Anda di halaman 1dari 3

RESUME JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT

JURNAL NASIONAL

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU, PENDAPATAN


KELUARGA, KECUKUPAN PROTEIN & ZINC DENGAN STUNTING
(PENDEK) PADA BALITA USIA 6 – 35 BULAN DI KECAMATAN
TEMBALANG KOTA SEMARANG

Putri Anindita

Stunting atau pendek merupakan indikasi suatu masalah yang ditandai dengan
adanya gizi kurang yang indikator tinggi badan menurut umur. Indikator yang
mendasari dari permasalahan stunting bisa karena kemiskinan, perilaku hidup
sehat, dan pola asuh/ pemberi makan yang kurang baik sejak anak dilahirkan yang
mengakibatkan anak menjadi pendek. Dalam hasil Riskesdas 2010, untuk skala
nasional, prevelensi anak balita stunting sebesar 35,6% atau turun 1,2%
dibandingkan tahun 2007 36,8% dan angka tertinggi kejadian stunting yakni usia
12-23 bulan dengan presentase sebesar 18,5% dengan kategori sangat pendek
23,0%. Pada prevelensi stunting di Jawa Tengah sendiri sebesar 33,9% dengan
kategori sebesar 17,0% dan sangat pendek sebesar 16,9% dan untuk kota
semarang, prevelensu stunting dari 16,54% pada tahun 2010 dan menjadi 20,66 di
tahun 2011. Masalah ini membuat anak-anak yang kekurangan gizi selalu
dihubungkan dengan kekurangan vitamin mineral yang saling berhubunngan
dengan mikronutrien, resiko penyakit terhadap infeksi dan kematian yang dapat
mengahambat pertumbuhan dan perkembangan mental. Konsekuensi difisiensi
mikronutrien selama masa anak-anak sangat berbahaya. Kekuranngan protein
murni pada stadium kwashiorkor pada anak-anak dengan rentang umur lima
tahun, sering jga ditemukan secara bersamaan Bersama kekurangan energi yang
menyebabkan penyakit marasmus. Protein memiliki banyak fungsi, diantaranya
membentuk jaringan tubuh baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
tubuh, memelihara jaringan tubuh, memperbaiki serta mengganti jaringan yang
aus (rusak atau mati), menyediakan asam amino yang diperlukan untuk
membentuk enzim pencernaan dan metabolisme. Zinc merupakan zat gizi yang
esensial yang mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh, sehingga berperan penting
dalam pencegahan infeksi oleh berbagai jenis bakteri patogen. Kekurangan zinc
juga dapat menyebabkan stunting karena terlambatnya kematangan fungsi seksual,
akibatnya meningkatkan resiko diare dan infeksi saluran nafas. Pada kecukupan
protein dan zinc pada stunting dengan rentang pada balita usia 6-35 bulan. Dengan
menggunakan metode survei dan melakukan pengukuran status gizi, perhitungan
konsumsi proteeeeindan zinc menggudakan food recal 2x24 jam. Menggunakan
jenis penelitian explanatory research dengan metode survey dan pendekatan yang
digunakan adalah design cross sectional karena meneliti variable- dengan waktu
yang bersamaan. Penelitian menggunakan ibu dengan balita stunting berjumlah 33
pasang. Usia ibu 100% usia dewasa yaitu 18 tahun kelompok usia terdiri dari 6-35
bulan, sebanyak 15 responden 45,5% berjenis kelamin laki-laki dan 18% berjenis
kelamin perempuan. Hasil dari tingkat kecukupan protein pada balita setelah
melakukan food recal 2x24 jam didapatkan tingkat konsumsi protein balita
diketahui sebanyak 16 balita 48,5% memiliki tingkat kecukupan protein kurang,
qo blita 30,3% memiliki tingkt kecukupan protein baik dan 7 balita 21,2%
memiliki tingkat kecukupan protein lebih rendah. Dalam analisis zic didapatkan
dari 33 balita yang diambil sebagai sempel, sebanyak 21 balita 63,6% memiliki
tingkat kecukupan zinc kurang, 12 balita 21,2% memiliki tingkat kecukupan zinc
baik, dan 0 balita yang memiliki tingkat kecukupan zinc lebih. Hasil didapatkan
pada frekuensi dari kecukupan protein dan zinc bahwa 26 balita 78,8% dengan
kategori pendek dan 7 balita 21,2% dengan kategori sangat pendek. Tingkat
kecukupan protein dengan stunting pada balita dengan melihat faktor kecukupan
pendapatan pada keluarga diperoleh bahwa tingkat kecukupan protein dengan
stunting pada balita. Hasilnya Sebagian besar belita sebanyak 48,5% memiliki
tingkat kecukupan protein yang kurang. Protein ini sangat penting untuk
perkembangan setiap sel dalam tubuh dan juga untuk menjaga kekebalan tubuh,
sebgai sakah satu gizi yang sangat diperlukan terlebih lagi protein sangat
dibutuhkan untuk masa pertumbuhan. Konsumsi zat gizi yang kurang bisa
menyebabkan kurang energi dan protein (KEP). Kep dapat menurunkan mutu
fisik dan intelektual, serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat
meningkatnay resiko kesakitan dan kematian. Bila protein dikaitkan dengan tinggi
badan anak, ada anak-anak yang mempunyai tinggi badan normal yang
mengalami difesiensi orotein. Bahkan sebaliknya dapat terjadi kepada anak-anak
yang tinggi badannya pendek ternyata mempunyai asupan protein yang baik.
Konsumsi protein tidak secara langsung berkaitan dengan tinggi badan akan tetapi
tinggi badan dapat dijadikan sebagai gambaran asupan pangan pada masa lampau.

Anda mungkin juga menyukai