Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KUNJUNGAN

PETERNAK LEBAH TRIGONA

OLEH :

M.Haikal
Arvin Genta sanjaya
Samuel

Jurusan AT

SMK N 2 METRO

Dinas pendidikan,kebudayaan,pemuda dan olahraga

Provinsi Lampung

. 2022-2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kunjungan lebah trigona

Disetujui oleh :

Kepala Program Keahlian

Guru Pembimbing Agribisnis Ternak Unggas

Ketua program keahlian Owner wanabee farm

VENY INDRIATI, S.Pt. M.P. Wahyu agung


NIP.19740518200902200
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. Karena atas segala rahmat, taufik dan
hidayahnya sehingga kami dapat melaksanakan kegiatan kunjungan
pemeliharaan lebah trigona di Wanabee farm ,metro dan juga dapat
menyelesaikan laporan ini dengan baik guna memenuhi kelengkapan bukti
belajar.

Kami menyadari dengan sepenuhnya bahwa hal tersebut terlaksana berkat


bantuan dari guru-guru yang telah memberikan bimbingan dan dukungan
sebagai bahan masukan untuk . Sehingga apa yang kami harapkan dapat
tercapai. Harapan dari kami semoga laporan yang memuat pengalaman dan
pengetahuan yang telah saya dapatkan selama melaksanakan praktek ini
bermanfaat bagi siswa/siswi SMKN 2 METRO dan banyak pihak.

Metro,2023
I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lebah tak bersengat (Stingless) merupakan salah satu marga lebah sosial yang

termasuk suku Apidae. Di Indonesia lebah tak bersengat dikenal dengan beberapa

nama tergantung daerahnya, antara lain Teuwel (Jawa Barat) dan Klanceng (Jawa

Tengah dan Jawa Timur). Sementara itu di Sumatra Barat, kelompok lebah ini disebut

dengan Galo-galo.

Penyebaran lebah tak bersengat terdapat di daerah tropik dan subtropik atau

wilayah yang dilalui garis khatulistiwa (Hubbel & Johnson 1977, Free1993 dalam

Yulianto, 2013). Di Indonesia sendiri, penyebaran trigona sangat beraneka ragam,

Sumatra ada sekitar 31 jenis, Kalimantan ada 40 jenis, Jawa 14 jenis, dan Sulawesi

ada 3 jenis (Guntoro, 2013). Beberapa jenis diantaranya adalah T. Minangkabau dan

T. fimbriata (Sumatra), T. apicalis dan T. incisa (Kalimantan), T. terminata dan T.

incise (Sulawesi), T. laeviceps dan T. moorei (Jawa), sedangkan di Nusa Tenggara

Barat teridentifikasi 2 jenis yaitu Trigona clypearis dan Trigona sapiens (BPTHHBK,

2012).
Salah satu jenis lebah tak bersengat yang umum dan dapat dijumpai diseluruh

pelosok Indonesia adalah Trigona laeviceps. Ciri cirinya adalah tubuh berukuran

kecil, ramping, panjangnya 2,5 mm – 3,25 mm. Tubuh berwarna coklat kehitaman,

permukaan ventral abdomen memiliki bulu – bulu berwarna keputihan. Bagian

vertek, mesonotum serta scutellum berbulu – bulu berwarna hitam, terutama di

pinggir bagian belakang scutellum. Tarsusnya berbulu warna pucat, tetapi permukaan

basitarsi bagian belakang berwarna kehitaman (Schwarz, 1937 dalam Yulianto,

2013).

Lebah klanceng (Trigona sp) di alam membentuk koloni di dalam lubang

pohon, rongga kayu dan lubang bambu. Lubang pohon dan rongga kayu memiliki

bentuk yang hampir sama, dibandingkan dengan lubang bambu yang memiliki

permukaan tidak rata. Lubang bambu memiliki permukaan yang lebih halus

didalamnya dan pintu keluar sangat kecil untuk menjaga agar kenyamanan dalam

sangkar tetap stabil. Lebah klanceng menyukai sangkar yang kondisi didalamnya

stabil dan jauh dari predator yang mengganggu kenyamanan lebah. Peternak lebah

klanceng dalam mengambil hasil produksinya harus membuka bentuk sangkar lebah

terlebih dahulu, sehingga banyak klanceng yang pindah koloninya karena sangkamya

dibuka (Anonimous, 2006).

