Anda di halaman 1dari 23

EKSISTENSI PERLINDUNGAN KONSTITUSIONAL ATAS LEGALISASI

KEBEBASAN ORIENTASI SEKSUAL LGBT DALAM PERSPEKTIF


NEGARA HUKUM PANCASILA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Pengganti UAS Kapsel HAN Rombel International
Classroom

Disusun Oleh

Nama : Layla Putri Aulya


Nim : 8111420093

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS HUKUM

RANCANGAN SKRIPSI
Nama : Layla Putri Aulya
Nim : 8111420093
Fakultas : Hukum

A. JUDUL SKRIPSI
EKSISTENSI PERLINDUNGAN KONSTITUSIONAL ATAS LEGALISASI
KEBEBASAN ORIENTASI SEKSUAL LGBT DALAM PERSPEKTIF NEGARA
HUKUM PANCASILA
B. LATAR BELAKANG
Problematika pada kasus LGBT seakan tak ada habisnya di Indonesia, bahkan di dunia.
Pro dan Kontra selalu hadir di setiap isu yang mengangkat dan berkaitan dengan LGBT ini.
Sebagai negara yang menganut negara hukum, tentunya kita paham bahwa setiap manusia,
yaitu warga negara Indonesia yang hidup dan tinggal di Indonesia wajib untuk mematuhi
aturan hukum yang ada dan berlaku di Indonesia. Kemudian kita menjadi bertanya-tanya
mengenai bagaimanakah pandangan hukum dan hukum positif Indonesia itu sendiri
memandang eksistensi LGBT di Indonesia?. Adakah perlindungan konstitusional atas
legalisasi kebebasan orientasi seksual mereka?.
Kita seakan-akan selalu kesulitan menafsirkan pandangan hukum saat ini atas kebebasan
orientasi kaum LGBT di Indonesia, terkadang kita menafsirkan bahwa hubungan yang
dilakukan oleh LGBT adalah tindakan Ilegal, tetapi terkadang pula kita tidak mampu
menyatakan hal tersebut ilegal karena faktanya tidak ada peraturan yang secara jelas dan
tegas mengatakan tindakan mereka ilegal. Akibatnya keberadaan mereka sering dilecehkan
dan diskriminasi dari masyarakat, dan saat ini terjadi maka kaum LGBT akan berteriak
dengan lantang mengenai HAM.
Ada apa dengan HAM? Mengapa selalu saja kaum LGBT mengkaitkan eksistensi dan
orientasi seksual mereka dengan Hak Asasi Manusia? Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945, pada pasal 28 bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan kehidupannya. Kemudian
hal ini juga didiukung papda pasal 28 E ayat 3 bahwa setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Bagi kaum LGBT menjalin hubungan
sesama jenis bukanlah sebuah tindakan yang melawan norma, justru ketika tindakan mereka
dilarang maka mereka berasumsi bahwa ini adalah sebuah pelanggara Hak Asasi Manusia.
Menurut Institute For Criminal Justice atau disingkat ICJR mengkritisi kebijakan atas isu
yang menyatakan bahwa Komnas HAM ini melanggar perilaku LGBT. Menurutnya telah
diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan juga ICCPR atau yang
lebih dikenal sebagai Konvenan Hak Sipil dan Politik yang mengatakan bahwa orientasi
seksual, identitas gender atau mengekspresikan orientasi seksual tidak dapat dilarang.
Bahkan ketika kaum LGBT ini didiskriminasi di lingkungan masyarakat. Pelarangan ini
menurut ICJR merupakan tindakan melanggar Hak Asasi Manusia.
Kemudiam dalam pasal 1 DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) telah
menyatakan bahwa seluruh manusia di muka bumi ini bebas dan memiliki persamaan untuk
martabat dan hak. Dalam pasal 2 ayat (1) ICCPR menyatakan juga negara yang saat itu
bergabung harus berjanji agar menghormati dan menjamin hak-hak sipil dan politik, tanpa
melakukan pembedaan atau diskriminasi seperti ras, warna kulit, agama, bahasa, jenis
kelamin, politik ,agama, dan pendapat lain. Secara garis besar kaum LGBT menafsirkan
bahwa tindakan LGBT ini tidak boleh dilarang dan Indonesia seharusnya secepat mungkin
melakukan legalisasi . Padahal tidak ada pun satu aturan di atas yang secara jelas
mengatakan bahwa tindakan dan orientasi seksual LGBT tidak boleh dilarang1.
Seringkali kita menjumpai fenomena perkawinan sejenis yang dilakukan kaum LGBT di
negara lain, setidaknya ada 31 negara di dunia yang telah melegalkan pernikahan sesama
jenia menurut Pew Research center. Perkawinan sesama jenis merupakan perbuatan yang
sangat tidak biasa di Indonesia, namun faktanya saat ini para aktivis HAM dan LGBT
tengah lantang menyuarakan legalisasi perkawinan sesama jenis. Secara norma agama
tentunya hal ini sangat bertentangan. Kemudian bagaimanakah menurut pandangan hukum
positif Indonesia?. Dalam pasal 1 UU No.1 tahun 1974 telah diatur dan dikatakan bahwa
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

