Anda di halaman 1dari 22

MAKNA DAN KONSEP PENYULUHAN PEMBANGUNAN

Istilah penyuluhan dikenal secara luas dan diterima oleh mereka yang bekerja di dalam organisasi
pemberi jasa penyuluhan, tetapi tidak demikian halnya bagi masyarakat luas. Karena belum ada definisi
yang disepakati, diperlukan untuk memberikan pandangan serta dampak yang ditimbulkannya.

Kata penyuluhan dalam kamus besar bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “suluh” yang artinya
seperti obor atau barang yang dipakai untuk menerangi. Pada awal sejarahnya dahulu, Van Den Ban
(1999) dalam perjalanannya mencatat beberapa istilah penyuluhan seperti di belanda disebut
voorlichting, di jerman dikenal sebagai advisory work (berating), vulgarization (Prancis), dan capacitation
(Spanyol). Rolling (1988) dalam Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa Freire (1973) pernah
melakukan protes terhadap kegiatan penyuluhan yang berseifat top-down. Karena itu, dia kemudian
menawarkan beragam istilah pengganti extension seperti: animation, mobilization, conscientisation. Di
Indonesia dipergunakan istilah penyuluhan sebagai terjemahan dari voorlichting.

Menurut Van Den Ban (1999), penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan
komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat
sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Sebagai contoh : Suatu kegiatan penyuluhan tanaman
pangan, dimana seorang penyuluh membantu memberikan informasi yang jelas dan lengkap kepada
para petani tentang pentingnya menanam tanaman pangan untuk menjaga keamanan pangan rumah
tangga, daerah dan negara, sehingga para petani dapat mempertimbangkan betapa pentingnya
menanam tanaman pangan dan pada akhirnya itu menjadi salah satu pertimbangan oleh petani dalam
mengambil keputusan komoditi apa yang akan ditanamnya di lahan pertaniannya.

Pengertian penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses
perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai
dengan yang diharapkan Setiana. L. dalam Kartono (2008).

Hubeis (2007) Menyatakan bahwa penyuluhan adalah sebagai proses pembelajaran (pendidikan
nonformal) yang ditujukan untuk petani dan keluarganya dalam pencapaian tujuan pembangunan.
Maksudnya bila di contohkan adalah seperti suatu kegiatan penyuluhan Keluarga Berencana (KB) yang
dahulu intensif dilakukan kepada masyarakat, termasuk masyarakat petani yang pada umumnya
golongan menengah ke bawah. Hal ini dilakukan dahulu secara intensif sehingga bisa menekan laju
pertumbuhan penduduk dan bisa meningkatkan perekonomian rakyat sedikit demi sedikit guna
mencapai tujuan dari pembangunan.

Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa kegiatan penyuluhan diartikan dengan berbagai pemahaman
seperti:

1. Penyebarluasan (informasi)

2. Penerangan/penjelasan

3. Pendidikan non-formal (luar-sekolah)


4. Perubahan perilaku

5. Rekayasa sosial

6. Pemasaran inovasi

7. Perubahan sosial (perilaku individu, niilai-nilai, hubungan antar individu, kelembagaan dan lain-lain)

8. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment)

9. Penguatan Komunitas (community strengthening)

Karena itu menurut mardikanto (2003), penyuluhan pertanian merupakan suatu proses perubahan
sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui
proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan dalam prilaku pada diri semua
stakeholders (individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi
terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatip yang semakin sejahtera secara
berkelanjutan. Sebagai contoh untuk hal ini adalah program penyuluhan dari pihak swasta dalam ini LSM
kepada seluruh komponen masyarkat dan pemerintahan akan pendingnya hutan sebagai paru-paru
dunia. Dalam proses penyuluhan ini dilakukan dengan berbagai pendekatan sehingga munculah
kesadaran dari berbagai pihak akan pentingnya kawasan hutan untuk dilindungi, dilestarikan, serta
dikelola secara bijaksana. Selain dalam kegiatan penyuluhan tersebut terdapat juga didalamnya kegiatan
pendampingan masyarakat desa sekitar hutan dalam upaya memberdayakan ekonomi masyarakat dan
untuk menghindari masyarakat kembali mengeksploitasi hutan dengan pembentukan koperasi wanita
dengan unit usaha tertentu untuk membantu perekonomian masyarakat.

Menurut rumusan UU No. 15/2006, Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku
utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya
dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya
untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Masih banyak lagi pengertian dari penyuluhan itu sendiri, akan tetapi dari beberapa penjelasan diatas,
cukup untuk ditarik kesimpulan bahwa : Penyuluhan Pembangunan merupakan bagian penting yang tak
bisa dipisahkan dari proses pembangunan/pengembangan masyarakat dalam arti luas. Dan, penyuluhan
pembangunan merupakan suatu kegiatan proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk
memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang
partisipatif, agar terjadi perubahan dalam prilaku pada diri semua stakeholders (individu, kelompok,
kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin
berdaya, mandiri, dan partisipatip yang semakin sejahtera secara berkelanjutan (sustainable). Intinya,
Penyuluhan adalah kegiatan mendidik orang (kegiatan pendidikan)dengan tujuan mengubah perilakunya
agar sesuai dengan yang direncanakan/dikehendaki yakni orang makin modern. Ini merupakan usaha
mengembangkan (memberdayakan) potensi individu klien agar lebih berdaya secara mandiri (helping
people to help themselves).
· FALSAFAH PENYULUHAN PEMBANGUNAN

Kata falsafah adalah bahasa Arab. Dalam bahasa Yunani adalah philosophia (philo = cinta ; Sophia =
hikmah). Falsafah dalam bahasa Greek berarti love of wisdom, cinta akan kebijaksanaan yakni
menunjukkan harapan/kemajuan untuk mencari fakta dan nilai kehidupan yang luhur. Plato (filosof
Yunani) mengartikan falsafah sebagai ilmu pengatahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
Walter Kaufmann, menyebutkan bahwa falsafah adalah pencarian kebenaran dengan pertolongan fakta-
fakta dan argumentasi.

Dalam khasanah kepustakaan penyuluhan pertanian, banyak di jumpai beragam falsafah penyuluhan
pertanian. Berkaitan dengan itu, Ensminger dalam Mardikanto (2009) mencatat adanya 11 (sebelas)
rumusan tentang falsafah penyuluhan. Di Amerika Serikat juga telah lama dikembangkan falsafah 3-T:
teach, truth, and trust (pendidikan, kebenaran dan kepercayaan/keyakinan). Artinya, penyuluhan
merupakan kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini.
Dengan kata lain, dalam penyuluhan pertanian, petani dididik untuk menerapkan setiap informasi (baru)
yang telah diuji kebenarannya dan telah diyakini akan dapat memberikan manfaat (ekonomi maupun
non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya.

Asngari dalam Ikbal (2007) mengemukakan beberapa falsafah penyuluhan, yakni:

1. Falsafah mendidik/pendidikan (bukannya klien “dipaksa-terpaksa terbiasa”

Ki Hajar Dewantoro (Syarif Tayeb, 1977) menyebutkan bahwa dalam proses pendidikan digunakan
falsafah : “hing ngarsa sung tulada (memberi/menunjukkan arah akan perubahan), hing madya mangan
karsa (merangsang terjadinya perubahan), tut wuri handayani (mengembangkan dan mewujudkan
potensi klien).

