REPUBLIK INDONESIA
ELECTORAL
VOL.1
NO. 1 | NOVEMBER 2019
Re-Desain Penjaminan Hak Pilih Untuk Pasien
GOVERNANCE
Rumah Sakit Sebagai Upaya Mencapai Pemilu
yang Inklusif
DINA LESTARI
JURNAL
Program Tata Kelola Pemilu Batch III 2019, Universitas Airlangga
KPU Provinsi Jawa Timur
PEMILU INDONESIA
Pemungutan Suara (KPPS) menggunakan
metode FTE (Full Time Equivalent) Pada
Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 di
Kabupaten Bangka Tengah
AWALUDIN
Program Tata Kelola Pemilu Batch III 2018 Universitas Airlangga
KPU Kota Buton
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia adalah jurnal resmi yang
diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia bekerja sama dengan
konsorsium tata kelola pemilu dari 12 Universitas Negeri di Indonesia. Jurnal ini
berfungsi sebagai media untuk menyebarluaskan makalah ilmiah atau tinjauan
literatur tentang sistem pemilihan umum, tahapan pemilihan umum, perilaku memilih
(voting behavior), badan manajemen pemilihan umum (election management bodies),
pembiayaan pemilu (election financing), teknologi pemilu (election technology), sistem
peradilan pemilu (free and fair system), perwakilan politik (house of representatives)
dan partai politik (political party) serta isu-isu kontemporer lainnya tentang pemilihan.
Publikasi jurnal ini bertujuan untuk berkontribusi pada pengembangan tata kelola
pemilu di Indonesia. Diterbitkan dua kali setahun: pada bulan Mei dan November,
Dewan Editorial jurnal terdiri dari para ahli, cendekiawan, praktisi dari universitas-
universitas papan atas di Indonesia. Editor akan memilih setiap naskah yang dikirim
ke jurnal menggunakan mekanisme blind reviewer dari peer reviewer yang ditunjuk
oleh editor. Reviewer atau Mitra Bestari berasal dari pakar nasional dan internasional
tentang pemilihan dari universitas atau lembaga akademik.
ELECTORAL GOVERNANCE Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia tersedia dalam versi
cetak dan daring. Versi daring dapat diunduh di:
https://journal.kpu.go.id/index.php/TKP/index
e-ISSN: 2714-8033
DEWAN REDAKSI
Editor-in-Chief
Abdul Gaffar Karim
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Editor-in-Section
Muryanto Amin
Universitas Sumatera Utara, Medan
Nur Hidayat Sardini
Universitas Diponegoro, Semarang
Dwi Windyastuti Budi
Universitas Airlangga, Surabaya
Aidinil Zetra
Universitas Andalas, Padang
Ferry Daud Liando
Universitas Sam Ratulangi, Manado
Dian Rahadian
Universitas Cendrawasih, Jayapura
Reviewer
Arizka Warganegara
Universitas Lampung, Bandar Lampung
Ari Ganjar
Universitas Padjajaran, Bandung
Bakaruddin Rosyidi Ahmad
Universitas Andalas, Padang
Gustiana Kambo
Universitas Hasanuddin, Makassar
Laurensius Sayrani
Universitas Nusa Cendana, Kupang
Komisi Pemilihan Umum
Republik Indonesia
Dari Redaksi
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui upaya penjaminan hak pilih pasien rumah
sakit dalam pemilu. Peneliti memiliki beberapa alasan yang menjadikan
permasalahan ini menarik untuk diteliti, pertama, problem empiris dimana tidak ada
kesesuaian antara fakta dengan hal yang diidealkan, yaitu hak pilih yang masih
diabaikan meskipun dipandang sebagai pilar demokrasi. Kedua adalah problem
formal yaitu tidak ada regulasi yang secara jelas mengatur penjaminan hak pilih
pasien rumah sakit. Penelitian ini menggunakan landasan teori mengenai
inklusivitas dalam demokrasi dan konsep prosedur administrasi pemilu yang
inklusif. Kemudian untuk menganalisa permasalahan, penelitian ini diperkuat
dengan konsep-konsep pemilu dalam kondisi darurat. Dengan mengambil studi
kasus penjaminan hak pilih pasien rumah sakit pada Pilkada Kota Yogyakarta tahun
2017. Penelitian ini menemukan beberapa permasalahan. Pemasalahan itu
diantaranya adalah akses pemilu untuk pasien rumah sakit sangat terbatas. Seperti,
tidak ada TPS khusus, prosedur pemilih khusus yang ketat, fasilitas tambahan
pemilih rumah sakit yang minim. Penelitian ini merekomendasikan kepada
stakeholder terkait, bahwa untuk penjaminan hak pilih pasien rumah sakit,
diperlukan sebuah aturan khusus yang lebih flexibel menjamin hak pilih pasien
rumah sakit.
Kata Kunci; Hak Pilih, Pasien Rumah Sakit, Regulasi Khusus, Pemilu
Inklusif
This research focuses on the efforts to ensure citizen’s right to vote, particularly for
hospital patients that their right to vote have not been met. There are some reasons that
causes these problems are interested to be studied. First, empirical problem of irony
between right to vote as democratic pillar and citizens whose right to vote is not fulfilled.
Second, there is formal problem of no regulation that clearly regulate securing right to
vote for hospital patient. Therefore, author considered this study is important to do. This
research used inclusive principle in democratic system and inclusive election
administrative procedure concept. This research also used concept of election in disaster
emergency condition. By taking case study of securing right to vote for hospital patient
in Yogyakarta city election in 2017, the research found some problems. The problems
were limited access to the polling station, strict procedure for special voter, minimal
additional facility for inpatient voter. This research recommend that related
stakeholders should make special regulation to secure right to vote for hospital patient.
This regulation should cover flexibility of patient to be special voter.
Keywords: Voting Right, Patients, Special Vote, Inclusive
Kata Kunci dan Abstrak
PERMASALAHAN DAFTAR PEMILIH TETAP PADA PEMILIHAN BUPATI DAN
WAKIL BUPATI SAMPANG TAHUN 2018 DALAM PERSPEKTIF INTEGRITAS
PEMILU
Dina Lestari
Pemutakhiran data pemilih pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten
Sampang Tahun 2018 menyisakan permasalahan yang menyebabkan Mahkamah
Konstitusi menjatuhkan putusan pemungutan suara ulang pada sidang Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh salah satu pasangan calon.
Mahkamah menilai bahwa Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditetapkan KPU
Kabupaten Sampang invalid dan tidak logis, apabila dibandingkan dengan Data
Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) yang diterima KPU semester I tahun
2017 berjumlah 844.872, sedangkan DPT sebanyak 803.499, berarti jumlah pemilih
tetap sebanyak 95% dari jumlah penduduk. Metode penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan KPU Kabupaten
Sampang, Panitia Pemilihan Kecamatan dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kabupaten Sampang. Hasil penelitian menunjukkan problema pemutakhiran data
pemilih di Kabupaten Sampang terjadi karena: 1) tidak sinkronnya peraturan yang
mengatur sumber data pemilih, 2) Patugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) tidak
profesional dalam pelaksanaan tugasnya karena mendapatkan tekanan atau
pengaruh elit lokal, 3) kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengecek data
pemilih, 4) petugas pemutakhiran masih belum memahami perpindahan basis data
pemilih dari de facto menjadi de jure yang menyebabkan munculnya data ganda antar
TPS, Desa, maupun Kecamatan, 5) kurangnya supervisi dan monitoring dalam proses
pemutakhiran data pemilih karena ketidakakuratan data pemilih namun ditetapkan
hingga DPT. Implikasinya adalah rendahnya integritas pemilu.
Kata Kunci: pendaftaran pemilih, pemutakhiran data pemilih, integritas pemilu
Updating voter data in the 2018 Sampang Regency Election leaves a problem that
caused the Constitutional Court decision ordering the General Election Commission
(KPU) to conduct a re-voting at all polling stations in Sampang. The Court considered
that the Permanent Voter List (DPT) determined by the Sampang Regency KPU was
invalid and illogical when compared to the DAK2 received by the KPU in the first
semester of 2017, amounting to 844,872 while the DPT was 803,499, this meant that
the number of permanent voters was 95% of the population.The type of research is
descriptive qualitative and data collected through in-depth interviews with the Sampang
Regency KPU, PPK and Sampang Regency Dispendukcapil. The results of the study
showed that the voter data updating problem in Sampang District was due : 1) the
problem of voter registration in Sampang are unsynchronous regulations governing the
source of voter data, 2) PPDP is not professional in carrying out their duties due to
pressure or influence from the local elite, 3) lack of community participation in checking
voter data, 4) the updating officer still does not understand the shifting of the voter
database from de facto to de jure which causes the emergence of double data between
polling stations, villages, and districts, 5) the lack of supervision and monitoring in the
voter data updatingprocess due to the inaccurate voter data.The implication is the low
integrity of elections.
Keywords: voter registration, updating voter list, electoral integrity
Kata Kunci dan Abstrak
ANALISIS BEBAN KERJA KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA
(KPPS) MENGGUNAKAN METODE FTE (FULL TIME EQUIVALENT)
PADA PEMILIHAN UMUM SERENTAK TAHUN 2019
DI KABUPATEN BANGKA TENGAH
Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 menjadi beban kerja yang sangat berat dan
luas bagi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hal ini karena KPPS
harus melayani pemilih memberikan suara sebanyak 5 (lima) surat suara. Beban
KPPS terjadi pada sebelum pemungutan dan penghitungan suara dan sesudahnya.
Beban berat KPPS menyebabkan mereka kelelahan sehingga mengganggu proses
pemungutan dan penghitungan suara, bahkan sampai ada mengalami kecelakaan
kerja seperti sakit dan meninggal dunia. Untuk itu diperlukan penghitungan beban
kerja dengan metode FTE (Full Time Equivalent). Metode FTE dengan cara membagi
hasil kerja dengan waktu realnya. Metode penelitian ini berlokasi di Tempat
Pemungutan Suara (TPS) 02 Desa Padang Baru Kecamatan Pangkalan Baru
Kabupaten Bangka Tengah, sebab KPSS mengalami kesalahan penghitungan
sehingga harus dilakukan pembukaan kotak suara pada saat pleno di tingkat PPK
(Panitia Pemilihan Kecamatan). Metode yang digunakan dengan menggunakan work
sampling pada proses penghitungan suara yang dikerjakan KPPS di TPS. Dari hasil
penghitungan FTE, beban kerja KPPS masuk dalam katergori overload, rata-rata
diatas 2. Dengan adanya data FTE ini maka sebagai rekomendasi bagi
penyelenggaraan pemilu agar tidak memberikan beban kerja yang berat bagi KPPS.
Menyederhanakan sistem pemilu dan memperhatikan dengan menyiapkan tenaga
medis agar dapat memberikan pertolongan jika ada anggota KPPS yang mengalami
kecelakaan kerja.
Kata Kunci : KPPS, Beban Kerja, Pemilihan Umum Serentak
The 2019 Simultaneous Elections became a very heavy and broad workload for the
Voter Organizer Group (KPPS). This is because KPPS must serve voters as many as 5
(five) ballots. KPPS expenses occur before and after the vote count and afterwards. The
heavy burden of KPPS causes them to be exhausted, thus interfering with the voting
and counting process, even to the point of having an occupational accident such as
illness and death. For this reason, it is necessary to calculate the workload using the
FTE (Full Time Equivalent) method. FTE method by dividing the work with real time.
This research method is located at the Polling Station (TPS) 02 Padang Baru Village,
Pangkalan Baru Subdistrict, Central Bangka Regency, because KPPS has miscalculated
so that the ballot box must be opened at the plenary level at the PPK (District Election
Committee). The method used by using work sampling in the process of counting votes
conducted by KPPS at the TPS. From the FTE calculation results, the workload of the
KPPS is included in the overload category, averaging above 2. With this FTE data as a
recommendation for organizing elections so as not to provide a heavy workload for the
KPPS. Simplify the electoral system and pay attention by preparing medical personnel
so that they can provide assistance if a KPPS member has an occupational accident.
Keywords: KPPS, Workload, Simultaneous Election
Kata Kunci dan Abstrak
EFEKTIVITAS KOTAK SUARA BERBAHAN DUPLEKS PADA PEMILIHAN
UMUM SERENTAK TAHUN 2019 DI PULAU LEGUNDI KABUPATEN
PESAWARAN
Awaluddin
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk malapraktik Pemilu yang terjadi
pada proses pemungutan dan penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara
(TPS) dalam penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2019 di Kabupaten Buton.
Selain itu, studi ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi faktor apa yang
mempengaruhi terjadinya Malapraktik Pemilu di Kabupaten Buton, fokus pada
proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah description research. Hasil penelitian menunjukkan adanya
malapraktik pemilu pada proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS
berupa ghost voters, double voting, penulisan fomulir C1 yang tidak akurat,
manipulasi perolehan suara peserta Pemilu, kekurangan logistik, data pemilih yang
tidak akurat, pemungutan suara yang tidak memberikan kenyamanan bagi semua
kelompok pemilih serta pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara dalam
taraf tertentu tidak transparan dan tidak akurat. Sementara faktor yang
mempengaruhi terjadinya malapraktik berupa beban kerja yang berat, minimnya
kompetensi petugas KPPS, regulasi yang berubah-ubah dan tidak berkepastian
hukum, saksi peserta Pemilu kurang memahami tugas dan perannya di TPS, dan
jumlah logistik yang banyak.
