Anda di halaman 1dari 14

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vo.27 No.

1, Mei 2018 (31-44)

ARKEOLOGI, PUBLIK, DAN MEDIA SOSIAL DI MALUKU

Archaeology, public, and Social Media in Maluku

Marlon Ririmasse
Jl. Namalatu-Latuhalat, Ambon, Maluku 97118, Indonesia
marlon.ririmasse.kemdikbud.go.id

Naskah diterima : 2 Febuari 2018


Naskah diperiksa :
Naskah disetujui :

Abstract. Social media has become a tool that links almost all aspects of human life, from the
technology of information to the cultural segment where archaeology is part of it. For more than
two decades, social media not only has become an informal place to encounter and exchange
of ideas but also holds important role to share about archeological knowledge to the public in
Maluku. This paper attempts to observe the correlation between archaeology and social media
to support the effort of expanding the archaological knowledge and cultural history in Maluku.
The method used in this research is literature study. The results of the study indicates that social
media has become one of the main agents in the publication of archaeological knowledge in
Maluku and is very prospective for further development.
Keywords: Archaeology, public, social media, Maluku

Abstrak. Media sosial telah menjadi wahana yang bertautan dengan hampir seluruh aspek
kehidupan manusia saat ini mulai dari ranah teknologi informasi hingga segmen kebudayaan,
termasuk di dalamnya disiplin arkeologi. Sudah lebih dari dua dekade media sosial tidak saja
menjadi ruang informal perjumpaan dan pertukaran gagasan, tetapi telah menjelma menjadi motor
efektif yang turut menggerakkan dinamika akademis disiplin arkeologi, termasuk menjadi agen
bagi interaksi arkeologi dan masyarakat. Media sosial berperan sebagai salah satu ruang paling
efektif dalam meluaskan pengetahuan arkeologi bagi publik juga masuk di Maluku. Makalah ini
mencoba mengamati hubungan disiplin arkeologi dan media sosial bagi perluasan pengetahuan
arkeologi dan sejarah budaya untuk masyarakat di Maluku. Metode yang digunakan adalah kajian
pustaka. Hasil studi menemukan bahwa media sosial telah menjadi salah satu agen utama dalam
publikasi pengetahuan arkeologi di Maluku dan prospektif untuk terus dikembangkan ke depan.
Kata kunci: Arkeologi, publik, media sosial, Maluku

31
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 27 No. 1, Mei 2018 (31-44)

1. Pendahuluan napas yang menggerakkan informasi dan


Awal tahun 2018 dunia museum pengetahuan sehari-hari masyarakat di segala
Indonesia dikejutkan dengan berita terbakarnya lapisan tentang semua aspek kehidupan mulai
Museum Bahari di Penjaringan, Jakarta Utara. dari kabar di akar rumput dalam lingkungan
Kejadian ini tidak hanya merusak gedung, tetapi masyarakat sendiri tentang keluarga, tetangga
juga memusnahkan sejumlah koleksi museum dan teman, kabar hiburan seperti berita gosip
berupa miniatur perahu dan alat navigasi kuno. pesohor, sampai berita kriminal hingga tema-
Kejadian ini telah menghilangkan himpunan tema besar seperti politik, ekonomi, ilmu
objek orisinal bertema kelautan yang memiliki pengetahuan dan kebudayaan, serta informasi
nilai historis penting. dan pengetahuan tentang arkeologi.
Penyelidikan atas peristiwa ini telah Kenyataannya demikian. Telah lebih
dilakukan dan pembenahan kembali untuk dari dua dekade media sosial menjadi ruang
proses perbaikan mulai dilaksanakan. Meskipun bagi sesama insan dan institusi arkeologi untuk
demikian, kejadian ini menjadi catatan penting saling berinteraksi, sekaligus menjadi tempat
tentang keamanan pengelolaan museum yang bagi arkeologi untuk berkomunikasi dengan
ada di Indonesia, termasuk tanggung jawab masyarakat. Ranah media sosial yang luas,
tata kelola ragam pusaka dengan nilai sejarah bahkan nyaris tak berbatas, memang merupakan
budaya utama bagi masyarakat. ranah efektif dan efisien dalam berbagi
Hal ini dipandang penting menimbang informasi. Lepas dari perdebatan tentang
tingginya perhatian masyarakat atas kejadian cirinya yang seringkali dipandang terlalu
di atas. Kondisi tersebut bisa diamati terbuka dan sukar dikendalikan, media sosial
dari banyaknya media cetak dan televisi telah menjadi ranah yang harus diakomodasi
yang meliput dan memberitakan peristiwa dan terbukti berperan besar langsung maupun
terbakarnya Museum Bahari tersebut. Di sisi tidak langsung dalam dinamika pengetahuan
lain adalah ramainya masyarakat berbagi arkeologi. Di sini, gagasan dan pengetahuan
kabar di atas melalui media sosial bukan saja arkeologi dan sejarah budaya dibagi,
kelompok masyarakat dari kalangan profesi didiskusikan, dan diteruskan kepada orang lain.
yang berkaitan dengan museum, arkeologi dan Bukan semata-mata gagasan dan pengetahuan
sejarah budaya, tetapi juga masyarakat umum informal, tetapi juga gagasan dan pengetahuan
yang memiliki perhatian untuk museum. dengan kemasan akademis yang formal.
Menarik bahwa informasi paling awal Saat ini, bukan hanya sesama individu
tentang kejadian nahas ini juga pertama kali dan kelompok yang bergiat dalam arkeologi
penulis terima melalui akun media sosial salah yang aktif di media social, institusi formal
satu rekan di Jakarta. Di sana, pertanyaan, seperti universitas, museum, lembaga riset,
dugaan, jawaban, dan diskusi berkembang di dan kategori lembaga formal lainnya pun aktif
antara sesama rekan yang umumnya berlatar menggunakan media sosial sebagai wahana
belakang ilmu arkeologi dan studi budaya. interaksi dengan publik dan dunia luas. Di sini,
Tak butuh waktu lama, insiden ini kemudian media sosial, yang gagasan awalnya bersifat
menjadi salah satu isu utama di media sosial informal, telah menjelma menjadi agen
hari itu. informasi bagi pengetahuan arkeologi kepada
Meskipun terdengar seperti sesuatu yang publik. Melalui media sosial, pengetahuan
menjadi bagian dari banyaknya peristiwa dan arkeologi diteruskan kepada penerima lintas
berita hari itu, fenomena di atas menjadi cermin latar belakang nyaris tanpa batas, termasuk di
peran sentral media sosial dalam keseharian Indonesia.
masyarakat saat ini. Media sosial telah menjadi Kondisi yang sama juga ditemukan di