2. Falsafah pentingnya individu : Pentingnya individu ditonjolkan dalam pendidikan/penyuluhan pada


umumnya, sebab potensi diri pribadi seseorang individu merupakan hal yang tiada taranya untuk
berkembang dan dikembangkan.

3. Falsafah Demokrasi : Klien diberi kebebasan untuk berkembang agar mereka dapat mandiri
sekaligus dapat bertanggungjawab sesuai dengan perkembangan intelektualnya.

4. Falsafah Bekerjasama : Falsafah Ki Hadjar Dewantoro “hing madya mangun karsa” mengandung
makna adanya kerjasama antara penyuluh/agen pembaruan dengan klien. Penyuluh bekerjasama
dengan klien agar klien aktif berprakarsa (dalam proses belajar) mengembangkan usaha bagi dirinya.

5. Falsafah “Membantu Klien Membantu Diri Sendiri.” Thompson Repley Bryant (Vines dan Anderson,
1976 :81 dalam Asngari, 2001), seorang penyuluh kawakan Amerika Serikat, menggaris bawahi falsafah
ini dengan mengatakan : Makna falsafah ini menunjukkan landasan orientasi pentingnya individu
membantu diri sendiri. Dari falsafah ini pula dikembangkan landasan kegiatan "dari mereka, oleh
mereka, dan untuk mereka."
6. Falsafah Continou/berkelanjutan : Dunia berkembang, manusia berkembang, ilmu berkembang,
teknologi berkembang, sarana berkembang, usaha berkembang, jadi harus sesuai dengan
perkembangan : 1) materi yang disajikan, 2) cara penyajian, dan 3) alat bantu penyajian.

7. Falsafah Membakar Sampah (secara tradisional, baik individual, maupun berkelompok).

· Ini analogi ; kemungkinan sampahnya “basah semua” siram dengan minyak tanah (jangan sekali-
kali dengan bensin) lalu dibakar (kadang-kadang perlu beberapa kali disiram minyak tanah dan dibakar
sampai ada yang kering dan merambat mempengaruhi kekeringan yang lain), ini pendekatan kelompok
yang semuanya belum membangun.

· Bagi seorang individu, falsafah ini pun berlaku, dengan bertahap penuh kesabaran menunggu
perkembangan. Falsafah ini memang harus dilandasi adanya kesabaran menunggu perkembangan
individu klien. Inilah kunci proses mendidik/menyuluh untuk mengembangkan dan mewujudkan potensi
individu lebih berdaya dan mandiri. Individu lebih berdaya sebagai hasil mendinamiskan diri, sehingga
individu mampu berprestasi prima secara mandiri

Rumusan lain yang lebih tua yang dikutip Kelsey dan Hearne dalam Mardikanto (2009) menyatakan
bahwa falsafah penyuluhan harus berpijak kepada pentingnya pengembangan individu di dalam
perjalanan pertumbuhan masyarakat dan bangsanya. Karena itu, ia mengemukakan bahwa: falsafah
penyuluhan adalah: bekerja bersama masyarakat untuk membantunya agar mereka dapat
meningkatkan harkatnya sebagai manusia (helping people to help themselves).

· PRINSIP PENYULUHAN PEMBANGUNAN

Mathews dalam Mardikanto (2009) menyatakan bahwa: prinsip adalah suatu pernyataan tentang
kebijaksanaan yang dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan
secara konsisten. Karena itu, prinsip akan berlaku umum, dapat diterima secara umum, dan telah
diyakini kebenarannya dari berbagai peng-amatan dalam kondisi yang beragam. Dengan demikian
“prinsip” dapat dijadikan sebagai landas-an pokok yang benar, bagi pelaksanaan kegiatan yang akan
dilak-sanakan.

Prinsip penyuluhan pertanian adalah pedoman atau pegangan dalam menyelenggarakan kegiatan
penyuluhan yang dapat diterima kebenarannya dalam bertingkah laku. Untuk itu penyelenggaraan
penyuluhan harus: menurut keadaan yang nyata, ditujukan kepada kepentingan dan kebutuhan sasaran,
merupakan pendidikan yang demokrasi, perencanaanya disusun bersama, bersifat fleksibel dan
penilaian hasil didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi pada sasaran (Kartono, 2008)

Meskipun “prinsip” biasanya diterapkan dalam dunia akademis, Leagans dalam Mardikanto (2009)
menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-
prinsip penyuluhan. Tanpa berpegang pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati, seorang penyuluh
(apalagi administrator penyuluhan) tidak mungkin dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik.
Bertolak dari pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem pendidikan, maka penyuluhan memiliki
prinsip-prinsip:

1. Mengerjakan, artinya, kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk
mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui “mengerjakan” mereka akan mengalami proses
belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan ketram-pilannya) yang akan terus diingat
untuk jangka waktu yang lebih lama.

2. Akibat, artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik atau
bermanfaat. Sebab, perasaan senang/puas atau tidak-senang/kecewa akan mempengaruhi
semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/ penyuluhan dimasa-masa mendatang.

3. Asosiasi, artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan lainnya. Sebab,
setiap orang cenderung untuk mengaitkan/menghubungkan kegiatannya dengan kegiatan/peris-tiwa
yang lainnya.

Misalnya, dengan melihat cangkul orang diingatkan kepada penyuluhan tentang persiapan lahan yang
baik; melihat tanaman yang kerdil/subur, akan mengingatkannya kepada usahaa-usaha pemupukan, dll.

Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar dalam Mardikanto (2009) mengungkapkan prinsip-prinsip
penyuluhan yang lain yang mencakup:

1. Minat dan Kebutuhan, artinya, penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan
kebutuhan masyarakat. Mengenai hal ini, harus dikaji secara mendalam: apa yang benar-benar menjadi
minat dan kebutuhan yang dapat menyenangkan setiap individu maupun segenap warga masyarakatnya,
kebutuhan apa saja yang dapat dipenyui sesuai dengan terse-dianya sumberdaya, serta minat dan
kebutuhan mana yang perlu mendapat prioritas untuk dipenuhi terlebih dahulu.

2. Organisasi masyarakat bawah, artinya penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuk
organisasi masyarakat bawah, sejak dari setiap keluarga/kekerabatan.

3. Keragaman budaya, artinya, penyuluhan harus memperha-tikan adanya keragaman budaya.


Perencanaan penyuluhan harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal yang beragam. Di lain pihak,
perencanaan penyuluhan yang seragam untuk seti-ap wilayah seringkali akan menemui hambatan yang
bersumber pada keragaman budayanya.

4. Perubahan budaya, artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya.
Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak
menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Karena itu, setiap penyuluh perlu untuk terlebih dahulu
memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti tabu, kebiasaan-kebiasaan, dll.

5. Kerjasama dan partisipasi, artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu menggerakkan
partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program penyuluhan
yang telah dirancang.
6. Demokrasi dalam penerapan ilmu, artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan
kesempatan kepada masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu alternatif yang ingin diterapkan. Yang
dimaksud demokrasi di sini, bukan terbatas pada tawar-menawar tentang ilmu alternatif saja, tetapi
juga dalam penggunaan metoda penyuluhan, serta proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan
oleh masyarakat sasarannya.

