PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa adalah sama yaitu sebagai
makluk pribadi dan sekaligus sebagai makluk sosial. Sebagai makluk sosial,
manusia membutuhkan sesama untuk hidup bersama dan saling berinteraksi
satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pandangan pancasila tentang
kodrat manusia,khususnya dari arti dan kedudukan manusia dengan manusia
lainnya.
Interaksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain akan
membentuk suatu kelompok dan orang yang berada dalam kelompok tersebut
akan merasa sebagai bagian dari kelompok itu. Kemudian membentuk suatu
kaidah untuk ditaati atau dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Proses interaksi sosial menyebabkan manusia saling berkenalan satu sama
lain. Perkenalan antara seorang pria dan wanita akan membuat seseorang
merasa tertarik dengan yang lainnya. Perasaan tertarik antara satu dengan
yang
lainnya
akan
mengantar
kedua
insan
manusia
ke
jenjang
sekasta atau rang ini dinamakan Laa Sala. Untuk yang berbeda kasta atau Rang
ini biasanya pria dari Rang Atas boleh menikahi wanita dari Rang Bawah akan
tetapi wanita dari Rang Atas tidak boleh menikahi pria dari Rang Bawah.
Pelanggaran perkawinan (Laa Sala) ini juga memberikan dampak negatif
bagi masyarakat, antara lain hal ini biasanya menjadi hambatan bagi wanita dari
Rang Atas untuk mendapatkan suami karena wanita dari Rang Atas tidak boleh
memilih pasangannya seturut kehendaknya melainkan harus menikahi dengan pria
sesama Rang Atas ( Maga,Djowa,Maria H. Klau. 1999).
Sanksi adat yang biasanya diberikan kepada mereka yang melakukan
pelanggaran hukum adat ( Laa Sala ) biasanya antara lain kedua individu wanita
dan pria diusir dari kampung dalam jangka waktu tertentu. Pasangan ini dapat di
terima kembali di kampung apabila sudah melakukan proses upacara Laa
Sala(ua puu thia nua, lole nua dan toa kaba).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Kajian Tentang Stratifikasi Sosial Dan Perkawinan Pada
Masyarakat Kelurahan Jawameze Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada.
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa ada stratifikasi sosial (kasta) pada masyarakat Kelurahan
Jawameze?
2. Bagaimanakah bentuk perkawinan yang ideal dalam masyarakat
Kelurahan Jawameze?
D. Manfaat Penelitian
1 Sebagai bahan acuan atau referensi bagi penelitian selanjutnya.
2 Sebagai sumbangan dalam rangka memperkaya sumber budaya
3
Kabupaten Ngada.
Sebagai pengetahuan lokal yang perlu diketahui dan dipelajari oleh
generasi muda, seperti pengetahuan mengenai stratifikasi sosial yang
ada pada masyarakat Kabupaten Ngada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA,KONSEP DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Tinjauan Pustaka
Banyak penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan stratifikasi sosial,
diantaranya :
Wada (1998) dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa
Cendana Kupang, melakukan penelitian dengan judul Hubungan Stratifikasi
5
karena
faktor
keturunan.
Selain
itu
faktor
pendidikan
Peneliti
1.
Wada
Judul Penelitian
Tujuan Penelitian
Hubungan Stratifikasi
Sosial Dengan
Perkawinan di Desa
Bondo Boghila
Kecamatan Laratama
Kabupaten Dati II
Sumba Barat
Ket.
1. untuk memperoleh
Skripsi
gambaran yang jelas
tentang keadaan
stratifikasi sosial di
Desa Bondo Boghila
Kecamatan
Laratama Kabupaten
Dati II Sumba Barat
2. untuk memperoleh
gambaran yang jelas
tentang perkawinan
di Desa Bondo
7
Huki
Hubungan Antara
Stratifikasi Sosial
Dengan Tingkat
Pendidikan Anak
(Studi Sosiologis di
Desa Matei Kecamatan
Sabu Timur Kabupaten
Kupang)
3.
Haryo
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi
Perubahan Status
Sosial Dalam Sistem
Stratifikasi
4.
Kae
5.
Ngadha
Boghila
3. untuk memperoeh
gambaran yang jelas
tentang hubungan
antara stratifikasi
sosial dengan
perkawinan di Desa
Bondo Boghila
1. Untuk
menggambarka
keadaan stratifikasi
sosial orang Sabu di
Desa Matei
2. Untuk mengetahui
hubungan antara
stratifikasi sosial di
Desa Matei dengan
tingkat pendidikan
anak
1. Menggambarkan
stratifikasi sosial
masyrakat
Manggarai
2. Menggambarkan
perubahan status
sosial masyarakat
Manggarai di Desa
Golo Lero
Mengapa terjadinya
pelanggaran perkawinan
dan upacara Laa sala pada
masyarakat desa Naru,
Kecamatan Bajawa,
Kabupaten Ngada?
1. Mendeskripsikan
tentang stratifikasi
8
skripsi
skripsi
Skripsi
Skripsi
perkawinan Pada
Masyarakat Kelurahan
Jawameze Kabupaten
Ngada
sosial pada
masyarakat
Kelurahan
Jawameze
Kabupaten Ngada.
2. Mendeskripsikan
perkawinan ideal
menurut masyarakat
Kelurahan
Jawameze
Kabupaten Ngada.
3. Mendeskripsikan
dampak stratifikasi
sosial terhadap
perkawinan di
masyarakat
kelurahan Jawameze
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin stratum
(tunggal) atau strata (jamak) yang berarti lapisan. Dalam Sosiologi, stratifikasi
sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat dalam Anwar (2013:215).
