Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PROPOSAL PENELITIAN MET.

LIT & PENULISAN HUKUM


TINJAUAN YURIDIS STUDI KASUS TINDAK PIDANA LGBT YANG DILAKUKAN
OLEH ANGGOTA TNI
Oleh:
DARMA SETYA PAMBUDI
(41151010210102)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA BANDUNG
2022
ABSTRAK

Di Indonesia sendiri LGBT merupakan hal yang tabu dan tergolong masih hal
yang belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat Indonesia. Undang-undang
Hukum Indonesia hanya menetapkan dua jenis kelamin: pria dan wanita. Hal ini
dapat diartikan dari ketatnya penyertaan laki-laki dan perempuan dalam Undang-
undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974) dan ketentuan serupa tentang isi warga
negara kartu yang diatur dalam UU Administrasi Kependudukan (UU No. 23/2006).
Di Indonesia hukum positif khususnya KUHP (KUHP) legalitas LGBT sendiri tidak
ada. Namun, dalam hal status homoseksual ada pengaturan di Indonesia, ada
aturan pidana yang berkaitan dengan hubungan sesama jenis yang terdapat dalam
Pasal 292 KUHP Kode. Jenis hukuman ini, dalam Pasal 292 KUHP dengan
ancaman: penjara 5 tahun penjara. Tidak ada aturan hukum dalam KUHP yang
mengatur LGBT secara lebih eksplisit. Perlunya perubahan menyeluruh terhadap
Pasal 292 KUHP dan penjelasan yang lebih jelas mengenai sanksi bagi
homoseksual dalam hukum pidana. Penegakan hukum aparat harus mengambil
tindakan nyata dalam menangani kasus homoseksual di masyarakat.
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
proposal ini tepat pada waktu yang diberikan. Tugas proposal ini berisikan tentang:

“TINJAUAN YURIDIS STUDI KASUS TINDAK PIDANA LGBT YANG


DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI”

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, ini dapat disebabkan
pada saat pengumpulan data yang kurang atau hal-hal lain. Untuk itu kami
mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini dapat
menjadi lebih sempurna. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI

Daftar Isi………………………………………………………………………………….... i
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………..………………………..


B. Identifikasi Masalah ………………………………..……………………………………..
C. Tujuan Penelitian .……………………………..…..……………………………………..
D. Kegunaan Penelitian ………………………………….……………………..…………..
E. Kerangka Penelitian ………………………………………………...…………………..
F. Metode Penelitian ………………………………………………………...………………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana ……………………………………………………………………………..

B. Hukum Pidana Militer …………………………………………………………………….

C. Pengadilan Militer ………………………………………………………………………..

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Proses penyelesaian dan penjatuhan pidana perkara tindak pidana LGBT yang
dilakukan oleh seorang anggota TNI ……………………………………………………..

B. Pertimbangan mejelis Hakim dalam Menjatuhkan Putusan terhadap pelaku tindak


pidana LGBT yang dilakukan oleh seorang anggota TNI ……………………………….

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan ……………………………………………………………………………………

Saran …………………………………………………………………………………………..

