Anda di halaman 1dari 17

Hubungan Kegiatan Perencanaan Pembanguan dengan Penyelesaian Masalah

Kriminalitas

Masalah sosial merupakan suatu permasalahan yang timbul di lingkungan masyarakat


dengan pengaruh internal eksternal yang dapat mempengaruhi aspek-aspek lainnya pada
kehidupan masyarakat. Menurut Soerjono (2002), gejala-gejala sosial di dalam masyarakat
yang tidak dikehendaki dan diinginkan oleh masyarakat dapat disebut masalah sosial, hal ini
merupakan gejala yang abnormal atau gejala-gejala patologis. Sedangkan Lesile (1974)
menyatakan bahwa masalah sosial sebagai suatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan sebagian besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak
disukai dan yang karenanya dirasakan perlunya diatasi atau diperbaiki.
Masalah sosial menyebabkan suatu golongan masyarakat atau manusia menjauh dari
kesejahteraan. Umunya, masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Masalah
tersebut menyangkut persoalan immoral yang berlawanan dengan hukum dan sifatnya
merusak. Namun, kenyataan dilapangan memiliki berbagai parameter terhadap masalah sosial,
masalah sosial relatif tidak dapat dirasakan oleh setiap masyarakat secara sama. Suatu kondisi
yang dianggap sebagai masalah sosial oleh masyarakat tertentu, belum tentu dirasakan oleh
sejumlah masyarakat atau bahkan dirasakan menguntungkan. Analisis masalah sosial pada
penelitian ini dilakukan di Kelurahan Muktiharjo Kidul, Kecamatan Pedurungan, Semarang.
Masalah sosial terindikasi ada di Kelurahan Muktiharjo Kidul, Kecamatan Pedurungan
Semarang adalah adanya tindakan kriminal atau kriminalitas. Pada dasarnya kriminalitas
merupakan hal yang sering terjadi di masyarakat dan berupa kejahatan yang merugikan orang
lain. Kriminalitas merupakan perbuaatan atau tingkah laku yang selain merugikan penderita
atau korban juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan
ketentraman dan ketertiban (Soedjono R, 1975). Sedangkan, Menurut Saleh, R. (1983),
kejahatan secara yudiris formal, kerjahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan
dengan moral kemanusiaan (immoral), merupakan masyarakat asocial sifatnya dan melanggar
hukum serta undang-undang pidana.
Kejahatan di masyarakat bermacam-macam terganung apda sasaran, tujuan, dan
kehendak pelaku. Menurut Muladi dan Nawawi, B. (1995), jenis kegiatan Menurut sasaran
kejahatannya yaitu : kejahatan terhadap badan (pembunuhan, perkosaan, penganiayaan),
kejahatan terhadap harta benda (perampokan, pencurian, penitpuan), kejahatan terhadap
ketertiban umum (pemabukan, perjudian), dan kejahtan terhadap keamanan negara. Hal
tersebut menunjukkan banyaknya macam kejahatan yang dapat terjadi di masyarakat setempat.
Kejahatan tersebut dapat dilakukan karena adanya pengaruh dari faktor luar dan faktor dalam
diri.
Menurut Bidianto (1999), salah satu penyebab tingginya tingkah kejahatan di Indonesia
adalah tingginya angka pengangguran, maka kejahatan akan semakin bertambah jika masalah
pengangguran tidak segera diatasi. Hal tersebut menyatakan adanya hubungan antara faktor
perekonomian terhadap tingkat kejahatan. Pengangguran cenderung memiliki penghasilan
yang rendah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, hal ini dapat mendorong
terjadinya tindak kriminalitas dengan tujuan mencukupi kebutuhan tersebut. Diketahui bahwa,
masalah kriminalitas akibat pengangguran memiliki keterkaitan terhadap pendidikan, dengan
kurangnya pendidikan masyarakat maka peluang pekerjaan cenderung semakin sedikit karena
banyaknya persaingan yang kompetitif. Selain bidang pendidikan, adanya bencana alam,
urbanisasi, industrialisasi, dan kondisi lingkungan memudahkan masyarkat untuk melakukan
kejahatan.
Berdasarkan hal tersebut, diketahui terhadap keterkaitan antara pendidikan, urbanisasi,
industrialisasi dsb terhadap angka kriminalitas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan
pemerintah dan pemerataan pembangunan juga berperan penting dalam mengatasi kemiskinan.