Stup merupakan tempat anggota koloni berkumpul dan melakukan aktivitas,

dari berbagai jenis dan umur lebah klanceng. Aktivitas lebah klanceng dipengaruhi

salah satunya ketersediaan pakan. Saat sumber pakan melimpah frekuensi aktivitas

keluar masuk lebah klanceng pada stup akan meningkat. Lebah pekerja dalam
mencari pakan berupa nektar dan tepung sari untuk memberi pakan pada koloninya

untuk menghasilkan madu dan untuk membentuk sarang.

II. Profil peternak

Profil Peternakan lebah trigona

1. Nama peternakan : Wanabee Farm

2. Alamat peternakan : Jl.Gn.lawu


A. Deskripsi Lebah Trigona sp

1. Klasifikasi

Sihombing (2005) mengemukakan bahwa klasifikasi lebah Trigona sp.

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Phylum : Antropoda
Sub phylum : Mandibulata
Kelas : Insekta (Hexapoda)
Ordo : Hymnoptera
Sub Ordo : Apocrita
Famili : Apidae
Sub Famili: Meliponinae
Genus : Trigona
Spesies: Trigona sp.

Lebah ini memiliki fungsi sebagai penyerbuk bunga-bunga kecil dan membuat

sarang dalam batang kayu yang masih hidup maupun yang sudah ditebang, dalam

tanah, bekas sarang semut atau sarang rayap (Rosmarlinasiah, 2010 dalam Priyanto

2012). Untuk tempat keluar masuk tersedia lubang kecil sepanjang 1 cm yang

dikelilingi zat pelekat. Tempat tinggalnya tersusun atas beberapa bagian. Setiap

bagian digunakan untuk menyimpan madu, tepung sari, tempat bertelur, dan tempat

larvanya. Di bagian tengan terdapat karangan-karangan bola berisi telur, tempayak

dan kepompong. Dibagian sudut terdapat bola-bola agak kehitam-hitaman untuk

menyimpan madu dan tepung sari (Sarwono, 2001)

Setiap kelompok didalam koloni terdiri dari ratu, beberapa pekerja dan

jumlah pejantan sepertiga dari jumlah pekerja. Selama hidupnya lebah klanceng

mengalami siklus metamarfosis yang lengkap yaitu mulai dari telur sampai

dengan dewasa. Masing-masing tahap membutuhkan waktu yang berbeda-beda

baik ratu, lebah jantan maupun lebah pekerja. Siklus hidup lebah dibagi dalam

beberapa tahapan yaitu periode telur, periode larva, penutupan sel, pra pupa dan

pupa. Ukuran panjang tubuh lebah klanceng kurang lebih 4 mm, Trigona duckei

Friese dikenal jenis lebah tanpa menyengat yang paling kecil, Melipona

interrupta Latrielle adalah yang paling besar. M. beechii adalah lebih kecil

dibanding Apis mellifera. Warna jenis yang berbeda bervariasi dari hitam ke

coklat, merah, jeruk, kuning, dan putih (Abdilah, 2008).


2. Ratu Lebah Klanceng

Ratu merupakan satu-satunya penelur seumur hidup. Setiap koloni lebah

biasanya memiliki seekor ratu lebah. Ratu lebah berukuran paling besar (paling

besar diantara lebah jantan dan lebah pekerja). Ratu Lebah melepaskan

pheromones untuk mengatur aktivitas koloni, dan lebah pekerja juga

menghasilkan pheromones untuk melakukan komunikasi antar lebah

(Anonymous, 2005dalam Abdilah, 2008).

3. Pekerja Lebah Klanceng

Lebah pekerja adalah lebah betina yang organ reproduksinya terkekang

sehingga tidak berfungsi sempurna. Ukuran jenis lebah pekerja adalah terkecil

dibandingkan dengan lebah ratu dan lebah jantan. Sayap lebah pekerja hampir

menutupi bagian perut, kaki belakang berkembang menjadi alat pembawa pollen,

tubuhnya berbulu, mempunyai sengat lurus dan berkait (Mace, 1984 dalam

Abdilah, 2008). Lebah Pekerja adalah lebah betina yang tidak subur. Lebah

Pekerja mengeluarkan lilin yang digunakan untuk membangun sarang,

membersihkan dan memelihara sarang, menaikkan yang muda, menjaga sarang

dan menyediakan makanan terdiri dari madu dan tepung sari(Anonymous, 2005

dalam Abdilah, 2008).