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah nama untuk angkatan bersenjata
dari negara Indonesia yang terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan
Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara yang dipimpin oleh seorang
Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Kepala
Staf Angkatan. Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dikenal sebagai garda
terdepan dalam menjaga pertahanan dan pengamanan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dari segala jenis ancaman militer ataupun ancaman
lainya. Secara garis besar TNI memiliki fungsi sebagai penangkal terhadap segala
jenis ancaman yang berasal dari dalam maupun dari luar terkait aspek kedaulatan,
keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Tidak jarang pula seseorang yang
berprofesi sebagai TNI melakukan kesalahan yang melanggar ketentuan baik yang
bersifat privat maupun publik, kesalahan yang merupakan pelanggaran atau
kejahatan harus ditindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku di lingkungan TNI.
Perbuatan atau tindakan dengan dalil atau bentuk apapun yang dilakukan oleh
anggota TNI baik secara perorangan maupun kelompok yang melanggar ketentuan-
ketentuan hukum, norma-norma lainnya yang berlaku dalam kehidupan atau
bertentangan dengan peraturan kedinasan, disiplin, tata tertib di lingkungan TNI
pada hakekatnya merupakan perbuatan atau tindakan yang merusak marwah
wibawa, martabat dan nama baik TNI yang apabila perbuatan atau tindakan tersebut
dibiarkan terus, dapat menimbulkan ketidaktentraman dalam masyarakat dan
menghambat pelaksanaan pembangunan dan pembinaan TNI. Tindak pidana militer
adalah tindak pidana yang dilakukan oleh subyek militer yang terdiri dari Tindak
Pidana Militer Murni yaitu suatu tindak pidana yang hanya dilakukan oleh seorang
militer karena sifatnya khusus untuk militer dan Tindak Pidana Militer Campuran
yaitu suatu perbuatan yang dilarang yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam
perundang-undangan lain, Sedangkan ancaman hukumannya dirasakan terlalu
ringan apabila perbuatan itu dilakukan oleh seorang militer. Oleh karena itu diatur
lagi dalam KUHPM disertai ancaman hukuman yang lebih berat, disesuaikan dengan
keadaan yang khas militer.
LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) sering kali menjadi
perdebatan di kalangan masyarakat Dunia. Di Indonesia sendiri LGBT merupakan
hal yang tabu dan tergolong masih hal yang belum sepenuhnya dipahami oleh
masyarakat Indonesia1. Jika ditinjau secara umum, kelompok LGBT termasuk
kelompok marjinal, hal ini dikarenakan kelompok LGBT cenderung mendapatkan
perlakuan tidak adil serta diskriminatif akibat persoalan gender. Gambaran umum
tentang hak asasi LGBT di Indonesia, hukum nasional dalam arti luas tidak memberi
dukungan bagi kelompok LGBT walaupun homoseksualitas sendiri tidak ditetapkan
sebagai tindak pidana. Baik perkawinan maupun adopsi oleh orang LGBT tidak
diperkenankan. Tidak ada undang-undang anti-diskriminasi yang secara tegas
berkaitan dengan orientasi seksual atau identitas gender. Hukum Indonesia hanya
mengakui keberadaan gender laki-laki dan perempuan saja, sehingga orang
transgender yang tidak memilih untuk menjalani operasi perubahan kelamin, dapat
mengalami masalah dalam pengurusan dokumen identitas dan hal lain yang terkait.
Sejumlah Perda melarang homoseksualitas sebagai tindak pidana karena dipandang
sebagai perbuatan yang tidak bermoral, meskipun empat dari lima Perda yang
terkait tidak secara tegas mengatur hukumannya. Peraturan Undang-undang
Indonesia hanya menetapkan dua gender saja, yaitu pria dan wanita. Hal ini dapat
ditafsirkan dari pencantuman tegas tentang pria dan wanita dalam Undang-undang
Perkawinan (Undang-Undang No. 1/1974) dan ketentuan serupa mengenai isi kartu
penduduk yang ditetapkan dalam Undang-undang Administrasi Kependudukan
(Undang-Undang No. 23/2006)2.

B. identifikasi masalah

1. Bagaimana proses penyelesaian dan penjatuhan pidana perkara tindak pidana


LGBT yang dilakukan oleh seorang anggota TNI?

2. Bagaimana Pertimbangan mejelis Hakim dalam Menjatuhkan Putusan terhadap


pelaku tindak pidana LGBT yang dilakukan oleh seorang anggota TNI?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini dilakukan untuk memberi informasi tentang


respon masyarakat dan khususnya bagi anggota TNI terhadap Undang-undang
1
Di Indonesia sendiri LGBT merupakan hal yang tabu dan tergolong masih hal yang belum sepenuhnya dipahami oleh
masyarakat Indonesia. Jurnal LEGALITAS Volume 2 Nomor 2. Fatimah Asyari. Desember 2017.
2
Ibid.
Hukum LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) dan untuk mengetahui
pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap tindakan yang dilakukan terhadap LGBT.

D. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Adapun manfaat teoritis dalam penelitian ini,

a. Penelitian ini menunjang bagi perkembangan ilmu hukum di bidang hukum dan
HAM khususnya perilaku LGBT serta perlindungan hukumnya.

b. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran-pemikiran yang akan


dijadikan pedoman untuk penelitian sejenis.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut;

a. Pada umumnya bagi masyarakat dan khususnya bagi anggota TNI Penelitian ini
dapat membuat masyarakat maupun anggota TNI lebih memperoleh wawasan dan
pengetahuan.

b. Bagi pemerintah Penelitian ini dapat membantu pemerintah dalam


mensosialisasikan peraturan perundang-undangan khususnya penerapan sanksi
dan perlindungan hukum terhadap masyarakat sekaligus sebagai data tambahan
bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dalam merumuskan Undang-Undang
tentang LGBT.