Sorokin (1959) dalam Anwar (2013:215) mendefinisikan stratifikasi sosial
sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun
secara bertingkat (hierarki). Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas tinggi dan
kelas-kelas yang lebih rendah. Menurut Sorokin, dasar dan inti dari lapasanlapisan dalam masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian
hak-hak dan kewajiban-kewajiban,dan tanggung-jawab nilai-nilai sosial dan
pengaruhnya diantara anggota masyarakat.
Max Weber dalam Soyomukti (2010: 373) mendefinisikan stratifikasi sosial
sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial
tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege
dan prestise.
Cuber dalam Soyomukti (2010:373) mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai
suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.
Soerjono Soekanto (1982) stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi
seseorang atau kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.
Bruce J. Cohen dalam Anwar (2013) stratifikasi sosial adalah sistem yang
menempatkan seseorang sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan
mereka pada kelas sosial yang sesuai.
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt dalam Anwar (2013) stratifikasi sosial
adalah sistem perbedaan status yang berlaku dalam suatu masyarakat.
2.
10
Dalam masyarakat terdapat berbagai bentuk stratifikasi sosial. Bentuk itu akan
dipengaruhi oleh kriteria atau faktor apa yang dijadikan dasar.
a. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi seperti
penghasilan,harta
kekayaan,bentuk rumah bahkan perabot rumah dan mobil yang digunakan akan
membedakan penduduk atau warga masyarakat menurut penguasaan dan
pemilikan materi akan menempatkan orang tersebut ke strata yang paling atas.
Dalam hal ini ada golongan orang-orang yang didasarkan pada pemilikan tanah,
serta ada yang didasarkan pada kegiatannya di bidang ekonomi dengan
menggunakan kecakapan. Dengan kata lain, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan
akan membagi anggota masyarakat ke dalam berbagai lapisan atau kelas-kelas
sosial dalam masyarakat.
Dalam stratifikasi ini dikenal dengan sebutan kelas sosial ekonomi yang
didasarkan pada jumlah kekayaan atau penghasilan. Secara umum klasifikasi
kelas sosial terdiri atas tiga kelompok yaitu:
a. Kelas sosial atas,yaitu kelompok orang yang memiliki banyak kekayaan yang
dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya bahkan secara berlebihan.
Golongan kelas ini dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan, bentuk rumah,
gaya hidup, penghasilan dan lain-lain.
b. Kelas sosial menengah, yaitu kelompok orang yang berkecukupan yang sudah
dapat memenuhi kebutuhan pokok misalnya sandang,pangan dan papan.
c. Kelas sosial bawah yaitu kelompok orang miskin yang masih belum dapat
memenuhi kebutuhan primer. Golongan kelas bawah biasanya terdiri dari
pengangguran dan para buruh.
11
laki-laki bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua kedua belah pihak,
saudara-saudaranya bahkan keluarga masing-masing.Wulansari (2012 : 48)
Perkawinan menurut hukum Adat merupakan suatu hubungan kelamin
antara laki-laki dengan perempuan, yang membawa hubungan lebih luas, yaitu
antara kelompok kerabat laki-laki dan perempuan, bahkan antara masyarakat
yang satu dengan masyarakat yang lain. Hubungan yang terjadi ini ditentukan
dan diawasi oleh sistem norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat itu.
Selain itu perkawinan bukan merupakan urusan pribadi dua orang yang kawin,
tetapi juga merupakan urusan keluarga, suku, masyarakat dan kasta.
Perkawinan berarti pemisahan dari orang tuanya dan untuk seterusnya
melanjutkan garis hidup orang tuanya. Bagi suku, perkawinan merupakan
suatu usaha yang menyebabkan terus berlangsungnya suku itu dengan tertib.
Bagi masyarakat (persekutuan), perkawinan juga merupakan suatu
peristiwa penting yang mengakibatkan masuknya warga baru yang ikut
mempunyai tanggung jawab penuh terhadap persekutuanya. Bagi kasta,
perkawinan
juga
penting,
karena
kasta
dalam
masyarakat
untuk
16
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan YME.
Menurut Barend (1991) dalam Setiady, (2008:225) perkawinan adalah
suatu usaha atau peristiwa hukum yang menyebabkan terus berlangsungnya
golongan dengan tertibnya dan merupakan suatu syarat yang menyebabkan
terlahirnya angkatan baru yang meneruskan golongan tersebut.
Perkawinan menurut Hadikusuma (1983) dalam Setiady (2008:225) adalah
suatu ikatan antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri untuk
maksud mendapatkan keturunan dan membangun kehidupan keluarga.
Perkawinan diisyaratkan supaya manusia mempunyai keturunan dan
keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan akhirat dibawah
naungan cinta kasih Allah Sastroatmodjo (1978) dalam Setiady (2008;225).
Hazairin dalam bukunya Rejang Bully (2012:52 )mengemukakan
bahwa peristiwa perkawinan itu sebagai tiga buah rentetan perbuatanperbuatan magis yang bertujuan menjamin ketenangan,kebahagiaan dan
kesuburan.
4. Sistem Perkawinan
Dalam satu suku terdapat tiga lapisan besar / kasta dengan beberapa
sebutan atau istilah yang disesuaikan dengan tradisi serta bahasa daerah
masing-masing. Dalam hukum adat Seojono (1992:131), umumnya terdapat
tiga macam sistem perkawinan.
1. Endogami
Sistem perkawinan dimana seseorang hanya diperbolehkan kawin
dengan orang dari sukunya sendiri.
2. Exogami
17
StratifikasiSosial
Perkawinan
Gae Meze
Gae Kisa
Hoo
Bentuk perkawinan
ideal
18
Dampak stratifikasi
sosial terhadap
perkawinan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif yaitu menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber
19
Jika data yang diberikan masih belum lengkap maka melalui informan kunci
peneliti mencari orang lain lagi yaitu Bapak Yosep Donga, Bapak Dominikus
Lina, Ibu Katarina Nau dan Ibu Maria Raba yang dipandang mengetahui dan
memberikan data lengkap untuk melengkapi data yang diberikan sebelumnya.
