Anda di halaman 1dari 5

Nama : dr.

Ummi Fadilah
Nip : 199306232022022001
Gelombang : 3
Angkatan : VI

JOURNAL LEARNING

ANALISA ORIENTASI PELAYANAN PADA PELAYANAN


KESEHATAN PUBLIK MELALUI PENDEKATAN HUMANIS UNTUK
KESUKSESAN REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA

ABSTRAK
Pelayanan tidak dapat dipisahkan dari lingkaran kehidupan manusia. Hal ini
disebabkan setiap manusia pasti membutuhkan pelayanan. Pelayanan kini
bukan saja menyangkut pemenuhan kebutuhan secara fisik, namun juga terkait
pemenuhan hak-hak sosial-kemanusiaan. Pelayanan publik sampai saat ini
masih menjadi fokus utama persoalan yang membutuhkan penyelesaian secara
komprehensif. Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan masyarakat
akan pelayanan publik bukan lagi perihal sejauh mana pelayanan tersebut
tersebar secara merata di masayarakat, tetapi tingkatan kualitas pelayanan
yang berorientasi pada nilai-nilai humanis (kemanusiaan). Hal inilah yang
kemudian menjadi tolak ukur penilaian suatu kebijakan yang dibuat oleh
aparatur pemerintah (birokrat) memiliki sense of social yang tinggi atau tidak.
Banyak problematika pelayanan publik yang harus dibidik secara serius dalam
penyelesaiannya. Salah satu problematika tersebut yaitu terkait dengan
pelayanan publik di bidang kesehatan. Pelayanan publik dalam bidang
kesehatan ini memegang peranan penting dalam keberlangsungan
pembangunan suatu negara. Implementasi pelayanan publik sudah selayaknya
dilihat dari kacamata perspektif atau pendekatan humanistis. Dalam kaitannya
dengan penyelenggaraan pemerintah, birokrasi merupakan ujung tombak
dalam pelaksanaan pelayanan publik di mana di dalamnya mencakup program
pembangunan dan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan
warga masyarakatnya. Oleh sebab itu, diperlukan reformasi atau pembaharuan
dalam rangka peningkatan kualitas mutu pelayanannya. Melalui pendekatan
humanis yang menekankan nilai-nilai humanisme kepada para pelaksana atau
pemberi pelayanan (elit pemerintah atau politik atau birokrat) diharapkan dapat
tercipta proses pelayanan publik yang lebih berkualitas dan memberi kepuasan
optimal bagi para penerima pelayanan (masyarakat).
Kata Kunci: Pelayanan Kesehatan Publik, Pendekatan Humanis, Reformasi
Birokrasi.
PENDAHULUAN
Reformasi Birokrasi merupakan suatu hal yang tidak asing dan bukan hal
yang baru bagi khalayak umum di Indonesia. Pasca Reformasi 1998, reformasi
birokrasi banyak digaungkan oleh ribuan masyarakat Indonesia di depan para
birokrat atau aktor elit politik. Reformasi ini diharapkan menjadi suatu langkah
konkrit untuk menyembuhkan kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap
kebobrokan negeri ini dalam menghadapi berbagai masalah pelik terkait
dengan kualitas pelayanan publik yang sangat jauh dengan harapan
masyarakat.
Pelayanan Publik yang menjadi fokus utama dalam studi disiplin ilmu
Administrasi Publik di Indonesia masih menjadi persoalan yang perlu
memperoleh perhatian dan penyelesaian yang komprehensif dimana