Kata Kunci: Pemilu, Malapraktik, Pemungutan dan Penghitungan Suara
This study aims to determine the forms of Election malpractice that occur in the process
of voting and counting at polling stations (TPS) in the implementation of simultaneous
elections in 2019 in Buton District. Other than that, this study also aims to identify what
factors influence the occurrence of Election Malappractice in Buton District, focus on the
process of voting and counting at polling stations. The method used in this study is
description research. The results of the study showed that there were malpractices in
the election in the process of voting and counting at polling stations in the form of ghost
voters, double voting, writing inaccurate C1 form, manipulation of vote acquisition of
Election participants, lack of logistics, inaccurate voter data, voting that does not provide
comfort for all groups of voters and the implementation of voting and counting in a
certain degree it is not transparent and inaccurate. While the factors that influence the
occurrence of malpractice are in the form of heavy workload, lack of competency of KPPS
officers, changing regulations and no legal certainty, witnesses to the Election
participants did not understand their duties and roles at the polling station, and a large
amount of logistics.
Keywords: Elections, Malpractice, Voting and Vote counting
DAFTAR ISI
ABSTRAK
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui upaya penjaminan hak pilih
pasien rumah sakit dalam pemilu. Peneliti memiliki beberapa alasan yang
menjadikan permasalahan ini menarik untuk diteliti, pertama, problem empiris
dimana tidak ada kesesuaian antara fakta dengan hal yang diidealkan, yaitu hak
pilih yang masih diabaikan meskipun dipandang sebagai pilar demokrasi. Kedua
adalah problem formal yaitu tidak ada regulasi yang secara jelas mengatur
penjaminan hak pilih pasien rumah sakit. Penelitian ini menggunakan landasan
teori mengenai inklusivitas dalam demokrasi dan konsep prosedur administrasi
pemilu yang inklusif. Kemudian untuk menganalisa permasalahan, penelitian ini
diperkuat dengan konsep-konsep pemilu dalam kondisi darurat. Dengan
mengambil studi kasus penjaminan hak pilih pasien rumah sakit pada Pilkada
Kota Yogyakarta tahun 2017. Penelitian ini menemukan beberapa permasalahan.
Pemasalahan itu diantaranya adalah akses pemilu untuk pasien rumah sakit
sangat terbatas. Seperti, tidak ada TPS khusus, prosedur pemilih khusus yang
ketat, fasilitas tambahan pemilih rumah sakit yang minim. Penelitian ini
merekomendasikan kepada stakeholder terkait, bahwa untuk penjaminan hak
pilih pasien rumah sakit, diperlukan sebuah aturan khusus yang lebih flexibel
menjamin hak pilih pasien rumah sakit.
Kata Kunci; Hak Pilih, Pasien Rumah Sakit, Regulasi Khusus, Pemilu
Inklusif
1
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
PENDAHULUAN
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji penyelenggaraan pemilu
berdasarkan prinsip-prinsip pemilu yang inklusif dan aksesibel. Tujuannya
agar semua Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah mempunyai hak pilih
dalam pemilu dapat terpenuhi haknya dan mendapatkan pelayanan yang
sama. Di tengah banyaknya studi atau tulisan yang mengkaji tentang
upaya pemenuhan hak pilih warga negara, fokus penelitian ini tertuju pada
pelayanan hak pilih bagi pasien rumah sakit (RS). Penelitian ini juga
berusaha untuk menggambarkan pelaksanaan pelayanan hak pilih bagi
orang yang sakit dan kemudian mengevaluasinya. Pada pelaksanaannya
tentu terdapat berbagai kendala, sehingga akan dibahas mengapa kendala
itu bisa terjadi serta apa rekomendasinya.
Ada beberapa alasan mengapa upaya penjaminan hak pilih pasien
rumah sakit ini layak untuk dijadikan sebuah penelitian. Pertama, problem
empiris yaitu ironi antara hak pilih sebagai pilar demokrasi namun masih
saja terdapat warga yang tidak terpenuhi hak pilihnya. Faktanya dalam
beberapa kali perhelatan pemilu, masalah penjaminan hak pilih pasien
seringkali berulang. Tentu saja dalam demokrasi hal itu tidak boleh terjadi.
Dengan mengambil contoh studi kasus Pemilihan Kota Yogyakarta
Tahun 2017 misalnya, selisih diantara peserta adalah 1.183 suara dari
total surat suara yang sah sebesar 199.475 suara, maka isu mengenai
kehilangan hak pilih seharusnya menjadi sangat menarik dalam konteks
elektoral. Sebab dalam sistem demokrasi kita mengenal prinsip OPOVOV
(One Person One Vote One Value) yaitu sebuah prinsip representasi di mana
tiap-tiap perwakilan yang terpilih mewakili jumlah pemilih yang sama
(Reynolds, et al, 2005: 200). Artinya satu suara pemilih bisa jadi sangat
menentukan hasil akhir dari kontestasi elektoral.
Disaat yang sama seperti yang diberitakan oleh media massa, masih
ada rumah sakit di kota Yogyakarta tidak diberikan penjaminan hak pilih.
Sebagai contoh, RSUD Kota Yogyakarta pada pemilihan Wali Kota
Yogyakarta Tahun 2017 tidak mendapatkan pelayanan hak pilih untuk
pasiennya (Kedaulatan Rakyat, 16 Februari 2017). Namun, di tengah
adanya berita tidak diberikannya pelayanan hak pilih pasien di rumah
sakit, penyelenggara pemilu atau bahkan pengawas pemilu sendiri tidak
bisa memastikan sebenarnya berapa jumlah pasien di rumah sakit yang
bisa menggunakan hak pilihnya secara pasti. Padahal potensi pemilih
pasien sendiri sebenarnya cukup besar dan disayangkan apabila tidak
dilayani dengan baik. Dengan mengacu pada data jumlah tempat tidur di
masing-masing rumah sakit dan rerata tempat tidur yang terisi dalam
rumah sakit per satu hari yang diukur melalui Bed Occupancy Rate (BOR)
didapatkan angka sebanyak 1.071 pasien pemilih. Bahkan jika
digabungkan dengan potensi pemilih lain yaitu penunggu pasien dengan
asumsi 1 pasien 1 penunggu maka total menjadi 2.142 pemilih. Dengan
potensi pemilih yang cukup banyak, seharusnya penjaminan hak pilih
pasien di rumah sakit harus diperhatikan.
2
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Table 1.
Perkiraan Potensi Pemilih RS di Kota Yogyakarta
No Rumah Jumlah BOR Potensi Potensi Total
Sakit Tempat % Pemilih Pemilih Potensi
Tidur pasien sakit Penunggu Pemilih
Pasien
1 RS. 445 64, 288 288 576
Bethesda 75 %
2 RS 50 35, 18 18 36
Bethesda 37 %
Lempuyang
wangi
3 RS DKT 72 18, 13 13 26
Soetarto 02 %
4 RS 39 28 11 11 22
Happyland %
5 RSI 92 71, 66 66 132
Hidayatulla 63 %
h
6 RSUD 200 53, 107 107 214
Yogyakarta 34 %
7 RS 50 30, 15 15 30
Ludirahusa 10 %
da
8 RS Panti 378 79, 300 300 600
Rapih 35 %
9 RS Mata Dr. 38 48, 18 18 36
Yap 02 %
10 RS PKU 205 67, 139 139 278
Muh. 80 %
11 RSB 24 37, 9 9 18
Soedirman 5%
12 RS Bersalin 26 7,4 2 2 4
Fajar 7%
13 RS KIA 25 47, 12 12 24
Rachmi 33 %
14 RS KIA PKU 44 54 24 24 48
%
15 RS KIA P. 25 6,6 2 2 4
Bunda 5%
16 RS KIA 30 49, 15 15 30
Anak 45 55 %
17 RS Puri 37 74 27 27 54
Nirmala %
18 RS Pratama 48 11, 5 5 10
24 %
Jumlah 1.828 1.071 1.071 2.142
Sumber data bed dan BOR: Diolah oleh penulis dari website Kementrian
Kesehatan http://sirs.yankes.kemkes.go.id
3
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penelitian ini berupaya
untuk menganalisa lebih lanjut tentang penjaminan hak pilih untuk orang
yang sakit di Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota di Kota Yogyakarta
tahun 2017 sebagai upaya untuk re-desain penjaminan hak pilih yang lebih
aksesibel. Kemudian berangkat dari hal tersebut maka rumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu:
1. Mengapa pelayanan hak pilih bagi pasien rumah sakit belum terpenuhi?
2. Apa saja permasalahan dalam penyelenggaraan penjaminan hak pilih
pasien rumah sakit?
3. Bagaimana desain penjaminan hak pilih pasien rumah sakit agar dapat
terjamin hak pilihnya?
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode
penelitian studi kasus pada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota di
Kota Yogyakarta Tahun 2017. Namun, sebagaimana diketahui tujuan
penelitian ini untuk mendapatkan desain penjaminan hak pilih pasien
rumah sakit yang inklusif, maka penelitian ini juga tidak lepas dari
pengalaman penjaminan hak pilih pasien rumah sakit di masa pemilu-
pemilu sebelumnya baik itu melalui studi regulasi maupun data yang lain.
Pengambilan lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan
prinsip purposive sampel dimana lokasi yang diambil disesuaikan dengan
kebutuhan yang ada. Lokasi yang dipilih adalah Kota Yogyakarta.
Kemudian data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan
dari data primer dan sekunder yang akan diuraikan dalam table dibawah;
Tabel 2.
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis Teknik Bentuk Data Sumber Data
Data Pengumpulan
(Kualitatif) Data
Primer Observasi Gambaran Peneliti
Langsung penjaminan hak pilih
pasien rumah sakit
pada Pemilihan Wali
Kota dan Wakil Wali
Kota di Kota Yogyakarta
Tahun 2017 yang
dirasakan langsung oleh
peneliti. Penelitian
dilakukan di RS.
Pratama
Wawancara Gambaran mengenai 1. KPU RI
kebijakan dan regulasi 2. KPU Kota
Yogyakarta
6
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Kerangka Teori
Pemilu Inklusif
Berbicara mengenai demokrasi tidak bisa lepas dari hak pilih. Syarat
untuk menciptakan sistem yang demokratis diantaranya adalah
kesetaraan dalam memilih dan inklusif (Dahl, 1982: 6). Lebih lanjut Dahl
menjelaskan bahwa inklusif berarti seluruh warga yang telah dewasa
diberikan hak memilih. Pentingnya prinsip inklusif dalam demokrasi juga
diungkapkan oleh Birch (Birch 2011: 17–21). Birch memasukkan inklusif
ke dalam salah satu dari 3 prinsip untuk mewujudkan demokrasi. Inklusif
dalam demokrasi menurut Birch mempunyai dua elemen penting yaitu
semua orang berhak untuk dipilih dan memilih tanpa hambatan apapun.
Selanjutnya Birch mengemukakan bahwa untuk dapat mewujudkan hal
tersebut pemilu yang demokratis harus menjamin setidaknya tiga hal
yaitu; hak pilih, kesempatan untuk memilih, dan hak untuk dipilih.
Menariknya dari tiga hal tersebut Birch menjelaskan bahwa pentingnya
sebuah administrasi pemilu sebagai suatu hal yang menjadi kunci untuk
menjamin hak pilih dan dipilih.
7
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
9
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Permasalahan Regulasi
Permasalahan dalam penjaminan hak pilih pasien rumah sakit pada
dasarnya adalah tidak adanya regulasi yang mengatur secara khusus
penjaminan hak pilih para pasien ini. Regulasi yang ada hanya bersifat
umum. Artinya regulasi didesain untuk semua pemilih, tidak memandang
kebutuhan kelompok khusus seperti pasien RS.
Regulasi dalam penjaminan hak pilih pasien di rumah sakit juga
sering berubah-rubah. Perubahan ini mengakibatkan penyelenggara
pemilu juga “terkesan” bingung dan tidak seragam dalam hal pelaksanaan
di lapangan. Akibatnya terjadi beberapa pola penjaminan hak pilih pasien
rumah sakit dan beberapa perlakuan berbeda yang diterima oleh pasien di
beberapa rumah sakit. Seharusnya penyelenggara memiliki Standar
Operasional Prosedur yang sama. Regulasi penjaminan hak pilih pasien
rumah sakit mengalami beberapa kali perubahan semenjak pemilu tahun
2004. Beberapa perubahan yang menonjol adalah tidak adanya TPS
khusus yang ditempatkan di rumah sakit.
Perubahan regulasi terjadi pada pemilu legislatif tahun 2009. KPU
tidak lagi mendirikan TPS khusus di rumah sakit. Alasannya tidak ada
peraturan yang mengatur hal tersebut. Namun terjadi inkonsistensi
kemudian manakala Pilpres 2009 menggunakan aturan yang berbeda, KPU
kemudian memberlakukan kembali lagi TPS khusus di rumah sakit.
Aturan kembali lagi berubah pada pilkada 2010 hingga saat ini, pendirian
10
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
TPS khusus di rumah sakit dalam pemilu tidak lagi dilakukan dengan
alasan tidak ada peraturan yang mengaturnya.
