MI 4 - Tata Laksana TB-HIV
MI 4 - Tata Laksana TB-HIV
DESKRIPSI SINGKAT
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu melakukan tata laksana TB-HIV
dengan benar.
Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari materi peserta akan mampu:
1. Menjelaskan kolaborasi TB HIV di layanan:
a. Layanan satu atap TB dan HIV
2. Melakukan tata laksana layanan HIV pada pasien TB:
a. Skrining HIV pada pasien TB
b. Pengobatan ARV pada pasien dengan TB-HIV
c. Terapi kotrimoksasol pada ODHA dengan TB-HIV
d. Edukasi pencegahan penularan HIV pada pasien dengan TB-HIV
3. Tata laksana Layanan TB dan HIV pada ODHA:
a. skrining gejala TB pada ODHA
b. rujukan pemeriksaan tes cepat molekular pada ODHA yang terduga TB
c. pengobatan pada ODHA dengan TB aktif
d. Terapi Pencegahan Tuberkulosis pada ODHA yang memenuhi syarat
e. langkah-langkah pengendalian infeksi TB di layanan
4. Melakukan pencatatan TB-HIV di formulir pencatatan program TB dan formulir
pencatatan program HIV.
POKOK BAHASAN
Pokok Bahasan 1: Kolaborasi TB-HIV di Layanan
Pokok Bahasan 2: Tata laksana layanan HIV pada pasien TB
Pokok Bahasan 3: Tata laksana layanan TB pada ODHA
Pokok Bahasan 4: Pencatatan TB-HIV di Formulir Pencatatan Program TB dan
Formulir Pencatatan Program HIV
URAIAN MATERI
Pada tahun 2019 tercatat dari target 100%, sebanyak 85% ODHA dilakukan skrining
gejala TB, dan dari target 40%, sebanyak 15% ODHA baru yang masuk perawatan
mendapat TPT (6,568/45,542). Dari program TB tercatat sebesar 37%
(210,141/565,869) pasien TB mengetahui status HIVnya dari target 50%, dan dari
target 100%, baru 40% pasien TB dengan HIV mendapat ART.
Kolaborasi TB-HIV di tingkat layanan bertujuan untuk menjamin kesinambungan
perawatan pasien yang berkualitas; memastikan pasien mendapatkan kedua layanan
baik TB dan HIV, serta memastikan tindak lanjut sesuai dengan keadaan dan
diagnosis pasien. Kolaborasi TB-HIV yang kuat di tingkat layanan akan mengurangi
angka kesakitan dan kematian akibat infeksi ganda TB-HIV.
Ketersediaan layanan tes dan terapi yang berada di bawah satu atap, telah terbukti
meningkatkan cakupan layanan dan memastikan inisiasi ARV dini. Demikian juga,
ketersediaan layanan HIV dan TB di dalam satu fasyankes meningkatkan cakupan tes
HIV pada pasien TB serta meningkatkan deteksi TB pada pasien yang datang di
layanan PDP (Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan). Ketersediaan ART di lokasi
yang sama akan mempermudah linkage (tautan) dan inisiasi ART. Kementerian
Kesehatan saat ini sedang melakukan upaya-upaya untuk memperluas layanan satu
atap tes dan terapi HIV.
Memastikan Adanya Mekanisme Kolaborasi/Koordinasi TB-HIV di Fasyankes
8
Materi Inti 2, Organisasi dan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Tingkat Fasyankes
Konselor
Manajer kasus
Kelompok pendukung
Petugas pencatatan & pelaporan
Petugas kesehatan lainnya
Sesuai dengan Permenkes no. 4 tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu
Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan: bahwa pasien
TB merupakan salah satu populasi untuk dilakukan skrining HIV, sehingga tes/skrining
HIV menjadi standar minimal di layanan TB. Contoh komunikasi meminta tes HIV pada
pasien TB adalah sebagai berikut:
“Banyak pasien TB juga terinfeksi HIV. Pada pasien dengan TB dan HIV, perlu
diberikan pengobatan baik pengobatan TB dan juga pengobatan HIV. Pengobatan
tidak akan berhasil jika hanya diberikan salah satu. Dengan demikian, sangat penting
bagi semua pasien TB dilakukan tes HIV dan mengetahui status HIVnya. Kami akan
lakukan tes HIV pada Bapak/Ibu ya, agar kami dapat melakukan tatalaksana dengan
lebih baik.”
Layanan yang hanya dapat melakukan skrining dengan menggunakan 1 reagen (R0)
dapat merujuk pasien TB dengan hasil tes HIV reaktif ke layanan lain yang memiliki
fasilitas diagnostik HIV dengan menggunakan 3 reagen.
Alur layanan TB-HIV di unit DOTS digambarkan dalam skema berikut ini:
atau
Semua ODHA yang ada di dalam perawatan HIV baik yang telah mendapatkan ART
ataupun belum dilakukan pengkajian status TB pada setiap kunjungan ke layanan HIV.
Pengkajian status TB dilakukan dengan menanyakan gejala:
- Batuk
- Demam
- Berkeringat malam tanpa aktivitas
Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
- Memiliki gejala TBC ekstra paru (misalnya pembesaran Kelenjar Getah Bening
pada leher)
Jika ada salah satu gejala, maka harus dilakukan tindak lanjut yaitu
memastikan diagnosis TB dengan menggunakan Tes Cepat Molekular. Jika
pasien terdiagnosis TB, maka OAT dan Pengobatan Pencegahan dengan
Kotrimoksasol (PPK) harus diberikan pada pasien.
Jika tidak ada gejala TB, maka diberikan Terapi Pencegahan Tuberkulosis.
Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) adalah suatu keadaaan dimana sistem imun tubuh orang yang
terinfeksi tidak mampu mengeliminasi kuman Mycobacterium tuberculosis dari tubuh secara
sempurna tetapi mampu mengendalikan kuman TBC sehingga tidak timbul gejala sakit TBC.
Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat
yang penting untuk mencegah ODHA menderita sakit TB. Tujuan pemberian TPT adalah untuk
menurunkan beban TB pada ODHA dengan sasaran para ODHA baik baru maupun sudah lama
yang berkunjung ke fasyankes yang memiliki layanan HIV dan tidak memiliki kontraindikasi
dalam pemberian TPT. Dibandingkan dengan populasi dengan HIV negatif, ODHA memiliki
risiko 20 kali lebih besar untuk sakit TB1. Secara global, TB aktif merupakan penyebab kematian
utama pada ODHA2. Pada tahun 2018, TBC menyebabkan 251.000 kematian pada ODHA dan
sekitar sepertiga dari semua kematian ODHA1. Bukti ilmiah yang ada saat ini menunjukkan bahwa
TPT menaikkan tingkat kelangsungan hidup (survival) pada ODHA ketika dalam pengobatan
ART3. Pemberian TPT diprioritaskan kepada ODHA baru yang belum terbukti sakit TBC
berapapun usianya. Penelitian observasional kohort di 4 Rumah Sakit (RSHS, RS Marzuki Mahdi,
RSCM, RS Persahabatan) pada tahun 2021-2016, menunjukkan bahwa TPT dengan menggunakan
regimen INH selama 6 bulan terbukti menurunkan risko ODHA mengalami TBC sebesar 75%.
Efek proteksi dari pemberian TPT pada ODHA bertahan selama 3 sampai dengan 5 tahun4,
sehingga pemberian TPT ulang dapat dilakukan setelah 5 tahun. Disamping itu TPT juga dapat
segera diberikan pada ODHA yang sakit TB, telah menyelesaikan OAT dan dinyatakan sembuh.
Menurut studi pada pasien ODHA yang sudah menyelesaikan OAT dan dinyatakan sembuh, 14%
mengalami TB kambuh, dimana 90% diantaranya akibat dari reinfeksi dengan bakteri M.
Tuberculosis yang berbeda5. Hal ini menunjukkan pentingnya pemberian TPT sekunder.
Alur tata laksana pemberian TPT adalah sebagai berikut:
Jika tidak ada kontraindikasi TPT, maka dapat diberikan salah satu dari regimen
berikut ini:
Formulir pencatatan yang digunakan untuk mencatat yang terkait dengan TB-HIV
adalah iktisar keperawatan dan lembar follow up.
Ikthisar Perawatan berisi informasi pasien yang di catatat secara seragam untuk semua pasien
HIV yang terdaftar, disimpan di layanan serta digunakan setiap kali kunjungan. Ikhtisar di buat
segera setelah pasien HIV positif (+) memulai perawatan, dimulai dengan pemberian no registrasi
nasional yang berlaku seumur hidup dengan mengabaikan apakah pasien saat itu memerlukan
ARV atau tidak. Ikhtisar perawatan diisi oleh petugas kesehan yang berhadapan langsung
dengan pasien (Dokter/Perawat).
Ikhtisar perawatan terdiri dari dua halaman. Halaman 1 berisi:
a. Identifikasi penting
b. Informasi Sosial Demografi
c. Klinis
d. Pengobatan
Biasanya di isi hanya 1 kali pada saat kunjungan pertama pasien dan dapat di update sesua
kebutuhan.
Halaman 2 berisi:
a. Follow up pasien. Di isi setiap barisnya setiap pasien berkunjung.
Pencatatan terkait TB-HIV biasanya pada kolom yang di dalam kotak merah.
Pengisian data skrining TB dan TPT untuk ODHA di dalam SIHA 2.0 adalah sebagai berikut:
PENANGGULANGAN TB NASIONAL TB.01
KARTU PENGOBATAN PASIEN TB INDONESIA/2015
Nama Pasien TB : No.Telp/HP : Nama PMO : No. Telp/HP :
Nomor Induk Alamat PMO :
:
Kependudukan (NIK) Nama Faskes :
Alamat Lengkap : Kab/Kota :
Jenis Kelamin : L P No. Reg TB.03 Faskes :
Jika wanita usia subur : Hamil Tidak Hamil Tahun :
Tanggal lahir : __/__/____ Umur : tahun bulan Provinsi :
Berat badan : kg Tinggi badan : cm No. Reg TB.03 Kab/Kota :
Parut BCG : Tidak ada Ada Tipe Diagnosis dan Klasifikasi Pasien TB
Jumlah Skoring TB Anak: ………………………… Tipe Diagnosis Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi
……………………………………………………………………………………………………….. Terkonfirmasi bakteriologis TB Paru
Terdiagnosis klinis TB Ekstraparu, Lokasi………………………..
Hasil Pemeriksaan Contoh Uji (Sesuai dengan TB.05) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Bulan
ke Tanggal No. Reg Lab BTA*) Biakan Tes Cepat Baru Kambuh
0 Diobati setelah gagal Diobati setelah putus berobat (lost to follow up )
2 Lain-lain Riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
3 Klasifikasi berdasarkan status HIV
5 Positif Negatif Tidak diketahui
6 Dirujuk oleh : Inisiatif Pasien/Keluarga Anggota Masyarakat/Kader………………
8 Faskes…………………………. Dokter Praktek Mandiri……………………..
*) Tulislah 1+, 2+, 3+, scanty, atau Neg sesuai hasil pemeriksaan dahak Poli Lain………………………. Lain-lain…………………………………………….
Pemeriksaan Lain-lain Pindahan dari:
● Uji Tuberkulin: ………………….. mm (Indurasi bukan eritema) Nama Faskes : ……………………………………… Kab/Kota : ………………………………………
● Foto toraks: Tanggal: ___/___/_____ No Seri: ……………………. Alamat Faskes : ……………………………………… Provinsi : ………………………………………
Kesan: ………………………………………………………………………………………. Pemeriksaan Kontak Kontak erat dengan anak, sebutkan……………………………..
Hasil pemeriksaan
● Biopsi jarum halus (FNAB): Tanggal __/__/____ Hasil: ………………….. No. Nama L/P Umur Tindak Lanjut
kontak*)
● Biakan hasil contoh uji selain dahak : MTB Bukan MTB 1
Sebutkan……………………………………….. 2
Kegiatan TB DM 3
Riwayat DM : Ya Tidak 4
5
Hasil Tes DM : Positif Negatif
*) Hasil diisi: Untuk Dewasa: Sehat/Sakit TB
Terapi DM : OHO Inj. Insulin Untuk Anak: Sehat/Infeksi Laten TB/Sakit TB
Paduan OAT : Kategori-1 Kategori-2 Kategori anak Sumber Obat : Program TB Bayar sendiri
Bentuk OAT: KDT Kombipak/Obat lepas Asuransi Lain-lain
………………… …………………
I. TAHAP AWAL : *)
KDT : __________ Tablet No. Batch ____________________ Streptomisin**) mg/hari No. Batch __________________
Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah BB (kg)
*) Berilah tanda √ jika pasien datang mengambil obat dan menelan obat di depan petugas kesehatan
Berilah tanda "garis lurus sesuai tanggal minum obat" jika obat dibawa pulang dan ditelan sendiri di rumah
**) Diisi untuk OAT kategori-2 dan keadaan khusus
II. TAHAP LANJUTAN : ***)
KDT : __________ Tablet No. Batch ____________________ Etambutol ****) mg/hari No. Batch __________________
Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah BB (kg)
***) Berilah tanda √ jika pasien datang mengambil obat dan menelan obat di depan petugas kesehatan
Berilah tanda "garis lurus putus-putus sesuai tanggal minum obat" jika obat dibawa pulang dan ditelan sendiri di rumah
****) Diisi untuk OAT kategori-2
Catatan (baca petunjuk pengisian): Rujukan/ Pindah Pasien TB Layanan Tes dan Konseling HIV Selama
*Pindah Pengobatan Pengobatan TB
Nama Faskes Tujuan ……………………………..
