Anda di halaman 1dari 21

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pemenuhan Hak Cuti Sakit Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian

Kerja di Lingkungan Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga

Kabupaten Kudus

Gambarkan dulu secara umum Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan

Olahraga Kabupaten Kudus à kondisi pegawai secara keseluruhan à

kondisi PPPK di lingkungan Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan

Olahraga Kabupaten Kudus, biar kelihatan ada penelitiannya

1. Hak-Hak Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK)

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja selanjutnya

disingkat dengan PPPK adalah pegawai yang diangkat oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian berdasarkan kebutuhan instansi pemerintah

dengan masa kerja yang telah ditentukan sesuai dengan.1 Lahirnya PPPK

menjadi jawaban untuk kebutuhan yang mendesak bagi sumber daya

manusia yang unggul dan profesional yang selama ini kompetensinya

belum secara optimal didapatkan pada Pegawai Negeri Sipil.2

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 menyebutkan

bahwa kedudukan PPPK merupakan unsur aparatur negara. PPPK dalam

kedudukannya sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara memiliki hak dan

1
Jevon Adijenda Parkher dan Dasril Radjab, “Pengaturan Pegawai Pemerintah Dengan
Perjanjian Kerja Dalam Sistem Kepegawaian Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan”,
Journal of Constitutional Law, Vol 1 No 1, 2021, Fakultas Hukum, Universitas Jambi, hlm. 494.
2
Sri Hartini dan Tedi Sudrajat, “Hukum Kepegawaian di Indonesia (Edisi Kedua)”, Jakarta, Sinar
Grafika, 2018, hlm. 40.
kewajiban. Perlindungan terhadap hak-hak dasar PPPK sebagaimana

telah diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018

tentang Manajemen PPPK. Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebutkan Pegawai

Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) juga mempunyai hak-hak

sebagai berikut:

a. Gaji dan tunjangan;

b. Cuti;

c. Perlindungan; dan

d. Pengembangan kompetensi.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa Pegawai Pemerintah

dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mendapatkan hak-hak termasuk

menerima Hak Cuti. Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 49

Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian

Kerja menjelaskan bahwa Cuti PPPK selanjutnya disebut dengan Cuti,

adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu

tertentu.

Hak cuti merupakan hak dasar atau fundamental yang harus

diberikan terhadap tenaga kerja dan dapat diartikan sebagai hak untuk

ketidakhadiran sementara atau tertentu beserta keterangan dari pihak

yang bersangkutan.3 Pemberian hak cuti bagi instansi atau perusahaan

yang mempekerjakan pekerja bersifat wajib serta perusahaan wajib

3
Garda Yustisia Pambudi dan Fatma Ulfatun Najicha, “Tinjauan Yuridis Hak Cuti Bagi Pekerja
Paca Berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja”, Jurnal Gema
Keadilan, Volume 9, Edisi 1, Agustus 2022, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, hlm. 3.
memberikannya bagi karyawan tanpa pengurangan atau pemotongan

gaji.

Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 telah

mengatur tentang ketentuan cuti, yang meliputi: cuti tahunan, cuti sakit,

cuti besar, cuti bersama, cuti hamil, dan cuti penting. Ketentuan

mengenai cuti bagi PPPK disebutkan dalam Pasal 76 Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2018 tentang

Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang

diberikan oleh PPK atau PPK mendelegasikan kepada pejabat

dilingkungannya. Berikut jenis-jenis cuti yang diperoleh PPPK yaitu:

a. Cuti Tahunan

Cuti tahunan dalam Pasal 78 Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 49 Tahun 2018 menjelaskan bahwa PPPK yang

telah bekerja paling sedikit 1 (satu) tahun secara terus menerus

berhak atas cuti tahunan dengan lamanya cuti 12 (dua belas) hari

kerja, PPPK yang bersangkutan mengajukan cuti kepada PPK atau

pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak

atas cuti tahunan.