Hal ini Sesuai dengan apa yang disampaikan juga oleh Titi Anggraini
Mashudi (Direktur Eksekutif Perludem) dalam wawancara dengan peneliti.
Menurut Titi, belum ada pengaturan yang bisa “ajeg” dalam rangka
melayani pemilih di rumah sakit. Kebijakan yang dikeluarkan selama ini
masih kebijakan yang sifatnya standar, dimana pemilih bisa menggunakan
hak pilihnya sepanjang memiliki A.5. Padahal prosedur pengurusan A.5
butuh waktu yang dalam banyak hal tidak bisa selalu diprediksi kapan
seseorang itu akan berada di rumah sakit atau menjadi pasien di rumah
sakit. Pada intinya regulasi yang sifatnya ajeg yang lebih bisa ramah
terhadap pasien belum ada di dalam peraturan kepemiluan.
Tabel 3.
Perubahan Peraturan Penjaminan Hak Pilih Pasien
No Undang- Pasal Syarat/Prosedur Model Penjaminan
Undang/ Pindah Memilih Hak Pilih Yang
Peraturan Digunakan
11
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
12
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Gambar 1.
Bagan Alur Pindah Memilih
SYARAT A.5
Prosedur
- Pasien rawat inap
- Lapor PPS asal max H-3
- Tahanan
- Pindah domisili / Tugas - Bisa di KPU Kab/Kota
tujuan max H-10
- Tertimpa Bencana
17
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
melayani seluruh pasien yang dirawat di ruang rawat inap. Oleh karena itu
TPS mobile, harus dilakukan sejak pagi.
d) Alokasi Surat Suara Khusus Untuk Pasien Rumah Sakit
Selama ini hal yang menjadi “momok” mengenai TPS di rumah sakit
adalah bagaimana mengatur logistik terutama surat suara yang tersedia.
KPU selama ini menggunakan alokasi surat suara cadangan dari TPS
sekitar rumah sakit. Sebagai solusinya perlu adanya surat suara khusus
untuk pasien rumah sakit. Perhitungan alokasi surat suara bisa
didasarkan pada BOR (Bed Occupancy Rate) atau rerata kamar rawat inap
masing-masing rumah sakit. Meskipun tidak 100 persen akurat, namun
penggunaan BOR ini dapat menjadi acuan. Kerjasama dengan pihak
Kemenkes, Rumah Sakit, dan Pemda menjadi penting untuk dilakukan
guna mendapatkan data valid. Senada dengan hal tersebut, menurut
Viryan (Anggota KPU RI) sebagaimana diungkapkan ketika diwawancarai
oleh peneliti, upaya penjaminan hak pilih pasien di rumah sakit harus
mempunyai perencanaan penggunaan pemilih yang akurat. Perencanaan
ini diantaranya memuat data-data pasien, data average pasien yang
dirawat, transparansi data bed atau kamar per kelas sehingga proses
pemilihan dapat dipertanggungjawabkan.
KESIMPULAN
Potensi pemilih pasien rumah sakit pada dasarnya cukup besar.
Dengan potensi yang besar ini maka seharusnya penjaminan hak pilih
pasien ini menjadi isu yang penting. Oleh karena itu sudah selayaknya
semua pihak, khususnya penyelenggara pemilu, agar senantiasa
mengupayakan penjaminan hak pilih para pasien. Masalah utama dalam
penjaminan hak pilih pasien rumah sakit adalah belum ada yang mengatur
secara detail bagaimana penjaminan hak pilih pasien rumah sakit itu
dijalankan.
Regulasi yang ada lebih bersifat umum, atau untuk seluruh
masyarakat dan tidak mempertimbangkan kebutuhan orang-orang yang
terkendala situasi dan kondisi. Ada beberapa pertimbangan mengapa
regulasi ini tidak bersifat khusus untuk pasien. Pertama adalah masalah
kepastian. Logika yang digunakan penyelenggara pemilu adalah tertib
administrasi, hal ini demi menghindari masalah dan kecurigaan beberapa
pihak. Kondisi pasien rumah sakit yang unpredictable dinilai oleh
penyelenggara pemilu sangat menghambat mereka untuk berupaya
menjamin hak pilih pasien. Kedua, kecurigaan dari pihak pembuat regulasi
akan adanya upaya kecurangan-kecurangan apabila pemilu dilaksanakan
di rumah sakit membuat peraturan hingga saat ini belum sepenuhnya
mengakomodir hak pilih pasien rumah sakit.
Problem regulasi ini mengakibatkan serentetan masalah pada
pelaksanaan penjaminan hak pilih pasien. Rentetan masalah itu
diantaranya adalah sebagai berikut;
Pertama, prosedur atau syarat menjadi pemilih khusus yang ketat.
Dalam undang-undang pemilu maupun PKPU, syarat untuk menjadi
pemilih khusus atau “keadaan tertentu” yang didalamnya termasuk pasien
18
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
REKOMENDASI
Hasil dari penelitian ini adalah rekomendasi kepada para stakeholder
terkait, diantaranya ditujukan kepada;
KPU RI
Sebagai lembaga negara yang bertugas menyelenggarakan pemilu,
KPU diberi kewenangan untuk membuat peraturan teknis. Berikut
beberapa langkah yang direkomendasikan;
a. Membuat PKPU Pemungutan Suara yang mengatur batas
pengurusan pindah memilih yang lebih mendekati hari H khusus
untuk pasien rumah sakit, bisa H-3 sebelum hari H bahkan H-1.
b. Membuat PKPU Pemungutan Suara atau Surat Edaran mengenai
batas waktu pelayanan pemungutan suara di rumah sakit agar lebih
lama bisa saja melebihi jam 13.00 asalkan sudah berada dalam
lingkungan RS.
20
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
KPU Kabupaten/Kota
Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh KPU
Kabupaten/Kota;
a. Melakukan kerjasama dengan pihak rumah sakit swasta dan
pemerintah serta pihak pemda yang menaungi RSUD dan puskesmas.
Bentuk kerjasama bisa dengan kesepakatan atau MoU. KPU
Kab/Kota juga perlu membentuk Helpdesk atau petugas yang
khusus menangani penjaminan hak pilih di RS.
b. Melakukan sosialisasi penjaminan hak pilih pasien RS. Setelah ada
kerja sama dengan pihak RS, KPU secara masif melakukan sosialiasi
hak pilih pasien baik itu di RS dan di tempat lain.
c. Melakukan bimtek yang intens kepada PPK, PPS, dan KPPS tentang
prosedur penjaminan hak pilih pasien di RS.
d. Meminta data rata-rata pasien rumah sakit yang dirawat inap kepada
pihak rumah sakit sebagai dasar untuk menentukan perlu atau
tidaknya menempatkan TPS sekitar di rumah sakit tersebut.
e. Menginstruksikan kepada jajaran penyelenggara adhoc agar
menempatkan TPS reguler/sekitar di wilayah RS.
f. Menyiapkan logistik pemungutan suara di rumah sakit secara tepat.
Jika secara peraturan belum mengatur secara khusus, maka KPU
Kabupaten/Kota harus menginventaris TPS yang diprediksi bisa
memberikan surat suara cadangannya ke TPS RS.
Bawaslu RI
Sebagai lembaga pengawas pemilu, Bawaslu mempunyai peran
dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu agar berjalan sesuai dengan
aturan dan norma yang berlaku serta aman dan nyaman. Peran penting
Bawaslu dalam penjaminan hak pilih pasien rumah sakit ini bisa dilakukan
dengan menempatkan minimal 2 (dua) pengawas pada penjaminan hak
pilih di rumah sakit. Penulis juga menyadari bahwa terdapat kendala
sumber penganggaran yang digunakan apabila menggunakan dua
pengawas dalam TPS rumah sakit, oleh karena itu sebagai solusinya,
pengawas tingkat desa atau kecamatan bisa diperbantukan untuk
mengawasi jalannya TPS mobile.
21
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
DAFTAR PUSTAKA
22
PERMASALAHAN DAFTAR PEMILIH TETAP PADA PEMILIHAN BUPATI
DAN WAKIL BUPATI SAMPANG TAHUN 2018 DALAM PERSPEKTIF
INTEGRITAS PEMILU
Dina Lestari
Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRAK
Pemutakhiran data pemilih pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten
Sampang Tahun 2018 menyisakan permasalahan yang menyebabkan Mahkamah
Konstitusi menjatuhkan putusan pemungutan suara ulang pada sidang
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh salah satu
pasangan calon. Mahkamah menilai bahwa Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang
ditetapkan KPU Kabupaten Sampang invalid dan tidak logis, apabila
dibandingkan dengan Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) yang
diterima KPU semester I tahun 2017 berjumlah 844.872, sedangkan DPT
sebanyak 803.499, berarti jumlah pemilih tetap sebanyak 95% dari jumlah
penduduk. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, data dikumpulkan
melalui wawancara mendalam dengan KPU Kabupaten Sampang, Panitia
Pemilihan Kecamatan dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
Sampang. Hasil penelitian menunjukkan problema pemutakhiran data pemilih di
Kabupaten Sampang terjadi karena: 1) tidak sinkronnya peraturan yang mengatur
sumber data pemilih, 2) Patugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) tidak
profesional dalam pelaksanaan tugasnya karena mendapatkan tekanan atau
pengaruh elit lokal, 3) kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengecek data
pemilih, 4) petugas pemutakhiran masih belum memahami perpindahan basis
data pemilih dari de facto menjadi de jure yang menyebabkan munculnya data
ganda antar TPS, Desa, maupun Kecamatan, 5) kurangnya supervisi dan
monitoring dalam proses pemutakhiran data pemilih karena ketidakakuratan
data pemilih namun ditetapkan hingga DPT. Implikasinya adalah rendahnya
integritas pemilu.
ABSTRACT
Updating voter data in the 2018 Sampang Regency Election leaves a problem that
caused the Constitutional Court decision ordering the General Election Commission
(KPU) to conduct a re-voting at all polling stations in Sampang. The Court considered
that the Permanent Voter List (DPT) determined by the Sampang Regency KPU was
invalid and illogical when compared to the DAK2 received by the KPU in the first
semester of 2017, amounting to 844,872 while the DPT was 803,499, this meant
that the number of permanent voters was 95% of the population.The type of research
is descriptive qualitative and data collected through in-depth interviews with the
Sampang Regency KPU, PPK and Sampang Regency Dispendukcapil. The results of
the study showed that the voter data updating problem in Sampang District was
due : 1) the problem of voter registration in Sampang are unsynchronous regulations
23
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
governing the source of voter data, 2) PPDP is not professional in carrying out their
duties due to pressure or influence from the local elite, 3) lack of community
participation in checking voter data, 4) the updating officer still does not understand
the shifting of the voter database from de facto to de jure which causes the
emergence of double data between polling stations, villages, and districts, 5) the lack
of supervision and monitoring in the voter data updatingprocess due to the
inaccurate voter data.The implication is the low integrity of elections.
PENDAHULUAN
Pemilihan umum merupakan sarana dalam pelaksanaan kedaulatan
rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil serta 5 (lima) tahun sekali dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), namun setelah Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 disahkan maka rakyat dapat memilih kepala daerah
secara langsung.
Setiap daerah menyelenggarakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
(Pemilihan Umum Kepala Daerah) ketika menjelang akhir masa jabatan
kepala daerah. Hal ini berlangsung hingga pengesahan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang, maka
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dilaksanakan secara serentak mulai
tahun 2015, 2017, 2018, kemudian tahun 2019 dijadikan tahun
pelaksanaan.
Provinsi Jawa Timur pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun
2018 melaksanakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta
Pemilihan Bupati/Walikota di 18 (delapan belas) Kabupaten/Kota.
Kabupaten Sampang merupakan salah satu daerah yang melaksanakan
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati yang diikuti oleh 3 (tiga) pasangan
calon yaitu H. Slamet Junaidi dan H. Abdullah Hidayat (nomor urut 1), Drh.
H. Hermanto Subaidi, M.Si dan H. Suparto (nomor urut 2), serta H. Hisan,
SE dan H. Abdullah, SE (nomor urut 3). Hasil pemungutan suara yang
dilaksanakan serentak pada tanggal 27 Juni 2018 adalah sebagai berikut :
24
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
25
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif yang
merupakan studi untuk menggambarkan permasalahan dalam
pemutakhiran data pemilih di Kabupaten Sampang dengan menggunakan
data yang didukung oleh wawancara secara mendalam terhadap
narasumber. Metode ini digunakan dengan tujuan agar dapat menggali
lebih dalam informasi dari responden yang dipilih.
27
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
dan Wakil Bupati Tahun 2018 diwajibkan untuk mengacu kepada Undang-
Undang dan Peraturan yang berlaku khususnya Peraturan Komisi
Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemutakhiran Data Pemilih
dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, yang digunakan sebagai dasar
pemutakhiran data pemilih oleh KPU Kabupaten Sampang. Peraturan
Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan atas
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tahapan,
Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil
Walikota Tahun 2018. Serta Keputusan KPU Provinsi Jawa Timur Nomor:
3/PP.02.3-Kpt/35/Prov/IX/2017 tentang Pedoman Teknis Pemutakhiran
Data dan Penyusunan Daftar Pemilih dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur Jawa Timur 2018.