Jika angka kemiskinan dapat dikurangi, maka diharapkan angka kriminalitas juga akan
berkurang. Hubungan antara kebijakan dan pemerataan pembangunan terhadap masalah sosial
merupakan salah satu tugas seorang perencana dalam membangun kesejahteraan masyarakat
melalui arahan pembangunan maupun kebijakan yang diambil.
Permasalahan sosial merupakan sebuah gejala atau fenomena yang muncul dalam
realitas kehidupan bermasyarakat. Pada tingkat Makro, masalah sosial merupakan masalah
yang sangat sering dijumpai disetiap wilayah Indonesia. Masalah sosial yang sering dijumpai
di Indonesia adalah masalah kriminalitas. Kriminalitas disebabkan karena rendahnya
pendidikan para pelaku kriminal dan lingkungan pergaulan yang tidak mengarahkan kepada
pergaulan yang baik.
Pada tingkat mikro, permasalahan sosial dalam hal kriminalitas yang terjadi di
Semarang khususnya Kelurahan Muktiharjo Kidul yang dilakukan oleh masyarakat berkaitan
dengan penyebab kriminalitas. Masyarakat pelaku kriminal Kelurahan Muktiharjo Kidul
melakukan tindakan kriminal disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak ramah.
Lingkungan yang tidak ramah juga menjadi pemicu masyarakat lain untuk ikut melakukan
tindakan kriminal. Selain lingkungan yang tidak baik, rendahnya tingkat pendidikan dan
pemahaman akan norma-norma dalam masyarakat juga menjadi penyebab terjadinya kegiatan
kriminalitas di Kelurahan Muktiharjo Kidul.
Berbagai tindakan kriminal seperti pencurian, begal, kekerasan, dan ketimpangan sosial
dilakukan para pelaku kriminal di Kelurahan Muktiharjo Kidul. Tindakan kriminal ini
bersumber dari ajakan lingkungan yang mengajarkan bahwa tindakan kriminal tersebut bukan
merupakan tindakan yang salah. Dalam segi pendidikan, banyak para pelaku kriminal yang
sudah terbiasa melakukan tindakan kriminal pada umur sekolah (6 tahun-18 tahun) memilih
berhenti untuk melanjutkan pendidikan. Hal ini juga menjadi pemicu maraknya terjadi
tindakan kriminalitas pada kawasan Muktiharjo Kidul. Selain lingkungan dan tingkat
pendidikan, masalah ekonomi juga menjadi pemicu para pelaku kriminal untuk melakukan
tindakan kriminal demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Dampak dari maraknya tindakan kriminalitas adalah tercerminya sebuah kota memiliki
masalah kenyamanan, keamanan dan masalah lingkungan akibat perencanaan dan
pembangunan yang kurang memperhatikan dampak yang timbul dari sebuah perencanaan dan
pembangunan itu sendiri. Mereka melakukan tindakan kriminal karena kondisi ekonomi yang
sangat kurang dan kurangnya lapangan pekerjaan sehingga memaksa mereka melakukan
tindakan kriminal untuk mencari uang dan Mencukupi kebutuhan sehari-hari. Masalah sosial
dan masalah lingkungan yang terjadi adalah mereka harus melakukan tindakan kriminal yang
tidak seharusnya dilakukan. Harusnya para pelaku kriminal mendapatkan penanganan yang
tegas dari pemerintah dan pihak berwajib agar tingkat kriminalitas menurun dan masyarakat
mendapat pekerjaan yang layak untuk menekan angka kriminalitas yang terjadi.
Berdasarkan data BPS, 2017 yang dimuat dalam Kecamatan Pedurungan dalam angka
2017 disebutkan bahwa Kelurahan Muktihajo Kidul memiliki subsector unggulan berupa
perikanan dan komoditas unggulannya adalah ikan nila. Hal ini dibuktikan dengan adanya
keberadaan polder. Polder merupakan tempat penampungan air semantara. Menurut keterangan
warga yang tinggal di sekitar polder menuturkan bahwa sekitar 5 tahun yang lalu polder
tersebut merupakan tambak. Tambak tersebut menjadi sumber perekonomian dari Muktihajo
Kidul dan sekitarnya. Ikan yang di peroleh dari menjaring di polder beupa ikan nila, ikan gabus,
ikan bandeng dan sebagainya. Terdapat sungai kecil sebagai sarana mengaliran air dari polder
ke rumah masyarakat untuk berternak ikan nila . Masyarakat di sebagian Kelurahan Muktiharjo
Kidul memanfaatkan lahan kosong yang
berada di sekitar rumahnya untuk di
jadikan kolam peternakan ikan nila.