b. Cuti Sakit

Cuti sakit dalam Pasal 82 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 49 Tahun 2018 menjelaskan bahwa PPPK yang sakit 1 hari

lebih sampai dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit,

dengan ketentuan PPPK yang bersangkutan harus mengajukan

permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima


delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan

melampirkan surat keterangan dokter. Pasal 83 ayat 4 menjelaskan

bahwa hak cuti sakit paling lama diberikan kepada PPPK 1 bulan

dan pada ayat 5 menjelaskan bahwa PPPK yang tidak sembuh dari

penyakitnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dilakukan

pemutusan hubungan perjanjian kerja. Cuti sakit akibat keguguran

seorang PPPK mendapat cuti selama 1 ½ bulan. Jika PPPK

mengalami kecelakaan kerja sehingga yang bersangkutan perlu

perawatan berhak atas cuti sakit sampai dengan berakhirnya masa

hubungan kerja, selama cuti sakit PPPK tetap menerima gaji sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

c. Cuti melahirkan

Cuti melahirkan tertuang dalam Pasal 88 Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2018 bahwa untuk kelahiran

anak pertama sampai anak ketiga seorang PPPK berhak atas cuti

melahirkan selama 3 bulan, cuti melahirkan diajukan oleh PPPK

secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi

wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dan selama cuti

melahirkan PPPK yang bersangkutan berhak menerima gaji.

d. Cuti Bersama

Cuti bersama diatur dalam Pasal 91 Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 49 Tahun 2018 ketentuan tentang cuti bersama

mengikuti ketentuan cuti bersama PNS/ASN, dimana ketentuan

tentang cuti bersama ditentukan oleh Presiden.


Hak cuti sakit sebagaimana dijelaskan singkat di atas dan lebih

lanjut dijelaskan dalam Pasal 83 Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 49 Tahun tentang Manajemen Pegawai Pemerintah

Dengan Perjanjian Kerja bahwa terdapat ketentuan-ketentuan mengenai

pengajuan cuti sakit bagi PPPK sebagaimana berikut:

1) PPPKyang sakit lebih dari 1 (satu) hari sampai dengan 14 (empat


belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PPPK yang
bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada
PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat
keterangan dokter.
2) PPPK yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari berhak
atas cuti sakit, dengan ketentuan PPPK yang bersangkutan harus
mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat
yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti
sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter pemerintah.
3) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) paling sedikit memuat pernyataan tentang perlunya
diberikan cuti, lamanya cuti, dan keterangan lain yang diperlukan.
4) Hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
untuk waktu paling lama 1 (satu) bulan.
5) PPPK yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan pemutusan hubungan
perjanjian kerja.

2. Pemenuhan Hak Cuti Sakit Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian

Kerja (PPPK)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (3) mengatur bahwa Indonesia adalah

negara hukum. Dalam Pasal 28D ayat (1) bahwa setiap orang berhak

atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil

serta perlakuan yang sama di mata hukum. Hal ini erat kaitannya dengan
tanggung jawab negara sebagai lawmaker dalam memberi jaminan

kepastian hukum terhadap perlindungan hak-hak tenaga kerja.

Hak menurut Prof. Dr. Notonegoro adalah suatu kekuasaan

untuk menerima atau melakukan sesuatu yang seharusnya diterima atau

dilakukan. Dalam hal ini, tidak dapat dilakukan atau diterima oleh pihak

lain.4 Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hak

merupakan bentuk kebenaran, kepemilikan, kewenangan, kekuasaan,

derajat, dan wewenang menurut hukum. Manusia sebagai anggota

masyarakat memiliki hak sosial, yang merupakan hak sosial contohnya

adalah hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan, dan hak atas layanan