Sesuai dengan peraturan yang berlaku diatas, bahan pemutakhiran
data Pemilih pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2018 berasal dari
DPT Pemilu terakhir yang diadakan di Sampang yaitu Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden 2014 dengan jumlah pemilih sebanyak 806.340 orang
dengan mempertimbangkan DP4 dari Kementerian Dalam Negeri.
Kewajiban bagi KPU Kabupaten Sampang untuk patuh pada peraturan
yang berlaku dalam pemutakhiran data pemilih pad Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati 2018 dijelaskan oleh Anggota KPU Kabupaten Sampang yaitu
bapak Addy Imansyah selaku Divisi Perencanaan dan Data sebagai berikut:
“…kalau Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2018 dasarnya DPT pemilu
terakhir dengan mempertimbangkan DP4. Jumlah DPT Pilpres 2014 adalah
sebanyak 805.459 pemilih, artinya mereka yang memenuhi syarat sebagai
pemilih sesuai dengan ketentuan minimal berumur 17 tahun pada hari
pemungutan atau sudah menikah, sepanjang tidak hilang ingatan dan
sebagainya…”
Dari hasil sinkronisasi data DP4 dengan DPT pemilu terakhir yang
dilakukan oleh KPU RI kemudian dibagikan kepada KPU Kabupaten/Kota
yang melaksanakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati pada Tahun 2018
untuk dijadikan bahan pemutakhiran data pemilih oleh Panitia
Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). Seperti yang disampaikan oleh Bapak
Addy sebagai berikut :
“…jadi yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Sampang termasuk juga KPU
Kab/Kota se Jawa Timur adalah apa yang diterima itu kita petakan ke dalam
TPS-TPS yang sudah kami alokasikan, kurang lebih ada 1.450 TPS untuk
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2018. Kemudian kita cetak dalam form
model A yang ada di lampiran PKPU Nomor 2. Kita tidak punya kewenangan
untuk mengubah, menambah, mengurangi, mencoret dan lain sebagainya
sebelum dilakukan proses coklit, dilakukan proses verifikasi ke lapangan…”
29
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
30
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
ada fitur untuk mengecek kegandaan pada saat itu, seperti yang
disampaikan oleh Bapak Addy sebagai berikut :
“…pada saat Sidalih belum membaca itu (ganda) semua masuk… proses
perbaikan sistem sidalih itu dilakukan pada saat pelaksanaan tahapan juga
kan. Malah pada saat penetapan DPS ini yang seharusnya pakai Sidalih karena
suatu hal itu Jawa Timur tidak menggunakannya. Tapi untuk siasati itu kita
bikin sistem tool excel sederhana untuk detect ganda antar TPS, antar desa
maupun antar kecamatan…terus terang seperti yang disampaikan oleh admin
Sidalih fitur ngecek kegandaan hanya beberapa hari sebelum penetapan DPT…”
Coklit
Penetapan DPS
Penetapan DPT
31
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
32
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
34
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
35
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
KESIMPULAN
Berdasarkan prinsip integritas pemilu yang telah diuraikan sebelumnya,
maka pemutakhiran data pemilih dalam Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Kabupaten Sampang Tahun 2018 termasuk tidak memenuhi
indikator jujur dan akurat. Dari temuan hasil penelitian dapat diketahui
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan tidak akuratnya data pemilih
antara lain :
1. Tidak sinkronnya peraturan yang mengatur sumber data pemilih,
dimana pada Undang-Undang nomor 24 tahun 2013 tentang
Administrasi Kependudukan, bahwa Kementerian Dalam Negeri salah
satu kewenangan dalam penggunaan data kependudukan adalah untuk
pembangunan demokrasi yaitu pemilu. Sedangkan dalam Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan bahwa sumber data
pemilih adalah DP4 dari Kementerian Dalam Negeri yang telah
dikonsolidasi, diverifikasi dan divalidasi kepada Komisi Pemilihan
Umum (KPU);
2. PPDP tidak profesional dalam pelaksanaan tugasnya karena
mendapatkan tekanan atau pengaruh dari elit lokal seperti Klebun dan
Blater;
3. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengecek data pemilih,
apakah dirinya dan keluarga sudah terdaftar atau belum;
37
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
4. Petugas PPDP, PPS dan PPK masih belum memahami perpindahan basis
data pemilih dari de facto menjadi de jure yang menyebabkan
munculnya data ganda antar TPS, Desa, maupun Kecamatan;
5. KPU Kabupaten Sampang yang berperan dalam penetapan DPT pada
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2018 dianggap turut bertanggung
jawab atas ketidakakuratan data tersebut, sesuai dengan keputusan
MK Nomor 38/PHHP.BUP-XVI/2018 dan keputusan DKPP nomor
272/DKPP-PKE-VII/2018.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dalam pemutakhiran data pemilih di
Kabupaten Sampang 2018, maka peneliti mengajukan rekomendasi
sebagai berikut :
1. Untuk mendorong kejujuran dalam penyusunan data pemilih, maka
Rekrutmen PPDP di Kabupaten Sampang sebagai ujung tombak
pemutakhiran harus dilakukan secara transparan dengan
mengumumkan daftar nama calon PPDP kepada masyarakat pada
periode waktu tertentu untuk mendapat masukan dan tanggapan dari
masyarakat. Sehingga diharapkan calon PPDP yang memiliki rekam
jejak tidak profesional pada pelaksanaan pemilihan sebelumnya dapat
tersaring;
2. Untuk meningkatkan akurasi data pemilih pada pemilihan di
Kabupaten Sampang, maka pengumuman DPS perlu metode lain yang
lebih ampuh dalam mendapatkan perhatian masyarakat. Peneliti
merekomendasikan agar PPS melakukan kerjasama dengan RT/RW,
terutama dalam forum pengajian dapat dimanfaatkan untuk melakukan
sosialisasi sekaligus pengamatan terhadap data pemilih sehingga
diharapkan masukan dan tanggapan dari masyarakat lebih maksimal.
3. Agar tidak ada kerancuan dalam acuan penentuan sumber data pemilih,
maka seyogyanya KPU mengusulkan kepada DPR agar ketentuan yang
mengatur tentang sumber data pemilih disinkronkan, sehingga tidak
ada lagi penafsiran yang berbeda mengenai hal tersebut. Apabila
disepakati bahwa sumber data pemilih adalah murni dari Kementerian
Dalam Negeri, maka aturan yang setara atau di bawahnya juga
mengatur bahwa DP4 yang digunakan untuk data awal pemutakhiran.
Demikian pula apabila disepakati sumber data dari KPU, maka semua
aturan tentang pemutahiran data pemilih juga mengatur demikian.
Sehingga jelas tanggung jawab data pemilih ada pada institusi KPU;
4. KPU perlu melakukan studi kasus di Kabupaten Sampang karena selalu
ada masalah dalam tiap pelaksanaan pemilu. Terdapat suatu hal yang
perlu diteliti lebih mendalam dengan melibatkan universitas atau LSM
Independen agar menghasilkan rekomendasi tepat untuk penyelesaian
akar permasalahan yang ada.
Berdasarkan rekomendasi diatas, peneliti menawarkan alur
pemutakhiran data pemilih yang dapat digunakan untuk meminimalisir
data pemilih yang kurang akurat sebagai berikut :
38
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Sinkronisasi DP4
Pengumuman dengan DPT Pemilu
Data Pemilih Terakhir
Coklit
Kerjasama dengan
Kantor Penetapan DPS
Desa/Kelurahan
Pengumuman DPS,
Masukan dan
Tanggapan Masyarakat
Dari diagram diatas dapat dijelaskan bahwa data DP4 yang telah
disinkronisasi dengan DPT Pemilu terakhir langsung diumumkan kepada
masyarakat untuk mendapat masukan dan tanggapan di tahap awal
sebelum coklit dilaksanakan. Masukan dan tanggapan tersebut dicatat
oleh PPS sebagai bahan catatan khusus dalam melaksanakan coklit.
Selanjutnya pada tahapan coklit hingga pengumuman DPS, PPS
bekerjasama dengan kantor desa atau kelurahan dalam pencatatan
informasi kematian dan perpindahan penduduk baik yang masuk ataupun
keluar daerah. Dengan demikian diharapkan kualitas data pemilih yang
dihasilkan dapat lebih akurat dan mutakhir.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
ACE-Electoral Knowledge Network (2012). The ACE Encyclopaedia: Voter
Registration. ACE Project
39
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Rozaki, Abdur (2004). Menabur Kharisma Menuai Kuasa; Kiprah Kyai dan
Blater Sebagai Rezim Kembar di Madura. Yogyakarta; Pustaka Marwa
Jurnal
Artikel Online
Faisol Ramdhoni. (2014). Melihat Tradisi Kecurangan Pemilu di Sampang.
Diakses 21 Juli 2019, dari:
https://www.kompasiana.com/faisal1979/54f6ad83a333113b528b46
87/melihat-tradisi-kecurangan-pemilu-di-sampang.
Risalah Sidang
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Putusan Perkara Nomor
272/DKPP-PKE-VII/2018, tanggal 16 Januari 2019
40
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
41
ANALISIS BEBAN KERJA
KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA (KPPS)
MENGGUNAKAN METODE FTE (FULL TIME EQUIVALENT)
PADA PEMILIHAN UMUM SERENTAK TAHUN 2019
DI KABUPATEN BANGKA TENGAH
ABSTRAK
Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019 menjadi beban kerja yang sangat berat
dan luas bagi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hal ini karena
KPPS harus melayani pemilih memberikan suara sebanyak 5 (lima) surat suara.
Beban KPPS terjadi pada sebelum pemungutan dan penghitungan suara dan
sesudahnya. Beban berat KPPS menyebabkan mereka kelelahan sehingga
mengganggu proses pemungutan dan penghitungan suara, bahkan sampai ada
mengalami kecelakaan kerja seperti sakit dan meninggal dunia. Untuk itu
diperlukan penghitungan beban kerja dengan metode FTE (Full Time Equivalent).
Metode FTE dengan cara membagi hasil kerja dengan waktu realnya. Metode
penelitian ini berlokasi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 02 Desa Padang Baru
Kecamatan Pangkalan Baru Kabupaten Bangka Tengah, sebab KPSS mengalami
kesalahan penghitungan sehingga harus dilakukan pembukaan kotak suara pada
saat pleno di tingkat PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan). Metode yang digunakan
dengan menggunakan work sampling pada proses penghitungan suara yang
dikerjakan KPPS di TPS. Dari hasil penghitungan FTE, beban kerja KPPS masuk
dalam katergori overload, rata-rata diatas 2. Dengan adanya data FTE ini maka
sebagai rekomendasi bagi penyelenggaraan pemilu agar tidak memberikan beban
kerja yang berat bagi KPPS. Menyederhanakan sistem pemilu dan memperhatikan
dengan menyiapkan tenaga medis agar dapat memberikan pertolongan jika ada
anggota KPPS yang mengalami kecelakaan kerja.
Kata Kunci : KPPS, Beban Kerja, Pemilihan Umum Serentak
ABSTRACT
The 2019 Simultaneous Elections became a very heavy and broad workload for
the Voter Organizer Group (KPPS). This is because KPPS must serve voters as many
as 5 (five) ballots. KPPS expenses occur before and after the vote count and
afterwards. The heavy burden of KPPS causes them to be exhausted, thus interfering
with the voting and counting process, even to the point of having an occupational
accident such as illness and death. For this reason, it is necessary to calculate the
workload using the FTE (Full Time Equivalent) method. FTE method by dividing the
42
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
work with real time. This research method is located at the Polling Station (TPS) 02
Padang Baru Village, Pangkalan Baru Subdistrict, Central Bangka Regency,
because KPPS has miscalculated so that the ballot box must be opened at the
plenary level at the PPK (District Election Committee). The method used by using
work sampling in the process of counting votes conducted by KPPS at the TPS. From
the FTE calculation results, the workload of the KPPS is included in the overload
category, averaging above 2. With this FTE data as a recommendation for organizing
elections so as not to provide a heavy workload for the KPPS. Simplify the electoral
system and pay attention by preparing medical personnel so that they can provide
assistance if a KPPS member has an occupational accident.
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan Pemilu 2019 secara serentak berawal dari ide
akademisi Effendi Ghazali bersama Koalisi Masyarakat untuk Pemilu
Serentak yang menggugat Undang-undang nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) ke Mahkamah
Konstitusi (MK) pada tahun 2013 silam. Dengan gugatan teregistrasi nomor
14/PUU-XI/2013. MK pun mengabulkan permohonan tersebut dengan
alasan penyelenggaraan pilpres harus menghindari tawar menawar
(bargaining) politik bersifat taktis demi kepentingan sesaat, sehingga
terciptanya negosiasi dan koalisi strategis partai politik untuk kepentingan
jangka panjang1.
Penyelenggara Pemilu seperti yang diatur dalam Undang-undang
nomor 7 Tahun 2017 pada Pasal 1 angka 7 adalah lembaga yang
menyelenggarakan pemilu yang terdiri dari KPU (Komisi Pemilihan Umum),
Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dan DKPP (Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu). KPU (Komisi Pemilihan Umum) adalah lembaga
penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri dalam
melaksanakan pemilu. KPU terdiri dari KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS dan KPPSLN. Sementara Badan
Adhoc menurut PKPU Nomor 3 tahun 2018 tentang Pembentukan Badan
Adhoc Penyelenggara Pemilu 2019 terdiri atas PPK, PPS dan KPPS. PPK
bertugas di tingkat Kecatamatan, PPS ditingkat Kelurahan/Desa dan KPPS
ditingkat TPS.
