Anda di halaman 1dari 46

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................


1.2 Rumusan Masalah....................................................................
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................
1.4 Kegunaan Penelitian................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Rokok...............................................


2.1.1........................................................................................Pengertian Rokok
..........................................................................................
2.1.2........................................................................................Kandungan pada R
..........................................................................................
2.2 Tinjauan Umum Tentang Kawasan Tanpa Rokok.................
2.2.1........................................................................................Pengertian Kawasa
..........................................................................................
2.2.2........................................................................................Regulasi Kawasan
..........................................................................................
2.2.3........................................................................................Regulasi Kawasan
..........................................................................................
2.2.4........................................................................................Regulasi Kawasan
..........................................................................................
2.2.5........................................................................................Peraturan Kawasan
..........................................................................................
2.3 Tinjauan Tentang Sumber Daya.............................................
2.4 Tinjauan Tentang Struktur Birokrasi.......................................
2.5 Tinjauan Tentang Implementasi.............................................

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Pendekatan Penelitian............................................................


3.2 Operasional Konsep...............................................................
3.3 Sumber Data dan Informan....................................................
3.4 Instrumen Penelitian...............................................................
3.5 Teknik Pengumpulan Data.....................................................
3.6 Teknik Analisis Data...............................................................
3.7 Jadwal dan Lokasi Penelitian.................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kawasan Tanpa Rokok merupakan sebuah kebijakan yang

membutuhkan pengimplementasian dari setiap pemangku kebijakan agar

tujuannya dapat terwujud. Kawasan Tanpa Rokok adalah salah satu upaya

pemerintah dalam melindungi orang yang tidak merokok dari paparan asap

rokok. Pengendalian asap rokok dari para perokok merupakan solusi

dalam menjaga kesehatan perokok aktif, maupun perokok pasif agar dapat

menghirup udara bersih yang bebas dari paparan asap rokok dengan

melakukan penerapan Kawasan Tanpa Rokok ( Kementerian Kesehatan RI :

2011).

Mengutip dari anggota DPRD Kota Makassar, Rezki lewat Sosialisasi

Perda di Hotel Horizon Jalan Jenderal Sudirman, mengaku menyayangkan

kondisi yang terjadi saat ini. Terlebih pembentukan produk hukum tersebut

menyita banyak anggaran dan tenaga agar bisa diwujudkan. Padahal

didalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 4 Tahun 2013 tentang

Kawasan Tanpa Rokok tersebut sudah diatur kawasan-kawasan yang

tidak diperbolehkan merokok, seperti areal perkantoran, rumah ibadah,

daerah sekolah hingga tempat-tempat sarana olahraga.

Dendanya juga tidak main-main ini sampai Rp50 juta dan kurungan,

yang kita lihat tidak ada yang sampai di denda segitu, padahal peraturan
ini berlaku dari 2013. Anggota DPRD tersebut menilai lemahnya

pengawasan dan penindakan pemerintah tersebut membuat masyarakat

semakin enggan untuk patuh. Sementara itu Kepala Sub Bantuan Hukum

Bagian Hukum Setda Kota Makassar, Arianto mengatakan, tujuan dari

perda tersebut tak lain guna mengurangi perokok dan dampak yang

ditimbulkan. Dia mengatakan dari data Kemenkes tahun 2020 lalu,

setidaknya 88 per 100 ribu orang meninggal akibat rokok. Sementara versi

WHO mencatat ada sebanyak 225.700 orang yang meninggal tiap

tahunnya. Indonesia di urutan ketiga setelah China dan India, tapi yang

mengkhawatirkan dan perlu dicatat adalah China dan India itu

penduduknya banyak, rasionya bisa dimaklumi, mereka sampai miliaran,

sementara Indonesia cuma sekitar 270 ribu.

Kota Makassar khususnya masih tinggi angka perokoknya, parahnya

lagi banyak anak-anak yang di bawah umur sudah menghisap rokok.

Dampaknya jelas untuk jangka panjang selain slogan-slogan di rokok,

merokok utamanya bagi perempuan bisa membuat anak jadi stunting.

Selain itu sulitnya penerapan KTR di Kota Makassar menurutnya lantaran

denda yang diterapkan sangat tinggi, yaitu sampai Rp50 juta, menurut

Setda Kota Makassar ini perlu direvisi, biar sedikit asalkan

implementasinya baik dan masyarakat akan patuh, karena kalau sampai

Rp50 juta menurutnya pemerintah enggan menagih (SINDONEWS.com :

2022).
Perda dibentuk sesuai dengan asas pembentukan peraturan

perundang-undangan, yaitu: a) kejelasan tujuan; b) kelembagaan atau

pejabat pembentuk yang tepat; c) kesesuaian antara jenis dan materi

muatan; d) dapat dilaksanakan; e) kedayagunaan dan kehasilgunaan; f)

kejelasan rumusan; dan g) keterbukaan.

Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang mengandung kurang

lebih 4000 bahan kimia dimana 200 diantaranya beracun dan 43 jenis

lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh sehingga apabila

digunakan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan bagi perokok itu

sendiri dan orang lain disekitarnya yang bukan perokok. Tingginya

konsumsi rokok di masyarakat Indonesia dipercaya menimbulkan implikasi

negatif yang sangat luas, tidak saja terhadap kualitas kesehatan tetapi

juga menyangkut kehidupan sosial dan ekonomi di Indonesia.

Masalah rokok sampai saat ini masih menjadi masalah nasional yang

secara terus-menerus diupayakan penanggulangannya, karena

menyangkut berbagai aspek permasalahan dalam kehidupan, yaitu aspek

ekonomi, sosial, politik, utamanya aspek kesehatan. Oleh karena itu

pemerintah mengupayakan penanggulangan bahaya rokok melalui

pembatasan ruang gerak para perokok diberbagai tempat dan fasilitas

umum. Selanjutnya pemerintah memberikan kewenangan kepada

pemerintah daerah untuk melakukan pembatasan kepada para perokok

melalui kebijakan pemerintah daerah masing-masing.


Angka kematian akibat rokok masih sangat tinggi. Penyalahgunaan

tembakau merupakan penyebab kematian yang dapat dihindari namun

masih saja banyak orang yang sulit lepas dari jeratan bahaya rokok.

Beberapa penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh rokok yaitu :

1. Penyakit Paru-Paru

Asap rokok tersebut terhirup dan masuk ke paru-paru sehingga

menyebabkan paru-paru mengalami radang, bronchitis, dan

pneumonia. Belum lagi bahaya dari zat nikotin yang menyebabkan

kerusakan sel-sel dalam organ paru-paru yang bisa berakibat fatal

yaitu kanker paru-paru.