D. Sumber Data
1. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari informan dalam hal ini adalah
masyarakat Kelurahan Jawameze,
tokoh masyarakat,
tokoh adat
23
25
Tanah dan air bagi masyarakat Bajawa, Kabupaten Ngada adalah suatu
hal yang sangat penting, karena keduanya berhubungan langsung dengan
kehidupan penduduk sehari-hari.
Keadaan tanah di Kecamatan Bajawa terdiri dari tanah litasol dan tanah
mediteran. Tanah yang digunakan
dianggap subur yaitu pada lereng-lereng bukit dan apabila tanaman yang
mereka tanam tidak lagi tumbuh subur, maka tanah tersebut dapat
diistirahatkan (ngora). Lamanya masa istirahat lahan (tana ngora) relatif
singkat yaitu satu tahun atau lebih dan setelah itu dapat dibuka kembali.
Tanah juga diartikan sebagai media utama dimana manusia bisa
mendapatkan bahan pangan, tambang dan tempat dilaksanakannya berbagai
aktivitas (Suripin dalam Soerjani, 1987:208). Ditekankan pula bahwa tanah
terbentuk oleh hasil kerja interaksi antara iklim dan jasad hidup suatu bahan
induk yang dipengaruhi oleh topografi/relief tempatnya terbentuk dan waktu.
d) Keadaan Flora dan Fauna
Flora dan fauna di suatu wilayah sangat terkai dengan kondisi lingkungan
atau merupakan fungsi dari lingkungan disekitarnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keberadaan flora dan fauna pada suatu wilayah diantaranya
faktor klimatik, edafik dan perlakuan manusia. Keberadaan flora dan fauna
sangat mendukung keberlangsungan hidup manusia, antara lain sebagai
sumber makanan, membantu manusia dalam aktifitas keseharian dan
merupakan komponen penting dalam ekosistem yaitu sistem rumah tangga
makluk hidup yaitu didalamnya terdapat interaksi antara makluk hidup dengan
lingkungannya.
26
Jenis flora yang ada di Kecamatan Bajawa meliputi jati, kayu manis,
bambu, kayu putih dan kopi. Jenis fauna yang ada di Kecamatan Bajawa yang
teridentifikasi antara lain merupakan hasil peternakan penduduk seperti sapi,
kambing, babi, kuda dan ayam
2. Kondisi Sosial dan Budaya
a. Percaya pada wujud tertinggi
Dalam lingkup sosial budaya masyarakat Kecamatan Bajawa, khususnya
di Kelurahan Jawameze menganut agama katolik, dengan wujud tertinggi
disebut dengan nama ema dewa. Ema adalah Bapa yang selalu memberikan
sesuatu, yang penuh kasih saying dan yang selalu menjadi sandaran manusia
di dalam kehidupannya. Dewa adalah wujud tertinggi sebagai penguasa
manusia dan alam semesta. Allah disebut dengan berbagai nama yaitu Dewa
Zeta, Tua Dewa, Mori Dewa dan Ema Mori Bhu. Dewa Zeta dipahami sebagai
Tuhan yang menjadi penguasa langit dan keberadaannya adalah sebuah misteri
yang tidak kelihatan dan diyakini akan mendatangkan kebaikan kalau manusia
berbuat baik dan akan mendatangkan mala petaka kalau manusia tidak setia
kepada-Nya. Karena itu masyarakat selalu percaya bahwa segala sesuatu yang
diberikan akan kembali kepada-Nya.
b. Percaya pada leluhur (Ebu Nusi)
Pemujaan terhadap leluhur (Ebu Nusi) menjadi salah satu bagian penting
dari kegiatan suku-suku atau menjadi identitas suku-suku.
Masyarakat Kecamatan Bajawa yang berada di Kelurahan Jawameze yakin
pada para leluhur (Ebu Nusi) tetap hidup dalam wujud roh (Mae wa tana).
Semua yang telah meninggaldi jemput oleh para leluhurnya ke tempat yang
sama.
27
Agama
Islam
Katolik
Kristen
Protestan
Hindu
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
5
508
13
7
724
10
12
1.232
23
Presentase
%
0,95%
97,23%
1,82%
28
5.
6
Budha
Kong hu cu
Jumlah
526
41
1.267
100%
Sumber : Kantor lurah Jawameze
Berdasarkan tabel 4.1 di atas diketahui bahwa penduduk Kecamatan
Bajawa yang berada di Kelurahan Jawameze sebagian besar menganut agama
Katolik sebanyak 1.232 jiwa (97,23%), Kristen Protestan sebanyak 23 jiwa
(1,82%) dan Islam sebanyak 12 jiwa (0,95%).
3. Sistem Kesenian
Masyarakat Kecamatan Bajawa dalam relasinya dengan alam masih
sangat berpegang teguh dengan sistem kepercayaan terhadap para leluhur. Hal
ini dibuktikan dalam pembangunan rumah adat, para pembuatnya bukan
sembarang orang atau tukang biasa tapi orang seniman dan harus orang yang
benar-benar tahu dan memahani tata cara pembuatan rumah adat tersebut,
orang seperti ini dikenal dengan sebutan lima pathe.
Dalam pembuatan rumah adat masyarakat Kecamatan Bajawa biasanya
mementaskan seni musik , seni tari, seni sastra dan juga seni ukir. Seni tari
yang dipentaskan adalah tarian jai yang diiringi musik dari gong dan gendang.
Sedangkan seni sastra terungkap dari syair-syair yang dikenal dengan sebutan
seu ,pata thela dan dero uwi. Seni ukir yakni ukiran-ukiran dalam rumah
adat (sao adha) dan ngadhu yang disebut weti / rika.