Tanggal dianjurkan Hasil Tes*
Kab/ Kota ……………………………………………… Tgl. Tes
Tes (R/I/NR)
Provinsi ………………………………………………
*Pindah Register Pasien TB RO
Hasil Akhir Pengobatan No. Register TB RO …………………………………
(Tulis tanggal dalam kotak yang sesuai)
Dosis INH:
10 mg/kg BB
Sumber Obat : Program Bayar Sendiri
20 mg/kgBB (dosis tinggi)
Asuransi Lain-lain
PENGOBATAN
Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah dosis
PENANGGULANGAN TB NASIONAL TB.01
KARTU PENGOBATAN PASIEN TB INDONESIA/2015
Nama Pasien TB : No.Telp/HP : Nama PMO : No. Telp/HP :
Nomor Induk Alamat PMO :
:
Kependudukan (NIK) Nama Faskes :
Alamat Lengkap : Kab/Kota :
Jenis Kelamin : L P No. Reg TB.03 Faskes :
Jika wanita usia subur : Hamil Tidak Hamil Tahun :
Tanggal lahir : __/__/____ Umur : tahun bulan Provinsi :
Berat badan : kg Tinggi badan : cm No. Reg TB.03 Kab/Kota :
Parut BCG : Tidak ada Ada Tipe Diagnosis dan Klasifikasi Pasien TB
Jumlah Skoring TB Anak: ………………………… Tipe Diagnosis Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi
……………………………………………………………………………………………………….. Terkonfirmasi bakteriologis TB Paru
Terdiagnosis klinis TB Ekstraparu, Lokasi………………………..
Hasil Pemeriksaan Contoh Uji (Sesuai dengan TB.05) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Bulan
ke Tanggal No. Reg Lab BTA*) Biakan Tes Cepat Baru Kambuh
0 Diobati setelah gagal Diobati setelah putus berobat (lost to follow up )
2 Lain-lain Riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
3 Klasifikasi berdasarkan status HIV
5 Positif Negatif Tidak diketahui
6 Dirujuk oleh : Inisiatif Pasien/Keluarga Anggota Masyarakat/Kader………………
8 Faskes…………………………. Dokter Praktek Mandiri……………………..
*) Tulislah 1+, 2+, 3+, scanty, atau Neg sesuai hasil pemeriksaan dahak Poli Lain………………………. Lain-lain…………………………………………….
Pemeriksaan Lain-lain Pindahan dari:
● Uji Tuberkulin: ………………….. mm (Indurasi bukan eritema) Nama Faskes : ……………………………………… Kab/Kota : ………………………………………
● Foto toraks: Tanggal: ___/___/_____ No Seri: ……………………. Alamat Faskes : ……………………………………… Provinsi : ………………………………………
Kesan: ………………………………………………………………………………………. Pemeriksaan Kontak Kontak erat dengan anak, sebutkan……………………………..
Hasil pemeriksaan
● Biopsi jarum halus (FNAB): Tanggal __/__/____ Hasil: ………………….. No. Nama L/P Umur Tindak Lanjut
kontak*)
● Biakan hasil contoh uji selain dahak : MTB Bukan MTB 1
Sebutkan……………………………………….. 2
Kegiatan TB DM 3
Riwayat DM : Ya Tidak 4
5
Hasil Tes DM : Positif Negatif
*) Hasil diisi: Untuk Dewasa: Sehat/Sakit TB
Terapi DM : OHO Inj. Insulin Untuk Anak: Sehat/Infeksi Laten TB/Sakit TB
Referensi:
3. Badje A, Moh R, Gabillard D, Guéhi C, Kabran M, Ntakpé J-B, et al. Effect of isoniazid preventive
therapy on risk of death in west African, HIV-infected adults with high CD4 cell counts: long-term
follow-up of the Temprano ANRS 12136 trial. Lancet Glob Health. 2017;5(11):e1080–9. World Health
Organization. Latent tuberculosis infection: updated and