2. Penyakit Impotensi dan Organ Reproduksi

Sebab kandungan bahan kimia yang sifatnya beracun tersebut bisa

mengurangi produksi sperma pada pria dan bisa menyebabkan terjadi

kanker pada bagian testis. Sedangkan pada wanita yang merokok bisa

mengurangi tingkat kesuburannya.

3. Penyakit Lambung

Asap rokok yang masuk ke sistem pencernaan akan menyebabkan

meningkatnya asam lambung dan jika dibiarkan terus menerus akan

menyebabkan tukak lambung.

4. Stroke

Efek samping merokok salah satunya yaitu bisa membuat lemahnya

pembuluh darah dan ketika pelemahan tersebut terjadi dan kerja


pembuluh darah terhambat bisa menyebabkan serangan radang di

otak. Hal itulah yang beresiko terjadinya stroke (DINAS KESEHATAN :

2022).

Tabel Data Presentasi Perokok Menurut WHO

Tabel 1.1 Perokok ≥ 15 Tahun

Tahun Persentase

2007 34,4 %

2013 36,3 %

Menurut data World Health Organization (WHO) persentase prevalensi

perokok dunia pada tahun 2013 mencapai 1,2 milyar orang dan 800 juta

diantaranya berada di negara-negara berkembang. Belum terjadi

penurunan angka perokok pada penduduk yang berusia 15 tahun keatas

dari tahun 2007 sampai 2013 karena cenderung meningkat dari 34,2

persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013. Sebanyak 64,9

persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok tahun

2013. Menurut Riskesdas menyebutkan bahwa penduduk berumur lebih

dari 10 tahun yang merokok sebesar 29,2% dan angka tersebut meningkat

sebesar 34,7 persen pada tahun 2010 untuk kelompok umur di atas 15

tahun.

Tabel 1.2 Perokok Umur 10 Tahun


Tahun Persentase

2013 28,8 %

2018 29,3 %

Data dari Riskesdas Tahun 2013 menyatakan bahwa terdapat

peningkatan prevalensi merokok penduduk umur 10 Tahun dari 28,8

persen pada tahun 2013 menjadi 29,3 persen pada tahun 2018. Pada saat

sekarang ini, kebiasaan merokok tidak hanya menjadi masalah pada orang

dewasa, namun juga semakin marak pada kalangan anak dan remaja. Hal

ini dibuktikan dengan meningkatnya prevalensi merokok pada populasi

usia 10-18 tahun yakni sebesar 1,9 persen dari tahun 2013 sebanyak 7,2

persen ke tahun 2018 hingga 9,1 persen. Data Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi merokok secara

nasional adalah 24,3 persen.

Tabel 1.3 Perokok Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Persentase

Laki-laki 47,3 %

Perempuan 1,2 %

Tabel 1.4 Perokok Berdasarkan Daerah

Daerah Persentase
Pedesaan 25,8 %

Perkotaan 23 %

Prevalensi merokok menurut jenis kelamin, dimana prevalensi pada

laki-laki 47,3 persen dan perempuan 1,2 persen. Menurut kelompok umur,

prevalensi tertinggi pada usia 30-34 tahun sebesar 32,2 persen,

sedangkan pada usia muda/perokok pemula (≤ 19 tahun) sebesar 13,4

persen. Menurut tempat tinggal, prevalensi merokok di pedesaan dan

perkotaan tidak terlalu jauh berbeda namun demikian di perdesaan sedikit

lebih tinggi 25,8 persen dibandingkan dengan perkotaan 23 persen.

Indonesia merupakan salah satu negara konsumen tembakau terbesar

didunia. Pada tahun 2005 Indonesia menempati peringkat kelima

konsumen rokok terbesar setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan

Jepang. Pada tahun 2008 Badan Kesehatan Dunia WHO telah

menetapkan Indonesia sebagai negara terbesar ketiga sebagai pengguna

rokok, setelah China, dan India.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan Pasal 115, Pemerintah Daerah wajib menetapkan dan

menerapkan KTR di wilayahnya. Untuk menindaklanjuti kebijakan tersebut

telah diterbitkan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/PB/I/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011


tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok. Maka telah

diterbitkan Kebijakan KTR yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota

Makassar No. 4 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan ini

mulai berlaku sejak tanggal 31 Oktober 2013 yang berlaku di seluruh

wilayah Kota Makassar.

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 4

Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok, “Kawasan Tanpa Rokok

adalah ruangan dan area dengan batas pagar terluar yang dinyatakan

dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,

mengiklankan, dan atau mempromosikan Produk Tembakau”( Peraturan

Daerah Kota Makassar : 2013).

Menurut Panjaitan (2015) ada kecenderungan antara yang memiliki

pengetahuan tidak baik terhadap kebijakan KTR dibandingkan dengan

yang baik terhadap kebijakan tersebut. Oleh karena itu alternatif

pemecahan masalahnya adalah kebijakan larangan merokok hendaknya

benar-benar diterapkan dan sebaiknya selalu di lakukan oleh pihak

pengambil keputusan agar kebijakan KTR tersebut dapat berjalan sesuai

dengan yang diharapkan.

Implementasi kebijakan harus didukung dengan adanya anggaran

yang memadai untuk terlaksananya penerapan KTR, sebab tanpa

anggaran yang cukup, maka implementasi kebijakan tidak berjalan efektif.

Ketersediaan sumber daya manusia dan penggerakan sumber daya


manusia menjadi peranan yang terpenting dalam sebuah implementasi.

Setiap implementasi kebijakan, sumber daya manusia menjadi sasaran

implementasi itu sendiri. Dukungan sarana prasarana menjadi faktor

penting dalam implementasi pelayanan kesehatan.

Implementasi sendiri merupakan sebuah tindak lanjut yang dilakukan

terhadap aturan, kebijakan atau suatu kesepakatan bersama untuk

mendukung pencapaian tujuan. Menurut Panjaitan, implementasi

kebijakan adalah sebuah tahap dalam kebijakan publik antara pembentuk

kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi terhadap masyarakat yang

dipengaruhinya. Sedangkan menurut Ratih dan Hidayat (Jurnal : 2013)

menyatakan bahwa implementasi kebijakan memainkan peran penting

dalam proses kebijakan publik dan merupakan cara untuk sebuah

kebijakan mencapai tujuannya.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis tertarik untuk

meneliti permasalahan yang terjadi dengan judul “Implementasi

Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok Di Kota Makassar”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Makassar terhadap

kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Makassar?