Pada Penyelenggaraan pemilu tahun 2019 merupakan pemilu
pertama yang diselenggarakan secara serentak dengan memilih 5 (lima)
surat suara yaitu Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota dan Dewan Perwakilan Daerah (Solihah, 2017: 84).
Pemilu serentak 2019 membutuhkan kertas suara yang lebih banyak serta
waktu yang dibutuhkan pemilih di dalam bilik suara menjadi lebih banyak.
Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) yang diselenggarakan serentak
pada tahun 2019 kemarin menyisakan berbagai permasalahan.
Permasalahan dari penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan masyarakat.
Permasalahan dari penyelenggara pemilu khususnya di tingkat KPPS
1
https://m.cnnindonesia.com/nasional/2019042313537-32-388910/pemilu-serentak-bertaruh-nyawa-demi-
efisiensi-semu
43
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
2
https://amp.kompas.com/nasional/read/2019/05/16/17073701/data-kemenkes-
527petugas-kpps-meninggal-11239-orang-sakit
44
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
formulir C1 yang banyak terjadi dalam pemilu legislatif tahun 2014 yang
lalu di Yogyakarta. Kesalahan tersebut dapat menimbulkan ketidak
percayaan pemilih dan peserta pemilu terhadap hasil rekapitulasi yang
telah diumumkan oleh KPU Kota Yoyakarta. Hal ini terbukti dengan adanya
gugatan akibat kesalahan penjumlahan formulir C1 sebagai materi gugatan
ke Bawaslu Provinsi Yogyakarta terhadap 23 TPS di Kota Yogyakarta. Pada
Pemilu 2014 yang belum penggabungan antara Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden dengan pemilu legislatif, banyak kesalahan yang dilakukan KPPS,
apalagi pada Pemilu Serentak 2019 kemarin.
Terdapat fenomena menarik yang dirasakan oleh KPPS dengan
adanya beban kerja yang sangat berat. KPPS dituntut bekerja secara
profesional dan berintegritas dengan dibuktikan surat pernyataan. Tetapi
beban kerja yang sangat berat melebihi standar kerja pada umumnya yang
belum tentu bisa dilaksanakan oleh manusia pada umumnya. Hal ini
terbukti dengan telah diselenggarakan simulasi pemungutan suara di
salah satu TPS di Desa Sungai Selan Kecamatan Sungai Kabupaten Bangka
Tengah. Walaupun pelaksanaan dilakukan oleh PPS, PPK dan KPU
Kabupaten Bangka Tengah. Tetap saja tidak bisa dilaksanakan tepat waktu
dan tepat sasaran. Pemungutan dan Penghitungan suara terlaksana
selama 24 (dua puluh empat) jam lebih atau satu hari satu malam, hal ini
tidak memungkinkan tercapainya target selesainya pemungutan,
penghitungan pada tanggal 17 April 2019 (24 jam).
Pada proses penghitungan suara calon anggota DPR, KPPS harus
mencatat hasil suara dengan mengisi di model C1-Plano-DPR kemudian
harus mencari nama calon anggota DPR yang disebutkan oleh ketua KPPS
ketika membaca hasil pemungutan surat suara. Dengan total ada 16 (enam
belas) partai politik peserta pemilu kemudian harus mencari partai politik,
kemudian mencari lagi calon anggota DPR di partai politik yang dituju. Hal
ini sangat memerlukan ketelitian bagi KPPS agar tidak terjadi kesalahan.
Beban KPPS dirasakan sangat berat karena mereka bekerja bukan
hanya pada hari pencoblosan tetapi sebelum dan sesudah pelaksanaan
pemungutan. Seperti pada buku panduan KPPS pemungutan dan
penghitungan suara pemilu tahun 2019 tahapannya meliputi persiapan,
pelaksanaan dan pengumuman hasil penghitungan suara. Bahkan jika
terjadinya kesalahan dan temuan di TPS yang dilakukan oleh KPPS maka
akan dilaksanakan Pemungutan dan Penghitungan Suara Ulang (PSU).
Kesalahan dan temuan yang dilakukan KPPS bukan karena hal
disengaja tetapi karena beban kerja meliputi fisik dan pikiran sehingga
mereka kelelahan tidak dapat membedakan mana E-KTP yang sesuai.
Sebelum pemungutan suara, KPPS diperintahkan untuk mempersiapkan
seperti pengumuman tempat dan waktu pemungutan suara, penyampaian
formulir Model C6-KPU kepada Pemilih, penerimaan logistik dari PPS
kepada KPPS dan persiapan TPS.
Fakta di lapangan, ketika pada tahapan persiapan beban kerja KPPS
yang dirasakan sangat berat adalah menyampaikan formulir model C6-KPU
kepada pemilih paling lambat 14 April 2019. Mereka berjalan door to door
ke rumah pemilih menyerahkah formulir C6-KPU. Apalagi jika pemilih
tidak berada di rumah karena kerja atau urusan lain, maka mereka harus
45
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
46
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
47
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
48
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
49
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
METODE PENELITIAN
Metode Analisis Beban Kerja digunakan untuk mendapatkan informasi
yang diperlukan dalam analisis beban kerja ini: pendekatan organisasi dan
pendekatan analisis jabatan.
Penelitian ini dimulai dengan melakukan analisis pekerjaan pada 7
(tujuh) anggota KPPS TPS 02 Desa Padang Baru Kecamatan Pangkalan
Baru Kabupaten Bangka Tengah. Kemudian, uraian aktivitas tersebut
(volume kerja) akan dikalikan dengan norma waktu atau lamanya aktifitas
tersebut diselesaikan sehingga akan dihasilkan beban kerja KPPS yang
sesungguhnya. Tahap selanjutnya yaitu melakukan penghitungan FTE
dengan dua pendekatan yaitu berdasarkan aktifitas dan berdasarkan
proses. Penghitungan FTE dengan pendekatan aktivitas dilakukan kepada
KPPS pada penghitungan suara di TPS meliputi mencatat, mengisi,
menjumlahkan dan menulis.
Setiap anggota KPPS akan mendapatkan pekerjaan pada proses
penghitungan melalui tabel penghitungan beban kerja sebagai dasar
penghitungan FTE.
Penghitungan FTE dilakukan dengan membagi beban kerja
sesungguhnya yang telah didapatkan dengan waktu kerja efektif dalam
periode tertentu yang dijadikan alat ukur dalam melakukan analisis beban
kerja. Melalui penghitungan suara di TPS 02 Desa Padang Baru Kecamatan
Pangkalan Baru Kabupaten Bangka Tengah, untuk menghasilkan beban
kerja ideal yang seharusnya dilakukan oleh KPPS.
Data yang digunakan adalah data primer bersifat kualitatif dan
kuantitatif serta data sekunder. Data primer diperoleh dari 7 anggota KPPS
di TPS 02 Desa Padang Baru, sebagai berikut :
Tabel 1.
Keanggotaan KPPS di TPS 02 Desa Padang Baru
50
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
No Kegiatan Jadwal
A. Persiapan
1. Pengumuman tempat dan waktu Paling lambat 12 April
pemungutan 2019
2. Penyampaian formulir Model C6-
KPU kepada pemilih Paling lambat 14 April
3. Penerimaan logistik TPS dari PPS 2019
kepada KPPS
4. Penyiapan TPS Paling lambat 16 April
2019
51
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
52
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Gambar 1.
Denah Penghitungan suara
53
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Anggota KPPS 3 dan KPPS 4 mengisi data suara sah dan tidak
sah dalam formulir Model C.1-Plano. Ketua KPPS, anggota KPPS
dan Saksi Peserta Pemilu yang hadir menandatangani formulir
Model C1. Plano seluruh jenis pemilu. Ketua KPPS dibantu anggota
KPPS 2, KPPS 3, KPPS 4 dan KPPS 5 menyalin data masing-masing
formulir Model C1. Plano ke dalam masing-masing formulir Model
C1 Hologram beserta salinannya sesuai jenis pemilu dan
ditandatangani oleh ketua KPPS, anggota KPPS dan saksi Peserta
pemilu yang hadir.
Ketua KPPS dibantu anggota KPPS membuat catatan
kejadian khusus dan apabila tidak terjadi kejadian khusus maka
KPPS wajib menuliskan dengan kalimat “NIHIL” pada formulir
Model C2-KPU.
Ketua KPPS dibantu anggota KPPS membuat berita acara
pemungutan dan penghitungan suara di TPS menggunakan
formulir Model C-KPU Hologram beserta salinannya dan
ditandatangani oleh ketua KPPS, anggota KPPS dan saksi peserta
pemilu yang hadir.
Ketua KPPS menyerahkan salinana formulir Model C dan
C1 seluruh jenis pemilu dengan menggunakan formulir model
C5-KPU. Anggota KPPS 6 dan KPPS 7 memasukan seluruh surat
suara dan formulir hasil pemungutan dan penghitungan suara ke
dalam masing-masing sampul yang telah disediakan.
54
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
55
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
2. Mental, mental KPPS sangat diuji pada pemilu serentak 2019, mental
dari tuntutan pekerjaan yang berat dan harus baik dan benar. Mental
dari desakan masyarakat apabila adanya protes dari pemilih yang
tidak bisa memilih karena beberapa faktor. Mental dari saksi calon
baik itu Presiden dan Wakil Presiden dan legislatif apabila adanya
kesalahan yang dilakukan KPPS.
3. Penggunaan waktu yang tidak ideal bagi petugas KPPS dimana pada
sebelum hari pemungutan sudah diberikan pekerjaan yang sangat
berat.
Jika dilihat beban kerja KPPS pada proses penghitungan suara dengan
jumlah suarat suara dan formulir C1-Plano untuk setiap KPPS sebagai
berikut :
Tabel 4.
Beban Kerja Setiap KPPS
56
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
2. Membuka setiap V
surat suara untuk
diteliti dan
diumumkan
ketua KPPS
3. Menghitung. V V
Menyusun,
mengumumkan
dan mencatat
jumlah surat
suara
4. Mengisi data V V
pemilih,
pengguna hak
pilih dan pemilih
disabilitas dan
penggunan surat
suara hasil
pemungutan
5. Meneliti surat V
suara
6. Mengumumkan V
hasil surat suara
(SAH/TIDAK SAH)
7. Mencatat di V V
formulir C-Plano
8. Memeriksa dan V V
memastikan hasil
pencatatan sesuai
yang diumumkan
ketua KPPS
9. Melipat surat V
suara
10. Mengelompokan V V
surat suara
11 Mengisi data V V
suara sah dan
tidak sah ke
dalam formulir
Model C1-Plano
11. Menghitung V V
perolehan suara
dan data pemilih
12. Menyalin data V V V V V
model C.1-Plano
13. Membuat Berita V V V V V V V
Acara dan
menandatangani
model formulir
C1.Plano
14. Menyerahkan V
salinan model C
dan C1 seluruh
jenis pemilu
dengan formulir
C5-KPU
57
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis beban kerja yang dimiliki oleh TPS 02 Desa
Padang Baru Kecamatan Pangkalan Baru Kabupaten Bangka Tengah pada
penyelenggaraan pemilu serentak 2019 kemarin menunjukan beban kerja
yang sangat overload di atas nilai FTE 2 secara umum. Untuk disimpulkan
beban kerja masing-masing KPPS sebagai berikut :
1. Beban kerja KPPS yang overload terletak di proses penghitungan dan
rekapitulasi. Penghitungan dengan mencocokan jumlah hasil
pemilihan dan data pilih. Terlebih pada penghitungan suara anggota
DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Bangka Tengah.
2. Jika terjadi kesalahan merupakan hal yang sangat wajar karena KPPS
sangat lelah dalam bekerja sehingga tidak bisa konsentrasi.
3. Dengan beratnya beban kerja anggota KPPS pada penyelenggaraan
pemilu khususnya pada penghitungan suara maka dapat
dipertimbangkan dalam penyederhanaan sistem pemilu.
58
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, Wildanur. (2013). “Analisis Beban Kerja Sumber Daya
Manusia Dalam Aktivitas Produksi Komoditi Sayuran Selada ( Studi Kasus :
CV Spirit Wira Utama ).” Managemen dan Organisasi IV(2): 128–43.
Anisa, Herdiana Nur, and Heru Prastawa. (2012). “ANALISIS BEBAN
KERJA PEGAWAI DENGAN METODE FULL TIME EQUIVALENT ( FTE )
( Studi Kasus Pada PT . PLN ( Persero ) Distribusi Jateng Dan DIY ).”
Dewi, U dan Satya A. (2012). “Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja
Berdasarkan Beban Kerja Karyawan Pada PT PLN(Persero) Distribusi
Jakarta Raya Dan Tangerang Bidang Sumber Daya Manusia Dan
Organisasi.” Universitas Indonesia.
Dhania, Dhini Rama. (2010). “Pengaruh Stress Kerja, Beban Kerja
Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Pada Medical Representatif Di Kota
Kudus).” Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus I(1): 15–23.
Fitri, Adelina, Andi Wahyuni Irma Mr, Syamsiar S Russeng, Titin Isna,
and Risma Adelina. (2014). “Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal
Terhadap Kelelahan Kerja Melalui Subjective Self Rating Test.” National
Conference of Indonesian Ergonomics Society 3(December): 239–47.
