Sistem penguasaan lahan (yaitu pemilikan lahan dan organisasi pekerja) dan
kondisi teknologi dan ekonomi bukanlah faktor faktor yang dapat berdiri sendiri.
Bentuk konkretnya berkaitan dengan kondisi alam dan sosial yang ditemukan pada
setiap daerah spesifik. Kondisi alam tidak hanya memepengaruhi faktor produksi,
yang umumnya berupa lahan yang baik atau buruk, hujan yang cukup dan suhu yang
cocok untuk pertumbuhan dan pekerjaan, tetapi juga mempengaruhi tipe kepemilikan
tanah disuatu daerah.
Struktur sosial yang feodal, kapitalis, sosialistik, menghasilkan kondisi yang
sangat berbeda dalam hal pemikiran lahan, system organisasi kerja dan bentuk
pertanian. Dengan kata lain struktur sosial membentuk kerangka bagi berkembangnya
struktur pertanian. Dalam rangka kondisi sosial, tujuan ekonomi dari sector pertanian,
fumgsi yang dipenuhi oleh lahan, system politik dan sosial memegang peranan
penting.
Untuk mencapai tujuan itu lahan berfungsi sebagai dasar pemenuhan
kebutuhan kehidupan seseorang, tempat tinggal, sarana produksi, komoditi, kekayaan,
tabungan hari tua, basis kekuasaan, atau obyek martabat.
Berikut ini akan dipaparkan mengenai tipologi struktur agraria yang paling
sering ditemui dinegara yang sedang berkembang.
1. Pertanian Feodalistik
Disini feodalisme terlihat sebagai suatu bentuk startifikasi sosial yang ditandai
dengan perbedaan kekayaan, pendapatan, kekuasaan, dan martabat. Antara
minoritas yan terdiri dari pemilik lahan yang besar dan mayoritas yang terdiri
dari mereka yang tidak memiliki lahan atau memiliki lahan sempit, terdapat
hak dan kewajiban yang dalaing mengikat, namun sangat tidak seimbang
2. Feodalisme persewaan
Penggunaan lahan, pajak atau kekuasaan ekonomi merupakan dasar
bagi para pemilik lahan (tuan tanah) untuk menguasai petani dan mereka yang
tidak memiliki lahan. Petani dan mereka yang tidak memiliki lahan tidak
mempunyai pilihan lain dalam mempertahankan kehidupannya, sehingga
terpaksa membayar sewa yang tinggi, bekerja secara paksa dan dalam
beberapa hal mereka tergantung secara pribadi untuk hidup sebagai penyewa
atau buruh.
Yang paling penting bagi pembentukan struktur pertanian ini ialah
konsentrasi pemilikan lahan dan air di tangan beberapa tuan tanah yang
minatnya terhadap lahan sebenarnya sangat kurang. Jangka waktu kontrak
yang singkat sering (satu musim), kesepakatan kontrak yang secara diam diam, tetapi karena tidak adanya jaminan, penggarap menjadi tidak bebas.
Sedangkan penyewa sendiri juga harus tunduk kepada kemauan tuan tanah
tentang pertanian. Karena sempitnya lahan yang mereka sewa keadaan
ekonomi mereka umumnya sangat kritis dan seringkali mereka kehilangan
kebebasan terhadap tuan tanah akibat terlilit hutanambil mengeluarkan
banyak. Tuan tanah berusaha memperoleh pendapatan yang tinggi dengan
menaikkan sewa sambil mengeluarkan upaya sedikit dan tidak berusaha agar
penyewa menanam lebih intensif. Bagi mereka lahan adalah kekayaan untuk
disewakan dan sekailgus memberikan martabat dan kekuasaan karena
ketergantungan penyewa untuk patuh dalam segala keadaan. Sistem ini sama
saja dengan mengambil dari kaum miskin untuk di berikan kepada kaum
berada. Keuntungan diperoleh memalui penghisapan sebanyak mungkin,
bukan dengan cara meningkatkan produksi.
3. Pertanian keluarga
Dalam pertanian keluarga hak milik dan hak pakai berada di tangan
masing - masing keluarga. Pengelolaan dan pekerjaan dilakuakan oleh
keluarga yang meiliki lahan pertanian, dan dengan demikian tidak terikat
kepada kelompok sosial yang lebih besar. Tipe ini terdapat di eropa dan
bagian dunia lainnya.
2
1 Ulrich Planck, Sosiologi Pertanian (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993), hlm. 14.