana mutiara
yang tesimpan, sebab lebih terjaga dari perubahan keindahannya. Ketika Ummi Salamah r.a.
bertanya kepada Nabi s.a.w. mengenai penyerupaan ini, beliau menjawab: “Jernih mereka
bagaikan jernihnya mutiara dalam wadah mutiara yang belum tersentuh oleh tangan-
tangan.” (3196) “Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan”; Kami berikan semua
itu kepada mereka sebagai balasan atas ‘amal shāliḥ mereka di dunia.

Kemudian Allah menjelaskan sempurnanya ni‘mat mereka di surga: “Mereka tidak mendengar di
dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa”;
mereka tidak mendengar ucapan yang buruk dan mereka tidak berdosa karena apa yang mereka
dengar. Ibnu ‘Abbās berkata: “Mereka tidak mendengar sesuatu yang bāthil dan kebohongan.”
(3207) “akan tetapi mereka mendengar ucapan salām”; tetapi ucapan sebagian dari mereka
kepada yang lain, yaitu salām, salām. Mereka saling menghormati satu sama lain dan
memberbanyak salām di antara mereka. Dalam al-Baḥr-ul-
Muḥīth disebutkan, Istisnā’ (pengecualian) ini munqathi‘, sebab salām tidak termasuk dalam ucapan
sia-sia dan perkataan yang menimbulkan dosa. (321 8) Abū Su‘ūd berkata: “Mereka memasyhurkan
salām sehingga mereka mengucapkan salām demi salām atau mereka tidak mendengar kecuali
salām orang lain, baik salām memulai maupun menjawab.” (3229).

Kemudian Allah merinci keadaan kelompok kedua, yaitu golongan kanan. Allah berfirman: “Dan
golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu”; kata tanya ini untuk
mengagungkan mereka dan perintah kagum akan keadaan mereka. Ma‘nanya, tahukah kamu,
siapakah mereka itu dan bagaimana keadaan mereka? “Berada di antara pohon bidara yang
tidak berduri”; mereka berada di bawah pepohonan bidara yang tidak berduri. ‘Ulamā’ tafsir
berkata: “Yang dimaksudkan adalah pohon bidara yang sudah dipotong durinya.” Dalam hadits
disebutkan, bahwa seorang Badui menghadap Nabi s.a.w. lalu berkata: “Ya Rasūlullāh, Allah
menyebutkan di dalam surga (ada) sebuah pohon yang menyakiti pemiliknya.” Nabi s.a.w.
menjawab: “Apa itu?” Dia menjawab: “Bidara, sebab ia mempunyai duri.” Nabi s.a.w. menjawab:
“Bukankah Allah berfirman: “Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri”; Allah
memotong durinya, lalu menjadikan buah pada tempat tiap duri. Dan sesungguhnya satu
buah dari buah-buahnya terbelah menjadi 72 macam makanan, tidak ada padanya macam
yang menyerupai yang lain.” (32310) “dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya)”;
yang tersusun dan dipetik dari bawah ke atas. “dan naungan yang terbentang luas”; dan
naungan yang kekal abadi, tidak akan sirna dan tidak akan dihapus oleh matahari, sebab surga
seluruhnya merupakan naungan teduh dan tidak ada matahari di sana. Dalam hadits disebutkan:
“Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon yang pengendara berjalan di
naungannya selama seratus tahun tidak habis. Jika kalian ingin, bacalah ayat: “dan
naungan yang terbentang luas”. (32411) Ar-Rāzī berkata: “Ma‘na “terbentang luas”; tidak akan
sirna dan kekal abadi. Ini bukanlah naungan pepohonan, namun naungan yang diciptakan oleh
Allah.” (32512) “dan air yang tercurah”; air yang selalu mengalir tanpa henti dan mengalir tanpa
parit. Al-Qurthubī berkata: “Bangsa ‘Arab adalah bangsa yang tinggal di daerah pedalaman dan
sungai jarang di negeri mereka. Mereka tidak bisa mendapatkan air, kecuali menggunakan timba
dan tali timba. Itulah sebabnya, mereka dijanjikan dengan surga yang mencakup hal-hal yang
menyenangkan, yaitu pepohonan, naungan, air, sungai dan aliran sungai.” (326 13). “dan buah-
buahan yang banyak, yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya”;
buah-buahan yang banyak dan bermacam-macam, tidak pernah kurang dan tidak pernah terhenti
sebagaimana buah-buahan dunia tidak seorang pun dilarang mengambilnya. Ibnu ‘Abbās berkata:
“Buah-buahan itu tidak terhenti dan berkurang jika dipetik dan tidak seorang pun dilarang untuk
mengambilnya jika ingin.” (32714) Dalam hadits disebutkan: “Tidaklah buah di antara buah-buah
surga dipetik kecuali buah lain kembali di tempatnya.” (32815) “dan kasur-kasur yang tebal
lagi empuk”; kasur yang tinggi dan halus. Dalam hadits disebutkan: “Tingginya sebagaimana
antara langit dan bumi dan jarak antara keduanya lima ratus tahun.” (329 16). Al-Alūsī berkata: “Naik
turunnya kasur tersebut tidak mustahil, sebab alam surga adalah alam lain di luar jangkauan akal
kita.” (33017) Kasur-kasur itu turun jika seorang mu’min ingin menempatinya. Lalu, mengangkatnya.
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung”; Kami


