"Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. Dan demi (malaikat) yang
mencabut (nyawa) dengan lemah lembut". (An-Nazi'at: 1-2)
Surat An-Nazi'at menurut Imam As-Sa'di diawali dengan lima sumpah Allah swt,
terhadap para malaikat yang memiliki tugas mulia yang beragam. Dua ayat yang
mengawali surat An-Nazi'at ini berbicara tentang tugas malaikat, yang dikaitkan
dengan pencabutan nyawa manusia. Ada malaikat yang mencabut ruh dengan
sekeras-kerasnya, dan ada pula yang mencabut dengan lembut.
Kedua cara malaikat mencabut ruh tersebut, dimaksudkan untuk memberi balasan
awal saat kematian, yang ditentukan oleh amal manusia. Jika ia termasuk orang
beriman yang ta'at, maka dicabut dengan perlahan dan lembut, sebagai balasan
atas kebaikannya. Namun sebaliknya, jika ia termasuk golongan yang tidak beriman,
atau banyak berbuat kejahatan, maka dicabut dengan sekeras-kerasnya. Kedua
keadaan pencabutan ruh menjadi peringatan bagi yang masih hidup, agar terus
beramal baik, jika ingin dicabut ruhnya dengan lembut.
َو ٱلَّس ٰـ ِبَح ٰـ ِت َس ۡب ࣰحا َف ٱلَّس ٰـ ِبَقٰـ ِت َس ۡب ࣰقا َفٱۡل ُمَد ِّب َر ٰ ِت َأۡم ࣰرا
"Demi (malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, dan (malaikat) yang
mendahului dengan kencang,dan (malaikat) yang mengatur urusan (dunia)". (An-
Nazi'at: 3-5)
Ayat-ayat ini masih berbicara tentang para malaikat, yaitu malaikat dengan dua sifat
utama dan tugas yang lengkap. Sifat malaikat yang turun dari langit untuk
menjalankan perintah Allah, karena mereka tinggal di langit. Dalam menjalankan
perintah Allah dari langit ke bumi, mereka saling mendahului dalam rangka menta'ati
perintah Allah swt. Semua urusan makhluk di dunia diatur dan dijalankan oleh
malaikat, atas perintah Allah swt.
Demikian gambaran tentang malaikat yang sangat mulia; mulia ciptaannya, mulia
tugasnya, dan mulia sifatnya. Tercipta dari cahaya, selalu melaksanakan semua
perintah Allah swt tanpa terkecuali, dan tidak pernah ingkar dan
maksiat...Subhanallah.
َی ۡو َم َتۡر ُجُف ٱلَّر اِج َفُة َت ۡت َب ُع َه ا ٱلَّر اِد َفُة
"Hati manusia pada waktu itu merasa sangat takut, pandangannya tunduk". (An-
Nazi'at: 8-9)
Dua ayat ini bicara tentang keadaan manusia di hari kiamat: semua merasa takut,
dan menundukkan pandangan. Ketakutan yang dirasakan karena menanti balasan
atas perbuatan, serta besar dan beratnya hukuman Allah swt. Pandangan tertunduk
mengisyaratkan berbagai perasaan yang sedang berkecamuk, khususnya sedih,
khawatir, dan merasa bersalah.
َی ُقوُلوَن َأِء َّن ا َلَم ۡر ُد وُد وَن ِفی ٱۡل َح اِفَر ِة َأِء َذ ا ُكَّن ا ِع َظ ٰـ ࣰما َّن ِخَر ࣰة
"Mereka berkata, “Apakah kita benar-benar akan dikembalikan kepada kehidupan
yang semula? Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kita telah menjadi tulang
belulang yang hancur?” (An-Naziat: 10-11)
Setelah jasad hanya tinggal beberapa tulang, mustahil untuk dirangkai kembali
menjadi manusia, seperti sedia kala. Karenanya secara logika mereka, tidak
mungkin ada kebangkitan dan kehidupan akhirat, setelah terjadi kematian dan
kehancuran. Penciptaan alam dan seluruh makhluk dari tiada, Allah swt Maha Kuasa
untuk mengadakannya. Tentu mencipta dari yang ada, lebih mudah bagi Allah swt.