E. Kerangka Penelitian

Faktor-faktor Penyebab Menjadi LGBT

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang itu cenderung untuk


menjadi bagian dari LGBT antaranya adalah:

1.Keluarga

Pengalaman atau trauma di masa anak-anak misalnya: Dikasari oleh ibu/ayah


hingga si anak beranggapan semua pria/perempuan bersikap kasar, bengis dan
panas bara yang memungkinkan si anak merasa benci pada orang itu. Predominan
dalam pemilihan identitas yaitu melalui hubungan kekeluargaan yang renggang.
Bagi seorang lesbian misalnya, pengalaman atau trauma yang dirasakan oleh para
wanita dari saat anak-anak akibat kekerasan yang dilakukan oleh para pria yaitu
bapa, kakaknya maupun saudara laki-lakinya. Kekerasan yang dialami dari segi fisik,
mental dan seksual itu membuat seorang wanita itu bersikap benci terhadap semua
pria. Selain itu, bagi golongan transgender faktor lain yang menyebabkan seseorang
itu berlaku kecelaruan gender adalah sikap orang tua yang idamkan anak laki-laki
atau perempuan juga akan mengakibatkan seorang anak itu cenderung kepada apa
yang diidamkan3.

2. Pergaulan dan lingkungan

Kebiasaan pergaulan dan lingkungan menjadi faktor terbesar menyumbang


kepada kekacauan seksual ini yang mana salah seorang anggota keluarga tidak
menunjukkan kasih sayang dan sikap orang tua yang merasakan penjelasan tentang
seks adalah suatu yang tabu. Keluarga yang terlalu mengekang anaknya. Bapak
yang kurang menunjukkan kasih sayang kepada anaknya. Hubungan yang terlalu
dekat dengan ibu sementara renggang dengan bapak. Kurang menerima pendidikan
agama yang benar dari kecil. Selain itu, pergaulan dan lingkungan anak ketika
berada di sekolah berasrama yang berpisah antara laki-laki dan perempuan turut
mengundang terjadinya hubungan gay dan lesbian.

3. Biologis

Penelitian telah pun dibuat apakah itu terkait dengan genetika, ras, ataupun
hormon. Seorang homoseksual memiliki kecenderungan untuk melakukan
homoseksual karena mendapat dorongan dari dalam tubuh yang sifatnya
menurun/genetik. Penyimpangan faktor genetika dapat diterapi secara moral dan
secara religius. Bagi golongan transgender misalnya, karakter laki-laki dari segi
suara, fisik, gerak gerik dan kecenderungan terhadap wanita banyak dipengaruhi
oleh hormon testeron. Jika hormon testeron seseorang itu rendah, ia bias
mempengaruhi perilaku laki-laki tersebut mirip kepada perempuan. Di dalam medis,
pada dasarnya kromosom laki-laki normal adalah XY, sedangkan perempuan normal
pula adalah XX. Bagi beberapa orang laki-laki itu memiliki genetik XXY. Dalam
kondisi ini, laki-laki tersebut memiliki satu lagi kromosom X sebagai tambahan.
Justru, perilakunya agak mirip dengan seorang perempuan.

3
Ibid.
4. Moral dan Akhlak

Golongan homoseksual ini terjadi karena adanya pergeseran norma-norma


susila yang dianut oleh masyarakat, serta semakin menipisnya kontrol sosial yang
ada dalam masyarakat tersebut. Hal ini disebabkan karena lemahnya iman dan
pengendalian hawa nafsu serta karena banyaknya ransangan seksual. Kerapuhan
iman seseorang juga dapat menyebabkan segala kejahatan terjadi karena iman
sajalah yang mampu menjadi benteng paling efektif dalam mengekang
penyimpangan seksual. (eJournal Sosiatri-Sosiologi 2015) 4.