4. Sistem Teknologi
Produk hasil karya masyarakat Kecamatan Bajawa yang berada di
Kelurahan Jawameze adalah hasil karya warisan para leluhur. Semua hasil
produk yang dimiliki masyarakat Kecamatan Bajawa berciri khas tradisional.
Hal ini nampak dalam warisan pembuatan rumah adat dan pembuatan
29
berbagai alat rumah tangga seperti piring (wati), senduk (wego/sedho), nyiru
(sege) dan bakul (bere/sole). Bahan dasar pembuatan alat-alat tersebut tersedia
dan diambil dari alam sekitar. Meskipun demikian dengan zaman yang sudah
canggih dan modern barang-barang tersebut mulai diganti dengan alat yang di
buat dari pabrik yang berbahan baku plastik atau alumunium.
Alat rumah tangga seperti piring (wati) dan bakul (bere/sole) hanya dapat
kita temukan pada saat acara adat.
Untuk pembuatan rumah taradisonal / rumah adat (sao) bahan yang
digunakan seluruhnya diambil dari alam seperti tiang, kuda-kuda, dinding dan
atap. Adapun rumah-rumah taradisional yang menggunakan bahan pabrik.
Misalnya atap yang menggunakan seng dan lantai dari semen atau keramik.
Dalam pengerjaan rumah masyarakat Kecamatan Bajawa selalu bergotong
royong dengan mufakat terlebih dahulu yang dipimpin oleh tua adat atau
orang yang lebih tua dari dalam rumah tersebut.
Dalam bidang pertanian, masyarakat masih bekerja sesuai siklus musim.
Dalam pekerjaannya masih menggunakan alat yang sederhana seperti cangkul
karena keadaan geografisnya tidak memungkinkan menggunakan alat modern
seperti traktor karena tanah pertaniannya yang berbukit. Ada sebagian
masyarakat yang bekerja secara kelompok zo dengan menentukan waktu
kerja yang disepakati bersama dalam kelompok tersebut.
5. Kondisi Kependudukan dan Perekonomian Masyarakat
1. Kependudukan
Jumlah penduduk di Kecamatan Bajawa yang berada di Kelurahan
Jawameze menurut data terakhir pada tahun 2015 berjumlah 1.298 dengan
rincian laki-laki 641 jiwa dan perempuan 657 jiwa. Jumlah penduduk
30
mengalami peningkatan terutama pada laki-laki yang pada tahun 2014 hanya
berjumlah 610 jiwa. Jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kelurahan
Jawameze
No
Jumlah
.
1.
Jumlah penduduk tahun 2014
2.
Jumlah penduduk tahun 2015
Sumber : kantor lurah Jawameze
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
610
657
641
657
2. Mata Pencaharian
Masyarakat Kecamatan Bajawa yang ada di Kelurahan Jawameze pada
umumnya bekerja dibidang pertanian, peternakan dan pertukangan. Tanamantanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti jagung
sebagai makanan pokok.
Selain jagung terdapat juga tanaman lain seperti ubi dan buah-buahan
yang dipasarkan untuk mendapatkan uang akan pemenuhan kebutuhan seharihari seperti mangga, nanas, pisang serta jenis sayuran baik untuk dikonsumsi
maupun dijual seperti tomat, kangkung, selada, daun singkong dan pucuk
labu. Ada juga tanaman kopi.
Selain bertani masyarakat Kelurahan Jawameze juga beternak. Ternak
tersebut terkadang di jual sebagai sumber ekonomi keluarga. Ternak tersebut
antara lain sapi, kerbau, kuda, anjing, kambing, ayam, dan babi.
Adapun mekanisme pemasaran yang dilakukan masyarakat Kecamatan
Bajawa yakni dengan menjual langsung pada konsumen atau menjual ke pasar.
Hal ini didukung dengan kemajuan transportasi yang cukup memadai.
Berdasarkan hasil observasi diketahui ada 3 buah mikrolet dan kendaraan roda
dua yang digunakan sebagai transportasi warga. Adapun data penduduk
menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 4.3
31
Jenis pekerjaan
Laki-laki
Petani
452
PNS
72
Pengrajin
1
Pedagang
TNI
POLRI
12
Pensiunan
12
Pengusaha kecil dan 3
menenga
9.
PRT
10. Montir
1
11. Dosen
2
Sumber : Kantor lurah Jawameze
Berdasarkan tabel 4.3 diatas , diketahui
Perempuan
646
52
2
5
2
bahwa penduduk Kecamatan
Tingkat pendidikan
Laki-laki
Tidak sekolah
7
Belum sekolah
22
TK
12
SD
151
Tidak tamat SD
49
SMP
90
SMA
81
Diploma
28
Sarjana
23
Putus sekolah
133
Jumlah
596
Sumber : Kantor lurah Jawameze
perempuan
Jumlah
5
22
10
235
36
102
85
25
25
92
637
12
44
22
386
85
192
166
53
48
225
1233
Dari data di atas jumlah penduduk yang masih duduk di bangku sekolah
dasar lebih banyak dibandingkan dengan yang lain yaitu sebanyak 386 jiwa.
2. Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejatera dari badan, jiwa dan social yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan ialah upaya penanggulangan dan pencegahan
gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan. Di Kelurahan Jawameze terdapat 1 unit puskesmas kota dengan
fasilitas yang cukup memadai.
B. Hasil Penelitian
1. Latar belakang Stratifikasi Sosial atau Pelapisan Sosial
Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial pada masyarakat Bajawa sudah ada
sejak zaman dahulu dan menjadi warisan budaya dan secara turun temurun
diwariskan pada generasi berikutnya walaupun pada zaman modern sekarang
33
tidak terlalu nampak seperti dahulu. Masyarakat Ngada dibagi dalam beberapa
suku yang masing-masing suku tersebut memiliki lapisan /kasta (rang) yang
berbeda dengan suku lain.