Sumber : Dokumentasi Kelompok Sistem Sosial 1C, 2011


Gambar 3. 1 Polder di Kelurahan Muktiharjo Kidul

Sumber : Dokumentasi Kelompok Sistem Sosial 1C, 2011


Gambar 3. 2 Masyarakat yang Sedang Memperbaiki Jaring
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Rohayah warga di RT 06 menuturkan bahwa
didaerah tersebut merupakan daerah yang rawan kejahatan. Pernah terjadi pencurian rumah
warga. Pencuri tersebut mengabil uang dan barang berharga milik salah seorang warga di RT
06 tersebut. Tindakan kriminalitas lainnya yang terjadi di Kelurahan Muktiharjo mabuk-
mabukan dan begal. Mabuk-mabukan terjadi di kawasan sekitar polder, sedangkan begal terjadi
di Jalan Gajah Birowo, depan Razor.

Kelurahan Mukhtiharjo Kidul,


merupakan bagian dari Kecamatan
Pedurungan yang memiliki luas
sebesar 2,44 km2. Kondisi Kelurahan
Mukhtiharjo Kidul pada tahun 2003
hingga tahun 2017 terjadi peningkatan
penduduk. Pertumbuhan
penduduk yang meningkat sebanding
dengan meningkatanya kebutuhan lahan di
Kelurahan Muktiharjo Kidul. Luas Lahan
yang tetap membuat wilayah Kelurahan
Muktiharjo Kidul semakin padat
penduduknya.
Sumber : Analisis Kelompok Sistem Sosial 1C, 2011
Gambar 4. 1 Peta Perkembangan Permukiman Kelurahan Muktiharjo Kidul Tahun 2003 – 2017

Pada tahun 2003 Kelurahan Muktiharjo Kidul memilik penduduk sebanyak 23.876 jiwa
dengan kepadatan penduduk 9.785 jiwa/km2. Tahun 2010 jumlah penduduknya sebanyak 32.182
jiwa dengan kepadatan 16.468 jiwa/km2. Sedangkan pada tahun 2017 jumlah penduduk
Kelurahan Muktihajo Kidul sebanyak 34.470 dan kepadatan penduduknya 16.879. (BPS,
Kecamatan Pedurungan dalam Angka, 2017)
Kepadatan penduduk yang tinggi dan letak yang berada di dekat dengan jalur rel kereta
api menimbukan yang permasalahan social. Permasalahan sosial adalah permasalahan yang
dirasakan baik secara langsung atau tidak langsung berdampak pada publik. Permasalahan sosial
dapat dijumpai di berbagai tempat tergantung dari sudut pandang orang yang melihatnya.
Perkembangan permukiman yang tejadi di Kelurahan Muktiharjo Kidul terjadi di sepanjang rel
dan sekitar polder. Hal ini di karenakan lahanya lebih murah dan bukan merupakan lahan
kosong. Sehingga masyarakat memilih membangun rumah di lokasi tersebut.
Permukiman yang tumbuh secara alami menimbukan ketidakteraturan, sehingga
menimbulkan masalah estetika. Permasalahan yang ada di Kelurahan Muktiharjo Kidul yaitu
masalah estetika. Masalah estetika ini menyangkut sampah yang dibuang sembarangan baik di
pinggir rel kereta api maupun di sekitar permukiman. Sampah yang dibuang sembarangan ini
disebabkan karena pengadaan tong sampah yang minim di Kelurahan Muktiharjo Kidul.
Masyarakat cenderung membuang sampah sembarangan dan membakarnya. Keadaan
permasalahan estetika ini diperparah dengan adanya air rob yang mengalir ke sungai, sehingga
kapasitas air di sungai meluap ke daerah pinggiran rel dan ke permukiman penduduk disekitar
pinggiran rel.
Selain itu, intensitas air hujan yang tinggi ketika musim hujan juga menambah volume air
sungai yang letaknya dekat dengan permukiman penduduk. Air dari sungai tersebut masuk ke
saluran drainase-drainase. Akan tetapi di saluran drainase juga ditemukan sampah-sampah,
sehingga air tidak bisa mengalir dan meluap ke permukiman warga. Masalah estetika yang
lainnya adalah permukiman yang dibangun disekitar pinggiran rel kereta api banyak yang tidak
memiliki hak milik. Keadaan permukiman tersebut cenderung tak tertata, dan ukuran
permukiman lebih kecil. Selain masalah estetika juga terdapat kriminalitas. Latar belakang yang
mendasari orang bertindak kriminal karena terpaksa untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga.
Tingkat pendidikan dan perekonomian keluarga disana terbilang sangat minim. Masyarakat
disana mayoritas berkerja sebagai buruh pabrik dan kuli bangunan, namun juga mempunyai
perkerjaan sambilan sebagai nelayan. Kelurahan Muktiharjo Kidul juga menghadapi masalah
keamanan lain yaitu tidak adanya palang rel kereta api yang menghubungkan jalan Kelurahan
Muktiharjo Kidul dengan Kelurahan Muktiharjo Lor. Masyarakat hanya mengandalkan bunyi
kereta api dari kejauhan dan melihat lampu sorot kereta api apabila kereta akan melintasi.
Pada kasus ini terdapat bentuk interaksi sosial disosiatif yaitu interaksi sosial yang
memiliki sifat kecenderungan menjadi negatif. Interaksi sosial disosiatif dilakukan sebagai
pertentangan akan penetingan dan tujuan individu lain atau kelompok.
a. Pencurian
Pencurian pencurian adalah orang yang mengambil milik orang lain secara sembunyi-
sembunyi atau diam-diam dengan jalan yang tidak sah (Poerwardarminta, 1984:217). Melalui
pengertian tersebut pencurian dapat dikatakan tidak memiliki interaksi sosial karena syarat
terjadinya interaksi sosial diantaranya terjadinya suatu kontak baik secara langsung maupun
tidak langsung dan terjadinya proses komunikasi antara dua pihak atau lebih. Pada kasus
pencurian, pelaku akan beraksi secara sembunyi-sembunyi agar tidak terjadi kontak secara
apapun dengan korban. Sehingga tidak terjadi kontak maupun proses komunikasi antara
pelaku dan korban kecuali pelaku tertangkap. Maka pada kasus pencurian tidak memiliki
bentuk interaksi sosial yang tercipta di dalamnya.

