Anda di halaman 1dari 9

PAHAM FILSAFAT HUKUM DALAM HUKUM INTERNASIONAL

1. Sejarah
Para pakar hukum Internasional menaruh perhatian pada aliran penting
dalam filsafat. Ada 3 (tiga) aliran atau paham filsafat yang pokok, yaitu :
a. Filsafat Naturalisme (hukum alam)
b. Positivisme
c. Instrumentalis (marxisme dan policy oriented)

Hukum Internasional merupakan sistem hukum, maka harus ditempuh


dengan pendekatan praktis, yaitu menggabungkan dengan cara
pendekatan teoritis (mengkaji segi filsafatnya) Pendapat ini didukung
oleh Mochtar Kusumaatmadja yang mengatakan :
Cara pendekatan terhadap hukum internasional dan juga di
bidang hukum lainnya terhadap masalah hukum pada umumnya,
yang tidak semata – mata melihat hukum sebagai suatu perangkat
kaidah – kaidah dan asas – asas melainkan mempertautkannya
dengan lembaga-lembaga dan proses – proses yg mewujudkan
kaidah – kaidah tersebut dalam kenyataan.

Cara pendekatan demikian dengan sendirinya selain mengkaji kaidah-kaidah


hukum secara analitis, harus memperhatikan pula segi – segi sosiologis,
politik dan budaya dari persoalannya.

Menurut Komar Kantaatmadja, cara pendekatan terhadap hukum


internasional dikatakan :
Pendekatan hukum internasional (modern) melihat permasalahannya
dari dua segi pendekatan yang berbeda yaitu :
1) pendekatan secara statitistik :
dilihat dari segi teoritis doktriner serta interpretasi yg diciptakan dari
sejarah pembentukannya dan segala perangkat yg berkaitan dengan
permasalahan tersebut.

2) pendekatan secara dinamik.


Melihat bagaimana suatu konsep berkembang dari bentuk asalnya
menjadi bentuk masa kini yang sesuai dengan dinamika
perkembangan dan kebutuhan masyarakat bangsa-bangsa sekarang.

1
Apabila yang menjadi permasalahan pokok adalah eksistensi hukum
internasional sebagai suatu sistem hukum yang teratur, maka pengkajiannya
akan sampai pada sumber hukum internasional. Yaitu :
1) sumber hukum materiil  kajiannya ada;ah hakikat berlakunya
hukum, merupakan persoalan filsafat (hukum) daripada menjadi
persoalan ilmu hukum.
Friedman : menggunakan pendekatan doktriner dengan melihat pada
tiga (3) ajaran:
o legal idealism
o pendekatan analistis;
o pendekatan sosiologis.

2) sumber hukum formil  ketentuan – ketentuan hukum yg dapat


diterapkan sebagai kaidah dalam persoalan yg nyata

2. Pengaruh Doktrin Hukum Alam.


Hukum Internasional mengembangkan satu konsep mengenai hukum
alam, Konsepsi filosofis tentang ius naturale (sebagaimana
dikembangkan oleh mazhab stoa di Yunani dan kemudian
dikembangkan oleh bangsa Romawi). Maksudnya, merupakan kumpulan
asas yg harus mengendalikan tingkah laku manusia karena di dasarkan
atas tabiat manusia sebagai satu makhluk yg berakal dan suka bergaul.
Beberapa waktu kemudian muncul ius gentium sebagai suatu anasir
progresif baru dinamakan ke dalam hukum positif Romawi yg pada
umumnya menganggap sama dengan ius naturale sebagai hukum yg
sesuai dengan cita – cita akal atau merupakan kaedah-kaedah yg
diperintahkan oleh akal manusia kepada dirinya.

Pada abad pertengahan, ajaran hukum alam mempunyai pengaruh yg sangat


besar atas pikiran manusia, sehingga Gereja pun menerima dan
memasukkannya dalam sistim doktrinnya.
Thomas Aquinas :
Mengajarkan bahwa hukum alam adalah sebagian dari hukum Tuhan yg
dapat ditemukan oleh akal manusia, berbeda dengan sebagian lagi yang yang
diwahyukan langsung. Hukum yg didapat dari wahyu disebut “hukum ilahi
positif” (ius divinum positivum)

2.1. Ius Naturale.

2
Hukum yg berdasarkan kegiatan akal manusia adalah hukum
alam.
2.2. Ius Gentium
Hukum yang berdasarkan hukum internasional adalah ius
gentium.
Thomas Aquinas mengatakan bahwa ius gentium adalah hukum
alam sekunder yg berlaku karena dituntut oleh kebutuhan
konkret oleh manusia.
Konsep milik pribadi sebagai suatu aturan yg bersifat nasional
dapat diterapkan pulapada konsep negara yang berkenaan dengan
hak – hak atas wilayah ( diluar negara).
Ada suatu anggapan bahwa hukum alam sama dengan ajaran
ketuhanan memberi arti bahwa hukum alam mempunyai derajat
lebih tinggi daripada hukum positif yang dibuat oleh manusia,
bahkan diartikan pada waktu itu bahwa hukum positif yg
bertentangan dengan hukum alam tidak akan mempunyai
kekuatan mengikat.