ciptakan wanita-wanita surga dengan penciptaan baru yang mengagumkan. Dalam at-
Tashīl disebutkan, ma‘nanya, Allah menciptakan mereka di surga dengan ciptaan baru dengan
kecantikan tiada tara, lain halnya di dunia. Nenek-nenek menjadi gadis muda dan wanita yang
buruk rupa menjadi wanita cantik.” (33118) Ibnu ‘Abbās berkata: “Ma‘na ayat ini, wanita bangsa
manusia yang tua diciptakan Allah setelah tua dan pikun menjadi makhlūq lain.” “dan Kami
jadikan mereka gadis-gadis perawan”; Kami jadikan mereka gadis yang suci. Setiap kali suami-
suami mendatangi mereka, maka mereka mendapatkan istrinya menjadi gadis perawan. “penuh
cinta”; mereka merindukan suami mereka, mencintainya dan menginginkan suami mereka.” (332 19)
“lagi sebaya umurnya”; usianya sama dengan suami mereka, yaitu berumur tiga puluh tahun.
Ummi Salamah r.a. berkata: “Aku bertanya kepada Nabi s.a.w. mengenai firman Allah:
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami
jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya” Beliau menjawab:
“Hai Ummi Salamah, mereka adalah wanita-wanita yang dicabut nyawanya di dunia dalam
keadaan tua, beruban, kabur matanya dan keluar kotorannya, Allah menjadikan mereka
setelah tua, sebaya dengan kelahiran yang sama.” (33320) Dalam hadits disebutkan: “Seorang
wanita tua menghadap Nabi s.a.w., lalu berkata: “Ya Rasūlullāh, doakanlah kepada Allah agar Dia
memasukkanku ke surga.” Nabi s.a.w. bersabda: “Hai Ummi Fulan, sesungguhnya surga tidak
dimasuki oleh nenek-nenek.” Maka wanita itu pergi dengan menangis, lalu Nabi bersabda:
“Beritahulah dia, bahwa sesungguhnya ia tidak masuk surga dalam keadaan nenek-nenek, karena
sesungguhnya Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari)
dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan”. “(Kami ciptakan mereka)
untuk golongan kanan”; Kami ciptakan gadis-gadis itu untuk golongan kanan agar mereka
meni‘matinya di dalam surga.

Kemudian Allah berfirman: “(yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan
segolongan besar pula dari orang yang kemudian”; mereka adalah kelompok dari umat-umat
terdahulu dan kelompok umat Muḥammad s.a.w. Dalam al-Baḥr-ul-Muḥīth disebutkan: “dan
segolongan besar pula dari orang yang kemudian” ayat ini tidak bertentangan dengan ayat
sebelumnya: “dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian” sebab ayat kedua untuk
orang-orang terdahulu. Itulah sebabnya Allah berfirman: “dan segolongan kecil dari orang-
orang yang kemudian”. Sedangkan ayat pertama adalah untuk golongan kanan. Karena itu Allah
berfirman: “dan segolongan besar pula dari orang yang kemudian”. (33421)

Kemudian Allah menjelaskan golongan ketiga, yaitu ahli neraka. “Dan golongan kiri, siapakah
golongan kiri itu”; kata tanya ini berma‘na menciptakan perasaan takut sekaligus perintah heran
dengan keadaan mereka. Golongan kiri adalah orang-orang yang diberi lembaran ‘amal perbuatan
dengan tangan kiri, bagaimana keadaan dan kesudahan mereka? Kemudian Allah merinci hal
tersebut dengan berfirman: “Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang panas
yang mendidih”; mereka berada dalam angin dan air panas dari neraka yang menembus pori-
pori. “dan dalam naungan asap yang hitam”; dan dalam naungan dari asap hitam yang sangat
hitam. “Tidak sejuk”; naungan itu tidak sejuk bagi manusia karena sangat panas. “dan tidak
menyenangkan”; dan tidak nyaman dipandang orang yang ingin berteduh di sana. Al-Khāzin
berkata: “Naungan dan tempat teduh faedahnya ada dua; pertama, mengusir panas dan kedua,
nyaman dipandang dan seseorang di naungan itu dihormati. Namun naungan ahli neraka tidak
sama, sebab mereka berada dalam asap hitam yang panas.” (335 22)

