Anda di halaman 1dari 9

Proceeding of Conference on Law and

Social Studies
http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/COLaS
Held in Madiun on August 6th 2021
e-ISSN: 2798-0103

TINJAUAN HUKUM BAGI PELAKU LGBT DALAM PERSPEKTIF HAM


1
An Nafin, 2Sofyantoro, 3Tiara Putri Destasari, 4Jauhar Nasakah
1
Universitas PGRI Madiun, annafin_2006101006@mhs.unipma.ac.id
2
Universitas PGRI Madiun, Sofyantoro_1906101003@mhs.unipma.ac.id
3
Universitas PGRI Madiun, tiara_2006101001@mhs.unipma.ac.id
4
Universitas PGRI Madiun, achmad_2106101006@mhs.unipma.ac.id

Abstrak
HAM merupakan hak dasar yang melekat pada negara Indonesia, akan
tetapi ada restriksi yang ditetapkan UU, moral, etika, serta nilai
kepercayaan yang menegaskan bahwa setiap manusia di samping
memiliki hak asasi manusia untuk dilindungi, serta mereka memiliki
kewajiban dalam menghormati hak asasi orang lain serta ketertiban
masyarakat. pada sisi lain Indonesia merupakan negara yang mengakui
HAM, pada mana kaum Lesbian, Gay, Biseksual, serta Transgender
(LGBT) merasa mengalami diskriminasi dan pelanggaran HAM sebab
orientasi seksual mereka yang menyimpang. Dalam menggunakan
metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Bentuk kekerasan
yang dialami oleh kaum LGBT di Indonesia artinya Kekerasan psikis,
fisik, ekonomi, budaya serta seksual, 2. Dari perspektif hak asasi
manusia, posisi kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di
Indonesia adalah bahwa hukum Indonesia hanya mengatur dua jenis
kelamin, laki-laki dan perempuan. Hubungan seks saling suka terhadap
orang dewasa (dalam UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002
ditetapkan sebagai umur 18 tahun) yang memiliki jenis kelamin atau
jender yang sama tidak dianggap melanggar pasal pidana dalam KUHP,
yang sebagian besar merupakan adaptasi dari KUHP Hindia Belanda.
Tidak terdapat undang-undang anti-diskriminasi yang didasarkan pada
orientasi seksual atau identitas gender.
Kata Kunci : LGBT, HAM, Undang-Undang

Abstract

Human rights are basic rights inherent in the Indonesian state, but there
are restrictions set by the Law, morals, ethics, and belief values that
affirm that every human being in addition to having human rights to
protect, and they have an obligation to respect the human rights of
others and the order of society. on the other hand, Indonesia is a country

Faculty of Law – Universitas PGRI Madiun


Proceeding of Conference on Law and
Social Studies
http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/COLaS
Held in Madiun on August 6th 2021
e-ISSN: 2798-0103

that recognizes human rights, where Lesbian, Gay, Bisexual, and


Transgender (LGBT) people feel that they experience discrimination and
human rights violations because of their deviant sexual orientation. In
using normative juridical research methods, it is concluded: 1. The form
of violence experienced by LGBT people in Indonesia means psychic,
physical, economic, cultural and sexual violence, 2. From the perspective
of human rights, the position of lesbian, gay, bisexual and transgender
(LGBT) people in Indonesia is that Indonesian law only regulates two
sexes, male and female. Mutually consensual sex with adults (in the
Child Protection Law No. 23 of 2002 designated as 18 years old) who
have the same sex or gender is not considered a violation of the criminal
article in the Criminal Code, which is mostly an adaptation of the Dutch
East Indies Criminal Code. There is no anti-discrimination law based on
sexual orientation or gender identity.
Keywords : LGBT, Human Rights, Law