Baconawa (1999), dalam Abdilah ( 2008) menyatakan bahwa masa kerja

lebah pekerja selama 60 hari. Sejak usia 1 minggu lebah pekerja mulai bekerja

membersihkan lubang sel bekas hunianya tatkala ia menjadi larva. Usia 2 minggu,

lebah pekerja bekerja membuat royal jelly. Usia 3 minggu, membuat sel-sel dalam

sarang. Usia 4 minggu, mengikuti lebah pekerja dewasa untuk mencari makan di

luar sarang. Usia 5 minggu, bekerja mencari makan untuk memenuhi kebutuhan

hidup koloni. Usia 5 minggu, lebah pekerja sering disebut lebah pangan (pencari

makan). Lebah pekerja sering disebut lebah pencari jejak, karena mampu

membaca sinar ultraviolet matahari untuk mencari jejak dimana terdapat sumber

makanan. Usia 6-7 minggu, lebah pekerja bekerja menjaga keamanan koloni dan

mati pada usia 7 minggu.

4. Jantan Lebah Klanceng

Lebah jantan merupakan kasta kelompok kedua terbesar dalam koloni

lebah. Jumlahnya sekitar sepertiga dari jumlah lebah betina dan tugas utamanya

adalah pemacek atau harem bagi lebah ratu. Lebah jantan tidak mencari madu

atau tepung sari untuk makanana. Tujuan yang utama lebah jantan adalah untuk

mengawini ratu lebah klanceng yang baru. Lebah jantan kawin dengan lebah ratu

pada saat terbang, lebah jantan mati dengan seketika setelah kawin (Anonymous,

2005 dalam Abdilah, 2008).

B. Penampilan Koloni

1. Produksi Brood
Brood adalah kumpulan dari pengeraman pada sarang yang berisi telur, maupun

pupa. Menurut Morse dan Hooper (1985), siklus hidup lebah klanceng dibagi dalam

beberapa tahapan yaitu periode telur, periode larva, penutupan sel, pra pupa dan pupa.

Brood tersebut terdapat ditengah sarang sebagai tempat pengeraman. Ada

pengeraman terbuka, yaitu berisi telur dan pupa, dan pengeraman tertutup sebagi

tahap perkernbangan kelanjutan (pupa menjadi anak).

Kehidupan lebah dimulai dengan telur yang ditelurkan oleh ratu didalam sel

sisiran sarang. Telur akan menetas setelah 3 hari menjadi larva. Lebah pekeda

memberi larva pakan sehingga tumbuh sangat cepat sehingga memadati sel dalam

waktu 4 hari. Larva tersebut membuat satu koloni dalam selnya, lebah pekerja

menutup sel sararng dengan lilin, kernudian fase pupa. Fase pupa inilah tedadi

perubahan besar menjadi lebah dewasa. Banyaknya koloni tetasan (brood) tergantung

dari musim dan kondisi lungkungan, pada keadaan normal biasanya terdapat sekitar

5000 telur, 10000 larva, dan 20000 pupa.

2. Perkembangan koloni

Koloni lebah klanceng dalam perkembangan dimulai pada fase: telur,

larva, pupa, dewasa dan akhimya keluar dari sarang (Seeley, 1985). Telur ratu

ditempatkan di dalam sarang pekerja atau pejantan dan menetas menjadi larva.

Umur larva di dalam sarang cukup, panjang sehingga terdapat waktu. Untuk

makan dan tumbuh menjadi jenis lebah yang berlainan (Winston, 1991).

Setiap koloni lebah klanceng merupakan bentuk keluarga yaitu lebah ratu,

lebah jantan dan lebah pekeda. Setiap sarang hanya mempunyai seekor lebah ratu
dengan lebah jantan sekitar 200 ekor dan lebah pekerja lebih banyak lagi sampai

sekitar 8.000 ekor (Anonimous, 2006).