5. Pengetahuan Agama yang Lemah

Selain itu, kurang pengetahuan dan pemahaman agama juga merupakan


factor internal yang mempengaruhi terjadinya homoseksual. Ini kerana penulis
merasakan didikan agama dan akhlak sangat penting dalam membentuk akal,
pribadi dan pribadi individu itu. Pengetahuan agama memainkan peran yang penting
sebagai benteng pertahanan yang paling ideal dalam mendidik diri sendiri untuk
membedakan yang mana baik dan yang mana yang sebaliknya, haram dan halal
dan lain-lain. Antara faktor lain yang peneliti peroleh dari data wawancara bersama
beberapa individu dari kaum transgender adalah naluri sendiri sejak kecil. Keinginan
untuk berubah menjadi seorang perempuan timbul sejak masa kecil karena kurang
mendapat perhatian dari kedua orang tua mereka. Sejak umur 13 tahun, mereka
sudah mulai hidup mandiri dengan mengikuti teman-teman sejenis melacur di
lorong-lorong. Selain itu faktor media dan internet juga antara faktor yang
menyumbang kepada kecelaruan ini5.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum sosiologis (socio-


legal research), yang memandang hukum sebagai gejala sosial yang bersifat
empiris, dengan bentuk deskriptif yang bertujuan menjelaskan tentang LGBT ditinjau
dalam HAM Nasional dan HAM Internasional serta pengaruh perilaku LGBT
terhadap masyarakat Indonesia khususnya6. Menganalisis data secara kualitatif-
empiris, menelaah dan menafsirkan untuk menjawab masalah penelitian. Metode

4
Ibid.
5
Ibid.
6
Jurnal Surya Kencana Satu Volume 11 Nomor 2 Oktober 2020. Perilaku lesbian gay biseksual dan transgender (lgbt) dalam
perspektif hak azasi manusia. Anisa Fauziah.
analisis kualitatif, menurut data sekunder yaitu teori, arti dan isi dari berbagai
literatur, peraturan perundangundangan. Sedangkan memperoleh data primer dari
hasil wawancara (interview) di lapangan baik secara langsung maupun tidak
langsung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana

Pengertian tindak pidana dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana


(KUHP) dikenal sebagai istilah strafbaarfert dan dalam kepustakaan tentang hukum
pidana sering mempergunakan delik, sedangkan pembuat Undang-Undang
merumuskan suatu Undang-Undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau
perbuatan pidana atau tindak pidana 7. Istilah tindak pidana merupakan terjemahan
dari strafbaarfeit, di dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak dapat
penjelasan dengan yang dimaksud strafbaarfeit itu sendiri. Biasanya tindak pidana
disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yakni delictum. Dalam
kamus hukum pembatasan delik tercantum bahwa delik adalah perbuatan yang
dapat dilakukan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap Undang-
Undang (tindak pidana).

B. Hukum Pidana Militer

Ditinjau dari sudut justisiabel maka hukum pidana militer adalah bagian dari
hukum positif, yang berlaku bagi justisiabel peradilan militer, yang menentukan
dasar-dasar dan peraturan-peraturan tentang Tindakan-tindakan yang merupakan
larangan dan keharusan serta terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana, yang
menentukan dalam hal apa dan bilamana pelanggar dapat dipertanggungjawabkan
atas Tindakannya dan yang menentukan juga cara penuntutan, penjatuhan pidana
dan pelaksanaan pidana, demi tercapainya keadilan dan ketertiban hukum 8.

C. Pengadilan Militer

7
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/424c6f6b9a703073876706bc9793eeda.pdf
8
S.R. SIANTURI, S.H. Hukum pidana militer di Indonesia. Hal 18
Sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri, telah disadari perlunya
Peradilan Militer yang secara organisasi terpisah dari Peradilan Umum. Hal ini
ditegaskan dalam konsideran peraturan Peradilan Militer yang dikeluarkan pertama
kali di Republik Indonesia, yakni Peraturan Nomor 7 Tahun 1946 9. Peradilan militer
dalam sistem peradilan nasional mempunyai kedudukan yang kokoh didalam UUD
1945. Pengertian Peradilan Militer dalam bahasa Inggris dikenal dengan beberapa
istilah yang harus dibedakan satu dengan yang lain. Untuk pengertian yang hampir
sama dikenal dengan adanya istilah militery court, martial court atau lebih sering
disebut court martial, provost court, dan bahkan ada pula istilah military tribunal10.
Keberadaan Peradilan Militer didasarkan pada prinsip clear dan presentdangerous,
yaitu suatu prinsip yang menentukan pada pokoknya bahwa tindak pidana yang
dilakukan oleh anggota militer adalah suatu kondisi dan keadaan nyata yang
membahayakan keamanan negara.

