Anda di halaman 1dari 4

Bahasa Media adalah sebuah dialek bahasa Persia yang dituturkan oleh bangsa Mede.

Bahasa
tersebut adalah sebuah bahasa Iran Kuno yang merupakan bagian dari Iran Barat Laut, yang
meliputi beberapa bahasa lainnya seperti Azeri, Gilaki, Mazandarani, Zaza, Gorani, Kurdi dan
Balochi.

Istilah bahasa media untuk bahasa jurnalistik antara lain dikemukakan JS Badudu dalam Pelik-
Pelik Bahasa Indonesia: Tata Bahasa (1988). Menurutnya, bahasa media massa (jurnalistik)
memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas.Sifat-
sifat itu harus dimiliki oleh bahasa media massa mengingat surat kabar --dan media massa
lainnya-- dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya.Oleh
karena itu, menurut JS Badudu, beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa media massa sebagai
berikut:

 Singkat. Menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele, termasuk menghindari


kata mubazir dan kata jenuh.
 Padat. Mampu menyampaikan informasi sebanyak mungkin dalam kata/kalimat
sesingkat mungkin
 Sederhana. Memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang
panjang, rumit, dan kompleks.
 Lugas. Menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan
menghindari bahasa yang berbunga-bunga.
 Menarik. Menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang.
Menghindari kata-kata yang sudah mati.
 Jelas, Mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Hindari ungkapan
bersayap atau bermakna ganda.

Bahasa adalah nyawa dalam setiap media massa, baik media cetak maupun elektronika. Bahasa
sebagai alat komunikasi yang efektif merupakan ekspresi penggunaannya sesuai dengan situasi
kebahasaan yang menuntut. Atas dasar inilah, maka pepatah mengatakan, “Bahasa
menunjukkan bangsa.” Artinya setiap media memiliki ragam bahasa yang berbeda-beda sesuai
dengan khalayak yang ditujunya. Ragam bahasa ini pula yang menjadi identitas setiap media,
yang dapat membedakan antara media yang satu dengan media yang lainnya. Oleh karena itu,
setiap wartawan harus memiliki pengetahuan tentang bahasa jurnalistik yang baik dan benar.
Media massa Indonesia pada umumnya menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
jurnalistik. Perbedaan paling mendasar antara media cetak dan media elektronik terletak pada
mediumnya. Pada media cetak, informasi disebar menggunakan teknik printing/cetak pada
kertas seperti majalah, Koran, brosur dan lain lain. Media elektronik: informasi berupa audio
atau audiovisual, didengar dan dilihat pada saat ada siaran.
Media Cetak

 Penulisan di batasi oleh kolom dan halaman


 Bahasa yang di pakai cenderung formal
 Kalimat mampu panjang dan jelas
 Bahasa mampu ditangkap oleh penglihatan saja

Media Elektronik

 Penulisan di batasi oleh detik, menit dan jam


 Bahasa yang di pakai formal dan non formal (bahasa tutur)
 Kalimat singkat, padat, sederhana dan terang
 Bahasa dapat ditangkap pendengeran dan penglihatan.

Bahasa media yang terbentuk dari ucapan, teks tertulis, dan gambar diam merupakan suatu
ekspresi dari fenomena yang terjadi saat ini atau kejadian sebelumnya. Media massa pada abad
informasi ini telah menjadi situs dominan untuk produksi dan kontruksi makna-makna sosial.
Media menjadi institusi yang kompleks dengan seperangkat proses, praktik, dan konvensi
tempat masyarakat dikembangkan dalam konteks sosial dan budaya tertentu. Dalam hal ini,
bahasa dan media massa mempunyai hubungan erat. Sebab, bagaimanapun juga
perkembangan bahasa dewasa ini lebih banyak dipengaruhi media massa. Sebagaimana yang
dijelaskan Howard Davis dan Paul Walton dalam buku ini.