32
Arkeologi, Publik, dan Media Sosial di Maluku, Marlon Ririmasse

Maluku. Selama lebih dari satu dekade, media begitu banyak orang yang selalu memperhatikan
sosial telah menjadi salah satu wahana berbagi layar telepon selular yang dimiliki. Cirinya
informasi arkeologi serta terus berkembang khas, satu tangan menggenggam telepon,
selama tahun-tahun terakhir. Melalui media jemari tangan lainnya digerakkan di layar
sosial, pengetahuan arkeologi diteruskan telepon, kepala sedikit tertunduk dan mata
kepada masyarakat serta menghimpun respons memperhatikan layar telepon selular.
dan gagasan bagi kerja arkeologi di wilayah Nyaris semua orang paham, apa yang
ini. Artikel ini mencoba mengamati hubungan diamati di sana bukan semata-mata pesan
arkeologi dan media sosial di Maluku, mulai langsung dalam komunikasi telepon, si
dari tumbuh kembang keterkaitan dua ranah ini, pengguna bisa juga memperhatikan berita dan
kondisi saat ini, hingga arah pengembangannya informasi dari sumber online. Namun, yang
ke depan. paling utama tentang apa yang diperhatikan
Berpijak pada paparan di atas, adalah aktivitas si pengguna di media sosial.
permasalahan kajian penelitian ini adalah Hampir semua pengguna telepon selular
sebagai berikut. (ponsel) berbasis aplikasi akan selalu aktif di
1. Bagaimanakah hubungan arkeologi akun media sosial yang dimiliki.
dan media sosial di Maluku? Kenyataannya demikian. Saat ini
2. Seperti apa arah pengembangannya ponsel pintar dan media sosial adalah ibarat
ke depan? dua sisi mata uang yang menyatu. Mereka
Dengan adanya pertanyaan di atas, maka yang menggunakan ponsel pintar hampir
tujuan penulisan ini adalah pasti juga merupakan pengguna media sosial.
1. Menemukan hubungan arkeologi Sumber daring (online) dari we are social
dan media sosial di Maluku. menyebutkan bahwa pengguna internet telah
2. Mendiskusikan arah pengembangan mencapai 51 persen dari total penduduk dunia.
media sosial bagi perluasan Atau menyentuh angka 3.8 miliar orang. Dari
pengetahuan arkeologi di Maluku. total pengguna tersebut, 41% mengakses dari
perangkat komputer, 5% dari tablet, dan 54%
2. Metode dari media ponsel pintar. Melalui pengguna
Sejalan dengan topik tulisan yang telepon pintar saja, kita sudah bisa mengamati
merupakan kajian konseptual, pendekatan besarnya jumlah pengguna media sosial di
yang digunakan untuk pengumpulan data dunia.
adalah studi kepustakaan. Referensi yang Gagasan tentang media sosial sejatinya
dikumpulkan adalah himpunan sumber telah dimulai di akhir tahun 1970-an ketika
yang mengulas mengenai hubungan antara platform koneksi dengan nama Buletin Board
disiplin arkeologi dan media sosial, sejarah System diperkenalkan. Basis penggunaan
perkembangan media sosial, relasi media platform ini adalah surat elektronik yang
sosial dan masyarakat, serta sumber-sumber diunggah dan diunduh. Di tahun 1984 layanan
yang relevan yang terkait dengan penggunaan prodigy diperkenalkan di Amerika Serikat oleh
media sosial dalam studi arkeologi di Maluku. perusahaan AT&T dan sempat populer dengan
pengguna berjumlah ratusan ribu.
3. Hasil dan Pembahasan Layanan internet menemukan gerbang
3.1 Media Sosial: Era Baru, Media Baru terobosannya ketika platform world wide web
diperkenalkan pada tahun 1991. Platform ini
Saat ini, bila berada di ruang publik
berkembang menjadi ruang informasi yang
dimana pun, akan mudah sekali mengamati
diterima sebagai standar akses data di internet.