1
“ICJR Kritik Pernyataan Komnas HAM Tentang Pelarangan LGBT Tidak Melanggar HAM,” Icjr.or.Id, n.d.
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa”. Secara jelas telah dikatakan bahwa perkawinan
yang sah menurut UU dan hukum positif di Indonesia adalah perkawinan yang dilakukan
oleh seorang pria dan wanita yang akan menajdi suami dan istri. Kemudian dalam pasal 3
ayat (1) UU No.1 tahun 1974 dikatakan bahwa berdasarkan azas dalam suatu perkawinan
seorang pria hanya dapat mempunyai seorang isteri (wanita), seorang wanita hanya boleh
memiliki seorang suami (pria). Tidak ada penjelasan lebih lanjut adakah toleransi bagi
perkawinan sejenis. Tentunya kita juga mengetahui bahwa hukum positif di Indonesia
bersifat pasti dan mengatur, sebagai warga negara yang baik tentunya kita harus mematuhi.
Permasalahan yang terjadi di Indonesia mengenai isu LGBT bukan lagi hal biasa. Diakui
bahwa pada awalnya kaum LGBT tidak memiliki keberanian untuk mengakui jati dirinya,
namun saat ini rasanya mereka sudah mulai terbuka bahkan menunjukkan dengan jelas jati
diri mereka dan tentunya terus memperjuangkan orientasi seksual mereka. Pro dan kontra
terus saja berdatangan pada salah satu kasus, yaitu adanya pemecatan 15 anggota TNI.
Mereka menganggap bahwa pemecatan mereka ini tidak cukup didasari oleh dasar hukum
atau peraturan yang jelas, dan tentunya tindakan ini merupakan pelanggaran HAM. Kasus
ini terjadi dimana terdapat 15 anggota TNI yang diberhentikan karena melakukan tindakan
LGBT. Hal ini tentunya menjadi pro kontra di masyarakat, menurut Direktur Eksekutif
Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, pemberhetina TNI ini sangat tidak adil dan
tidak berdasar. Menurutnya tidak disebutkan dalam peraturan manpun tentang pelarangan
LGBT, kemudian orientasi seksual seseorang tidak mempengaruhi kondisi fisik dan
kemampuannya dalam berprofesi sebagai TNI. Hal yang dilakukan Mabes TNI ini
merupakan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia dan diskriminatif.
Berbeda dengan apa yang disampaikan Amnesty, kolonel Sus Aidil selaku Kepala Bidang
Penerangan Umum Puspen TNI mengatakan bahwa pemecatan dan pemberhentian
dilakukan dengan dasar yang jelas. Telah diatur dalam pasal 62 UU TNI yang mengatakan “
Para prajurit diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas keprajuritan karena mempunyai
tabiat dan atau perbuatan yang nyata-nyata dapat merugikan disiplin keprajuritan TNI”.
Menurutnya seseorang yang menjadi bagian dari LGBT ini memiliki penyakit secara
psiologi, yang tentunya akan mengganggu konsentrasi dan fokus. Karena menurutnya
mereka (LGBT) tidak bisa mengendalikan dirinya, jadi mereka tidak cukup layak 2. Hal ini
2
“Setidaknya 15 Anggota TNI Dan Polri Dipecat ‘Karena Homoseksual’, Organisasi HAM: ‘Pemecatan Itu Tidak Adil
Dan Harus Dibatalkan,’” BBC News Indonesia, n.d.
kian membingungkan karena kedua belah pihak tidak memiliki dasar hukum yang jelas
untuk membela argumen mereka. Tentunya tindakan diskriminatif akan terus terjadi apabila
eksistensi LGBT ini tidak segera ditetapkan secara hukum. Indonesia mengalami
kekosongan hukum atas isu LGBT ini yang membuat seluruh pihak hanya mampu
melakukan debat kusir.
Ketua Fraksi PKS juga mendesak agar adanya pengesahan RKUHP yang dapat
memidanakan para pelaku LGBT di Indonesia3. Selain itu juga Wakil Ketua MPR Hidayat
Nur Wahid mendorong Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar segara
mengesahkan RKUHP demin penegakan hukum atas penyimpangan yang terjadi di tengah
kondisi kekosongan hukum yang hadir di kasus LGBT Indonesia4.
Indonesia adalah negara yang sangat menjunjung budaya dan nilai-nilai agama di
dalamnya. Memang benar bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang membebaskan
rakyatnya mengekspresikan diri dan aspirasi dengan bebas, namun ada beberapa nilai-nilai
yang tidak bisa dengan begitu mudah masuk ke Indonesia. Salah satunya adalah Legalisasi
LGBT di Indonesia yang terus menjadi topik hangat untuk diperbincangkan. Jika kita
melihat negara lain yang menganut demokratis, maka mereka telah melegalkan kehadiran
LGBT di tengah-tengah masyarakat5. Sebagai negara dengan penuh budaya, LGBT ini
dianggap tidak dapat melewati filter yang ada di Indonesia berupa norma kesusilaan dan
norma agama. Atas fakta-fakta ini pun Indonesia dilanda dilema untuk melegalisasi LGBT
atau tidak, sehingga kekosongan hukum pun terud hadir dan belum bisa tergantikan dengan
kepastian hukum.
C. IDENTIFIKASI MASALAH
Berbagai persoalan kemudian memperkuat perlunya penelitian ini, antara lain:
1. Dilema yang melanda Indonesia sebagai negara hukum Pancasila dimana tidak
adanya perlindungan secara konstitusional terhadap eksistensi kebebasan orientasi
seksual LGBT

3
Joko Sadewo, “Kekosongan Hukum LGBT Jangan Jadi Alasan Negara Lepas Tanggung Jawab,” Replubica.Co.Id,
n.d., https://www.republika.co.id/berita/rbt08t318/kekosongan-hukum-lgbt-jangan-jadi-alasan-negara-lepas-
tanggung-jawab.
4
Carlos Roy Fajarta, “Isi Kekosongan Hukum Soal LGBT, HNW Dorong Pengesahan RUU KUHP,” sindonews.com,
n.d., https://nasional.sindonews.com/read/773887/13/isi-kekosongan-hukum-soal-lgbt-hnw-dorong-pengesahan-
ruu-kuhp-1652954731.
5
S.IP Fakhri Falahudin Ahmad, LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL DAN TRANSGENDER) DI PERSIMPANGAN
DEMOKRASI: DILEMA LEGALISASI LGBT DI INDONESIA, n.d.
2. Banyaknya pro dan kontra yang menolak kebebasan orientasi seksual lgbt yang
dikaitkan dengan pelanggaran HAM
3. Sebagai negara yang memiliki image sebagai negara yang cukup religius, dengan
mayoritas masyarakat yang memeluk agama Islam. Tentunya legalisasi atas
kebebasan orientasi seksual lgbt yang mana sebuah tindakan yang dianggap
penyimpangan pada dasarnya telah menyalahi kodrat dan Fitrah Manusia.
4. Sebagai negara menganut hukum dan berlandaskan Pancasila, tentunya orientasi
seksual lgbt ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Dan menyalahi
agama, norma kesusilaan, dan ketertiban umum