Dengan perbandingan bahasa pers yang ada di kawasan negara sosial dan negara kapitalis
(Timur dan Barat), mereka berkesimpulan bahwa surat kabar sosialis lebih mementingkan yang
dianggap memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi dibandingkan surat kabar kapitalis. Hal ini
menjadi sorotan utama apabila merujuk pernyataan Barthes bahwa keadaan kontras antara
makna denotatif dan konotatif memainkan peran sentral dalam strukturalisme dan semiologi.
Pateman memberi argumen bahwa makna denotatif operatif suatu periklanan tidak bisa dirinci
tanpa merujuk pada variabel kontekstual (atau pragmatis) (hlm 211). Karena itu, bahasa media
selalu menarik perhatian para linguis. Hal itu karena beberapa alasan. Pertama, media massa
menyediakan sumber data kebahasaan yang murah untuk penelitian dan pengajaran. Kedua,
media massa merupakan instuisi linguistik penting.
Bahasa yang digunakan dalam media massa, secara linguistik,sangat menarik untuk
dicermati.Alasan terakhir media massa merupakan institusi sosial yang penting. Di sini ada
aspek representatif yang penting dan menarik tentang cara masyarakat dan media itu
dilaporkan sehingga membuat hasil pelaporan setiap surat kabar berbeda.Peran struktur
linguistik dalam kontruksi ide di surat kabar menunjukkan bahwa bahasa tidak netral,tapi
merupakan mediator yang amat konstruktif. Berita adalah representasi dunia dalam bahasa,
yang secara sosial dikonstruksikan,sehingga sebuah wacana menjadi jauh dari refleksi realitas
sosial dan fakta empiris yang netral. Semua ini sangat tampak pada dunia televisi yang pada
dasarnya merupakan dunia citra.

Di mana, realitas yang ditampilkan merupakan realitas semu hasil proses suntingan (editing)
dari realitas kehidupan sesungguhnya. Realitas tiruan ini mempunyai hukum, logika, dan
dunianya sendiri (second reality atau hyper-reality) yang pada titik ekstremnya diterima bahkan
diyakini sebagai realitas sesungguhnya. Begitu juga dalam dunia pers,radio,iklan,dan fotografi,
masing-masing mempunyai cara khas sendiri dalam mengonstruksi dan menyampaikan pesan.
Bahasa mereka mempunyai hubungan kausal antara struktur semantis dan kognisi. Artinya,
bahasa bisa memengaruhi pikiran. Struktur bahasa menyalurkan pengalaman mental tentang
dunia.

Pilihan struktur linguistik dalam berita yang mereka sampaikan mempunyai peran efektif dalam
menyalurkan pengalam mental tersebut. Secara umum berita bisa dikatakan sebagai dunia
dalam bahasa. Sebagaimana telah diakui bahwa bahasa merupakan kode semiotis yang bisa
menentukan struktur nilai, sosial,dan ekonomi. Karena itu, masing-masing media mempunyai
bahasa sendiri untuk mengungkapkan ekspresi yang dijadikan kendaraan dalam
menstrukturkan serta memperkuat hubungan sosial dan politik tertentu. Sebagaimana esai-esai
yang terdapat dalam buku ini mengeksplorasi dan mengurai berbagai cara halus media bekerja
melegitimasi status quo dan memanipulasi citraan agar sesuai pandangan dominan.

Kesemua esai dalam buku ini menarik wawasan dari sejumlah disiplin yang telah mapan
maupun yang baru muncul, termasuk sosiolinguistik, analisis wacana, pragmatika, semiotika,
dan sosiologi komunikasi. Setelah disatukan, semua esai ini merepresentasikan contoh karya
kontemporer terbaik dan paling menarik mengenai topik bahasa, pencitraan, dan kajian media.
Analisisnya terikat kuat dengan ilustrasi yang antara lain mencakup bahasa radio, gambar diam
dari televisi, kartun, iklan, dan tata letak surat kabar.
Daftar Pustaka

https://www.romelteamedia.com/2013/11/pengertian-bahasa-jurnalistik.html?m=0

http://ilkom.fis.uny.ac.id/review/bahasa-citra-media.html

Anda mungkin juga menyukai