Gibson, Ivancevich & Deonnely, (1993). Organisasi dan
Manajemen :Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.
Gorantokan, Eduard Ola Babe. (2017). “Kualitas Kerja Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara Pada Penyelenggaraan Pemilu Legislatif
Di Kabupaten Lembata Tahun 2014.” Universitas Samratulangi.
Moekijat. (2004). Manajemen Tenaga Kerja dan Hubungan
Kerja.Bandung: Pioner Jaya
Munandar. (2001). Stress dan Keselamatan kerja, Psikologi Industri
dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia
Pandiangan, Andreas. (2019). “Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara (KPPS) Pemilu 2019: Tanggungjawab dan Beban Kerja.” The Journal
of Society & Media 3(1): 17.
Prihatini. (2007). “Analisis Hubungan Beban Kerja Dengan Stress
Kerja Perawat di Tiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang.” Universitas
Sumatera Utara.
Purnomo Hari. (2015). “PENENTUAN BEBAN KERJA PADA FRONT
OFFICE DAN BACK OFFICE PERUSAHAAN PERBANKAN MENGGUNAKAN
UJI PETIK PEKERJAAN.” Seminar Nasional IENACO I(2006): 179–85.
Puteri, Renty. (2017). “Analisis Beban Kerja Dengan Menggunakan
Metode CVL Dan Nasa-TLX Di PT. ABC.” Spektrum Industri 15(2): 121–255.
Solihah, Ratniah. (2017). “Peluang Dan Tantangan Pemilu Serentak 2019
Dalam Perspektif Politik.” Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan 3(1): 73–88.
Susanto, Andrie. (2014). “Disporprosionalitas Beban Tugas KPPS
Studi Integritas Pemilu.” Jurnal Politik Indonesia 2(1): 9–19.
Tarwaka. (2010). Harapan Press Solo Dasar-Dasar Pengetahuan
Ergonomi Dan Aplikasi Di Tempat Kerja. 2010.
59
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
WEBSITE
www.kpu.go.id
www.kpu-bangkatengah.go.id
https://m.cnnindonesia.com/nasional/201904231353732388910/pemilu
-serentak-bertaruh-nyawa-demi-efisiensi-semu
diakses tanggal 19 September 2019
https://amp.kompas.com/nasional/read/2019/05/16/17073701/data-
kemenkes-527petugas-kpps-meninggal-11239-orang-sakit
diakses tanggal 19 September 2019
60
EFEKTIVITAS KOTAK SUARA BERBAHAN DUPLEKS PADA PEMILIHAN
UMUM SERENTAK TAHUN 2019 DI PULAU LEGUNDI KABUPATEN
PESAWARAN
ABSTRAK
Agar terciptanya pemilu yang berkualitas dan berintegritas diperlukannya
faktor-faktor pendukung perlengkapan pemungutan suara di antaranya yakni
kotak suara. Kotak suara pada Pemilu Serentak Tahun 2019 berbahan dupleks
ini diragukan kualitasnya oleh sejumlah kalangan, lantaran dianggap tidak
kokoh sehingga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya kecurangan. Di
dalam penelitian ini penulis ingin melihat apakah penggunaan kotak suara
berbahan dupleks di Kepulauan Legundi Kabupaten Pesawaran pada Pemilu
Serentak Tahun 2019 berjalan secara effektif. Mengingat pulau Legundi
merupakan daerah kepulauan yang memerlukan kehati-hatian dalam
pendistribusian logistik terutama kotak suara yang berbahan dupleks. Penelitian
ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan menelaah berbagai
sumber data yang diperoleh mengenai penggunaan kotak suara berbahan
dupleks pada Pemilihan Umum Serentak 2019. Hasil dari penelitian penulis
menyimpulkan bahwa penggunaan kotak suara dupleks di Pulau Legundi
berjalan secara effektif dengan tercapainya aspek-aspek Efektivitas yakni tugas
dan fungsi, rencana dan program, ketentuan dan peraturan, serta tujuan dan
kondisi ideal.
PENDAHULUAN
Sebagai salah satu parameter keberhasilan penegakan demokrasi di
Indonesia adalah pelaksanaan Pemilihan Umum (pemilu) yang
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia Pemilu menjadi upaya nyata
dalam merealisasikan kedaulatan rakyat dengan melaksanakan asas
sebagaimana dimaksud sehingga mewujudkan tegaknya demokrasi.
Pemilu dalam bentuk konteks demokrasi merupakan mekanisme
politik modern untuk memilih pemimpin berdasarkan keinginan rakyat
dan pemilihan kekuasaan secara damai agar terhindar dari konflik dan
kekuasaan. Selain itu, pemilu adalah suatu pemilihan pemberian jabatan
politik tertentu. Penyelenggara pemilu dalam menyelenggarakan pemilu
tersebut, diharapkan dapat melaksanakan pemilu dengan memenuhi
prinsip mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka,
proporsional, professional, akuntabel, efektif dan efisien.
Adapun partai politik dalam memperoleh kekuasaan politik
(legislative, eksekutif) yang legitimasinya sah secara undang-undang dan
konstitusional, dapat saling berkompetisi untuk mendapatkan simpatik
rakyat melalui Pemilu.
Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan Pemilu merupakan sarana
lima tahunan pergantian kekuasaan dan kepemimpinan nasional yang
mana pelaksanaan pemilihan umum dalam sistem demokrasi juga
menjadi indikator karena rakyat dapat berpartisipasi dalam menentukan
pilihan politiknya terhadap pemerintahan dan negaranya.
Melalui pemilu rakyat bisa memilih para wakilnya untuk duduk
dalam parlemen maupun struktur pemerintahan. Agar terciptanya pemilu
yang berkualitas dan berintegritas diperlukannya faktor-faktor
pendukung perlengkapan pemungutan suara di antaranya yakni kotak
suara. Beberapa bulan jelang Pemilu 2019, proses persiapan pemungutan
suara menemui sandungan. Rencana KPU menggunakan kotak
suara berbahan dupleks atau kardus menjadi polemik.
62
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
1
https://m.detik.com/news/berita/d-4345191/kpu-jelaskan-pertimbangan-pakai-kotak-suara-kardus
63
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
A. KONSEP EFEKTIVITAS
1. Pengertian Efektivitas
Kata efektivitas berasal dari kata dasar efektif dan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kata efektif memiliki makna efek,
akibat, pengaruh atau membawa hasil. Sedangkan pengertian
efektivitas adalah daya guna, keaktifan dan adanya kesesuaian suatu
kegiatan seseorang dalam melaksanakan tugas dengan tujuan yang
telah dicapai.
Efektivitas pada umumnya memiliki hubungan antara hasil yang di
harapkan dengan kenyataan hasil yang telah dicapai. Dengan kata lain,
makna dari efektivitas adalah menunjukkan seberapa jauh pencapaian
hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.
Berikut ini adalah beberapa definisi efektivitas menurut para ahli,
diantaranya :
64
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
65
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
66
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
2
https://news.detik.com/berita/d-4523961/pemilu-2019-disoal-ini-lho-3-alasan-mk-
perintahkan-pemilu-serentak
67
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
2.Harga satuan kotak suara 2. Harga satuan 2.Harga satuan kotak suara sekitar
Rp.50.000,00 kotak suara Rp.50.000,00
sekitar
Rp.130.000,00
3.Anggaran pengadaan kotak suara 3.Anggaran 3.Anggaran pengadaan kotak suara
Nasional Rp 120M pengadaan kotak nasional Rp 119,6 Milliar.
suara nasional
Rp.55,46 Milliar.
(Di akses pada : https://mediaindonesia.com/read/detail/120701-kotak-transparan-siap-diuji-coba-2018
Pada Tanggal 03 September 2019 Pukul 08.25 WIB)
68
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
3
https://www.bbc.com/indonesia Polemik kotak suara bahan karton, KPU: 'Ini
kecurigaan berlebihan
69
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
70
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
71
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
METODE PENELITIAN
72
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
73
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
74
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
4
https://m.detik.com/news/berita/d-4347983/ketua-kpu-sebut-kotak-suara-kardus-hemat-biaya
75
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
003 72 81 153
004 55 54 109
005 71 57 128
76
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
77
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
78
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
• Pemahaman program
Bahwa ketika kotak suara dupleks tiba di kantor KPU Kabupaten
Pesawaran, seluruh pegawai KPU Kabupaten Pesawaran memahami
proses perangkaian kotak suara. Selain itu mereka juga memahami
merawat kotak suara dengan cara menempatkan di gudang logistik yang
aman dari gangguan cuara. Mereka juga melalui arahan dari Anggota
KPU Kabupaten Pesawaran Divisi Logistik memahami tentang pengaturan
penyimpanan kotak suara.
• Tepat sasaran
Bahwa kotak suara berbahan dupleks yang didesain dengan salah
satu sisi yang transparan, sehingga masyarakat khususnya pemilih dapat
melihat langsung surat suara yang telah dimasukkan ke dalam kotak
suara. Hal tersebut tentu dapat mengurangi tingkat kecurangan.
• Tepat waktu
Bahwa pendistribusian kotak suara dari KPU Kabupaten Pesawaran
berjalan dengan baik dan lancar ketika H-1 dan sesudah pemungutan
suara pengembalian kotak juga dapat kembali dengan baik.
• Tercapainya tujuan
Bahwa kotak suara berbahan dupleks sejumlah 35 kotak dapat
digunakan sebagaimana mestinya sebagai penyimpan surat suara hasil
pemungutan suara yang terdiri 5 surat suara. Selain itu kotak suara
tersebut juga menyimpan hasil rekapitulasi C1 plano.
• Perubahan nyata
Bahwa sebelum ini Pemilu menggunakan kotak suara berbahan
aluminium, kayu dan juga pernah plastik buram dimana belum ada
kotak suara yang mempunyai sisi transparan.
Pendistribusian logistik khususnya kotak suara berbahan dupleks
atau kardus dan penggunaannya berjalan dengan baik dan lancar. Semua
tak lepas dari peran aktif para penyelenggara Pemilu yakni KPU
Kabupaten Pesawaran, PPK, PPS dan KPPS yang menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam pendistribusian kotak suara tersebut. Sehingga
kotak suara sampai dengan aman dan selamat di lokasi TPS tanpa ada
suatu kekurangan apapun. Pelaksaanaan pemilu Kepulauan Legundi pun
berjalan dengan lancar dan masyarakat disana bisa memberikan hak
pilihnya dengan baik. Begitupun dalam hal pengembalian kotak suara di
Kecamatan yang difasilitasi oleh PPK dapat berjalan dengan baik.
KESIMPULAN
79
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Adapun saran yang dapat penulis berikan pada penelitian ini adalah :
1. Pada masa yang akan datang sebaiknya harus ada anggaran khusus
yang cukup dan memadai untuk pendistribusian daerah-daerah yang
di anggap rawan. Hal tersebut dimaksudkan untuk optimalisasi
pendistribusian logistik ke daerah kepulauan sesuai dengan
kebutuhan. Karena ada kalanya terdapat pengeluaran yang tidak
terduga.
2. Bahwa sebaiknya kotak suara untuk kepulauan di daerah ekstrim
menggunakan kotak suara yang terbuat dari Mika yakni setipe dengan
plastik tetapi tidak tembus air. Hal ini dimaksudkan agar dapat
mengurangi resiko apabila terkena basah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Agung, Kurniawan. (2005). Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta:
Pembaharuan.
Effendy, Onong Uchjana. (2008). Ilmu Komunikasi, Teori & Praktik.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Handayaningrat, Soewarno. (2006). Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan
Manajemen. Gunung Agung, Jakarta.
80
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Jurnal
Balton, M.Gren, Krtum, Philip & Claudia. (2015).”How Hard Can It Be
To Place a Ballot Into a Ballot Box? Usability of Ballot Boxes in
Tamper Resistantd Voting Systems”. Journal Of Usability Studies.
Vol. 10 Issue 4, August 2015, p 123-139
Artikel Online
Di akses pada tanggal 02 September 2019 Pukul 22.15 WIB, dari :
https://news.detik.com/berita/d-4523961/pemilu-2019-disoal-
ini-lho-3-alasan-mk-perintahkan-pemilu-serentak
Peraturan
Undang-Undang Dasar 1945;
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum;
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2018 Tentang
Norma, Standar, Prosedur Kebutuhan Pengadaan dan Pendistribusian
Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilihan Umum
81
LITERASI PEMILIH PENYANDANG DISABILITAS:
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN SOLUSINYA
DI KABUPATEN SLEMAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi literasi pemilih
Penyandang Disabilitas, hambatan yang terjadi, serta merekomendasikan desain
kebijakan untuk membangun literasi pemilih Penyandang Disabilitas di
Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif,
dengan metode deskriptif. Fokus penelitian ini adalah program-program
sosialisasi dan pendidikan pemilih yang telah dilakukan oleh KPU Kabupaten
Sleman, serta program Pemerintah Kabupaten Sleman dalam rangka
membentuk literasi pemilih Penyandang Disabilitas. Peneliti melakukan
wawancara dengan Komisioner KPU Kabupaten Sleman dan perwakilan
organisasi Penyandang Disabilitas. Selain itu dilakukan observasi terhadap
kegiatan Perencanaan dan Proses Pembangunan Desa yang melibatkan
komunitas Penyandang Disabilitas. Kesimpulannya berupa 4 (empat) hal, yaitu:
(1) Penyandang Disabilitas di Kabupaten Sleman belum memiliki literasi politik
yang memadai; (2) Penyandang Disabilitas di Kabupaten Sleman masih terbatas
pada tahap literasi pemilih; (3) Hambatan dalam pembentukan literasi pemilih
disebabkan adanya diskriminasi dari keluarga, masyarakat dan pemerintah;
(4) Proses pembentukan literasi pemilih diperoleh dari sosialisasi dan pendidikan
pemilih yang dilakukan KPU Kabupaten Sleman. Rekomendasi yang bisa
ditawarkan adalah: (1) Menciptakan regulasi sosialisasi dan pendidikan pemilih
yang tidak terbatas pada pemilihan umum; (2) Melakukan pendidikan politik
dengan melibatkan keluarga Penyandang Disabilitas; (3) Mengoptimalkan
konsep sosialisasi dan pendidikan pemilih Penyandang Disabilitas sebagai agen
yang aktif; (4) Mengoptimalkan peranan SIPARMAS (Sistem Informasi Partisipasi
Masyarakat).
