Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita tidak terlepas dari


lingkungan sosial. Lingkungan sosial bisa dikatakan sebagai aspek penting
yang mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap individu atau
kelompok dalam suatu defenisi masyarakat untuk senantiasa dapat
berperilaku maupun bertindak serta memungkinkan perubahan-perubahan
dari perilaku setiap individu. Lingkungan sosial yang dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari sangat beragam, antara lain meiputi lingkungan
keluarga, lingkungan teman sebaya dan lingkungan tetangga. Dalam hal
ini keluarga merupakan lingkungan sosial yang utama dan pertama dari
seorang individu yang dijumpai sejak lahir.

B. Rumusan Masalah
apa yang dimaksud lingkungan sosial?
Pengertian lingkungan sosial

C. Tujuan masalah
Kerjasama lingkungan sosial berbeda
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Lingkunga sosial

Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa memerlukan bantuan maupun


kerjasama dengan individu lain. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia
membentuk pengelompokan sosial, yang di dalamnya terjalin interaksi sosial
individu dengan individu lainnya. Dari contoh interaksi sosial terjalin kemudian
melahirkan suatu lingkungan sosial

Lingkungan sosial merupakan tempat berlangsungnya bermacam- macam


interaksi sosial dalam lingkup individu maupun kelompok di masyarakat. Pada
lingkungan sosial pun di dalamnya tidak terlepas dari aspek nilai dan norma yang
berlaku. Selain itu lingkungan sosial memiliki keterkaitan satu sama lain dengan
lingkungan alam (ekosistem) serta lingkungan buatan atau tata ruang di sekitar.

Pada hakikatnya, demi kelangsungan kehidupan sehari- hari, manusia


memerlukan lingkungan sosial yang selaras dan berkesinambungan. Lingkungan
sosial yang selaras dan berkesinambungan tersebut tentunya dibutuhkan oleh
semua elemen masyarakat, baik di tingkat individu maupun kelompok.

Sehingga untuk mencapai keselarasan dalam suatu lingkungan sosial, maka


diperlukan kerjasama secara kolektif di antara anggota masyarakat. Kerjasama
dapat mencakup adanya aturan-aturan sesuai kesepakatan bersama yang telah
dibuat kemudian dilaksanakan sebagai suatu mekanisme pengendalian lingkungan
sosial.

Selain itu, lingkungan sosial pada mulanya terbentuk dari adanya


pengelompokan-pengelompokan sosial, yang di dalamnya terdapat penyesuaian
terhadap adanya aturan- aturan dalam masyarakat yang bersifat memaksa.

Dalam hal ini setiap anggota masyarakat dalam suatu lingkungan sosial
diwajibkan atau dituntut mematuhi serta menghayati aspek- aspek sosial yang
menjadi bagian dari lingkungan sosial, yang membentuk suatu integrasi.

Lingkungan sosial adalah lingkungan yang di dalamnya menggambarkan


suasana sosial maupun suasana fisik, dimana manusia hidup dan bertumbuh
kembang didalamnya,. Lingkungan sosial dapat berupa dalam wujud kebudayaan
diajarkan kepada  seorang individu, ,maupun berdasarkan pengalaman seorang
individu atau mungkin interaksi sosial yang terjalin.

Lingkungan sosial adalah lingkungan yang menjadi tempat berlangsungnya


beraneka ragam interaksi sosial yang terjalin  antara berbagai kelompok-
kelompok sosial dalam masyarakat beserta pranata dan simbol sosial, dan juga
nilai serta norma yang sudah terstruktur, serta berkaitan erat dengan lingkungan
alam dan lingkungan binaan atau buatan yang ada di sekitar kehidupan
masyarakat sehari- hari.

Lingkungan sosial adalah lingkungan yang terdiri dari sekumpuan makhluk


sosial yang membentuk suatu jaringan sistem sosial akan interaksi dalam
kehidupan sosial, yang berperan secara signifikan dalam membentuk kepribadian
seseorang yang mempunyai tatanan nilai dalam kehidupan.

