Anda di halaman 1dari 9

PENYULUHAN PERTANIAN

FALSAFAH DAN PARADIGMA PENYULUHAN PERTANIAN


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Penyuluhan Pertanian

Disusun Oleh : Inna Marlina Kelas 150310080162 Agribisnis D

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2011

A. Prinsip Penyuluhan Pertanian Prinsip merupakan suatu pernyataan mengenai kebijaksanaan yang dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan dilaksanakan secara konsisten.. Menurut Valera, et.al. (1987), prinsip penyuluhan pertanian adalah bekerja bersama sasaran (klien) bukan bekerja untuk sasaran. Sasaran penyuluhan adalah kelompokkelompok masyarakat yang berbeda dan dimulai dari apa yang diketahui dan dimiliki oleh sasaran. Prinsip-prinsip penyuluhan lainnya, mengacu pada minat dan kebutuhan masyarakat, organisasi masyarakat bawah, keragaman dan perubahan budaya, kerjasama dan partisipatif masyarakat, demokrasi dalam penerapan ilmu, belajar sambil bekerja, menggunakan metode yang sesuai, pengembangan kepemimpinan, spesialisasi yang terlatih, memperhatikan kelurga sebagai unit sosial dan dapat mewujudkan kepuasan (Dahama dan Bhatnagar, 1980). Berdasarkan Pedoman Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Spesifik Lokal (2001), terdapat beberapa prinsip-prinsip dalam penyuluhan partisipatif antara lain yatiu: menolong diri sendiri, partisipasi, kemitrasejajaran/ egliter, demokrasi, keterbukaan, desentralisasi, kemandirian/ keswadayaan, akuntabilitas, menemukan sendiri dan spesifik lokasi, membangun pengetahuan dan adanya kerjasama dan koordinasi tehadap pihak-pihak terkait. Dalam kegiatan penyuluhan, prinsip menurut Leagans (1961) menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsipprinsip yang sudah disepakati agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Mardikanto (1993) menyatakan bahwa merujuk pada pemahaman penyuluhan pertanian sebagai proses pembelajaran, maka prinsip-prinsip dalam penyuluhan pertanian sebagai berikut: 1. Mengerjakan; artinya kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk menerapkan sesuatu. 2. Akibat; artinya kegiatan pertanian harus memberikan dampak yang memberi pengaruh baik. 3. Asosiasi; artinya kegiatan penyuluhan harus saling terkait dengan kegiatan lainnya. Misalnya apabila seorang petani berjalan di sawahnya kemudian melihat

tanaman padinya terserang hama, maka ia akan berupaya untuk melakukan tindakan pengendalian. Lebih lanjut Dahama dan Bhatnagar dalam Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa yang mencakup prinsip-prinsip penyuluhan pertanian: 1. Minat dan kebutuhan; artinya penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan kebutuhan masyarakat, utamanya masyarakat tani. 2. Organisasi masyarakat bawah; artinya penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan organisasi masyarakat bawah dari setiap keluarga petani. 3. Keraguan budaya; artinya penyuluhan harus memperhatikan adanya keragaman budaya. 4. Perubahan budaya; artinya setiap penyuluhan akan mebgakibatkan perubahan budaya. 5. Kerjasama dan partisipasi; artinya penyuluhan hanya akan efektif jika menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program penyuluhan yang telah dicanangkan. 6. Demokrasi dalam penerapan ilmu; artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menawar setiap alternatif. 7. Belajar sambil bekerja; artinya dalam kegiatan penyuluhan pertanian harus diupayakan agar masyarakat dapat belajar sambil berbuat, atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan. 8. Penggunaan metode yang sesuai; artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metode yang selalu disesuaikan dengan kondisi lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosial budaya. 9. Kepemimpinan; artinya penyuluh tidak melakukan kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepuasan sendiri, tetapi harus mampu mengembangkan kepemimpinan. 10. Spesialis yang terlatih; artinya penyuluh harus benar-benar orang yang telah mengikuti latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh. 11. Segenap keluarga; artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial.