I. Pendahuluan

Di Indonesia hanya ada 2 (dua) jenis kelamin, laki-laki dan


perempuan. Demikian juga dalam perkawinan hanya perkawinan
heteroseksual yang diakui. Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 197 (selanjutnya disebut Undang-Undang
Perkawinan) menyatakan: “Perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin
antara seorang pria yang disebut (suami) dan seorang wanita sebagai
seorang (istri), bertujuan untuk membentuk suatu keluarga yang
tentram berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian, hukum Indonesia hanya menerima perkawinan
antara dua jenis kelamin, pria dan wanita. Tentu saja, setiap orang
memiliki pemikiran yang berbeda, tidak semua sama. Hal yang sama
berlaku untuk ketertarikan seksual. Ada orang yang mencintai atau
tertarik pada orang yang berjenis kelamin sama (Tanoko, I. R. 2022).
Perilaku seksual menyimpang yang dipraktikkan oleh sekelompok orang
yang memiliki orientasi seksual menyimpang atau lebih dikenal dengan
kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender/Transgender).
LGBT adalah istilah yang digunakan sejak tahun 1990-an (Sinyo, 2014)
dan diganti dengan frasa “komunitas gay” karena dianggap lebih
mewakili kelompok yang mengisi istilah tersebut secara lebih rinci. LGBT
terdiri dari kelompok-kelompok berikut: 1) Lesbian: Sekelompok wanita
yang secara fisik, emosional, dan/atau mental tertarik pada wanita lain.

Faculty of Law – Universitas PGRI Madiun


Proceeding of Conference on Law and
Social Studies
http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/COLaS
Held in Madiun on August 6th 2021
e-ISSN: 2798-0103

2) Homoseksualitas: Sekelompok pria yang mempunyai fisik, emosional,


dan kejiwaan (spiritual) tertarik pada pria yang merupakan sesama jenis.
3) Biseksual: Sekelompok orang yang secara fisik, emosional, dan/atau
kejiwaan (spiritual) tertarik pada lawan jenis dan sesama jenis. 4)
Transgender: Sekelompok orang yang merasa bahwa identitas gender
berbeda dengan anatomi kelamin yang dimiliki, dan karena itu
memilih/tidak memilih untuk menjalani operasi penggantian kelamin
berdasarkan identitas gender yang diinginkan (Yansyah, R., & Rahayu,
R. 2018).

Menurut survei CIA tahun 2015 yang dipublikasikan di


topicmalaysia.com, populasi LGBT Indonesia adalah yang terbesar
kelima di dunia setelah China, India, Eropa dan Amerika Serikat.
Selanjutnya, beberapa lembaga survey independen dalam maupun luar
negeri menyebutkan 3% penduduk LGBT terdapat di Indonesia, dengan
kata lain 250 juta penduduk 7,5 jutanya adalah Lesbian, Gay,
Biseksual, dan Transgender (LGBT), atau lebih tepatnya dari 100 orang
yang berada di suatu tempat 3 diantaranya ialah LGBT (SANTOSO,
2016). Isu Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender di Indonesia telah
menimbulkan banyak perbedaan pendapat antara beberapa pihak pro
dan kontra. Bagi masyarakat Indonesia yang masih setia pada norma
dan tradisi agama, wajar saja jika menolak. Alasan mereka bukan
hanya norma agama, tetapi juga bisa dapat berpengaruh pada
pertumbuhan remaja yang masih dalam proses pencarian (individualitas)
jati diri, sehingga berujung pada gaya hidup yang dianggap melanggar
adat dan keabsahan sosial. Bagi mereka yang mendukung adanya LGBT,
bangsa dan masyarakat harus menjunjung tinggi prinsip tidak pandang
bulu (prinsip non diskriminasi) antara laki-laki, perempuan,
transgender, heteroseksual, pecinta lawan jenis dan homoseksual
(Muzakkir, M. 2021). Pengakuan hak asasi manusia bagi kaum Lesbian,
Gay, Biseksual, dan Transgender dimulai ketika APA (American
Psychiatric Association) melakukan penelitian tentang orientasi homo
seksual. Setelah penelitian, pada tahun 1974 , APA menghapus "homo"
dari salah satu daftar penyakit mental/jiwa. Justru, ketetapan ini telah
disetujui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan diikuti oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Mulia, 1983). Sejak saat itu,
homoseksualitas telah diakui sebagai salah satu bentuk orientasi
seksual, dan hak asasi dalam anggota homoseksual tersebut telah
diartikulasikan dalam dokumen hak asasi manusia baik nasional,
regional maupun internasional. Rancangan aksi nasional Hak Asasi
Manusia Indonesia tahun 2004 -2009 menyatakan bahwa LGBT adalah
kelompok yang harus dilindungi oleh negara (Muzakkir, M. 2021).

