Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

INDIVIDU DAN POPULASI

Peran Peer Group dalam Promosi Kesehatan pada Remaja

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 8 :


1. Fabian Arassi S

(H1A013021)

2. Nini Azniati

(H1A013048)

3. Nita Khusnulzan

(H1A013049)

4. Putu Pradipta Shiva Darrashcytha

(H1A013052)

5. Qisthinadia Hazhiyah Setiadi

(H1A013053)

6. Yaumil Agisna Sari

(H1A012063)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


NUSA TENGGARA BARAT
2015
BAB I

PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah terlepas dari adanya interaksi dengan
individu lain dan lingkungannya. Interaksi dengan individu lain diharapkan dapat berjalan secara
dinamis dan progresif. Sehingga dapat terbentuk suatu hubungan yang harmonis dalam interaksi,
khususnya interaksi antar individu. Interkasi antar individu diatur oleh norma. Norma merupakan
suatu aturan yang telah disepakati bersama tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat (Septi, 2012).
Agar peraturan yang telah terbentuk itu dapat berfungsi dan mencapai tujuan yang ingin
dicapai, maka dibutuhkan sikap patuh dari anggota masyarakat yang bisa disebut sebagai
kepatuhan. Namun tentunya dalam menyikapi aturan tersebut selalu ada pro dan kontra.
Sehingga timbul perlawanan yang dinamakan pelanggaran. Pelangaran ini bisa dilakukan oleh
siapa pun, termasuk juga remaja (Septi, 2012).
Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa
remaja dibagi menjadi 3 sub fase yaitu masa remaja awal (usia 11-14 tahun), masa remaja
pertengahan (15-17 tahun) dan masa remaja akhir (18 tahun). Pada masa ini, anak banyak sekali
mengalami perubahan baik dari segi fisik, kognitif, sosial ataupun dari segi emosional. Masa
remaja merupakan waktu kematangan fisik , kognitif, sosial dan emosional yang cepat pada anak
laki-laki untuk mempersiapkan diri menjadi laki-laki dewasa dan pada anak perempuan untuk
mempersiapkan diri menjadi wanita dewasa (Puspa Utami P, 2012). Oleh karena itu dibutuhkan
untuk mengontrol beberapa faktor yang mempengaruhi kepribadian agar nantinya remaja
tersebut dapat mematuhi peraturan yang berlaku di masyarakat (Septi, 2012).

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian terkait dengan kepatuhan aturan
adalah dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan pengakuan kepercayaan terhadap orang
lain. Dukungan bisa berasalah dari siapapun disekitar lingkungan, salah satunya adalah peer
group atau teman sebaya. Kelompok teman sebaya ini memiliki peran yang penting dalam
perkembangan remaja baik secara sosial maupun emosional. Kelompok teman sebaya ini dapat
menjadi media dalam pengarahan moral dan perilaku kedisiplinan di kalangan remaja (Septi,
2012).

BAB II
ISI

Masa remaja merupakan tahap perkembangan selanjutnya dari anak usia sekolah. Pada
saat ini ketergantungan remaja terhadap keluarga semakin berkurang sedangkan ketergantungan
remaja kepada kelompok sebaya makin tinggi. Kelompok sebaya memberi remaja perasaan
saling memiliki, pembuktian dan kesempatan untuk belajar perilaku yang dapat diterima. Rasa
memiliki merupakan hal yang penting karena dikritik atau diabaikan oleh teman sebaya
menimbulkan perasaan inferioritas dan tidak adekuat. Oleh karena itu, remaja akan berperilaku
dengan cara yang akan memperkuat keberadaan mereka didalam kelompok teman sebaya (Puspa,
2012). Pada masa ini pula remaja memiliki tugas perkembangan membangun hubungan dengan
orang-orang diluar keluarganya dan salah satu cara mereka membentuk hubungan tersebut adalah
dengan melakukan penyesuaian dengan lingkungan, salah satunya dengan teman sebaya atau
peer group, baik sesama jenis atau berlainan jenis (Hurlock, 2012).
Teman sebaya atau peer group adalah suatu kelompok kecil yang anggotanya berusia
relative sama dan diantara mereka terjalin keakraban. Saat seseorang memasuki tahap remaja, ia
dituntut untuk dapat mengembangkan kemampuan bersosialisasi dan memulai kemandirian lepas
dari orang tua ataupun orang dewasa lainnya. Tidak adanya tempat bergantung dan belum
mampunya berdiri sendiri menyebabkan remaja membutuhkan orang lain untuk dapat bertahan
dan melalui masa remaja ini dengan baik. Oleh karena itu, remaja membentuk kelompokkelompok yang didalamnya mereka dapat saling mendukung, baik secara individu maupun
secara kelompok, memberikan perasaan memiliki dan kekuatan serta kekuasaan (Puspa, 2012).
Peer group dan remaja sering kali menghabiskan waktu bersama. Dapat dikatakan bahwa
cukup banyak waktu yang dihabiskan oleh remaja tanpa pengawasan orang dewasa untuk