ABSTRACT
This study aims to determine the condition and create a policy to build the
voter literacy of persons with disabilities in Sleman Regency. The method used is a
qualitative approach, with descriptive methods. The focus is the voter education
and socialization programs by the General Electoral Commission of Sleman
Regency, and the Sleman Regency Government program. Researchers conducted
interviews with the Commissioner of the General Electoral Commission of Sleman
Regency and representatives of organizations of people with disabilities.
Observations also made on the Village Development Planning and Process
82
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
PENDAHULUAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
bagaimana kondisi literasi pemilih Penyandang Disabilitas, hambatan
yang terjadi dalam pembentukan literasi pemilih tersebut, serta
merancang sebuah desain kebijakan untuk membangun literasi pemilih
Penyandang Disabilitas di Kabupaten Sleman.
Sejak Orde Reformasi bergulir, Indonesia telah menyelenggarakan
pemilihan umum sebanyak 5 kali ditahun 1999, 2004, 2009, 2014 dan
2019. Dalam rentang waktu tersebut juga telah dilakukan Pilkada
Serentak di tahun 2015, 2017 dan 2018. Pemilu Legislatif Indonesia
tahun 2014 bisa jadi merupakan kegiatan yang paling kompleks di dunia.
Paling tidak terdapat empat juta petugas di 550.000 TPS, yang tersebar di
seluruh Indonesia yang memiliki 17.000 pulau. Para KPPS ini
bertanggungjawab mengelola 700 juta surat suara dengan 2.450 desain
yang berbeda untuk memfasilitasi pemilihan sekitar 19.700 kandidat
dalam Pemilihan Legislatif. Kompleksitas ini semakin bertambah pada
pelaksanaan Pemilu Serentak 2019, dimana jumlah TPS bertambah
menjadi 813.350 dan pemilih akan mencoblos 5 surat suara dengan
desain yang berbeda, kemudian memasukkan surat suara tersebut
kedalam 5 kotak suara dengan 5 penanda warna yang berbeda pula.
Kompleksitas pemilu Serentak ini tentunya membutuhkan pengetahuan
terkait tahapan pemilihan dan teknis memberikan suara yang harus
dimiliki oleh setiap pemilih. Kompleksitas pada penyelenggaraan Pemilu
Serentak Tahun 2019 mengharuskan KPU harus lebih intens melakukan
sosialisasi dan pendidikan pemilih sejak awal, tak terkecuali kepada
Penyandang Disabilitas. Dengan keterbatasan yang mereka miliki,
tentunya dibutuhkan sebuah kebijakan yang lebih mengakomodasi
kebutuhan para Penyandang Disabilitas dan dukungan dari instansi
terkait. Berbagai kajian yang telah dilakukan belum banyak menyentuh
aspek tingkat literasi pemilih Penyandang Disabilitas, yaitu pemahaman
tentang tahapan Pemilu, pengenalan terhadap profil calon atau kandidat,
pengetahuan tentang visi misi kandidat serta pemahaman terhadap
teknis pemberian suara.
83
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
84
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
85
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
86
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Kewarganegaraan (Citizenship)
Paradigma kewarganegaraan memiliki akar sejarah yang panjang,
yaitu sejak model negara kota/polis diperkenalkan di Yunani. Dalam
87
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Kewarganegaraan inklusif
88
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
89
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif dimulai dengan asumsi dan penggunaan
kerangka penafsiran/teoritis yang membentuk atau mempengaruhi studi
tentang permasalahan riset yang terkait dengan makna yang dikenakan
oleh individu atau kelompok pada suatu permasalahan sosial atau
manusia. Pengumpulan data dilakukan dalam sebuah lingkungan
alamiah yang peka terhadap masyarakat dan tempat penelitian, dan
analisis data yang bersifat induktif maupun deduktif serta pembentukan
berbagai pola atau tema. Laporan akhir mencakup berbagai suara dari
para partisipan, refleksivitas dari peneliti, deskripsi dan interpretasi
tentang masalah penelitian, dan kontribusinya pada literatur atau bagi
perubahan (Creswell, 2015:59). Sedangkan metode yang digunakan
adalah deskriptif. Dalam penelitian deskriptif, pertanyaan dengan kata
tanya mengapa, bagaimana, alasan apa dan bagaimana terjadinya
biasanya sering digunakan oleh peneliti, sehingga peneliti tidak akan
memandang sebuah fenomena memang sudah demikian keadaannya
(Moleong, 2017:11). Sedangkan fokusnya pada evaluasi program-program
pendidikan pemilih yang telah dilakukan oleh KPU Kabupaten Sleman
dalam rangka membentuk literasi pemilih Penyandang Disabilitas.
Evaluasi ini dilakukan pada elemen rancangan program, monitoring
program, dan evaluasi yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan
dari program tersebut atau menilai apakah program yang berjalan sudah
sesuai dengan kebutuhan Penyandang Disabilitas. Tindak lanjutnya
berupa penelitian tindakan (action research), yaitu sebuah proses untuk
memperoleh hasil perubahan dan pemanfaatan hasil perubahan yang
diperoleh dalam penelitian tersebut oleh pihak yang berkompeten
(Moleong, 2017:240).
Kabupaten Sleman dipilih sebagai lokasi penelitian dengan
pertimbangan bahwa Kabupaten Sleman merupakan pilot project
pembentukan Desa Inklusi yang dirintis bersama dengan SIGAB (Sasana
Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel). Dengan adanya Desa Inklusi ini
diharapkan dapat memberdayakan Penyandang Disabilitas tanpa
memperhatikan perbedaan latar belakang, status dan kondisinya.
Pemberdayaan ini mencakup semua aspek kehidupan, baik itu politik,
sosial, ekonomi dan budaya. Selain itu, Kabupaten Sleman merupakan
91
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Pilot Project Desa Melek Politik (PPDMP) yang telah diresmikan pada tahun
2016 oleh KPU RI. Sebagai pionir dalam pembentukan Desa Melek Politik,
sudah menjadi kewajiban KPU Kabupaten Sleman dan instansi terkait
untuk mewujudkan melek politik disemua segmen masyarakat, tak
terkecuali Penyandang Disabilitas. Assesmen secara berkala terhadap
literasi politik, lebih spesifik lagi yaitu literasi pemilih Penyandang
Disabilitas diperlukan untuk mengetahui keberhasilan program-program
yang telah dilaksanakan oleh KPU Kabupaten Sleman, serta untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangannya, kemudian merumuskan
rekomendasi terkait program yang akan dievaluasi.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan KPU
Kabupaten Sleman dan LSM pegiat disabilitas. Wawancara dilakukan
secara individual dengan metode in depth interview dan informan yang
dipilih menggunakan metode purposive sampling, yaitu informan yang
digunakan adalah informan-informan yang mewakili dan terkait dengan
informasi yang dibutuhkan terkait literasi pemilih Penyandang Disabilitas
di Kabupaten Sleman. Selain itu, juga dilakukan observasi terhadap
partisipasi Penyandang Disabilitas dalam kegiatan Musrenbang. Data
juga dikumpulkan dari sumber lain, yaitu: (1) Arsip terkait kebijakan
sosialisasi dan pendidikan pemilih kepada Penyandang Disabilitas yang
dilakukan oleh KPU Kabupaten Sleman; (2) Dokumen kebijakan instansi
terkait mengenai pendidikan politik Penyandang Disabilitas. Data juga
diperoleh melalui berita online, jurnal-jurnal penelitian terkait literasi
politik Penyandang Disabilitas di Kabupaten Sleman. Data yang
dikumpulkan adalah data sampai dengan awal tahun 2019.
Pada tahap analisis data, dilakukan dengan model interaktif seperti
yang dinyatakan oleh Miles dan Huberman. Dalam analisis data model
interaktif ini, komponen-komponen analisis data yang mencakup
(1) Pengumpulan data, yaitu berupa kegiatan mencari dan
mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan penelitian, baik itu
berupa wawancara, observasi, maupun dokumentasi; (2) Reduksi data,
yaitu merupakan sebuah proses menggolongkan, membuang data yang
tidak diperlukan, dan mengorganisasi data sehingga diperoleh
kesimpulan yang dapat ditarik dan diverifikasi; (3) Penyajian data, yaitu
kegiatan menyusun sekumpulan informasi yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan;
(4) Penarikan kesimpulan, yaitu mencari arti/makna, alur sebab akibat
yang kemudian dituangkan secara lebih rinci.
92
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Hal ini disebabkan karena sejak tahun 2004, KPU Kabupaten Sleman
sudah rutin melaksanakan sosialisasi dan simulasi pemberian suara
terhadap Penyandang Disabilitas.
“Jika terkait tentang kesadaran politik pada Penyandang
Disabilitas, khususnya perempuan, kesadaran politik itu sudah
ada. Karena sejak tahun 2004, KPU sudah gencar melakukan
sosialisasi dan simulasi. Jadi menurut saya, kesadaran terkait
partisipasi politik itu sudah bagus, namun ya masih ada keluarga
yang menganggap sepele masalah suara. Mereka malas membawa
Penyandang Disabilitas ke TPS, jadi banyak yang memilih untuk
tinggal dirumah” (Ratna Dewi S, 16 Agustus 2018).
93
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
94
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
95
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
96
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
“Kalau saya sih belum pernah dilibatkan sama kelurahan kalau ada
kegiatan-kegiatan desa (Musrenbang, dll). Hanya temen-temen tuna
netra yang sering ke kelurahan itu yang biasanya dilibatkan. Jadi,
kita tertinggal sekali untuk informasi terkait pengembangan
wilayah” (Supriyatno, 21 Agustus 2018).
97
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
KESIMPULAN
Beberapa poin yang dapat disimpulkan dari keseluruhan penelitian ini
adalah:
1. Tingkat literasi politik Penyandang Disabilitas di Kabupaten Sleman.
Apabila berpijak pada pengertian sederhana tentang literasi politik,
yaitu “the state of having political information”, maka Penyandang
Disabilitas di Kabupaten Sleman belum memiliki pengetahuan terkait
politik yang memadai. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan dalam
pengembangan wilayah yang terbatas, tidak menolak money politic, dan
keterlibatan sebagai calon legislatif masih minim.
2. Kondisi Penyandang Disabilitas di Kabupaten Sleman saat ini masih
terbatas pada memiliki pengetahuan tentang pemilu (literasi pemilih).
Tingkat literasi pemilih Penyandang Disabilitas ini memiliki
tingkatan yang beragam. Ada sebagian Penyandang Disabilitas yang
memiliki literasi pemilih yang cukup baik, namun terkendala dengan
98
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
REKOMENDASI
Dengan adanya beberapa temuan terkait literasi pemilih
Penyandang Disabilitas di Kabupaten Sleman tersebut, maka kajian ini
dapat menyumbangkan beberapa rekomendasi bagi penyempurnaan
model sosialisasi dan pendidikan pemilih yang sudah dilakukan oleh KPU
RI pada umumnya, serta KPU Kabupaten Sleman pada khususnya.
Rekomendasi tersebut adalah:
1. KPU harus mendorong terciptanya regulasi yang mengatur sosialisasi
dan pendidikan pemilih yang tidak hanya berkutat pada segala
persoalan terkait pemilihan umum.
KPU sebagai leading sector dalam kegiatan sosialisasi dan
pendidikan pemilih dapat didorong lebih jauh untuk melakukan
pendidikan politik. KPU sudah saatnya mendesain model pendidikan
politik yang hasil akhirnya adalah pembentukan kesadaran masyarakat
akan hak dan kewajiban sebagai warga negara (civic education). KPU
Kabupaten Sleman sebagai pelaksana kebijakan KPU tentunya tidak bisa
menjalankan kebijakan tanpa dirumuskan terlebih dahulu di tingkat
pusat, mengingat lembaga ini sifatnya hierarkhi. Selain itu, KPU juga
harus didukung oleh lembaga lain untuk melakukan pendidikan politik,
misalnya dengan Kementerian Pendidikan (terkait kurikukulum
pendidikan kewarganegaraan). Karena literasi politik bukan merupakan
proses instan, maka harus dimulai sejak dini, tidak hanya pada
Penyandang Disabilitas namun juga pada masyarakat disekitarnya.
