Anda di halaman 1dari 9

Kedudukan dan Peranan serta Hak dan Kewajiban Kaum Perempuan Dalam

Masyarakat Hukum Adat Batak Toba

Abstrak:

Kajian ini bertujuan menggali kedudukan, peran, hak, dan kewajiban perempuan dalam masyarakat
hukum adat Batak Toba. Menyelidiki aspek budaya, sosial, dan hukum yang membentuk pengalaman
perempuan dalam masyarakat ini, ia mengkaji bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi
peran dan tanggung jawab perempuan, akses mereka terhadap sumber daya dan peluang, serta
kemampuan mereka berpartisipasi secara penuh dan setara dalam semua aspek kehidupan
masyarakat.

Kata kunci: masyarakat patrilineal, pemberdayaan perempuan, dinamika gender, akses sumber daya,
partisipasi masyarakat

Kerangka:

I. Masyarakat Hukum Adat Batak Toba: Suatu Tinjauan


A. Latar Belakang Sejarah
B. Struktur Budaya dan Sosial
C. Sistem Hukum

II. Kedudukan dan Peran Perempuan dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba
A. Peran dan Tanggung Jawab Tradisional
B. Perubahan dan Kontinuitas Seiring Waktu

III. Hak dan Kewajiban Perempuan Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba
A. Akses ke Sumber Daya dan Peluang
B. Partisipasi dalam Proses Pengambilan Keputusan
C. Perlindungan di bawah Hukum

IV. Tantangan dan Peluang Perempuan dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba
A. Ketidaksetaraan dan Diskriminasi Gender
B. Upaya Menuju Kesetaraan Gender
C. Prospek ke Depan
I. Masyarakat Hukum Adat Batak Toba: Suatu Tinjauan

A. Latar Belakang Sejarah

Masyarakat hukum adat Batak Toba memiliki latar belakang sejarah yang kaya yang terjalin erat
dengan tatanan sosial, budaya, dan politik daerah tersebut. Berasal dari Sumatera Utara, Indonesia,
komunitas ini merupakan bagian dari kelompok etnis Batak yang lebih besar, yang dikenal dengan
budaya dan tradisinya yang berbeda. Orang Batak Toba memiliki sistem hukum adat yang unik, yang
dikenal sebagai ' Adat ', yang mengatur berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk hubungan
sosial, hak milik, perkawinan, dan penyelesaian sengketa. Sistem ini berakar kuat pada sistem
kepercayaan, nilai, dan norma mereka, yang telah diwariskan secara turun-temurun. Ini
mencerminkan kearifan dan pengalaman kolektif masyarakat, berfungsi sebagai kerangka panduan
untuk menjaga ketertiban dan harmoni sosial.

Dalam masyarakat hukum adat Batak Toba, peran dan status individu sangat ditentukan oleh garis
keturunan atau ' Marga ' mereka. Sistem marga adalah sistem marga patrilineal dimana keturunan
dan pewarisan ditelusuri melalui garis laki-laki. Ini memainkan peran penting dalam membentuk
struktur sosial masyarakat, mempengaruhi peran individu, tanggung jawab, hak, dan kewajiban.

Meskipun sistem ini telah menjadi landasan masyarakat Batak Toba selama berabad-abad, sistem ini
juga menimbulkan disparitas gender tertentu, khususnya terkait posisi dan peran perempuan. Dalam
masyarakat yang didominasi oleh norma-norma patrilineal, perempuan seringkali berada dalam
posisi subordinat, dengan hak dan kesempatan yang terbatas dibandingkan dengan laki-laki. Kajian
ini bertujuan untuk menggali lebih dalam persoalan-persoalan tersebut, menggali kompleksitas
pengalaman perempuan dalam masyarakat hukum adat Batak Toba.