Masyarakat Ngada masih mengenal stratifikasi sosial atau kasta (rang) yang
sama dengan masyarakat India. Pembagian rang sebagai suatu ketegasan untuk
tidak melanggar suatu aturan dalam masyarakat adat. Masyarakat Ngada
mengenal lapisan sosial atau rang dibagi menjadi tiga bagian seperti pada gambar
dibawah ini.
.
Gae Meze
Gae Kisa
Orang Ngada mengenal pelapisan sosial dengan lapisan yang paling atas
Hoo
adalah Gae meze yang memiliki hak-hak khusus dalam persekutuan adat,
mengambil bagian pokok dalam upacara termasuk pada wanitanya yang
mengepalai pengaturan kebijaksanaan pokok dalam urusan konsumsi.
Pada perayaan korban yang besar seperti membuat rumah,rumah adat (ka
sao), umum seorang gae meze harus duduk pada keba hui (tempat menyimpan
daging-daging korban). Sedangkan pada acara pembuatan ngadhu (ka ngadhu)
yang berhak duduk pada keba hui adalah yang saka lobo.
Golongan kedua adalah gae kisa yang ada bersama-sama dengan gaemeze
membentuk golongan atas. Gae meze merupakan golongan atas yang paling
tinggi, sedangkan gae kisa membentuk golongan atas yang lebih rendah.
Bersama-sama gae meze mereka memerintah. Terhadap gae meze mereka
dibandingkan seperti kayu yang lebih rendah mutunya atau seperti kayu-kayu
biasa dan gae meze adalah pohon beringin yang menaunginya. Gae kisa juga
34
disebut sebagi bulan sedangkan gae meze adalah matahari. Gae kisa juga
menjadi penengah atau jembatan antara lapisan bawah dan lapisan atas. Bisa
dikatakan gae kisa juga dikarenakan adanya perkawinan campur antara pria gae
dan wanita bukan gae. Keturunan dari perkawinan tersebut masuk pada golongan
gae kisa dan mengikuti status dari ibunya. Keturunannya bebas untuk menikah
dengan golongan manapun.
Sedangkan golongan ketiga adalah hoo. Hoo adalah orang yang tinggal
dengan bangsawan karena keadaan ekonomi yang kurang baik. Ada pula yang
mengatakan orang tersebut di sebut hoo karena perbuatannya seperti orang
tersebut mencuri di lumbung padi orang lain atau menggali ubi milik orang lain.
Hal ini dilakukan karena orang tersebut tidak mampu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Dominikus Nanga
dari
golongan Gae pada tanggal 25 Februari 2016 tentang stratifikasi sosial atau
pelapisan sosial dikatakan bahwa:
Lapisan sosial sudah ada sejak dahulu kala dan hingga sekarang ini masih
tetap berlaku walaupun penerapannya tidak seperti dulu lagi. Adanya pembagian
lapisan sosial (rang) merupakan suatu ketegasan bagi masyarakat untuk tidak
melanggar aturan dalam masyarakat adat. Ada tiga lapisan sosial (rang) dalam
masyarakat Bajawa yaitu gae meze,gae kisa dan hoo.
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Yosep Donga dari golongan
Gae Kisa tentang stratifikasi sosial pada tanggal 26 Februari 2016 mengatakan
bahwa :
Masyarakat Ngada mengenal tiga bentuk lapisan sosial. Lapisan yang
pertama adalah golongan gae. Gae adalah kaum bangsawan yang memiliki harta
kekayaan, memiliki rumah mewah dan hidup serba berkecukupan. Lapisan kedua
35
adalah gae kisa. Adanya gae kisa terjadi karena perkawinan antara pria gae dan
wanita bukan gae. Keturunan dari hasil perkawinan tersebutlah yang masuk
dalam golongan gae kisa. Keturunan ini bebas untuk menikah dengan golongan
manapun.
2. Bentuk Perkawinan Ideal dalam Masyarakat
Perkawinan adalah suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat kita, sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut perempuan dan
laki-laki tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudara bahkan keluarga
masing-masing.
Perkawinan ideal ialah suatu bentuk perkawinan yang terjadi dan
dikehendaki oleh masyarakat. Suatu bentuk perkawinan yang terjadi berdasarkan
suatu pertimbangan tertentu, tidak menyimpang dari ketentuan aturan-aturan atau
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat setempat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Dominikus Lina dari golongan
Gae mengatakan bahwa :
Perkawinan yang ideal menurut masyarakat Ngada adalah perkawinan yang
sesuai dengan aturanyang sudah berlaku sejak dahulu yaitu perkawinan yang
terjadi harus sesuai dengan lapisan atau golongan yang ada.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Maria Raba dari golongan Gae
pada tanggal 29 Februari 2016 mengatakan bahwa :
Sejak dahulu perkawinan hanya dibolehkan bagi yang status sosialnya
(rang/kasta) sama. Akan tetapi pria dari golongan Gae diijinkan untuk menikah
36
Sedangkan sanksi bagi wanita gae yang melakukan perkawinan dengan pria
yang bukan gae, pada jaman dahulu kedua pasangan tersebut mendapat hukuman
yang berat yaitu wanita diusir dari kampung halaman dan prianya di gantung pada
ujung bambu. Akan tetapi hukum tersebut tidak lagi berlaku, hukum yang berlaku
sekarang lebih manusiawi yakni hanya mengadakan upacara nuka nua atau masuk
kampung dengan menyembelih satu ekor kerbau untuk berdamai dan wanita
tersebut diturunkan dari statusnya.
Perkawinan dapat terjadi asalkan ada cinta diantara keduanya (raa bere).
Perkawinan beda kasta dapat terjadi asalkan keduanya mematuhi aturan dan
hukum adat yang berlaku yaitu dengan menerima sanksi-sanki yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Dominikus Lina pada tanggal
27 Februari 2016 mengatakan bahwa :
Dampak dari stratifikasi sosial terhadap perkawinan yang terjadi pada
masyarakat Ngada khususnya Kelurahan Jawameze memiliki dampak yang besar.