B. Falsafah Penyuluhan Pertanian Pemahaman falsafah atau filosofi dikemukakan oleh Pang S. Asngari (2001) bahwa falsafah itu memberikan arah dan merupakan pedoman bagi suksesnya kegiatan yangdilaksanakan. Untuk memperoleh kebenaran tersebut perlulah disusun informasi secara tertib dan sistematik. Kata falsafah ternyata memiliki pengertian yang beragam, Butt (1961) dalam Mardikanto (1993) mengartikan falsafah sebagai landasan pemikiran. Sedangkan Dahama dan Bhatnagar (1980),mengartikan falsafah sebagai landasan pemikiran yang bersumber pada kebijakan moral tentang segala sesuatu yang akan dan harus diterapkan dalam praktek. Berkaitan dengan itu, Kesley dan Hearne (1955) dalam Mardikanto (1993) menyatakan bahwa falsafah penyuluhan harus berpijak kepada pentingnya pengembangan individu di dalam perjalanan pertumbuhan masyarakat dan bangsanya. Karena itu, ia mengemukakan bahwa falsafah penyuluhan adalah bekerja bersama masyarakat untuk membantunya agar mereka dapat meningkatkan harkatnya sebagai manusia. Menurut Sastraatmadja (1986),satu langkahyangdapat dianggap sebagai kunci utama untuk berhasilnya sesuatu usahayangakan dilaksanakan adalah perlu diketahui dahulu apa yang menjadi falsafah dasarnya. Telah diketahui bahwa falsafah dasar penyuluhan pertanian adalah: pendidikan, demokrasi dan kesinambungan atau terus menerus. Samsudin (1987) menyebutkan bahwa falsafah penyuluhan pertanian merupakan dasar pengertian,dasar untuk melakukan kegiatan dan dasar dalam bekerja. Ada tiga falsafah pokok yang harus dijadikan pegangan, yaitu: (1) penyuluhan pertanian merupakan proses pendidikan,(2) penyuluhan pertanian merupakan proses demokrasi, dan (3) penyuluhan pertanian merupakan proses yang terus menerus. Beberapa falsafah penyuluhan antara lain : 1. Falsafah mendidik/pendidikan (bukannya klien dipaksa-terpaksa terbiasa) Ki Hajar Dewantoro (Syarif Tayeb, 1977) menyebutkan bahwa dalam proses pendidikan digunakan falsafah : hing ngarsa sung tulada, hing madya mangan karsa, tut wuri handayani 2. Falsafah pentingnya individu : Pentingnya individu ditonjolkan dalam pendidikan/penyuluhan pada umumnya, sebab potensi diri pribadi seseorang

individu

merupakan

hal yang

tiada taranya untuk berkembang

dan

dikembangkan. 3. Falsafah Demokrasi : Klien diberi kebebasan untuk berkembang agar mereka dapat mandiri sekaligus dapat bertanggungjawab sesuai dengan perkembangan intelektualnya. Falsafah Bekerjasama : Falsafah Ki Hadjar Dewantoro hing madya mangun karsa mengandung makna adanya kerjasama antara penyuluh/agen pembaruan dengan klien. Penyuluh bekerjasama dengan klien agar klien aktif berprakarsa (dalam proses belajar) mengembangkan usaha bagi dirinya. 4. Falsafah Membantu Klien Membantu Diri Sendiri. Thompson Repley Bryant (Vines dan Anderson, 1976 :81 dalam Asngari, 2001), seorang penyuluh kawakan Amerika Serikat, menggaris bawahi falsafah ini dengan mengatakan : Makna falsafah ini menunjukkan landasan orientasi pentingnya individu membantu diri sendiri. Dari falsafah ini pula dikembangkan landasan kegiatan "dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka." 5. Falsafah Kontinyu/berkelanjutan : Dunia berkembang, manusia berkembang, ilmu berkembang, teknologi berkembang, sarana berkembang, usaha berkembang, jadi harus sesuai dengan perkembangan : 1) materi yang disajikan, 2) cara penyajian, dan 3) alat bantu penyajian. 6. Falsafah Membakar Sampah (secara tradisional, baik individual, maupun berkelompok). Ini analogi ; kemungkinan sampahnya basah semua siram dengan minyak tanah (jangan sekali-kali dengan bensin) lalu dibakar (kadang-kadang perlu beberapa kali disiram minyak tanah dan dibakar sampai ada yang kering dan merambat mempengaruhi kekeringan yang lain), ini pendekatan kelompok yang semuanya belum membangun. Bagi seorang individu, falsafah ini pun berlaku, dengan bertahap penuh kesabaran menunggu perkembangan. Falsafah ini memang harus dilandasi adanya kesabaran menunggu perkembangan individu klien. Inilah kunci proses mendidik/menyuluh untuk mengembangkan dan mewujudkan potensi individu lebih berdaya dan mandiri. Individu lebih berdaya sebagai hasil mendinamiskan diri, sehingga individu mampu berprestasi prima secara mandiri