kesehatan. Hak-hak tersebut bersifat positif.5

Hak merupakan kepentingan hukum yang dilindungi oleh

hukum. Kepentingan sendiri yang berarti tuntutan yang diharapkan

untuk dipenuhi.6 Sehingga menurut K. Bertens dalam bukunya yang

berjudul Etika mendefinisikan bahwa hak adalah suatu tuntutan yang

pemenuhannya dilindungi oleh hukum.7

Sebagaimana dijelaskan di atas mengenai pengertian hak dan

pemenuhan hak yang dilindungi oleh hukum. Dalam hal ini juga

diterapkan kepada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerta (PPPK)

mengingat bahwa dalam melakukan kewajiban-kewajiban dalam

bekerja, kualitas tenaga kerja juga harus diimbangi dengan kesejahteraan

4
Siti Zikrina Farahdiba, dkk, “Tinjauan Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga
Negara Berdasarkan UUD 1945”, Jurnal Kewarganegaraan, Vol 5, No 2, Desember 2021,
Universitas Islam Negeri Walingo Semarang, hlm. 838.
5
Muhammad Ashri, “Hak Asasi Manusia: Filosofi, Teori & Instrumen Dasar”, CV. Social Politic
Genius (SIGn), Makassar, 2018, hlm. 79.
6
A. Widiada Gunakaya, “Hukum Hak Asasi Manusia”, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2019, hlm. 49.
7
K. Bertens, “Etika (Edisi Revisi)”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2018, hlm. 177.
dari tenaga kerja tersebut. Faktor mengenai peningkatan kesejahteraan

tersebut erat kaitannya dengan pemenuhan hak-hak yang sepatutnya

diperoleh oleh tenaga kerja, salah satunya adalah hak cuti.

Hak cuti bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja

(PPPK) telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018

tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja.

Peraturan Pemerintah tersebut untuk melaksanakan ketentuan Pasal 107

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 20l4 tentang Aparatur Sipil Negara

bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen PPPK sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 95 sampai dengan Pasal 106 diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

Setiap Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)

berhak mendapatkan cuti sebagaimana disebutkan dalam Pasal 76

Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen

Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja. Mekanisme pengajuan

cuti sebagaimana dimaksud dapat diajukan kepada pejabat di

lingkunganya dalam hal ini pada lingkungan instansi yang berwenang.

Senada dengan hal tersebut di atas, Harjuna Widada selaku

Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora)

Kabupaten Kudus menjelaskan bahwa cuti dapat dilaksanakan apabila

telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. Permohonan

cuti yang akan dijalankan dan sudah mendapat persetujuan dari pejabat

yang berwenang memberikan cuti, harus disampaikan kepada pejabat

yang berwenang dalam hal ini adalah Pejabat Pembina Kepegawaian


(PPK) menetapkan surat izin cuti paling lama 7 (tujuh) hari kerja

sebelum tanggal pelaksanaan cuti, kecuali permohonan cuti sakit dan

cuti karena alasan penting.8

Prosedur permohonan pelaksanaan cuti sakit bagi Pegawai

Pemerintah dengan Perjanjian Kerta (PPPK) diatur dalam Pasal 83

Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 sebagai berikut:

a. Bagi PPPK yang menderita sakit berhak atas cuti sakit.

b. Bagi PPPK yang sakit 1 hari harus menyampaikan surat keterangan

sakit secara tertulis kepada atasan langsung dengan melampirkan

surat dokter.

c. Bagi PPPK yang sakit lebih dari 1-14 hari berhak atas cuti sakit,

dengan ketentuan PPPK harus mengajukan permintaan secara

tertulis kepada pejabat yang berwenang dengan melampirkan surat

dokter.

d. Surat keterangan dokter harus memuat dan memberikan pernyataan

terkait lamanya cuti, dan keterangan lain.