berinteraksi dengan teman sebaya yang memungkinkan terbentuknya suatu perilaku atau sikap
pada remaja akibat interaksi yang terjalin antara remaja dan peer group (Puspa, 2012). Ditambah
lagi, remaja merupakan masa ketidakseimbangan emosi dan fisik sehingga banyak remaja yang
tidak tahu bagaimana mencari informasi yang benar mengenai berbagai hal termasuk tentang halhal krusial seperti kesehatan reproduksi. Pada masa ini peer group menjadi bagian yang penting
bagi remaja karena peer group memberikan dukungan, dan berperan sebagai tempat berbagi dan
belajar untuk remaja. Pada masa ini pula, remaja mencoba hal-hal baru termasuk dalam perilaku
seksual dan perilaku menyimpang lainnya (Maryatun, 2013).
Tingginya angka perilaku menyimpang pada kalangan remaja sangatlah disayangkan.
Remaja sebagai penerus bangsa tentunya memegang nasib bangsa ditangannya. Namun hal yang
sangat disayangkan adalah justru 75% dari pengguna narkoba adalah kalangan remaja. Selain itu,
tingginya angka seks bebas di kalangan remaja saat ini sangat memprihatinkan. Lebih dari 40%
remaja putri di kota besar seperti Medan, Bandung, dan Surabaya berusia 13-18 tahun telah
melakukan hubungan seks di luar nikah. Sebagian besar diantara mereka beralasan hubungan
seks yang mereka lakukan terjadi begitu saja atau atas paksaan pasangannya. Hal ini semakin
memburuk karena ada pengaruh dari lingkungan, contohnya lokalisasi Dolly di kota Surabaya
berperan atas 71% perilaku seks sebelum nikah pada kalangan remaja di Surabaya (Sulistiawan
et al, 2013).
Masalah kesehatan remaja, khususnya kesehatan reproduksi remaja saat ini semakin
mengkhawatirkan. Saat ini remaja cenderung akan mencari informasi sendiri tentang reproduksi,
baik melalui teman sebaya maupun media massa yang tidak terjamin kebenarannya. Hal ini
justru akan menjerumuskan remaja ke perilaku seksual yang tidak seharusnya (Sulistiawan et al,
2013).

Remaja merupakan salah satu titik yang penting dalam melakukan promosi kesehatan.
Usaha pemerintah melalui sarana kesehatan seperti Puskesmas dirasa kurang efektif karena
kesenjangan antara tenaga kesehatan dan sasaran kesehatan yaitu remaja. Sehingga promosi
kesehatan remaja yang melibatkan remaja secara aktif dirasa perlu dilakukan, salah satunya
dapat dilakukan melalui Karang Taruna dengan metode peer group (Sulistiawan et al, 2013).
Peer group dipandang sebagai sarana diseminasi dan saluran komunikasi yang tepat bagi
kalangan remaja dengan menggunakan remaja itu sendiri sebagai bagian dari kelompok sasaran
(Maryatun, 2013).
Metode peer group mempermudah untuk mengadopsi kebiasaan-kebiasaan sikap,
gagasan, keyakinan, nilai dan pola tingkah laku dalam bermasyarkat. Dalam pendekatan ini,
remaja di asumsikan lebih mudah menerima informasi tentang kesehatan dari teman
kelompoknya, dibandingkan bila mendapatkan penyuluhan dari orang-orang dewasa seperti guru
dan orang tua. Peer group dilakukan dalam bentuk dialog diantara dua pihak yang setara,
sehingga penyampaian informasi yang bersifat terbuka dan sangat personal seperti pengetahuan
tentang seks, aktivitas seksual, HIV/AIDS, dan lain-lain yang dapat disampaikan lebih baik dari
pada melauli cara formal oleh seorang penyuluh atau pendidik dari luar kelompok remaja
(Maryatun, 2013).
Peer group dilakukan dengan maksud menimbulkan efek perubahan pada pengetahuan,
sikap, keyakinan dan perilaku di level individual. Melalui pendidikan sebaya kaum muda di
perguruan tinggi dapat mengembangkan pesan maupun memilih media yang leibih tepat
sehingga informasi yang diterima dapat dimengerti oleh sesama mereka (Maryatun, 2013).

Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk melaksanakan promosi kesehatan dengan
metode peer group adalah kelompok remaja Karang Taruna. Pembinaan Karang Taruna dapat
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pengetahuan remaja Karang Taruna,
khususnya memberikan informasi yang tepat mengenai kesehatan termasuk tentang
penyalahgunaan NAPZA dan seks bebas yang sangat riskan terjadi di kalangan remaja
(Sulistiawan et al, 2013).
Promosi kesehatan remaja melalui Karang Taruna ini pernah dilakukan pada remaja yang
berdomisili di kawasan lokalisasi Dolly. Kegiatan ini diawali dengan Focused Group Discussion
(FGD) yang diikuti 6 orang remaja penggerak Karang Taruna di daerah tersebut untuk
mengetahui gambaran tingkat pengetahuan serta kesadaran remaja di kawasan lokalisasi Dolly
tentang penyalahgunaan NAPZA dan seks bebas (Sulistiawan et al, 2013).
Selanjutnya, program tersebut dilanjutkan dengan pembentukan peer educator, sehingga
nantinya remaja-remaja tersebut dapat memberikan edukasi yang tepat tentang kesehatan kepada
teman sebayanya. Dengan dikerahkannya remaja untuk memberikan promosi kesehatan terhadap
teman sebayanya, diharapkan akan timbul kenyamanan dalam berkomunikasi. Dengan
dibentuknya peer educator, kasus-kasus seperti: masalah seksual, percintaan, ketidakstabilan,
ketidakmampuan mengambil keputusan, dan semua masalah yang dapat menjerumuskan remaja
kedalam penyalahgunaan narkoba dan seks bebas dapat dihindari karena adanya peran peer
educator yang senantiasa ada untuk mendengarkan keluh kesah teman sebayanya (Sulistiawan et
al, 2013).
Hasil dari program promosi kesehatan melalui teman sebaya ini adalah, terdapat
peningkatan pengetahuan remaja tentang penyalahgunaan NAPZA dan perilaku seks bebas

sebesar 28%. Sehingga model pemberdayaan ini, terbukti mampu meningkatkan kognisi remaja
di kawana lokalisasi Dolly tersebut. Kunci keberhasilan dari program ini adalah, keterlibatan
remaja subyek pemberdayaan dalam setiap pengambilan keputusan sehingga kondisi ini
membangkitkan motivasi internal mereka untuk berperan aktif sebagai pelaksana pemberdayaan
kesehatan (Sulistiawan et al, 2013).
Sikap seksual pranikah remaja yang menyimpang juga dapat terjadi pada remaja
berkebutuhan khusus. Sama halnya dengan remaja normal, remaja penyandang cacat juga
mengalami perubahan dan perkembangan seksual seperti yang dialami remaja normal. Dengan
diberikannya suatu pendekatan melalui peer group, terdapat perbedaan yang bermakna berupa
perubahan perilaku seksual pranikah kearah sikap tidak setuju. Hal ini menunjukkan peer
counseling tentang kesehatan reproduksi dapat merubah sikap seksual pranikah tidak hanya pada
remaja normal, tetapi juga pada remaja dengan disabilitas (Anita dan Magfirah, 2014).
Dari uraian diatas, promosi kesehatan dengan metode peer group berupa peer counseler
merupakan suatu pendidikan psikologis yang bersifat disengaja dan terbukti dapat merubah sikap
dan perilaku remaja ke arah yang lebih baik. Konseler sebaya mmungkinkan remaja untuk
memiliki ketereampilan-keterampilan guna mengimplementasikan pengalaman kemandirian dan
kemampuan mengontrol diri. Dengan cara ini, konseler remaja memberikan kontribusi yang
dimilikinya untuk memberikan sesuatu hal yang dibutuhkan oleh para remaja yaitu respect yang
umumnya terdapat dalam interaksi teman sebaya atau peer group. Melalui peer group remaja
dapat saling mengisi dan membantu remaja lain yang membutuhkan teman bicara untuk
mengenal dan memecahkan masalahnya (Anita dan Magfirah, 2014).