D. PEMBATASAN MASALAH
Agar masalah yang akan penulis bahas tidak meluas sehingga dapat mengakibatkan ketidak
jelasan pembahasan masalah maka penulis akan membatasi masalah yang akan dikaji, antara
lain:
1. Fokus penelitian saat ini adalah bagaimana perlindungan konstitusional atas kebebasan
orientasi seksual lgbt dan Bagaimana pandangan Indonesia sebagai negara hukum
Pancasila atas penuntutan legalisasi kebebasan orientasi seksual lgbt.
2. Lokus atau setting sosial penelitian ini adalah seluruh lapisan masyarakat di indonesia
3. Tempus atau waktu penelitian ini adalah Tahun 2022 dengan beberapa bantuan dari
penelitian terdahulu pada tahun sebelumnya.
E. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk perlindungan terhadap kebebasan orientasi seksual LGBT?
2. Bagaimanakah eksistensi perlindungan konstitusional atas legalisasi kebebasan
orientasi seksual LGBT dalam perspektif negara hukum pancasila?
F. TUJUANPENELITIAN
Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mengidentifikasi pandangan hukum berkaitan dengan perlindungan kebebasan
orientasi seksual LGBT di Indonesia saat ini
b. Untuk mengdentifikasi legalisasi eksistensi perlindungan LGBT atas orientasi seksual
sesuai dengan perspektif kaidah negara hukum pancasila
G. MANFAAT PENULISAN
1. Manfaat Teoritis
Besar harapan penelitian ini nantinya secara teoritis dapat memberikan kontribusi ilmiah
sebagai pertimbangan bagi pemerintah dan juga terkhusus bagi aparat penegak hukum
sebagai acuan dan motivasi untuk segera menyusun undang-undang atau peraturan
lainnya, serta sebagai salah satu urgensi atas eksistensi lgbt di Indonesia yang semakin
marak. Diharapkan UU atau peraturan tersebut dapat mengakhiri Pro dan Kontra atau
debat kusir antara kedua belah pihak yang sulit berakhir. Dan tentunya penelitian ini
memberikan deskripsi fenomenologis yang terjadi di masyarakat dari segala lapisan di
Indonesia.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga secara praktis dapat dijadikan sebagai salah satu landasan kolektif bagi
masyarakat untuk melihat bagaimana eksistensi dari salah satu kaum minoritas dan
tentunya untuk mengakhiri budaya diskriminatif dan bully atau cyberbully kepada salah
satu kaum minoritas di Indonesia. Dapat menjadi acuan bagi kita sebagai masyarakat
untuk melihat bahaya dari tindakan diskriminatif dan tidak saling menghargai walaupun
terdapat perbedaan. Bagi Komnas HAM dan institusi yang bergerak di bidang agama,
penelitian ini mungkin dapat menjadi acuan untuk membuat satu upaya berupa
rehabilitasi yang berbasis agama untuk meminimalisir LGBT di Indonesia.
H. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Metode Kualitatif empiris berusaha menafsirkan makan dalam suatu permasalahan antara
interaksi tingkah laku manusia. Penelian kualitatif ini dapat membuat objek yang diteliti
dapat diperdalam, kemudian penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan satu konsep
yang cukup memiliki sensitivitas di masyarakat6. Menurut David Williams, pengumpulan
data menggunakan metode kualitatif adalah sebuah cara yang dilakukan oleh seorang

6
Imam Gunawan, METODE PENELITIAN KUALITATIF, n.d.,
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/62137147/3_Metpen-Kualitatif20200218-117182-1a60wxc-with-cover-
page-v2.pdf?
Expires=1654233837&Signature=OYkWk4H7BZQp1uXLhoNNfUg3FX36tfhAngIh4sZAoMyuWoD3Bw5UvmOmFWt8
DRKG7Y4q9H3gHDpuyFZlX34yzPuUsv5EMhptouAAFM5s88G8d4Tz0.
peneliti untuk mengumulkan data pada suatu latar alamiah yang tertarik secara alamiah
juga7.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan socio-legal, yaitu dengan melakukan studi
tekstual pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang hampir
berkaitan, yang dianalisis secara kritikal dan dijelaskan makna maupun implikasinya
terhadap subyek hukum. Metode pendekatan sosio-legal dalam penelitian ini
dipergunakan untuk menganalisis eksitensi LGBT dan fenomena kekosongan hukum.
3. Sumber Data & Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian kali ini data akan kemudian dianalisa data primer pada penelitian ini
menggunakan Artikel, interviewm yang memiliki relevansi tinggi dngan penelitian ini.
Untuk data sekunder, penelitian ini menggunakan beberapa peraturan, seperti UU HAM
No.39 tahun 1999, DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia), UU No.1 tahun
1974 tentang Perkawinan, dan peraturan lainnya.
4. Validitas Data
Pada penelitian ini data yang telah terkumpul akan diuji dengan metode cross check
triangulasi. Metode ini akan digunakan saat pengumpulan data hingga ke tahap analisis
data8.
5. Analisis Data
Dalam penelitian ini data akan dianalisis menggunakan metode analisis data induktif.
Metode ini memandang data adalah segalanya, data akan dijadikan sebagai pijakan awal
untuk melakukan penelitian. Tidak ada pengkontruksian teori sejak awal, data menjadi
bagian atau aktor utama dalam penelitian ini9.
I. TINJAUAN PUSTAKA
1. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, telah ada berragam
penelitian yang dilakukan oleh para ahli, baik dalam perspektif hukum, politik, psikologi,