Kemudian Allah menjelaskan penyebab mereka berhak disiksa demikian. “Sesungguhnya mereka
sebelum itu hidup bermewah-mewah”; karena mereka hidup mewah dan foya-foya di dunia
dengan menuruti hawa-nafsu dan syahwat. “Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa
yang besar”; dan mereka selalu melakukan dosa besar yaitu mempersekutukan Allah. ‘Ulamā’
tafsir berkata: “Maksudnya mereka selalu melakukan dosa besar ya‘ni kekafiran kepada Allah
seperti dikatakan Ibnu ‘Abbās.” “Dan mereka selalu mengatakan: “Apakah apabila kami mati
dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan
dibangkitkan kembali?”; apakah kami akan dibangkitkan setelah jasad kami menjadi debu dan
tulang-belulang yang hancur? Mereka tidak mempercayai adanya hari kebangkitan dan
mendustakannya. “apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (dibangkitkan pula)?”; ini
menegaskan kembali keingkaran tersebut. Maksudnya, apakah nenek-moyang kami dahulu juga
dibangkitkan setelah jasad mereka hancur dan tulang-belulang mereka bercerai-berai?

“Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang


terkemudian, benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal”; hai
Muḥammad, katakanlah kepada mereka: “Sesungguhnya seluruh makhlūq, baik yang dahulu
maupun yang datang kemudian, akan dikumpulkan dan digiring untuk hari ḥisāb (dihitung
‘amalnya) yang ditentukan Allah dengan batas waktu tertentu) tidak akan maju maupun mundur.”
Allah berfirman: “Hari Kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk
(menghadapi)nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhlūq).
Dan Kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu yang tertentu.” (Hūd: 104)
“Kemudian sesungguhnya kamu hai orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan
memakan pohon zaqqūm”; kemudian kalian hai kaum kafir Makkah yang sesat dari petunjuk dan
mendustakan hari kebangkitan, pasti memakan pohon zaqqūm yang tumbuh di dasar neraka. “dan
akan memenuhi perutmu dengannya”; lalu kalian memenuhi perut dengan pohon yang buruk
itu karena kalian sangat kelaparan. “Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas”;
setelah memakan zaqqūm itu, kalian meminum air yang sangat panas dan mendidih. “Maka kamu
minum seperti unta yang sangat haus minum”; lalu kalian meminum seperti minumnya unta-
unta kehausan. Ibnu ‘Abbās berkata: “Ma‘nanya, unta-unta kehausan dan tidak akan merasa hilang
dahaganya.” (33623) Abū Su‘ūd berkata: “Ahli neraka mengalami lapar yang memaksa mereka untuk
memakan zaqqūm. Setelah mereka memenuhi perut dengan zaqqūm yang sangat panas dan
pahit, mereka mengalami haus yang memaksa mereka untuk meminum air panas yang
memutuskan usus-usus mereka. Mereka meminumnya sebagaimana minumnya unta-unta yang
menderita penyakit, sehingga mereka minum namun tidak menyebabkan kesegaran karenanya.”
(33724) “Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan”; inilah suguhan bagi mereka di
hari kiamat. Ayat ini menertawakan mereka. Ash-Shāwī berkata: “Ma‘na asal nuzūl adalah hidangan
yang dipersiapkan untuk tamu pada saat tiba. Karena itu, menyebut zaqqūm sebagai hidangan
untuk mereka adalah menertawakan mereka.

injauan Bahasa.

(‫)َت َف َّك ُه ْو َن‬: meni‘mati sesuatu.

(‫)الْ ُم ْز ِن‬: artinya mendung dan berbentuk jama‘.

(‫)تُ ْو ُر ْو َن‬: menyalakan api dari gesekannya.

(‫)الْ ُم ْق ِويْ َن‬: para musāfir. Seorang pujangga ‘Arab berkata:

“Sesungguhnya aku memilih lapar dan membiarkan perut kosong,


Karena aku tidak mau disebut orang tercela.” (3392).
( ‫)م ْد ِهُن ْو َن‬:
ُّ orang yang menampakkan selain yang ada di hatinya, seakan-akan diserupakan dengan
minyak.

( َ ‫)م ِديْنِنْي‬:
َ dibalas dan dihisab.

(‫) َفَر ْو ٌح‬: istirahat.

(‫)رحْيَا ٌن‬:
َ segala tumbuhan yang berbau harum.

Tafsir Ayat.

“Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan (hari
berbangkit)?”; Kami menciptakan kalian hai umat manusia dari ketiadaan. Karena itu, seharusnya
kalian mempercayai hari berbangkit. Sebab, Allah yang mampu menciptakan pertama kalian pasti
mampu menciptakan lagi.