Jumlah koloni akan meningkat seiring meningkatnya telur, larva dan pupa

yang menyebabkan jumlah populasi lebah semakin banyak, sehingga jumlah

lebah pekerja yang membawa nektar dan pollen semakin banyak. koloni kuat

adalah yang didukung oleh lebah pekerja dalam jumlah cukup banyak, keadaan

aktif mencari pakan (Anonimous,2004).

C. Kandang Lebah

Kandang atau stup merupakan tempat anggota koloni mengumpul dan

melakukan tugas yang berbeda-beda pada berbagi jenis kelamin dan umurnya Seeley,

1985. Sangkar lebah seperti kota besar yang multiguna, berada di dalam rongga kayu

dengan lubang tertentu dan sisiran sarang yang dirancang untuk berbagai fungsi dan

semua ada hubungannya dengan arsitektur dan fisiologi lebah (Winston, 1991).

Morse and Hooper (1985), yang menyatakan bahwa besarnya sarang ini

sangat tergantung pada ras dan umur koloni. Sejalan dengan itu Winston 1991 dalam

Yonisha 2007, menyatakan bahwa sarang baru pembuatannya berdasarkan pada

sarang lama baik lebah Eropa maupun lebah tropis, di mana pada awalnya

membangun sarang lebih kecil dan akan dibesarkan kalau wntir koloni sudah tua.

Selanjutnya Winston 1991 dalam Yonisha 2007, menyebutkan bahwa

fenomena ini juga ada hubungannya dengan suhu koloni lebah, dan kemungkinan
juga adanya adaptasi dari lebah tropis yang dimulai dari besaran sarang pekerja yang

kecil dalam siklus koloni, kemudian untuk menyimpan sumber daya koloni yang

besar dari pollen dan nektar maka sel sarang pekerja dibesarkan.

D. SARANG DAN HABITAT

Lebah tak bersengat adalah makhluk sosial yang hidup secara berkoloni. Di

dalam satu sarang di kepalai oleh ratu yang jumlahnya hanya satu dan mempunyai

pekerja yang membantu sang ratu dalam mengerjakan dan memenuhi kebutuhan

kehidupan koloni. Lebah pekerja jumlahnya sangat banyak 300 – 80.000 individu,

tergantung pada jenis dan umur koloninya (Free 1982). Masing-masing individu

mempunyai tugas dan saling berhubungan. Ratu bertugas hanya untuk bertelur, yang

nantinya akan menjadi lebah baru, untuk melanjutkan keturunannya, menjadi pekerja

yang bertugas mencari makanan, dan lain-lain. Makanan berupa nektar dan polen

tumbuhan, serta resin dikumpulkan oleh lebah pekerja secara gotong royong.

Sarang terbuat dari material resin yang juga berasal dari tumbuhan. Pintu

sarangnya hanya ada satu untuk masuk dan keluar-nya anggota koloni. Pintu ini

dihiasi dengan corong yang terbuat dari resin dan memiliki bentuk yang bermacam-

macam, ada yang pendek dan ada yang panjang, tergantung jenisnya. Struktur sarang

lebah tak bersengat berbeda-beda bergantung pada tingkat evolusinya. Menurut

Salmah (1983), sarang terbagi tiga bagian, yaitu bagian tempat anakan, tempat nektar

atau madu, dan tempat polen yang disebut sel. Susunan sel di dalam sarang terdiri
dari 2 tipe yaitu Cluster (susunan sel tidak teratur) dan susunan sel berbentuk Comb

(susunan sel yang teratur seperti sisir).

Menurut Michener (1974) tipe sarang T. laeviceps adalah antara bentuk

Cluster dan bentuk Comb. Umumnya lebah tak bersengat banyak dijumpai hidup di

hutan – hutan, namun beberapa jenis telah beradaptasi di daerah hutan terbuka,

padang rumput, dan bahkan sudah banyak dijumpai di pemukiman (Inoue et al.

1984). Lebah tak bersengat bersarang pada rongga batang pohon yang sudah mati

atau pada sarang rayap dan semut yang sudah tidak terpakai (Michener 1974,

Sakagami 1982). Selain itu sarang T. laeviceps sering dijumpai di daerah pemukiman

penduduk di Jawa, menempati rongga – rongga bambu penyangga atap atau dinding

rumah, rongga – rongga pada celah pintu, tepi – tepi lantai, tepi jendela, pada tembok

batu, dan rongga di bawah pot bunga (Hambali 1979 ; Erniwati & Ubaidillah 2012
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari minggu, tanggal 11 Oktober 2014, pada

pukul 08.00 WITA sampai selesai. Bertempat di Kampus Baru Universitas Halu Oleo

Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu kos tangan, kapak, obeng

bunga, botol plastik ukuran kecil, tali raffia, kamera, baskom, timbangan dengan

kapasitas 20 g dan alat tulis menulis.


Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu koloni lebah Trigona sp, stup

model berdiri dan stup model baring.

C. Prosedur Kerja

Pelaksanaan praktikum ini dilakukan mulai tahap :

1. Membuat sarang/stup lebah dengan dua model yaitu model baring dan model

berdiri.

2. Menimbang berat awal stup/sarang sebelum diisikan dengan koloni lebah

Trigona sp.

3. Mencari sarang/rumah lebah Trigona sp di tegakan pohon kampus baru dan di

hutan pinus kantor gubernur Sulawesi Tenggara.

4. Menempatkan stup/sarang yang telah dibuat pada sarang yang terdapat di alam

kemudian memindahkan sarang dan Ratu lebah kedalam stup/sarang buatan dan

mendiamkannya selama satu minggu.

5. Setelah satu minggu mengecek stup/sarang yang telah didiamkan kemudian

memindahkan stup/sarang ke tempat yang telah disediakan di laboratorium

kehutanan jurusan kehutanan.

6. Menimbang kembali berat stup/sarang yang telah terisi lebah Trigona sp dan

menghitung berapa banyak jumlah lebah pekerja, lebah jatan, sel telur dan

kantong madu yang dihasilkan.


7. Setelah satu bulan menghitung kembali berat stup dan berapa banyak koloni lebah

pekerja dan lebah jantan serta sel telur dan kantong madu yang dihasilkan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Habitat Trigona sp.

Dalam pencarian Habitat lebah trigona di alam maupun di lingkungan sekitar

pemukiman masyarakat, sebaiknya terlebih dahulu kita perlu mengetahui apa dan

bagaimana lebah trigona mempertahankan diri.

Sebagaimana kita ketahui lebah trigona adalah lebah berukuran kecil yang tak

memiliki sengat,  namun demikian bukan berarti mereka lemah dalam hal pertahanan

diri, selain mengandalkan propolis sebagai pertahanan mereka juga memiliki gigitan
yang lumayan kuat, memiliki trik dalam menentukan sasaran penyerangan, bila

menyerang manusia biasanya mereka memilih bagian tubuh kita yang lumayan vital

dan memiliki daerah kejut seperti lubang hidung, lubang telinga, leher, mata dan sela-

sela rambut. Walau pun gigitannya tidak membahayakan namun terasa cukup

mengejutkan dan mengganggu bila terus di biarkan. Setiap lebah memiliki kebiasaan

menyerang orang yang pertama mereka kenali, jadi tidak heran kalau melihat ada

seseorang yang terus di kejar-kejar sementara sisanya dibiarkan saja.

Dalam pencarian habitat trigona sp. pada peraktikum ini ditemukan sarang

trigona yang berhabitat jika dirata-ratakan bertempat pada lokasi yang terdapat

adanya aktifitas manusia, misalnya suara kendaraan, pejalan kaki, kegaduhan dan

lainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa lebah jenis ini tidak terpengaruh oleh

gangguan manusia yang bersifat keributan atau dengan kata lain mudah beradaptasi

pada lingkungannya. . Dalm peraktikum ini letak/ lokasi sarang yang ditemukan dapat

dilihat pada table 1 berikut.

Table 1. Letak sarang dan kondisi/keadaan fisik sarang trigona sp.