2. Apa yang menjadi faktor penghambat implementasi Peraturan Daerah

Kota Makassar terhadap kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota

Makassar?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Kota Makassar

terhadap kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Makassar

2. Untuk mengetahui faktor penghambat implementasi Peraturan Daerah

Kota Makassar terhadap kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota

Makassar

1.4 Kegunaan Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan nantinya dapat berguna bagi penulis

maupun orang lain yang memerlukan, adapun kegunaan yang diharapkan

dari penulisan ini yaitu:

1. Manfaat Ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengalaman ilmiah penulis dan merupakan sebuah cara dalam

menjewantahkan ilmu dan teori yang diperoleh selama kuliah.

Penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan referensi untuk penelitian

selanjutnya tentang Kawasan Tanpa Rokok.

2. Manfaat Bagi Masyarakat


a. Hasil dari penelitian ini nantinya akan berguna dalam memberikan

jawaban terhadap masalah yang diteliti;

b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat, utamanya

bagi masyarakat Kota Makassar dan sekitarnya agar mengetahui

bahwa merokok itu tidak baik untuk kesehatan.


BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Tinjauan Umum Tentang Rokok

2.1.1 Pengertian Rokok

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan

untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok

kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari

tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya

atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan

atau tanpa bahan tambahan.

2.1.2 Kandungan pada Rokok

Rokok merupakan produk yang memiliki ribuan bahan kimia

dalam kandungannya. Satu batang rokok memiliki 4000 kandungan

bahan kimia. Secara umum kandungan yang terdapat dalam rokok

dapat di kelompokkan menjadi dua yaitu komponen gas sebanyak

92% dan komponen padat atau partikel sebanyak 8%. Asap rokok

yang dihisap atau dihirup melalui dua komponen yaitu pertama

komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang

bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat.

Kandungan zat kimia di dalam rokok memiliki kadar yang

berbeda-beda. Kadar tersebut tergantung pada jenis dan merek suatu

produk rokok. Namun diketahui bahwa kandungan yang paling banyak


ditemukan di dalam rokok dan berbahaya bagi kesehatan terutama

dapat memicu kanker adalah Nikotin, Tar dan Karbon Monoksida

(CO2).

a. Nikotin

Nikotin adalah zat atau bahan senyawa pyrrolidine yang terdapat

dalam Nicotiaca tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya

atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan

ketergantungan.

Nikotin menstimulasi otak untuk terus menambah jumlah nikotin

yang dibutuhkan. Nikotin dapat melumpuhkan otak, rasa dan

meningkatkan adrenalin yang menyebabkan jantung diberi

peringatan atas reaksi hormonal yang membuatnya berdebar lebih

cepat dan bekerja lebih keras jika penggunaan nikotin sudah terlalu

lama. Akibat kandungan nikotin dalam rokok dapat memicu terjadi

pembekuan darah dan serangan jantung.

b. Tar

Tar adalah kondensat asap yang merupakan total residu dihasilkan

saat Rokok dibakar setelah dikurangi nikotin dan air, yang bersifat

karsiogenik. Zat karsiogenik adalah zat yang beracun dan dapat

menyebabkan kanker. Tar dapat diperoleh dari getah tembakau,

selain itu tar mengandung bahan kimia yang beracun, yang dapat

merusak sel paru-paru dan menyebabkan kanker.


c. Karbon Monoksida (CO2)

Karbon Monoksida adalah jenis gas berbahaya yang terkandung

dalam rokok yang tidak memiliki bau seperti pada asap yang

dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Karbon monoksida

menggantikan sekitar 15% jumlah oksigen, yang biasanya dibawah

oleh sel-sel darah. Sehingga suplai oksigen yang dibawa keseluruh

tubuh akan berkurang karena dibebani dengan CO2, akibatnya

oksigen yang dibawah ke jantung berkurang.

d. Penyakit Akibar Rokok

Berbagai penelitian dari belahan dunia telah membuktikan bahwa

rokok memiliki dampak negatif bagi kesehatan manusia. Bahaya

rokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (prokok

aktif) tapi juga akan berdampak pada orang lain yang tidak

merokok (prokok pasif). Ada 25 jenis penyakit yang ditimbulkan

karena kebiasaan merokok yaitu emfisema, kanker paru, bronkhitis

kronis dan penyakit paru lainnya. Selain dampak lain yang

ditimbulkan adalah terjadinya penyakit jantung koroner,

peningkatan kolesterol darah, berat bayi lahir rendah (BBLR) pada

ibu bayi perokok, keguguran dan bayi lahir mati (Peraturan

Pemerintah : 2012).

2.2 Tinjauan Umum Tentang Kawasan Tanpa Rokok

2.2.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok


Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan dan area dengan batas

pagar terluar yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok, atau

kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau

mempromosikan produk tembakau.

2.2.2 Regulasi Kawasan Tanpa Rokok Internasional

Farmework Convention Tobacco Control (FCTC) merupakan

hukum internasional dalam pengendalian masalah tembakau yang

akan mengikat negara-negara yang telah meratifikasinya. Konvensi ini

dan protokol- protokolnya bertujuan untuk melindungi generasi

sekarang dan mendatang terhadap kerusakan kesehatan,

konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi akibat dari paparan asap

tembakau, sehingga dibentuklah sebuah kerangka sebagai upaya

pengendalian tembakau untuk dilaksanakan pada tingkat regional,

nasional maupun internasional guna mengurangi secara berkelanjutan

dan prevalensi penggunaan tembakau serta paparan terhadap asap

rokok (WHO : 2005).

Isi dalam naskah FCTC secara umum terbagi atas dua bagian

yaitu yang pertama adalah upaya untuk menurunkan penggunaan

rokok melalui penurunan permintaan (demand). Adapun upaya yang

dilakukan yaitu:

a. Penggunaan mekanisme pengendalian harga dan pajak.

b. Pengendalian/penghentian iklan, sponsorsip dan promosi.


c. Pemberian label dalam kemasan rokok yang mencantumkan

peringatan kesehatan dan tidak menggunakan istilah yang

menyesatkan.

d. Pengaturan udara bersih (proteksi terhadap paparan asap rokok).

e. Pengungkapan dan pengaturan isi produk tembakau.

f. Edukasi, komunikasi, pelatihan dan penyadaran publik dan,

g. Upaya mengurangi ketergantungan dan menghentikan kebiasaan

merokok.

Sedangkan yang kedua upaya dalam mereduksi suplay yaitu

yang berhubungan dengan:

a. Perdagangan gelap atau penyelundupan produk tembakau.

b. Penjualan kepada dan oleh anak di bawah umur, dan

c. Upaya mengembangkan kegiatan ekonomis alternatif

(economically viable alternative solutions).