(*Missing 3403)

“Maka terangkanlah kepadaku tentang nuthfah yang kamu pancarkan”; beritahulah Aku
mengenai sperma yang kalian pancarkan ke dalam rahim kaum wanita. “Kamukah yang
menciptakannya, atau Kami kah yang menciptakannya?”; apakah kalian yan menciptakan
sperma itu menjadi manusia yang sempurna atau Kami-lah yang menciptakannnya dan
memberinya bentuk dengan kekuasaan Kami? Al-Qurthubī berkata: “Ini adalah ḥujjah atas orang-
orang kafir dan penjelasan terhadap ayat pertama. Ma‘nanya, jika kalian mengakui bahwa Kami
yang menciptakannya, bukan selain Kami, maka hendaknya kalian mengakui hari berbangkit.”
(3414) “Kami telah menentukan kematian di antara kamu”; Kami telah menetapkan kematian
bagi kalian dan Kami samakan kalian dalam hal kematian itu, di mana semua orang pasti mati.
Adh-Dhaḥḥāk berkata: “Allah menyamakan antara penghuni langit dan bumi dalam hal kematian.”
(3425) Pejabat dan rakyat jelata, kuli pasar dan raja, semuanya pasti mati. “dan Kami sekali-kali,
tidak dapat dikalahkan”; dan Kami sama sekali tidaklah lemah “untuk menggantikan kamu
dengan orang-orang yang seperti kamu (dalam dunia)”; untuk membinasakan kalian dan
mengganti kalian dengan umat selain kalian yang lebih taat kepada Allah daripada kalian. Ini sama
dengan ayat: “Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti(mu)
dengan makhlūq yang baru.” (Ibrāhīm: 19). “dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam
keadaan yang tidak kamu ketahui”; dan Kami juga tidak lemah untuk menciptakan kalian
kembali pada hari kiamat dengan ciptaan yang tidak kalian ketahui dan akal kalian tidak mampu
menjangkaunya. Tujuan ayat ini ingin menegaskan bahwa Allah Maha Kuasa membinasakan
mereka dan menciptakan mereka kembali serta membangkitkan mereka pada hari kiamat. Ayat ini
mengandung ancaman dan ḥujjah akan hari berbangkit. (343 6).

“Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama”; sungguh kalian telah
mengetahui bahwa Allah menciptakan kalian dari tiada ada, setelah kalian bukan sesuatu yang
disebut. Allah menciptakan dari sperma, lalu dari segumpal darah, lalu dari segumpal daging.
Kemudian memberi kalian telinga, mata dan hati. “maka mengapakah kamu tidak mengambil
pelajaran (untuk penciptaan yang kedua)?”; karena itu, hendaklah kalian sadar bahwa Allah
Kuasa menciptakan kalian kembali setelah mati sebagaimana halnya Dia mampu menciptakan
kalian pertama kali.
“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam”; ini ḥujjah lain atas keesaan dan
kekuasaan Allah. Ma‘nanya, beritahulah Aku mengenai benih yang (kalian) taburkan di tanah.
“Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?”; apakah kalian
membuat benih itu tumbuh dan hidup sampai berisi, ataukah Kami-kah yang berbuat hal itu? Jika
kalian mengakui bahwa Allah-lah yang mengeluarkan biji dan menumbuhkan tanaman, lalu
mengapa kalian mengingkari bahwa Allah mengeluarkan orang-orang mati dari dalam kubur
mereka?

“Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur”; jika kehendaki,
pasti Kami jadikan tanaman itu hancur dan tidak bisa dimanfaatkan, baik untuk makanan maupun
lainnya. Al-Qurthubī berkata: “Ya‘ni, hancur dan rusak dan tidak bisa dijadikan makanan. Dengan
hal tersebut, Allah mengingatkan dua hal; Pertama, ni‘mat yang Dia berikan kepada mereka pada
tanaman agar mereka mensyukurinya. Kedua, agar mereka mengambil pelajaran dari diri mereka
sendiri. Seperti halnya Allah menjadikan tanaman kering, demikian juga Allah membinasakan
mereka jika Dia kehendaki, agar mereka berhenti dari kedurhakaan.” (344 7) “maka jadilah kamu
heran tercengang”; karena itu, kalian sedih dan susah karena tanaman itu tertimpa musibah dan
kalian berkata: “Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian”; kami dibebani hutang.
(3458) Kami telah menanam benih yang kami beli dengan uang, namun tidak ada hasilnya.
“bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.””; justru kami tidak
memperoleh rezeki. Kami telah membayar harga benih dan kami tidak memperoleh padi.

“Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum”; beritahulah Aku mengenai air
yang kalian minum dengan segar dan tawar untuk mengusir haus yang sangat. “Kamukah yang
menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?”; apakah kalian yang
menurunkan air hujan dari mendung ataukah Kami yang menurunkannya dengan kekuasaan
Kami? Al-Khāzin berkata: “Allah mengingatkan tentang ni‘mat-Nya kepada mereka dengan
menurunkan hujan yang hanya mampu dilakukan Allah.” (346 9). “Kalau Kami kehendaki niscaya
Kami jadikan dia asin”; seandainya mau, pasti Kami menjadikannya air yang asin dan sangat asin,
tidak layak diminum maupun bagi tanaman. Ibnu ‘Abbās berkata: “Ujāj ma‘nanya sangat asin.” Al-
Ḥasan berkata: “Ma‘nanya, pahit dan tidak mungkin layak diminum.” “maka mengapakah kamu
tidak bersyukur”; seharusnya kalian bersyukur kepada Tuhan kalian atas ni‘mat-ni‘matNya yang
besar kepada kalian. Dalam hadits disebutkan, bahwa jika meminum air, Nabi s.a.w. mengucapkan:
“Segala puji bagi Allah yang memberi minum kita air yang tawar dan segar dengan rahmat-
Nya dan Dia tidak menjadikannya asin pahit sebab dosa-dosa kita.” (34710).

“Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dari gosokan-gosokan
kayu)”; beritahulah Aku mengenai api yang kalian keluarkan dari pohon yang basah. “Kamukah
yang menjadikan kayu itu atau Kami-kah yang menjadikannya?”; apakah kalian yang
menciptakan pohonnya atau Kamikah yang menciptakannya? Ibnu Katsīr berkata: “Bangsa ‘Arab
mempunya dua pohon; pohon marakh dan pohon ‘ufar. Jika dari kedua pohon diambil dua dahan
yang masih hijau, lalu keduanya dibenturkan, maka keluarlah bunga api.” (348 11) Pendapat lain
menegaskan, yang dimaksudkan Allah adalah segala pohon yang bisa digunakan menghasilkan
api. Seperti riwayat Ibnu ‘Abbās, dia berkata: “Tidak ada pohon yang tidak mengandung unsur api,
kecuali pohon ‘unnab.” (34912) “Kami menjadikan api itu untuk peringatan”; Kami jadikan api
dunia untuk mengingatkan api yang besar, yaitu api neraka Jahannam. Jika seseorang melihatnya,
maka dia ingat api neraka Jahannam. Sehingga dia takut kepada Allah dan takut akan siksa-Nya.
Dalam hadits disebutkan: “Api kalian ini yang kalian hidupkan adalah satu bagian dari tujuh
puluh bagian dari api Jahannam. Para sahabat berkata: “Ya Rasūlullāh, api ini sungguh sudah
mencukupi. Nabi s.a.w. bersabda: Demi Dia yang jiwaku di tangan-Nya, api Jahannam
dilebihkan atas api ini dengan sembilan puluh sembilan bagian, semuanya sama dengan
panasnya.” (35013) “dan bahan yang berguna bagi musāfir di padang pasir”; dan bermanfaat
bagi para musāfir. Ibnu ‘Abbās berkata: “Muqwīn ma‘nanya bagi para musāfir.” Mujāhid berkata:
“Bagi musāfir dan orang yang berada di rumah, keduanya memperoleh manfaat dari api.” (351 14)
Al-Khāzin berkata: “Ya‘ni bagi orang yang singgah di tanah yang sepi dan jauh dari keramaian.
Ma‘na ayat ini adalah api dimanfaatkan oleh orang-orang yang tinggal di hutan dan para musāfir.
Sebab, pemanfaatan mereka lebih banyak daripada orang yang tinggal di perkampungan. Mereka
menghidupkan api di malam hari agar hewan buas tidak mendekat dan menjadi petunjuk bagi
orang yang tersesat. Inilah pendapat mayoritas ‘ulamā’ tafsir.” (352 15).

Setelah menyebutkan bukti-bukti kekuasaan dan keesaan-Nya pada manusia, tumbuh-tumbuhan,


air dan api, maka Allah menyuruh Rasūl-Nya agar bertasbīḥ kepada Allah yang Maha Esa dan
Perkasa. “Maka bertasbīḥlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Maha Besar”; hai
Muḥammad, sucikanlah Tuhanmu dari apa yang disifatkan orang-orang kafir kepada-Nya, yaitu
sifat-sifat lemah dan kurang dan ucapkanlah: “Maha Suci Dia yang menciptakan benda-benda ini
dengan kekuasaan-Nya dan menundukkannya kepada kita dengan kebijaksanaan-Nya. Betapa
agung sifat-Nya dan betapa besar kekuasaan-Nya.

Allah menghitung-hitung ni‘mat-Nya kepada para hamba dan mengawalinya dengan


menyebutkan proses penciptaan manusia. “Maka terangkanlah kepadaku tentang nuthfah
yang kamu pancarkan”; Kemudian menyebutkan makanan pokok mereka dari tanaman “Maka
terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam”. Kemudian menyebutkan ni‘mat yang
menjadi kelangsungan hidup manusia yaitu air. “Maka terangkanlah kepadaku tentang air
yang kamu minum”. Kemudian menyebutkan apa yang digunakan manusia untuk memasak
daging dan sayur-mayur yaitu api. “Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu
nyalakan”. Betapa Allah Tuhan yang Maha Derma, Pemberi ni‘mat dan Maha Agung.

