Anda di halaman 1dari 10

FALSAFAH PENYULUHAN PERTANIAN

(Tugas Responsi Teori Komunikasi dan Penyuluhan / Pemberdayaan Masyarakat)

oleh

Nur Afni Aprilia


2020021005

JURUSAN ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN / PEMBERDAYAAN


MASYARAKAT
FAKULTAS MULTIDISIPLIN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk merubah perilaku klien
sesuai dengan yang direncanakan, yaitu menjadi orang yang modern. Hal ini
termasuk usaha pemberdayaan potensi diri klien agar lebih berdaya dan mandiri.
Suatu sistem pendidikan di luar sekolah untuk para petani dan keluarganya dengan
tujuan agar mereka mampu, mau, dan berswadaya dalam meningkatkan kesejahteraan
dirinya sendiri dan masyarakat lain. Efektivitas dan efisiensi program penyuluhan
pertanian dapat dikembangkan oleh tenaga-tenaga profesional di bidang penyuluhan
pertanian. Salah satu usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah
mencanangkan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (RPP) sebagai usaha
mendudukkan, memerankan, memfungsikanm dan menata kembali penyuluhan
pertanian agar kesatuan pengertian, korp, dan arah kebijakan terwujud. Tonggak dari
pelaksanaan revitalisasi ini adalah pengesahan Undang-undang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Nomor 16 Tahun 2006 yang merupakan titik
awal pemberdayaan petani melalui peningkatan sumber daya manusia dan
kelembagaan para penyuluh pertanian (Sutrisno, 2016).

Sutrisno (2016) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian pada hakikatnya adalah


pemberian bimbingan kepada para petani yang aktif melaksanakan usaha tani
sehingga mereka dapat belajar sambil melakukan (learning by doing). Pada awalnya
sebagian besar petani kurang percaya dengan penyuluhan, namun setelah mereka
melihat petani lain yang berhasil setelah mengikuti penyuluhan dan menghasilkan
keuntungan, mereka mulai sadar dan percaya bahwa penyuluhan bermanfaat bagi
petani. Kerja sama dengan petani yang dilaksanakan oleh penyuluh didasari
kekeluargaan dan gotong-royong tanpa tuntutan materi, mendorong agar petani mau
dan mampu memecahkan masalahnya sendiri. Falsafah penyuluhan tidak
mengutarakan tentang paksaan atau perintah, melainkan hanya sebatas anjuran. Oleh
karena itu, petani dapat melakukan arahan-arahan dan penerapan teknologi yang
dianjurkan oleh penyuluh secara sukarela untuk mewujudkan usaha tani dan
kehidupan yang lebih baik (Sutrisno, 2016).

Falsafah dapat diartikan sebagai pandangan hidup yang menjadi dasar pemikiran
yang sumbernya adalah kebijakan moral tentang segala sesuatu yang akan dan harus
diimplementasikan dalam pelaksanaannya. Hal yang paling diutamakan dalam
falsafah penyuluhan pertanian adalah bekerja bersama masyarakat untuk
meningkatkan kemampuan petani dan keluarganya sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhannya tanpa ketergantungan dengan orang lain (Budi, 2018). Pemahaman
tentang falsafah sangat penting sebagai landasan arahan suatu kegiatan. Falsafah
dapat memberikan pemahaman tentang landasan dalam melaksanakan kegiatan
penyuluhan pertanian yang lebih layak agar mendapatkan hasil yang optimal. Hasil
yang optimal tersebut akan menciptakan kepuasan bagi penyuluh, petani dan
keluarga, serta masyarakat lainnya sebagai penerima manfaat penyuluhan pertanian
tersebut (Sutrisno, 2016).

1.2. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui falsafah penyuluhan pertanian.
II. PEMBAHASAN

Menurut Kelsey dan Hearne dalam Mardikanto dan Pertiwi (2019), kepentingan
pengembangan individu dalam pertumbuhan masyarakat dan bangsanya adalah
pijakan falsafah penyuluhan. Mereka mengutarakan bahwa bekerja bersama
masyarakat guna membantu mereka sehingga mereka dapat meningkatkan harkatnya
sebagai manusia (helping people to help themselves) adalah arti dari falsafah
penyuluhan. Konsep tersebut harus dimengerti secara demokratis dan menempatkan
kedua belah pihak pada kedudukan yang setara. Pengertian yang terkandung dari
pemahaman tersebut, yaitu:
1. Penyuluh bukan bekerja untuk masyarakat, tetapi harus bekerja sama dengan
masyarakat. Keberadaan penyuluh harus mampu membuat suasana dialogis
dengan masyarakat dan menumbuhkan, menggerakkan, serta memelihara
partisipasi masyarakat;
2. Ketergantungan tidak boleh tercipta oleh penyuluhan, tetapi kreativitas dan
kemandirian masyarakat harus tercipta agar mereka mampu berswakarsa,
swadaya, swadana, dan swakelola untuk mencapai tujuan, harapan, dan
keinginan masyarakat;
3. Pelaksanaan penyuluhan harus mengacu pada perwujudan kesejahteraan
ekonomi masyarakat dan peningkatan harkatnya sebagai manusia.