7. Belajar sambil bekerja, artinya dalam kegiatan penyuluhan harus diupayakan agar masyarakat
dapat “belajar sambil bekerja” atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan.
Dengan kata lain, penyuluhan tidak hanya sekadar menyampaikan informasi atau konsep-konsep teoritis,
tetapi harus memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba atau memperoleh
pangalaman melalui pelaksanaan kegiatan secara nyata.

8. Penggunaan metoda yang sesuai, artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metoda
yang selalu disesuaikan dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosialbudaya)
sasarannya. Dengan kata lain, tidak satupun metoda yang dapat diterapkan di semua kondisi sasaran
dengan efektif dan efisien.

9. Kepemimpinan, artinya, penyuluh tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang hanya bertujuan untuk
kepentingan/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembangkan kepemimpinan. Dalam
hubungan ini, penyuluh sebaiknya mampu menumbuhkan pemimpin-pemimpin lokal atau
memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan penyuluhannya.

10. Spesialis yang terlatih, artinya, penyuluh harus benar-benar pribadi yang telah memperoleh latihan
khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh. Penyuluh-penyuluh yang
disiapkan untuk menangani kegiatan-kegiatan khusus akan lebih efektif dibanding yang disiapkan untuk
melakukan beragam kegiatan (meskipun masih berkaitan dengan kegiatan pertanian).

11. Segenap keluarga, artinya, penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit
sosial. Dalam hal ini, terkandung pengertian-pengertian:

a. Penyuluhan harus dapat mempengaruhi segenap anggota keluarga,

b. Setiap anggota keluarga memiliki peran/pengaruh dalam setiap pengambilan keputusan,

c. Penyuluhan harus mampu mengembangkan pemahaman bersama

d. Penyuluhan mengajarkan pengelolaan keuangan keluarga

e. Penyuluhan mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan kebutuhan usahatani,

f. Penyuluhan harus mampu mendidik anggota keluarga yang masih muda,

g. Penyuluhan harus mengembangkan kegiatan-kegiatan keluar-ga, memperkokoh kesatuan keluarga,


baik yang menyangkut masalah sosial, ekonomi, maupun budaya

h. Mengembangkan pelayanan keluarga terhadap masyarakat-nya.


12. Kepuasan, artinya, penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan.

Adanya kepuasan, akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program penyuluhan
selanjutnya.

Terkait dengan pergeseran kebijakan pembangunan pertanian dari peningkatan produktivitas usahatani
ke arah pengembangan agribisnis, dan di lain pihak seiring dengan terjadinya perubahan sistem
desentralisasi pemerintahan di Indonesia, telah muncul pemikiran tentang prinsip-prinsip, Soedijanto
dalam Arip (2009):

1. Kesukarelaan, artinya, keterlibatan seseorang dalam kegiatan penyuluhan tidak boleh berlangsung
karena adanya pemaksaan, melainkan harus dilandasi oleh kesadaran sendiri dan motivasinya untuk
memperbaiki dan memecahkan masalah kehidupan yang dirasakannya.

2. Otonom, yaitu kemampuannya untuk mandiri atau melepaskan diri dari ketergantungan yang
dimiliki oleh setiap individu, kelompok, maupun kelembagaan yang lain.

3. Keswadayaan, yaitu kemampuannya untuk merumuskan melak-sanakan kegiatan dengan penuh


tanggung-jawab, tanpa menunggu atau mengharapkan dukungan pihak luar.

4. Partisipatip, yaitu keterlibatan semua stakeholders sejak peng-ambilan keputusan, perencanaan,


pelaksanaan, pemantauan, eva-luasi, dan pemanfaatan hasil-hasil kegiatannya.

5. Egaliter, yang menempatkan semua stakehoder dalam kedudukan yang setara, sejajar, tidak ada
yang ditinggikan dan tidak ada yang merasa diirendahkan.

6. Demokrasi, yang memberikan hak kepada semua pihak untuk mengemukakan pendapatnya, dan
saling menghargai pendapat maupun perbedaan di antara sesama stakeholders.

7. Keterbukaan, yang dilandasi kejujuran, saling percaya, dan saling mempedulikan.

Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu dan mengembangkan sinergisme.

8. Akuntabilitas, yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka untuk diawasi oleh siapapun.

9. Desentralisasi, yang memberi kewenangan kepada setiap daerah otonom (kabupaten dan kota)
untuk mengoptimalkan sumberdaya pertanian bagi sebesar-besar kemakmuran masyarakat dan
kesinambungan pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA

Arip. 2009. Pengertian Penyuluhan. [terhubung berkala]


http://masarip.blog.friendster.com/2009/02/pengertian-penyuluhan/. [4 Okt 2009]

Depdikbud R.I. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Hubeis, AVS. 2007. Motivasi, Kepuasan Kerja dan Produktifitas Penyuluh Pertanian Lapangan (Kasus
Kabupaten Sukabumi). Jurnal Penyuluhan Vol 3, No 2. Bogor. Program Study Ilmu Penyuluhan
Pembangunan.

Iqbal. 2007. Penyuluhan Pembangunan dan Masa Depan Bangsa.[terhubung berkala]


http://eeqbal.blogspot.com/2007/11/falsafah-penyuluhan-pembangunan.html. [7 Okt 2009]

Kartono. 2008. Pengertian Penyuluhan Pertanian.


http://ronggolawe13.blogspot.com/2008/01/pengertian-penyuluhan-pertanian.html [7 Okt 2009]

Mardikanto, T. 2003. Redefinisi dan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. Sukoharjo : PUSPA

-----------. 2009. Membangun Pertanian Modern. Surakarta : UNS-Press

-----------. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta : UNS-Press

Sekretariat Negara R.I. 2006. Undang-undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan. Jakarta: Sekretariat Negara RI

Van den Ban, A.W. and H.S. Hawkins, 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Kanisius

FALSAFAH, PRINSIP DAN ETIKA PENYULUHAN

A. FALSAFAH PENYULUHAN

Falsafah berarti pandangan, yang akan dan harus diterapkan. Falsafah penyuluhan adalah Bekerja
bersama masyarakat untuk membantunya agar mereka dapat membantu dirinya meningkatkan
harkatnya sebagai manusia.

Falsafah penyuluhan berpijak pada pentingnya pengembangan individu dalam menumbuhkan


masyarakat dan bangsa.

Falsafah penyuluhan berakar pada falsafah Negara Pancasila, terutama pada sila Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradap, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Jika pelaku utama dan pelaku usaha
perikanan diminta bekerja keras meningkatkan produksinya, seluruh warga Indonesia harus mau
mengangkat harkat mereka, demi kemanusiaan dan keadilan sosial, yang berlandaskan pada
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghargai prinsip demokrasi, serta demi tercapainya
persatuan bangsa (Margono Slamet, 1989).