Salah satunya adalah hubungan dengan keluarga akan retak.
Berdasarkan hasil wawancara ddengan Ibu Maria Raba pada tanggal 29
Februari mengatakan bahwa :
Adanya aturan pada lapisan-lapisan sosial merupakan pembatasan yang
sangat terasa. Dan pelanggaran terhadap peraturan tersebut merupakan kejahatan
yang paling besar untuk masyarakat Ngada.
C. Pembahasan
1. Latar Belakang Staratifikasi Sosial (Kasta) pada Masyarakat Kelurahan
Jawameze
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa adalah sama yaitu sebagai
makluk pribadi dan sekaligus sebagai makluk sosial. Sebagai makluk sosial,
manusia membutuhkan sesama untuk hidup bersama dan saling berinteraksi satu
dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pandangan pancasila tentang kodrat
manusia, khususnya dari arti dan kedudukan manusia dengan manusia lainnya.
Interaksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain akan
membentuk suatu kelompok dan orang yang berada dalam kelompok tersebut
akan merasa sebagai bagian dari kelompok itu. Kemudian membentuk suatu
kaidah untuk ditaati atau dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
39
Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial pada masyarakat Bajawa sudah ada
sejak zaman dahulu dan menjadi warisan budaya dan secara turun temurun
diwariskan pada generasi berikutnya walaupun sekarang tidak terlalu nampak
seperti dahulu. Masyarakat Ngada dibagi dalam beberapa suku yang masingmasing suku tersebut memiliki lapisan /kasta (rang) yang berbeda dengan suku
lain.
Masyarakat Ngada masih mengenal stratifikasi sosial atau kasta (rang) yang
sama dengan masyarakat India. Pembagian rang sebagai suatu ketegasan untuk
tidak melanggar suatu aturan dalam masyarakat adat. Pelapisan sosial ini sangat
berpengaruh dalam pergaulan hidup sehari-hari termasuk dalam hal memilih
jodoh.
Masyarakat Ngada khususnya di Kelurahan Jawameze mengenal lapisan
sosial atau rang dibagi menjadi tiga bagian yaitu gae meze ,gae kisa dan hoo.
Terdapat berbagai variasi cerita terntang adanya pembagian kasta/ rang yang ada
pada masyarakat Ngada khususnya di Kelurahan Jawameze.
Dahulu, pembagian lapisan-lapisan ini sangat menyeluruh, sehingga setiap
klan mempunyai anggota-anggota dari ketiga lapisan ini, atau setiap klan terbagi
dalam tiga lapisan masyarakat. Keanggotaan dari ketiga lapisan masyarakat ini
diperoleh melalui kelahiran dan mengikuti posisi ibu. Demikian dapat terjadi
bahwa ayah adalah anggota lapisan paling atas, tetapi ibu termasuk lapisan paling
bawah dengan demikian , anak-anak semuanya masuk dalam golongan ibu.
Oleh karena suatu keadaan khusus, seorang dapat turun dari suatu lapisan
lebih tinggi ke dalam lapisan yang lebih rendah. Sebaliknya , tidak ada
kemungkinan untuk naik ke tingkat lapisan yang lebih tinggi.
40
Pada saat upacara adat seperti di atas hanya orang Gae yang berhak duduk
pada tempatnya jika menempatkan orang yang salah pada acara tersebut (duduk
pada keba hui) maka akan adanya semacam musibah yang diyakini oleh orang
Bajawa yaitu walaupun daging hewan kurban tersebut banyak tapi akan
mengalami kekurangan. Ada juga yang melarang secara terbuka oleh rang yang
lebih tahu atau orang yang mengerti, dengan alasan karena orang tersebut tidak
pantas untuk duduk pada tempat tersebut. Dan bagi orang Bajawa sudah tahu dan
memahami hal tersebut dan tidak perlu diingatkan lagi.
Sedikitpun mereka tidak boleh mencuri. Apabila matahari panas atau hujan
seorang Gae tidak boleh berlindung dibawah lumbung padi atau rumah orang
dari lapisan bawah.
Golongan kedua adalah gae kisa yang ada bersama-sama dengan gae meze
membentuk golongan atas. Gae meze merupakan golongan atas yang paling
tinggi, sedangkan gae kisa membentuk golongan atas yang lebih rendah.
Bersama-sama gae meze mereka memerintah. Terhadap gae meze mereka
dibandingkan seperti kayu yang lebih rendah mutunya atau seperti kayu-kayu
biasa dan gae meze adalah pohon beringin yang menaunginya.
Gae kisa juga disebut sebagi bulan sedangkan gae meze adalah matahari. Gae
kisa juga menjadi penengah atau jembatan antara lapisan bawah dan lapisan atas.
Bisa dikatakan gae kisa juga dikarenakan adanya perkawinan campur antara pria
gae dan wanita bukan gae. Keturunan dari perkawinan tersebut masuk pada
golongan gae kisa dan mengikuti status dari ibunya. Keturunannya bebas untuk
menikah dengan golongan manapun.
Sedangkan golongan ketiga adalah hoo. Hoo adalah orang yang tinggal
dengan bangsawan karena keadaan ekonomi yang kurang baik. Ada pula yang
42
Nama Tempat
Bhajawa
Bongiso
Wakomenge
Boripo
Pigasina
Total
Gae Kisa
Hoo
70
68
31
38
33
240
27
68
36
131
28
26
24
37
115
Jumlah
125
94
99
98
70
486
Data di atas merupakan data penduduk asli yang sudah sejak lama menetap
di Kelurahan Jawameze khususnya lima kampong tersebut. Ada juga penduduk
asli dari kelima kampong ini yang tidak lagi menetap disana. Banyaknya jumlah
penduduk seperti tertera pada tabel 4.2 dikarenakan ada penduduk di wilayah
Kelurahan Jawameze yang tidak diketahui strata sosialnya dan terdapat juga
penduduk pendatang.