Berdasarkan falsafah “helping people to help themselves”, Ellerman (2001) dalam


Hidayati (2014) menyatakan bahwa terdapat delapan peneliti yang mempelajari teori
pemberian bantuan, yaitu:
1. Hubungan Guru dan Murid (John Dewey), dengan pemberian kesempatan
untuk mengenal pengalaman, motivasi untuk berpikir dan menemukan
masalahnya sendiri; memberi peluang untuk melaksanakan “penelitian”,
tawaran mempelajari solusi, serta peluang untuk pengujian idenya dengan
penerapan langsung;
2. Hubungan Penasehat dan Aparat Birokrasi Pemerintah (Albert Hirschman),
melalui proses pembelajaran tentang ide baru, analisis kondisi dan masalah
yang diikuti dengan penawaran solusi dan minimalisir konfrontasi yang terjadi;
3. Hubungan Manajer dan Karyawan (Douglas McGregor), melalui
tanggungjawab sebagai alat kontrol diri (self control) yang diberikan;
4. Hubungan Dokter dan Pasien (Carl Rogers), melalu saran yang membangun
yang diberikan dengan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki. Uji coba
kegiatan dengan memberikan dana dan pengelolaan dari luar tidak memberikan
hasil yang lebih baik;
5. Hubungan Guru Spiritual dan Murid (Soren Kierkegaard), melalui pemahaman
bahwa seseorang hanya dapat mengetahui masalah atau kesalahan yang
dialaminya sendiri. Seorang guru harus merendah diri, siap melayani, dan
menyediakan waktu;
6. Hubungan Organisator dan Masyarakat (Saul Alinsky), melalui usaha
demokratisasi, meningkatkan partisipasi, dan mengembangkan keyakinan (rasa
percaya diri) untuk menemukan solusi untuk masalahnya sendiri;
7. Hubungan Pendidik dan Masyarakat (Paulo Freire), melalui proses penyadaran
dan pemberian kebebasan untuk melaksanakan semua hal yang terbaik menurut
dirinya sendiri;
8. Hubungan Agen pembangunan dan Lembaga Lokal (E.F. Schumacher), melalui
program bantuan guna mengamati kegiatan masyarakat dan membantu agar
mereka dapat memperbaiki sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.

Menurut Bartle (2001) dalam Mardikanto (2019), terdapat ajaran Lao Tze sebagai
acuan kerja bagi penyuluh, yaitu: Pergilah kepada mereka (masyarakat), hiduplah
bersama mereka, belajarlah dari mereka, mulailah dari mereka, bekerjalah bersama
mereka, bangunlah di atas apa yang mereka miliki, tetapi sebagai pemimpin yang
terbaik, ketika semua tugas telah selesai, pekerjaan telah dilengkapi. Mereka
(masyarakat) akan mencatat: “kami telah menyelesaikannya sendiri”. Kemudian
Mosher dalam Gitosaputro dkk. (2012) mengutarakan bahwa dasar penyuluhan
pertanian di Amerika adalah 3-T, yaitu:
1. Teach (pendidikan) : penyuluhan adalah proses pendidikan berdasarkan materi
yang nyata dan telah dipercayai dengan sungguh-sungguh oleh penyuluhnya
bahwa perbaikan dan keuntungan ekonomi dibawa oleh materi tersebut;
2. Truth (kebenaran) : penyuluhan harus berupa kebenaran, yaitu hasil dari
penelitian yang telah teruji dan bukan sekedar asumsi atau dugaan.
3. Trust (kepercayaan) : adanya keyakinan penyuluh bahwa materi penyuluhan
akan memberikan keuntungan ekonomis. Keyakinan tersebut diperoleh dari
hasil penelitian, pengalaman yang teruji oleh waktu, dan pengujian lokal.

Mardikanto (2019) menyatakan bahwa dalam sejarah penyuluhan pertanian di


Indonesia (periode pemerintahan orde baru), sebagian besar kegiatan penyuluhan
dilaksanakan dengan pendekatan kekuasaan berupa pemaksaan sehingga muncul
gurauan “dipaksa, terpaksa, akhirnya terbiasa”. Menurut Gitosaputro dkk. (2012),
berdasarkan pemahaman tentang penyuluhan sebagai proses pendidikan, filsafat
pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro berbunyi:
1. Ing ngarso sung tulodo (di depan mamberi contoh atau teladan);
2. Ing madyo mangun karso (di tengah member semangat dan motivasi);
3. Tut wuri handayani (di belakang memberikan dorongan dan arahan).

