Oleh :
Riya Rosita (2103010385)
KELAS REGULER E PAGI BANJARMASIN
Indonesia adalah istilah yang digunakan oleh Soekarno sebagai alat perjuangan.
Tahun 1945 menjadi titik awal sebuah negara dengan sistem demokrasi yang diikrarkan atas
dasar kerakyatan. Pancasila sebagai landasan berfikir bangsa yang dibalut dengan kultur serta
nilai-nilai agama sampai hari ini dimana Indonesia telah mencapai umur 72 tahun
kemerdekaan. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang mencapai 261 juta jiwa dan
menempati posisi jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Dari kurang lebih 261 juta
jiwa penduduk, Indonesia berdiri diatas keragaman agama, suku dan budaya. Terdapat
beberapa agama yang menjadi agama nasional seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha,
dan Konghuchu yang dimana 85% penduduk Indonesia adalah penganut agama Islam.
Sebagai negara yang menggunakan konsep demokrasi, Indonesia sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Hal itu diwujudkan dengan melakukan lima ratifikasi
Instrumen Internasional HAM yang salah satunya adalah aksesi terhadap kovenan hak-hak
sipil dan politik (Sipol) serta kovenan Internasional hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
(Ekososbud). Namun, Indonesia tidak memberikan status legal terhadap aktivitas LGBT
(Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) yang tidak bisa dipungkiri hidup di tengah-tengah
masyarakat Indonesia.
Berbagai tinjauan pustaka ilmiah dan kedokteran menempatkan LGBT pada posisi
penyakit penyimpangan seksual. Mau tidak mau, hal itu harus diakui terlebih dahulu
walaupun banyak usaha mengerdilkan maksud dari penyimpangan seksual tersebut.
Dikarenakan LGBT merupakan penyakit, maka perilaku ini tentu dapat disembuhkan.
Berbagai argumen muncul, pro dan kontra tentu hal yang biasa terjadi di tengah-tengah
masyarakat. Mereka yang pro LGBT mengatas-namakan hak asasi manusia, kebebasan untuk
memilih life style dan seolah LGBT adalah minoritas yang tertindas serta memerlukan
perhatian dari pemerintah. Tujuan mereka tentu pengakuan secara legal atas aktivitas LGBT
di sebuah negara, termasuk di Indonesia apalagi para aktivis mereka sudah sukses
menyuarakan suaranya di Amerika Serikat. Kesuksesan tersebut akhirnya menjadi pemicu
aktivis LGBT di negara lain untuk menerobos kultur budaya di masing-masing negara. Bukti
bahwa aktivis LGBT bergerak secara massive adalah kejadian di tahun lalu, terdengar isu
bahwa ada rencana regulasi terhadap kasus LGBT di Indonesia. Ketua MPR Zulkifli Hasan
mengatakan bahwa terdapat lima fraksi di DPR yang ingin melakukan regulasi tersebut.
Disisi lain Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa legalitas LGBT tidak akan
diberikan di negara ini. Walaupun Jusuf Kalla sendiri mengiyakan bahwa LBGT merupakan
fakta sosial yang ada di masyarakat namun tidak perlu dibawa hingga ke ranah legalisasi.
Kenyataan bahwa LGBT sebagai fakta sosial di Indonesia dan merupakan sebuah kelompok
minoritas, didukung oleh beberapa LSM dan komunitas yang membawa suara kepada elit
politik untuk memberikan status legal terhadap kelompok ini. Berdasarkan data Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) pada tahun 2012, ada sekitar 1.095.970 laki-laki yang berperilaku
menyimpang. Jumlah ini naik 37% dari tahun 2009. Di sisi lain, perilaku ini dinilai sebagai
sebuah penyimpangan seksual. Pro kontra mengenai LGBT terus bermunculan di tengah-
tengah masyarakat, tidak sedikit aktivis LGBT yang merasa bahwa kelompok mereka masih
menerima perlakuan yang diskriminatif. Anehnya, ditengah anggapan seperti itu, para pelaku
LGBT belakangan ini marak melakukan kegiatan pesta gay. Kegiatan tersebut bersinggungan
dengan kenyamanan masyarakat. Di samping itu perilaku ini jelas bertentangan dengan
nilainilai agama. Oleh sebab itu, problematika ini harus segera diselesaikan dengan solusi
yang tentunya memuat nilai-nilai etika serta moralitas agar tidak ada kesewenangwenangan
dan perilaku diskriminatif yang terjadi Pemerintah Indonesia harus memberikan statement
yang tegas perihal pro dan kontra LGBT yang artinya harus ada kejelasan hukum. Apakah
perilaku LGBT dapat di peroses secara hukum atau tidak.
Metode
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian normatif.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian yang dilakukan oleh penulis mempunyai sifat
deskriptif. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Dalam penelitian ini sumber
data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh
tidak secara langsung dari masyarakat melainkan dari bahan dokumen, peraturan perundang-
undangan, laporan, arsip, literatur, dan hasil penelitian lainnya yang mendukung sumber data
primer. Analisa terhadap data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode
pendekatan deduktif dan dalam pembahasannya disesuaikan dengan pokok masalah yang
disajikan untuk memperoleh kesimpulan atas permasalahan yang diteliti.
DILEMA PROSES LEGALISASI LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL DAN
TRANSGENDER)
Alwi, T. (2018, Januari 23). LGBT Gaya Hidup yang Potensial Menyebarkan Penyakit HIV/AIDS.
Retrieved Maret 19, 2018, from Tribunnews.com:
http://www.tribunnews.com/regional/2018/01/23/lgbt-gaya-hidup-yang-potensial-menyebarkan-
penyakit-hivaids
Antara. (2018, Januari 23). Kalla: LGBT Tidak Akan Legal di Indonesia. Retrieved Maret 19, 2018,
from MediaIndonesia.com: http://mediaIndonesia.com/read/detail/142012- kalla-lgbt-tidak-akan-
legal-di-Indonesia
BPS. (2010). Badan Pusat Statistik. Retrieved Maret 19, 2018, from Badan Pusat Statistik:
sp2010.bps.go.id
Faris, A. (2014). Solusi Penyimpangan Seksualitas Sepanjang Zaman. Yogyakarta: MU Media.
Menjawab Pertanyaan:
1. Negara Indonesia menganut sistem demokrasi Pancasila karena asas-asas Pancasila
sangat berperan penting dalam aspek kehidupan masyarakat negara Indonesia. Yang
mana menjunjung tinggi nilai-nilai agama, rasa kemanusiaan, persatuan, musyawarah,
dan keadilan. Hal tersebut diyakini bisa menjadi suatu fondasi untuk mencapai
kemakmuran suatu negara.