33
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 27 No. 1, Mei 2018 (31-44)

Di tahun 1995 layanan web hosting Geocities pelan-pelan menjadi garda terdepan promosi
mulai diperkenalkan. Sekaligus menjadi pintu bisnis, bahkan telah menjadi salah satu motor
bagi munculnya layanan berbasis jejaring yang menggerakan ekonomi nasional. Di
sosial pertama classmates.com sisi lain, media sosial juga telah menjadi
Di penghujung tahun 1990-an ini wahana utama untuk berbagai promosi politik.
juga layanan pencarian data terbesar, Google, Aktivitas informasi di media sosial dapat
dilahirkan. Sejak awal kehadirannya, Google menentukan sukses tidaknya tujuan politik
telah diarahkan sebagai mesin pencari data personal dan kelompok. Di sini, manipulasi
di ribuan website yang ada. Kini Google dan penyalahgunaan informasi atau dikenal
mendominasi wahana pencari online. sebagai hoax telah menjadi salah satu ikon
Tahun 2000-an menjadi era media sosial. dalam komunikasi media sosial saat ini. Tak
Diawali dengan kemunculan situs ensiklopedia mengheran kan jika aturan hukum terkait
Wikipedia pada tahun 2001, disusul lahirnya arus informasi juga semakin diperketat oleh
jejaring sosial Friendster yang begitu fenomenal pemerintah. Ini merupakan salah satu penanda
meski kemudian non-aktif pada tahun 2015. nilai strategis media sosial sebagai sumber
Pada tahun 2003 Linkedin, sebagai jejaring informasi.
pencari kerja, ditemukan. Tahun 2005 situs Lepas dari berbagai aspek negatif,
video Youtube diinisiasi, menyusul Twitter media sosial telah menjadi rujukan utama bagi
pada tahun 2006. Tahun 2010 jejaring sosial publik dalam menemukan informasi. Mulai
berbasis aplikasi foto, yaitu Instagram, mulai dari politik, ekonomi, domestik sehari-sehari,
berkembang di kalangan pengguna ponsel hingga konten dengan tema pengetahuan
pintar. Saat ini Instagram menjadi salah satu budaya sampai arkeologi. Media sosial telah
aplikasi jejaring sosial yang paling populer. menjadi wahana yang mempertemukan
Di antara sekian banyak aplikasi media pribadi-pribadi, kelompok, hingga institusi,
sosial yang lahir selain yang telah disebutkan di termasuk di lapangan arkeologi.
atas, yang paling sukses dan luas penggunanya
adalah Facebook. Aplikasi jejaring sosial yang 3.2 Arkeologi dan Media Sosial Kilas
dirintis pada tahun 2004 oleh Mark Zuckerberg Balik
ini kini telah memiliki pengguna aktif lebih Sepintas, jika diamati, seperti tidak ada
dari 2 miliar orang. Lebih dari separuh jumlah sesuatu yang spesial pada fenomena arkeologi
itu menggunakan Facebook dari ponsel pintar. di media sosial. Arkeologi dalam konteks ini
Mengacu pada berita Kompas (22 dapat dipahami sebagai salah satu dari jutaan
Februari 2018), di Indonesia sendiri saat ini tema yang mengalir bebas di ruang maya.
pengguna Internet telah menjadi angka 262 Arkeologi adalah tema yang bertautan dengan
juta orang dengan sekitar separuhnya aktif individu dan kelompok pengguna media sosial.
menggunakan aplikasi media sosial. 40% dari Di sini, sebagai disiplin, arkeologi telah menjadi
pengguna media sosial di negeri ini mengakses penanda identitas yang menghubungkan
aplikasi dari ponsel pintar. Tak heran, Indonesia individu dan kelompok dengan latar belakang
merupakan salah satu negara dengan pengguna profesi, pendidikan, dan minat yang melekat
dan prospek pertumbuhan pengguna media dengan disiplin arkeologi.
sosial terbesar di dunia. Mereka yang bergiat dalam dunia
Di sini, media sosial telah menjadi arkeologi sedikit banyak bisa memahami bahwa
bukan lagi pilihan alternatif, tetapi telah makna kehadiran arkeologi di media sosial
menjelma sebagai sumber utama informasi lebih luas dari yang dipaparkan sebelumnya.
sehari-hari bagi publik. Media sosial telah Tidak sekadar tema yang membentuk relasi

