FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA BANDUNG
2022
ABSTRAK
Di Indonesia sendiri LGBT merupakan hal yang tabu dan tergolong masih hal
yang belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat Indonesia. Undang-undang
Hukum Indonesia hanya menetapkan dua jenis kelamin: pria dan wanita. Hal ini
dapat diartikan dari ketatnya penyertaan laki-laki dan perempuan dalam Undang-
undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974) dan ketentuan serupa tentang isi warga
negara kartu yang diatur dalam UU Administrasi Kependudukan (UU No. 23/2006).
Di Indonesia hukum positif khususnya KUHP (KUHP) legalitas LGBT sendiri tidak
ada. Namun, dalam hal status homoseksual ada pengaturan di Indonesia, ada
aturan pidana yang berkaitan dengan hubungan sesama jenis yang terdapat dalam
Pasal 292 KUHP Kode. Jenis hukuman ini, dalam Pasal 292 KUHP dengan
ancaman: penjara 5 tahun penjara. Tidak ada aturan hukum dalam KUHP yang
mengatur LGBT secara lebih eksplisit. Perlunya perubahan menyeluruh terhadap
Pasal 292 KUHP dan penjelasan yang lebih jelas mengenai sanksi bagi
homoseksual dalam hukum pidana. Penegakan hukum aparat harus mengambil
tindakan nyata dalam menangani kasus homoseksual di masyarakat.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
proposal ini tepat pada waktu yang diberikan. Tugas proposal ini berisikan tentang:
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, ini dapat disebabkan
pada saat pengumpulan data yang kurang atau hal-hal lain. Untuk itu kami
mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini dapat
menjadi lebih sempurna. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
Daftar Isi………………………………………………………………………………….... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Proses penyelesaian dan penjatuhan pidana perkara tindak pidana LGBT yang
dilakukan oleh seorang anggota TNI ……………………………………………………..
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan ……………………………………………………………………………………
Saran …………………………………………………………………………………………..
i
BAB I
PENDAHULUAN
B. identifikasi masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini menunjang bagi perkembangan ilmu hukum di bidang hukum dan
HAM khususnya perilaku LGBT serta perlindungan hukumnya.
2. Manfaat Praktis
a. Pada umumnya bagi masyarakat dan khususnya bagi anggota TNI Penelitian ini
dapat membuat masyarakat maupun anggota TNI lebih memperoleh wawasan dan
pengetahuan.
E. Kerangka Penelitian
1.Keluarga
3. Biologis
Penelitian telah pun dibuat apakah itu terkait dengan genetika, ras, ataupun
hormon. Seorang homoseksual memiliki kecenderungan untuk melakukan
homoseksual karena mendapat dorongan dari dalam tubuh yang sifatnya
menurun/genetik. Penyimpangan faktor genetika dapat diterapi secara moral dan
secara religius. Bagi golongan transgender misalnya, karakter laki-laki dari segi
suara, fisik, gerak gerik dan kecenderungan terhadap wanita banyak dipengaruhi
oleh hormon testeron. Jika hormon testeron seseorang itu rendah, ia bias
mempengaruhi perilaku laki-laki tersebut mirip kepada perempuan. Di dalam medis,
pada dasarnya kromosom laki-laki normal adalah XY, sedangkan perempuan normal
pula adalah XX. Bagi beberapa orang laki-laki itu memiliki genetik XXY. Dalam
kondisi ini, laki-laki tersebut memiliki satu lagi kromosom X sebagai tambahan.
Justru, perilakunya agak mirip dengan seorang perempuan.
3
Ibid.
4. Moral dan Akhlak
F. Metode Penelitian
4
Ibid.
5
Ibid.