Falsafah penyuluhan berlandaskan pada falsafah Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, yang membawa
konsekwensi pada: (1) perubahan administrasi penyuluhan dari yang bersifat relatif sentralisme menjadi
fasilitatif partisipatif, dan (2) pentingnya kemauan penyuluh memahami budaya lokal yang seringkali
mewarnai local agricultural praktis.
Landasan falsafah penyuluhan seperti itu mengandung pengertian :

Penyuluh harus bekerjasama dengan masyarakat, bukan bekerja untuk masyarakat (Adicondro, 1990).
Kehadiran penyuluh harus mampu menumbuhkan, menggerakkan, serta memelihara partisipasi
masyarakat, bukan sebagai penentu atau pemaksa.

Penyuluhan tidak selalu dibatasi oleh peraturan dari pusat yang kaku dan sentralistis. Pelaku utama dan
pelaku usaha perikanan berhak memperoleh keleluasaan mengembangkan dirinya, dan secara cepat
mampu mengantisipasi permasalahan-permasalahan di daerah dan tidak menunggu petunjuk/restu dari
pusat. Dalam setiap permasalahan yang dihadapi, mereka bisa mengambil keputusan berdasarkan
pertimbangan untuk dapat menyelamatkan keluarganya. Dalam hal seperti itu, penyuluh diberi
kewenangan secepatnya mengambil inisiatif sendiri. Administrasi yang terlalu regulatif, sangat
membatasi kemerdekaan mereka mengambil keputusan bagi usahanya.

Penyuluh selain memberikan ilmunya kepada pelaku utama dan pelaku usaha agribisnis, ia harus mau
belajar untuk mengembangkan dirinya (belajar dianggap tidak rasional, penyuluh menganggap rasional
adalah petunjuk pusat). Padahal praktek-praktek usahatani yang berkembang dari budaya lokal, sering
sangat rasional, karena telah mengalami proses trial and error dan teruji oleh waktu.

Penyuluhan harus mampu mendorong terciptanya kreativitas dan kemandirian masyarakat, agar
memiliki kemampuan berswakarsa, swadaya, dan swakelola bagi terselenggaranya kegiatan guna
tercapainya tujuan, harapan dan keinginan-keinginan masyarakat sasarannya. Penyuluhan harus
mengacu pada terwujudnya kesejahteraan ekonomi masyarakat dan peningkatan harkatnya sebagai
manusia.

Dari falsafah penyuluhan pertanian (Ensminer, 1962) dapat dirumuskan :

Penyuluhan adalah proses pendidikan yang bertujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan
keterampilan masyarakat.

Sasaran penyuluhan adalah segenap warga masyarakat (pria, wanita dan anak-anaknya) untuk
menjawab kebutuhan dan keinginannya.

Penyuluhan mengajar masyarakat tentang apa yang diinginkannya, dan bagaimana cara mencapai
keinginan-keinginan itu.

Penyuluhan bertujuan membantu masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri.

Penyuluhan adalah “belajar sambil bekerja” dan “percaya tentang apa yang dilihatnya”.

Penyuluhan adalah pengembangan individu, pimpinan mereka, dan pengembangan dunianya secara
keseluruhan.

Penyuluhan adalah bentuk kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat.
Penyuluhan adalah pekerjaan yang diselaraskan dengan budaya masyarakatnya,

Penyuluhan adalah prinsip hidup dengan saling berhubungan, saling menghormati dan saling
mempercayai antara satu sama lainnya.

Penyuluhan merupakan kegiatan dua arah.

Penyuluhan merupakan proses pendidikan yang berkelanjutan.

B. PRINSIP PENYULUHAN

Prinsip adalah suatu pernyataan tentang kebijaksanaan yang dijadikan pedoman dalam pengambilan
keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten (Mathews, 1995). Prinsip berlaku umum, dapat
diterima secara umum, dan telah diyakini kebenarannya dari berbagai pengamatan dalam kondisi yang
beragam. Prinsip dapat dijadikan sebagai landasan pokok yang benar bagi pelaksanaan kegiatan.

Prinsip penyuluhan (Dahama dan Bhatnagar,1980) mencakup:

Minat dan kebutuhan. Penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan kebutuhan
masyarakat. Harus dikaji, apa yang benar-benar menjadi minat dan kebutuhan setiap individu maupun
segenap warga masyarakatnya, sesuai dengan sumberdaya, serta minat dan kebutuhan yang perlu
mendapat prioritas dipenuhi terlebih dahulu.

Keragaman budaya masyarakat. Penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan /menyentuh organisasi
masyarakat bawah, sejak dari keluarga/kekerabatan.

Keragaan budaya. Penyuluhan harus memperhatikan keragaman budaya. Perencanaan penyuluhan


harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal. Perencanaan penyuluhan yang seragam untuk seluruh
wilayah akan menemui hambatan pada keragaman budaya.

Perubahan budaya. Setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya. Kegiatan
penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak
menimbulkan kejutan-kejutan. Penyuluh perlu memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti tabu,
kebiasaan-kebiasaan, dll.

Kerjasama dan partisipasi. Penyuluhan akan efektif jika mampu menggerakkan partisipasi masyarakat
untuk selalu bekerja sama dalam melaksanakan program penyuluhan yang dirancang.

Demokrasi dalam penerapan ilmu. Penyuluh harus memberi kesempatan pada masyarakat untuk
menawar setiap ilmu alternatif yang ingin diterapkan, penggunaan metode penyuluhan, dan
pengambilan keputusan yang akan dilakukan masyarakat sasarannya.

Belajar sambil bekerja. Penyuluhan harus diupayakan agar masyarakat dapat belajar sambil bekerja atau
belajar dari pengalaman yang ia kerjakan. Penyuluhan menyampaikan informasi atau konsep-konsep
teoritis dan memberi kesempatan pada sasaran untuk mencoba memperoleh pengalaman melalui
pelaksanaan kegiatan secara nyata.
Penggunaan metode yang sesuai. Penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metode yang selalu
disesuaikan dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosial budaya) sasarannya.
Suatu metode tidak efektif dan efisien diterapkan untuk semua kondisi sasaran.

Kepemimpinan. Penyuluhan harus mampu menumbuhkan dan mengembangkan kepemimpinan lokal


atau memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk membantu kegiatannya.

Spesialis yang terlatih. Penyuluh harus benar-benar orang yang telah memperoleh latihan khusus
tentang sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh. Penyuluh yang disiapkan untuk
menangani kegiatan khusus akan lebih efektif dibanding yang disiapkan untuk melakukan beragam
kegiatan (meski masih terkait dengan pertanian).

Kepuasan. Penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan. Kepuasan akan sangat
menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program penyuluhan selanjutnya.

Segenap keluarga. Penyuluhan harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial. ,
Dalam hal ini terkandung pengertian-pengertian :

Penyuluhan harus dapat mempengaruhi segenap anggota keluarga,

Setiap anggota keluarga memiliki peran/pengaruh dalam pengambilan keputusan,

Penyuluhan harus mampu mengembangkan pemahaman bersama.

Penyuluhan mengajarkan pengelolaan keuangan keluarga,

Penyuluhan mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluaga dan kebutuhan usaha perikanan,

Penyuluh harus mampu mendidik anggota keluarga yang masih muda,

Penyuluh harus mengembangkan kegiatan-kegiatan keluarga,

Memperkokoh kesatuan keluarga, baik masalah sosial, ekonomi, maupun budaya, dan

Mengembangkan pelayanan keluarga terhadap masyarakatnya.