World Health Organization juga memiliki strategi dalam upaya

penanggulangan dampak rokok yang dikenal dengan enam komponen

kebiijakan MPOWER WHO dan salah satu komponennya merupakan

cikal bakal lahirnya Kawasan Tanpa Rokok.

Adapun isi dari enam komponen tersebut sebagai berikut:

a. Monitor tobacco use (Monitor penggunaan tembakau/rokok).

b. Protect people from tobacco smoke (Perlindungan terhadap

paparan asap rokok di lingkungan).


c. Offer help to quit tobacco use (Optimalkan dukungan untuk

berhenti merokok).

d. Warn about the dangers of tobacco (Waspadakan masyarakat

akan bahaya merokok).

e. Enforce bans on tobacco advertising, promotion and sponsorship

(Eliminasi iklan, promosi, dan sponsor terkait tembakau).

f. Rise taxes on tobacco (Raih kenaikan cukai tembakau).

2.2.3 Regulasi Kawasan Tanpa Rokok Nasional

Aturan pengendalian tembakau/rokok di Indonesia sudah lama

diterapkan, bahkan sudah mengalami beberapa perubahan yaitu

diantaranya:

a. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan

Rokok Bagi Kesehatan. Pasal di dalamnya mengatur iklan rokok,

peringatan kesehatan, pembatasan kadar tar dan nikotin,

penyampaian kepada masyarakat terkait isi produk tembakau,

sanksi dan hukuman, pengaturan otoritas, serta peran masyarakat

terhadap kawasan bebas asap rokok.

b. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2000 tentang Pengamanan

Rokok Bagi Kesehatan merupakan revisi dari Peraturan

Pemerintah No. 81 Tahun 1999, yang membahas terkait iklan

rokok dan memperpanjang batas waktu bagi industri rokok, untuk


mengikuti perturan pemerintah yang awalnya 5 tahun menjadi 7

tahun setelah dinyatakan berlaku.

c. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan

Rokok Bagi Kesehatan, merupakan revisi Peraturan Pemerintah

No. 38 Tahun 2000, yang membahas tentang ukuran dan jenis

peringatan kesehatan, pembatasan waktu pada media elektronik

dan pengujian kadar tar serta nikotin ( Peraturan Pemerintah No. 19 :

2003).

d. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada

bagian ke tujuh belas membahas terkait pengamanan zat adiktif,

kemudian di pasal 115 pada ayat satu mengulas tentang tempat-

tempat yang menjadi Kawasan Tanpa Rokok dan pada ayat kedua

mewajibkan kepada seluruh pemerintah daerah menetapkan

Kawasan Tanpa Rokok di daerahnya (Undang-Undang

Kesehatan : 2009).

e. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri

No. 188/MENKES/PB/I/2011/ No. 7 Tahun 2011 tentang Pedoman

Kawasan Tanpa Rokok. Kawasan Tanpa Rokok memiliki tujuan

sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian kedua pasal dua

membahas terkait pengaturan pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok

bertujuan untuk :
1) Memberikan acuan pada pemerintah daerah dalam

menetapkan KTR.

2) Memberikan perlindungan yang efektif dari bahaya asap rokok.

3) Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi

masyarakat.

4) Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak

buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung (Peraturan

Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 7 :

2011).

f. Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan

Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau

Bagi Kesehatan. Peraturan ini merupakan amanat dari Undang-

Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bagian ketujuh belas

tentang pengamanan zat adiktif pasal 116 yang berbunyi bahwa

ketentuan lainnya akan diatur dengan perturan pemerintah.

Peraturan ini mengatur secara spesifik terkait Kawasan Tanpa

Rokok terutama pada aturan iklan, promosi, sponsorship, sanksi-

sanksi, dan sebagainya.

2.2.4 Regulasi Kawasan Tanpa Rokok Provinsi

Peraturan Kawasan Tanpa Rokok di Provinsi Sulawesi Selatan

telah di sepakati oleh DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan Gubernur

Sulawesi Selatan pada tanggal 30 Maret 2015 dalam bentuk Peraturan


Daerah Sulawesi Selatan No. 1 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa

Rokok. Peraturan Daerah tersebut menimbang untuk melaksanakan

ketentuan pasal 115 ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan dan pasal 52 Peraturan Pemerintah No. 109

Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat

Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Peraturan kawasan Tanpa Rokok Kota Makassar telah

ditetapkan pada tanggal 9 September 2013 oleh DPRD Kota Makassar

dan Walikota Makassar. Penetapan Peraturan Daerah Kota Makassar

No. 4 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok dengan

pertimbangan bahwa rokok mengandung zat psikoaktif yang

berbahaya dan dapat menimbulkan adiksi serta berpengaruh buruk

bagi kesehatan masyarakat. Selain itu juga untuk melaksanakan

ketentuan pada pasal 115 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan No. 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mewajibkan setiap pemerintah

daerah untuk menetapkan Kawasan Tanpa Rokok dan Peraturan

Pemerintah No,109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang

Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau.

2.2.5 Peraturan Kawasan Tanpa Rokok Kota

Peraturan Kawasan Tanpa Rokok yang telah di tetapkan oleh

pemerintah pusat, Provinsi, dan Kota menetapkan tempat-tempat yang

wajib menjadi Kawasan Tanpa Rokok yaitu:


a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Merupakan tempat yang digunakan untuk upaya pelayanan

kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif, yang

dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

b. Tempat Proses Belajar Mengajar

Merupakan tempat atau gedung yang digunakan untuk belajar,

mengajar, pendidikan dan/atau pelatihan.

c. Tempat Anak Bermain

Merupakan area tertutup maupun terbuka yang digunakan menjadi

area bermain anak-anak.

d. Tempat Ibadah

Merupakan bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciri-ciri

tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi pemeluk

agama masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk

tempat ibadah keluarga.

e. Angkutan Umum

Merupakan alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa

kendaraan darat, air dan udara biasanya dengan konpensasi.

f. Tempat Kerja

Merupakan tiap ruangan, lapangan tertutup atau terbuka, bergerak

atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga
kerja untuk keperluan usaha dan dimana terdapat sumber atau

sumber-sumber bahaya.

g. Tempat Umum

Merupakan semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh

masyarakat umum dan/atau tempat yang dapat dimanfaatkan

bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh

pemerintah, swasta dan masyarakat.

h. Tempat Lainnya

Merupakan tempat terbuka yang dapat dimanfaatkan bersma-sama

untuk kegiatan masyarakat.

2.3 Tinjauan Tentang Sumber Daya

Menurut Winarno (2002) sumber daya memiliki peran penting dalam

menjalankan sebuah implementasi kebijakan, karena tanpa adanya

sumber daya yang mendukung dalam mengimplemntasikan sebuah

kebijakan, maka sulit untuk mencapai cita-cita yang diharapkan. Efektifitas

dalam pengimplementasian kebijakan ditentukan dengan tersedianya

sumber daya yang memadai terutama personil yang akan

menjalankannya harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi serta

mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif.