7
M.A. Prof. DR. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi revi. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2018).
8
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif : Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer,
ed. Burhan Bungin, cetakan ke. (Depok: Rajawali Pers, 2017).
9
Ibid.
tafsir, pendidikan, dan tinjauan lainnya. Beberapa hasil penelitian merupakan dari
penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa penelitian terdahulu, yaitu:
a. Penelitian ini dilakukan oleh Dr. Dra. Rita Damayanti, MSPH (ketua) dan Pusat
Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia yang dilakukan pada tanggal 14 Desember
2015
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetaui bagaimana pandangan dari
para informan yang terlibat terhadap keberadaan LGBT, dimulai dari
menggambarkan perilaku, tanda atau ciri, dan penyebab. Kemudian juga
bertujuan untuk mengetahyi bagaimana respon dari masyarakat atas keberadaan
LGBT di tengah-tengah masyarakat, dan tentunya mencari pengalaman dari
masyarakat terkait permasalahan yang berkaitan dengan LGBT. Teknik yang
digunakan pada penelitian kali ini adalah pendekatan kualitatif dengan
mewawancarai infroman yang merupakan masyarakat di kota
Jakarta,Bogor,Depok, dan Tangerang dengan tujuan menggali perspektif
masyarakat terkait LGBT. Pada penelitian ini dilakukan metode interview
terhadap 9 informan yang memiliki usia 22-58 tahun dengan profesi yang
beragam, jenis kelamin wanita dan pria, dan agama mayoritas islam kecuali satu
orang memeluk agama Hindu.
 Pada penelitian terkait dengan kesan awal, rata-rata mereka mengatakan
bahwa LGBT adalah sesuatu yang sangat berbeda dan asing, tidak hanya itu
sebagian dari mereka beranggapan bahwa LGBT ini menular.
 Dari segi perilaku Transgender paling mudah dilihat, biseksual adalah yang
paling sulit diidentifikasi melalu perilaku. Sedangkan, gay dan lesbi ini
hampir sama tetapi lesbi lebih sulit diidentifikasi. Tetapi pada lesbi dan Gay
terdapat feminim dan macho pula
b. Penelitian ini dilakukan oleh Anisa Fauziah, Sugeng Samiyono, Fithry Khairiyati
dengan judul : PERILAKU LESBIAN GAY BISEKSUAL DAN TRANSGENDER
( LGBT ) DALAM PERSPEKTIF HAK AZASI MANUSIA
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan dan tentunya
menjawab bagaimanakah dan pola perilaku kaum LGBT yang saat ini meresahkan
masyarakat Indonesia dan dunia. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk
meninjau HAM di Indonesia maupun HAM secara internasional terhadap perlaku
ini. Dalam penelitian ini pun metode yang akan digunakan adalah menggunakan
pendekatan socio legal research atau lebih dikenal sebagai penelitian hukum
sosiologis yang memandang hukum sebagai gejala sosial empiris. Kemudian
penelitian ini menggunakan data primer dari interview atau wawancara yang
dilakukan dengan informan dari MUI, ICMI, dan Komnas HAM. Untuk data
sekunder sendiri, penelitian ini menggunakan UU HAM No.39 tahun 1999,
handbook Komnas HAM, Deklrasi HAM dan Handbook UNDP. Data akan
dianalisi secara kualitatif empiris, dengan menafsirkan sesuatu untuk menjawab
pertanyaan atau masalah penelitian. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan
berupa fakta bahwa HAM Nasional, hukum positif, bahkan HAM internasional
tidak secara jelas mendukung gerakan LGBT ini, atau hanya sekedar melegalkan.
Dapat ditemukan dalam UU RI 1945 dan UU No.39 tahun 1999 tentang HAM
yang mengatakan bahwa HAM pada diri seseorang tidak boleh melampaui batas
yang artinya mempunyai batas-batasan yang tidak melangggar norma agama,
kesusilaan, dan ketertiban nasional. Saat ini pengakuan eksistensi LGBT hanya
dilakukan oleh UNDP yang dasarnya merupakan organisasi politik yang berada di
bawah PBB. Dalam DUHAM pun hanya disebutkan pengakuan tentang HAM ini
berlaku bagi hubungan antara pria dan wanita, bukan sesama jenis .
c. Penelitian ini dilakukan oleh Erick Stevan Manik, Ani Purwanti, Dyah Wijaningsih dari
Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro dengan
judul: PENGATURAN LGBT (LESBIAN GAY BISEXUAL DAN TRANSGENDER)
DALAM PERSPEKTIF PANCASILA DI INDONESIA.
Penelitian ini bertujuan untuk membahas sebuah fenomena LGBT yang saat ini
terjadi dari perspektif pancasila dengan pengaturannya, di dalamnya hadir sebuah
perasaan dilema atas satu sisi yang merupakan bagian dari HAM yang dilindungi
negara melalui UU, dan satu sisi lain merupakan aspek HAM yang dilindungi
negara namun pengaturan dan pengakuan eksistensi LGBTnya sering mendapat
tentangan secara norma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan
Peraturan perundang-undangan terhadap eksistensi kaum LGBT di Indonesia.
Metode pendekatan yang digunakan pada penelitian kali ini adalah metode sosio
legal. Gimana metode sosiologi legal ini adalah studi ilmu hukum yang
meminjam metode dari ilmu lain yang kemudian berdasarkan dari sudut tersebut
akan diolah menjadi Sisi prescriptive.Metode ini akan membantu penelitian
hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum secara
normatif in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum non doktrinal yang
bertujuan untuk menemukan jawaban yang paling benar atas dasar pembuktian
dari kebenaran yang kelak akan dicari atau berdasarkan fakta-fakta sosial yang
memang bermaknakan hukum sebagaimana dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian ini menggunakan metode observasi tak terstruktur, di mana proses
observasi yang dilakukan akan dilakukan secara spontan terhadap suatu gejala
tanpa mempergunakan alat-alat yang peka atau pengontrolan kembali atas
ketajaman hasil observasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
triangulasi data. Emulasi data ini nantinya akan merujuk pada penggabungan
berbagai metode dalam sebuah kajian tentang satu gejala tertentu keandalan atau
reabilitas dan kesahihan atau validitas data dijamin dengan membandingkan data
yang diperoleh dari suatu sumber atau metode tertentu, data yang didapat dari
sumber atau metode lain10.
2. Landasan Teori
a. Teori Negara Hukum Pancasila
Indonesia adalah negara yang menganut Pancasila sebagi bagian dari pengaturan
hukum negara, yaitu negara hukum pancasila. Visi dari negara hukum pancasila
menganut nilai-nilai pancasila, seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan nilai keadilan di dalamnya. Salah satu hal yang menonjol dari
karakteristik konsep negara hukum ini ada pada nilai Pancasila, seperti supremasi
hukum yang dilandaskan pada sila-sila Pancasila11.
Sebagai negara hukum pancasila, hasil dari permusyawarahan dalam
pembentukan hukum dan penerapan, serta pelaksanaannya sangat diperhitungkan dan
10
Erick Stevan Manik, Ani Purwanti, and Dyah Wijaningsih, “Pengaturan Lgbt (Lesbian Gay Bisexual Dan
Transgender) Dalam Perspektif Pancasila Di Indonesia,” Law and Justice 5, no. 2 (2016): 1–13.
11
Sarip Arip Arip, “KEMAJEMUKAN VISI NEGARA HUKUM PANCASILA DALAM MISI HUKUM NEGARA INDONESIA,”
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum 2, no. 2 (September 14, 2018): 109–124,
http://ejournal.uksw.edu/refleksihukum/article/view/1609.
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
sila dalam pancasila. Negara Hukum Pancasila adalah salah satu negara hukum yang
cukup unik dengan berasaskan pancasila. Masyarakat pada negara hukum pancasila
mengutamakan kehidupan yang tertib dan harmonis berdasarkan asas kekeluargaan12.
Jika kita melihat secara garis besar, maka dapat dilihat bahwa peraturan dan
Undang-undang yang berlaku di Indonesia berkiblat pada pancasila. Kemudian
apakah legalisasi atas kebebasan orientasi seksual LGBT berhak diperjuangkan?
Apakah isu ini sesuai dengan pancasila?. Pancasila selalu menganut dan menjunjung
norma agama sebagaimana yang diatur dalam sila pertama “Ketuhanan Yang Maha
Esa”, norma kesusilaan sebagaimana yang diatur dalam sila kedua “kemanusiaan
yang adil dan beradab”, dan ketertiban umum.
Menurut M. Tahir Azhary walauapun di dalam penjelasan UUD 1945 telah
dikatakan istilah rechstaat yang dianut oleh negara Indonesia, bukanlah konsep
rechstaat ataupun rule of law. Menurutnya negara hukum Pancasila memiliki
beberapa karakteristik, yaitu adanya hubungan yang erat antara agama dan negara,
berkiblat pada Ketuhan Yang Maha Esa, adanya kerukanan, dan menganut unsur-
unsur pancasila13.
Selaras dengan pendapat M.Tahir Azhary dalam perspektif norma agama dan sila
pertama pancasila ini, perilaku LGBT sangat bertentangan dengan ketentuan agama.
Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama “Islam”.
Berdasarkan pandangan agama islam, maka LGBT adalah sebuah penyimpangan
dimana manusia melakukan sesuatu yang dilaknat oleh Allah SWT. Perilaku LGBT
ini juga menyalahi kodrat dan fitrah manusia yang seharusnya menyukai dan menjalni
hubungan dengan lawan jenis, serta berpenampilan selayaknya jenis kelaminnya.
Dalam sila kedua Pancasila terdapat kata “beradab”, tindakan kaum LGBT sering
dikatakan kurang beradab karena bertentangan dengan norma-norma yang hidup di
masyarakat. Selain itu, dari segi ketertiban dan kerukunan eksistensi LGBT ini
menimbulkan pro dan kontra yang berujung keributan dan perdebatan yang
menghancurkan kerukunan dan ketertiban umum yang merupakan bagian dari
pancasila.
12
Made Wijaya, “Karakteristik Konsep Negara Hukum Pancasila,” Jurnal Advokasi 5, no. 2 (2015): 25.
13
Ibid.
b. Teori Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia selalu beriringan dengan kewajiban, dimana kewajiban adalah
bagian dari keharusan peranan terhadap suatu hal tertentu yang disyaratkan hukum
atau Undang-undang. Untuk melindungi Hak Asasi Manusia, sebuah negara harus
beridiri dengan dibangun atas dasar prinsip negara hukum. Tujuannya adalah agar ada
sebuah instrumen yang dapat menjadi alat pengawasan dan mengadili apabila terjadi
sebuah pelanggaran Hak Asasi Manusia. Pelanggaran HAM adalah sebuah tindakan
pelanggaran atas kemanusiaan yang dilakukan oleh individu atau institusi negara
tanpa adanya dasar atau alasan yuridis yang jelas dan rasional sebagai dasarnya 14.
Meninjau penolakan kebebasan orientasi seksual LGBT di Indonesia, maka
penolakan ini agaknya berdasar pada sebuah norma yang jelas. Walaupun belum ada
hukum pasti yang mengatur dengan jelas tentang LGBT.
Kaum LGBT dan aktivis HAM yang pro akan LGBT selalu mengatakan bahwa
pelanggaran terhadap orientasi seksual LGBT adalah sebuah pelanggaran HAM.
Tidak ada satu pun pemerintahan atau pun negara yang boleh melanggar tindakan
LGBT, karena orientasi seksual adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang bersifat
melekat pada setiap diri manusia. Tetapi pada faktanya adalah pernyataan dari kaum
LGBT ini tidak sepemuhnya benar. Karena pengaturan tentang HAM dalam pasal 28
J ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati HAM orang lain dalam
tertib bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kemudian pada ayat (2) dikatakan
bahwa setiap orang haru patuh pada pembatasan yang ditetapkan UU15.
Legalisasi kebebasan orientasi seksual LGBT nampaknya sebuah hal yang sulit
diwujudkan. Penolakan atas tindakan LGBT ini akan sulit dihilangkan, walaupun ada
beberapa pihak yang menyatakan penolakan ini ditafsirkan sebagai pelanggaran
HAM. Hal ini dikarenakan penerapan HAM di setiap negara akan selalu berbeda-
beda, bisa jadi penolakan LGBT di Indonesia bukan merupakan bagian dari
pelanggaran HAM, tetapi di negara lain penolakan LGBT adalah pelanggaran HAM.
Perbedaan perspektif ini akibat adanya perbedaan sejarah, ekonomi, keadaan sosial,
14
Yumna Sabila, Kamaruzaman Bustamam, and Badri Badri, “LANDASAN TEORI HAK ASASI MANUSIA DAN
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA,” Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata
Sosial 3, no. 2 (December 26, 2019): 205, https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/Justisia/article/view/5929.
15
Manik, Purwanti, and Wijaningsih, “Pengaturan Lgbt (Lesbian Gay Bisexual Dan Transgender) Dalam Perspektif
Pancasila Di Indonesia.”
dan budaya negara tersebut. Negara Indonesia adalah negara yang memiliki budaya
yang erat dengan agama, sehingga HAM dianggap sebagai tindakan yang
menyimpang16.
c. Teori Legalitas
Jika membahas legalitas maka akan kita temuai sebuah makna legalitas pada satu
asas dalam Hukum Pidana, yaitu asas legalitas. Tujuan dari legalitas ini sendiri adalah
untuk melindungi warga negara saat terjadinya perilaku yang sewenang-wenang17.
Secara garis besar, legalitas adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan sebagai status dari
tindakan kita. Sebagai negara hukum , tentunyta setiap tindakan yang dilakukan
selalu merujuk pada norma dan peraturan perundang-undangan, legalitas ini adalah
sebuah label dan status yang menyatakan bahwa sebuah tindakan tersebut tidak
melanggar hukum. Sebagai negara hukum pula, tidak ada satu pun tindakan yang
dapat dihukum manakala perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
Menurut Tahmindjis kebebasan orientasi seksual dan mencintai individu lain
adalah hak mendasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Melegalisasikan
hubungan percintaan mereka dalam lembaga sosoal tanpa memandang jenis kelamin,
suku, ras,dan agama adalah sebuah hak dasar. Legalisasi atas kebebasan orientasi
seksual LGBT harus segera dicegah karena tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan
budayanya. Bahkan isu ini mendapat respon dari menteri pertahanan, yaitu
Ryamizard Ryacudu yang mengatakan vahwa perilaku menyimpang LGBT perlu
adanya pertahanan propaganda perubahan pola pikir18.
d. Teori Perlindungan konstitusional
Masukan atas beberapa gagasan konstitusional yang diajukan ke ranah MK
(Mahkamah Konstitusi) adalah bagian dari upaya untuk perlindungan hak-hak setiap
warga negara Indonesia. Dalam sejarah dapat dilihat bagaimana relevansi antara hak
asasi manusia dengan konstitusi. Perlindungan hak asasi manusia dalam hak
16
Ibid.
17
Danel Aditia Situngkir SH.,MH, “ASAS LEGALITAS DALAM HUKUM PIDANA NASIONAL DAN HUKUM PIDANA
INTERNASIONAL,” Soumatera Law Review 1, no. 1 (May 8, 2018): 22,
http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/soumlaw/article/view/3398.
18
Hartanto Wijoyo, “Hegemoni Dalam Emansipatory: Studi Kasus Advokasi Legalisasi LGBT Di Indonesia,”
Indonesian Perspective 1, no. 2 (December 8, 2016): 123–139,
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ip/article/view/14287.
konstitusi biasanya adalah perkembangan atau pembatasan dalam peraturan.menurit
Hans Kelsen pelaksanaan konstitusional atas legislasi dan legalisasi hanya dapat
dilakukan apabila badan legistlatif diberikan tugas untuk menguji, apakah produk
hukum atau gagasan tersebut layak atau tidak19. Hal ini juga berkaitan dengan
pangajuan perlindungan konstitusi kebebasan orientasi seksual lgbt yang diajukan
aktivis pro LGBT agar segera adanya legalisasi. Karena saat ini tidak ada konstitusi
yang mengatur LGBT, dengan kata lain isu LGBT sedang mengalami kekosongan
hukum.
Menurut Kaelan dalam suatu praktek ketatanegaraan RI konstitusi memiliki
makna yang sama dengan UUD 1945. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa
konstitusi RI serikat bagi UUD 194520. Perlindungan hak konstitusional atas
eksistensi kebebasan orientasi LGBT adalah hal yang diperjuangkan oleh aktivis pro
LGBT. Isu perlindungan konsititusional ini adalah hal yang mejadi perdebatan.
Menurut dosen Fakultas Psikologi dan pendidikan Universitas Al Azhar Indonesia,
yaitu Aliah B. Purwakania menyatakan sanksi hukum bagi para pelaku LGBT adalah
sebuah upaya perlindungan konstitusional bagi masyarakat. Menurutnya Allah yang
akan menjadi saksi PERSISTRI yang menjelaskan dalam ilmu psikologi, pemberian
hukuman merupakan upaya untuk mendukung upaya preventif. Apabila adanya
pemberian hukuman secara teoritis yang jelas dapat menurunkan perilaku dan
pendidikan itu akan lebih kuat. Kemudian, pemberian hukuman yang jelas akan
memberikan potensi meminimalisir masyarakat untuk melakukan kriminalisasi yang
tidak berdasar. Hal ini disampaikan beliau sidang uji materiil UU No.1 tahun 1946
tentang peraturan hukum pidana atau KUHP yang digelar pada hari kamis21.’
Atas desakan yang diajukan agar adanya konstitusi terhadap eksistensi kebebasan
orientasi seksual LGBT. Maka MA (Mahkamah Agung) di Indonesia akan meninjau
lebih lanjut lagi dan saat ini sedang dalam proses pertimbangan untuk satu kasus
peninjauan yang telah diajukan oleh sekelompok akademisi yang konservatif.