Konsepsi hukum alam ini, apabila diterapkan pada teori – teori


hubungan antar negara, maka seharusnya hubungan – hubungan
antar negara atau antar bangsa lahir bukan semata-mata karena
kekuasaan yg diciptakan oleh penguasa yg berdaulat, melainkan
bagian dari suatu ketertiban alam yg kepadanya (penguasa) harus
tunduk  merupakan salah satu bentuk yg lebih tinggi
daripadasekedar kemauan penguasa.
Hubungan anta negara ini pada hakekatnya merupakan
hubungan kehidupan antar manusia yg diterapkan kepada suatu
pengertian yg lebih luas lagi, yaitu masyarakat internasional,
maka hubungan kehidupan antar manusia ini merupakan
kompleks kehidupan bersama, lepas dari kehendak penguasa.

Ajaran hukum alam dari kebudayaan Yunani telah disebarkan seccara meluas
melalui kebudayaan Rimawi, maka kedudukan hukum Romawi di Eropa
dalam abad ke 16 mempunyai arti penting bagi permulaan berkembangnya
hukum internasional.
Asas- asas hukum Romawi dihargai sangat tinggi dan dimintai bantuannya
untuk memasukan ketentuan – ketentuan dalam hukum di negara – negara
Eropa apabila mereka tidak menolaknya  hukum Romawi dipandang sebagai
ratio scripta (akal yang tertulis) dan dijunjung tinggi karena erat kaitannya
dengan hukum kanonik dari gereja, mengikat diri manusia dan masyarakat,

3
disisi lain adanya suatu sistem hukum yg berlaku di seluruh dunia dan
dihormati dimana – man, telah mendorong orang untuk meletakkan dasar
hukum internasional pada hukum alam.

Perjanjian Perdamaian West Phalia pada tahun 1648, sebagai titik lahirnya
negara- negara nasional modern, yang mengakhiri 30 tahun perang di Eropa
sebagai titik puncak suatu proses pembentukan masyarakat negara yg sudah
dimulai pada abad pertengahan, yaitu gerakan reformasi dan sekularitas
kehidupan manusia, khususnya perebutan kekuasaan duniawi antara Gereja
dan Negara. Selama abad pertengahan dunia barat dikuasai oleh satu sistem
feodal yg berpuncak pada kaisar, sedangkan kehidupan Gereja berpuncak
pada Paus sebagai kepala Gereja Katholik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu
merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yg
berdaulat dan Tachta Suci. Masyarakat Eropa inilah yg menjadi pewaris
kebudayaan Romawi dan Yunani.

Tokoh – Tokohnya:
1) Francisco Victoria (1480 – 1546)
Ia seorang guru besar dari universitas Salamanca dari golongan
Dominikan di Spanyol, selama dalam perkuliahan ada 2 (dua) hal
penting yg dapat dinilai dari dari segi sejarah hukum bangsa – bangsa,
yaitu : tahun 1532
a. Perihal orang – orang Indian dan yang baru dijumpai
b. Perihal Hukum Perang orang – orang Spanyol terhadap orang – orang
Barbar.
Yang dipermasalahkan oleh Victoria untuk kedua kasus tersebut
adalah apakah peperangan tersebut benar dan adil atau tidak ? ia
meneliti dengan mengacu pada garis – garis perikemanusiaan, ia
mengecam keras tindakan kejahatan penakluk, sebaliknya ia
menunjukkan kemanusiaan yg luhur terhadap orang – orang Indian.
Ia mendesak orang Spanyol membatasi diri kepada pembelaan diri
saja  pentingnya sumbangan Victoria dalam sejarahhukum terletak
pada nilai – nilai verbal yg menggantikan istilah interhomines (antar
manusia) dengan intergenies (antar rakyat) merupakan bagian
dari Corpus Iuris Civilis (Kitab Institutes (buku pedoman singkat
tentang pelajaranhukum), yang disusun atas perintah Kaisar
Yustianus mengatur tentang siapa – siapa yang terikat oleh ius
gentium.