b. Pencandu alkohol
Alkohol memiliki pengaruh yang kuat dalam mengendalikan tubuh serta tingkat
kerasionalan. Maka tidak dianjurkan untuk meminum alcohol secara berlebihan. Oleh sebab
itu, pecandu alcohol akan cenderung bersifat agresif dan berbahaya dikarenakan oleh
hilangnya kesadaran atas pengendalian tubuh tersebut. Pecandu alcohol akan pula
berkecenderungan melakukan tindak kriminalitas. Pada kasus ini, di Kelurahan Muktiharjo
Kidul masih terdapat permasalahan pecandu alcohol yang suka berkeliaran di jalan daerah
sekitar kelurahan dan tidak jarang menggaggu kenyamanan warga sekitar baik secara fisik
maupun tidak. Hal tersebut tentu membuat warga sekita sadar serta kahwatir akan adanya
para pecandu alcohol tersebut akan merugikan masyarakat.
Pada kasus berkeliarannya pecandu alcohol di Kelurahan Muktiharjo Kidul terdapat
bentuk interaksi sosial disasosiatif yaitu kontraversi. Kontraversi ini merupakan bentuk
ketidaksenangan atau ketidakpuasan terhadap sesuatu yang dilakukan pihak lain, baik
ditunjukkan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Interaksi sosial diasosiatif
dengan bentuk kontraversi ini dapat tercipta di Kelurahan Muktiharjo Kidul dikarenakan
adanya sikap ketidaksenangan warga sekitar terhadap pihak pecandu alkohol yang ada di
kelurahan Muktiharjo Kidul. Ketidaksenangan ini lebih banyak ditunjukkan secara
sembunyi-sembunyi karena masyarakat takut akan hal yang terjadi selanjutnya jika
ketidaksenangan ini dilakukan secara terang-terangan. Namun, jika sudah sangat meresahkan
warga sebaiknya masyarakat mau untuk menunjukkan rasa ketidaksenangan secara terang-
terangan melalui beberapa cara secara positif. Cara tersebut yaitu dapat dilakukan dengan
penyuluhan tentang bahaya candu alcohol serta rehabilitasi bagi pecandu alcohol. Sehingga
diharapkan tidak ada lagi warga yang merasa khawatir dan terciptanya rasa aman di
kelurahan Muktiharjo Kidul.

c. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)


Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang PKDRT No.23 Tahun 2004
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaraan rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hokum dalam lingkup rumah tangga. Dalam hal ini, KDRT
tentu memiliki interaksi diasosiatif didalamnya. KDRT dapat memiliki tiga bentuk interaksis
sosial diasossiatif yaitu diantaranya persaingan, pertentangan, dan kontraversi. KDRT
tentunya dapat tercipta dari adanya bentuk pertentangan. Dimana pertentangan itu sendiri
merupakan merupakan proses sosial dimana individu atau kelompok menentang pihak lain
karena adanya perbedaan tujuan dan kepentingan, baik dilakukan secara sadar atau tidak.
Sehingga pertentangan menimbulkan gap atau jurang pemisah antara masing-masing pihak
yang bertikai atau bertentangan bahkan hingga terjadi kekerasan. Dari kasus KDRT tersebut
juga dapat menciptakan bentuk interaksi sosial diasossiatif persaingan. Karena persaingan
dapat menjadi sebab atau menciptakan kesempatan bagi sepasang suami istri untuk
melakukan persaingan secara negatif untuk menunjukkan siapa yang lebih mampu untuk
bertahan dan mendapatkan keuntungan secara lebih sebagai individu. Kemudian dalam
KDRT juga dapat memiliki bentuk kontraversi yaitu bentuk ketidaksenangan atau
ketidakpuasan terhadap sesuatu yang dilakukan pihak lain, baik ditunjukkan secara terang-
terangan maupun sembunyi-sembunyi. Kontraversi merupakan bentuk interaksi sosial
disasosiatif yang terjadi antara persaingan dan pertentangan. Dalam kasus KDRT bentuk
kontraversi ditunjukkan secara terang-terangan yaitu melalui tindak kekerasan.

Sumber : Analisis Kelompok Sistem Sosial 1C, 2017


Gambar 4. 2 Peta Permasalahan di Kelurahan Muktiharjo Kidul

Muktiharjo Kidul adalah salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Pedurungan,
Kota Semarang. Lokasi Kelurahan Muktiharjo Kidul dekat dengan rel kereta api alastua dan
dekat dengan pelabuhan. Kondisi itu dapat berdampak positif maupun berdampak negatif baik
untuk warga sekitar kelurahan Muktiharjo Kidul maupun warga diluar kelurahan tersebut.
Terdapat juga permasalahan sosial didalam kelurahan Muktiharjo Kidul. Permasalahan sosial
merupakan permasalahan yang dirasakan baik secara langsung atau tidak langsung berdampak
pada publik. Permasalahan sosial dapat dijumpai di berbagai tempat tergantung dari sudut
pandang orang yang melihatnya.
Berdasarkan observasi langsung yang telah dilakukan oleh Kelompok Sistem Sosial 1C,
salah satu beberapa masalah yang muncul di Kelurahan Muktiharjo Kidul adalah Kriminalitas.
Kriminalitas yang terjadi contohnya kasus pembegalan, pencurian, KDRT, dan mabuk-mabukan.
Permaslahan kriminalitas termasuk dalam permasalahan sosial karena keberadaanya yang
melibatkan peran dari berbagai pihak. Setidaknya ada dua realitas yang berbeda yaitu
mainstream group dan affected group. Mainstream group merupakan masyarakat pada umumnya
yang menjalani kehidupan sebagaimana layaknya. Sementara affected group dalam permasalahan
ini merupakan kaum kurang berpendidikan dan tingkat perekonomian yang dalam strata
kehidupan sosial berada di kelas terbawah dari lapisan masyarakat. Kelompok affected ini timbul
karena adanya permasalahan lain yang berkaitan dengan masalah perencanaan dan pembangunan
yang merupakan akar dari adanya permasalahan kriminalitas.
Berdasarkan uraian diatas, kriminalitas yang terjadi di daerah Karangsari termasuk
realitas affected group, yaitu dikarenakan kurangnya pendidikan dan perekonomian. Kriminalitas
merupakan masalah yang telah ada sejak lama dan merupakan akibat dari perbuatan atau aktfitas
manusia. Terdapat penyebab atau akar permasalahan dan juga proses genesa atau proses
terjadinya. Beberapa masyarakat di Kelurahan Muktiharjo Kidul menganggap bahwa warganya
yang pemabuk dan pengangguran adalah pembuat masalah dari adanya masalah kriminalitas di
daerah tersebut. Akan tetapi, kriminalitas tersebut tidak hanya disebabkan ancaman dari
warganya bahkan ancaman dari luar.
Latar belakang yang mendasari orang bertindak kriminal karena terpaksa untuk
mengatasi masalah ekonomi keluarga. Tingkat pendidikan dan perekonomian keluarga di
Kelurahan Muktiharjo Kidul terbilang sangat minim. Masyarakat disana mayoritas berkerja
sebagai buruh pabrik dan kuli bangunan, namun juga mempunyai perkerjaan sambilan sebagai
nelayan. Banyak usia produktif disana yang memilih berhenti melanjutkan pendidikannya
daripada melanjutkan pendidikan karena alasan perekonomian. Hal tersebut tidak dimanfaatkan
untuk mencari pekerjaan tetapi memilih untuk menjadi pengangguran dan melakukan mabuk-
mabukan. Akan tetapi, tidak dipungkiri bahwa keberadaan kriminalitas tak sepenuhnya
merupakan akibat dari tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah. Faktor lainnya
yang paling utama adalah kurangnya tingkat kesadaran diri untuk berjuang melawan
kemiskinan yang masih kurang.
Sumber : Analisis Kelompok Sistem Sosial 1C, 2017
Gambar 4. 3 Peta Interaksi Sosial Kejahatan di Kelurahan Muktiharjo Kidul