Faculty of Law – Universitas PGRI Madiun


Proceeding of Conference on Law and
Social Studies
http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/COLaS
Held in Madiun on August 6th 2021
e-ISSN: 2798-0103

Hukum hak asasi manusia pada hakikatnya menjamin hak yang


paling mendasar dari semua hak pada manusia, yaitu hak untuk hidup,
sebagaimana dituangkan dalam pasal 5 dan 8 Duham. Pasal 5
menyatakan: “Tidak seorang pun dapat menjadi sasaran penyiksaan
atau perlakuan/hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahkan martabat. Sedangkan Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
“setiap orang berhak atas pemulihan yang efektif oleh pengadilan
nasional agar memperoleh perlindungan yang sama terhadap tindakan
yang tidak sesuai dengan hak-hak mendasar yang diberikan kepadanya
oleh konstitusi atau oleh hukum,” demikian pendapat G. Robertson Q.C.
Hakikat perlindungan hak asasi manusia tidak hanya untuk
kepentingan pribadi itu sendiri dalam arti sempit, yang terpenting
adalah pengakuan dan dihormatinya terhadap (human dignity) harkat
dan martabat setiap manusia, tanpa memandang status sosial, status
sosial, status politik, etnis , agama, keyakinan politik, budaya, ras,
golongan, serta sebagainya. HAM (Hak Asasi Manusia) diyakini
memiliki nilai universal. Nilai universal berarti tidak mengenal batas
antara ruang dan waktu. Nilai-nilai universal ini diterapkan dalam
produk hukum nasional yang berada dari berbagai negara dalam rangka
melindungi dan menjaga nilai-nilai kemanusiaan. Penerapan yang
terkait dalam karakteristik maupun sifat khusus yang melekat dari
setiap negara tersebut ialah suatu fakta bahwa negara di dunia tidak
mempunyai kesamaan dari beberapa aspek, termasuk ekonomi, sosial,
politik dan terpenting sistem dan budaya hukum. Dalam konteks
penyimpangan sosial, kelompok/anggota LGBT dikatakan mengalami
diviasi karena peristiwa hal tersebut tidak sesuai dengan norma serta
nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dalam kaitannya pada suatu
bentuk perilaku yang menyimpang, secara sosiologi ataupun umum
Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender dapat diartikan sebagai
perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan terhadap sudut
pandang masyarakat luas maupun masyarakat tempat pelaku
penyimpangan berada. Jika dipandang dari sudut pandang estimologi,
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menerjemahkan perilaku
menyimpang sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang
di lingkungan yang tidak sesuai dengan norma-norma serta hukum yang
berada pada masyarakat. Penilaian masyarakat yang mengecam LGBT
diberikan dalam beberapa bentuk. Dari sudut pandang agama, LGBT
adalah sebuah perbuatan dosa yang melanggar hukum Islam. Dari
sudut pandang hukum, dilihat sebagai penjahat. Dari sudut pandang
medis dianggap sebagai penyakit kelainan jiwa atau mental. Serta dari
sudut pandang opini publik, dipandang sebagai penyimpangan sosial
(Samsu, H. 2018).