Kemudian Allah bersumpah atas keagungan al-Qur’ān dan kemuliaannya. Allah bersumpah untuk
mempertegas al-Qur’ān diturunkan oleh dirinya Yang Maha Besar yang Bijaksana. “Maka Aku
bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang”; lām di ayat ini untuk menguatkan
sumpah dan ( ‫ )اَل‬adalah tambahan. Al-Qurthubī berkata: “( ‫ )اَل‬adalah tambahan menurut pendapat
mayoritas ‘ulamā’ dan ma‘nanya adalah: “Aku bersumpah”. Dalilnya adalah ayat selanjutnya:
“Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah”; (3531), maksudnya, maka Allah bersumpah demi
tempat-tempat orbit bintang-bintang di cakrawala. “Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah
yang besar kalau kamu mengetahui”; sungguh sumpah yang agung ini adalah hal yang besar.
Seandainya kalian mengenal keagungannya, tentu kalian beriman kepada al-Qur’ān dan
mengambil manfaat darinya. (3542) Sebab apa yang digunakan untuk bersumpah menunjukkan
besarnya kekuasaan, sempurnanya hikmah dan luasnya rahmat. Dan termasuk tujuan rahmat Allah
adalah tidak membiarkan hamba terlantar. “sesungguhnya al-Qur’ān ini adalah bacaan yang
sangat mulia”; inilah isi pesan dalam kalimat sumpah. Ma‘na ayat ini, Aku (Allah) bersumpah demi
tempat orbit bintang-bintang, sesungguhnya al-Qur’ān ini adalah bacaan yang mulia, bukan sihir,
bukan ramalan, bukan buatan Muḥammad. Sebaliknya ia adalah bacaan yang mulia, agung dan
dijadikan Allah sebagai mu‘jizat bagi Muḥammad s.a.w. Ia banyak manfaat, kebaikan dan
berkahnya. “pada kitab yang terpelihara (Lauḥ maḥfūzh)”; berada dalam kitab yang dipelihara
di sisi Allah, terjaga dari kebāthilan dan terjaga dari perubahan. Ibnu ‘Abbās berkata: “Yaitu di Lauḥ
maḥfūzh.” Mujāhid berkata: “Yaitu mushḥaf yang ada di tangan kita.” (355 3) “tidak menyentuhnya
kecuali hamba-hamba yang disucikan”; kitab yang terpelihara itu hanya disentuh oleh hamba-
hamba yang suci yaitu malaikat yang suci dari syirik, dosa dan hadats. Atau kitab itu hanya
disentuh oleh orang yang berwudhū’ dan suci. Al-Qurthubī berkata: “Yang dimaksudkan kitab
adalah mushḥaf yang ada di tangan kita. Inilah pendapat yang paling kuat. Sebab, Ibnu ‘Umar r.a.
berkata: “Janganlah kamu menyentuh al-Qur’ān, kecuali jika kamu suci.” Juga berdasarkan
surat Nabi s.a.w. kepada ‘Amr bin Ḥazm yang isinya: “Dan bahwa tidak boleh menyentuh al-
Qur’ān, kecuali orang yang suci.” (3564) “Diturunkan dari Tuhan semesta alam”; Al-Qur’ān
diturunkan dari sisi Allah yang Maha Tinggi.

Setelah mengagungkan al-Qur’ān dan sifatnya, Allah mencela orang-orang kafir. “Maka apakah
kamu menganggap remeh saja al-Qur’ān ini?”; hai orang-orang kafir, apakah kalian
mendustakan al-Qur’ān dan kafir kepadanya? “kamu (mengganti) rezeki (yang Allah berikan)
dengan mendustakan (Allah)”; dan apakah kalian jadikan syukur atas rezeki kalian dengan
mendustakan Pemberi kalian rezeki, padahal Dia-lah yang memberi ni‘mat dan karunia kepada
kalian? “Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan”; mengapa kalian tidak
beriman dan sadar ketika nyawa sampai di kerongkongan”; pada saat kalian merasakan sekarat.
“padahal kamu ketika itu melihat”; padahal kalian saat itu melihat orang sekarat dan
penderitaan yang dialaminya. “dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu
tidak melihat”; dan dengan ‘ilmu dan penglihatan Kami, Kami lebih dekat kepada mayit itu
daripada kalian, namun kalian tidak tahu hal itu dan kalian tidak melihat malaikat-malaikat Kami
yang hadir untuk mencabut nyawanya. Ibnu Katsīr berkata: “Ma‘na ayat ini; para malaikat Kami
lebih dekat kepadanya daripada kalian, namun kalian tidak melihat mereka. Ini seperti ayat Allah:
“Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan
oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan
kewajibannya.” (3575) (al-An‘ām: 61). “maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)?”;
jika kalian tidak dibalas dengan ‘amal perbuatan kalian sebagaimana kalian katakan, kenapa…..
“kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang
yang benar”; kenapa kalian tidak mengembalikan nyawa mayit itu ke jasadnya setelah nyawanya
sampai di tenggorokan. Ibnu ‘Abbās berkata: “Ma‘na “ghairu madīnīn”; tidak dihisab dan tidak
dibalas.” Al-Khāzin berkata: “Allah menjawab pengandaian-Nya: “Maka mengapa ketika nyawa
sampai di kerongkongan”; dan firman-Nya: “maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh
Allah)?”; dengan satu jawaban, yaitu “kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada
tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar”. Ma‘na ayat ini, jika yang kalian
katakan benar bahwa tidak ada hari berbangkit, hari perhitungan dan tidak ada tuhan yang
memberi balasan, maka seharusnya kalian mampu mengembalikan nyawa orang yang penting
bagi kalian ketika nyawanya sampai di tenggorokan. Jika hal itu tidak bisa kalian lakukan, maka
ketahuilah bahwa urusannya diserahkan kepada selain kalian, yaitu Allah. Maka berimanlah kalian
kepada-Nya.” (3586).