Secara umum lingkungan sosial dapat didefinisikan sebagai  segala sesuatu


yang terdapat di sekitar kehidupan manusia yang dapat memberikan pengaruh
pada manusia tersebut, serta manusia-manusia lain yang ada di sekitarnya.
Menurut para ahli lingkungan sosial adalah sebagai berikut:

A. Stroz

Lingkungan sosial adalah semua kondisi di sekitar dalam kehidupan dimana


terdapat cara-cara tertentu yang dapat mempengaruhi tingkah laku individu,
termasuk pertumbuhan dan perkembangan pada proses kehidupan, serta dapat
pula dipandang sebagai bekal persiapan lingkungan bagi generasi yang
selanjutnya atau generasi penerus.

B. Amsyari

Pengertian lingkungan sosial adalah individu atau kelompok lain yang berada
di sekitar kehidupan masyarakat, seperti tetangga, teman-teman, termasuk juga
orang lain di sekitarnya yang belum dikenal atau masyarakat umum di luar
lingkungan sekitar

C. Purwanto

Arti lingkungan sosial adalah setiap orang atau individu lain yang saling
mempengaruhi dalam kehidupan sehari- hari. Di dalam lingkungan sosial,
manusia membentuk pengelompokan sosial diantara sesama dalam upayanya
mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan. Dalam suatu kehidupan
sosial manusia juga memerlukan organisasi yaitu sekolah, kelompok masyarakat
dan lain-lain.

B. KERJASAMA DALAM LINGKUNGAN SOSIAL YANG BERBEDA

Angkatan kerja dalam sebuah perusahaan sekarang ini semakin beragam.


Banyak perusahaan-perusahaan bertarap multinasional yang memperkerjakan
orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda. Akibatnya angkatan kerja
semakin beragam dalam hal struktur keluarga, jenis kelamin, budaya, agama, dan
latar belakang pendidikannya.

A.     Berkomunikasi dengan Pelanggan dan Kolega Dari Latar Belakang yang


Berbeda
Budaya adalah merupakan suatu sistem simbol, sikap, keyakinan, harapan,
dan norma tingkah laku yang dimiliki bersama. Sementara sub budaya merupakan
kelompok-kelompok yang berlatar belakang berbeda yang ada dalam suatu
budaya utama. Orang-orang mempelajari budaya baik itu secara langsung ataupun
tidak langsung dari anggota kelompoknya. Saat anda tumbuh didalam suatu
budaya anda akan diajarkan siapa anda serta bagaimana berfungsi secara baik
dalam budaya tersebut oleh para anggota kelompok lainnya.
Cara pandang seseorang atas budaya lain tidak selalu akan menerima dan
memahaminya, ada yang cenderung bersikap menyamaratakan dengan budaya
sendiri. Sikap tersebut disebut dengan etnosentrisme. Etnosentris adalah
kecenderungan untuk menilai semua kelompok lain menurut standar, tingkah
laku, dan tradisi kelompok sendiri dan memandang kelompok ataupun budaya lain
lebih rendah.

1.      Perbedaan Budaya
Perbedaan budaya bisa menjadi sebuah hambatan dalam berkomunikasi
yang sulit untuk diatasi. Perbedaan budaya bisa dilihat dari konteks budaya,
perbedaan aspek legal dan etika, Perbedan sosial dan perbedaan tanda-tanda non
verbal.

a.      Perbedaan Konteks Budaya


Konteks budaya ini merujuk pada pola petunjuk fisik, stimulus lingkungan,
serta pemahaman tersirat yang menyampaikan sebuah arti antara dua anggota
dalam budaya yang sama. Dari budaya satu ke budaya lain orang-orang
menyampaikan sebuah arti contextual secara berbeda, Context budaya didunia
terbagi menjadi dua jenis budaya, antara lain yaitu:

1)      Budaya dengan Low Context

Negara-negara yang termasuk kedalam budaya dengan low context antara lain


Amerika Utara dan Eropa.Ciri-ciri budaya yang low context ialah sebagai berikut:

a)      Dalam pengambilan keputusan lebih cepat, hal ini karena fokus pada tujuan,
serta terbiasa berterus terang.

b)      Dalam pemecahan masalah terfokus pada penyebabnya, sehingga tidak bertele-


tele.

c)      Negosiasi akan lebih cepat memutuskan apabila ada kekuasaan untuk


memutuskan.

d)      Adanya pemisahan antara masalah pribadi dan pekerjaan.