Sehingga kegiatan penyebaran informasi kesehatan remaja, khususnya kesehatan


reproduksi melalui peer group diperlukan untuk upaya dalam edukasi kesehatan bagi remaja.
Karena, remaja cenderung lebih nyaman dan terbuka ketika berbicara dan bersosialisasi dengan
teman sebayanya dibandingkan dengan orang dewasa. Namun, promosi kesehatan pada remaja
melalui peer group memiliki kelemahan karena tingginya angka turn over konseler sebaya,
sehingga untuk mengatasi hal ini dibutuhkan dukungan yang berkelanjutan untuk menjamin
keberadaan konseler sebaya di dalam kelompoknya (Anita dan Magfirah, 2014).

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada
masa ini pula remaja memiliki tugas perkembangan membangun hubungan dengan orang-orang
diluar keluarganya dan salah satu cara mereka membentuk hubungan tersebut adalah dengan
melakukan penyesuaian dengan lingkungan, salah satunya dengan teman sebaya atau peer group.
Melalui peer group remaja dapat saling mengisi dan membantu remaja lain yang membutuhkan
teman bicara untuk mengenal dan memecahkan masalahnya. Dengan demikian, remaja akan
dapat menyelesesaikan berbagai masalahnya dan tidak terjerumus ke penyimpanganpenyimpangan seperti penyalahgunaan NAPZA dan perilaku seks bebas yang akan mengganggu
stabilitas kesehatan baik kesehatan emosional maupun fisiknya.
Sehingga promosi kesehatan remaja yang melibatkan remaja secara aktif dirasa perlu
dilakukan, salah satunya dapat dilakukan melalui metode peer group. Karena hal ini terbukti
dapat merubah sikap remaja kearah yang lebih baik dan menjadikan remaja lebih menyadari
akan pentingnya kesehatan mereka, khusunya kesehatan reproduksi.

DAFTAR PUSTAKA

Anita dan Magfirah, 2014. Peer Counseling tentang Kesehatan Reproduksi dan Perubahan Sikap
Seksual Pranikah pada Remaja Disabilitas di Banda Aceh dan Aceh Besar. Jurnal
Kesehatan

Ilmiah

nasuwakes,

[e-journal]

7(2).

Available

trough:

http://www.nasuwakes.poltekkes-aceh.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/05.ANITA.pdf [Accessed 10 April 2015].

Hurlock, Elizabeth B, 2012. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Maryatun, 2013. Peran Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual Pra Nikah pada Remaja di
SMA Muhammadiyah 3 Surakarta. Gaster, [e-journal] 10(1). Available trough:
www.jurnal.stikes-aisyiyah.ac.id/index.php/gaster/article/download/46/43 [Accessed 10
April 2015].
Puspa, P. U, 2012. Hubungan Peer Group dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 103
Jakarta Timur. Jakarta.universitas Indonesia. [pdf]

avalaible at: http://lib.ui.ac.id/file?

file=pdf/abstrak-20313267.pdf [Accesed 10 April 2015].


Septi K, Tuti Hardjajani, A.N.P., 2012. Hubungan antara Dukungan Sosial Peer Group dan
Kontrol Diri dengan Kepatuhan terhadap Peraturan pada Remaja Putri di Pondok Pesantren
Modern

Islam

Assalaam

Sukoharjo.

Available

http://www.candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/candrajiwa/article/view/25/15

at:

Sulistiawan, D., et al, 2013. Revitalisasi Peran Karang Taruna sebagai Komunitas Penggerak
Antimadat dan Seks Bebas (Kompas) Remaja di Kawasan Lokalisasi Dolly Surabaya. [pdf]
Universitas

Airlangga.

Available

at:

http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKMM/article/download/99/100 [Accessed 10 April


2015].

Anda mungkin juga menyukai