penyelesaian tersebut menitikberatkan pada pencapaian penyelesaian yang
bersifat menyeluruh dan mencakup seluruh aspek yang luas. Reformasi ini
diharapkan dapat membangkitkan bangsa Indonesia dari keterpurukan atas
krisis kenegaraan yang meluas hampir pada semua bidang kehidupan,
terutama bidang yang menyangkut masalah sosial kemasyarakatan.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersebut secara tersirat
memberitahukan bahwa aturan dalam kehidupan masyarakat ada yang bersifat
tertulis dan tidak tertulis, dimana diantara keduanya harus dibangun suatu
interkonektivitas dalam rangka memberikan pelayanan yang optimal terhadap
maskayarakat. Aturan tertulis pada umumnya merupakan bentukan dari
birokrasi yang dibuat oleh perkumpulan, lembaga ataupun pemerintah. Aturan
ini sering disebut sebagai aturan yang administratif dengan sifatnya yang
birokratis. Sedangkan aturan tidak tertulis, yaitu aturan yang berkaitan dengan
kebiasaan dalam suatu masyarakat. Aturan tidak tertulis ini dapat menciptakan
suatu dialektika moral yang baik dan penuh pertimbangan dalam memutuskan
suatu kebijakan terkait pelayanan umum atau publik.
Buruknya kualitas pelayanan kesehatan publik ini sesuai dengan hasil
survey yang dilakukan oleh Citizen Report Card (CRC) Indonesia Corruption
Watch (ICW) pada November 2009 terkait pelayanan kesehatan dimana dalam
survey tersebut menyatakan bahwa rumah sakit pemerintah ataupun swasta
masih belum memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Menurut
Irawan (2002) sejumlah pasien pengguna Asuransi Kesehatan di rumah sakit
mengeluhkan buruknya pelayanan kesehatan yang diterima, dimana sebanyak
15% pasien mengeluhkan rumitnya pengurusan administrasi. Secara empisris
pelayanan publik yang terjadi selama ini bercirikan: berbelit-belit, lambat, mahal
dan melelahkan.
Namun, disisi lain, harus diakui bahwa pelayanan yang diberikan oleh
pembuat aturan (birokrat) tersebut kepada masyarakat terus mengalami
pembaharuan, baik dari segi pendekatan ilmu maupun model pelayanannya.
Hal ini terjadi beriringan dengan tuntutan dari masyarakat yang terus
mengalami peningkatan serta perubahan di dalam pemerintahan itu sendiri.
Meskipun demikian, pembaharuan tersebut terkadang tidak selalu memuaskan.
Oleh sebab itu, agar dalam pelayanan publik berjalan lebih fungsional maka
birokrasi harus netral.
Salah satu pendekatan yang dapat mempermudah proses pelayanan publik
berjalan lebih professional dan menyentuh sampai indikator kepuasan
masyarakat yaitu dengan mnggunakan pendekatan yang manusiawi atau yang
biasa disebut dengan pendekatan humanis. Pendekatan humanis yaitu suatu
bentuk pendekatan yang bermuara pada bagaimana menciptakan suatu konsep
pembangunan pelayanan sosial kemasyarakatan yang lebih menekankan pada
nilai-nilai kemanusiaan (humanisme). Artinya, individu ataupun kelompok yang
menjadi bagian dari administrasi publik dalam memberikan pelayanan harus
memperhatikan sisi humanis dari masyarakat yang dilayaninya.