2)      Budaya dengan High Context


Negara-negara yang termasuk dalam budaya dengan high context,
diantaranya adalah negara-negara Asia, termasuk juga Indonesia. Ciri-ciri dari
budaya yang high context ialah sebagai berikut:

a)      Dalam pengambilan keputusan tidak efisien, karena cenderung lebih menjaga


perasaan orang lain sehingga lebih lama dalam proses pengambilan keputusannya.

b)      Pemecahan masalah lebih lama karena cenderung tidak berorientasi kepada akar
penyebab masalah, tetapi lebih kepada menjaga perasaan orang lain.

c)      Negosiasi sering kali bisa dapat memutuskan secara langsung.

d)      Tidak ada pemisahaan antara masalah pribadi dan pekerjaan.

b.      Perbedaan Aspek Legal dan Etika


Konteks budaya juga sangat mempengaruhi perilaku legal dan etika.
Perbedaan-perbedaan legal dan etika tersebut bisa terlihat dari beberapa aspek
sebagai berikut:

1)      Pada Budaya dengan Konteks Rendah

a)      Mengutamakan perjanjian tertulis

b)      Seseorang akan dinyatakan bersalah pada saat ia dinyatakan bersalah oleh


pengadilan. Sebelum pengadilan memutuskan tidak boleh dinyatakan bersalah.

2)      Pada Budaya dengan Konteks Tinggi

a)      Lebih mengutamakan perjanjian secara lisan

b)      Seseorang akan dinyatakan bersalah pada saat polisi melakukan penangkapan


sampai dengan hakim memutuskan di pengadilan.

Saat berkomunikasi secara lintas budaya, maka pesan haruslah bersikap etis,
dengan menerapkan 4 prinsip dasar, yaitu sebagai berikut:

a)      Secara aktif mencari kesesuaian untuk memperoleh pemahaman bersama.

b)      Tidak boleh ada prasangka ataupun penilaian secara terburu-buru dimuka.

c)      Menunjukkan rasa hormat kepada budaya lain yang berbeda.

d)      Mengirim pesan secara jujur.


c.       Perbedaan dalam Aspek Sosial
Perbedaan budaya atas dasar aspek sosial terbagi menjadi empat bagian,
yakni konsep terhadap materi, peran dan status, penggunaan cara dan sopan
santun, dan konsep waktu.

1)      Konsep Terhadap Materi

a)      Konteks budaya rendah: Berorientasi pada tujuan serta kenyamanan materi


didapat dari usaha individu.

b)      Konteks budaya tinggi: Mendapatkan pekerjaan lebih penting daripada bekerja


secara efisien.

2)      Peran dan Status

a)      Konteks budaya rendah: Dapat menyapa atasan tanpa memakai gelar, seperti
“Bapak” ataupun “Ibu”, “Mr” maupun “Mrs”. Hubungan antara atasan dan
bawahan bersifat terbuka, tidak ada perbedaan antara atasan maupun bawahan.
Diluar pekerjaan, atasan dan bawahan bisa berteman dengan baik, dan
mengesampingkan status mereka dalam suatu pekerjaan.

b)      Konteks budaya tinggi: Menyapa pelaku bisnis atau atasan dengan gelar, status
sosial sangat penting, bahkan pada saat itu diluar pekerjaan ataupun diluar
kedinasan. Tertutup, atasan dan bawahan harus dibedakan, cenderung ada jarak
diantara atasan dan bawahan.

3)      Penggunaan Cara dan Sopan Santun

a)      Konteks budaya rendah: Memberikan sebuah hadiah kepada istri teman


dianggap sopan serta biasa.

b)      Konteks budaya tinggi: Memberikan sebuah hadiah kepada istri teman dianggap
tidak sopan.