Mengenai prosedur permohonan pelaksanaan cuti sakit bagi

PPPK sebagaimana diuraikan di atas, Dani selaku Pegawai Pemerinntah

dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Lingkungan Dinas Pendidikan,

Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Kudus menyatakan bahwa

dalam praktiknya pihaknya mendapat hak cuti sakit sebagaimana

dijelaskan dalam peraturan, hal tersebut dikarenakan pihaknya telah

melakukan pengajuan cuti sakit pada akhir tahun 2022 dengan

8
Harjuna Widada, Wawancara Pribadi, Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga
(Disdikpora) Kabupaten Kudus, 16 Juni 2023.
melampirkan surat dokter sehingga pihaknya mendapatkan hak cuti

sakitnya dengan diberikan persetujuan pengajuan cuti sakit oleh pihak

yang berwenang dalam menangani pengajuan cuti.9

Disampaikan lebih lanjut oleh Harjuna Widada selaku Kepala

Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten

Kudus bahwa dalam hal yang mendesak, sehingga pegawai yang

bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari Pejabat Pembina

Kepegawaian (PPK). Pejabat tertinggi di tempat pegawai yang

bersangkutan bekerja dapat memberikan izin sementara secara tertulis

untuk menggunakan hak atas cuti. Pemberian izin sementara harus

segera diberitahukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).

Pegawai memiliki batas-batas ketentuan maksimal pengambilan hak-

hak cuti sesuai peraturan yang berlaku termasuk dalam hal ini batas hak

cuti sakit.10

Hal tersebut di atas dibenarkan oleh Ahmad Ansori selaku

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja di Dinas Pendidikan,

Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Kudus yang dalam masa

kerjanya pernah melakukan pengajuan cuti sakit, dikatakan bahwa

untuk pengajuan cuti sakit diwajibkan menyampaikan surat keterangan

sakit secara tertulis dengan melampirkan surat keterangan dokter.

Namun, pada saat itu kondisi tubuhnya tidak memungkinkan untuk

pergi ke dokter dengan tubuh yang sangat lemas dan tidak ada yang

membantu untuk pergi ke dokter. Sehingga ketika pengajuan cuti sakit


9
Dani, Wawancara Pribadi, PPPK di Lingkup Disdikpora Kabupaten Kudus, 16 Juni 2023.
10
Harjuna Widada, Wawancara Pribadi, Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga
(Disdikpora) Kabupaten Kudus, 16 Juni 2023.
dengan secara mendadak dengan lisan disampaikan kepada bagian yang

berwenang di instansi dinas pendidikan, kepemudaan dan olahraga

Kabupaten Kudus.11

Selanjutnya mengenai batas cuti sakit sebagaimana telah diatur

dalam ketentuan mengenai cuti sakit bagi PPPK diatur dalam Pasal 83

Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai

Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja adalah sebagai berikut:

a. Setiap PPPK yang sakit berhak atas Cuti Sakit dengan ketentuan

sebagai berikut:

1) PPPK yang sakit lebih dari 1 (satu) hari sampai dengan 14

(empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan

PPPK yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara

tertulis kepada PPK dengan melampirkan surat keterangan

dokter paling sedikit memuat pernyataan tentang perlunya

diberikan cuti, lamanya cuti, dan keterangan lain yang

diperlukan.

2) PPPK yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari

berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PPPK yang

bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis

kepada PPK dengan melampirkan surat keterangan dokter

pemerintah paling sedikit memuat pernyataan tentang perlunya

diberikan cuti, lamanya cuti, dan keterangan lain yang

diperlukan.

11
Ahmad Ansori, Wawancara Pribadi, PPPK di Lingkup Disdikpora Kabupaten Kudus, 18 Juni
2023.
b. PPK memberikan hak atas Cuti Sakit secara tertulis berdasarkan

permintaan secara tertulis.

c. Jangka waktu pemberian hak atas Cuti Sakit paling lama 1 (satu)

bulan, apabila tidak sembuh dari penyakitnya dilakukan pemutusan

hubungan perjanjian kerja.