C. ETIKA PENYULUH

Etika, adalah tata pergaulan yang khas atau ciri-ciri perilaku yang dapat digunakan untuk
mengindentifikasi, mengasosiasikan diri, dan dapat merupakan sumber motivasi untuk berkarya dan
berprestasi bagi kelompok tertentu yang memilikinya. Etika bukanlah peraturan, tetapi lebih dekat
kepada nilai-nilai moral untuk membangkitkan kesadaran beritikad baik, jika dilupakan atau dilanggar
akan berakibat kepada tercemarnya pribadi yang bersangkutan, kelompoknya, dan anggota
kelompoknya (Kartono M, 1987).
Kegiatan penyuluhan bukan lagi menjadi kegiatan sukarela tetapi telah berkembang menjadi profesi,
karena itu setiap penyuluh perlu memegang teguh Etika Penyuluhan.

Penyuluh harus mampu berperilaku agar masyarakat selalu memberikan dukungan yang tulus ikhlas
terhadap kepentingan nasional. Perilaku yang perlu ditunjukkan atau diragakan oleh setiap penyuluh
(SalmonP, 1987) adalah:

Perilaku sebagai manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan YME, jujur dan disiplin.

Perilaku sebagai anggota masyarakat, yaitu mau menghormati adat/kebiasaan masyarakatnya,


menghormati pelaku utama dan pelaku usaha agribisnis dan keluarganya (apapun keadaan dan status
sosial-ekonominya) dan menghormati sesama penyuluh.

Perilaku yang menunjukkan penampilannya sebagai yang andal, yaitu berkeyakinan kuat atas manfaat
tugasnya, kerjanya, memiliki jiwa kerjasama yang tinggi dan berkemampuan untuk bekerja teratur.

Perilaku yang mencerminkan dinamika, yaitu ulet, mental dan semangat kerja yang tinggi, selalu
berusaha mencerdaskan diri dan selalu berusaha mengkaitkan kemampuannya.

Sumber : Ir. Ahmad Syufri, M.Si, Falsafah, Prinsip dan Etika Penyuluhan.

aan supriatna di Sunday, January 19, 2014

FALSAFAH PENYULUHAN PEMBANGUNAN, OLEH Prof. Dr. H. Pang S. Asngari

1. Pengertian Falsafah dalam Penyuluhan Pembangunan

Kata falsafah adalah bahasa Arab. Dalam bahasa Yunani adalah philosophia (philo = cinta ; Sophia =
hikmah). Falsafah dalam bahasa Greek berarti love of wisdom, cinta akan kebijaksanaan yakni
menunjukkan harapan/kemajuan untuk mencari fakta dan nilai kehidupan yang luhur. Plato (filosof
Yunani) mengartikan falsafah sebagai ilmu pengatahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
Walter Kaufmann, menyebutkan bahwa falsafah adalah pencarian kebenaran dengan pertolongan fakta-
fakta dan argumentasi.

Kegiatan penelitian dan penyuluhan sangat berkaitan dan saling memerlukan, karena itu kebersamaan
antara peneliti/lembaga penelitian dan penyuluh/lembaga penyuluh perlu terbina dengan baik dan
intim. Falsafah keduanya (penelitian dan penyuluhan) antara lain adalah sebagai berikut :

Selalu mengusahakan pembaruan dan modernisasi IPTEKS.

Kebutuhan/keinginan/masalah masyarakat klien merupakan kegiatan primadona peneliti dan penyuluh.

Selalu mengikuti/sejalan dengan perkembangan dan kemajuan.

Meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha.


Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran klien dan masyarakat pada umumnya.

Meningkatkan kebersamaan/kerjasama (antara penyuluh dan peneliti dan antara peneliti/penyuluh


dengan pengguna IPTEKS/masyarakat klien).

Penyuluhan adalah kegiatan mendidik orang (kegiatan pendidikan)dengan tujuan mengubah perilaku
klien sesuai dengan yang direncanakan/dikehendaki yakni orang makin modern. Ini merupakan usaha
mengembangkan (memberdayakan) potensi individu klien agar lebih berdaya secara mandiri.

Ciri-ciri orang Modern menurut Inkeles (Inkeles, 1966 : 138 - 150 dan Inkeles dan Smith, 1974 : 15 - 25
dalam Asngari, 2001) antara lain :

Terbuka dan siap menerima perubahan (pembaruan) : pengalaman baru, inovasi baru, penemuan baru
yang lebih baik, dll,

Orientasinya realistik/demokratis : berkecenderungan membetuk/menerima pendapat lingkungan,

Berorientasi masa depan dan masa kini, bukannya masa silam,

Hidup perlu direncanakan dan diorganisasikan,

Dia belajar menguasai lingkungan (tidak pasrah),

Rasa percaya diri tinggi (dunia di bawah kontrolnya),

Penghargaan pada pendapat orang lain (tiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan),

Dia optimis,

Memberi nilai tinggi pada pendidikan formal,

Percata pada IPTEK (dan perkembangannya), serta

Percaya bahwa imbalan harus seimbang dengan kontribusinya (prestasinya).

2. Beberapa falsafah penyuluhan antara lain :

1. Falsafah mendidik/pendidikan (bukannya klien “dipaksa-terpaksa terbiasa”)

Ki Hajar Dewantoro (Syarif Tayeb, 1977) menyebutkan bahwa dalam proses pendidikan digunakan
falsafah : “hing ngarsa sung tulada, hing madya mangan karsa, tut wuri handayani.
- hing ngarsa sung talada = memberi/menunjukkan arah akan perubahan

- hing madya mangun karsa = merangsang terjadinya perubahan

- tut wuri handayani = mengembangkan dan mewujudkan potensi klien.

2. Falsafah pentingnya individu : Pentingnya individu ditonjolkan dalam pendidikan/penyuluhan pada


umumnya, sebab potensi diri pribadi seseorang individu merupakan hal yang tiada taranya untuk
berkembang dan dikembangkan.

3. Falsafah Demokrasi : Klien diberi kebebasan untuk berkembang agar mereka dapat mandiri sekaligus
dapat bertanggungjawab sesuai dengan perkembangan intelektualnya.

4. Falsafah Bekerjasama : Falsafah Ki Hadjar Dewantoro “hing madya mangun karsa” mengandung
makna adanya kerjasama antara penyuluh/agen pembaruan dengan klien. Penyuluh bekerjasama
dengan klien agar klien aktif berprakarsa (dalam proses belajar) mengembangkan usaha bagi dirinya.

5. Falsafah “Membantu Klien Membantu Diri Sendiri.” Thompson Repley Bryant (Vines dan Anderson,
1976 :81 dalam Asngari, 2001), seorang penyuluh kawakan Amerika Serikat, menggaris bawahi falsafah
ini dengan mengatakan : Makna falsafah ini menunjukkan landasan orientasi pentingnya individu
membantu diri sendiri. Dari falsafah ini pula dikembangkan landasan kegiatan "dari mereka, oleh
mereka, dan untuk mereka."

6. Falsafah Kontinyu/berkelanjutan : Dunia berkembang, manusia berkembang, ilmu berkembang,


teknologi berkembang, sarana berkembang, usaha berkembang, jadi harus sesuai dengan
perkembangan : 1) materi yang disajikan, 2) cara penyajian, dan 3) alat bantu penyajian.