4)      Konsep Waktu

Konteks budaya rendah menganggap waktu sebagai suatu cara untuk


merencanakan hasil kerja dengan efisien. Waktu dibutuhkan dengan sangat
berharga. Namun sebaliknya pada konteks budaya tinggi cenderung tidak
menghargai waktu, sehingga istilah jam karet adalah hal yang biasa.
d.      Perbedaan Tanda-Tanda Non Verbal
1.      Konsep Ruangan

Pada budaya dengan konteks budaya rendah ruangan kerja cenderung


lebih tertutup karena mereka lebih menghargai privacy seseorang. Sementara
pada budaya dengan konteks budaya tinggi ruangan cenderung lebih terbuka.
Atasan dan bawahan bisa saling melihat satu sama lain, seperti bisa kita lihat di
perusahaan-perusahaan Jepang

2.      Kontak Mata

Pada budaya dengan konteks rendah seperti misalnya Amerika Serikat,


apabila seseorang tidak membalas tatapan matanya maka dianggap sesorang
tersebut mengelak ataupun tidak jujur. Sementara pada budaya dengan konteks
tinggi, seperti misalnya di Asia dan Amerika Latin, dengan mempertahankan
tatapan mata kebawah adalah tanda penghargaan ataupun penghormatan. Dan
sebaliknya menatap mata secara langsung dapat dianggap sebagai bentuk ketidak
sopanan.

3.      Bahasa Tubuh

Bahasa tubuh dapat membantu mengklarifikasi pesan-pesan yang cenderung


membingungkan. Tetapi dalam perbedaan antara budaya bahasa tubuh bisa
memberikan pengertian yang berbeda. Misalnya saja dalam budaya dengan
konteks yang rendah mengangkat kaki ke atas meja adalah hal yang biasa tetapi
dalam budaya yang konteks budayanya tinggi hal tersebut dianggap sebagai
bentuk ketidaksopanan ataupun penghinaan.

Perbedaan bahasa tubuh lainnya adalah dalam ekspresi wajah, perilaku


sentuhan, serta cara bagaimana seseorang mengucapkan salam. apabila kita
perhatikan orang India akan menggelengkan kepalanya saat dia mengatakan “ya”,
sedangkan gelengan kepala di kebanyakan budaya lain diartikan sebagai tanda
“tidak”. Cara seseorang dalam bersalaman juga akan menunjukkan perbedaan
budaya yang nyata. Di Indonesia menjabat tangan yang sopan dilakukan dengan
kedua belah tangan secara halus. Sementara di barat jabat tangan yang baik yang
menunjukkan sebuah persahabatan dilakukan dengan secara erat. Jabat tangan
yang kurang erat dapat diartikan sebagai bentuk kekasaran ataupun penolakan.

Perilaku sentuhan juga dapat berbeda dalam sebuah budaya dengan budaya yang
lainnya. Pelukan antara pria dan wanita untuk menunjukkan keakraban ataupun
kegembiraan adalah hal yang diterima secara umum, meskipun mereka bukanlah
sepasang kekasih ataupun suami istri. Sementara dibudaya lain, perilaku demikian
bisa dianggap sebagai hal yang tidak biasa ataupun tidak wajar. Tanda-tanda non
verbal dalam sebuah komunikasi antar budaya harus diperhatikan secara cermat,
agar tidak terjadi kebingungan ataupun salah paham.

B.     Menangani Kesalah Pahaman Pelanggan dan Kolega Karena Latar Belakang


yang Berbeda

Adanya perbedaan kebudayaan bisa mengakibatkan pahaman dalam


berkomunikasi yang lebih lanjut dapat mengakibatkan konflik. Komunikasi lintas
budaya bisa dipengaruhi oleh beberapa variable yaitu sebagai berikut:

1.      Waktu dan Tempat


Waktu merupakan salah satu perbedaan terbesar yang memisahkan budaya
serta kebudayaan dalam melakukan sesuatu. Perbedaan waktu bisa menyebabkan
kerusakan dan langkah yang dramatis dalam negosiasi ataupun dalam proses
pemecahan masalah.

2.      Nasib dan Pertanggungjawaban Pribadi


Yakni derajat dimana kita merasa diri kita ialah pemimpin hidup kita,
versus derajat dimana kita melihat diri kita sebagai sebuah subjek atas sesuatu
diluar kendali kita.

3.      Face and Face Saving


Face penting dalam lintas budaya, walaupun demikian dinamika rupa
ataupun face dan face saving ialah berbeda. Rupa mencakup status, kesopanan,
kekuatan, humor, hubungan kedalam dan keluar, dan rasa hormat. Poin awal
dalam individualis dan communitarianism berhubungan erat dengan rupa.