Faculty of Law – Universitas PGRI Madiun


Proceeding of Conference on Law and
Social Studies
http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/COLaS
Held in Madiun on August 6th 2021
e-ISSN: 2798-0103

II. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan merupakan metode


penelitian hukum Normatif. Penelitian ini merupakan salah satu jenis
penelitian yang dikenal umum dalam kajian ilmu hukum terkait dengan
perlindungan hak masyarakat adat. Penelitian ini terfokus pada
Tinjauan Hukum BagiI Perilaku LGBT Dalam Prespektif HAM. Data
sekunder dalam penelitian hukum yaitu data yang diperoleh dari hasil
menelaah kepustakaan, selanjutnya melakukan pengolahan data,
sehingga data dan bahan hukum tersebut tersusun secara runtut,
sistematis, sehingga memberikan makna apapun bagi tujuan penelitian.
Pengumpulam data diambil dari beberapa sumber sumber hukum
seperti di berbagai jurnal,artikel ilmiah,Undang-Undang, dan sumber
hukum lainnya.

III. Pembahasan

Bentuk- Bentuk Kekerasan Terhadap Kaum Lesbian, Gay,


Biseksual dan Transgender (LGBT) Bentuk- bentuk kekerasan terhadap
kaum LGBT dibagi menjadi :

1.1 Kekerasan Psikis


1.2 Kekerasan fisik,
1.3 Kekerasan ekonomi,
1.4 Kekerasan budaya,dan
1.5 Kekerasan seksual.

LGBT pada dasarnya adalah singkatan dari Lesbian, Gay,


Biseksual, dan Transgender. Lesbian adalah orientasi seksual wanita
yang hanya menginginkan sesama wanita. Gay adalah orientasi seksual
pria yang hanya menginginkan sesama pria. Biseksual adalah orientasi
seksual laki-laki/perempuan yang menyukai dua jenis kelamin, laki-
laki/perempuan. Transgender adalah orientasi seksual
laki-laki/perempuan dengan cara mengidentifikasinya mirip dengan laki-
laki/perempuan (misalnya waria). Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender (LGBT) adalah penyimpangan orientasi seksual dari
manusia. Berbeda dengan fitrah manusia, agama dan adat istiadat
Indonesia (Wahyuni, F. 2018). Mengenai perkembangan praktik perilaku
LGBT yang semakin meningkat selama ini, pada hakekatnya masyarakat
Indonesia pada umumnya tidak bisa menerima, dikarenakan
masyarakat Indonesia dari zaman dulu pada masa saat perjuangan
kemerdekaan yang didominasi oleh umat Islam serta selaku orang timur

Faculty of Law – Universitas PGRI Madiun


Proceeding of Conference on Law and
Social Studies
http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/COLaS
Held in Madiun on August 6th 2021
e-ISSN: 2798-0103

yang mementingkan juga menjunjung nilai moral dan sopan santun,


sangat sulit untuk menerima praktek LBGT yang dilakukan sebagian
kecil masyarakat. Dalam pandangan Islam, sesuai dengan perintah Allah
SWT dan Rasulullah dalam Al-Qur‟an dan Sunah, homoseks merupakan
perbuatan hina dan pelanggaran berat yang merusak harkat manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah paling mulia. HAM di Indonesia berawal
serta bermuara pada Pancasila. Dengan kata lain, HAM memiliki
jaminan tertinggi oleh falsafah bangsa, yang merupakan Pancasila.
Bermuara pada Pancasila dalam arti bahwa pelakasanaan HAM tersebut
perlu memperhatikan garis-garis yang sudah ditentukan dalam
ketentuan falsafah Pancasila. Bagi masyarakat Indonesia, melaksanakan
HAM bukan berarti mengimplementasikannya. Perlu diperhatikan bahwa
pelaksanaan HAM di setiap negara disesuaikan dengan situasi
demokrasi di negara tersebut. Indonesia menerapkan demokrasi
berdasarkan Pancasila, yang dimana terdapat pada sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa maka Demokrasi Indonesia merupakan
demokrasi regilius yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
beragama, dan sebagaimana diketahui dari kajian di atas, tidak ada satu
agama pun di Indonesia yang membenarkan perilaku LGBT. Oleh karena
itu, tidak mungkin bagi Indonesia untuk melegalkan status kaum LGBT,
tetapi mereka memiliki hak yang sama dalam semua bidang kehidupan,
kecuali dalam hal perkawinan sesama jenis, kecuali jika mereka
melakukan kejahatan yang diatur secara nasional. Berkenaan dengan
diskriminasi oleh sebagian besar masyarakat, hal ini tidak dapat
diterima karena adanya gangguan orientasi seksual yang telah dikenal
publik dalam kehidupan masyarakat yang religious (Saleh, G., & Arif, M.
2017).

