TERBATAS
TERBATAS
2
Sanksi yang didukung oleh seluruh anggota DK-PBB itu, kecuali Indonesia
yang memilih bersikap abstain, meliputi pembatasan bepergian dan larangan bagi
pejabat lain Iran, perluasan pembekuan aset, larangan barang yang lebih dari satu
manfaat, kredit ekspor, pemantauan keuangan, pemeriksaan barang atas pesawat
dan kapal. Lebih lanjut dijelaskan resolusi itu sama sekali tidak mengatur soal
pembatasan kunjungan suatu negara ke Iran, dan kunjungan Presiden Yudhoyono ke
Iran adalah hak Indonesia sebagai negara berdaulat guna menjaga hubungan dengan
Iran. Sehingga, tidak tertutup kemungkinan Presiden Yudhoyono akan
membicarakan resolusi sanksi yang baru disahkan DK PBB itu dengan Presiden Iran,
Mahmud Ahmadinejad.
Dalam penulisan essay singkat ini akan mengulas permasalahan hubungan RI - Iran
dibawah bayang-bayang resolusi PBB. Untuk mensistematisasi pembahasan lebih
terfokus dan mengena, dibawah ini akan diajukan pertanyaan sebagai persoalan
penting, yakni ; Apakah sikap Indonesia dan Iran akan melewati masa-masa sulit
ke depan, terutama dalam hubungannya dengan AS ?.
TERBATAS
TERBATAS
3
Kasus nuklir Iran menjadi hikmah terselubung. Ketika sejumlah negara dalam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengajukan rancangan Resolusi PBB No. 1803
tentang penambahan sanksi terhadap Iran yang dianggap membangkang tuntutan
internasional yang menghendaki perlucutan soal nuklir Iran. Mau tidak mau, Indonesia
yang kebetulan menjadi anggota Dewan Keamanan, harus mengambil sikap.
Akhirnya, Jakarta "abstain."
Mendukung nuklir damai dan usul soal Irak. Dua isu inilah yang tampaknya
pelik bagi Indonesia dan Iran di mata AS. AS tampaknya akan menjadikan isu ini
TERBATAS
TERBATAS
4
untuk menyerang Iran. Juga soal Irak, tampaknya sikap RI dan Iran ini akan mendapat
sandungan dari AS. Sebagian besar negara percaya bahwa tidaklah mungkin ada
penyelesaian soal Irak, tanpa melibatkan Iran dan Suriah. Washington memang
sempat mengakui peran penting Iran dalam masalah Irak ini. Namun, pandangan
positif ini buyar ketika lobi neokonservatif di AS berhasil membujuk Bush untuk
kembali bersikap keras terhadap Iran. Presiden Bush dan Wapresnya dikenal sangat
ingin menyerbu Iran.
Namun, tepat satu tahun berikutnya, Maret 2008, saat DK PBB mengesahkan
resolusi ketiga untuk program nuklir Iran (resolusi 1803), Pemerintah Indonesia justru
menjadi satu-satunya negara yang bersikap "abstain" dalam pemungutan suara.
Pemerintah Indonesia kali ini oleh publik dalam negeri, dan bahkan Pemerintah Iran
dinilai bersikap tepat . Kepada ANTARA News di Markas Besar PBB New York, pada
awal pekan ini lalu (3/3) Duta Besar Iran untuk PBB, Mohammad Khazaee,
mengatakan bahwa Pemerintah Iran mengungkapkan penghargaannya atas sikap
Indonesia yang menentang arus, dengan memilih tidak mendukung resolusi soal
penambahan sanksi bagi Iran yang akhirnya disahkan karena didukung oleh 14 dari
15 negara anggota DK PBB lainnya. Ketika ditanya apakah Iran cukup puas
dengan sikap "abstain" dan bukan menolak, yang dinyatakan Indonesia, Khazaee
menyiratkan hal tersebut bukan merupakan masalah besar bagi Iran. "Resolusi
tersebut tidak akan menghalangi Iran untuk mempertahankan hak. Sejauh Indonesia
TERBATAS
TERBATAS
5
Namun terlepas dari masalah resolusi 1803, fokus pertemuan antara Presiden
Yudhoyono dengan Presiden Iran mendatang lebih kepada upaya peningkatan
kerjasama kedua negara di bidang energi dan perdagangan. Menurut pengamat
Hubungan Internasional Universitas Indonesia Hariyadi Wiryawan, banyak komitmen
kerjasama ekonomi antara Indonesia-Iran yang disepakati pada 2006 belum terwujud.
"Banyak kerjasama ekonomi yang belum terealisasi, saya kira kunjungan Presiden
Yudhoyono akan fokus pada masalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan kedua
belah pihak," ujarnya. Sejak dua tahun lalu, kedua negara memang memiliki
komitmen kuat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang energi dan
mendorong sektor perdagangan dwi-pihak. Pemerintah Iran pernah menyatakan
TERBATAS
TERBATAS
6
Serasa "deja vu" dengan situasi dua tahun sebelumnya, saat Presiden
Ahmadinejad berkunjung ke Indonesia, hanya saja jika dulu yang diperdebatkan
adalah resolusi 1737 maka saat ini resolusi 1803. Sekalipun, kunjungan Presiden
Yudhoyono ke Iran sudah pasti tidak lagi berpengaruh banyak pada resolusi 1803
yang telah disahkan, namun di mata internasional kunjungan tersebut menegaskan
kedudukan Indonesia sebagai negara berdaulat yang bebas menjalin hubungan
dengan negara manapun. Apalagi, kunjungan itu dilakukan tepat setelah Indonesia
menentang arus di DK PBB dan tidak berapa lama setelah Presiden Ahmadinejad
mencatatkan diri sebagai pemimpin pertama Iran yang melakukan lawatan ke Irak
sejak kedua tetangga itu melakukan perang berlarut-larut pada 1980-an yang
menewaskan satu juta orang.
Dari uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap Indonesia di
sidang Dewan Keamanan Perserikatam Bangsa- Bangsa (DK-PBB), artinya secara
tidak langsung sikap Indonesia sebenarnya menolak sanksi yang akan dijatuhkan
untuk Iran. Mengenai sikap Presiden SBY yang mengadakan perjalanan ke Iran
merupakan juga suatu bukti bahwa Indonesia komitmen untuk terus menjalankan
hubungan baik, dan terbukti bahwa kedua negara ini masih harmonis dan saling
mendukung.
TERBATAS