Di dalam KUHP yang saat ini berlaku ditujukan untuk mengatur subyek
hukum warga negara sipil sehingga perlu dipertegas serta diperluas di dalam KUHP
bahwa unsur “barangsiapa” yang dimaksudkan disini termasuk juga prajurit TNI.
Selama ini, bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana (umum maupun militer)
merupakan yuridiksi peradilan militer sebagaimana diatur dalam Pasal 2 KUHPM 11.
Didalam hukum militer yang terutama diatur adalah soal penegakan disiplin militer
dan tertib internal diantara tentara sendiri.

Sifat administratifnya terkait dengan persoalan-persoalan seperti masa dinas,


pendaftaran dalam dinas, pemberhentian, pemecatan, dan sebagainya 12. Peraturan-
peraturan yang bersifat khusus yang hanya berlaku bagi militer inilah yang disebut
sebagai hukum militer. Sebagianya di antaranya menyangkut bidang hukum pidana
yang bersifat keras dan berat, juga sering kali didasarkan atas norma-norma yang
berbeda dari yang berlaku dalam hukum pidana umum 13.

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
9
Dini Dewi Heniarti. 2017. Sistem Peradilan Militer Di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, halaman 1.
10
Ibid., halaman 48.
11
Ibid., halaman 11.
12
Ibid., halaman 42.
13
Ibid., halaman 43.
A. Proses penyelesaian dan penjatuhan pidana perkara tindak pidana LGBT
yang dilakukan oleh seorang anggota TNI

Penyelesaian perkara merupakan bagian dari penegakan hukum. Penegakan


hukum identik dengan menegakkan keadilan, yang merupakan cita-cita hukum.
Penegakkan hukum menurut teguh prasetyo, dapat dilaksanakan melalui beberapa
tahap, pertama; tahap formulasi yaitu tahap penegakan hukum in abstacto oleh
badan pembuat undangundang, Tahap ini disebut tahap legislatif. Kedua; tahap
aplikatif atau yudikatif, yaitu tahap penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat
penegak hukum mulai dari kepolisian sampai dengan pengadilan. Ketiga; tahap
eksekusi merupakan tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkrit oleh aparat
pelaksana pidana, tahap ini disebut tahap kebijakan eksekutif atau administratif.
Dalam penegakan hukum pada tahap aplikasi ada beberapa tahap yang harus
dilalui, merupakan suatu rangkaian yang meliputi tahap penyidikan, penuntutan,
persidangan dan diakhiri tahap eksekusi.

a. Tahap penyidikan

Proses penanganan perkara pidana militer berpedoman pada undang-undang


nomor 31 tahun 1997 tentang peradilan militer, dalam hal tersebut penyidik yang
dimaksud adalah:

1) Atasan yang berhak menghukum (ANKUM)


2) Polisi Militer, dan
3) Oditur

Salah satu proses terpenting dalam penyelesaian perkara pidana adalah proses
penyidikan. Karena pada proses penyidikan tindak penyidik ditekankan untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai suatu
tindak pidana (pasal 71 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997), sehingga dari
proses inilah seseorang dapat disangkakan sebagai pelaku sebuah tindak pidana
atau bukan. Sebuah Proses penyidikan suatu tindak pidana dapat berasal dari
berbagai sumber yaitu:

1) Penyelidikan
2) Pengaduan
3) Laporan,dan
4) Tertangkap tangan.