Terlepas dari tantangan tersebut, penting untuk dicatat bahwa perempuan dalam komunitas Batak
Toba bukan hanya penerima warisan budaya yang pasif. Mereka berperan aktif dalam melestarikan
dan mentransmisikan budaya dan tradisi mereka, memberikan kontribusi yang signifikan bagi
kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Selain itu, mereka telah menunjukkan ketangguhan dan
kemampuan beradaptasi yang luar biasa dalam mengarungi kendala yang dipaksakan oleh hukum
dan norma adat masyarakat mereka. Melalui studi ini, kami berharap dapat menjelaskan aspek-
aspek kehidupan perempuan dalam masyarakat hukum adat Batak Toba, menawarkan pemahaman
yang lebih bernuansa tentang peran, hak, dan kewajiban mereka dalam konteks budaya yang unik
ini.

B. Struktur Budaya dan Sosial

Struktur budaya dan sosial masyarakat hukum adat Batak Toba berakar kuat pada tradisi leluhur
mereka yang telah diwariskan secara turun-temurun. Struktur ini dicirikan oleh sistem norma, nilai,
dan adat istiadat yang kompleks yang mengatur setiap aspek kehidupan, mulai dari hubungan
keluarga hingga kepemilikan tanah dan penyelesaian sengketa. Inti dari sistem ini adalah konsep '
dalihan na tolu', struktur sosial berpilar tiga yang terdiri atas marga ayah (' dongan tubu '), marga ibu
(' boru '), dan marga pemberi istri ('hula-hula'). Struktur ini menekankan pentingnya ikatan
kekerabatan dan kewajiban bersama, menciptakan rasa komunitas dan identitas kolektif yang kuat.

Dalam masyarakat ini, peran gender didefinisikan dengan jelas dan tertanam kuat. Laki-laki secara
tradisional dipandang sebagai kepala rumah tangga dan pengambil keputusan utama, sementara
perempuan biasanya bertanggung jawab atas tugas rumah tangga dan mengasuh anak. Namun,
perempuan juga memainkan peran penting dalam menjaga keharmonisan dan kohesi sosial, karena
seringkali merekalah yang menengahi perselisihan dan memfasilitasi komunikasi antar klan yang
berbeda.

Terlepas dari peran tradisional tersebut, perempuan dalam masyarakat Batak Toba bukan sekadar
penerima norma budaya yang pasif. Mereka memiliki hak dan kewajiban berdasarkan hukum adat,
yang mengakui kontribusi mereka kepada masyarakat dan melindungi kepentingan mereka.
Misalnya, perempuan memiliki hak untuk mewarisi harta benda, berpartisipasi dalam pertemuan
masyarakat, dan mencari keadilan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga atau perselisihan
perkawinan. Mereka juga memiliki kewajiban untuk menjunjung tinggi nilai-nilai komunitas,
menghormati yang lebih tua, dan berkontribusi dalam kerja komunal.

C. Sistem Hukum

Sistem hukum dalam masyarakat hukum adat Batak Toba merupakan permadani rumit yang terjalin
dari jalinan tradisi, budaya, dan norma sosial. Sistem yang mengakar kuat dalam adat dan
kepercayaan masyarakat Batak Toba ini, bukan sekadar seperangkat aturan dan peraturan,
melainkan tatanan sosial menyeluruh yang mengatur setiap aspek kehidupan masyarakat. Ini adalah
sistem yang telah berkembang selama berabad-abad, beradaptasi dengan perubahan dalam
masyarakat dan lingkungan sambil tetap mempertahankan prinsip dan nilai intinya.

Inti dari sistem hukum ini adalah konsep adat , atau hukum adat. Adat adalah kumpulan hukum,
kebiasaan, dan tradisi tidak tertulis yang mengatur hubungan dan interaksi sosial di antara anggota
masyarakat Batak Toba. Ini mencakup berbagai masalah, dari hak milik dan warisan hingga
pernikahan dan hubungan keluarga, dan ditegakkan melalui kombinasi tekanan sosial, persuasi
moral, dan sanksi komunal.