Pembagian golongan atau kasta ini tidak berpengaruh dalam kehidupan
sehari-hari. Jika ada kegiatan seperti kerja bakti atau yang lainnya warga
masyarakat dari ketiga golongan tersebut saling membantu dan bekerja gotong
royong. Perbedaan hanya akan terlihat pada upacara-upacara adat dan perkawinan.
2. Bentuk Perkawinan Ideal menurut Masyarakat Kelurahan Jawameze
43
dikarenakan pria memiliki kebebasan dan jalan pria lebih luas (ana haki laza
bhea). Akan tetapi anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut tidak tergolong
dalam kehidupan atau status sosial ayahnya.
Perkawinan terbalik antara pria kasta bawah dengan wanita kasta atas
dianggap menyimpang (laa sala) dari ketentuan adat sehingga harus dihukum
dan diusir keluar dari kampung. Ada pula hukuman lain yang sangat keji yaitu
pria yang menikah dengan wanita gae dihukum gantung. Seiring dengan
perkembangan zaman maka hukuman tersebut mulai diganti dengan hukuman
yang lebih manusiawi yaitu dengan upacara masuk kampung (nuka nua) dan
diturunkan dari status sosialnya dengan menyembelih seekor kerbau. Maksud dan
tujuan dari upacara ini yaitu untuk berdamai dengan warga kampung serta
menjauhkan saudara dan mereka sendiri dari musibah.
Adapun alasan lain wanita tidak dijinkan untuk menikah dengan pria yang
tidak
segolongan
dengannya
dikarenakan
wanita
yang
mewarisi
dan
kesalahan
kecil
mereka
akan
jatuh,kehilangan
nama
baik
dan
kehormatan,menjadi orang-orang jahat). Dan sanksi ini hanya berlaku bagi kaum
wanita saja.
3. Dampak Stratifikasi Sosial terhadap Perkawinan
Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial merupakan salah satu bentuk
perbedaan sosial secara vertikal. Perkawinan pada masyarakat Ngada harus sesuai
dengan lapisan sosial seseorang.
45
46
hubungan antara keluarga akan retak, wanita dan pria yang melanggar aturan itu
akan terisolir jauh dari sanak saudari dan kampung halamannya.
Pada zaman dahulu pelanggaran larangn ini merupakan kejahatan besar
untuk masyarakat Ngada. Hukuman untuk pemuda yang melakukan pelanggaran
ini selalu kematian yang mengerikan. Untuk pria dari lapisan yang rendah dan
wanita dari lapisan atas peraturan ini merupakan pembatasan yang sangat terasa.
Wanita dari lapisan atas hanya diperuntukan bagi pria lapisan atas juga.
Dengan adanya perbedaan lapisan sosial atau perbedaan kasta ini wanita dari
golongan gae dilarang juga untuk bergaul dengan pria yang bukan gae. Bagi
masyarakat Bajawa bergaul dan menikah sama saja dalam hal ini.
Di Bajawa, jika seorang pria dari lapisan bawah biarpun hanya menyentuh
pipi atau bahu seorang wanita gae maka akan dikenakan denda adat, pada zaman
dahulu hukumannya adalah dia digantung, ditikam dan dibuang kedalam jurang.
Dan wanita tersebut juga diturunkan dari lapisan atas. Selain itu wanita dari
lapisan atas tidak boleh dimaki dengan kata-kata atau ungkapan yang tidak
senonoh oleh pria dari lapisan yang lebih rendah. Orang yang melanggar aturan
ini harus membunuh seekor kerbau atau babi.
Seorang pria dari tingkat yang lebih rendah tidak boleh berhubungan dengan
wanita dari lapisan atas, tidak boleh berada sendirian, bepergian sendiri, bercakapcakap sendiri dan tidak boleh saling menukar benda-benda perhiasan dan
sebagainya. Karena hal-hal semacam itu bisa menjadi tanda persahabatan yang
47
khusus dan dapat menurunkan wanita itu ke tingkat yang lebih rendah dan
dianggap telah melalukan penyimpangan (laa sala).
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dengan judul Kajian Tentang
Stratifikasi Sosial dan Perkawinan Pada Masyarakat Kelurahan Jawameze
Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada, maka disimpulakan bahwa :
1. Staratifikasi sosial atau pelapisan sosial (kasta / rang) pada masyarakat
Ngada khususnya pada lokasi penelitian yaitu kelurahan jawameze
Kecamatan Bajawa, bentuk pelapisan sosial ini sudah ada sejak dahulu
kala. Masyarakat Ngada mengenal tiga lapisan sosial yaitu gae meze,
gae kisa dan hoo. Gae meze adalah bangsawan, orang yang memiliki
harta kekayaan. Lapisan kedua adalah gae kisa. Adanya gae kisa terjadi
karena perkawinan antara pria gae dan wanita bukan gae. Keturunan dari
hasil perkawinan tersebutlah yang masuk dalam golongan gae kisa.
48
2. Menurut hukum adat, hukum yang paling tinggi untuk hubungan dan
perilaku para anggota berbagai tingkat sosial, satu terhadap yang lain
dahulu hingga sekarang ialah, bahwa seorang pemuda atau pria dari
lapisan yang lebih rendah tidak boleh menikah dengan wanita dari lapisan
yang paling atas atau lebih tinggi darinya. Dan bahkan tidak boleh bergaul
dengannya (dimata orang Ngada bergaul dan menikah sama saja dalam hal
ini). Perkawinan berdasarkan lapisan sosial ini dilakukan hanya antar
lapisan yang diperkenankan. Perkawinan antar lapisan masyarakat
Ngada,sangat terlarang bagi seorang gadis dari tingkat/golongan gae
(golongan bangsawan) menikah dengan pria dari golongan yang bukan
gae.