19
Achmad Edi Subiyanto, “Perlindungan Hak Konstitusional Melalui Pengaduan Konstitusional,” Jurnal Konstitusi 8,
no. 5 (2011): 708–731.
20
M.Hum Dra. Dina dwi kurniarina, Diktat Pancasila (Yogyakarta, n.d.).
21
Lulu Anjarsari, “Ahli: Sanksi Bagi Pelaku LGBT Bentuk Perlindungan,” Mkri.Id, https://www.mkri.id/index.php?
page=web.Berita&id=13550&menu=2.
Tuntutannya adalah agara LGBT segera diputuskan sebagai bagian dari pelanggaran
hukum, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara22.
3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual diperlukan untuk mendefinisikan istilah-istilah yang muncul selama
penelitian, yaitu antara lain:
a. LGBT, merupakan singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender yang
memiliki pengertian sebuah kelompok yang memiliki prientasi seksual yang berbeda
dengan heteroseksual
 Lesbian, adalah sebuah istilah yang disematkan untuk perempuan yang
memfokuskan orientasi seksualnya kepada sesama jenis (wanita). Selain itu,
lesbi dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mencintai atau memiliki
rangsangan seksual terhadap sesama jenis23.
 Gay, adalah sebuah istilah yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada
sesama jenis (pria) yang mencintai pria, baik secara fisik, emosional, seksual,
atau secara spiritual. Istilah ini jug digunakan untuk menunjukkan pada
komunitas yang berkembang diantara orang-orang yang memiliki orientasi
seksual yang sejenis.
 Biseksual, adalah sebuah istilah yang disematkan kepada seseorang yang
memiliki orientasi seks yang memiliki ciri-ciri ketertarika estetis, cinta
romantik dan hasrat seksual kepada pria dan wanita.
 Transgender, adalah istilah yang menggambarkan atas seseorang yang
melakukan, berpikir, atau melihat berbeda dari jenis kelamin yang telah
dikodratkan pada dirinya24.
b. HAM, adalah singkatan dari Hak Asasi Manusia merupakan sebuah hak dasar yang
dimiliki oleh setiap manusia yang diberikan oleh Tuhan sebagai anugerah yang tidak
dapat diganggu gugat keberadaannya. Hak Asasi Manusia ada dan melekat pada diri
manusia sebagai mahluk Tuhan, dimana setiap manusia memiliki derajat dan martabat