7. Falsafah Membakar Sampah (secara tradisional, baik individual, maupun berkelompok).

Ini analogi ; kemungkinan sampahnya “basah semua” siram dengan minyak tanah (jangan sekali-kali
dengan bensin) lalu dibakar (kadang-kadang perlu beberapa kali disiram minyak tanah dan dibakar
sampai ada yang kering dan merambat mempengaruhi kekeringan yang lain), ini pendekatan kelompok
yang semuanya belum membangun.

Bagi seorang individu, falsafah ini pun berlaku, dengan bertahap penuh kesabaran menunggu
perkembangan. Falsafah ini memang harus dilandasi adanya kesabaran menunggu perkembangan
individu klien. Inilah kunci proses mendidik/menyuluh untuk mengembangkan dan mewujudkan potensi
individu lebih berdaya dan mandiri. Individu lebih berdaya sebagai hasil mendinamiskan diri, sehingga
individu mampu berprestasi prima secara mandiri

Pendahuluan

Ketika mendengar kata penyuluhan, maka yang terlintas di benak sebagian orang adalah Penyuluh
Pertanian Lapangan (PPL), petugas yang mengendarai motor berwarna kuning/hijau, datang
mengunjungi petani di desa-desa, menyampaikan informasi dan teknologi pertanian, terkadang menagih
kredit, juga memandang bahwa penyuluhan merupakan proses “Transfer of Technology” (TOT). Kini dan
dimasa yang akan datang, kiranya konotasi dan gambaran itu harus berubah dan semestinya dirubah.

Perubahan paradigma pembangunan pertanian dan perdesaan ke arah desentralisasi, peningkatan daya
saing, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, membawa konsekuensi terhadap
paradigma penyuluhan. Memasuki era otonomi daerah, terjadi perubahan kelembagaan penyuluhan
dan peran penyuluh. Di sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam beberapa
dekade ini telah berpengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat. Meningkatnya aksesibilitas
kawasan dan keterdedahan masyarakat atas informasi yang ada juga sangat mendukung percepatan
perubahan perilaku tersebut. Di bidang pertanian, perubahan perilaku petani digerakkan melalui upaya
penyuluhan pertanian. Akan tetapi, dalam dekade terakhir ini model penyuluhan konvensional sebagai
bagian strategis dalam proses pembangunan mulai dipertanyakan relevansinya, dan bahkan di beberapa
tempat muncul keinginan untuk memarjinalkan peran penyuluhan. Penyuluhan dianggap tidak mampu
memberikan peran yang bermakna bagi proses pembangunan dan mobilisasi dana pembangunan,dan
karenanya tidak diperlukan.

Di sisi lain, Patton (1993) dan Miller (1993) dalam P3P Unram (2007) menganggap bahwa penyuluhan
menjadi organisasi masa depan. Bagaimana masyarakat pertanian di masa yang akan datang ditentukan
oleh bagaiamana lembaga penyuluhan memainkan perannannya. Dalam perspektif mereka penyuluhan
harus mengalami pergeseran paradigma, kalau peran strategis itu mau diwujudkan. Beberapa
pergeseran itu adalah: (1) Penyuluhan bergeser dari pendekatan top-down kepada pendekatan
partisipatif, (2) dari parsial kepada holistik dan sistem, (3) dari “pengajaran dan training” kepada
“pembelajaran dan fasilitasi”, dan (4) dari pendekatan disiplin kepada multidisiplin.

Bahasan berikut ini akan mengkaji pengertian dan makna penyuluhan, serta falsafah, konsep dan prinsip
penyuluhan.

Pengertian dan Makna Penyuluhan Pembangunan

Menurut Van Den Ban, A.W. dan H.S Hawkins (1999), istilah penyuluhan pertama kali digagas oleh
James Stuart dari Trinity College (Canbridge) pada tahun 1967-68, sehingga kemudian Stuart dikenal
sebagai Bapak Penyuluhan. Secara harfiah penyuluhan berasal dari kata suluh yang berarti obor ataupun
alat untuk menerangi keadaan yang gelap. Dari asal perkataan tersebut dapat diartikan bahwa
penyuluhan dimaksudkan untuk member penerangan ataupun penjelasan kepada mereka yang disukai,
agar tidak lagi berada dalam kegelapan mengenai suatu masalah tertentu

Berbagai istilah digunakan pada berbagai Negara menggambarkan proses-proses belajar penyuluhan
(extention), seperti (Van Den Ban, A.W. dan H.S Hawkins, 1999) :

• Belanda memberi istilah penyuluhan digunakan dengan kata voorlichthing. Dalam Bahasa Belanda
voolichthing berarti memberikan penerangan. Penerangan itu dilakukan oleh para ahli pertanian dan
pihak lain, termasuk penyuluh beserta organisasinya bagi seseorang yang tidak menemukan jalan. Istilah
itu digunakan selama masa penjajahan, terutama di negara-negara yang menjadi jajahannya, termasuk
Indonesia.

• Malaysia memberikan istilah penyuluhan dengan kata perkembangan. Kata itu dipengaruhi oleh
Bahasa Inggeris development. Perkembangan diartikan sebagai pemberian saran atau belatung dari
seorang pakar kepada seseorang yang dianggap membutuhkan, tetapi saran itu bisa diterima bisa juga
tidak, orang tersebutlah yang menentukan pilihan, tidak ada unsur pemaksaan.

• Jerman memberi istilah penyuluhan dengan kata Aufklarung. Dalam Bahasa Jerman Aufklarung berarti
pencerahan. Namun negara itu lebih menekankan dalam bidang kesehatan, yaitu pentingnya
mempelajari nilai-nilai yang mendasari hidup sehat. Kata lainnya adalah Erziehung. Kata ini lebih dekat
dengan penyuluhan pertanian, yaitu mengajar seseorang sehingga bisa memecahkan masalahnya
sendiri.

• Di Australia dikenal dengan kata Forderung, yang berarti yang menggiring seseorang kearah yang yang
diinginkan.

• Prancis menggunakan kata vulgarisation, yang menekankan pentingnya menyederhanakan pesan bagi
orang awam.

• Sedangkan Spanyol menggunakan kata capacitactio. Kata itu menunjukan adanya keinginan untuk
meningkatkan kemampuan manusia, atau pelatihan.

Definisi tentang penyuluhan pembangunan dan penyuluhan pertanian dikemukakan oleh beberapa ahli
dan berbagai lembaga. Dari berbagai definisi tersebut, diantaranya adalah :

• Van Den Ban, A.W. dan H.S Hawkins (1999) mengartikan penyuluhan sebagai keterlibatan seseorang
untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan
pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar.

• Menurut Mardikanto, Totok (1993) penyuluhan pembangunan adalah proses penyebaran ide-ide baru
kepada masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat itu sendiri melalui penambahan pengetahuan,
keterampilan baru dan perubahan perilaku yang didapat karena ada kesadaran untuk mengubah diri
pada kondisi yang lebih baik.
• Wiriatmadja, Soekandar (1978) mengemukakan bahwa penyuluhan pertanian adalah sistem
pendidikan luar sekolah untuk keluarga tani di pedesaan, dimana mereka belajar sambil berbuat agar
menjadi mau, tahu dan dapat menyelesaikan masalah-masalah sendiri yang dihadapinya secara baik,
menguntungkan dan memuaskan.