Jangka waktu pemberian hak cuti sakit di sebagaimana di atas

yang telah diatur dalam Pasal 83 Peraturan Pemerintah No 49 Tahun

2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian

Kerja, dalam praktiknya keadaan sakit yang tidak dapat diprediksi

kapan dan bagaimana datangnya membuat sejumlah pegawai merasa

harus mempertimbangkan masa hak cuti sakit mereka, khususnya

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang memiliki masa

perjanjian kerja singkat berbeda dengan Pegawai Negeri Sipil.

Hal tersebut di atas dibenarkan oleh Indri dan Nadia selaku

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja pada Dinas Pendidikan,

Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Kudus yang dalam masa

kerjanya pernah melakukan pengajuan cuti sakit dikatakan bahwa

keduanya sangat mempertimbangkan dan memperhatikan batasan

waktu hak cuti sakit yang dimiliki. Namun, kondisi dan kemampuan

setiap tubuh manusia berbeda-beda, pun setiap manusia memiliki jenis

sakit yang berbeda pula, tambah mereka.12

Senada dengan hal tersebut di atas pada kondisi sakit tertentu

seperti yang dialami oleh Harmanto salah seorang PPPK di lingkungan

12
Indri dan Nadia, Wawancara Pribadi, PPPK di Lingkup Disdikpora Kabupaten Kudus, 18 Juni
2023.
Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga di Kabupaten Kudus

yang mengalami kecelakaan dan mengakibatkan patah tulang sehingga

membutuhkan masa pemulihan lebih lama. Sesuai dengan prosedur

pengajuan cuti sakit dirinya telah melakukan pengajuan cuti sesuai

prosedur ketentuan dengan melampirkan surat keterangan dokter yang

memuat lamanya waktu yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan

patah tulang. Namun, pihaknya mempertimbangkan aturan batasan cuti

sakit dan demi mempertahankan pekerjaan sebagai PPPK sehingga

dalam kondisi pemulihan tetap bekerja walaupun masih dalam kondisi

belum sembuh total.13

Lebih lanjut ditambahhkan oleh Fatikha Hudaningtyas salah

seorang PPPK di lingkungan Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan

Olahraga di Kabupaten Kudus yang mengalami kondisi sakit serupa

disebabkan oleh kecelakaan yang menimpanya. Pihaknya menjelaskan

bahwa adanya ketentuan peraturan batasan cuti sakit bagi PPPK yang

berbeda dengan PNS, membuatnya mengambil keputusan untuk

melakukan rawat jalan dikarenakan sebelum habis masa cuti sakitnya.

Terdapat rasa khawatir dikarenakan adanya himbauan mengenai

pemutusan hubungan kerja apabila melebihi batasan jangka waktu hak

cuti sakit.14

Pemenuhan hak cuti sakit bagi PPPK apabila dikaitkan dengan

ketentuan Pasal 77 Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2018 tentang

13
Harmanto, Wawancara Pribadi, PPPK di Lingkup Disdikpora Kabupaten Kudus, 12 Januari
2023.
14
Fatikha Hudaningtyas, Wawancara Pribadi, PPPK di Lingkup Disdikpora Kabupaten Kudus, 18
Mei 2023.
Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja yang

mengatur mengenai hak-hak cuti yang diperoleh PPPK termasuk di

dalamnya adalah memperoleh hak cuti sakit, maka dalam praktiknya

PPPK di Lingkungan Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga

Kabupaten Kudus perolehan hak cuti sakit telah dipenuhi. Namun pada

pelaksanaannya terdapat kondisi sakit yang memerluka masa pemulihan

lebih lama sehingga melampaui batas masa hak cuti sakit sebagaimana

diatur dalam peraturan.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pemenuhan hak cuti sakit