22
“HRW: Perlindungan Hak-Hak LGBT Di Indonesia Terancam,” Dw.Com, n.d.
23
Imron Muttaqin, “Membaca Strategi Eksistensi Lgbt Di Indonesia,” RAHEEMA: Jurnal Studi Gender dan Anak
(2016): 78–86.
24
Dewi Wahyuni, “Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Seks Bagi Anak Untuk Mengantisipasi LGBT,” Quantum :
Jurnal Kesejahteraan Sosial BBPPKS Regional I Sumatra Kementrian Sosial RI 14, no. LGBT (2018): 23–32.
yang sama rata25. Menurut Manfred Nowak Hak Asasi Manusia memiliki 4 prinsip,
yaitu universal (universality), saling bergantung (independent), tak terbagi
(indivisibility), dan saling terkait (interrelated). Pembatasan berkaitan dengan LGBT
selalu berpotensi menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Hak Asasi
Manusia merupakan hak dan kebebasan fundamental yang didapatkan oleh semua
orang, tanpa melihat kebangsaan, asal kebangsaam jenis kelamin, etnis, ras, agama,
dan bahasa. Tetapi di dalam DUHAM, UU No.39 tahun 1999 ini tidak pernah
dikatakan bahwa orientasi seksual, seperti Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender
adalah bagian dari Hak Asasi Manusia26.
c. Eksistensi, merupakan kata yang menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
memiliki arti keberadaan. Eksistensi berasal dari bahasa latin “existere” yang
memiliki makna muncul, timbul, dan keberadaan aktual Secara umum eksistensi
memiliki arti keberadaan, namun menurut pandangan filsafat eksistensialisme ini
memiliki makna lain, yaitu cara berada manusia. Secara filsafat eksistensialisme
bahwa benda hanya sebatas “berada”, sedangkan manusia lebih dari apa yang
dimaksudkan dari kata “berada”. Eksistensi merupakan suatu hal yang dialami. Dalam
maknanya menekankan bahwa sutu hal itu ada. Edksistensi juga dapat diartikan
sebagai bagian dari kesempurnaan, dimana kesempurnaan ini menjadi sesuatu yang
eksisten27.
d. Konstitusi, merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris “Constitution” dan
bahasa Belanda “contitute”, yang memiliki makna Undang-undang Dasar.dalam
perkembangannya orang Belanda dan Jerman menggunakan kata konstitusi ini
dengan kata Grondwet, yang berasal dari kata Grond dengan makna dasar dan wet
artinya Undang-undang. Makna dari konstitusi pada faktanya lebih luas daripada
hanya sekedar Undang-undang Dasar, karena UUD hanya mengatur konstitusi yang
tertulis saja28. Menurut C.Wheare konstitusi merupakan bagian dari keseluruhan suatu
sistem ketatanegaraan yang ebrisi kumpulan peraturan yang mengatur suatu negara.
25
Fauzan Khairazi, “Implementasi Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia Di Indonesia,” Inovatif: Jurnal Ilmu Hukum 8,
no. 1 (2015): 72–94, https://online-journal.unja.ac.id/jimih/article/view/2194.
26
“Apa Itu Hak Asasi Manusia?,” Fakultas Hukum Universitas Medan Area, last modified 2020,
https://hukum.uma.ac.id/2020/09/17/apa-itu-hak-asasi-manusia/.
27
JIVITA DWI CAHYAN, UPAYA DISABILITAS DALAM EKSISTENSI SOSIAL SEBAGAI SUBJEK (SELF) (Studi Pada
Himpunan Disabilitas Kabupaten Bojonegoro), 2016.
28
Dra. Dina dwi kurniarina, Diktat Pancasila.
Aristoteles membedakan konstitusi dengan hukum biasa dengan melihat makna kata
Politeia (Konstitusi) dan Nomoi (Undang-undang biasa). Robert D.Cooter melihat
konstitusi harus mengandung norma yang umum daripada peraturan lain, Menurutnya
konstitusi juga harus dapat mengalahkan hukum lain, termasuk hukum internasional.
Konstitusi juga harus lebih mengakar dan tidak mudah berubah ketimbang undang-
undang lainnya29.
4. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir diperlukan untuk memperjelas sistematika berpikir dalam penelitian,
sebagaimana terrangkum dalam skema berikut