Kemudian Allah menyebutkan tingkatan umat manusia ketika mati dan hari berbangkit dan
menjelaskan derajat mereka di akhirat. Allah berfirman: “adapun jika dia (orang yang mati)
termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh ketenteraman dan
rezeki serta surga keni‘matan”; jika orang mati itu termasuk sābiqīn (orang yang lebih dahulu)
dalam berbuat baik, maka baginya di sisi Tuhannya rezeki yang baik, ketenteraman dan surga yang
luas di mana ia hidup enak. Al-Qurthubī berkata: “Yang dimaksudkan orang yang didekatkan
kepada Allah adalah sābiqīn yang disebutkan di permulaan surat ini.” (359 7) “Dan adapun jika dia
termasuk golongan kanan”; jika mayit itu termasuk orang-orang yang beruntung dan termasuk
ahli surga yang menerima lembaran ‘amal dengan tangan kanan…. “maka keselamatan bagimu
karena kamu dari golongan kanan”; maka salam keselamatan untuk kamu hai Muḥammad dari
mereka. Sebab, mereka berada dalam ketenteraman dan kebahagiaan serta ni‘mat. “Dan adapun
jika dia termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat”; jika orang yang sekarat itu
termasuk orang-orang yang mengingkari hari berbangkit dan tersesat dari kebenaran serta
hidāyah, “maka dia mendapat hidangan air yang mendidih”; hidangan untuk (menghormati)
mereka saat datang adalah air panas yang menghancurkan perut karena sangat panas. Dalam at-
Tashīl disebutkan, yang dimaksud “nuzūl” (hidangan) adalah hal pertama kali yang disuguhkan
kepada tamu.” (3608) “dan dibakar di dalam neraka”; mereka berhak dibakar dengan api
Jahannam dan merasakan panasnya. “Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu
keyakinan yang benar”; apa yang Kami kisahkan kepadamu hai Muḥammad, yaitu balasan bagi
sābiqīn; orang-orang yang beruntung dan orang-orang yang celaka, adalah kebenaran pasti di
mana tidak ada kebimbangan maupun sangsi, yaitu ‘ain-ul-yaqīn yang tidak mungkin dibantah.
“Maka bertasbīḥlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”; karena itu,
sucikanlah Tuhanmu dari kekurangan dan keburukan serta apa yang disebutkan oleh orang-orang
zhālim. Ketika ayat ini turun, maka Nabi s.a.w. bersabda: “Jadikanlah ia bacaan dalam rukū‘
kalian.” Dan ketika turun ayat: “Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi.” (al-A‘lā: 1),
maka beliau bersaba: “Jadilah ia bacaan dalam sujūd kalian.” (3619).

Aspek Balāghah.

Dalam surat yang mulia ini terdapat sejumlah keindahan bahasa sebagai berikut ini:

Pertama, jinas isytiqāq (dua kata dari satu akar kata): ( ُ‫ت الْ َواقِ َع ة‬
ِ ‫ )ِإ َذا و َقع‬dan jinas nāqish (dua kata yang
َ َ
lafazhnya mirip dan mendekati) pada: (‫) َفَر ْو ٌح َو َرحْيَا ٌن‬.

Kedua, thibāq (kesesuaian rangkaian ma‘na kalimat dari dua lafazh): antara ( ‫ )الْ َمْي َمنَ ِة‬dan (‫)الْ َمْي َمنَ ِة‬, antara
( َ ‫)اَأْلولِنْي‬
َّ dan (‫)اآْل ِخ ِريْ َن‬, antara (ٌ‫ضة‬ ِ dan (ٌ‫)رافِع ة‬.
َ ‫)خاف‬
َ َ َّ Menisbatkan mengangkat dan merendahkan kepada hari
kiamat mengandung majaz ‘aqlī, sebab yang mengangkat dan merendahkan pada hakekatnya
adalah Allah saja. Allah mengangkat para wali-Nya dan merendahkan para musuh-Nya.