• Menurut Margono Slamet, penyuluhan adalah suatu sistem pendidikan luar sekolah (pendidikan non
formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu dan sanggup memerankan
dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta mampu dan sanggup
berswadaya untuk memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakat
(Sudradjat dan Ida Yustina, 2003).

• Adjid, Dudung Abdul (2001) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan
non formal untuk masyarakat perdesaan dengan implikasi pada perubahan perilaku yang didasarkan
pada pengalaman belajar dengan tujuan peningkatan kesejahteraan.

• Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (UU SP3K), arti penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta
pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses
informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di atas, dapat ditarik suatu hal yang mendasar tentang
penyuluhan pembangunan, yaitu : (1) Penyuluhan adalah proses pendidikan, (2) Proses penyuluhan
adalah untuk mencapai perubahan perilaku, dan (3) Tujuan penyuluhan adalah meningkatkan
kesejahteraan sasaran penyuluhan.

Falsafah, Konsep dan Prinsip Penyuluhan Pembangunan

Falsafah

Pemahaman falsafah atau filosofi dikemukakan oleh Pang S. Asngari (2001) bahwa falsafah itu
memberikan arah dan merupakan pedoman bagi suksesnya kegiatan yang dilaksanakan. Selanjutnya
dikemukakan bahwa filosofi dalam bahasa Yunani, berarti cinta akan kebenaran (love of wisdom).
Untuk memperoleh kebenaran tersebut perlulah disusun informasi secara tertib dan sistematik. Peranan
metode ilmiah melandasi sistematika penyusunan informasi tersebut.

Kata “falsafah” ternyata memiliki pengertian yang beragam, Butt (1961) dalam Mardikanto (1993)
mengartikan falsafah sebagai landasan pemikiran. Sedangkan Dahama dan Bhatnagar (1980),
mengartikan falsafah sebagai landasan pemikiran yang bersumber pada kebijakan moral tentang
segala sesuatu yang akan dan harus diterapkan dalam praktek. Berkaitan dengan itu, Kesley dan
Hearne (1955) dalam Mardikanto (1993) menyatakan bahwa falsafah penyuluhan harus berpijak kepada
pentingnya pengembangan individu di dalam perjalanan pertumbuhan masyarakat dan bangsanya.
Karena itu, ia mengemukakan bahwa : falsafah penyuluhan adalah bekerja bersama masyarkat untuk
membantunya agar mereka dapat meningkatkan harkatnya sebagai manusia.

Di Amerika Serikat juga telah lama dikembagkan falsafah 3-T: teach, truth, and trust (pendidikan,
kebenaran dan kepercayaan/keyakinan). Sedangkan di Indonesia dikenal sebagaimana disebutkan oleh
Bapak Pendidikan kita: Ki Hajar Dewantoro (Syarief Thayeb, 1997) dalam Pang S. Asngari (2001) : hing
ngarsa sung tulada, hing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Prosesnya mulai dengan (1)
memberi teladan atau contoh, (2) setelah SDM-klien/murid dirangsang produktif berprakarsa, dan (3)
sampai akhirnya SDM-klien betul-betul menguasai hal-hal yang dipelajarinya.

Menurut Sastraatmadja (1986), satu langkah yang dapat dianggap sebagai kunci utama untuk
berhasilnya sesuatu usaha yang akan dilaksanakan adalah perlu diketahui dahulu apa yang
menjadi falsafah dasarnya. Telah diketahui bahwa falsafah dasar penyuluhan pertanian adalah:
pendidikan, demokrasi dan kesinambungan atau terus menerus.

Samsudin (1987) menyebutkan bahwa falsafah penyuluhan pertanian merupakan dasar pengertian,
dasar untuk melakukan kegiatan dan dasar dalam bekerja. Ada tiga falsafah pokok yang harus
dijadikan pegangan, yaitu: (1) penyuluhan pertanian merupakan proses pendidikan, (2) penyuluhan
pertanian merupakan proses demokrasi, dan (3) penyuluhan pertanian merupakan proses yang terus
menerus.

Beberapa falsafah penyuluhan antara lain :

1. Falsafah mendidik/pendidikan (bukannya klien “dipaksa-terpaksa terbiasa”)

Ki Hajar Dewantoro (Syarif Tayeb, 1977) menyebutkan bahwa dalam proses pendidikan digunakan
falsafah : “hing ngarsa sung tulada, hing madya mangan karsa, tut wuri handayani”

2. Falsafah pentingnya individu : Pentingnya individu ditonjolkan dalam pendidikan/penyuluhan pada


umumnya, sebab potensi diri pribadi seseorang individu merupakan hal yang tiada taranya untuk
berkembang dan dikembangkan.

3. Falsafah Demokrasi : Klien diberi kebebasan untuk berkembang agar mereka dapat mandiri sekaligus
dapat bertanggungjawab sesuai dengan perkembangan intelektualnya.

Falsafah Bekerjasama : Falsafah Ki Hadjar Dewantoro “hing madya mangun karsa” mengandung makna
adanya kerjasama antara penyuluh/agen pembaruan dengan klien. Penyuluh bekerjasama dengan klien
agar klien aktif berprakarsa (dalam proses belajar) mengembangkan usaha bagi dirinya.

4. Falsafah “Membantu Klien Membantu Diri Sendiri.” Thompson Repley Bryant (Vines dan Anderson,
1976 :81 dalam Asngari, 2001), seorang penyuluh kawakan Amerika Serikat, menggaris bawahi falsafah
ini dengan mengatakan : Makna falsafah ini menunjukkan landasan orientasi pentingnya individu
membantu diri sendiri. Dari falsafah ini pula dikembangkan landasan kegiatan “dari mereka, oleh
mereka, dan untuk mereka.”

5. Falsafah Kontinyu/berkelanjutan : Dunia berkembang, manusia berkembang, ilmu berkembang,


teknologi berkembang, sarana berkembang, usaha berkembang, jadi harus sesuai dengan
perkembangan : 1) materi yang disajikan, 2) cara penyajian, dan 3) alat bantu penyajian.

6. Falsafah Membakar Sampah (secara tradisional, baik individual, maupun berkelompok).

• Ini analogi ; kemungkinan sampahnya “basah semua” siram dengan minyak tanah (jangan sekali-kali
dengan bensin) lalu dibakar (kadang-kadang perlu beberapa kali disiram minyak tanah dan dibakar
sampai ada yang kering dan merambat mempengaruhi kekeringan yang lain), ini pendekatan kelompok
yang semuanya belum membangun.

• Bagi seorang individu, falsafah ini pun berlaku, dengan bertahap penuh kesabaran menunggu
perkembangan. Falsafah ini memang harus dilandasi adanya kesabaran menunggu perkembangan
individu klien. Inilah kunci proses mendidik/menyuluh untuk mengembangkan dan mewujudkan potensi
individu lebih berdaya dan mandiri. Individu lebih berdaya sebagai hasil mendinamiskan diri, sehingga
individu mampu berprestasi prima secara mandiri

Konsep

Dari definisi dan falsafah penyuluhan pembangunan, dapat diturunkan konsep penyuluhan
pembangunan. Terkait dengan hal tersebut, dalam perjalanannya, kegiatan penyuluhan diartikan
dengan berbagai pemahaman, seperti (Mardikanto, 2009) :

1. Penyuluhan sebagai proses penyebar-luasan informasi. Sebagai terjemahan dari kata extension.
Penyuluhan dapat diartikan sebagai proses penyebarluasan informasi tentang ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang dihasilkan sistem penelitian ke dalam praktek atau kegiatan praktis.