Tidak ada yang mustahil bagi Allah swt. Dia Maha Kuasa untuk berbuat sesuai
dengan kehendakNya.
َقاُلو۟ا ِتۡل َك ِإ ࣰذا َك َّر ٌة َخ اِس َر ࣱة
"Mereka berkata, “Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan.”
(An-Nazi'at: 12)
Ayat ini di antara pembuktian, salahnya dugaan mereka yang mengingkari adanya
kebangkitan. Mereka malah berujar bahwa kebangkitan itu sangat merugikan,
karena dosa yang mereka perbuat. Segala sesuatu yang terjadi di akhirat, adalah
buah dari semua yang diperbuat dalam kehidupan dunia. Lengkap, rinci, dan semua
tercatat, sehingga tidak mungkin mengelak, dari perhitungan (hisab) kelak.
"Maka pengembalian itu hanyalah dengan sekali tiupan saja.Maka seketika itu
mereka hidup kembali (kehidupan baru)". (An-Nazi'at: 13-14)
Sungguh sangat mudah bagi Allah swt, untuk menghidupkan kembali manusia,
meskipun sudah hancur menjadi tulang belulang. Ternyata hanya dengan satu kali
tiupan sangkakala, yaitu tiupan kedua, semua manusia dihidupkan kembali. Tujuan
kehidupan kedua ini, untuk menjalani kehidupan yang baru, di alam akhirat, sebagai
balasan atas semua perbuatan dunia. Di sinilah setiap manusia dibalas, dan bersifat
abadi; kebahagiaan selama-lamanya, atau kesengsaraan selama-lamanya.
Masya Allah...sungguh sangat berat, dan pasti menyesal, mereka yang tidak berbuat
baik. Dan pasti beruntung dan berbahagia, mereka yang mampu beramal baik
sepanjang hidup di dunia.
Kemudian Allah menurunkan hujan bagaikan gerimis atau awan. Maka tumbuhlah
darinya jasad-jasad manusia. Kemudian ditiup kembali Sangsakala untuk kedua
kalinya, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusan masing-masing).” (HR.
Muslim).
َه ۡل َأَت ٰى َك َح ِدیُث ُموَس ٰۤى ِإۡذ َن اَد ٰى ُه َر ُّبُهۥ ِبٱۡل َو اِد ٱۡل ُم َقَّد ِس ُط ًو ى
Ketika Tuhan memanggilnya (Musa) di lembah suci yaitu Lembah Tuwa;". (An-
Nazi'at: 15-16)
Dari ayat 15 ini hingga ayat 26, pembahasan surat An-Nazi'at beralih tentang kisah
nabi Musa as. Allah swt awali dengan pertanyaan (istifham): "Apakah sudah sampai
kisah Nabi Musa as kepadamu?".
"Pergilah engkau kepada Fir‘aun! Sesungguhnya dia telah melampaui batas, Maka
katakanlah (kepada Fir‘aun), “Adakah keinginanmu untuk membersihkan diri". (An-
Nazi'at: 17-18)
Ayat ini merupakan awal perintah Allah swt kepada Nabi Musa as, untuk
menjalankan tugas dakwah. Nabi Musa as diperintah berdakwah justru kepada ayah
angkatnya sendiri, yaitu Fir'aun;
Allah swt mengingatkan Nabi Musa as di ayat ini, tentang sifat buruk Fir'aun, yaitu
'melampaui batas'. Gambaran ini penting untuk memudahkan dakwah nabi Musa,
agar sesuai dengan keadaan. Karenanya, bahasa yang digunakan oleh Nabi Musa
as adalah: 'Adakah keinginanmu untuk membersihkan diri?'.
Demikian tuntunan Allah swt kepada nabi Musa as, sebagai pelajaran yang sangat
berharga, dalam berdakwah kepada Allah swt.
َو َأۡه ِدَیَك ِإَلٰى َر ِّب َك َفَت ۡخ َشٰى َفَأَر ٰى ُه ٱۡل َٔـاَی َة ٱۡل ُك ۡب َر ٰى
"Dan engkau akan kubimbing ke jalan Tuhanmu agar engkau takut kepadaNya?”