Dalam sistem hukum berbasis adat ini , perempuan menempati posisi yang unik. Peran, hak, dan
kewajiban mereka ditentukan tidak hanya oleh adat tetapi juga oleh norma budaya dan harapan
sosial yang melingkupi masyarakat Batak Toba. Perempuan diharapkan menjunjung tinggi
kehormatan dan martabat keluarga dan komunitasnya, menjaga keharmonisan dan keseimbangan
dalam rumah tangganya, serta berkontribusi pada kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya.
Harapan ini tercermin dalam berbagai peran yang dimainkan perempuan dalam masyarakat, mulai
dari istri dan ibu hingga pemimpin dan pengambil keputusan.

Namun, hak dan kewajiban perempuan dalam sistem hukum ini tidak selalu jelas atau lugas. Mereka
sering tunduk pada interpretasi dan negosiasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti usia, status
perkawinan, status ekonomi, dan kedudukan sosial. Selain itu, hak dan kewajiban ini terkadang
bertentangan dengan gagasan modern tentang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Misalnya, sementara perempuan memiliki hak untuk memiliki properti menurut hukum adat ,
mereka mungkin menghadapi tantangan dalam menggunakan hak ini karena sikap masyarakat
terhadap kemandirian ekonomi perempuan.

II. Kedudukan dan Peran Perempuan dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba

A. Peran dan Tanggung Jawab Tradisional

Dalam masyarakat hukum adat Batak Toba, perempuan menempati posisi unik dan kompleks yang
berakar kuat pada peran dan tanggung jawab tradisional. Secara tradisional, perempuan dianggap
sebagai tulang punggung unit keluarga, bertanggung jawab mengelola rumah tangga, membesarkan
anak, dan memastikan kesejahteraan keluarga secara keseluruhan. Mereka sering disebut sebagai "
boru ," yang diterjemahkan menjadi " anak perempuan " atau " wanita " , menandakan peran sentral
mereka dalam keluarga dan masyarakat.

Peran tradisional perempuan dalam masyarakat Batak Toba melampaui ranah domestik. Mereka
juga memainkan peran penting dalam kegiatan pertanian, yang merupakan sumber mata
pencaharian utama bagi sebagian besar keluarga di komunitas ini. Perempuan biasanya bertanggung
jawab untuk menanam dan memanen tanaman, merawat ternak, dan mengelola penyimpanan dan
distribusi makanan. Pekerjaan mereka sangat penting untuk kelangsungan hidup dan kemakmuran
keluarga mereka dan komunitas yang lebih luas.

Selain peran domestik dan pertanian, perempuan dalam masyarakat Batak Toba juga memainkan
peran penting dalam urusan sosial dan budaya. Mereka sering terlibat dalam mengorganisir acara
komunitas, upacara, dan ritual, yang mencerminkan peran integral mereka dalam melestarikan dan
mempromosikan warisan budaya. Perempuan juga memainkan peran kunci dalam penyelesaian
konflik dalam masyarakat, menggunakan pengaruh dan kebijaksanaan mereka untuk menengahi
perselisihan dan menjaga keharmonisan sosial.

B. Perubahan dan Kontinuitas Seiring Waktu

Dinamika masyarakat hukum adat Batak Toba terlihat dari posisi dan peran perempuan yang terus
berkembang dari waktu ke waktu. Secara historis, perempuan dalam masyarakat ini terutama
terbatas pada peran rumah tangga, kehidupan mereka berputar di sekitar rumah, anak, dan
keluarga. Peran masyarakat mereka sebagian besar didikte oleh sistem patriarkal yang memihak laki-
laki dan membatasi partisipasi perempuan dalam kehidupan publik. Namun demikian, norma-norma
tradisional tersebut berangsur-angsur berubah, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendidikan,
globalisasi, dan reformasi hukum.

Selama bertahun-tahun, telah terjadi pergeseran persepsi dan perlakuan yang nyata terhadap
perempuan dalam masyarakat Batak Toba. Pendidikan telah memainkan peran penting dalam
transformasi ini. Semakin banyak perempuan memperoleh akses ke pendidikan, mereka menjadi
sadar akan hak dan potensi mereka, menantang status quo dan menuntut kesempatan yang sama.
Hal ini menyebabkan erosi bertahap dari peran gender yang kaku yang sebelumnya menentukan
komunitas.

