Pagi ini diadakan pertemuan rutin salah satu kelompok tani di Desa
Paremono. Tidak seperti pertemuan – pertemuan sebelumnya, pagi ini Mbah
Karso terlihat kurang bersemangat. Ketika ditanya oleh penyuluh yang pagi
itu hadir dalam pertemuan : “kenging nopo mbah kok kadose mboten
semangat kados biasanipun??” (ada apa mbah, kok sepertinya tidak
bersemangat seperti biasanya??). Dengan wajah lesu mbah karso
menjawab: “kula niku bingung bu..panen e niku mboten sae, ditebas mirah,
wong gabah e kurang mentes, padahal kula pun ngedalke ragat kathah
nggih tumbas urea” (saya bingung bu..panennya kurang bagus, dibeli murah
karena gabahnya kurang bernas, padahal saya sudah mengeluarkan biaya
yang banyak untuk membeli pupuk urea).
Kondisi seperti ini tidak hanya dialami oleh Mbah Karso. Petani – petani lain
di Kecamatan Mungkid juga mengalami hal yang sama. Kondisi cuaca yang
kurang bagus, serangan hama penyakit dengan tingkat serangan sedang
hingga berat menyebabkan menurunnya hasil panen, sehingga pendapatan
petani menjadi menurun.
Bagaimana jika kita berfokus pada faktor penentu yang kedua, yaitu
menuunkan biaya produksi?. Salah satu komponen biaya prduksi yang
cukup tinggi adalah sarana produksi, termasuk pupuk. Untuk menurunkan
biaya produksi, petani dapat mengupayakan untuk membuat pupuk sendiri,
sehingga komponen biaya produksi dapat ditekan. Teknologi bidang
pertanian yang dapat diadopsi oleh petani dalam hal pembuatan pupuk
adalah dengan membuat MOL.
Padahal, kebutuhan tanaman tidak hanya unsur N, tetapi ada unsur hara
yang lain berupa P an K, yang dikenal dengan unsur makro. Unsur P
(phospat) berperan terhadap pengangkutan energi hasil metabolisme dalam
tanaman, merangsang pembungaan dan pembuahan, merangsang
pertumbuhan akar, merangsang pembentukan biji, merangsang pembelahan
sel tanaman dan memperbesar jaringan sel. Sedangkan unsur K (Kalium)
berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan
mineral termasuk air; meningkatkan daya tahan/ kekebalan tanaman
terhadap penyakit (Lahuddin, M. 2007). Sehingga, untuk mencukupi
kebutuhan unsur makro, petani dapat membuat MOL N, MOL P, dan MOL K.
MOL adalah singkatan dari Mikro Organisme Lokal yang artinya cairan yang
terbuat dari bahan – bahan alami yang disukai sebagai media hidup dan
berkembangnya mikroorganisme yang berguna untuk mempercepat
penghancuran bahan-bahan organik atau dekomposer dan sebagai aktivator
atau tambahan nutrisi bagi tumbuhan yang sengaja dikembangkan dari
mikroorganisme yang tersedia sekitar kita (NOSC, 2012).
Bahan MOL N yang lain adalah daun leresede/ gamal, daun rondo noleh.
Daun – daun ini memiliki kandungan N yang tinggi, terbukti jika dipetik,
setengah jam kemudian akan menjadi layu, dan jika dibuang ke tanah,
maka keesokan harinya akan berwarna hitam.
Buah maja (dalam bahasa Jawa dikenal dengan mojo) atau semua buah –
buahan yang tingkat kematangannya berlebih (kandungan glukosa tinggi)
juga memiliki kandungan N yang tinggi. Rebung juga memiliki kandungan N
dan ZPT (zat perangsang tumbuh) yang tinggi, sehingga dapat digunakan
sebagai bahan dasar MOL N.
Bahan MOL P
Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar MOL P adalah bonggol
pisang. Pisang memiliki banyak anakan, karena di bonggol pisang
terkandung banyak nutrisi. Bonggol pisang yang busuk sebagai tempat
hidup cacing, dimana kotoran cacing mengandung SP 36 alami.
Bahan MOL K
Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan MOL K adalah sabut kelapa/
bluluk/ ampas teh. Jika bahan yang digunakan adalah sabut kelapa,
sebaiknya gunakan sabut dari kelapa yang muda, agar memudahkan dalam
pencacahan bahan.
Kandungan nutrisi inilah yang kemudian apabila air bekas cucian beras
tersebut digunakan untuk menyiram tanaman, dapat berfungsi sebagai
pupuk. Kandungan posfornya bisa memacu pertumbuhan akar, dan
kandungan zat besinya bisa membantu pembentukan klorofil tanaman atau
tumbuhan tersebut, sehingga tanaman kita menjadi lebih subur. Dengan
demikian bisa dikatakan bahwa air leri bisa digunakan sebagai pupuk
(http://data-smaku.blogspot.com/2012/10/karya-tulis-pemanfaatan-limbah-
air.html#).
Air leri/ air cucian beras digunakan sebagai bahan pelarut dalam pembuatan MOL,
karena dalam air leri juga terkandung karbohidrat yang digunakan sebagai
makanan mikroorganisme. Air leri yang digunakan maksimal sampai air cucian
yang ketiga, dan dapat ditampung hingga hari kelima untuk menunggu jumlah air
leri mencukupi untuk digunakan sebagai pelarut dalam pembuatan MOL. Lalu,
bagaimana jika tidak tersedia air leri dalam jumlah yang mencukupi?. Air leri dapat
diganti dengan tepung beras yang diencerkan dengan air.
Dalam pembuatan MOL, tidak ada dosis/ takaran bahan. Jumlah bahan
dalam pembuatan MOL seadanya bahan yang tersedia.