Skema Kerangka Berpikir

UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

UUU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

PERLINDUNGAN KEBEBASAN
ORIENTASI SEKSUAL

TEORI Yuridis Normatif:


EKSISTENSI LEGALISASI KONSTITUSIONAL
1. 1. Negara Hukum 1. Studi Pustaka
ATAS ORIENTASI SEKSUAL LGBT DALAM
Pancasila 2. Studi
PERSPEKTIF NEGARA HUKUM PANCASILA
2. 2. Hak Asasi Manusia Dokumentasi
3. 3. Legalitas Hukum
4. 4. Perlindungan
konstitusional

29
AB Ghoffar, KONSTITUSI DAN KONSTITUSIONALISME DI INDONESIA, n.d.,
https://pusdik.mkri.id/materi/materi_186_Materi 4 - Ghoffar - Konstitusi & Konstitusionalisme.pdf.
KEPASTIAN HUKUM ATAS EKSISTENSI
KEBEBASAN ORIENTASI SEKSUAL LGBT

Ketertiban sosial

J. SISTEMATIKA PENELITIAN
Sistematika penelitian skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Bagian Awal Skripsi
Bagian awal skripsi mencakup halaman sampul depan, halaman judul, halaman
pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel,
daftar gambar, dan daftar lampiran.
2. Bagian Isi Skripsi
Bagian isi skripsi mengandung lima (5) bab yaitu, pendahuluan, tinjauan pustaka, metode
penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan serta penutup.
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka berisi tentang penelitian terdahulu dan landasan teori yang memperkuat
penelitian seperti Negara Hukum & HAN, Sistem Hukum dan Budaya Hukum, Kearifan
Lokal dan Radikalisme.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Berisi tentang dasar penelitian, metode pendekatan, lokasi penelitian, fokus penelitian,
sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, keabsahan data, analisis data, prosedur
penelitian, definisi operasional, kerangka berfikir.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas tentang: (i) eksistensi budaya hukum & kearifan lokal
yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di Jawa Tengah; dan (ii) peran dan fungsi
budaya hukum & kearifan lokal masyarakat Jawa Tengah sebagai strategi penangkalan
dan penanggulangan radikalisme.
BAB 5 PENUTUP SKRIPSI
Pada bagian ini merupakan bab terakhir yang berisi tentang uraian kesimpulan dari hasil
pembahasan serta saran-saran mengenai permasalahan yang ada.

