Anda di halaman 1dari 3

Theresia Magdalena Theofanny_Kanal Informasi Kerelawanan Nasional (Kawan): Pembentukan

Wadah Kegiatan Kerelawanan Terintegrasi untuk Mendukung Perilaku Prososial


Pemuda_Kepemudaan

KANAL INFORMASI KERELAWANAN NASIONAL (KAWAN):


PEMBENTUKAN WADAH KEGIATAN KERELAWANAN
TERINTEGRASI UNTUK MENDUKUNG
PERILAKU PROSOSIAL PEMUDA
Theresia Magdalena Theofanny
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

Pendahuluan
Kerelawanan (volunteering) adalah salah satu manifestasi perilaku prososial
yang meliputi aktivitas ketika seseorang memberikan waktu dan tenaganyanya
secara sukarela untuk keuntungan orang, kelompok, atau isu tertentu yang
berlangsung secara proaktif dan disengaja (Brief & Motowidlo, 1986; Wilson,
2000). Kegiatan kerelawanan nyatanya tidak hanya berguna untuk membantu
mencapai suatu tujuan pembangunan tertentu, tetapi juga menumbuhkan empati
dan pemahaman pada relawannya, terutama terkait orang-orang yang berbeda
darinya (Hein et al., 2016). Berangkat dari meningkatya kepopuleran social media
influencer (SMI) dan banyaknya kegiatan kerelawanan, sudah saatnya pemerintah
memanfaatkan momentum ini dan mendorong kegiatan kerelawanan dengan
membuat Kanal Informasi Kerelawanan Nasional (KAWAN) di media sosial yang
terintegrasi di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dengan
mengedepankan kolaborasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat
(LSM) dan SMI.

Isi
Pada dasarnya, manusia melakukan perilaku prososial untuk mendapatkan
emotional reward. Penelitian menemukan bahwa melakukan sesuatu untuk
keuntungan orang lain memiliki emotional reward dan dampak positif yang lebih
besar pada individu dibandingkan melakukan sesuatu untuk diri sendiri, sekalipun
hal yang dilakukan tidak besar sekalipun (Aknin et al., 2015). Perilaku prososial
juga memiliki korelasi positif terhadap peningkatan popularitas dan mitigasi stres
dalam kehidupan sehari-hari (Layous et al., 2012). Penggunaan media sosial
nyatanya menjadi salah satu faktor pendukung perilaku prososial, di mana remaja
yang lebih sering menggunakan media sosial memiliki kemampuan yang lebih baik
dalam memahami dan merasakan perasaan orang lain sehingga terdorong oleh
motivasi internal untuk membantu dan melakukan sesuatu untuk masyarakat
(Vossen & Valkenburg, 2016; Prot et al., 2014).
Melalui hasil penelitian terdahulu, media sosial adalah wadah yang efektif
dalam menarik calon-calon relawan. Melihat potensi kolaborasi yang besar ini,
sudah saatnya pemerintah bergerak dan membuat wadah resmi yang terintegrasi
untuk menampung semua informasi kerelawanan dengan lebih efektif. Penawaran
sertifikat penghargaan bagi relawan yang telah menyelesaikan tugas oleh
Kemenpora dapat menjadi satu insentif sederhana yang dapat diberikan, di luar
Theresia Magdalena Theofanny_Kanal Informasi Kerelawanan Nasional (Kawan): Pembentukan
Wadah Kegiatan Kerelawanan Terintegrasi untuk Mendukung Perilaku Prososial
Pemuda_Kepemudaan

insentif besar seperti pengadaan beasiswa atau studi banding untuk relawan-
relawan terbaik. Dalam implementasinya, pemerintah perlu bekerja sama dengan
LSM yang menaungi kegiatan kerelawanan dan tidak lupa dengan SMI juga.
Mengapa kemitraan perlu dijalin dengan SMI dan bukan dengan selebritas
dengan kepopuleran yang lebih tinggi? Melihat dari tren pemasaran bisnis saat ini,
perusahaan dan pengusaha sekarang mulai meninggalkan selebritas konvensional
dan beralih kepada SMI dalam memasarkan produk mereka (Schouten et al., 2020).
Tren baru ini muncul karena masyarakat awam lebih mengidentifikasi diri,
mengenali, dan mempercayai SMI daripada selebritas (Schouten et al., 2020).
Penemuan ini sebenarnya tidak mengherankan, mengingat bahwa SMI secara aktif
membagikan kehidupan sehari-harinya dan berinteraksi langsung dengan
pengikutnya di media sosial, berbeda dengan selebritas yang cenderung lebih
eksklusif dan tertutup. Sejalan dengan penemuan Layous et al. (2012) yang
menemukan korelasi positif antara perilaku prososial dengan popularitas, maka
penemuan ini dapat menjadi basis untuk mengajak SMI berpartisipasi dalam
promosi kegiatan kerelawanan. SMI dapat mengambil fungsi sebagai mediator
antara program LSM dengan target partisipan yang dituju.
Jika dilakukan dengan baik, kerja sama ini dapat menghasilkan dampak
positif yang signifikan. Metode kemitraan antara LSM dan SMI yang difasilitasi
pemerintah ini sejalan dengan penelitian yang mencari tahu tentang social network
effect, di mana semakin besar koneksi sosial yang terbentuk, maka semakin besar
juga bantuan yang didapatkan berkat adanya efek keberlanjutan dan pengaruh yang
dihasilkan (Saxton & Wang, 2014). Berangkat dari pengamatan akan maraknya
kegiatan kerelawanan, penggunaan media sosial, serta pengaruh SMI kepada
masyarakat awam, maka dapat disimpulkan bahwa realisasi KAWAN di bawah
pemerintah adalah ide yang memiliki potensi besar untuk mendorong pemuda
dalam berpartisipasi untuk bangsa.