Terdapat empat aliran pokok berdasarkan perkembangan sejarah filsafat, yaitu


naturalisme, idealisme, realisme, dan pragmatisme. Pandangan setiap aliran tersebut
tentang kenyataan karena tinjauan ini dapat menjelaskan ciri utama dari empat aliran
tersebut, yaitu:
1. Naturalisme, aliran ini memiliki pandangan bahwa “kenyataan” yang
sesungguhnya adalah semesta alam, bukan kenyataan spiritual atau
supranatural. Aliran ini adalah filsafat dunia ini karena memandang sesuatu
yang asalnya dari alam dan tidak ada satupun yang ada ini terdapar sebaliknya.
Berdasarkan ini, naturalisme modern menjadi “pluralisme” yang berpendapat
bahwa kenyataan itu dapat terdiri atas banyak tipe benda alamiah;
2. Idealisme, aliran ini mempunyai pendirian bahwa kenyataan tersusun atas
substansi sebagaimana ide-ide atau spirit. Alam ini bergantung pada jiwa
universal atau Tuhan, berarti alam adalah ekspresi dari jiwa tersebut. Dunia
merupakan suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual;
3. Realisme, aliran ini muncul pada zaman modern dan sering disebut sebagai
“anak” dari naturalisme. Aliran ini memiliki pandangan bahwa suatu objek
nyata pada sendirinya. Kenyataan tidak sepenuhnya bergantung pada jiwa yang
memahami tetapi adalah hasil pertemuan dari objeknya;
4. Pragmatisme, pemanfaatan diletakkan di atas pengetahuan oleh aliran ini.
Kegunaan memiliki kedudukan utama di antara pengetahuan mengenai sesuatu.
Tindakan seseorang yang memikiki pengetahuan tersebut bisa menjadi unsur
penentu untuk mengembangkan pengetahuan itu (Gitosaputro dkk., 2012).

Kemudian Dussenberry dalam Gitosaputro dkk. (2012) menyatakan bahwa falsafah


penyuluhan pertanian di Inggris dilandasi oleh pengertian sebagai berikut:
1. Petani merupakan orang yang cerdas (intelligent);
2. Petani mampu dan bisa melakukan sesuatu (capable);
3. Petani memiliki harapan untuk mendapatkan informasi dan mempergunakannya
untuk kepentingan diri sendiri dan masyarakatnya (wish).

Beberapa tulisan mengemukakan adanya falsafah penyuluhan pertanian berdasarkan


Pancasila. Falsafah ini wajar bagi Bangsa Indonesia karena Pancasila merupakan
pandangan hidup yang dijadikan petunjuk dalam mencapai kesejahteraan masyarakat
Indonesia dan merupakan ciri khas yang membedakan dengan bangsa-bangsa lain.
Falsafah penyuluhan pertanian berdasarkan Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Sesuai dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, berarti materi penyuluhan harus
berupa kebenaran dan sudah diyakini oleh penyuluh;
2. Adanya sila kedua, menjadi landasan pemikiran bahwa semua manusia
dianggap sama dan memberikan petunjuk agar penyuluhan pertanian terlaksana
dengan anggapan bahwa penyuluh sebagai fasilitator dan petani sebagai
penerima manfaat penyuluhan memiliki derahat yang sama, sehingga tidak
perlu dibedakan;
3. Sila Persatuan Indonesia, memberi arahan bahwa tujuan penyuluhan pertanian
harus sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia;
4. Sila Kedaulatan Rakyat, sebagai petunjuk untuk membuat pelaksanaan
penyuluhan pertanian dilakukan secara demokratis, tanpa paksaan;
5. Sila Keadilan Sosial, diartikan tujuan sebagai penyuluhan tercapai dan
masyarakat dapat merasakan manfaatnya, terutama petani, lalu masyarakat adil-
makmur dapat terasa oleh seluruh rakyat Indonesia Gitosaputro dkk. (2012).
III. KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah ini, yaitu falsafah penyuluhan pertanian memiliki arti
bekerja bersama masyarakat guna membantu mereka sehingga mereka dapat
meningkatkan harkatnya sebagai manusia (helping people to help themselves) dan
konsep ini harus dimengerti secara demokratis serta menempatkan kedua belah pihak
pada kedudukan yang setara. Falsafah penyuluhan pertanian yang dapat diterapkan di
Indonesia adalah konsep filsafat pendidikan menurut Ki Hajar Dewantoro dan
falsafah penyuluhan berdasar kan Pancasila. Selain itu, delapan macam pola
hubungan antar-manusia dalam teori pemberian bantuan menurut Ellerman juga dapat
dijadikan acuan falsafah penyuluhan pertanian.
DAFTAR PUSTAKA

Budi, S. 2018. Penyuluhan Pertanian : Teori dan Penerapannya. Sefa Bumi Persada.
Lhokseumawe.

Gitosaputro, S., Listiana, I., Gultom, D. T. 2012. Dasar-Dasar Penyuluhan dan


Komunikasi Pertanian. Anugrah Utama Raharja. Bandar Lampung.

Hidayati, P. I. 2014. Penyuluhan dan Komunikasi. (Buku Ajar). Universitas


Kanjuruhan Malang. Malang.

Mardikanto, T. dan Pertiwi, P. R. 2019. Metode dan Teknik Penyuluhan Pertanian.


Penerbit Universitas Terbuka. Tangerang Selatan.

Sutrisno. 2016. Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Memberdayakan Petani. Jurnal


Litbang. 12 (1) : 69 – 80.

Anda mungkin juga menyukai