Globalisasi juga berdampak signifikan terhadap posisi dan peran perempuan dalam masyarakat
Batak Toba. Paparan budaya dan ide yang berbeda telah memperluas perspektif dan memupuk sikap
yang lebih inklusif terhadap perempuan. Ini telah mendorong masyarakat untuk mengevaluasi
kembali adat dan tradisinya, yang mengarah pada pengakuan yang lebih besar atas kontribusi
perempuan di berbagai sektor.

Reformasi hukum semakin memperkuat perubahan ini. Undang-undang yang mempromosikan


kesetaraan gender dan melindungi hak-hak perempuan berperan penting dalam membentuk
kembali sikap dan praktik masyarakat. Mereka telah membekali perempuan dengan kerangka
hukum untuk menentang adat-istiadat yang diskriminatif dan menegaskan hak-hak mereka.

III. Hak dan Kewajiban Perempuan Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba

A. Akses ke Sumber Daya dan Peluang

Dalam masyarakat hukum adat Batak Toba, hak dan kewajiban perempuan terkait erat dengan akses
mereka terhadap sumber daya dan kesempatan. Masyarakat tradisional Batak Toba sebagian besar
bersifat patriarkal, dengan laki-laki biasanya memegang kekuasaan pengambilan keputusan utama
dalam keluarga dan masyarakat. Namun, perempuan juga memainkan peran penting, terutama
dalam mengelola sumber daya rumah tangga dan berkontribusi pada kegiatan ekonomi masyarakat.
Oleh karena itu, hak dan kewajiban mereka dibentuk oleh peran gender dan kontribusi sosial-
ekonomi mereka.

Dalam hal akses sumber daya, perempuan dalam masyarakat Batak Toba secara tradisional
bertanggung jawab mengelola sumber daya rumah tangga, termasuk pangan, air, dan komoditas
penting lainnya. Peran ini memberi mereka tingkat kontrol tertentu atas sumber daya ini, meskipun
otoritas tertinggi biasanya berada di tangan laki-laki kepala rumah tangga. Perempuan juga memiliki
hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan pertanian komunal, yang memberi mereka akses ke sumber
daya pertanian dan berkontribusi pada kemandirian ekonomi mereka.

Namun, akses perempuan terhadap sumber daya bukan tanpa batasan. Misalnya, kepemilikan tanah
biasanya dipegang oleh laki-laki, yang dapat membatasi kemampuan perempuan untuk
mengamankan sumber daya ekonomi mereka sendiri secara mandiri. Selain itu, partisipasi
perempuan dalam kegiatan ekonomi seringkali dibatasi oleh norma dan ekspektasi gender
tradisional, yang dapat membatasi kesempatan mereka untuk kemajuan ekonomi.

Adapun kewajibannya, perempuan dalam masyarakat Batak Toba diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi rumah tangga dan masyarakat melalui keterampilan tenaga kerja dan pengelolaan
sumber daya. Mereka juga diharapkan menjunjung tinggi nilai-nilai dan praktik budaya tradisional,
termasuk menghormati orang yang lebih tua dan mematuhi norma dan adat istiadat masyarakat.
Kewajiban tersebut mencerminkan peran penting perempuan dalam menjaga kohesi sosial dan
kelangsungan budaya dalam masyarakat Batak Toba.