34
Arkeologi, Publik, dan Media Sosial di Maluku, Marlon Ririmasse

antar teman dan rekan seprofesi atau antar komunikasi telah dipandang berubah secara
kelompok dan institusi, tetapi menyentuh titik fundamental (Henson, 2013), termasuk peran
yang lebih mendasar dari itu. Media sosial mediasi disiplin arkeologi bagi masa lalu dan
adalah ruang besar yang mempertemukan masa kini (Boast and Biehl 2011: 119-155).
individu, kelompok dan institusi disiplin Di sini, media sosial dapat dimaknai
arkeologi dengan publik dalam arti seluasnya. sebagai cermin dari garis panjang sejarah
Media sosial merupakan ruang bagi displin berbagai wahana yang digunakan arkeologi
arkeologi untuk berbagi pengetahuan dan untuk berinteraksi dengan publik. Sebelum
informasi kepada publik sekaligus menjadi media sosial, disiplin arkeologi telah
ruang interaksi dengan masyarakat. berinteraksi dengan publik lewat berbagai
Hakikat aktivitas disiplin arkeologi di pendekatan. Hampir semua pendekatan ini
media sosial sejatinya memang tidak semata- juga sebenarnya masih digunakan hingga saat
mata tentang hubungan arkeologi dan media ini.
sosial itu sendiri, tetapi lebih merupakan cermin Interaksi dengan publik ini bisa dilihat
dari hubungan berbagai pihak dalam disiplin dari bentuk kegiatan seperti pameran arkeologi;
arkeologi (individu, kelompok, universitas, sosialiasi, workshop, dan diskusi. Arkeologi
lembaga riset, dan lain-lain] dan yang terpenting juga pada awalnya telah menjadi bagian dari
adalah hubungan disiplin arkeologi dengan materi siar di radio; serta hadir dalam berbagai
publik. Media sosial merupakan wahana bagi media visual seperti poster, buku, dokumenter
arkeologi untuk berinteraksi dengan publik. hingga acara televisi. Menyusul lahirnya era
Sebuah gagasan yang sama sekali bukan baru. teknologi digital, arkeologi beradaptasi dan
Pemikiran tentang hubungan arkeologi hadir lewat website, blog, dan terakhir dengan
dan masyarakat merupakan hasil dari berbagai informasi dan pengetahuan di media
gelombang pemikiran arkeologi posprosesual sosial.
yang berkembang pada akhir tahun 1980-an. Morrison (2014) mencatat bahwa
Sebelum era tersebut, jarang sekali ditemukan aktivitas arkeologi di media sosial telah dimulai
pendekatan dan diskusi yang mempertanyakan sejak setidaknya pertengahan tahun 2000-an
peran arkeologi untuk masyarakat. Adalah meskipun sebenarnya banyak individu dengan
Shanks dan Tilley (1992) yang mendorong latar belakang profesi arkeologi sebenarnya
kesadaran mereka yang aktif dalam disiplin telah aktif di berbagai website jauh sebelum
arkeologi tentang peran masa lalu sebagai itu. Dia mencontohkan bahwa sejak akhir tahun
wahana pengetahuan dan makna, serta peran 1990-an telah ada beberapa layanan berita dan
disiplin arkeologi sebagai mediator atas informasi yang melaporkan temuan baru dan
pengetahuan tersebut di masyarakat saat ini hasil penelitian arkeologi. Salah satunya adalah
(Tanudirjo, 2003; Tanudirjo, 2000; Tanudirjo, www.archaeologica.org, satu portal arkeologi
1996; Cleere, 1984). paling awal. Kemunculan platform blog pada
Bila diamati, beberapa pemikir seperti pertengahan 2000-an, kemudian direspons
Holtorf (2007) telah melangkah lebih jauh oleh arkeologi sebagaimana dicatat oleh
dengan mengamati kedudukan arkeologi dalam Morrison (2014) dengan kehadiran beberapa
ragam representasi di media serta hubungan blog arkeologi mula-mula.
arkeologi dan media itu sendiri (Clack and Kemunculan platform media sosial pada
Brittain, 2007; Moser, 2001; Piccini, 2010; era yang sama menjadi salah satu titik balik
Piccini and Henson, 2006). Hal ini kiranya di mana keterhubungan disiplin arkeologi
terkait dengan laju perubahan komunikasi dan publik mencapai titik terluas yang belum
modern yang begitu cepat sehingga hakikat pernah dijangkau sebelumnya. Di sini informasi

35
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 27 No. 1, Mei 2018 (31-44)

arkeologi tidak lagi satu arah, tetapi telah dan kelompok masyarakat pemerhati arkeologi
memberi ruang bagi respons secara interaktif. dan sejarah budaya memiliki akun yang saling
Dalam konteks ini, arkeologi melalui berbagai terhubung di layanan media sosial. Jika diamati
representasinya bisa dengan sangat mudah dari beberapa pilihan yang tersedia, Facebook
ditemukan dalam berbagai layanan media masih merupakan aplikasi yang paling luas
sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, digunakan, diikuti oleh Instagram dan Twitter.
Pinterest, dan berbagai aplikasi lainnya. Konten yang dibagikan oleh setiap akun
Sebagai contoh, jika kita menggunakan juga bervariasi. Untuk akun insitusi, seperti
fasilitas pencarian di halaman Facebook universitas dan lembaga riset, umumnya
dan mengetik kata kunci archaeology, maka yang ditampilkan adalah informasi terkait
akan muncul pilihan halaman sumber yang aktivitas riset institusi, seminar, kerja sama,
jumlahnya bahkan terlalu banyak untuk agenda kegiatan ke depan, informasi tentang
diamati. Di sana akan terlihat bahwa media publikasi, dan lain-lain. Konten untuk akun
sosial telah diadopsi oleh hampir semua personal biasanya sifatnya lebih informal dan
individu, kelompok, dan institusi yang aktif seringkali menampilkan terusan informasi dan
dalam disiplin arkeologi mulai dari universitas berita tentang arkeologi yang diperoleh dari
berkelas dunia, museum ternama, lembaga portal institusi atau halaman berita media lain.
riset internasional, aktivitas temu ilmiah lintas Baik akun institusi maupun akun kelompok/
Negara, hingga kelompok perhimpunan ahli personal, umumnya aktif berinteraksi di
arkeologi antar bangsa, ilmuwan, mahasiswa, halaman masing-masing dengan derajat
serta individu, dan kelompok masyarakat bervariasi.
pemerhati arkeologi. Kondisi serupa juga
ditemukan jika menggunakan aplikasi lain, 3.3 Arkeologi dan Media Sosial di Maluku
seperti Instagram atau Twitter, misalnya. Lalu, seperti apa hubungan antara
Fenomena ini ditemukan juga di disiplin arkeologi dan media sosial di Maluku?
Indonesia meskipun tidak semasif yang ada Seperti yang telah diterangkan sebelumnya,
di Barat. Gelombang informasi arkeologi representasi arkeologi dan media sosial di
di dunia maya Indonesia dimulai dengan Maluku merupakan kondisi terkini dari mata
kemunculan website yang merupakan rantai panjang sejarah disiplin arkeologi
representasi universitas atau lembaga riset dalam berbagi pengetahuan dengan publik
berbasis pemerintah. Beberapa portal berbasis seiring dengan perkembangan studi arkeologi
blog dengan konten arkeologi juga telah hadir di Maluku.
setidaknya sejak akhir tahun 2000-an meskipun Kerja Riset Arkeologi di Maluku
tidak semuanya aktif secara teratur menyajikan telah dimulai sebelum era kolonial. Ketika
informasi arkeologi. Salah satu blog yang Rumphius, seorang Ilmuwan otodidak asal
penulis catat aktif dalam meneruskan konten Jerman menerbitkan karyanya mengenai benda
dan pengetahuan arkeologi adalah blog pribadi antik dari Ambon yang berjudul Ambonische
dengan nama Djuliantosusantio yang telah Rarietiet Kamer, atau Kamar Benda-Benda
hadir sejak tahun 2008. Antik dari Ambon. Karya ini diterima bukan
Saat ini, layanan jejaring sosial agaknya saja sebagai sumbangan akademis tentang
merupakan ruang utama bagi interaksi disiplin kepurbakalaan yang pertama di Maluku namun
arkeologi di Indonesia. Hampir semua juga merupakan sumber akademis pertama
universitas dengan jurusan arkeologi, institusi tentang kepurbakalaan di Indonesia. Karya
pemerintah, lembaga riset, perhimpunan ahli Rumphius ini bisa dipahami sebagai referensi
arkeologi, kelompok alumni, hingga individu arkeologi dan kepurbakalaan pertama dari