Dengan dilakukannya pendidikan politik kepada Penyandang Disabilitas,
99
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
102
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
Westheimer, J., & Kahne, J.(2004) : What kind of citizen? The politic of
educating for democracy. American Educational Research Journal,
Vol. 41 No. 2.
Yan, M.(1993). Study of Political Literacy of Women Group Members in
Community Development Service in Hong Kong, Disertasi PhD,
University of Hong Kong.
Website:
http://chambers.co.uk/book/the-chambers-dictionary/diakses 13
Oktober 2017 pukul 07.20.
https://suryaden.com/syahadat-indonesia/analisis-kritis-diskriminasi-
terhadap-kaum-difabel pada tanggal 12 Oktober 2017 pukul 10.15
https://eci.gov.in/sveep/ diakses 17 Mei 2019 pukul 11.30 WIB
https://ecisveep.nic.in/ diakses 17 Mei 2019 pukul 11.00 WIB
Wawancara:
103
MALPRAKTIK PEMILU DI TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA
PADA PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA
PEMILU SERENTAK TAHUN 2019
Awaluddin
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara
E-mail: awaluddin-2017@fisip.unair.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk malapraktik Pemilu
yang terjadi pada proses pemungutan dan penghitungan suara di Tempat
Pemungutan Suara (TPS) dalam penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2019 di
Kabupaten Buton. Selain itu, studi ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor apa yang mempengaruhi terjadinya Malapraktik Pemilu di Kabupaten
Buton, fokus pada proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah description research. Hasil penelitian
menunjukkan adanya malapraktik pemilu pada proses pemungutan dan
penghitungan suara di TPS berupa ghost voters, double voting, penulisan fomulir
C1 yang tidak akurat, manipulasi perolehan suara peserta Pemilu, kekurangan
logistik, data pemilih yang tidak akurat, pemungutan suara yang tidak
memberikan kenyamanan bagi semua kelompok pemilih serta pelaksanaan
pemungutan dan penghitungan suara dalam taraf tertentu tidak transparan dan
tidak akurat. Sementara faktor yang mempengaruhi terjadinya malapraktik
berupa beban kerja yang berat, minimnya kompetensi petugas KPPS, regulasi
yang berubah-ubah dan tidak berkepastian hukum, saksi peserta Pemilu kurang
memahami tugas dan perannya di TPS, dan jumlah logistik yang banyak.
ABSTRACT
This study aims to determine the forms of Election malpractice that occur in
the process of voting and counting at polling stations (TPS) in the implementation of
simultaneous elections in 2019 in Buton District. Other than that, this study also
aims to identify what factors influence the occurrence of Election Malappractice in
Buton District, focus on the process of voting and counting at polling stations. The
method used in this study is description research. The results of the study showed
that there were malpractices in the election in the process of voting and counting at
polling stations in the form of ghost voters, double voting, writing inaccurate C1 form,
manipulation of vote acquisition of Election participants, lack of logistics, inaccurate
voter data, voting that does not provide comfort for all groups of voters and the
implementation of voting and counting in a certain degree it is not transparent and
inaccurate. While the factors that influence the occurrence of malpractice are in the
form of heavy workload, lack of competency of KPPS officers, changing regulations
and no legal certainty, witnesses to the Election participants did not understand
their duties and roles at the polling station, and a large amount of logistics.
104
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
PENDAHULUAN
Pemilihan Umum (election) di Indonesia telah menjadi rutinitas setiap
lima tahun. Jika dihitung sejak masa kemerdekaan yakin Orde Lama, Orde
Baru hingga masa reformasi dan pascareformasi, setidaknya telah
dilaksanakan pemilu di Indonesia sebanyak 11 kali. Selain pemilu untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD dan DPRD,
Pemilu lima tahunan di Indonesia juga dilakukan untuk memilih kepala
daerah baik itu di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota.
Meskipun demikian, kuantitas penyelenggaraan pemilu tersebut
tidak dengan sendirinya menghasilkan pemilu yang bebas dari
pelanggaran-pelanggaran pemilu. Sejumlah pelanggaran-pelanggaran
pemilu menjadi sajian di ruang publik dan menjadi bahan kajian akademik
pada setiap pergelaran lima tahunan tersebut. Pelanggaran pemilu terus
terjadi mulai dari masa persiapan pemilu, masa pelaksanaan pemilu, pun
masa pascapelaksanaan pemilu.
Peluang pelanggaran terbuka lebar terjadi pada setiap pemilu. Majalah
Time pada tahun 2004 menyebut Pemilu Legislatif di Indonesia merupakan
paling rumit di dunia (Didik, 2019). Bagaimana tidak, sekali masuk bilik
suara, seorang pemilih harus membuka empat lembar surat suara,
memilih empat nama calon diantara ratusan calon. KPU harus
menyediakan ratusan juta lembar surat suara dalam waktu singkat hingga
di seluruh pelosok negeri. Sehingga Pemilu di Indonesia disebut Pemilu
terbesar di dunia yang dilaksanakan dalam satu hari.
Jika Pemilu di tahun 2004, tahun 2009, dan tahun 2014 saja sudah
dianggap rumit oleh dunia, maka pemilu 2019 akan lebih rumit lagi. Sebab,
Pemilu 2019 tidak hanya memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwailan Rakyat Daerah Provinsi
(DPRD Prov) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
(DPRD Kab/Kota). Tapi juga memilih presiden dan wakil presiden sekaligus
dalam sehari.
Kuantitas dan modus pelanggaran yang terjadi selama hari
pemungutan dan penghitungan suara adalah sebagai dampak dari pemilu
itu sendiri. Pemilu adalah persaingan. Persaingan antar peserta pemilu
untuk memperebutkan kursi di lembaga legistlatif (DPR, DPD dan DPRD)
maupun di lembaga ekesekutif (Presiden dan Wakil Presiden). Karena
pemilu sebagai persaingan, maka kontestasi akan melahirkan konflik.
Konflik yang terjadi bukan saja karena peserta pemilu memperebutkan
kursi/jabatan yang sama, atau jumlahnya yang terbatas, tetapi konflik
juga terjadi karena peserta pemilu menganggap kursi/jabatan yang
diperebutkan amat sangat penting bagi mereka. Semakin penting
kursi/jabatan bagi peserta pemilu, maka akan semakin ketat persaingan
dalam memperebutkan kursi/jabatan tersebut, dan pada gilirannya akan
mendorong peserta pemilu untuk melakukan segala cara dalam merebut
kursi tersebut. Sehingga dalam pelaksanaan pemilu, sangat berpotensi
105
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
106
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (qualitative
research), dengan metode deskriptif. Tujuannya untuk mengungkapkan
bentuk malapraktik Pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu
pada proses pemungutan dan penghitungan suara di tingkat TPS pada
penyelengaraan Pemilu 2019 di Kabupaten Buton.
Adapun teknik pengumpulan data melalui studi dokumen, wawancara
dan observasi. Peneliti melakukan observasi langsung di 2 TPS dalam
wilayah Kabupaten Buton. TPS pertama di TPS 001 Desa Bungi Kecamatan
Wolowa yang dianggap mewakili TPS di wilayah terpencil, dan TPS 004
Kelurahan Kombeli, Kecamtan Pasarwajo yang dianggap mewakili TPS di
wilayah perkotaan dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Peneliti juga
melakukan observasi terhadap proses rekapitulasi hasil penghitungan
suara di tingkat PPK Kecamatan Wolowa dan PPK Pasarwajo.
Sementara itu, studi dokumen dilakukan terhadap dokumen hasil
pemungutan dan penghitungan suara di seluruh wilayah Kabupaten
Buton, surat dinas dan surat keputusan serta regulasi yang mengatur
tentang pemungutan dan penghitungan suara. Sedangkan wawancara
dilakukan kepada penyelenggara Pemilu dan peserta Pemilu dan pemilih di
Kabupaten Buton.
107
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
108
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
109
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
110
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
111
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
112
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
113
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
penulisan dan penjumlahan angka pada fomulir C1. Jumlah ini sama
dengan 50% dari jumlah TPS yang ada di kecamatan tersebut. Sementara
di Kecamatan Pasarwajo terdapat sebanyak 15 TPS dari 127 TPS atau
sebanyak 12% TPS yang terjadi kesalahan dalam penulisan fomulir C1.
Selain di 2 kecamatan di atas, kesalahan dalam pengisian formulir C1 juga
merata terjadi di kecamatan lainnya dalam wilayah Kabupaten Buton.
Faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan pengisian formulir C1
adalah: Pertama, karena minimnya kompetensi petugas KPPS; Kedua,
beban kerja yang banyak; Ketiga, tekanan psikologis yang dialami petugas
KPPS; dan Keempat, insentif anggota KPPS sebagai salah satu yang
memotivasi mereka dalam melaksanakan tugasnya dinilai kecil, bahkan
tidak seimbang dengan risiko yang tengah mereka hadapi.
Daftar Pemilih Tidak Akurat
Malapraktik Pemilu yang paling banyak berikutnya adalah daftar
pemilih yang tidak akurat. Akurasi data pemilih menjadi sangat penting
dan menjadi parameter dalam melaksanakan Pemilu yang demokratis.
Data pemilih sejatinya telah memuat semua penduduk yang telah berhak
untuk memilih, tidak ada lagi nama pemilih yang tidak memenuhi syarat
sebagai pemilih. Data pemilih disusun secara akurat tanpa ada kesalahan,
serta proses penyusunan data pemilih dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Problem yang terjadi pada Pemilu 2019 di Kabupaten Buton adalah
tingkat akurasi data pemilih masih rendah. Seperti ketidaksesuain NIK
yang tertera dalam daftar pemilih tetap (DPT) dengan yang tertulis pada
identitas kependudukan, ketidaksesuaina nama pemilih dalam DPT,
ketidaksesuaian penulisan jenis kelamin pemilih, adanya pemilih di bawah
umur, pemilih telah meninggal dunia, serta ketidakpastian jumah pemilih
terdaftar dalam DPT. Ketidakakurasian data pemilih ini menyebabkan hak
pilih pemilih terhalangi. Ketidakakurasian data pemilih menyebabkan
pemilih tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Misalnya beberapa pemilih
di TPS 004 Kelurahan Kombeli tidak dapat menggunakan hak pilihnya
karena ditemukan sejumlah pemilih yang telah memenuhi syarat sebagai
pemilih namun tidak terdaftar dalam DPT maupun DPK. Terdapatnya
nama pemilih dalam DPT namun namanya salah ketik. Juga terdapat NIK
yang invalid.
Faktor yang menyebabkan ketidakakurasian pada daftar pemilih tetap
adalah: Pertama, bersumber dari data kependudukan yang tidak mutakhir
serta akurat. Faktor Kedua, sistem informasi pemilih (SIDALIH) yang
digunakan KPU sebagai alat bantu teknologi pemutakhiran data pemilih
masih belum mampu mendeteksi pemilih yang terdaftar dilebih dari satu
TPS. Faktor Ketiga, proses pemutakhiran data pemilih dalam bentuk
pencocokan dan penelitian (coklit) di lapangan yang dilakukan oleh
Pantarlih diduga masih terdapat petugas yang bekerja di atas meja atau
tidak turun ke lapangan. Tidak melakukan pencocokan element data
pemilih dalam daftar pemilih dengan elemen data pemilih pada identitas
kependudukan yang mutakhir. Faktor, keempat, diduga human error
petugas entri data pemilih.
114
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
115
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
116
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
KESIMPULAN
Penerapan asas pemilu dan pemilu berintegritas paling banyak
dilaksanakan pada proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
Asas pemilu demokratis tersebut adalah asas langsung, umum, bebas,
rahasia jujur dan adil serta periodik. Sedangkan prinsip pemilu
berintegritas adalah penyelengaraan pemungutan dan penghitungan suara
yang transparan, akuntabel, akurat, dan jujur. Penerapan asas pemilu dan
117
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
118
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
119
Electoral Governance Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Vol. 1 No. 1, November 2019
www.journal.kpu.go.id
DAFTAR PUSTAKA
Chard Vickery dan Erica Shein, (2012). Assessing Electoral Froud in New
Democracies: Refining the Vocabulary, Washington: IFES
Lopez-Pintor, Rafael. (2010) Asseing Electoral New Democracies: A Basic
Conceptual Framework. Elecctoral Fraud in White Paper Series
dalam Ramlan Surbakti, dkk. Integritas Pemilu. Jakarta: Kemitraan
Rafael Lopez Pintor, (2010). Assessing Electoral Fraud in New Democracies
A Basic Canceptual Framework, Washington DC: IFES
RamlanSurbakti, dkk, (2014). Integritas Pemilu 2014 Kajian Pelanggaran,
Kekerasan, dan penyalahgunaan Uang pada Pemilu 2014, Jakarta:
Kemitraan
Sarah Birch, (2011). Electoral Malpractice, Oxford: Oxford University Press
JURNAL
Andrie Susanto, Disproporsionalitas Beban Tugas KPPS Studi Integritas
Pemilu, Jurnal Politik Indonesia Vol. 2 No. 1, Juli-September 2017,
hal. 9-19
ARTIKEL ONLINE
Didik Suprianto, (2019) Pemilu Paling Rumit di Dunia dan Akhirat.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/13/22052131/pemi
lu-paling-rumit-di-dunia-dan-akhirat. diakses tanggal 4 Maret 2019
120