B. Partisipasi dalam Proses Pengambilan Keputusan

Dalam masyarakat hukum adat Batak Toba, partisipasi perempuan dalam proses pengambilan
keputusan merupakan persoalan kompleks yang bersinggungan dengan norma budaya, harapan
masyarakat, dan ketentuan hukum. Secara tradisional, masyarakat Batak Toba bersifat patriarkal,
dengan laki-laki menempati peran utama dalam pengambilan keputusan dalam keluarga dan
masyarakat. Namun, ini tidak berarti bahwa perempuan sepenuhnya dikecualikan dari proses ini.
Sebaliknya, perempuan memainkan peran penting dalam mempengaruhi keputusan, meskipun
secara tidak langsung. Mereka sering bertindak sebagai penasihat bagi suami atau kerabat laki-laki
mereka, memberikan wawasan dan perspektif berharga yang membantu membentuk keputusan
akhir. Peran penasehat ini menggarisbawahi penghormatan terhadap kebijaksanaan dan
pemahaman perempuan dalam masyarakat Batak Toba.

Selain itu, perempuan dalam masyarakat hukum adat Batak Toba memiliki hak dan kewajiban khusus
yang semakin menentukan partisipasi mereka dalam proses pengambilan keputusan. Misalnya,
mereka memiliki hak untuk dikonsultasikan tentang hal-hal yang secara langsung mempengaruhi
mereka atau keluarga mereka. Ini termasuk keputusan yang berkaitan dengan pernikahan, keluarga
berencana, pendidikan anak, dan pengelolaan sumber daya keluarga. Secara hukum, pandangan
mereka harus dipertimbangkan dan diberi bobot yang sesuai dalam keputusan ini. Kegagalan untuk
melakukannya dapat menyebabkan dampak hukum, memperkuat pentingnya suara perempuan di
bidang-bidang kritis ini.

Dalam hal kewajiban, perempuan diharapkan berkontribusi pada kesejahteraan dan stabilitas
keluarga dan komunitas mereka. Ini sering melibatkan partisipasi dalam kegiatan komunal,
mendukung inisiatif masyarakat, dan menjunjung tinggi adat dan nilai-nilai tradisional. Sementara
tanggung jawab ini mungkin tampak memberatkan, mereka juga memberikan kesempatan kepada
perempuan untuk mempengaruhi keputusan dan kebijakan masyarakat secara tidak langsung.
Melalui keterlibatan aktif mereka dalam urusan komunal, mereka dapat mengadvokasi perubahan
yang tidak hanya bermanfaat bagi diri mereka sendiri tetapi juga masyarakat luas.

C. Perlindungan di bawah Hukum

Dalam masyarakat hukum adat Batak Toba, hak dan kewajiban perempuan secara inheren terkait
dengan peran sosial mereka, yang berakar kuat dalam struktur budaya, sosial, dan hukum
masyarakat. Hukum adat Batak Toba memberikan perlindungan tertentu bagi perempuan, yang
mencerminkan pemahaman tentang kerentanan dan kebutuhan unik mereka dalam masyarakat.
Perlindungan ini tidak hanya teoretis atau simbolis; mereka ditegakkan melalui sistem hukum dan
praktik adat yang mengatur semua aspek kehidupan masyarakat.

Salah satu hak paling mendasar yang diberikan kepada perempuan menurut hukum adat Batak Toba
adalah hak atas keselamatan dan keamanan pribadi. Hak ini ditegakkan melalui berbagai
mekanisme, termasuk norma dan adat istiadat yang melarang kekerasan terhadap perempuan, serta
proses penyelesaian sengketa yang berupaya menjamin keadilan bagi korban kekerasan tersebut.
Perempuan juga memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan
masyarakat, yang mencerminkan nilai yang ditempatkan pada perspektif dan kontribusi mereka
dalam masyarakat.

Selain hak tersebut, perempuan dalam masyarakat hukum adat Batak Toba juga memiliki kewajiban
tertentu. Ini termasuk tanggung jawab yang berkaitan dengan perawatan keluarga dan pengelolaan
rumah tangga, serta partisipasi dalam ritual dan upacara masyarakat. Sementara kewajiban-
kewajiban ini mungkin tampak membatasi dari perspektif Barat, mereka dipandang dalam komunitas
Batak Toba sebagai bagian integral untuk menjaga keharmonisan dan kohesi sosial.