Menurut Winarno, sumber-sumber yang akan mendukung kebijakan

secara efektif terdiri dari:

1. Staf
Sumber Daya Manusia yang menjalankan implementasi kebijakan

harus memiliki jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi untuk

mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Sumber daya manusia

adalah para pelaksana yang berjumlah cukup dan memiliki

kemampuan dan keterampilan dalam menjalankan kebijakan yang

telah ditetapkan. Sumber daya manusia yang banyak belum otomatis

mendorong pencapaian implementasi yang berhasil, jika tidak memiliki

keterampilan yang memadai. Di sisi lain kurangnya personil yang

memiliki keterampilan akan menghambat pencapaian implementasi

dari sebuah kebijakan.

2. Kewenangan

Kewenangan dalam sumber daya merupakan sebuah kewenangan

yang dimiliki oleh sumber daya dalam melaksanakan suatu kebijakan

yang telah ditetapkan. Adapun kewenangan yang dimilikinya berkaitan

dengan hal-hal yang diamanatkan dalam suatu kebijakan.

3. Informasi

Informasi adalah salah satu hal yang penting dalam implementasi

kebijakan. Informasi dalam sumber daya merupakan informasi yang

dimiliki oleh sumber daya manusia dalam menjalankan implementasi

suatu kebijakan.

2.4 Tinjauan Tentang Struktur Birokrasi


Menurut Edward GC (1980) meskipun sumber-sumber dalam

implementasi telah mencukupi, implementator sudah mengetahui apa dan

bagaimana cara melakukannya dan mereka memiliki keinginan untuk

melakukannya, implementasi masih memungkinkan tidak berjalan dengan

efektif karena belum memiliki struktur birokrasi sehingga dalam

menjalankan implementasi kebijakan sumber daya manusia yang di

tugaskan tidak memiliki pembagian tugas dan wewenang yang jelas yang

mampu mengakibatkan tidak efektif dan efisiennya apa yang

dikerjakannya.

Menurut George Edward kinerja struktur birokrasi dapat didongkrak

melalui Standard Operating Procedure (SOP) dan melaksanakan

fragmentasi.

1. Standar Operating Procedure (SOP) adalah segala kegiatan rutin yang

akan dilakukan oleh para implementator setiap hari dalam setiap

kegiatannya yang telah diatur dan memiliki standar yang telah

ditetapkan.

2. Fragmentasi adalah penyebaran tanggung jawab atau wewenang

yang diberikan kepada implementator dalam melaksanakan tugasnya.

2.5 Tinjauan Tentang Implementasi

Implementasi adalah bentuk pengoperasionalisasian atau

penyelenggaraan aktivitas yang telah di tetapkan berdasarkan undang-

undang dan menjadi kesepakatan bersama di antara beragam pemangku


kepentingan (stakeholder), aktor, organisasi (publik atau privat), prosedur

dan teknik secara sinergistis yang di gerakkan untuk bekerjasama guna

menerapkan kebijakan kearah tertentu yang di kehendaki (Edward GC :

1980).

Menurut Subarsono (2006 : 179) sebuah kebijakan yang telah menjadi

pilihan tidak menjamin keberhasilan dalam implementasinya. Semuanya

tergantung terhadap pemenuhan variabel yang mendukung implementasi

kebijakan tersebut baik yang bersifat individual, kelompok atau insttusi.

Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy maker

untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia

memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.

Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan

yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Seorang

ahli studi kebijakan Eugene Barrdach, dalam Suriyanti, mengemukakan

bahwa untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi adalah

cukup untuk membuat sebuah kebijakan umum yang kelihatannya bagus

di atas kertas.

Menurut Suriyanti (2016 : 96) lebih sulit lagi merumuskannya dalam

kata-kata dan slogan-slogan yang kecenderungannya mengenakan bagi

telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya dan lebih

sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan

semua orang termasuk mereka anggap klien.


Konsep Implementasi menurut George Edward yang di paparkan yaitu

tentang “Komunikasi”. Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian

informasi komunikator kepada komunikan. Informasi mengenai kebijakan

publik perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku

kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan

lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan

sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapakan.

Menurut George Edward, terdapat tiga indikator yang dapat di pakai

dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi yaitu transmisi

(trasmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency).

a. Dimensi transmisi menghendaki agar kebijakan publik disampaikan

tidak hanya disampaikan kepada pelaksana (implementors) kebijakan

tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan

pihak lain yang

berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.

b. Dimensi kejelasan (clarity) menghendaki agar kebijakan yang

ditrasmisikan kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang

berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka mengetahui

apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta substansi dari

kebijakan publik tersebut sehingga masing-masing akan mengetahui

apa yang harus dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan

kebijakan tersebut secara efektif dan efisien.


c. Dimensi konsistensi (consistency) diperlukan agar kebijakan yang

diambil tidak simpang siur sehingga membingungkan pelaksana

kebijakan, target grup dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Dalam suatu implementasi terdapat faktor penghambat dan

pendukung dalam suatu keberhasilan implementasi kebijakan,

diantaranya :

a. Komunikasi dimana upaya penyampaian suatu pesan dari komunikator

sehingga menimbulkan dampak tertentu kepada komunikan. Dalam

implementasi program, komunikasi digunakan untuk menghubungkan

antar aparat pelaksana karena bagaimanapun juga dalam

implementasi yang efektif, para policy maker dalam meminta para

pelaksana (implemetors) tidak sekedar dengan suatu petunjuk yang

jelas, tetapi yang lebih penting adalah adanya konsistensi komunikasi

dari atas ke bawah, dalam arti arus komunikasi yang terjadi harus jelas

dan tegas.

b. Sumber daya, dimana bagaimanapun jelas dan konsistennya aturan-

aturan, serta bagaimanapun akuratnya dalam penyampaian ketentuan

atau atauran-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang

bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai

sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka

implementasi kebijakan tersebut juga tidak akan bisa efektif.