2) Fransisco Suarez (1548 – 1617)

4
Ia adalah seorang guru besar teologi Spanyol, ia mengemukakan tentang
ius naturae dan ius gentium.
Ia memberikan arti kembar yg terkandung dalam istilah ius gentium.
Artinya :
a. Sebagai hukum yg harus ditaati oleh semua rakyat dan bangsa dalam
hubungan mereka satu sama lain;
b. Sebagai hukum yg harus ditaati oleh persekutuan kerajaan di dalam
wilayahnya sendiri, yang karena adanya persamaan dan kegunaan
praktis dinamakan ius gentium sebagai hukum yg universal.

Bukunya : hukum dan Tuhan sebagai Pembentuk Hukum (on Law and
God as Legislation)  isinya : meskipun umat manusia terbagi atas
berbagai rakyat (populus) dan kerjaan (regna), masih terdapat di
dalamnya suatu kesatuan, tidak saja dalam arti species, tetapi juga
dalam arti politik dan moral sebagaimana terbukti dari norma cinta
kasih atau persahabatan antara yg satu dengan yg lainnya.
Oleh karenanya, meskipun setiap persekutuan persemakmuran
(civitasi), negara (republica), atau kerajaan (regnum) pada dirinya
merupakan persekutuan hidup yg sempurna, karena tergabung dengan
umat manusia, ia menjadi anggota dari masyarakat universal.

Persekutuan – persekutuan hidup tidak mungkin hidup sendiri,


melainkan mereka membutuhkan pergaulan hidup, dan saling
membutuhkan satu dengan yg lain, maka hukum yg akan membimbing
mereka di dalam pergaulan hidupnya, sebagian pengaturan oleh akal
budi, kodrat, namun masih ada lain yg mengatur untuk hal – hal
tertentu secara khusus yaitu adat kebiasaan bangsa-bangsa (gentes),
karena adat kebiasaan dapat membentuk hukum, maka di kalangan
umat manusia secara keseluruhan aturan – aturan ius gentium dapat
dibentuk oleh kebiasaan (moribus).

Jadi kesimpulan pendapat Suarez :


adanya suatu hukum atau kaidah obyektif yg harus dituruti oleh negara
– negara dalam hubungannya di antara mereka. Selain itu, ia telah
meletakan dasar dari suatu ajaran hukum internasional yg meliputi
seluruh umat manusia.

3) Alberico Gentili (1552 – 1608)


Ia adalah ahli hukum warga negara Italy, kemudian pindah ke Inggris,
ada 3 (tiga) ajaran penting yg sampai sekarang masih dihargai :

5
a. Tahun 1585  Kedutaan (De Legationibus)
Ia menentang keras jika ada anggapan bahwa tugas duta adalah
mata – mata / spy, ia lebih setuju jika dikatakan asas kekebalan
duta dengan pembatasan, yaitu ia kebal dari yuridiksi pidana negara
penerima hanya dalam perkara makar yg tidak jadi dilaksanakan
oleh suatu sebab.

b. Menurut hukum alam, sekedar percobaan akan kejahatan tidak


dapat dihukum.

c. Kontribusinya yg paling penting hukum dalam perjanjian


internasional adalah perdamaian, yg hanya mengikat selama kondisi
tidak berubah  asas rebus sic stantibus, suatu asas yg berasal
dari hukum sipil Romawi dan juga berasal dari hukum Gereja.

Meskipun Alberico Gentili adalah orang yang bertaqwa kepada Tuhan tetapi ia
mengkonsepsikan hukum internasional lepas dari pikirankeagamaan atau
pengaruh gereja. Ia mendasarkan pikirannya atas pikiran keduniawian. Ia
mengalihkan titik berat alam pikiran moral kepada pemikiran yuridis,
termasuk ke dalam hubungan – ubungan internasional.

4) Hugo Grotius (1583 – 1645) bapak hukum Internasional


Ia adalah orang Belanda, karyanya yg terkenal adalah Hukum Perang
dan Dama (de Jure Belli Al Pacis), Hukum Rampasan Perang (1604 –
1605), Laut Bebas/ Mare Liberum, 1609

Ia berpendapat, perang merupakan tindakan untuk mengembalikan hak


– hak yang dilanggar, ia banyak mengambil pendapat dari Gentili yg
dipengaruhi oleh kaum skolastik dan dari Victoria yg menjunjung tinggi
moral teologi.
Asas-asas dasar skolastik mendapat perhatian dari Grotius, karena
didasari ajaran atau hukum ketuhanan, hukum alam, dan ius gentium
yg semuanya berpedoman kepada ide keadilan.