Namun, penting untuk dicatat bahwa penegakan hak dan kewajiban ini tidak selalu konsisten atau
efektif. Ada kasus di mana hak-hak perempuan dilanggar, atau kewajiban mereka dieksploitasi,
seringkali karena sikap dan praktik patriarki yang mengakar. Hal ini menyoroti perlunya upaya
berkelanjutan untuk mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam
masyarakat hukum adat Batak Toba.

IV. Tantangan dan Peluang Perempuan dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba

A. Ketidaksetaraan dan Diskriminasi Gender

Masyarakat hukum adat Batak Toba, seperti banyak masyarakat tradisional, dicirikan oleh norma
dan peran gender yang tertanam kuat yang membentuk pengalaman perempuan dan laki-laki
dengan cara yang berbeda. Perempuan dalam komunitas ini sering menghadapi tantangan yang
signifikan karena ketidaksetaraan dan diskriminasi gender ini. Terlepas dari kontribusi penting
mereka terhadap kehidupan keluarga, kegiatan ekonomi, dan kohesi sosial, perempuan seringkali
terpinggirkan dan diremehkan. Mereka seringkali memiliki akses terbatas ke sumber daya, peluang,
dan proses pengambilan keputusan, yang dapat melemahkan hak, kesejahteraan, dan potensi
mereka.

Misalnya, sifat patriarki masyarakat Batak Toba cenderung mengutamakan kepentingan dan
pandangan laki-laki dibandingkan perempuan . Hal ini dapat mengakibatkan praktik dan sikap
diskriminatif yang merugikan perempuan. Perempuan mungkin diharapkan untuk menyesuaikan diri
dengan peran dan tanggung jawab tradisional, seperti mengasuh anak dan pekerjaan rumah tangga,
yang dapat membatasi waktu, energi, dan sumber daya mereka untuk aktivitas lain. Mereka
mungkin juga menghadapi pembatasan mobilitas, otonomi, dan suara mereka, yang dapat
menghambat partisipasi mereka dalam kehidupan publik dan kemampuan mereka untuk
mengadvokasi hak dan kepentingan mereka.

Namun, penting untuk dicatat bahwa tantangan ini tidak dapat diatasi. Perempuan dalam komunitas
Batak Toba juga memiliki kekuatan, aset, dan peluang unik yang dapat dimanfaatkan untuk
mempromosikan kesetaraan dan pemberdayaan gender. Misalnya, peran perempuan sebagai
pengasuh dan pengasuh dapat diakui dan dihargai sebagai kontribusi penting bagi masyarakat.
Pengetahuan, keterampilan, dan jaringan perempuan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
pembangunan dan ketahanan masyarakat. Suara dan kepemimpinan perempuan dapat diperkuat
untuk mempengaruhi keputusan dan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Selain itu, hukum adat Batak Toba sendiri menyediakan kerangka kerja untuk mengatasi
ketidaksetaraan dan diskriminasi gender. Ini menekankan prinsip saling menghormati,
keseimbangan, dan harmoni di antara semua anggota masyarakat. Ia mengakui hak dan kewajiban
laki-laki dan perempuan. Hal ini memungkinkan fleksibilitas dan adaptasi dalam menanggapi
keadaan dan kebutuhan yang berubah. Oleh karena itu, ia menawarkan jalur potensial untuk
memajukan hak dan peran perempuan dalam masyarakat.

B. Upaya Menuju Kesetaraan Gender

Upaya kesetaraan gender dalam masyarakat hukum adat Batak Toba merupakan persoalan
yang kompleks dan multifaset, yang membutuhkan pemahaman mendalam tentang konteks budaya,
sosial, dan hukum yang membentuk peran dan pengalaman perempuan. Upaya-upaya ini tidak
hanya tentang mempromosikan hak dan kesempatan yang setara bagi perempuan, tetapi juga
tentang menantang dan mengubah struktur dan norma mendasar yang melanggengkan
ketidaksetaraan gender. Ini melibatkan mempertanyakan dan mendefinisikan kembali peran gender
tradisional, mempromosikan partisipasi dan kepemimpinan perempuan di semua bidang kehidupan
masyarakat, dan memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang sama ke sumber daya dan
kesempatan.