6
Jurnal Surya Kencana Satu Volume 11 Nomor 2 Oktober 2020. Perilaku lesbian gay biseksual dan transgender (lgbt) dalam
perspektif hak azasi manusia. Anisa Fauziah.
analisis kualitatif, menurut data sekunder yaitu teori, arti dan isi dari berbagai
literatur, peraturan perundangundangan. Sedangkan memperoleh data primer dari
hasil wawancara (interview) di lapangan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana
Ditinjau dari sudut justisiabel maka hukum pidana militer adalah bagian dari
hukum positif, yang berlaku bagi justisiabel peradilan militer, yang menentukan
dasar-dasar dan peraturan-peraturan tentang Tindakan-tindakan yang merupakan
larangan dan keharusan serta terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana, yang
menentukan dalam hal apa dan bilamana pelanggar dapat dipertanggungjawabkan
atas Tindakannya dan yang menentukan juga cara penuntutan, penjatuhan pidana
dan pelaksanaan pidana, demi tercapainya keadilan dan ketertiban hukum 8.
C. Pengadilan Militer
7
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/424c6f6b9a703073876706bc9793eeda.pdf
8
S.R. SIANTURI, S.H. Hukum pidana militer di Indonesia. Hal 18
Sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri, telah disadari perlunya
Peradilan Militer yang secara organisasi terpisah dari Peradilan Umum. Hal ini
ditegaskan dalam konsideran peraturan Peradilan Militer yang dikeluarkan pertama
kali di Republik Indonesia, yakni Peraturan Nomor 7 Tahun 1946 9. Peradilan militer
dalam sistem peradilan nasional mempunyai kedudukan yang kokoh didalam UUD
1945. Pengertian Peradilan Militer dalam bahasa Inggris dikenal dengan beberapa
istilah yang harus dibedakan satu dengan yang lain. Untuk pengertian yang hampir
sama dikenal dengan adanya istilah militery court, martial court atau lebih sering
disebut court martial, provost court, dan bahkan ada pula istilah military tribunal10.
Keberadaan Peradilan Militer didasarkan pada prinsip clear dan presentdangerous,
yaitu suatu prinsip yang menentukan pada pokoknya bahwa tindak pidana yang
dilakukan oleh anggota militer adalah suatu kondisi dan keadaan nyata yang
membahayakan keamanan negara.
Di dalam KUHP yang saat ini berlaku ditujukan untuk mengatur subyek
hukum warga negara sipil sehingga perlu dipertegas serta diperluas di dalam KUHP
bahwa unsur “barangsiapa” yang dimaksudkan disini termasuk juga prajurit TNI.
Selama ini, bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana (umum maupun militer)
merupakan yuridiksi peradilan militer sebagaimana diatur dalam Pasal 2 KUHPM 11.
Didalam hukum militer yang terutama diatur adalah soal penegakan disiplin militer
dan tertib internal diantara tentara sendiri.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
9
Dini Dewi Heniarti. 2017. Sistem Peradilan Militer Di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, halaman 1.
10
Ibid., halaman 48.
11
Ibid., halaman 11.
12
Ibid., halaman 42.
13
Ibid., halaman 43.
A. Proses penyelesaian dan penjatuhan pidana perkara tindak pidana LGBT
yang dilakukan oleh seorang anggota TNI
a. Tahap penyidikan
Salah satu proses terpenting dalam penyelesaian perkara pidana adalah proses
penyidikan. Karena pada proses penyidikan tindak penyidik ditekankan untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai suatu
tindak pidana (pasal 71 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997), sehingga dari
proses inilah seseorang dapat disangkakan sebagai pelaku sebuah tindak pidana
atau bukan. Sebuah Proses penyidikan suatu tindak pidana dapat berasal dari
berbagai sumber yaitu:
1) Penyelidikan
2) Pengaduan
3) Laporan,dan
4) Tertangkap tangan.
b. Tahap Penuntutan
Oditur setelah menerima hasil penyidikan dan penyidik segera mempelajari serta
meneliti apakah hasil penyelidikan sudah lengkap atau belum.
Tahap persidangan ditangani langsung oleh Hakim yang telah ditunjuk oleh Kepala
Pengadilan Militer (Ka Dilmil). Berdasarkan pasal 15 bahwa Dilmil dan Dilmilti
bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama
dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, 1 (satu)
orang Ormil/Ormilti, dan dibantu 1 (satu) orang Panitera. Pemeriksaan di Dilmil,
terdiri atas pemeriksaan dan pembuktian baik terdakwa maupun saksi, penuntutan
dan pembelaan, hingga ke pembacaan putusan. Setelah pemeriksaan selesai, maka
Hakim Ketua menyatakan pemeriksaan selanjutnya dilakukan secara tertutup,
dengan ketentuan dapat membukanya kembali. Dalam pemeriksaan tertutup ini
Hakim mengadakan musyawarah, dimulai dengan membahas surat dakwaan dan
segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang. Pada asasnya putusan
dalam musyawarah merupakan hasil pemufakatan bulat. Putusan Dilmil dapat
dijatuhkan setelah sidang dibuka kembali dan dinyatakan terbuka untuk umum, yang
sebelumnya harus diberitakan kepada Ormil, terdakwa atau penasihat Hukumnya.