Upaya paksa yang dapat dilakukan penyidik berupa penangkapan, penahanan,


penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat 14.

b. Tahap Penuntutan

Oditur setelah menerima hasil penyidikan dan penyidik segera mempelajari serta
meneliti apakah hasil penyelidikan sudah lengkap atau belum.

c. Tahap Persidangan dan Eksekusi

Tahap persidangan ditangani langsung oleh Hakim yang telah ditunjuk oleh Kepala
Pengadilan Militer (Ka Dilmil). Berdasarkan pasal 15 bahwa Dilmil dan Dilmilti
bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama
dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, 1 (satu)
orang Ormil/Ormilti, dan dibantu 1 (satu) orang Panitera. Pemeriksaan di Dilmil,
terdiri atas pemeriksaan dan pembuktian baik terdakwa maupun saksi, penuntutan
dan pembelaan, hingga ke pembacaan putusan. Setelah pemeriksaan selesai, maka
Hakim Ketua menyatakan pemeriksaan selanjutnya dilakukan secara tertutup,
dengan ketentuan dapat membukanya kembali. Dalam pemeriksaan tertutup ini
Hakim mengadakan musyawarah, dimulai dengan membahas surat dakwaan dan
segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang. Pada asasnya putusan
dalam musyawarah merupakan hasil pemufakatan bulat. Putusan Dilmil dapat
dijatuhkan setelah sidang dibuka kembali dan dinyatakan terbuka untuk umum, yang
sebelumnya harus diberitakan kepada Ormil, terdakwa atau penasihat Hukumnya.
Dalam memutus suatu perkara. Maka Dilmil dapat memutus perkara tersebut
dengan hadirnya terdakwa atau tidak, tergantung dari sifat perkara itu 15. Bagi
anggota yang melanggar peraturan disiplin dapat dikenai sanksi hukuman disiplin
yang diatur sebagaimana dalam Undang-Undang Hukum Disiplin Militer Nomor 25
Tahun 2014 Tentang Hukum Disiplin Militer. Dalam pelaksanaannya apabila ada
pelanggaran disiplin terhadap prajurit maka dijatuhi hukuman disiplin oleh atasan
langsung dari sipelanggar, dalam suatu sidang hakim disiplin, yang terdiri dari
komandan pasukan dan stafnya dan Sanksi pidana tambahan pemecatan dari dinas

14
Peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesia. Nomor 55 Tahun 2020.
15
Elmarianti Saalino, Hukum Militer Di Indonesia, (Jawa Timur; Uwais Inspirasi Indonesia, 2019), hal 19
militer dengan atau tanpa pencabutan haknya untuk memasuki Angkatan Bersenjata
didalam KUHP tidak ada tetapi khusus dalam KUHPM ada. Pemecatan dari dinas
militer atau tanpa haknya untuk memasuki angkatan bersenjata. Dalam hal ini
dimaksudkan dalam tanpa haknya untuk memasuki angkatan darat apabila tidak
dicabut maka setelah dipecat dari angkatan maka akan masuk ke angkatan lainnya.
Ukuran penjatuhan pidana pemecatan disamping pidana pokok ialah pandangan
hakim militer mengenai kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa/terpidana
berdasarkan mana nilai sebagai tidak layak lagi dipertahankan dalam kehidupan
masyarakat militer16.

B. Pertimbangan mejelis Hakim dalam Menjatuhkan Putusan terhadap pelaku


tindak pidana LGBT yang dilakukan oleh seorang anggota TNI

Hakim adalah pejabat negara yang diberi wewenang oleh undang-undang


untuk melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman. Ia adalah ikon terpenting dalam
institusi pengadilan. Karenanya, hakim selalu menjadi titik sentral perhatian
masayarakat dalam penegakkan hukum dan keadilan 17. Dalam dunia hukum di
Indonesia dikenal “peradilan adalah benteng terakhir penegakan hukum dan
keadilan”. Hakim merupakan fungsi terpenting dalam lembaga peradilan. Dari sisi
penegakan hukum, hakim dipandang sebagai orang yang sempurna, yang
mengetahui segala sesuatu dalam lingkupnya, dan dia tidak boleh secara terbuka
mengakui bahwa dia tidak tahu tentang kasus yang dia tangani. Pertimbangan
Hakim Militer dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa atas kasus LGBT
(lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), berdasarkan ST Kasad Nomor
ST/2694/2019 tanggal 5 september 2019 tentang penekanan guna mencegah
pidana asusila (homoseksual, lesbian) terhadap KBT (Keluarga Besar Tentara).
Dalam ST Kasad tersebut terdakwa telah melanggar dan melakukan tindak pidana
asusila dan melibatkan beberapa anggota lainnya. Maka hakim berhak mengadili
terdakwa atas dasar ST Kasad tersebut. Adapun yang dilaksanakan Hakim Militer
dalam menjatuhkan putusan adalah menerima pelimpahan kasus terhadap penyidik
untuk mendapatkan kepastian hukum. Menindak tegas terdakwa yang melakukan
tindak pidana asusila (homoseksual). Dan menjatuhkan hukuman pidana tambahan