Berdasarkan peta tersebut, tindak kriminalitas atau kejahatan di Kelurahan Muktiharjo


Kidul yaitu adanya interaksi dari RW 12. Hal tersebut yang memberikan ancaman kejahatan
terhadap masyarakat di luar kelurahan bahkan kecamatan lain. Kampung Karangsari Kelurahan
Muktiharjo Kidul ini tidak ada sistem sosial yang bagus, semuanya sangat buruk. Hal yang
seperti itulah yang disebabkan karena tidak adanya interaksi sosial yang baik seperti kerja bakti,
ronda malam dan lain sebagainya. Fakta lainnya berdasarkan masyarakat sekitar adalah kejatan
Razor yang terjadi di RW 17, pelaku yang melakukannya adalah warga RW 12.
Pola kehidupan yang buruk tidak kunjung berakhir di Karangsari justru semakin menjadi
karena kawasannya masih terbilang gelap. Meskipun gelap, kebanyakan masyarakat luar sering
melewati kawasan ini sehingga mengundang tindak kriminalitas. Berbagai langkah atau upaya
telah dilakukan, namun demikian permasalahan kriminalitas ini masih terjadi hingga sekarang.
Beberapa warga yang sudah mengajak untuk merubah pola kehidupan menjadi lebih baik justru
di acuhkan oleh para pelaku.
Masalah lain yang ditemukan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada salah
satu warga di Karangsari, Bu Rohayah, diperoleh informasi bahwa warga sangat resah apabila
pola kehidupan buruk seperti mabuk setiap malamnya tidak segera berakhir. Pemabuk-pemabuk
ini tidak terdiri atas bapak-bapaknya saja tetapi membiarkan para remaja ikut kedalamnya. Hal
ini tentu meresahkan warga karena mabuk-mabukan yang terjadi juga disertai dengan lagu yang
sangat keras hingga pagi. Terkadang, dari pesta mabuk-mabukan yang ada warga juga ikut
memalak atau membegal warga lainnya yang melintasi area mabuk-mabukan.

Pelaku dan Target Tindak Kriminalitas


Tindak kriminalitas di RT 6 Kelurahan Muktiharjo Kidul dipengaruhi oleh factor
eksternal dimana target tindak kriminalitas adalah para pendatang ke dan menuju atau melewai
daerah tersebut. Hal ini diketahui dengan adanya tindakan kriminalitas yang terjadi di RT 8.
Berdasarkan wawancara, didapatkan bahwa adanya beberapa tindak kriminalitas di RT 8 yang
dilakukan oleh warga RT 6. Kasus kriminalitas tersebut didominasi oleh adanya pencurian di RT
8.
Selain itu, kriminalitas yang terjadi adalah adanya pembegalan yang terjadi di daerah
dekat jembatan RT 8. Hal tersebut diketahui berdasarkan wawancara yang telah dilakukan,
warga menyatakan adanya tindak pembegalan yang dilakukan oleh warga RT 6 terhadap
penglaju yang melewati daerah tersebut. Berdasarkan hal ini diketahui bahwa tindak kriminalitas
yang dilakukan oleh warga RT 6 memiliki target berupa masyarakat eksternal terutama RT 8. RT
8 menjadi target karena penduduk yang dinilai memiliki penghasilan yang baik dan adanya
kondisi permukiman kelas menengah atas yang baik.