4.      Komunikasi Nonverbal
Komunikasi non verbal sangat penting dalam hubungan lintas budaya. Hal
tersebut dikarenakan kita cenderung melihat isyarat non verbal jika pesan verbal
tidak jelas ataupun ambigu terutama dalam hal lintas budaya. Oleh sebab itu perlu
diperhatikan apa yang cocok, normal, serta efektif dalam komunikasi non verbal.
Perbedaan budaya mempunyai sudut pandang yang berbeda terhadap isyarat non
verbal dalam menyampaikan pesan.
Kunci komunikasi lintas budaya yang efektif ialah pengetahuan. Pengetahuan
sangat diperlukan karena:
a)      Masyarakat perlu untuk mengerti masalah potensial dalam komunikasi lintas
budaya serta meningkatkan kesadaran untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

b)      Penting untuk mengasumsikan perkembangan seseorang yang tidak selalu


sukses dan menyesuaikan perilaku seseorang. Active listening bisa dipakai untuk
mengkonfirmasikan apakah pihak tersebut mengerti betul akan pesan yang
disampaikan. Apabila kata yang dipakai berbeda dalam konteks bahasa ataupun
kelompok budaya active listening tetap bisa menimbulkan kesalah pahaman.
Komunikasi lintas budaya bisa diatasi dengan memakai perantara yang yang
sudah kenal dengan kedua budaya sehingga bisa membantu dalam situsai
komunikasi lintas budaya. Namun perantara terkadang bahkan bisa membuat
komunikasi menjadi lebih sulit. Hal tersebut dapat diatasi dengan memakai
diskusi ekstra tentang proses serta cara yang membawa diskusi tersebut tepat.

Membahas budaya tidak akan terlepas dari cara serta media


komunikasi. Berbicara tentang media komunikas maka hal pokok yang harus
ditinjau ialah bahasa. Hal ini tidak terlepas dari posisi bahasa sebagai media
ekspresi dari cermin pikiran manusia (mirror of a mind), ataupun seperti yang
dikemukakan oleh Dell Hymes (1970) bahwa: bahasa sebagai petunjuk simbolik
untuk memahami budaya manusia (language as the symbolic guide to culture).

Cara manusia memakai bahasa sebagai media komunikasi sangat


bermacam-macam antar suatu budaya dengan budaya lainnya, bahkan dalam satu
budaya sekalipun. Contohnya, meskipun kita sama-sama memakai bahasa
Indonesia, kita sering dipusingkan dengan makna dari kata “ya”. Dalam berbagai
konteks, kata “ya” bisa diartikan “saya setuju”, ataupun bisa saja dinterpretasikan
sebagai “saya sudah mendengar Anda, tapi saya belum tentu setuju”. Dan kadang
kala juga jawaban “ya” dalam bahasa Indonesia tidak selalu mempunyai makna
literal “ya”. Karena bisa jadi untuk menyelamatkan muka lawan bicara (face
saving), kita seringkali kali menjawab “ya”, padahal jawaban yang sebenarnya
ialah “tidak”. Fenomena seperti itu dalam Discourse Analysis dinamakan
dengan white lie (kebohongan putih).

Dalam konteks bahasa verbal, terdapat beberapa aspek yang perlu


diperhatikan dalam berkomunikasi, khususnya dengan hal yang berhubungan
dengan dialek. Hampir semua bahasa yang memiliki jumlah penutur relatif
banyak, memiliki dialek yang berbeda-beda.
Jenis dialek yang perlu diperhatikan dalam konteks kebudayaan ialah dialek
sosial. Dialek ini bisa saja disebabkan karena adanya perbedaan gender (pria-
wanita), umur, dan status sosial (bangsawan non bangsawan, kaya-miskin,
termasuk latar belakang pendidikan dan ekonomi). Ambil saja contoh dalam
bahasa Jawa, karena penuturnya terbagi dalam stratifikasi sosial yang bertingkat-
tingkat, maka bahasa Jawa dalam pemakaiannya terbagi menjadi Kromo Inggil,
Kromo, Kromo Madyo, dan Ngoko. Termasuk juga dalam bahasa Sasak dan Bali,
terdapat bahasa halus dan bahasa “kasar”. Variasi bahasa, baik dalam bentuk
perbedaan dialek regional ataupun dialek sosial, harus benar-benar diperhatikan
dalam berkomunikasi.