3. Dengan adanya bentuk lapisan sosial ini, jumlah gae sangat sedikit
dibandingkan lapisan sosial lain seperti gae kisa dan hoo. Perbedaan
jumlah ini semakin menjadi lebih besar. Hal ini terutama disebabkan oleh
peraturan yang berlaku.
B. SARAN
49
50
Daftar pustaka
Alimandan (1989) Deferensiasi Sosial,Jakarta:Bina Aksara
Alo,Liliweri (1989) Inang (Hidup dan Baktiku), Kupang: Tim Pengerak PKK
Provinsi NTT
Arndt,Paul (2009) Masyarakat Ngadha(Keluarga, Tatanan Sosial,Pekerjaan dan
Hukum Adat),Ende: Nusa Indah
Asra,Hefri (2000) Strukrur Sosial (https://infosos.wordpress.com) Di Akses Pada
Tanggal 23/8/2015
Abdulsyani (2002) Sosiologi Skematika,Teori Dan Terapan,Jakarta:Bumi Aksara
Anwar,Yesmil dan Adang (2013) Sosiologi Untuk Uversitas, Bandung:Refika
Aditama
Biro Humas Setda Prov. NTT (2005) Reba,Kupang:PNRI Cab. Kupang
Bully,S (2012) Bahan Ajar Hukum Adat,jurusan PPKn,Kupang:Universitas Nusa
Cendana(Tidak Dipublikasikan)
Djowa,Moda dkk (1999) pengetahuan Lingkungan dan Sosial Budaya Daerah
NTT, Kupang: Pabelan
Gunakaya,Widiada (1988) Sosiologi dan Antropologi,Bandung:
Ganeca Exact
Haryo,Moses Audaktus (2000) Fakto-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan
Status Sosial Dalam Sistem Stratifikasi (Studi Sosiologis Tentang
Perubahan Status Sosial Masyarakat Manggarai Di Desa Golo Lero
Kecamatan Poco Ranaka Mnggarai Flores),Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik,Jurusan Sosiologi,Universitas Nusa Cendana:Kupang
(Skripsi Tidak Dipublikasikan)
Huki,Kenan K.Higa (2003) Hubungan Antara Stratifikasi Sosial Dengan Tingkat
51
Aditama
Wrahatnala,Bondet (2012) Stratifikasi Sosial (belajar.blogspot.com)di akses pada
14/8/2015
Lampiran I
Pedoman Wawancara
1.
2.
3.
4.
No.
1.
Pertanyaan
1. Bagaimana latarbelakang adanya
stratifikasi sosial pada masyarakat
Kelurahan Jawameze?
2. Bagaimana bentuk stratifikasi sosial
yang ada pada masyarakat Kelurahan
Jawameze?
3. Mengapa stratifikasi sosial masih
berlaku di masyarakat?
53
1.
2.
3.
4.
No.
1.
1.
2.
3.
4.
Aspek
Bentuk perkawinan
No
.
1.
Pertanyaan
1. Bagaimana bentuk perkawinan
yang ideal menurut masyarakat
Kelurahan Jawameze?
Aspek
Dampak
Pertanyaan
1. Bagaimana dampak dari stratifikasi sosial
terhadap kehidupan masyarakat Kelurahan
Jawameze?
2. Bagaimana dampak stratifikasi sosial
terhadap perkawinan pada masyarakat
Kelurahan Jawameze?
54
Lampiran 2
Hasil Wawancara
1. Hasil wawancara dengan:
a. Bapak Dominikus Nanga pada tanggal 25 Februari 2016 dikatakan bahwa
adanya stratifikasi sosial merupakan warisan dari para leluhur dan tidak
bisa dihilangkan. Stratifikasi atau pelapisan sosial merupakan suatu
ketegasan bagi masyarakat untuk tidak melanggar aturan adat.
b. Bapak Yosep Donga pada tanggal 26 Februari 2016 dikatakan bahwa
stratifikasi sosial atau pelapisan sosial sudah terjadi sejak dahulu dan
masih dipertahankan hingga sekarang walaupun seperti dulu lagi.
2. Hasil wawancara dengan :
a. Bapak Dominikus Lina pada tanggal 27 Februari 2016 dikatakan bahwa
terdapat tiga bentuk stratifikasi sosial pada masyarakat Bajawayaitu Gae
meze,gae kisa dan hoo.
b. Ibu Maria Raba pada tanggal 29 Februari 2016 dikatakan bahwa
Gaemeze adalah orang yang mempunyai harta kekayaan, rumah besar dll,
gaekisa merupakan keturunan dari hasil perkawinan antara gae dan
bukan gae dan merupakan orang-orang yang telah turun rang atau turun
dari status sosialnya.
55
56
Lampiran 3
Lembar Pedoman Observasi
1. Fokus observasi
2. Waktu observasi
3. Tempat observasi
No
.
1.
Aspek
kegiatan
Gotong
Royong
2.
Ekonomi
Masyarakat
3.
Pendidikan
4.
Sistem Religi
5.
kesehatan
57
Makna
Kerja sama
Kesejahteraan
Cerdas
Iman
Kesehatan
Lampiran 4
Lokasi Penelitian
1. Peta Kabupaten Ngada
58
2. Kecamatan Bajawa
59
3. Kelurahan Jawameze
60
Lampiran 5
Foto-foto Penelitian
61
62
63
Riwayat Hidup
Nama Lengkap
Nama Panggilan
: Astin
TTL
Agama
: Katolik
: 1 (Anak Tunggal)
Alamat
: Bongiso, Bajawa
Nama Ibu
: Fransiska Langa
64
Riwayat Pendidikan
SD
SMP
SMA
PT
65