Intervensi Kebijakan
Implementasi kebijakan ialah tahap yang krusial dalam proses kebijakan. Suatu program
kebijakan harus diimplementasikan agar mendapatkan tujuan atau dampak yang diinginkan.
Implementasi kebijakan merupakan salah satu hal penting yang dapat berpengaruh terhadap
keberhasilan suatu kebijakan dalam memecahkan permasalahan kriminalitas.
Menurut pasal 362 KUHP dimana mengatakan bahwa “Barang siapa mengambil suatu
benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau
denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. Kebijakan dalam mengatur kriminalitas seperti
pembegalan, perampokan, dan lain-lain dapat dilakukan dengan melakukan 3 pendekatan. Tiga
pendekatan untuk pencegahan kriminalitas dapat dilakukan dengan pendekaan secara sosial
(social crime prevention), pendekaan situsional (situational crime prevention), dan pencegahan
kejahatan berdasarkan komunitas/masyarakat (community based crime prevention).
1. Social Crime Prevention
Pendekatan secara sosial ini ialah pendekatan yang berusaha mencegah kejahatan dengan
jalan mengubah pola kehidupan sosial daripada bentuk fisik dari lingkungan. Pencegahan
kejahatan dengan pendekatan ini menuntut intervensi dari pemerintah yang menyusun
kebijakan dan penyedia fasilitas bagi masyarakat dalam upaya mengurangi perilaku
kriminal dengan mengubah kondisi sosial masyarakat, pola perilaku, serta nilai-nilai atau
disiplin-disiplin yang ada di masayarakat. Pendekatan ini lebih menekankan pencegahan
agar penyebab-penyebab permasalahan kejahatan dapat ditumpas. Dalam melakukan
pendekatan ini penyuluhan dilakukan kepada masyarakat umum dan pelaku-pelaku yang
berpotensi untuk melakukan pembuat kebijakan adalah masyarakat umum dan pelaku –
pelaku yang berpotensi melakukan kejahatan.
2. Situational Crime Prevention
Pencegahan ini dilakukan dengan melibatkan manajemen, desain atau manipulasi
keadaan lingkungan sekitar dengan cara yang sistematis. Pendekatan ini pada dasarnya
menekankankan bagaimana caranya mengurani kesempatan bagi pelaku untuk melakukan
kejahatan, terutama pada situasi, tempat, dan waktu tertentu.
3. Community-Based Crime Revention
Pencegahan berupa operasi dalam masyarakat dengan melibatkan masyarakat secara aktif
dalam bekerja sama dengan lembaga lokal pemerintah untuk menangani masalah-
masalah yang berkontibusi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kejahatan,
kenakalan, dan gangguan kepada masyarakat. Pendekatan ni dilakukan dengan
memperbaiki kapasitas dari anggota masyarakat, melakukan pencegahan secara kolektif,
dan memberlakukan control sosial informal.