c. Disposisi yaitu keinginan atau kesepakatan para pelaksana

melaksanakan kewajiban. Para pelaksana tidak hanya mengetahui

apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk

melakukan kebijakan itu, tetapi mereka juga harus mempunyai

kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

d. Struktur birokrasi yang dimaksud disini mencakup aspek-aspek,

seperti organisasi, pembagian wewenang hubungan antara unit-unit

organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan,dan

hubungan oraganisasi dengan organisasi luar.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Saryono dalam Harahap (2020:123) menjelaskan penelitian kualitatif

adalah penelitian untuk mengkaji, menemukan dan mendeskripsikan mutu

atau kekhasan dari pengaruh sosial yang tidak bisa dipaparkan, diukur atau

pun dijelaskan dengan pendekatan kuantitatif. Dalam mengumpulkan data di

lapangan, maka peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif lebih berdasar kepada filsafat fenomenologis yang mengutamakan

penghayatan (verstehen) yakni pemahaman yang mendalam tentang sebuah

penelitian, karena mempertanyakan makna sebuah obyek secara mendalam dan tuntas

sampai ke akarnya. Responden dalam penelitian ini terus berkembang sampai peneliti

mendapatkan data yang memuaskan dan dapat menjawab semua pertanyaan

penelitiannya. Pendekatan penelitian kualitatif ini digunakan oleh peneliti

dikarenakan dalam mengumpulkan data tentang pengelolaan sampah rumah tangga

peneliti akan terlibat langsung dengan masyarakat, mengamati fenomena yang terjadi

di masyarakat dan menggali informasi secara mendalam tentang implementasi

kebijakan sampah di daerah tersebut.

Adapun jenis penelitiannya yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dimana

menurut Nawawi dan Martini (1994), penelitian deksriptif kualitatif adalah penelitian
yang menggambarkan atau melukiskan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang

tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian dimaksudkan untuk menggambarkan

secara jelas bagaimana implementasi Peraturan Daerah Tentang Kawasan

Tanpa Rokok di Kota Makassar apakah sudah sesuai dengan peraturan yang ada

atau peraturan tersebut hanya formalitas belaka.

3.2 Operasional Konsep

Operasionalisasi konsep dalam penelitian merupakan aspek yang penting agar

membantu peneliti agar menghindari penyimpangan atau ke salah pahaman dalam

pengumpulan data. Operasionalisasi merupakan petunjuk berlandaskan konsep

operasional dalam penelitian yang dilakukan. Seorang peneliti dapat mengetahui

variabel-variabel yang dianggap penting dalam mencari data.

Tabel 3.1

Operasionalisasi Konsep

Konsep Dimensi Indikator

1 2 3

a. Komunikasi 1. Transmission (Transmisi)


George C.
2. Clarity (Kejelasan)
Edward III
3. Konsistency (Konsistensi)

b. Sumber Daya 1. Staff


2. Informasi
3. Anggaran
4. Fasilitas
5. Authority (Kewenangan)
c. Disposisi 1. Pengangkatan Birokrasi
2. Insentif
d. Struktur Birokrasi 1. SOP
2. Fragmentasi
Sumber : Diolah oleh penulis berdasrkan konsep George C. Edward III

3.3 Sumber Data dan Informan


3.1 Sumber Data
Data merupakan fakta empiris atau informasi yang peneliti kumpulkan

dengan tujuan menjawab pertanyaan penelitian atau memecahkan masalah.

Data penelitian dikumpulkan dari berbagai sumber dengan berbagai teknik

saat berlangsungnya penelitian. Berdasarkan sumbernya data dibagi menjadi

dua macam. Menurut Simangunsong (2017:230) Data berdasarkan

sumbernya ,meliputi:

1. Data primer

Data primer adalah data yang peneliti kumpulkan secara langsung

bersumber dari lokasi dan fokus penelitian. Data primer dikatakan sebagai

data asli yang bersifat terkini. Data ini dikumpulkan langsung oleh peneliti

melalui proses observasi dan wawancara yang ditujukan kepada informan

penelitian. Data primer merupakan data yang didapat peneliti secara langsung. Data

primer yang dimaksudkan disini dapat ditemukan pada saat observasi ke lapangan

maupun ketika wawancara dengan informan yang ada.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat peneliti secara tidak langsung atau dapat

dikatakan data dari pihak kedua. Data sekunder ini dapat ditemukan di penelitian
sebelumnya maupun perundang- undangan atau peraturan yang berlaku. Data

sekunder merupakan data yang peneliti kumpulkan dari berbagai sumber

yang sudah ada. Data sekunder dapat berupa laporan Biro Pusat Statistik,

RPJMD, LPPD, buku, laporan, jurnal dan lain-lain.

3.2 Informan

Informan merupakan seseorang yang dianggap memiliki informasi atau

data berkaitan objek yang akan diteliti. Penelitian kualitatif informan

diharapkan dapat membukakan pintu kepada peneliti untuk mengenal objek

yang diteliti. Menurut Harahap (2020:58) “informan kunci ditentukan

berdasarkan keterlibatan pemangku kepentingan dalam situasi sosial yang

menjadi fokus penelitian.” Penelitian kualitatif, banyaknya informan tidak

mempengaruhi kualitas data yang didapatkan jika informannya tidak

berkualitas dan tidak dapat dipercaya.

Harahap dalam A.Nur Chofifah (2021) purposive sampling merupakan

“sumber informasi yang ditentukan terlebih dahulu yang dilandasi tujuan dan

pertimbangan tertentu” dan penggunaan snowball sampling merupakan

teknik pengambilan sampel informan yang awalnya sedikit akan berkembang

menjadi banyak menurut Sugiyono (2015:85).

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan tools dalam penelitian atau sarana yang

berfungsi sebagai sarana untuk menghimpun data dengan tujuan untuk memudahkan

pekerjaan dan mengharapkan data yang didapatkan lebih komprehensif dan sistematis
mudah untuk diolah. Penelitian yang menggunakan metode kualitatif peneliti

berperan menjadi instrumen penelitian. Instrumen penelitian berfungsi untuk

menentukan fokus, menetapkan informan sebagai sumber data, mengumpulkan data,

memperhitungan kualitas data, menelaah dan menyajikan kesimpulan yang

ditemukan dilapangan.

Nasution dalam Hardani et. al. (2020:118) dalam A.Nur Chofifah (2021)

menegaskan bahwa “menempatkan peneliti sebagai instrumen penelitian merupakan

opsi terbaik. Alasannya adalah dalam penelitian kualitatif ini segalanya belum pasti

dan masih perlu dikembangkan selama penelitian baik itu masalah, fokus, prosedur

penelitian, bahkan capaian yang diharapkan.” Aspek tersebut tidak dapat disimpulkan

dengan jelas dan pasti sebelumnya. Dalam keadaan ketidakpastian tersebut, tidak ada

hal lain peneliti sendirilah yang menjadi tools yang dapat mencapai tujuan tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas, bisa disimpulkan bahwa pada penelitian kualitatif,

peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam penelitian. Hal ini dibangun

berdasarkan keterlibatan peneliti dengan melakukan sendiri perencanaan,

pengumpulan hingga menganalisis data dan pelaporan hasil penelitian. Sehingga

kemampuan peneliti menentukan keberhasilan penelitian yang dilakukan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data perlu dipantau agar validitas dan reliabilitasnya dapat

terjaga. Menurut Sugiyono (2013:225) bahwa “Teknik pengumpulan data

terdiri dari observasi, wawancara dan dokumentasi”.