C. Paradigma Penyuluhan Pertanian PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN Mengingat adanya begitu banyak perubahan yang telah dan sedang terjadi di lingkungan pertanian, baik pada tingkat individu petani, tingkat lokal, tingkat daerah, nasional, regional maupun internasional, maka pelaksanaan penyuluhan pertanian perlu dilandasi oleh pemikiran-pemikiran yang mendalam tentang situasi baru dan tantangan masa depan yang dihadapi oleh penyuluhan pertanian. Paradigma baru ini memang perlu, bukan untuk mengubah prinsip-prinsip penyuluhan tetapi untuk mampu merespon tantangan-tantangan baru yang muncul dari situasi baru itu. Paradigma baru itu adalah sebagai berikut. 1. Jasa informasi. Bertani adalah profesi para petani, dalam keadaan bagaimanapun petani akan tetap bertani (kecuali dia pindah profesi) dan selalu berusaha dapat bertani dengan lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu, yang mereka perlukan adalah informasi baru tentang segala hal yang berkaitan dengan usahataninya. Dengan mendapatkan informasiinformasi yang relevan dengan usahataninya itu para petani akan meningkat kemampuan dan kemungkinannya untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih baik dan yang lebih menguntungkan bagi dirinya sendiri dan tidak tergantung pada keputusan orang atau pihak lain. 2. Lokalitas. Akibat dari adanya desentralisasi dan kemudian otonomi daerah, penyuluhan pertanian harus lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan pertanian dan petani di daerah kerjanya masing-masing. Sebenarnya prinsip lokalitas ini dalam penyuluhan bukanlah prinsip baru, tetapi di masa lalu tak dapat dilaksanakan dengan baik karena prasarananya tidak mendukung.

3. Berorientasi agribisnis. Usahatani adalah bisnis, karena semua petani melakukan usahatani dengan motif mendapatkan keuntungan. Kebutuhan keluarga petani pada saat ini telah sangat berkembang dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Untuk mendapatkan itu para petani perlu mengadopsi prinsip-prinsip agribisnis agar mereka memperoleh pendapatan yang lebih besar dari hasil usahataninya. Oleh karena itu di masa depan penyuluhan pertanian harus berorientasi agribisnis, memperhatikan dan memperhitungkan dengan baik masalah pendapatan dan keuntungan itu. 4. Pendekatan Kelompok . Pendekatan kelompok disarankan bukan hanya karena pendekatan ini lebih efisien, tetapi karena pendekatan itu mempunyai konsekuensi dibentuknya kelompokkelompok tani, dan terjadinya interaksi antar petani dalam wadah kelompok-kelompok itu. Terjadinya interaksi antar petani dalam kelompok-kelompok itu sangat penting sebab itu merupakan forum komunikasi yang demokratis di tingkat akar rumput (grass root). Forum kelompok itu merupakan forum belajar sekaligus forum pengambilan keputusan untuk memperbaiki nasib mereka sendiri. 5. Fokus pada kepentingan petani. Kepentingan petani harus selalu menjadi titik pusat perhatian penyuluhan pertanian. Di masa-masa lalu kepentingan petani selalu dikalahkan oleh kepentingan nasional, yang berakhir dengan kurang diperhatikannya kepentingan petani. Menjadikan petani sebagai tumbal pembangunan nasional itu perlu dihentikan. Eksploitasi petani sebagai pihak yang lemah untuk kepentingan fihak lain harus dihentikan antara lain dengan memberdayakan mereka menjadi pihak yang lebih kuat. Penyuluhan pertanian di masa depan harus jelas-jelas berpihak kepada petani, dan bukan kepada lainnya. Kepentingan petani itu sederhana saja yaitu mendapatkan imbalan yang wajar dan adil dari jerih payah dan pengorbanan lainnya dalam berusaha tani, dan mendapatkan kesempatan untuk memberdayakan dirinya sehingga mampu mensejajarkan dirinya dengan unsur masyarakat lainnya.