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja di Lingkungan Dinas

Pendidikan, Kepemudaan, dan Olaharaga Kabupaten Kudus, dapat

ditarik kesimpulan bahwa pemenuhan hak cuti sakit telah sesuai dengan

Pegawai Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun

2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian

Kerja, bagi PPPK yang hendak mengajukan cuti sakit harus lebih

mempertimbangkan batasan-batasan masa cutinya. Adanya pengaturan

mengenai pemutusan hubungan kerja bagi PPPK yang melebihi batasan

masa hak cuti membuat sejumlah PPPK sebagaimana hasil wawancara

di atas yang seharusnya memerlukan waktu pemulihan yang cukup

lama terlebih pada kondisi-kondisi sakit tertentu seperti sakit akibat

kecelakaan besar tetap harus berangkat untuk melaksanakan tugasnya

jika dirasa sudah sedikit membaik dikarenakan terdapat rasa khawatir

akan ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja. Hal ini sesuai

dengan ketentuan butir c Pasal 83 Peraturan Pemerintah No 49 Tahun


2018 yang menentukan bahwa jangka waktu pemberian hak atas Cuti

Sakit paling lama 1 (satu) bulan, apabila tidak sembuh dari penyakitnya

dilakukan pemutusan hubungan perjanjian kerja.

B. Hambatan Yang Dihadapi Oleh Pegawai Pemerintah Dengan

Perjanjian Kerja Dalam Upaya Pemenuhan Hak Cuti Sakit

1. Alasan Pemenuhan Hak Cuti Sakit Tidak Terlaksana

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam

melaksanakan tugasnya memperoleh hak-hak sebagaimana ditetapkan

pada Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur

Sipil Negara bahwa Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja

(PPPK) berhak memperoleh gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan

pengembangan kompetensi. Sebagaimana disebutkan mengenai hak-hak

yang diperoleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK),

termasuk yang disebutkan adalah hak mempoleh cuti. Hak cuti yang

dimiliki PPPK disebutkan dalam Pasal 77 Peraturan Pemerintah Nomor

49 Tahun 2018 yaitu terdiri atas Cuti Tahunan, Cuti Sakit, Cuti

melahirkan, dan Cuti Bersama.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa dalam Pasal 77

Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen

Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja mengenai hak-hak yang

diperoleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)

termasuk di dalamnya adalah memperoleh hak cuti sakit.

Definisi sakit dijelaskan oleh Parson bahwa sakit adalah

ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah


sistem biologis dan penyesuaian. Sedangkan Baumann mendefiniskan

sakit sebagai terpenuhinya tiga kriteria yaitu adanya gejala, persepsi

tentang keadaan sakit yang dirasakan, dan kemampuan beraktivitas

sehari-hari yang menurun. Perry dan Potter juga menjelaskan bahwa

sakit adalah suatu keadaan dimana fungsi fisik, sosial dan emosional,

intelektuan, perkembangan atau spiritual seseorang yang berkurang

dibandingkan kondisi sebelumnya.15 Dari pengertian-pengertian tersebut,

dapat disimpulkan bahwa sakit merupakan suatu bentuk gangguan

fungsi tubuh di luar batas normal, sehingga menyebabkan gangguan atau

kesukaran terhadap individu dalam menjalankan fungsi sosialnya.

Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang

merupakan manusia biasa ciptaan Tuhan dalam waktu tertentu

merasakan sakit, baik sakit ringan ataupun sakit berat sehingga

berpotensi mempengaruhi kualitas kerja. Dalam melaksanakan tugasnya

memperoleh hak-hak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan

Perjanjian Kerja. Hak Cuti Sakit yang menjadi salah satu hak yang

diberikan kepada PPPK.