1. Observasi
Observasi menurut Young dan Schmidt pada tahun 1973 dalam bukunya

Harbani Pasolong “Metode Penelitian Administrasi” (2004) adalah sebagai

pengamatan secara sistematis yang berkenaan dengan perhatian terhadap

fenomena-fenomena yang terlihat. Perhatian yang dimaksud yaitu kepada

unit kegiatan yang besar dan lus pada fenomena khusus yang diamati terjadi.

Sedangkan menurut Kurt Lewin observasi mencakup perilaku sosial biasanya

bernilai kecil jika tidak mencakup suatu gambaran yang cukup memadai

tentang sifat dari kondisi sosial atau unit kegiatan yang lebih besar di dalam

kegiatan sosial khusus yang terjadi. Sukmadinata (2005) dalam Hardani et. al

menjelaskan observasi atau pengamatan adalah suatu metode atau teknik

untuk mengumpulkan data dengan mengawasi kegiatan yang sedang terjadi

pada lokus penelitian. (2020:124). Marshall dalam Sugiyono (2013:226)

menyatakan bahwa “through observation, the research learn about behavior

and the meaning attached to those behavior”. Artinya bahwa pada teknik

observasi peneliti mempelajari bagaimana perilaku dan makna sikap dari

objek yang diobservasi. Penelitian ini observasi yang digunakan yaitu

observasi partisipatif yaitu pengumpulan data dengan mengamati objek

interaksi langsung. Artinya dengan observasi partisipatif ini peneliti turut

langsung berpartisipasi dengan melakukan pengamatan dan mendengarkan

sehingga mengetahui kondisi internal dalam Implementasi Peraturan Daerah

Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Makassar

2. Wawancara
Wawancara adalah metode yang bisa digunakan dalam pengumpulan

data penelitian. Sederhananya dapat dijelaskan bahwa wawancara

(interview) merupakan rangkaian proses interaksi antara pewawancara

dengan yang diwawancarai melalui dialog langsung (Yusuf 2014:152). Tetapi

dapat juga dikatakan bahwa wawancara adalah face to face dialogue antara

pewawancara dan informan dengan cara bertanya langsung tentang fokus

yang menjadi objek penelitian dan telah dirancang sebelumnya.

Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan

secara tatap muka antara peneliti dan informan sehingga peneliti dapat

menggali informasi lebih mendalam tentang apa yang ingin ditelitinya. Seperti

halnya di penelitian ini, peneliti bermaksud untuk menggali informasi kepada

informan tentang bagaimana implementasi Peraturan Daerah Tentang

Kawasan Tanpa Rokok di Kota Makassar. Wawancara digunakan untuk

mendapatkan informasi yang tidak bisa didapatkan dengan observasi.

Sehingga peneliti memberikan pertanyaan langsung kepada informan.

Pertanyaan digunakan untuk mengetahui pemahaman, pemikiran, dan opini

seseorang tentang peristiwa, gejala, fakta dan realita yang terjadi dilapangan.

Saat melakukan wawancara peneliti menyiapkan pedoman wawancara

Pedoman wawancara dipakai sebagai pengingat tentang indikator- indikator

yang digunakan pada penelitian. Pedoman wawancara dapat menjadi daftar

checklist. Sesuai dengan Poerwandari (2011:25) “peneliti harus memikirkan

bagaimana mendeskripsikan secara spesifik pertanyaan dalam kalimat tanya


sedangkan pertanyaan disesuaikan dengan kondisi nyata saat

berlangsungnya wawancara.” Esterberg dalam Sugiyono (2013: 233-234)

mengemukakan jenis wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semi

terstruktur, dan tidak terstruktur.

1. Wawancara terstruktur

Jenis wawancara ini dipilih jika peneliti telah memahami dengan tepat

informasi apa yang akan dikumpulkan.

2. Wawancara Semi Terstruktur

Wawancara semi terstruktur merupakan wawancara pada

penerapannya lebih bebas dari wawancara terstruktur.

3. Wawancara Tidak Terstruktur

Wawancara tidak terstruktur merupakan jenis wawancara bebas yang

tidak memiliki pedoman wawancara sistematis dan komprehensif dalam

pengumpulan datanya.

Peneliti menggunakan metode wawancara semi terstruktur, dimaksudkan

dengan metode ini telah memiliki pedoman wawancara sebagai acuan dalam

mengajukan pertanyaan kepada informan. Namun, peneliti memungkinkan

munculnya pertanyaan baru sesuai dengan jawaban yang diberikan informan.

Pedoman wawancara dibuat dengan tujuan peneliti fokus pada tujuan

penelitian yang dilakukan. Penyusunan pedoman wawancara didasarkan

pada teori yang digunakan serta tujuan penelitian yang telah ditentukan.
4. Dokumentasi

Hardani et.al (2020:150) dalam A.Nur Chofifah (2021) “Dokumentasi

merupakan metode pengumpulan data dengan cara mencari data/dokumen yang telah

ada. Apabila dibandingkan dengan metode lainnya, dokumentasi merupakan metode

pengumpulan data yang lebih sederhana.” Dokumentasi bisa berbentuk arsip-arsip,

laporan tertulis maupun daftar inventaris yang diperoleh terkait dengan informasi

yang peneliti butuhkan.

Peneliti bermaksud mengumpulkan dokumen- dokumen tentang

implementasi Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota

Makassar sehingga lebih menguatkan data yang ada.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah dengan pengamatan langsung,

telaah dokumen dan wawancara yang dilakukan. Observasi atau

pengamatan langsung ini digunakan untuk menganalisis secara langsung

pengimplementasian kebijakan pengelolaan sampah rumah tangga di

lapangan secara langsung. Telaah dokumen dimaksudkan mencari data dan

informasi mengenai penelitian melalui dokumen yang ada, sedangkan

wawancara bertujuan menggali lebih dalam lagi tentang implementasi

kebijakan ini melalui pihak pemerintah dan masyarakat Kota Makassar.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif.


Model analisis yang digunakan oleh (Milles dan Huberman, 1992)

mengemukakan bahwa aktivitas analisis data dilakukan secara interaktif dan

terus menerus hingga tuntas dan datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data

yaitu meliputi tiga hal (a) reduksi data (data reduction), (b) penyajian data

(data display), (c) penarikan kesimpulan(conclusion drawing).