Ketiga, tasybīh mursal mujmal:

‫ َك َْأمثَ ِال اللُّْؤ لُِؤ الْ َمكُْن ْو ِن‬. ٌ‫و ُح ْو ٌر ِعنْي‬.


َ

“Dan bidadari yang bermata jeli seperti mutiara yang tersimpan”.

ya‘ni bagaikan mutiara dalam hal putih dan jernihnya. Sisi tasybīhnya (persamaan) dibuang,
sehingga menjadi mursal mujmal.

Keempat, mengagungkan dan memuliakan:

‫اب الْ َمْي َمنَ ِة‬


ُ ‫َأص َح‬
ِ
ْ ‫اب الْ َمْي َمنَة َما‬
ُ ‫َأص َح‬
ْ َ‫ف‬.

“Dan golongan kanan, apa itu golongan kanan.”

Kelima, tafannun (seni; menyebutkan dua kata yang berbeda lafazh namun satu ma‘na) dengan
menyebut ( ‫ )الْ َمْي َمنَ ِة‬dan ( ِ ‫)الْيَ ِمنْي‬.
‫ِة‬ َ‫اب الْ َمْي َمن‬
ُ ‫َح‬ ‫َأص‬
ْ ‫ا‬ ‫ِة َم‬ َ‫اب الْ َمْي َمن‬
ُ ‫َح‬ ‫َأص‬
ْ َ‫ف‬.
ِ
ِ ‫اب الْيَمنْي‬ ِ
ْ ‫اب الْيَمنْي ِ َما‬
ُ ‫َأص َح‬ ُ ‫َأص َح‬ ْ ‫و‬. َ

“Dan golongan kanan, apa itu golongan kanan”


“Dan golongan kanan, apa itu golongan kanan”.

Keenam, menguatkan sanjungan dengan suatu yang menyerupai celaan:

‫ ِإاَّل قِْياًل َساَل ًما َساَل ًما‬.‫اَل يَ ْس َم ُع ْو َن فِْي َها لَ ْغ ًوا َو اَل تَْأثِْي ًما‬.

Sebab, salam tidak termasuk ucapan yang tidak berguna dan dosa. Maka ayat ini merupakan
sanjungan kepada mereka. Ini sama dengan ucapan seseorang: “Tidak ada dosa bagiku, kecuali
mencintaimu.”

Ketujuh, menertawakan dan menghina orang kafir di neraka:

‫ه َذا نُُزهُلُ ْم َي ْو َم الدِّيْ ِن‬.

Ya‘ni siksa adalah suguhan pertama mereka di hari kiamat, sebab suguhan mestinya diberikan
kepada kamu pertama kali.

Kedelapan, iltifāt (beralih) dari mukhāthab (obyek bicara orang kedua) ke ghā’ib (orang ketiga):

‫مُثَّ ِإنَّ ُك ْم َأيُّ َها الضَّالُّْو َن الْ ُم َك ِّذبُ ْو َن‬

“Kemudian sesungguhnya kalian orang yang sesat dan orang yang mendustakan.”

Kemudian setelah itu Allah berfirman dengan iltifat:

‫ه َذا نُُزهُلُ ْم َي ْو َم الدِّيْ ِن‬.

“Inilah suguhan kalian di hari kiamat.”

Hal itu untuk menghina mereka.

Kesembilan, jumlah mu‘taridhah (kalimat imbuhan) yang faedahnya memalingkan pikiran kepada


pentingnya sumpah:

‫و ِإنَّهُ لََق َس ٌم لَّْو َت ْعلَ ُم ْو َن َع ِظْي ٌم‬.


َ

“Inilah sumpah – jika kalian tahu – agung.”

Yaitu kata (‫ )لَّْو َت ْعلَ ُم ْو َن‬antara sifat dan yang disifati untuk menunjukkan pentingnya sumpah.

Kesepuluh, kesesuaian akhir-akhir ayat pada haruf akhir menambah keindahan ayat. Misalnya:.

Ini disebut sajak murasha‘ dan termasuk bahasa yang indah.


Hikmah Tersirat.

Kesesuaian antara benda yang digunakan sumpah yaitu bintang dan inti sumpah yaitu al-Qur’ān
pada firman: “Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.
Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui,
sesungguhnya al-Qur’ān ini adalah bacaan yang sangat mulia”. Bintang diciptakan Allah agar
menjadi petunjuk manusia di kegelapan darat dan laut. Sedangkan ayat-ayat al-Qur’ān menjadi
petunjuk dalam kegelapan kebodohan dan kesesatan. Yang pertama kegelapan lahir dan yang
kedua kegelapan bāthin. Dengan demikian, sumpah di sini mencakup dua petunjuk. Petunjuk jelas
bagi bintang dan petunjuk bāthin bagi al-Qur’ān. Ini kalimat yang sangat sesuai. Wallāhu a‘lam.

Anda mungkin juga menyukai