Dilihat dari sudut pandang universal HAM itu tanpa batas,


dikarenakan hal tersebut tidak ada satupun kebebasan yang dapat
dibatasi walaupun dipandang melanggar hak asasi seseorang. Nilai-nilai
individual pada konsep HAM menuntut agar hak seseorang jangan
dilanggar. Hak asasi manusia berasal dari nilai-nilai individual yang
liberal, yang biasanya hidup dalam negara barat yang mempengaruhi
perspektif pada hak asasi manusia saat ini,. Kelompok negara yang
berpandangan dari nilai universalitas memandang jika dimanapun
seseorang berada, hak-haknya harus diakui serta dilindungi. Paham
liberalisme yang menjunjung kebebasan individu merupakan penyebab
munculnya kaum LGBT walaupun menurut kita tidak normal, tapi
menurut mereka normal dan bebas untuk dilakukan. Hak-hak individu
memang patut untuk dilindungi akan tetapi hak individu juga dibatasi
oleh hak individu lainnya (Muzakkir, M. 2021).

Faculty of Law – Universitas PGRI Madiun


Proceeding of Conference on Law and
Social Studies
http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/COLaS
Held in Madiun on August 6th 2021
e-ISSN: 2798-0103

Perempuan merupakan bagian terbesar dari jumlah penduduk


Indonesia. Berdasarkan hasil-hasil riset disimpulakan bahwa jumlah
terbesar perempuan tidak seimbang dengan keterwakilan mereka dalam
aspek kehidupan, aspek dalam berorganisasi maupun politik, dan juga
dalam aspek pekerjaan. Dalam bidang politik misalnya, ternyata
keterwakilan perempuan di lembaga legislatif ternyata sangat minim,
padahal dilihat dari jumlah pemilih ternyata jenis kelamin perempuan
jumlahnya lebih besar dari laki-laki. Pembahasan dalam konteks ini
menyebabkan kesenjangan bagi gender di Indonesia. Apalagi pada
daerah yang tertinggal seperti di daerah bagian timur seperti Papua,
Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Minimnya
dalam pengetahuan inilah yang menyebabkan kemunduran pentingnya
perempuan memegang kekuasaan. Hal ini mendorong pemikiran untuk
melahirkan aturan yang memberikan afirmatif terhadap perempuan. Ada
dua Undang-undang yang dapat dirujuk memuat tindakan afirmatif bagi
perempuan, khususnya di ranah politik, yaitu UU No 10 Tahun 2008
tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta UU No 2 Tahun
2008 tentang Partai Politik. Pasal 55 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2008
menyatakan ”Di dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dalam setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-
kurangnya 1 (satu) orang perempuan bakal calon”. Selain itu, Indonesia
juga telah mensahkan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Provinsi Papua. Dengan berlakunya Otonomi Khusus Papua, penduduk
asli Papua mempunyai identitas diri yang khas dan merupakan suatu
keragaman dari masyarakat asli Papua. Undang-undang Otonomi
Khusus memberikan keberpihakan dan perlindungan terhadap hak-hak
dasar dari penduduk asli Papua.

IV. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya
terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah
melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara
HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap
bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili
dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses
pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat
dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

Faculty of Law – Universitas PGRI Madiun


Proceeding of Conference on Law and
Social Studies
http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/COLaS
Held in Madiun on August 6th 2021
e-ISSN: 2798-0103

V. Saran
Adanya perumusan HAM yang tertuang dalam hukum diharapkan
mampu mengurangi pelanggaran HAM di tanah air, karena ketentuan
hukum ini mengikat negara atau warga negara. Adanya undang-undang
HAM merupakan upaya preventif mencegah pelanggaran HAM. Namun
demikian, dalam masalah ini kehendak baik dari pemerintah dan
masyarakat untuk menghormati HAM jauh lebih penting.

VI. Ucapan Terimakasih

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa


karena atas rahmat, tauhid, dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang TINJAUAN HUKUM BAGI PELAKU LGBT DALAM
PERSPEKTIF HAM. Kami juga berterimakasih kepada segala pihak yang
ikut berkontribusi dan juga kepada sekolah kami tercinta Universitas
PGRI Madiun. Kami menyadari makalah ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membaca.

Daftar Pustaka

Bertens, Kees, (1971). Sejarah Fisafat Yunani, Yogyakarta: Kanisius


Forsythe, David P. (1983). Human Right and World Polotics, Terj. Tom
Gunadi, Bandung: Angkasa
Muzakkir, M. (2021). LGBT DALAM PERSPEKTIF HAM DAN MENURUT
UUDN 1945. Al Mashaadir: Jurnal Ilmu Syariah, 2(1), 1-14.

Mariam Budiharjo. (1985). Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia


Notonagoro (1971). Pancasila Dasar Falsafah Negara, Jakarta: Pancuran
Tujuh
Saleh, G., & Arif, M. (2017). Perilaku Lgbt Dalam Tinjauan Sosial.
Prosiding CELSciTech, 2, com_45-com_51.

Samsu, H. (2018). Kedudukan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender


(LGBT) di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Hak Asasi
Manusia. Lex Et Societatis, 6(6).

Faculty of Law – Universitas PGRI Madiun


Proceeding of Conference on Law and
Social Studies
http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/COLaS
Held in Madiun on August 6th 2021
e-ISSN: 2798-0103

Sayuti,Hendri, 2013, Hakikat Affirmative Action dalam Hukum


Indonesia (Ikhtiar Pemberdayaan Yang Terpinggirkan), Jurnal
Menara Vol. 12 No.1 Januari-Juni 2013.

Smith,Rhona K.M.dkk, 2008, Hukum Hak Asasi Manusia, PUSHAM UII,


Yogyakarta.

Syamsudin,M., 2012, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim


Berbasis Hukum Progresif, Kencana Prenada Media, Jakarta.

Santoso, M. B. (2016). LGBT dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.


Share: Social Work Journal, 6(2), 220.

Tanoko, I. R. (2022). LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) Dilihat


Dari Sudut Pandang Undang-Undang HAM Di Indonesia. Widya
Yuridika: Jurnal Hukum, 5(1), 203-216.

Wahyuni, F. (2018). Sanksi Bagi Pelaku LGBT dalam Aspek Hukum


Pidana Islam dan Kaitannya dengan Hak Asasi Manusia. Lex
Librum: Jurnal Ilmu Hukum, 4 (2).

Yansyah, R., & Rahayu, R. (2018). Globalisasi lesbian, gay, biseksual,


dan transgender (Lgbt): perspektif HAM dan agama dalam
lingkup hukum di Indonesia. Law Reform, 14(1), 132-146.

Yasin Tasrif. (1999). “ Hak Asasi Manusia dalam Kerangka Hukum


Nasional Indonesia”. Makalah dalam Lokalkarya Integrasi Materi
HAM ke Dalam Mata Kuliah Umum, Universitas Diponegoro,
Semarang

Faculty of Law – Universitas PGRI Madiun

Anda mungkin juga menyukai