Pokok – pokok Ajaran Grotius :


a) Kaum skolastik memandang hukum alami mempunyai sifat
ketuhanan. Grotius melepaskan hukum alam dari teologi dengan
menyatakan bahwa hukum alam akan tetap berlaku sekalipun tidak
ada Tuhan atau sekalipun urusan – urusan manusia tidak menjadi
urusan Tuhan.

6
Grotius mengikuti jejak Aristoteles pada akhirnya, tanpa
menghubungkan dengan ajaran teologi, ia mendasarkan hukum alam
pada suatu aksioma psikologis, yaitu suka bergaul pada diri manusia.
Oleh karenanya, hukum alam menurut sistem Grotius merupakan
paham yg mengutamakan rasio, makanya secara murni, hukum
ketuhanan hampir tidak mendapat tempat.

b) Ius gentium menurut Grotius diartikan sebagai hukum intercivitates


(hukum antar negara) ia memandang isu gentium dalam skala lebih
luas dalam hubungan – hubungan internasional disamping diartikan
sebagai hukum universal.
Pembagian hukum alam dan huum bangsa – bangsa tetap
dipertahankan, meskipun dijiwai oleh ajaran Kristen, konsepsi
Grotius tentang hukum Internasional masih tetap bersifat
kediniawian, dan akibatnya hukum Gereja tidak mendapat posisi
dalam sistem Grotius, ia lebih mengandalkan rasio murni dan
keyakinan moral.

c) Suatu perang memberikan kepada pihak – pihak yg bertikai


berdasarkan ius gentium, hak untuk balas dendam, mungkin ada
pelanggaran hukum atau pelanggaran hak – hak suatu negara,
terlepas dari persoalan kebenaran alasan perang.

d) Mare Liberum dikatakan bahwa laut merupakan :


o suatu res communis omnium (hak bersama seluruh umat).
Konsep hukum Romawi laut terbuka bagi setiap orang.
Konsep ini mengandung benih-benih kebebasan laut.

o Suatu konsep res nullius (laut tidak ada yg memiliki), maka


siapapun dapat menguasai laut dan dapat memilikinya dengan
cara “menguasai dengan mendudukinya”  konsep occupatio
dalam hukum perdata Romawi.

e) Hukum diplomatik duta harus dianggap secara yuridis berada di


luar wilayah kekuasaan negara di tempat ia ditugaskan  quasi
extra territotium atau extra-territorialiteit.

3. Implikasi Hukum Alam

7
Isyarat adanya hukum alam dapat ditemukan dalam filsafat yunani
kuno. Hukum alam turun ke bumi seperti cahaya matahari yg
menerangi kabut pikiran para cendekiawan.
Filsafat Yunani kuno mengatakan, kedilan dan moralitas terikat erat,
hampir tidak dibedakan antara hukum dan moralitas.

Plato memberikan landasan tentang keadilan, ia menghendaki apa yg


benar dan baik di dalam perilaku individu maupun negara.

Aristoteles : keadilan adalah apa yg fair dan equitable, ia membedakan


antara :
1) Keadilan alam;
o Ialah apa yg dapat diterangkan secara universal;
o didasarkan atas apa yg masuk akal dan secara moral baik.
o Tidak berubah sepanjang masa

2) Keadilan konvensional.
o Ialah apa yg mengikat sebagai hasil darikeputusan atau
kesepakatan penguasa tertentu.
o Merupakan produkdari apa yg oleh masyarakat tertentu (untuk
sementara waktu) dianggap cocok dan dapat dilakukan.
o Dapat berubah sesuai dengan waktu dan tempat.

Vattel (1714 – 1767)


Muncul pada pertengahan abad ke 18, menekankan praktek negara sekalipun
seorang naturalis. Hasilnya : hukumalam telah melicinkan jalan bagi ajaran
positivisme pada abad ke 19.
Hal ini karena ia telah menggunakan istilah “alam” bukan untuk menandai
suatu cita – cita (ide), melainkan apa yg nyata.
Hukum alam adalah hukum yg ditemukan pada masa primitif, ketika manusia
hidup dalam keadaan terisolasi dan memenuhiberbagai kehidupan sendiri.

Anzilotti (abad ke 19)


Ia seorang positivis, berpendapat bahwa kekuatan mengikat di belakang
hukum internasional dapat ditemukan dalam kenyataan bahwa janji harus
ditepati (pacta sunt servanda).
Aturan kebiasaan mengikat negara-negara karena persetujuan diam – diam
dari negara.

8
Hukum alam memberikan penjelasan bahwa persetujuan diberikan oleh
hukum alam atau kekuatan akal yg telah menopang aturan-aturan kebiasaan.

Anda mungkin juga menyukai