Dalam masyarakat hukum adat Batak Toba, perempuan secara tradisional diberi peran
terkait pengelolaan rumah tangga dan pengasuhan anak, sementara laki-laki dipandang sebagai
pencari nafkah utama dan pengambil keputusan. Pembagian kerja ini mencerminkan keyakinan
budaya yang tertanam kuat tentang peran dan kemampuan laki-laki dan perempuan, yang diperkuat
oleh proses sosialisasi sejak usia dini. Namun, peran gender tradisional ini semakin ditantang dan
dinegosiasi ulang saat perempuan mendapatkan akses yang lebih besar ke pendidikan dan
kesempatan kerja, dan seiring dengan berkembangnya sikap masyarakat terhadap kesetaraan
gender.

Terlepas dari tren positif tersebut, perempuan dalam masyarakat hukum adat Batak Toba
masih menghadapi hambatan yang signifikan untuk berpartisipasi secara penuh dan setara. Ini
termasuk undang-undang dan praktik yang diskriminatif, kurangnya akses ke sumber daya dan
layanan, serta stereotip dan bias gender yang terus-menerus. Misalnya, perempuan seringkali
memiliki akses yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki terhadap tanah dan sumber daya produktif
lainnya, yang membatasi peluang ekonomi mereka dan memperkuat ketergantungan mereka pada
laki-laki. Perempuan juga kurang terwakili dalam posisi pengambilan keputusan di semua tingkat
masyarakat, yang membatasi pengaruh mereka terhadap kebijakan dan keputusan yang
mempengaruhi kehidupan mereka.

Untuk menjawab tantangan tersebut, berbagai upaya dilakukan untuk mendorong kesetaraan
gender dalam masyarakat hukum adat Batak Toba. Ini termasuk reformasi hukum untuk menghapus
undang-undang dan praktik diskriminatif, program untuk meningkatkan akses perempuan ke
pendidikan dan kesempatan kerja, dan inisiatif untuk mempromosikan partisipasi dan
kepemimpinan perempuan dalam urusan masyarakat. Ada juga pengakuan yang berkembang
tentang perlunya melibatkan laki-laki dan anak laki-laki dalam upaya ini, untuk menantang norma
dan sikap gender yang berbahaya, dan untuk mempromosikan tanggung jawab bersama untuk
mencapai kesetaraan gender.

Namun, upaya menuju kesetaraan gender ini menghadapi beberapa kendala. Ini termasuk resistensi
dari elemen konservatif dalam masyarakat yang memandang perubahan ini sebagai ancaman
terhadap nilai-nilai tradisional dan tatanan sosial, kurangnya kemauan politik dan sumber daya
untuk menerapkan langkah-langkah kesetaraan gender, dan masih adanya sikap dan perilaku
patriarkal. Mengatasi hambatan ini membutuhkan komitmen berkelanjutan, tindakan strategis, dan
dukungan luas dari semua lapisan masyarakat.

C. Prospek ke Depan

Dalam masyarakat hukum adat Batak Toba, prospek masa depan perempuan adalah interaksi yang
kompleks antara tradisi, norma sosial, dan kerangka hukum yang terus berkembang. Sementara
perempuan secara historis memegang posisi yang agak subordinat dalam masyarakat ini, ada tanda-
tanda perubahan dan kemajuan yang menawarkan harapan untuk masa depan yang lebih adil.
Secara tradisional, peran perempuan sebagian besar terbatas pada lingkup rumah tangga, dengan
tanggung jawab utama mereka seputar mengasuh anak, mengelola rumah tangga, dan mendukung
peran suami mereka di masyarakat. Hak-hak mereka seringkali dibatasi, terutama dalam hal
kepemilikan properti dan warisan, yang biasanya diturunkan melalui garis laki-laki. Namun, norma-
norma tradisional ini ditentang dan dibentuk kembali oleh berbagai faktor.