Penutup
Kegiatan kerelawanan sebagai salah satu bentuk perilaku prososial akhir-
akhir ini mulai mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat berkat kehadiran
media sosial. Penggunaan media sosial yang nyatanya dapat membangun empati
dan pemahaman pada individu menjadikan penggunanya sebagai target yang tepat
bagi LSM dalam mencari relawan. Di sisi lain, SMI merupakan salah satu aktor
yang mulai mendapatkan kepopuleran di media sosial dan memegang pengaruh
yang besar kepada pengikutnya. Melihat besarnya potensi kolaborasi antara LSM
dan SMI dalam memaksimalkan jalannya kegiatan kerelawanan, pemerintah
terutama Kemenpora dapat memfasilitasi kemitraan tersebut dengan membuat
KAWAN atau Kanal Informasi Kerelawanan Nasional untuk menampung
informasi berbagai kesempatan kerelawanan dengan insentif sederhana. Melalui
pengoptimalan kegiatan kerelawanan di bawah KAWAN, niscaya lebih banyak
pemuda yang dapat dijangkau untuk melakukan tindakan prososial dan
Theresia Magdalena Theofanny_Kanal Informasi Kerelawanan Nasional (Kawan): Pembentukan
Wadah Kegiatan Kerelawanan Terintegrasi untuk Mendukung Perilaku Prososial
Pemuda_Kepemudaan

mengembangkan diri sebagai pemimpin bangsa di masa depan dan membantu


membangun Indonesia yang lebih maju.

DAFTAR PUSTAKA

Aknin, L. B., Broesch, T., Hamlin, J. K., & Van De Vondervoort, J. W. (2015).
Prosocial behavior leads to happiness in a small-scale rural society. Journal
of Experimental Psychology: General, 144(4), 788–795.
https://doi.org/10.1037/xge0000082

Brief, A. P. & Motowidlo, S. J. (1986). Prosocial Organizational Behaviors. The


Academy of Management Review, 11(4), 710–725. doi:10.2307/258391

Hein, G., Engelmann, J. B., Vollberg, M. C., & Tobler, P. N. (2016). How
learning shapes the empathic brain. Proceedings of the National Academy of
Sciences of the United States of America, 113(1), 80–85.
https://doi.org/10.1073/pnas.1514539112

Layous, K., Nelson, S. K., Oberle, E., Schonert-Reichl, K. A., & Lyubomirsky, S.
(2012). Kindness Counts: Prompting Prosocial Behavior in Preadolescents
Boosts Peer Acceptance and Well-Being. PLoS ONE, 7(12), 7–9.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0051380

Prot, S., Gentile, D. A., Anderson, C. A., Suzuki, K., Swing, E., Lim, K. M., …
Lam, B. C. P. (2014). Long-Term Relations Among Prosocial-Media Use,
Empathy, and Prosocial Behavior. Psychological Science, 25(2), 358–368.
https://doi.org/10.1177/0956797613503854

Saxton, G. D., & Wang, L. (2014). The Social Network Effect: The Determinants
of Giving Through Social Media. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly,
43(5), 850–868. https://doi.org/10.1177/0899764013485159

Schouten, A. P., Janssen, L., & Verspaget, M. (2020). Celebrity vs. Influencer
endorsements in advertising: the role of identification, credibility, and
Product-Endorser fit. International Journal of Advertising, 39(2), 258–281.
https://doi.org/10.1080/02650487.2019.1634898

Vossen, H. G. M., & Valkenburg, P. M. (2016). Do social media foster or curtail


adolescents’ empathy? A longitudinal study. Computers in Human Behavior,
63, 118–124. https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.05.040

Wilson, J. (2000). Volunteering. Annual Review of Sociology, 26(1), 215-240.

Anda mungkin juga menyukai