Dalam memutus suatu perkara. Maka Dilmil dapat memutus perkara tersebut
dengan hadirnya terdakwa atau tidak, tergantung dari sifat perkara itu 15. Bagi
anggota yang melanggar peraturan disiplin dapat dikenai sanksi hukuman disiplin
yang diatur sebagaimana dalam Undang-Undang Hukum Disiplin Militer Nomor 25
Tahun 2014 Tentang Hukum Disiplin Militer. Dalam pelaksanaannya apabila ada
pelanggaran disiplin terhadap prajurit maka dijatuhi hukuman disiplin oleh atasan
langsung dari sipelanggar, dalam suatu sidang hakim disiplin, yang terdiri dari
komandan pasukan dan stafnya dan Sanksi pidana tambahan pemecatan dari dinas
14
Peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesia. Nomor 55 Tahun 2020.
15
Elmarianti Saalino, Hukum Militer Di Indonesia, (Jawa Timur; Uwais Inspirasi Indonesia, 2019), hal 19
militer dengan atau tanpa pencabutan haknya untuk memasuki Angkatan Bersenjata
didalam KUHP tidak ada tetapi khusus dalam KUHPM ada. Pemecatan dari dinas
militer atau tanpa haknya untuk memasuki angkatan bersenjata. Dalam hal ini
dimaksudkan dalam tanpa haknya untuk memasuki angkatan darat apabila tidak
dicabut maka setelah dipecat dari angkatan maka akan masuk ke angkatan lainnya.
Ukuran penjatuhan pidana pemecatan disamping pidana pokok ialah pandangan
hakim militer mengenai kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa/terpidana
berdasarkan mana nilai sebagai tidak layak lagi dipertahankan dalam kehidupan
masyarakat militer16.
16
Rifki Yuditya Saputra. “Penerapan Pasal 281 KUHP Tentang Tindak Pidana Asusila Yang Dilakukan Oleh Militer. (Studi
Kasus Putusan Pengadilan Militer Nomor 127-K/PM II09/AD/VIII/2017)”. Dalam Jurnal Hukum Adigama Vol 2 No 20, halaman
39.
17
Halim Talli, Integritas dan Sikap Aktif-Argumentatif Hakim Dalam Pemeriksaan Perkara, vol. 3 No. 1 juni 2014, hal 1
kepada terdakwa yaitu dipecat dari dinas keprajuritan berdasarkan putusan
pengadilan yang berketentuan hukum, dan sesuai dengan aturan yang berlaku
dalam peradilan militer.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Seharusnya Pemerintah dan badan militer harus mengawasi dengan ketat agar
para anggota militer tidak melanggar norma-norma hukum yang dapat merugikan
dirinya dan badan militer itu sendiri, serta menegakan aturanaturan atau peraturan-
peraturan yang sudah telah ditetapkan atau diterapkan oleh pemerintah di dalam
KUHPM dan KUHP.
DAFTAR PUSTAKA
Anisa Fauziah. “Perilaku lesbian gay biseksual dan transgender (LGBT) dalam
perspektif hak azasi manusia”. Jurnal Surya Kencana Satu Volume 11 Nomor 2
Oktober 2020.
Fatimah Asyari. “LGBT dan hukum positif Indonesia”. Jurnal LEGALITAS Volume 2
Nomor 2, Desember 2017.
Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H. “Buku ajar hukum pidana”. Penerbit Pustaka Pena
Press, 2016.
Inawati. “Perspektif hukum islam dan hukum positif terhadap penyelesaian perkara
lgbt di lingkungan peradilan militer iii-16 makassar”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum
Keluarga Islam.