Lalu (Musa) memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar". (An-Nazi'at: 19-20)
Dakwah itu cinta. Itulah bahasa Nabi Musa as kepada ayah angkatnya Fir'aun: "aku
bimbing engkau...". Kesan bahasa ini bukan memaksa, tapi mengajak dan
membimbing, agar timbul rasa takut kepada Allah swt.
Jika seseorang memiliki rasa takut kepada Allah, maka ia akan berhati-hati, dan jauh
lebih baik dalam hidupnya. Untuk menguatkan ajakannya, nabi Musa as kemudian
memperlihatkan mu'jizatnya, berupa tongkat. Tongkat yang bisa berubah menjadi
ular besar, dan membelah lautan menjadi jalan yang menyelamatkan.
Demikian cara Allah swt menolong dan melindungi hambaNya yang shalih, yang
berusaha membawa keluarganya menuju kebahagiaan.
َفَك َّذ َب َو َع َص ٰى ُث َّم َأۡد َبَر َی ۡس َع ٰى
"Tetapi dia (Fir‘aun) mendustakan dan durhaka. Kemudian dia berpaling seraya
berusaha menantang (Musa)". (An- Nazi'at: 21-22)
Ajakan nabi Musa as dengan penuh kasih sayang dan kelembutan, ternyata dibalas
dengan sikap durhaka. Malah Fir'aun menantang kehebatan Nabi Musa, dihadapkan
dengan para penyihir istana. Saat itulah pertolongan Allah swt datang. Mu'jizat
tongkatnya membuktikan kebenaran dan keunggulannya. Begitulah hidayah
sungguh di tangan Allah swt. Nabi Musa as hanya berikhtiar melaksanakan
perintahNya. Pada ikhtiar itu terdapat ujian, kebaikan, dan balasan pahala. Nabi
Musa as tidak menyesal atas hasil. Karena hasil itu mutlak di tangan Allah swt.
Sedang tugas manusia adalah berusaha, dan terus berusaha.
َفَح َش َر َفَن اَد ٰى َفَقاَل َأَن ۠ا َر ُّب ُك ُم ٱَأۡلۡع َلٰى
Ayat ini berbicara tentang sikap Fir'aun, terhadap ajakan kebaikan nabi Musa as. Ia
menolak dan mengundang seluruh pembesar kerajaan, untuk menunjukkan
kebesarannya. Namun dosa Fir'aun yang tidak terampuni, saat Ia mengaku dirinya
Tuhan yang paling tinggi. Meskipun akhirnya ia menyesal dan mengakui Allah
sebagai Tuhannya, sesaat sebelum tenggelam.
"Ketika Fir‘aun hampir tenggelam dia berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada tuhan
melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang
yang muslim (yang berserah diri).” (Yunus: 90).
Demikian ikhtiar maksimal Nabi Musa as, sekaligus akhir perjalanan Fir'aun, untuk
menjadi pelajaran.
َفَأَخ َذ ُه ٱ َنَك اَل ٱۡل اِخَر ِة َو ٱُأۡلوَلٰۤى َّن ِفی َذ ٰ ِلَك َلِع ۡب َر ࣰة ِّلَم ن َی ۡخ َش ٰۤى
ِإ َٔـ ُهَّلل
"Maka Allah menghukumnya dengan azab di akhirat dan di dunia. Sungguh, pada
yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Allah)". (An-
Nazi'at: 25-26)
Ayat ini merupakan penutup kisah Nabi Musa as dan Fir'aun di surat An-Nazi'at.
Nabi Musa diselamatkan, sedang Fir'aun ditenggelamkan. Keduanya menjadi
pelajaran untuk kehidupan; mengambil sisi baiknya, dan membuang keburukannya.
Kedua sosok ini yang paling banyak diwartakan oleh Al-Qur'an, Kurang lebih 26
surat memberitakannya. Pelajaran yang paling berharga dari ayat di atas, bahwa
balasan itu bersifat duniawi dan ukhrawi. Jenis balasan atau hukuman pun beragam.
Keduanya menjadi hak mutlak Allah swt, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Fir'aun ditenggelamkan di lautan, dan di akhirat kelak, ia akan menerima hukuman
yang setimpal.