6. Pendekatan humanistik-egaliter. Agar berhasil baik penyuluhan pertanian harus disajikan kepada petani dengan menempatkan petani dalam kedudukan yang sejajar dengan penyuluhnya, dan diperlakukan secara humanistik dalam arti mereka dihadapi sebagai manusia yang memiliki kepentingan, kebutuhan, pendapat, pengalaman, kemampuan, harga diri, dan martabat 7. Profesionalisme Penyuluhan pertanian di masa depan harus dapat dilaksanakan secara profesional dalam arti penyuluhan itu tepat dan benar secara teknis, sosial, budaya dan politik serta efektif karena direncanakan, dilaksanakan dan didukung oleh tenaga-tenaga ahli dan terampil yang telah disiapkan secara baik dalam suatu sistem penyuluhan pertanian yang baik pula. Penyuluhan yang profesional itu juga didukung oleh faktorfaktor pendukung yang tepat dan memadai, seperti peralatan dan fasilitas lainnya, informasi, data, dan tenaga-tenaga ahli yang relevan. Ketepatan materi penyuluhan terhadap kebutuhan petani akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bersama dengan para petani, dan ini menjamin adanya partisipasi para petani. 8. Akuntabilitas Akuntabilitas atau pertanggung-jawaban, maksudnya setiap hal yang dilakukan dalam rangka penyuluhan pertanian harus dipikirkan, direncanakan, dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar proses dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip akuntabilitas ini diperlukan untuk menjadi penyeimbang prinsip otonomi penyuluhan yang sudah disarankan sebelumnya. 9. Memuaskan Petani Apapun yang dilakukan dalam penyuluhan pertanian haruslah membuahkan rasa puas pada para petani yang bersangkutan dan bukan sebaliknya kekecewaan. Petani akan merasa puas bila penyuluhan itu memenuhi sebagian ataupun semua kebutuhan dan harapan petani. Ini berarti kegiatan penyuluhan haruslah di-rencanakan untuk memenuhi salah satu atau beberapa kebutuhan dan harapan petani. Kepuasan petani dari penyuluhan tidak hanya kalau materi penyuluhan itu sesuai dengan apa yang dibutuhkan, tetapi cara penyajian juga akan berpengaruh pada kepuasannya itu

Kesembilan prinsip tersebut di atas membentuk paradigma (pola pikir, pola pandang, pola pelaksanaan) penyuluhan pertanian di era mendatang, dalam situasi baru yang sudah serba berubah dan yang mengandung tantangan-tantangan baru yang lebih komplek. Tidak semua prinsip tersebut merupakan prinsip baru dalam penyuluhan pertanian, tetapi karena di masa lalu belum sempat dilaksanakan dengan semestinya, maka di masa depan perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar. Sebaliknya banyak prinsip-prinsip lain yang tidak disarankan di sini karena prinsip-prinsip itu telah diadopsi secara baik di masa lalu sampai sekarang.

DAFTAR PUSTAKA M.Fashihullisan. 2009. Prinsip Dan Filsafat Penyuluhan Pertanian. Diakses dari http://fashihullisantugaspenyuluhan.blogspot.com. 15 Februari 2011 Rahmat. Pengertian, Falsafah, Konsep, dan Prinsip Penyuluhan Pembangunan. Diakses dari http://www.facebook.com. 15 Februari 2011 Slamet, Margono. 2009. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian Di Era Otonomi Daerah. Diakses dari http://margonoipb.files.wordpress.com. 15 Februari 2011

Anda mungkin juga menyukai