3. Bagian Akhir Skripsi


Bagian akhir dari skripsi ini sudah berisi tentang daftar pustaka dan lampiran. Isi daftar
pustaka merupakan keterangan sumber literatur yang digunakan dalam penyusunan
skripsi. Lampiran dipakai untuk mendapatkan data dan keterangan yang melengkapi
uraian skripsi.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif : Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam
Varian Kontemporer. Edited by Burhan Bungin. Cetakan ke. Depok: Rajawali Pers, 2017.
Prof. DR. Lexy J. Moleong, M.A. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi revi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2018.
B. Makalah, Artikel, dan Karya Ilmiah
Arip, Sarip Arip. “KEMAJEMUKAN VISI NEGARA HUKUM PANCASILA DALAM MISI
HUKUM NEGARA INDONESIA.” Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum 2, no. 2
(September 14, 2018): 109–124. http://ejournal.uksw.edu/refleksihukum/article/view/1609.
CAHYAN, JIVITA DWI. UPAYA DISABILITAS DALAM EKSISTENSI SOSIAL SEBAGAI
SUBJEK (SELF) (Studi Pada Himpunan Disabilitas Kabupaten Bojonegoro), 2016.
Dra. Dina dwi kurniarina, M.Hum. Diktat Pancasila. Yogyakarta, n.d.
Fakhri Falahudin Ahmad, S.IP. LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL DAN TRANSGENDER) DI
PERSIMPANGAN DEMOKRASI: DILEMA LEGALISASI LGBT DI INDONESIA, n.d.
Ghoffar, AB. KONSTITUSI DAN KONSTITUSIONALISME DI INDONESIA, n.d.
https://pusdik.mkri.id/materi/materi_186_Materi 4 - Ghoffar - Konstitusi &
Konstitusionalisme.pdf.
Gunawan, Imam. METODE PENELITIAN KUALITATIF, n.d.
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/62137147/3_Metpen-Kualitatif20200218-117182-
1a60wxc-with-cover-page-v2.pdf?
Expires=1654233837&Signature=OYkWk4H7BZQp1uXLhoNNfUg3FX36tfhAngIh4sZAo
MyuWoD3Bw5UvmOmFWt8DRKG7Y4q9H3gHDpuyFZlX34yzPuUsv5EMhptouAAFM5
s88G8d4Tz0.
Khairazi, Fauzan. “Implementasi Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia Di Indonesia.” Inovatif:
Jurnal Ilmu Hukum 8, no. 1 (2015): 72–94.
https://online-journal.unja.ac.id/jimih/article/view/2194.
Manik, Erick Stevan, Ani Purwanti, and Dyah Wijaningsih. “Pengaturan Lgbt (Lesbian Gay
Bisexual Dan Transgender) Dalam Perspektif Pancasila Di Indonesia.” Law and Justice 5,
no. 2 (2016): 1–13.
Muttaqin, Imron. “Membaca Strategi Eksistensi Lgbt Di Indonesia.” RAHEEMA: Jurnal Studi
Gender dan Anak (2016): 78–86.
Sabila, Yumna, Kamaruzaman Bustamam, and Badri Badri. “LANDASAN TEORI HAK ASASI
MANUSIA DAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA.” Jurnal Justisia : Jurnal
Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial 3, no. 2 (December 26, 2019): 205.
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/Justisia/article/view/5929.
Situngkir SH.,MH, Danel Aditia. “ASAS LEGALITAS DALAM HUKUM PIDANA
NASIONAL DAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL.” Soumatera Law Review 1, no.
1 (May 8, 2018): 22. http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/soumlaw/article/view/3398.
Subiyanto, Achmad Edi. “Perlindungan Hak Konstitusional Melalui Pengaduan Konstitusional.”
Jurnal Konstitusi 8, no. 5 (2011): 708–731.
Wahyuni, Dewi. “Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Seks Bagi Anak Untuk Mengantisipasi
LGBT.” Quantum : Jurnal Kesejahteraan Sosial BBPPKS Regional I Sumatra Kementrian
Sosial RI 14, no. LGBT (2018): 23–32.
Wijaya, Made. “Karakteristik Konsep Negara Hukum Pancasila.” Jurnal Advokasi 5, no. 2
(2015): 25.
Wijoyo, Hartanto. “Hegemoni Dalam Emansipatory: Studi Kasus Advokasi Legalisasi LGBT Di
Indonesia.” Indonesian Perspective 1, no. 2 (December 8, 2016): 123–139.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ip/article/view/14287.
C. Website

“Apa Itu Hak Asasi Manusia?” Fakultas Hukum Universitas Medan Area. Last modified 2020.
https://hukum.uma.ac.id/2020/09/17/apa-itu-hak-asasi-manusia/.
Carlos Roy Fajarta. “Isi Kekosongan Hukum Soal LGBT, HNW Dorong Pengesahan RUU
KUHP.” sindonews.com, n.d. https://nasional.sindonews.com/read/773887/13/isi-
kekosongan-hukum-soal-lgbt-hnw-dorong-pengesahan-ruu-kuhp-1652954731.
“HRW: Perlindungan Hak-Hak LGBT Di Indonesia Terancam.” Dw.Com, n.d.
“ICJR Kritik Pernyataan Komnas HAM Tentang Pelarangan LGBT Tidak Melanggar HAM.”
Icjr.or.Id, n.d.
“Setidaknya 15 Anggota TNI Dan Polri Dipecat ‘Karena Homoseksual’, Organisasi HAM:
‘Pemecatan Itu Tidak Adil Dan Harus Dibatalkan.’” BBC News Indonesia, n.d.
Anjarsari, Lulu. “Ahli: Sanksi Bagi Pelaku LGBT Bentuk Perlindungan.” Mkri.Id.
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=13550&menu=2.
Sadewo, Joko. “Kekosongan Hukum LGBT Jangan Jadi Alasan Negara Lepas Tanggung
Jawab.” Replubica.Co.Id, n.d. https://www.republika.co.id/berita/rbt08t318/kekosongan-
hukum-lgbt-jangan-jadi-alasan-negara-lepas-tanggung-jawab.

D. Peraturan Perundang-undangan
 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
 UUD 1945
 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM
 DUHAM

Anda mungkin juga menyukai