Kehidupan sosial masyarakat di suatu wilayah tidak bisa terlepas dari masalah sosial itu
sendiri. Masalah tersebut dapat datang dari arah mana saja, baik karena faktor internal yang ada
di dalam lingkungan wilayah tersebut maupun faktor eksternal yang berasal dari luar. Setiap
permasalahan sosial ini dapat membawa dampak, khususnya bagi perencanaan dan
pembangunan suatu wilayah. Fenomena kriminalistas sudah lama melekat pada identitas
kawasan Muktiharjo Kidul. Hal ini dikarenakan banyak faktor, dimana yang paling utama
berkaitan dengan perekonomian keluarga dan kemiskinan. Hal ini juga dapat disangkutpautkan
dengan minimnya kesejahteraan tingkat masyarakat pada daerah itu sendiri, khususnya dalam hal
memperoleh pekerjaan yang layak. Masyrakat tersebut dituntut untuk memenuhi kebutuhan
hidup yang tentunya tinggi dimana hanya mendapatkan pendapatan yang sedikit. Belum lagi
ditambah pula dengan tuntutan dan tekanan yang berasal dari masing – masing masyarakat.
Permasalahan kriminalitas juga merupakan bagian dari permasalahan perencanaan dan
pembangunan hal tersebut diketahui dari beberapa ciri permaslahan pembangunan yaitu adanya
sistem sistem yang rusak, permasalahan yang kompleks, dinamis (waktu dapat berubah-ubah
sesuai dengan waktu), tidak pasti penyelesaian dan solusinya, serta sangat sensitif apabila
dihubungkan dengan isu politik di kawasan tersebut. Hal ini dikaitkan dengan berbagai aspek
yang berkaitan dengan ekonomi, politis, kependudukan, dan sosial budaya. Berbagai masalah
sosial tersebut sebenarnya merupakan dampak dari perencanaan dan pembangunan itu sendiri.
Karena itulah diperlukan suatu kebijakan dan penanganan masalah anak jalanan secara efektif
yang dapat mengatur,serta merubah pola pikir para masyarakat mengenai kriminalitas. Dengan
harapan bahwa setiap subjek yang ada di kawasan Muktiharjo Kidul dapat mengalokasikan
sumber-daya nya dalam berbagai alternatif, untuk penyelesaian masalah sosial yang berkaitan
dengan kriminalitas dan berpengaruh terhadap pengembangan wilayah di sekitar kawasan
Muktiharjo Kidul yang membaik.

Setelah menjelaskan bagaimana permasalahan Kriminalitas yang terjadi di kawasan


Muktiharjo Kidul Kota Semarang baik dari akar permasalahan, dampak, konflik baik dari
penyebab, alur konflik maupun langkah yang telah dilakukan dalam penyelesainnya. Maka,
didapatkan suatu rekomendasi mengenai hal-hal apa saja yang bisa dilakukan oleh setiap
pemangku keputusan untuk menyelesaikan atau mengurangi permasalahan anak jalanan
khususnya yang di kawasan Muktiharjo Kidul Kota Semarang. Adapun rekomendasi tersebut
antara lain :
- Pemerintah harus total dalam membenahi permasalahan kriminalitas terutama
menyelesaikan akar permasalahannya yaitu kemiskinan dan rendahnya tingkat lowongan
pekerjaan.
- Penanganan kriminalitas harus dilakukan dengan pendekatan manusiawi dan bertahap.
- Untuk membenahi kriminalitas hingga ke akarnya tak cukup hanya penyuluhan formal. Para
masyarakat harus diberikan pemahaman agar senantiasa berhati – hati dan waspada.
- Harus adanya lingkungan pendukung baik berupa rukun warga atau hal lain yang relatif
idealistis, karena lingkungan yang buruk sangat mudah untuk membentuk adanya
kriminalitas.
- Adanya pemahaman tentang karakteristik kehidupan mereka, seperti apa kegiatan dan
aspirasi yang mereka miliki, keterkaitan hubungan dengan pihak dan orang orang yang ada
di sekitar lingkungan hidup mereka, agar kita dapat menempatkan mereka secara lebih arif
bijaksana dalam konteks permasalahan kehidupan kota besar.
- Sudah seharusnya pasal 362 KUHP dimana mengatakan bahwa “Barang siapa mengambil
suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5
tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. Ditegakkan dengan tegas.
- Pemerintah harus bisa mengarahkan, mendidik, serta memberi pembelajaran kepada para
kriminal agar mereka dapat kembali ke kehidupan yang baik dan benar.
- Adanya kolaborasi antara bersama LSM, pihak swasta dan organisasi non profit yang peduli
terhap para kriminal dalam upaya pengembalian mental, psikis, moral dan agama dari para
kriminal agar dapat menjadi pribadi yang baik dan menumbuhkan mentalitas kehidupan
mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Arief, Barda Nawawi dan Muladi,1992, Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni
Muladi, 1995, Kapita Selekta Hukum Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Ratnasari, Kartika & Adi, Wiratama. 2015. Analisis Faktor Penyebab Kemiskinan dan
Kriminalitas (Studi Kasus: Kampung Stren Kali Jagir Kota Surabaya). Jurusan
{erencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil. Insitut Teknologi Sepuluh
November: Surabaya.
Saleh, Roeslan, 1983, Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta: Aksara Baru
Saleh, Wantjik, 1983, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta: Ghalia Indonesia

Anda mungkin juga menyukai