2. Penyuluhan sebagai proses penerangan. Penyuluhan yang berasal dari kata dasar “suluh” atau obor,
dapat diartikan sebagai kegiatan penerangan. Kegiatan penerangan atau pemberian penjelasan adalah
bagian dari proes atau kegiatan penyuluhan.

3. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku. Penyuluhan adalah proses yang diluakuan secara
menerus, sampai terjadinya perubahan perilaku pada sasaran penyuluhan. Perubahan perilaku yang
dilakukan melalui kegiatan penyuluhan adalah perubahan pada ranah pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif).

4. Penyuluhan sebagai proses belajar. Penyuluhan adalah proses belajara pada suatu pendidikan yang
bersifat non formal bagi petani dan keluarganya agar berubah perilakunya untuk bertani lebih baik
(better farming), berusahatani lebih menguntungkan (better bussines), hidup lebih sejahtera (better
living), dan bermasyarakat lebih baik (better community) serta menjaga kelestarian lingkungannya
(better environment).

5. Penyuluhan sebagai proses perubahan sosial. Penyuluhan tidak hanya melkukan perubahan perilaku
pada diri seseorang, tetapi juga perubahan-perubahan hubungan antar individu dalam masyarakat,
termasuk struktur, nilai-nilai, dan pranata sosialnya (seperti demokratisasi, transparansi, supremasi
hukum, dan sebagainya).

6. Penyuluhan sebagai proses rekayasa sosial (social enginering). Penyuluhan sebagai rekayasa sosial
adalah upaya untuk mempersiapkan sumberdaya manusia agar mereka tahu, mau dan mampu
melaksanakan peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam sistem sosialnya masing-masing.

7. Penyuluhan sebagai proses pemasaran sosial (social marketing). Berbeda dengan rekayasa sosial yang
lebih berknotasi ”membentuk” (to do to) atau menjadikan masyarakat menjadi sesuatu yang ”baru”,
proses pemasaran sosial dimaksudkan untuk ”menawarkan” (to do for) sesuatu kepada masyarakat,
sehingga pengambilan keputusan sepenuhnya berada di tangan masyarakat itu sendiri.

8. Penyuluhan sebagai proses pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Inti dari kegiatan
penyuluhan adalah untuk memberdayakan masyarakat. Memberdayakan berarti memberi daya kepada
yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih
bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan.

9. Penyuluhan sebagai proses komunikasi pembangunan. Sebagai proses komunikasi pembangunan,


penyuluhan tidak sekedar upaya untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan, tetapi yang lebih
penting adalah bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Prinsip

Prinsip merupakan suatu pernyataan mengenai kebijaksanaan yang dijadikan sebagai pedoman dalam
pengambilan keputusan dan dilaksanakan secara konsisten. Dalam kegiatan penyuluhan, prinsip
menurut Leagans (1961) menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus
berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati agar dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik.

Mardikanto (1993) menyatakan bahwa merujuk pada pemahaman penyuluhan pertanian sebagai proses
pembelajaran, maka prinsip-prinsip dalam penyuluhan pertanian sebagai berikut:

1. Mengerjakan; artinya kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk
menerapkan sesuatu.

2. Akibat; artinya kegiatan pertanian harus memberikan dampak yang memberi pengaruh baik.
3. Asosiasi; artinya kegiatan penyuluhan harus saling terkait dengan kegiatan lainnya. Misalnya apabila
seorang petani berjalan di sawahnya kemudian melihat tanaman padinya terserang hama, maka ia akan
berupaya untuk melakukan tindakan pengendalian.

Lebih lanjut Dahama dan Bhatnagar dalam Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa yang mencakup
prinsip-prinsip penyuluhan pertanian:

1. Minat dan kebutuhan; artinya penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan
kebutuhan masyarakat, utamanya masyarakat tani.

2. Organisasi masyarakat bawah; artinya penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan organisasi
masyarakat bawah dari setiap keluarga petani.

3. Keraguan budaya; artinya penyuluhan harus memperhatikan adanya keragaman budaya.

4. Perubahan budaya; artinya setiap penyuluhan akan mebgakibatkan perubahan budaya.

5. Kerjasama dan partisipasi; artinya penyuluhan hanya akan efektif jika menggerakkan partisipasi
masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program penyuluhan yang telah
dicanangkan.

6. Demokrasi dalam penerapan ilmu; artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk menawar setiap alternatif.

7. Belajar sambil bekerja; artinya dalam kegiatan penyuluhan pertanian harus diupayakan agar
masyarakat dapat belajar sambil berbuat, atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang ia
kerjakan.

8. Penggunaan metode yang sesuai; artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metode
yang selalu disesuaikan dengan kondisi lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosial budaya.

9. Kepemimpinan; artinya penyuluh tidak melakukan kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepuasan
sendiri, tetapi harus mampu mengembangkan kepemimpinan.

10. Spesialis yang terlatih; artinya penyuluh harus benar-benar orang yang telah mengikuti latihan
khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh.

11. Segenap keluarga; artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit
sosial.

Penutup

Berbagai ahli dan lembaga memberikan berbagai definisi tentang penyuluhan. Dari berbagai pengertian
yang dikemukakan di atas, dapat ditarik suatu hal yang mendasar tentang penyuluhan pembangunan,
yaitu : (1) Penyuluhan adalah proses pendidikan, (2) Proses penyuluhan adalah untuk mencapai
perubahan perilaku, dan (3) Tujuan penyuluhan adalah meningkatkan kesejahteraan sasaran
penyuluhan.
Pemahaman terhadap pengertian dan makna penyuluhan, serta falsafah, konsep dan prinsip
penyuluhan secara lengkap dan menyeluruh, diharapkan eksistensi dan esensi penyuluhan dapat diakui
dan dikembangkan lagi semata-mata untuk mencapai perubahan perilaku masyarakat yang tidak akan
pernah berkesudahan.

DAFTAR PUSTAKA

Asngari, Pang S, 2001, Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam Usaha Memberdayakan


(Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis, Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial
Ekonomi, Fakultas Peternakan, IPB. (dibacakan pada Tanggal, 15 September 2001)

Mardikanto, Totok, 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian, Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS
dan UNS Press : Surakarta.

Mardikanto, Totok, 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian, Sebelas Maret University Press :
Surakarta.

P3P UNRAM, 2007. Kinerja Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Lombok Timur. Laporan Penelitian.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdesaan (P3P) Universitas Mataram: Mataram

Samsuddin, U, 1987. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian., Binacipta : Bandung.

Sastraatmadja, Entang, 1986, Penyuluhan Pertanian, Alumni : Bandung.

Van Den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Agnes Dwina Herdiastuti (Pent). Judul Asli :
Agricultural Extention (Second Edition). Kanisius. Jogjakarta

Anda mungkin juga menyukai