Salah satu aspek penting yang sangat berpengaruh dalam komunikasi ialah
pemakaian bahasa non verbal. Menurut Du Praw (1996) bentuk dari bahasa non
verbal dapat meliputi bentuk ekspresi wajah (facial expressions), dan gerak tubuh
(gestures), seperti misalnya senyum, pandangan mata, pemakaian tangan kiri dan
kanan, gerakan tangan, gelengan kepala, dan lain sebagainya.

Termasuk pula dalam jenis bahasa non verbal ialah pengaturan tempat
duduk dalam suatu acara, serta jarak antar pembicara pada saat proses komunikasi
berlangsung. Walaupun terdapat bentuk komunikasi non verbal yang dipahami
secara universal, tidak sedikit juga bentuk-bentuk komunikasi ini yang diartikan
secara berbeda-beda antara satu budaya dengan budaya lainnya. Senyum
contohnya, orang Indonesia memahami senyum sebagai bahasa universal untuk
mengekspresikan sebuah keramahahan dan persahabatan, akan tetapi bagi orang
Eropa Timur, sebuah senyuman hanya diberikan kepada teman dekat, dan
keluarga. Mereka tidak akan pernah sembarangan memberikan senyuman pada
orang yang baru mereka temui. Apabila dilihat dari cara pandang orang Indonesia,
orang Eropa Timur dapat dinilai kurang ramah, serta tidak bersahabat.

Perbedaan-perbedaan dalam cara memahami bentuk-bentuk


komunikasi, baik verbal ataupun non verbal, dapat menimbulkan sebuah kesalah
pahaman dalam komunikasi lintas budaya. Sehingga tidak jarang pendapat
ataupun opini kita terhadap suatu budaya maupun komunitas tertentu bergerak
menjadi suatu identitas yang mengakibatkan terjadinya streotip ataupun
penyamarataan. Padahal budaya adalah suatu konsep yang sangat rumit, dan
mempunyai lebih dari 300 definisi (Sadtono: 2003).
Tapi sederhananya, konsep tersebut mengacu kepada satu kelompok
ataupun komunitas yang berbagi cara pandang yang sama dalam memahami dunia
dan sekelilingnya. Tentu tidak ada ruginya kita belajar tentang budaya orang lain,
karena hal tersebut dapat memperkaya cara pandang kita terhadap kehidupan.
Agar apa yang kita pahami sebagai nilai-nilai kebenaran, kesopanan, kepatutan,
dan kesantunan, tidak selalu berasal dari cara pandang serta kaca mata budaya kita
semata. Karena terdapat nilai-nilai budaya yang kita punyai dan kita anggap
“baik” dan “benar”, namun belum tentu baik dan benar dalam kaca mata budaya
orang lain.
BAB III

PENUTUP

Lingkungan sosial merupakan tempat berlangsungnya bermacam- macam


interaksi sosial dalam lingkup individu maupun kelompok di masyarakat. Pada
lingkungan sosial pun di dalamnya tidak terlepas dari aspek nilai dan norma yang
berlaku. Selain itu lingkungan sosial memiliki keterkaitan satu sama lain dengan
lingkungan alam (ekosistem) serta lingkungan buatan atau tata ruang di sekitar.

Demikianlah materi yang telah dibegikan kepada segenap pembaca terkait


dengan pengertian lingkungan sosial menurut para ahli, ciri, jenis, faktor dan
contohnya di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Semoga melalui tulisan ini
bisa memberikan wawasan dan menambah pengetahuan.
MAKALAH
LINGKUNGAN SOSIAL

KELOMPOK IV

DISUSUN OLEH :
MENTARI C P SONBAI
SEFRIANA DELILA KAUSE
PUTRI BENGNGU
APRILIA LUKY WADU
JEANA LUCYA TOULASIK

DINAS PENDIDIKAN KOTA KUPANG


SMK NEGERI 1 KUPANG

Anda mungkin juga menyukai