16
Rifki Yuditya Saputra. “Penerapan Pasal 281 KUHP Tentang Tindak Pidana Asusila Yang Dilakukan Oleh Militer. (Studi
Kasus Putusan Pengadilan Militer Nomor 127-K/PM II09/AD/VIII/2017)”. Dalam Jurnal Hukum Adigama Vol 2 No 20, halaman
39.
17
Halim Talli, Integritas dan Sikap Aktif-Argumentatif Hakim Dalam Pemeriksaan Perkara, vol. 3 No. 1 juni 2014, hal 1
kepada terdakwa yaitu dipecat dari dinas keprajuritan berdasarkan putusan
pengadilan yang berketentuan hukum, dan sesuai dengan aturan yang berlaku
dalam peradilan militer.

BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah nama untuk angkatan bersenjata


dari negara Indonesia yang terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan
Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara yang dipimpin oleh seorang
Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Kepala
Staf Angkatan. Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dikenal sebagai garda
terdepan dalam menjaga pertahanan dan pengamanan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dari segala jenis ancaman militer ataupun ancaman
lainya. Tidak jarang pula seseorang yang berprofesi sebagai TNI melakukan
kesalahan yang melanggar ketentuan baik yang bersifat privat maupun publik,
kesalahan yang merupakan pelanggaran atau kejahatan harus ditindaklanjuti sesuai
peraturan yang berlaku di lingkungan TNI. Dalam penegakan hukum pada tahap
aplikasi ada beberapa tahap yang harus dilalui, merupakan suatu rangkaian yang
meliputi tahap penyidikan, penuntutan, persidangan dan diakhiri tahap eksekusi.
Bagi anggota yang melanggar peraturan disiplin dapat dikenai sanksi hukuman
disiplin yang diatur sebagaimana dalam Undang-Undang Hukum Disiplin Militer
Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Hukum Disiplin Militer dan Sanksi pidana tambahan
pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan haknya untuk
memasuki Angkatan Bersenjata didalam KUHP tidak ada tetapi khusus dalam
KUHPM ada. Dalam pertimbangan Hakim Militer dalam menjatuhkan putusan
terhadap terdakwa atas kasus LGBT (lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender),
berdasarkan ST Kasad Nomor ST/2694/2019 tanggal 5 september 2019 tentang
penekanan guna mencegah pidana asusila (homoseksual, lesbian) terhadap KBT
(Keluarga Besar Tentara).
SARAN

1. Seharusnya Pemerintah dan badan militer harus mengawasi dengan ketat agar
para anggota militer tidak melanggar norma-norma hukum yang dapat merugikan
dirinya dan badan militer itu sendiri, serta menegakan aturanaturan atau peraturan-
peraturan yang sudah telah ditetapkan atau diterapkan oleh pemerintah di dalam
KUHPM dan KUHP.

2. Seharusnya pemermintah membuat aturan undang-undang homoseksual (LGBT)


secara khusus juga menambah aturan-aturan yang belum ada di dalam KUHPM
terkait dengan pelanggaran asusila.

DAFTAR PUSTAKA

Anisa Fauziah. “Perilaku lesbian gay biseksual dan transgender (LGBT) dalam
perspektif hak azasi manusia”. Jurnal Surya Kencana Satu Volume 11 Nomor 2
Oktober 2020.

Fatimah Asyari. “LGBT dan hukum positif Indonesia”. Jurnal LEGALITAS Volume 2
Nomor 2, Desember 2017.

Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H. “Buku ajar hukum pidana”. Penerbit Pustaka Pena
Press, 2016.

Inawati. “Perspektif hukum islam dan hukum positif terhadap penyelesaian perkara
lgbt di lingkungan peradilan militer iii-16 makassar”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum
Keluarga Islam.

S.R SIANTURI, S.H. “Hukum pidana militer di Indonesia”. Badan pemidanaan


hukum tentara nasional Indonesia, 2010.

Anda mungkin juga menyukai