Berdasarkan ketentuan mengenai hak cuti sakit bagi Pemerintah

dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diatur dalam Pasal 83 Peraturan

Pemerintah No 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah

Dengan Perjanjian Kerja sebagaimana telah diuraikan di atas, maka

untuk mengetahui alasan penyebab pemenuhan hak-hak tidak terlaksana

15
Herawati, dkk, “Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat”, PT. Sonpedia Publishing Indonesia, Jambi,
2023, hlm. 60.
sebagaimana telah diatur dalam peraturan pemerintah, penulis uraikan

hasil penelitian yang telah dilakukan di lapangan, yaitu disebutkan di

dalam Pasal 77 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang

Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja mengenai hak

cuti sakit yang diperoleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja

(PPPK). Dijelaskan pula mengenai ketentuan-ketentuann mengenai hak

cuti sakit sebagaimana dalam Pasal 83 Peraturan Pemerintah No 49

Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian

Kerja. Namun dalam praktiknya pemenuhan hak cuti sakit bagi Pegawai

Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) masih belum dilaksanakan

dengan baik sebagaimana mestinya.

Disampaikan oleh Agus Hernawan seorang PPPK di lingkungan

Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga di Kabupaten Kudus

yang pernah mengajukan hak cuti sakit bahwa pada dasarnya hampir

tidak ada permasalahan sama sekali dengan pemenuhan hak cuti sakit

khususnya bagi PPPK, hanya saja yang menjadi keluhan pihaknya

adalah adanya ketentuan mengenai batasan masa hak cuti sakit dimana

sakit merupakan keadaan yang tidak dapat diprediksi dan keadaan yang

tidak diinginkan terlebih apabila mendapat musibah sakit yang

memerlukan masa pemulihan yang lama.16

Senada dengan hal tersebut di atas, Gilang salah seorang PPPK di

lingkungan Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga di Kabupaten

16
Agus Hernawan, Wawancara Pribadi, PPPK di Lingkup Disdikpora Kabupaten Kudus, 23 Juni
2023.
Kudus yang pernah mengajukan hak cuti sakit menyatakan bahwa

memang benar dalam hal pemenuhan hak cuti sakit pihaknya telah

memperoleh hak sebagaimana mestinya ketika melakukan pengajuan

cuti sakit, namun yang menjadi kekhawatiran adalah dengan adanya

peraturan mengenai pemutusan hubungan kerja ketika masa cuti

melebihi batas masa cuti sebagaimana diatur dalam peraturan.17

Hal tersebut dikuatkan oleh keterangan Harmanto dan Fatikha

Hudaningtyas sebagaimana telah disampaikan bahwa dalam kondisi

sakit tertentu seperti yang mereka alami yaitu musibah kecelakaan

sehingga mengakibatkan luka serius dan memerlukan masa pemulihan

dengan waktu yang tidak sebentar terlebih pada kasus patah tulang yang

menurut dokter memerlukan waktu satu tahun untuk dapat dinyatakan

sembuh secara total. Namun adanya ketentuan mengenai batas masa cuti

bagi PPK membuat pihak mereka memaksa kondisinya tetap harus

berangkat untuk bekerja.18

Berdasarkan hasil penelitian mengenai alasan pemenuhan hak cuti

sakit bagi PPPK tidak terlaksana sebagaimana diuraikan di atas, dapat

ditarik kesimpulan bahwa adanya peraturan membuat pppk terkhusus

yang mengalami sakit parah tidak mendapatkan hak sepenuhnya karena

rasa khawatir di phk

17
Gilang, Wawancara Pribadi, PPPK di Lingkup Disdikpora Kabupaten Kudus, 23 Juni 2023.
18
Harmanto dan Fatikha Hudaningtyas, Wawancara Pribadi, PPPK di Lingkup Disdikpora
Kabupaten Kudus, 18 Mei 2023.
2. Faktor-Faktor Terjadinya Hambatan Upaya Pemenuhan Hak Cuti

Sakit

Pengaturan pemenuhan hak cuti sakit selain diatur dalam

Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai

Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang melaksanakan ketentuan

Pasal 107 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara, diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat 3 sebagaimana dijelaskan mengenai hak

cuti sakit yang diperoleh dengan upah yang dibayarkan kepada

pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a

sebagai berikut:

a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus)

dari upah;

b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima

perseratus) dari upah;

c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus)

dari upah; dan

d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus)

dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh

pengusaha.

Mengenai pemutusan hubungan jika dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai

Pemerintah dengan Perjanjian Kerja paling lama 1 (satu) bulan, apabila

tidak sembuh dari penyakitnya dilakukan pemutusan hubungan


perjanjian kerja, maka terdapat ketentuan mengenai pemutusan

hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 154 A ayat 1 butir m bahwa

Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan pekerja/buruh

mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan

tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua

belas) bulan.

Hak cuti sakit dilihat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat 3 masih mendapat upah

meskipun tidak full sesuai dengan lamanya masa cuti sakit yang dijalani

dan terkait pada pemutusan hubungan kerja sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 154

A ayat 1 butir m dengan batasan 12 (dua belas) bulan. Pengaturan-

pengaturan tersebut dianggap meringankan para pegawai pada

pemenuhan hak cuti sakitnya dengan mempertimbangan nasib para

pegawai karena tidak tergesa-gesa untuk melaksanakan tugasnya dan

dapat melakukan pemulihan secara maksimal tanpa rasa khawatir akan

pemutusan hubungan kerja dan tetap mendapatkan upah/gaji.

Mengenai hak cuti menurut peraturan tersebut di atas, Pegawai

Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja dalam hal ini memiliki masa

hubungan kerja sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor

5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 98 ayat 2 bahwa

masa perjanjian kerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat

diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja. Maka


dalam pemenuhan hak cuti sakit terdapat aturan khusus bagi PPPK

yang disesuaikan dengan masa perjanjian kerjanya.

Sehingga kaktor terjadinya hambatan upaya pemenuhan hak cuti

sakit

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pemenuhan hak cuti sakit

bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dapat ditarik

kesimpulan bahwa PPPK tunduk pada UU ASN, dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara membuat

peraturan khusus mengenai PPPK yang diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai

Pemerintah dengan Perjanjian Kerja kerja sebagaimana disebutkan

bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 adalah untuk

melaksanakan ketentuan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

20l4 tentang Aparatur Sipil Negara yang dianggap perlu menetapkan

Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan

Perjanjian Kerja. Sehingga Undang-Undang Ketenagakerjaan dan

Undang-Undang Cipta Kerja tidak dapat diterapkan dalam pengaturan

Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja terlebih

mempertimbangkan adanya masa kerja bagi PPPK.


DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ashri Muhammad, 2018, “Hak Asasi Manusia: Filosofi, Teori & Instrumen
Dasar”, CV. Social Politic Genius (SIGn), Makassar.

Bertens K, 2018, “Etika (Edisi Revisi)”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gunakaya A. Widiada, 2019, “Hukum Hak Asasi Manusia”, Penerbit ANDI,


Yogyakarta.

Hartini Sri dan Tedi Sudrajat, 2018, “Hukum Kepegawaian di Indonesia (Edisi Kedua)”,
Jakarta, Sinar Grafika, 2018.

Herawati, dkk, 2023, “Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat”, PT. Sonpedia Publishing
Indonesia, Jambi.

Jurnal:

Farahdiba Siti Zikrina, dkk, 2021, “Tinjauan Pelanggaran Hak dan Pengingkaran
Kewajiban Warga Negara Berdasarkan UUD 1945”, Jurnal
Kewarganegaraan, Vol 5, No 2, Universitas Islam Negeri Walingo
Semarang.

Parkher Jevon Adijenda dan Dasril Radjab, 2021, “Pengaturan Pegawai


Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja Dalam Sistem Kepegawaian
Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan”, Journal of Constitutional
Law, Vol 1 No 1, Fakultas Hukum, Universitas Jambi.

Pambudi Garda Yustisia dan Fatma Ulfatun Najicha, 2022, “Tinjauan Yuridis Hak
Cuti Bagi Pekerja Paca Berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 Tentang Cipta Kerja”, Jurnal Gema Keadilan, Volume 9, Edisi 1,
Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret.

Anda mungkin juga menyukai