Salah satu faktor yang signifikan adalah meningkatnya akses pendidikan bagi perempuan di
masyarakat Batak Toba. Pendidikan tidak hanya membekali perempuan dengan pengetahuan dan
keterampilan, tetapi juga memperluas wawasan mereka dan memberdayakan mereka untuk
menantang peran dan stereotip gender tradisional. Semakin banyak perempuan mengenyam
pendidikan, mereka semakin merambah ke profesi dan peran yang dulunya didominasi oleh laki-laki,
sehingga perlahan-lahan mengubah persepsi dan harapan masyarakat.

Reformasi hukum merupakan faktor krusial lainnya yang mempengaruhi prospek masa depan
perempuan dalam masyarakat Batak Toba. Ada upaya untuk merevisi hukum adat untuk
memastikan kesetaraan gender yang lebih besar, khususnya mengenai hak milik dan warisan.
Reformasi ini, meski masih dalam proses, merupakan langkah signifikan menuju pengakuan dan
perlindungan hak-hak perempuan dalam masyarakat.

Selanjutnya, perempuan dalam masyarakat Batak Toba semakin mengorganisir diri ke dalam
kelompok dan perkumpulan untuk memperjuangkan hak dan kepentingannya. Upaya kolektif ini
menyediakan platform bagi perempuan untuk menyuarakan keprihatinan mereka, berbagi
pengalaman, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Mereka juga berfungsi sebagai alat
yang ampuh untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu perempuan dalam masyarakat dan
mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat.
Rujukan:

Baiduri, Ratih, and Elly Prihasti Wuriyani. "Women’s Resistance to Toba Batak Umpasa from a
Feminist Perspective." Journal of International Women's Studies 25, no. 4 (2023): 1-13.

Ihromi, T. Omas. "Inheritance and equal rights for Toba Batak daughters." Law and Society Review
(1994): 525-537.

Kardashevskaya, Maria. "The Batak Toba Women: Why Radical Rightful Resistance?."
Transdisciplinary Peace Praxis: 105.

Karota, Evi, and Yati Afiyanti. "Preconception Care for Having a Male Descendant: An Ethnographic
Study of Indonesian Batak Women." Pacific Rim International Journal of Nursing Research 26, no. 2
(2022): 269-281.

Nugroho, Catur, Iis Kurnia Nurhayati, Kharisma Nasionalita, and Ruth Mei Ulina Malau. "Weaving and
cultural identity of Batak Toba women." Journal of Asian and African Studies 56, no. 6 (2021): 1165-
1177.

Octavianna, Yessy, Robert Sibarani, Hamzon Situmorang, and Namsyah Hot Hasibuan. "The impact of
Marpaniaran ‘traditional dance of women’of Toba Batak wedding ceremony for women's physical
and mental health." Gaceta Sanitaria 35 (2021): S537-S539.

Rodenburg, Janet. "Toba Batak women as custodians of the house." In The House in Southeast Asia,
pp. 114-132. Routledge, 2013.

Sibarani, Robert, Peninna Simanjuntak, and Echo J. Sibarani. "The role of women in preserving local
wisdom Poda Na Lima ‘Five Advices of Cleanliness’ for the community health in Toba Batak at Lake
Toba area." Gaceta Sanitaria 35 (2021): S533-S536.

Lumbantobing, Jacob. Patik dohot uhum ni halak Batak. Indonesia: Pusat Dokumentasi dan
Pengkajian Kebudayaan Batak, Universitas HKBP Nommensen, 1987.

Simbolon, Indira Juditka. Peasant Women and Access to Land. Customary Law, State Law and
Gender-Based Ideology: The Case of the Toba-Batak (North Sumatra). Wageningen University and
Research, 1998.

Vergouwen, Jacob Cornelis, and Jeune Scott-Kemball. The social organisation and customary law of
the toba-batak of northern Sumatra. The Hague: Nijhoff, 1964.

Anda mungkin juga menyukai