1. Reduksi Kata

Mereduksi data yaitu memilih, memfokuskan hal-hal yang penting,

mencari tema dan pola dan menghilangkan yang tidak diperlukan. Reduksi

data dapat dilakukan dengan abstraksi. Abstraksi adalah upaya untuk

membuat rangkuman prosedur dan pernyataan yang paling penting sehingga

dapat dipertahankan dalam data penelitian. Tahap ini peneliti terus

melakukan prosedur reduksi data ini sambil melakukan penelitian untuk

mengembangkan catatan inti dari data yang diterima melalui temuan data .

Reduksi data juga merupakan proses menyeleksi, memfokuskan,

menyederhanakan data mulai dari awal penelitian sampai tahap penyusunan

laporan si peneliti. Reduksi data ini akan berlangsung secara terus-menerus selama

penelitian kualitatif ini berlangsung. Reduksi data dilakukan dengan cara pemilihan,

pemusatan dan kemudian menyederhanakan data kasar yang didapat ketika

observasi di lapangan, wawancara dengan informan dan melalui telaah dokumen. Hal

ini dilakukan dengan tujuan agar peneliti mendapatkan informasi dan data yang jelas

yang nantinya dapat di pertanggungjawabkan.


2. Penyajian Data

Penyajian data bertujuan untuk memahami apa yang telah terjadi sebelumnya dan

merencanakan apa yang akan dilakukan selanjutnya berdasarkan dari apa yang

dipahami tadi. Penyajian data ini disusun dalam bentuk naratif dari informasi serta

data-data yang telah didapatkan sebelumnya dari hasil reduksi, sehingga nantinya

memungkinkan untuk menarik kesimpulan serta mengambil tindakan. Data yang

sudah terorganisir kemudian dideskripsikan guna memperoleh data nyata dari

informan, sehingga lebih mudah dimengerti oleh peneliti sendiri dan orang lain.

3. Penarikan Kesimpulan

Proses analisis data diakhiri dengan tahap penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Peneliti mengungkapkan kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan. Tahapan

ini digunakan untuk membantu peneliti menguraikan pentingnya data yang telah

dikumpulkan dengan mencari keterkaitan, persamaan, dan perbedaan. Kesesuaian

pernyataan subjek penelitian dengan makna yang terkandung dalam konsep dasar

penelitian dapat digunakan untuk menarik kesimpulan. Proses-proses di atas,

biasanya tidak terjadi secara bersamaan khususnya tahap reduksi data dan penyajian

data. Namun, terkadang diperlukan untuk menyederhanakan data lagi setelah

menyajikannya sebelum membuat kesimpulan.

Penarikan kesimpulan yakni memberikan kesimpulan tentang implementasi

Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Makassar dari

penyajian data yang dilakukan sebelumnya. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari
makna-makna yang ada dan memberikan penjelasan. Jika peneliti merasa

kesimpulan yang ada belum kuat, maka sebaiknya kembali mengambil data di

lapangan.

3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan suatu tempat yang akan diteliti dalam mencari

dan mengumpulkan data yang akan digunakan dalam penelitian. Penelitian ini

dilakukan di Kota Makassar. Adapun Alasan pemilihan lokasi penelitian ini yaitu

pelaksanaan penelitian pada lokasi tersebut merupakan daerah yang bertempat di

pusat Kota Makassar. Lokasi tersebut memenuhi kriteria syarat permasalahan

penelitian dan lokasi tersebut merupakan garda terdepan dalam Kawasan Tanpa

Rokok.

B. Jadwal Penelitian

Pelaksanaan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi ini, dilakukan sesuai

dengan kalender akademik yang dikeluarkan oleh lembaga Institut Pemerintahan

Dalam Negeri (IPDN) yang dapat dilihat pada table 3.3berikut:


Tabel 3.3
Tahun 2022 Tahun 2023
No
Kegiatan Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
.
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Pengajuan
Judul dan
Penyusunan
Skripsi
2. Seminar Skripsi

3. Perbaikan
Skripsi
4. Pelaksanaan
Penelitian dan
pengumpulan
data
5. Penyusunan
Skripsi
6. Ujian
Komprehensif
Skripsi
7. Perbaikan dan
pengumpulan
skripsi
Jadwal Magang Riset Terapan Penelitian Pemerintah dan Penyusunan Skripsi Akhir Tahun Akademik
2022/2023
Sumber : Diolah Berdasarkan Kalender Akademik Institut Pemerintahan Dalam Negeri tahun ajaran 2022/2023

43
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif ( Jakarta: Prenada Media Group, 2007)

Edward GC. Implementing Public Policy, Congressional. Washinton: Quarterly Press; 1980.

Hamidi. Metode Penelitian Kualitatif. Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal Dan Laporan Penelitian (Malang.

Penerbit UMM Press. 2005)

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman teknis pengembangan Kawasan Tanpa Rokok Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI. 2011

Panjaitan, E. P. D. Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang

Kawasan Tanpa Rokok pada Sekolah di Kota Medan. Skripsi sarjana. Fakultas Kesehatan

Masyarakat (Universitas Sumatra Utara, Medan. 2015)

Subarsono, A. G. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi. Yokyakarta: Penerbit Pustaka

Pelajar. 2006

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Alfabeta:Bandung & RND. 2010.

44
Suriyanti, A. I. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Terminal Regional Daya Kota

Makassar. Skripsi Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Muslim Indonesia. Makassar.

2016

WHO. Frame Work Convention on Tobacco Control. 2005

Winarno, B. Kebijakan Publik dan Teori. Yogyakarta: Penerbit Media Presindo. 2002.

B. Perundang-Undangan

Peraturan Daerah Kota Makassar No. 4 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok

Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif

Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003 perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2000

tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 2011 tentang Pedoman

Kawasan Tanpa Rokok

C. Jurnal

45
Ratih, F. K. & Hidayat, B. 2015. Eadiness Of Policy Implementation Of Indonesian Health Workers In Facing

The Services Liberalization Within The Framework Of ASEAN Framework Agreement On Services

(Review on mode 4 AFAS: Movement of natural persons). . Journal of Indonesian Health Policy and

Administration, 1 (1), hal.25.

D. Website

SINDONEWS.com, Implementasi Perda Kawasan Tanpa Rokok di Makassar Disebut Belum Optimal,

https://makassar.sindonews.co. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2022, pukul 23.25 WIB

DINAS KESEHATAN, 4 Bahaya Merokok Bagi Kesehatan Tubuh, https://dinkes.cimahikota.go.id Diakses

pada tanggal 27 Oktober 2022, pukul 21.37 WIB

46

Anda mungkin juga menyukai