36
Arkeologi, Publik, dan Media Sosial di Maluku, Marlon Ririmasse

Maluku yang disampaikan kepada publik. dimulai sebelum era kolonial ketika Rumphius,
Meski lingkup yang dijangkau terbatas pada seorang Ilmuwan otodidak asal Jerman,
kalangan terpelajar di Eropa (Ririmasse 2005: menerbitkan karyanya mengenai benda antik
35-55; Ririmasse 2015: 75-86). dari Ambon yang berjudul Ambonische
Kerja riset arkeologi di Maluku telah Rarietiet Kamer atau Kamar Benda-Benda

Gambar 1. Tampilan website Balai Arkeologi Maluku (Sumber: Balai Arkeologi Maluku)

Antik dari Ambon. Karya ini diterima bukan 1938:19-28).


saja sebagai sumbangan akademis tentang Kedatangan para arkeolog mancanegara
kepurbakalaan yang pertama di Maluku, tetapi dan nasional yang mulai melakukan riset di
juga merupakan sumber akademis pertama wilayah ini pada tahun 1970-an merupakan
tentang kepurbakalaan di Indonesia. Karya gerbang bagi publikasi pengetahuan arkeologi
Rumphius ini bisa dipahami sebagai referensi modern di Kepulauan Maluku. Nama-nama
arkeologi dan kepurbakalaan pertama dari seperti Bintarti dan Sugondho, Spriggs dan
Maluku yang disampaikan kepada publik Miller, Ellen, serta Belwood adalah para ahli
meskipun lingkup yang dijangkau terbatas arkeologi yang berkontribusi pada publikasi
pada kalangan terpelajar di Eropa (Ririmasse, pengetahuan arkeologi di Maluku. Kontribusi
2005: 35-55; Ririmasse, 2015: 75-86). mereka kemudian dilengkapi oleh Stark dan
Setelah Rumphius, publikasi mengenai Latinis, O’Connor et al, Intan, dan Lape yang
pengetahuan kepurbakalaan dan arkeologi aktif melakukan riset dan berbagi pengetahuan
di Maluku datang dari individu-individu tersebut kepada publik di era 1990-an dan awal
Eropa yang bertugas sebagai staf pemerintah 2000-an (O’Connor, Spriggs, and Veth, 2005;
kolonial atau rohaniwan dan ilmuwan yang Lape, 2000; Spriggs, 1998).
menetap atau berkunjung di Maluku. Publikasi Untuk berbagi pengetahuan arkeologi
ilmiah pertama baru hadir pada tahun 1937 kepada publik digunakan media publikasi yaitu
ketika Roder menulis mengenai keberadaan jurnal ilmiah.
situs gambar cadas yang ada di pulau Seram Balai Arkeologi Maluku kemudian
(Ririmasse, 2005: 35-55). Karya Roder juga didirikan pada tahun 1995 dan menjadi institusi
merupakan upaya untuk menyampaikan yang bertanggung jawab atas kerja penelitian
pengetahuan arkeologi di Maluku kepada arkeologi di wilayah Maluku dan Maluku
publik meski sifatnya masih terbatas pada Utara. Sepanjang dekade pertama Balai
pembaca untuk lingkungan akademis (Roder, Arkeologi Maluku, beragam aktifitas arkeologi

37
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 27 No. 1, Mei 2018 (31-44)

dan publik dilaksanakan melalui kegiatan sosial. Akun resmi institusi dibuat di dua
seperti pameran arkeologi, diskusi, sosialisasi layanan jejaring sosial yang berhubungan,
dan kunjungan ke sekolah, hingga aneka lomba yaitu Facebook dan Instagram pada tahun
yang menyasar segmen sekolah (Jameson and 2015.
John, 2000; Ririmasse, 2014). Tujuan aktivasi akun di dua layanan
Interaksi dengan publik mulai jejaring sosial ini kiranya serupa dengan apa
menemukan titik baru dengan lahirnya jurnal yang telah dibahas, yaitu bahwa media sosial
ilmiah arkeologi Maluku, yaitu Kapata merupakan salah satu wahana yang paling
Arkeologi yang mulai diterbitkan pada tahun luas penggunanya, sekaligus merupakan
2005. Melalui jurnal ini, hubungan arkeologi media yang paling fleksibel dan interaktif
Maluku dengan publik menjadi lebih luas dalam proses berbagi pengetahuan arkeologi
dan fleksibel meskipun jangkauannya masih di Maluku. Melalui publikasi di media sosial,
terbatas sejauh distribusi jurnal itu sendiri. publik dapat menjangkau lebih luas dan bobot
Baru mulai tahun 2010, Balai Arkeologi interaksi juga diharapkan semakin meningkat.
Maluku menginisiasi layanan website Sejak diaktifkan, jumlah pengikut di akun telah
sebagai wahana untuk berbagi pengetahuan mencapai lebih dari seribu pengguna dengan
arkeologi dengan masyarakat. Situs daring latar belakang beragam baik dari lingkup
ini diperkenalkan pertama kali dengan nama arkeologi maupun non arkeologi.
www.arkeomaluku.or.id, tetapi laman tersebut Konten yang ditampilkan pada akun
sekarang tidak aktif lagi. Saat ini laman resmi jejaring sosial Balai Arkeologi Maluku
Balai Arkeologi Maluku dapat diakses di umumnya berhubungan dengan aktivitas
http://balar-maluku.kemdikbud.go.id/ yang Balai Arkeologi Maluku, baik riset, kerja
berafiliasi dengan Kementerian Pendidikan sama, maupun pengembangan dan aktivitas
dan Kebudayaan. Di situs daring ini bisa lain yang terkait. Informasi tentang arkeologi
ditemukan ragam informasi mengenai kegiatan dari instansi sejawat juga disampaikan. Berita
penelitian dan pengembangan serta berbagai bertema arkeologi dan sejarah tentang Maluku
program kerja sama yang dilakukan oleh dan wilayah di luar Maluku juga disampaikan
Balai Arkeologi Maluku. Laman ini memuat melalui jejaring sosial.
publikasi dan informasi tentang insitusi dan Dalam kaitan dengan penggunaan
kepurbakalaan serta sejarah budaya di Maluku jejaring sosial untuk meningkatkan efektivitas
secara umum. hubungan dengan publik, Balai Arkeologi
Jurnal Ilmiah Balai Arkeologi Maluku, Maluku mulai melakukan terobosan dengan
Kapata Arkeologi sudah bisa diakses secara merangkul mitra kerja sama yang memiliki
daring mulai tahun 2015. Di sana edisi lengkap media sosial dengan jaringan pengikut
jurnal Kapata Arkeologi bisa diakses beserta yang luas. Kerja sama ini dimaksudkan
segenap proses pengiriman tulisan oleh para untuk memberikan daya ungkit yang efektif
kontributor yang dikelola secara daring. Saat bagi publikasi aktivitas institusi sehingga
ini jurnal yang telah diakreditasi oleh LIPI dan jangkauan publik yang dirangkul makin luas.
Dikti ini telah diindeks oleh lebih dari seratus Mitra kerja sama ini adalah komunitas atau
lembaga. organisasi non-pemerintah yang aktif dalam
Dengan publikasi yang berbasis bidang pendidikan, kebudayaan, seni, ilmu
daring, Balai Arkeologi Maluku mencoba pengetahuan, atau pengembangan generasi
untuk menjadi lebih fleksibel dalam berbagi muda yang memiliki jejaring luas di media
pengetahuan dan informasi tentang arkeologi sosial.
kepada publik dengan mulai aktif di media Langkah ini telah dimulai pada tahun

38
Arkeologi, Publik, dan Media Sosial di Maluku, Marlon Ririmasse

2016 melalui program Rumah Peradaban yang Arkeologi untuk pendidikan di Pulau Terdepan
dilaksanakan di Kabupaten Maluku Tenggara serta Rumah Peradaban Banda dengan tajuk
Barat dan Kabupaten Maluku Tengah. Kontribusi Arkeologi bagi Pendidikan dan
Keduanya bertajuk kegiatan Rumah Peradaban Keberagaman (Ririmasse, 2017: 26-29;
Tanimbar dengan fokus pada Kontribusi Ririmasse, 2010: 71-89 ).

Gambar 2. Publikasi Kegiatan Rumah Peradaban melalui akun media sosial mitra kerjasama Balai Arkeologi
Maluku dengan tayangan mencapai lebih dari 5,000 (Sumber: Balai Arkeologi Maluku)

Dalam kedua kegiatan Rumah Peradaban Hasilnya, seperti yang diharapkan,


ini, Balai Arkeologi merangkul mitra kerja publikasi kegiatan Rumah Peradaban melalui
Komunitas Baronda Ambon, yaitu komunitas akun jejaring sosial Komunitas Baronda
fotografi yang aktif di jejaring sosial dengan Ambon merangkul pengamat hingga lebih
pengikut mencapai 50 ribu orang. dari 3000 orang dalam waktu dua hari. Jumlah
Tujuan kerja sama dengan Komunitas ini jauh di atas rata-rata respons melalui akun
Baronda Ambon adalah memanfaatkan kanal media sosial Balai Arkeologi Maluku, bahkan
akun jejaring sosial komunitas ini untuk jauh lebih efektif dibanding publikasi melalui
publikasi kegiatan Rumah Peradaban yang media berita daring resmi. Pada tahun 2017,
dilaksanakan oleh Balai Arkeologi Maluku. melalui kegiatan Rumah Peradaban Bahari

39
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 27 No. 1, Mei 2018 (31-44)

di Teluk Ambon, Balai Arkeologi Maluku sosial Balai Arkeologi Maluku yang masih
kembali bermitra dengan Komunitas Baronda terbatas sehingga daya jangkau publik yang
Ambon dan dipublikasikan di kanal komunitas bisa dirangkul pun belum maksimal. Melalui
serta menjangkau pengamat hampir enam ribu kerja sama dengan mitra berjejaring sosial
orang dalam dua hari. besar, diharapkan dapat lebih efektif dalam
Kondisi ini menunjukkan efektifitas upaya menjangkau publik yang lebih luas
publikasi arkeologi di Maluku melalui media dengan lebih efisien.
sosial yang relevan. Kerjasama yang dijalin Di sisi lain, pengembangan dapat juga
dengan mitra yang tepat dan berjejaring dilakukan dengan mengembangkan jaringan
luas akan mampu memberi daya ungkit bagi kerja sama tidak hanya pada satu, namun
luasnya publikasi arkeologi di Maluku. Hal ini dapat diperluas pada dua atau tiga mitra
dipandang sebagai pendekatan yang efektif dan yang berjejaring sosial besar jika kondisinya
efisien untuk perluasan pengetahuan arkeologi memungkinkan. Melalui pendekatan ini,
di wilayah ini. maka daya ungkit untuk publikasi arkeologi di
Lantas, seperti apa arah pengembangan Maluku dapat makin berkembang.
publikasi melalui media sosial ke depan yang Selanjutnya, konten materi yang
dapat dilaksanakan di Maluku? Bercermin dipublikasi dalam kerangka kerja sama
pada kondisi tersebut, pendekatan serupa ini dapat juga dikembangkan sehingga
melalui kerja sama dengan mitra berjejaring tidak semata-mata melekat pada kegiatan
sosial luas masih menjadi pendekatan yang pengembangan seperti Rumah Peradaban.
paling relevan untuk dilaksanakan. Hal ini Namun, dimungkinkan juga untuk bermitra
mempertimbangkan jangkauan akun media dalam konteks publikasi kegiatan dan hasil

Gambar 3. Akun jejaring sosial Balai Arkeologi Maluku (Sumber: Balai Arkeologi Maluku)

4. Penutup akses melalui teknologi ponsel pintar


Media sosial telah menjadi salah satu merupakan salah satu faktor yang mendorong
wahana komunikasi dan informasi utama saat arus masif pengunaan media sosial saat ini.
ini. Hampir setiap aspek keseharian manusia Arkeologi juga menjadi ranah yang
akan senantiasa ditautkan dengan media sosial menikmati dan memanfaatkan kemudahan
sebagai wahana berbagi informasi. Kemudahan komunikasi dan informasi melalui media sosial.

40
Arkeologi, Publik, dan Media Sosial di Maluku, Marlon Ririmasse

penelitian. Di ranah ini mitra dapat diajak pameran, sosialisasi, diskusi, hingga penerbitan
berkolaborasi pada kegiatan riset lapangan jurnal ilmiah. Aktivasi situs daring Balai
dalam waktu tertentu untuk membantu Arkeologi Maluku sejak tahun 2011 merupakan
publikasi riset arkeologi dan berbagi hasilnya pintu masuk bagi publikasi arkeologi di dunia
kepada publik. maya. Mulai tahun 2015, jurnal ilmiah Balai
Hal lain yang dipandang perlu adalah Arkeologi Maluku sudah dapat diakses secara
pengembangan sumber daya informasi daring. Di tahun yang sama, akun media sosial
publikasi di dalam lingkup Balai Arkeologi Balai Arkeologi Maluku diaktifkan melalui
Maluku sendiri, baik sumber daya manusia aplikasi Facebook dan Instagram. Dengan
maupun sumber daya teknis, seperti tata jumlah pengikut telah mencapai lebih dari 1000
kelola akun, pengembangan fasilitas, dan orang, akun media sosial perlahan menjadi
lain-lain, dengan belajar pada mitra kerja salah satu media publikasi yang efektif bagi
sama. Komunitas dengan jejaring sosial perluasan pengetahuan arkeologi di Maluku.
luas dapat menjadi mentor untuk membantu Lebih jauh, untuk memberi daya ungkit
mengembangkan akun media sosial arkeologi bagi publikasi melalui media sosial, Balai
untuk tumbuh dan memiliki nilai jejaring yang Arkeologi Maluku bekerja sama dengan
sama luas. mitra organisasi non-pemerintah yang
Dengan memanfaatkan media sosial, memiliki akun media sosial berjejaring luas
informasi dan pengetahuan arkeologi dapat guna mempublikasikan aktifitas arkeologi di
disampaikan dengan lebih fleksibel dan Maluku. Pendekatan ini telah dilaksanakan
memiliki jangkauan yang jauh lebih masif melalui kerja sama dengan komunitas fotografi
dibanding pendekatan dan media konvensional. Baronda Ambon yang populer di jejaring sosial
Saat ini hampir semua individu, kelompok, dalam kegiatan Rumah Peradaban Tanimbar,
insitusi yang berkaitan dengan arkeologi Rumah Peradaban Banda di tahun 2016 dan
telah menggunakan media sosial sebagai Rumah Peradaban Bahari di tahun 2017.
wahana komunikasi dan publikasi, termasuk di Melalui kerja sama ini, jumlah publik yang
Indonesia. dapat dirangkul secara daring mencapai hingga
Sejak pertengahan tahun 2000-an, 6000 pengamat dalam dua hari publikasi.
individu, kelompok, dan institusi arkeologi Ke depan, publikasi melalui media sosial
di negeri ini telah memanfaatkan media kiranya masih menjadi pendekatan yang relevan
sosial sebagai wahana untuk berhubungan, bagi perluasan informasi arkeologi di Maluku,
berkomunikasi dan yang terpenting melakukan terutama dengan tetap merangkul mitra yang
kegiatan publikasi. Penggunaan jejaring memiliki jejaring sosial besar. Pengembangan
sosial dipandang efektif dan efisien karena dapat dilakukan dengan memperluas ruang
merupakan moda dua arah dimana bukan kerja sama dengan merangkul lebih dari
saja disiplin arkeologi yang menjadi sumber, satu mitra berjejaring sosial besar sehingga
tetapi tersedia ruang untuk berinteraksi secara efektivitas berbagi informasi kepada publik
langsung dengan publik untuk merangkul menjadi lebih maksimal. Pengembangan
tanggapan dan masukan. juga dapat dilakukan dengan meluaskan
Di Maluku, media sosial merupakan konten informasi tidak semata pada kegiatan
pendekatan terkini yang diadopsi oleh Balai pengembangan, tetapi juga pada publikasi
Arkeologi Maluku untuk meluaskan informasi aktifitas dan kegiatan penelitian. Terakhir, tentu
dan pengetahuan arkeologi kepada publik. pengembangan sumber daya internal harus
Sebelumnya, pendekatan konvensional telah juga menjadi prioritas agar publikasi di media
diterapkan di antaranya melalui kegiatan sosial dengan jejaring luas dapat dilakukan

41
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 27 No. 1, Mei 2018 (31-44)

secara mandiri. and Alf. Hatton, 288. London: Routledge.


Penulis menyampaikan ucapan terima Lape, Peter Van. 2000. “Contact and Conflict
kasih kepada Komunitas Baronda Ambon in the Banda Islands, Eastern Indonesia,
yang sudah berbagi banyak pengetahuan 11th-17th Centuries.” Unpublished Ph.D
dan pengalaman tentang efektifitas publikasi thesis, Brown University. Rhode Island.
melalui media sosial.
Morrison, M. 2014. “Social Media and
Professional Archaeology in
Daftar Pustaka
Retrospect.” http://mickmorrison.
Boast, R., and P. Biehl. 2011. “Archaeological com/2014/10/13/social-media-and-
Knowledge Production and archaeology-reflections-from-a-jaded-
Dissemination in the Digital Age.” Dalam professional/.
Archaeology 2.0: New Approaches to
Moser, S. 2001. “Archaeological
Communication and Collaboration,
Representation: The Visual Conventions
edited by E.C. Kansa, S.W. Kansa,
for Constructing Knowledge about
and E. Watrall, 119–155. Los Angeles:
the Past.” Dalam Archaeological
Cotsen Institute of Archaeology Press.
Theory Today., edited by Ian Hodder.
Clack, T., and M. Brittain. 2007. Archaeology
Cambridge: Polity Press.
and the Media. Walnut Creek: Left Coast
Press. O’Connor, S., M. Spriggs, and P. Veth. 2005.
“The Aru Island in Perspective.” In The
Cleere, Henry. 1984. “World Cultural
Archaeology of the Aru Island, edited by
Resource Management: Problems and
O’Connor Sue et.al. Canberra: Pandanus
Perspectives.” Dalam Approaches to the
Books.
Archaeological Heritage: A Comparative
Study of World Cultural Resource Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Undang
Management System, edited by Henry Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Cleere, 128. Cambridge: Cambridge Budaya. Jakarta: Sekretariat Negara
University Press. Pemerintah Republik Indonesia. 2017.
Henson, D. 2013. “Digital Media and Undang Undang No 5 Tahun 2017
Public Engagement in Archaeology: tentang Pemajuan Kebudayaan. Jakarta:
An Opinion Piece.” Archäologische Sekretariat Negara.
Informationen 36: 13–20. Piccini, A. 2010. “The Stuff of Dreams:
Holtorf, C. 2007. Archaeology Is a Brand: Archaeology, Audience and Becoming
The Meaningof Archaeology in Material.” Dalam Unquiet Pasts, edited
Contemporary Popular Culture. Oxford: by S. Koerner and I. Russell, 305–26.
Archaeopress. Farnham: Ashgate Publishing.

Jameson, Jr., and H. John. 2000. “Public Piccini, A., and D. Henson. 2006. Survey of
Interpretation, Education and Outreach: Heritage Television Viewing 2005-2006.
The Growing Predominance in American York: Council for British Archaeology.
Archaeology.” Dalam Cultural Resource Ririmasse, Marlon NR. 2005. “Jejak dan
Management in Contemporary Society: Prospek Penelitian Arkeologi di
Perspective on Managing and Presenting Maluku.” Kapata Arkeologi 1 (1): 35–
the Past, edited by Francis McManamon 55.

42
Arkeologi, Publik, dan Media Sosial di Maluku, Marlon Ririmasse

---------.2010. Arkeologi Pulau-Pulau Terdepan


di Maluku: Sebuah Tinjauan Awal.
Kapata Arkeologi 6 (12) : 71-89
---------.2014. “Pengetahuan Arkeologi
sebagai Muatan Lokal: Penerapannya
di Maluku.” Kapata Arkeologi 10 (1):
13–22.
---------.2015. “Abad Baru Purbakala: Memilih
Arah Menentukan Peran Penelitian
Arkeologi di Maluku.” Kapata Arkeologi
11 (2): 75–86.
Roder, J. 1938. Die Felsiber im Flussgebiet de
Tala (Sud West Ceram). Paideuma, Vol.
1 pp. 19-28
Shanks, M., and C. Tilley. 1992. Re-
Constructing Archaeology: Theory and
Practice. London: Routledge.
Spriggs, Matthew. 1998. “Research Questions
in Maluku Archaeology.” Cakalele 9:
49–62.
Tanudirjo, Daud Aris. 1996. “Arkeologi Pasca-
Modernisme untuk Direnungkan.” In
Pertemuan Ilmiah Arkelogi VII.
---------. 2000. “Reposisi Arkeologi dalam Era
Global.” Buletin Cagar Budaya 1 (2):
11–26.
---------. 2003. “Warisan Budaya untuk Semua:
Arah Kebijakan Pengelola Warisan
Budaya Indonesia di Masa Mendatang.”
Dalam Kongres Kebudayaan V.

43
KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 27 No. 1, Mei 2018 (31-44)

44

Anda mungkin juga menyukai