J Kondisi/
u keadaan fisik
No Pohon/Tempat m warna
pintu masuk
l
Ada model
a
/tidak
h
1 Kayu Besi (Metrossideros Petiolata) 4 ada corong
2 Kayu Eha (Castanopsis burana 2 ada corong
miq.)
3 Kayu Longkida (Naucleo orientalis) 1 ada datar
4 Kayu Akasia (Acacia Mangium) 1 ada datar
5 Kayu Mete (Anacardium Ocidentale) 2 ada corong
6. AC Rusak 1 ada corong
7. Bekas Pot 1 ada datar
8. Dinding Papan 1 ada corong
9. Tiang Lampu Taman 1 tidak datar

Berdasarkan hasil perktikum, diketahui lebah trigona bersarang di pepohonan

yang berlubang maupun pada tempat- tempat yang memiliki rongga didalamnya yang

dianggap sulit untuk di jangkau oleh organisme pengganggunya. Pada umumnya

lebah trigona yang ditemukan lebih senang membangun sarangnya pada jenis-jenis

kayu keras seperti pada kayu Besi (Metrossideros Petiolata) atau tempat lainnya yang

memiliki ketinggian yang cukup tinggi. Menurut Widantara (2013) Hampir semua

jenis lebah trigona mampu bersarang di seluruh media yang disebutkan dias, walau

ada jenis tertentu yang sangat spesifik dalam memilih media sarang seperti T.

thoracica yang mayoritas memilih tanah sebagai media sarang koloninya. Jenis lain

yang memilih media tertentu sebagai sarangnya adalah T. Itama, jenis ini cenderung

memilih media kayu untuk sarangnya seperti di lubang pohon-pohon besar dan atau

tunggul dari kayu keras.

B. Proses Pemindahan Sarang

Dalam melakukan proses pemindahan koloni pada stup yang telah disiapkan

sebelumnya, merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan dan dilakukan

secara hati-hati. Proses pemindahan yang dilakukan dengan cara pemindahan secara

langsung dan tidak langsung. Namun yang efektif dalam metode pemindahan koloni

lebah adalah pemindahan secara langsung meskipun memiliki resiko terjadinya


pemecahan koloni menjadi dua, diamana pada satu koloni tanpa ratu akan

membentuk koloni baru.

Pada pemindahan sarang lebah dalam peraktikum ini, hal yang pertama

dilakukan adalah pembongkaran sarang dengan menggunakan alat seperti kampak,

parang, gergaji hingga obeng bunga yang semua alat digunakan tergantung pada

media sarang lebah tersebut. Untuk langkah awal pembongkaran, hal yang harus

diperhatikan adalah letak dari sarang telur, madu dan polennya melekat sehingga

dalam pembongkaran kerusakan yang ditimbulkan dapat diminimalkan.

Setelah berhasil melakukan pembongkaran sarang, langkah selanjutnya

memindahkan beberapa lembar telur ke dalam kotak koloni atau stup serta

menyimpan bagian penting penanda sarang ke dalamnya. Penanda ini sangat penting

kedudukannya dalam memecah koloni. Ratu lebah trigona kami biarkan berada di

sarang toping (awal), atau diantara sel-sel telur tersebut dengan asumsi agar lebah

jantan ataupun lebah pekerja berpindah sarang pada tempat yang baru.

Selama beberapa jam setelah semua sampel koloni di pecah, kami melakukan

pemantauan aktivitas lebah baik di media asalnya maupun di sarang buatan selama

kurang lebih sampai satu minggu hingga dianggap koloni lebah telah mampu

beradaptasi pada stup lebah yang baru dengan memperlihatkan kestabilan koloninya.

Menurut Widantara (2013) jenis yang paling mudah beradaptasi adalah T. laeviceps

dan yang paling sulit adalah T. carbonaria.


Untuk mencegah kembalinya koloni kembali pada asal sarangnya, maka

lubang asal sarang lebah ditutup dengan kain hingga tidak ada ruang untuk

memungkinkan lebah tersebut masuk kedalam sarangnya.

Setelah pemindahan koloni berhasil maka hal selanjutnya yang di lakukan

adalah memindahkan stup ke rumah stup. Proses pemindahan ini dilakukan secara

hati-hati terutama pada goncangan yang berlebihan terutama jika lokasi pemindahan

dirasa cukup jauh dan medan jalan banyak yang berlubang., hal ini diupayakan agar

tidak menyebabkan ganguan didalam stup sehingga kestabilan sarang didalam

stuptetap terjaga.

C. Perkembangan Koloni

1. kondisi fisik stup baru

2. Aktifitas koloni

D. Produksi

No Produk Trigona Sp Perkembangan koloni


1. Jumlah sel telur Bertambah
2. Kantong pollen Bertambah
3. Madu Bertambah
4. Propolis Bertambah

Anda mungkin juga menyukai