PEMBAHASAN
Pelayanan Publik
Dalam praktiknya dilapangan, pemerintah (birokrat) sebagai pelayan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik memelukan sebuah kebijakan yang dapat
mengatur tentang pelayanan publik itu sendiri, sehingga dalam memutuskan
suatu kebijakan yang akan diterapkan, pemerintah tetap memperhatikan dan
berpegang teguh asas-asas hukum yang ada. Undang-Undang No.25 Tahun
2009 tentang pelayanan publik dimaksudkan untuk memberikan kepastian
hukum, baik itu bagi pihak penyelenggara pelayanan publik yang dalam hal ini
pemerintah (birokrat) maupun kepada penerima pelayanan (masyarakat).
Berdasarkan Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
Pasal (1) dikatakan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan Kesehatan Publik
Salah satu pelayanan publik yang penting dan memegang peran strategis
dalam keberhasilan pembangunan dan perkembangan suatu negara, yakni
pelayanan publik di bidang kesehatan. Kesehatan menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 merupakan hak asasi manusia dan
merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Agung Sapta Adi salah satu perwakilan Gerakan Moral Dokter Indonesia
Bersatu (DIB) memberikan keterangan bahwa kualitas pelayanan kesehatan
publik di Indonesia masih berada dalam taraf pelayanan yang sangat buruk.
Menurutnya pemerintah dalam aspek jaminan kesehatan sosial hanya
mengendalikan biaya yang murah, sedangkan kendali mutu seakan luput dalam
pertimbangannya.
Kesehatan yang seharusnya menjadi prioritas penting karena dapat
menjadi investasi besar bagi keberlangsungan pembangunan suatu negara,
baik itu pembangunan fisik, ekonomi, sosial maupun kependudukan dalam
realitanya di lapangan masih menunjukan rendahnya optimalisasi terkait
kualitas pelayanannya kepada masyarakat. Ada beberapa faktor yang
melatarbelakangi terjadinya permasalahan ini, yakni :
1) Faktor tenaga kesehatan, baik dari segi pendistribusian ataupun jumlah yang
belum memadai.
2) Faktor minimnya sarana kesehatan yang tersedia.
3) Faktor birokrasi yang buruk.
Pendekatan Humanis .
Pendekatan humanis terkait pembangunan dalam rangka peningkatan
kualitas mutu pelayanan publik, pada dasarnya merupakan suatu cara pandang
subjektivitas yang berpijak pada kesadaran manusia dalam rangka peningkatan
harkat martabat manusia yang dalam hal ini berarti masyarakat sebagai pihak
yang dilayani atau penerima pelayanan. Implikasi dari pendekatan ini yaitu etika
dan moralitas dijadikan landasan dalam mencapai tujuan yang menyangkut
nilai-nilai kemanusiaan.
Pelayanan Publik yang Humanis
Dalam kaitannya dengan pendekatan humanis maka dalam
penyelenggaraan pelayanan publik perlu diperhatikan beberapa prinsip agar
kualitas pelayanan publik dapat tercapai. Ada lima prinsip yang perlu
diperhatikan menurut Love Lock dalam Hasjimzum (450-451), yaitu tangible
(memberikan pelayanan yang baik yang ditujukan melalui perilaku pelayanan),
reliable (handal, terampil, dan menguasi bidang kerja yang diterapkan),
responsiveness (rasa tanggungjawab terhadap kualitas pelayanan), assurance
(jaminan, dalam hal ini pelayan publik harus memiliki pengetahuan sehingga
orang yang menerima pelayanan (masyarakat) merasa puas dan yakin
terhadap segala bentuk urusannya akan terlesaikan dengan cepat dan benar),
dan emphaty (mampu melayani dengan penuh perhatian kepada orang yang
dilayani terhadap berbagai masalah yang membutuhkan pelayanan).
Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik di Bidang Kesehatan
Terkait dengan reformasi pelayanan publik di bidang kesehatan ada
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan sebagai tolak ukur suatu pelayanan
bisa dikatakan sebagai pelayanan prima, diantaranya mengutamakan
pelanggan, merupakan sistem yang efektif, melayani dengan hati nurani,
melakukan perbaikan yang berkelanjutan, dan memberdayakan pelanggan.
KESIMPULAN
Dalam reformasi birokrasi penyelenggaraan pelayanan publik,
pengelolaannya tidak hanya sebatas pada pemenuhan kepentingan antara
yang melayani (pemerintah) dengan yang dilayani (masyarakat), namun lebih
dari itu, dimana dalam sistem birokrasi ini tidak dapat lepas dari nilai-nilai etika,
moral, dan hukum yang berkaitan dengan baik buruknya suatu hal terkait
konteks sejauh mana nilai-nilai humanis (kemanusiaan) itu diterapkan dalam
pembuatan keputusan atau kebijakan.
Berkaca dari zaman yang terus mengalami perkembangan, perlu adanya
pembaharuan dalam pembuatan kebijakan atau aturan yang terkait dengan
klayak umum atau masyarakat, sehingga dalam praktiknya siapapun yang
memiliki tugas sebagai pelayan publik, baik itu elit pemerintah, aparatur
birokrasi maupun penggiat administrasi publik atau pemerintahan harus
memahami falsafah dan prinsip dari pelayanan publik dengan baik. Implikasi
dari pemahaman falsafah dan prinsip tersebut akan menciptakan suatu
atmosfer pelayanan yang senantiasa beorientasi pada kepentingan dan
kebutuhan publik yang dilayani (customer oriented) yang tentunya lebih
humanis (sesuai dengan pendekatan humanis) dan dinamis disesuaikan
dengan tuntutan zaman dan masyarakat itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai