Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lebah Trigona (Trigona sp.)


Indonesia adalah negara yang mempunyai keragaman hayati yang tinggi, baik
flora dan fauna. Keanekaragaman ini termasuk jenis serangga yang tersebar di
Indonesia. Menurut data Bappenas (1993), serangga yang ada di Indonesia mencapai
250.000 jenis atau sekitar 15% dari keseluruhan biota di Indonesia. Perkembangan
serangga yang cepat dapat disebabkan karena Indonesia memiliki iklim tropis yang
stabil, dimana secara geografis terletak diantara dua benua dan dua samudera
(Primack dkk., 1998). Faktor lainnya disebabkan oleh kesuksesan serangga yang
tinggi untuk beradaptasi dengan lingkungannya (Sigit dan Hadi, 2006). Salah satu
serangga yang dapat mengtungkan dan membantu kehidupan manusia adalah lebah,
termasuk lebah tak bersengat atau lebah Trigona.

Lebah Trigona (Trigona sp.) merupakan jenis lebah madu tak bersengat
(stingless honey bees) yang dapat ditemukan di wilayah yang beriklim tropis dan
beberapa daerah beriklim subtropis. Jenis Trigona yang ada di bumi diperkirakan
berjumlah ratusan jenis, namun sulit dibedakan karena kedekatan kekerabatan
mereka (Michener, 2007). Menurut Inoue et al. (1985), beberapa variasi organ tubuh
dan degradasi warna belum dapat menentukan jenis dari lebah Trigona karena
kedekatan sub-generanya.

Lebah Trigona (Trigona sp.) belum banyak dikenal oleh masyarakat di


Indonesia, karena kurangnya informasi tentang lebah tersebut (Erniwati, 2013).
Lebah Trigona dikenal dengan nama lokal seperti lebah klenceng (Jawa), gala-gala
dan teuweul (Sunda). Di Bali, lebah jenis ini dikenal dengan nama kele-kele.
Menurut Sakagami et al. (1990) di Indonesia terdapat beberapa jenis lebah Trigona
yang telah diidentifikasi yaitu Trigona laeviceps, T. itama, T. drescheri, T. apicalis,
T. thoracica, dan T. terminata.
Lebah Trigona termasuk dalam kelas Insekta dan famili Apidae, menurut
Sakagami (1978), lebah Trigona diklasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Family : Apidae
Subfamily : Apinae
Tribe : Meliponini
Genus : Trigona
Species : Trigona laeviceps

Gambar 2.1.
Jenis lebah Trigona laeviceps (Discovery life, 2014)

Lebah Trigona umumnya mempunyai ukuran tubuh berkisar antara 1,8mm-


13,5mm. Tubuh berwarna hitam kegelapan, terdapat sepasang sayap depan dan
belakang pada toraks. Pada bagian kepala terdapat mata majemuk, mata ocelli yang
berfungsi dalam mengatur sensitifitas cahaya, dan antena yang berbentuk filiform
(Salmah, 1983).
Gambar 2.2.
Bagian tubuh lebah Trigona: sayap (a: 1. depan; 2. belakang), tungkai belakang
lebah (b: 1. jantan; 2. betina; 3. rostellum), sternum VI dengan (c: 1. medioapical),
genitalia lebah jantan (d: 1. volsella; 2. sagitta) (e: ujung abdomen lebah Trigona
pekerja). (Putra, dkk., 2014)

Pada toraks terdapat tiga pasang kaki yang berada, tungkai belakang
merupakan ciri khas yang dapat membedakan antara lebah pekerja dengan lebah
jantan. Pada bagian tibia tungkai belakang lebah pekerja, terlihat lebih besar dan
mempunyai lebih banyak setae dibandingkan dengan tibia tungkai belakang dari
lebah jantan yang membulat dan sedikit setae (Gambar 2.2). Setae pada tungkai
berfungsi sebagai tempat untuk polen bunga yang akan dibawa ke dalam sarang
(Erniwati, 2013). Abdomen lebah Trigona berbentuk oval, pada ujung abdomen
lebah jantan terdapat genitalia, yang dijadikan sebagai penciri spesies (Michener,
2007).

Lebah Trigona ditemukan bersarang pada tempat-tempat berlubang seperti


batang kayu, lubang pohon, dan celah dinding rumah (Sakagami et al., 1983;
Michener, 1974). Pintu masuk sarang terbuat dari resin tumbuhan yang bercampur
dengan tanah dan lumpur, dengan bentuk dan warna yang berbeda tergantung dari
spesies. Sarang merupakan tempat bagi koloni lebah untuk berlindung, menyimpan
makanan dan bereproduksi. Struktur sarang lebah Trigona berbeda dengan sarang
lebah madu Apis, dimana dalam sarang Trigona tempat penyimpanan polen dan
madu (storage pot) terpisah dengan sel anakan (brood chamber). Sel anakan
merupakan tempat ratu bertelur dan tempat anakan berkembang dari fase telur
sampai imago. Fase perkembangan lebah Trigona meliputi telur, larva, pupa dan
menjadi imago. Setelah menetas menjadi imago, ruang anakan ini tidak bisa
digunakan kembali seperti pada sarang lebah Apis (Michener, 2007). Storage pot
dan brood chamber diperkuat oleh involucrum yang terbuat dari campuran resin
pohon, wax dan tanah (Roubik, 2006). Storage pot merupakan tempat penyimpanan
polen dan madu. Storage pot berbentuk bulat atau oval yang dilapisi lilin (wax) yang
melekat pada dinding sarang. Lebah pekerja mencari pakan sepanjang hari pada
musim berbunga, kelebihan makanan disimpan dalam storage pot. Menurut
Gojmerac (1983), semakin banyak madu yang dihasilkan oleh lebah menandakan
semakin banyak pula kelimpahan pakan di lingkungan sekitar.

Gambar 2.3.
Lebah Trigona laeviceps: a. sel anakan, b. larva, c. pupa, d. pejantan muda, f.
pejantan dewasa, g. betina muda, h. betina dewasa (Dokumentasi pribadi, 2016)

2.2 Penyebaran Lebah Trigona


Lebah tidak bersengat merupakan anggota Insekta dari famili Apidae, yang
hidup secara sosial di hutan bersuhu hangat dan lembap (Michener, 1974). Jenis
lebah ini dapat ditemukan pada daerah yang bersuhu tropis dan beberapa daerah
yang beriklim subtropis di dunia (Michener, 2007). Penyebaran serangga dibatasi
oleh faktor-faktor geologi dan ekologi yang cocok, sehingga terjadi perbedaan
keragaman jenis serangga. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan iklim,
musim, ketinggian tempat, serta jenis makanannya (Borror and Long, 1998). Lebah
Trigona merupakan jenis lebah yang tidak bersengat (stingless bee). Lebah bersengat
lebih dikenal luas, tetapi hasil riset ahli taksonomi menyimpulkan bahwa lebah
Trigona justru merupakan lebah tertua yang pernah diketahui (Free, 1982).

Lebah, termasuk Trigona berperan sangat penting dalam suatu ekosistem.


Lebah dari Tribus Meliponini (Trigona) diketahui sebagai jenis yang berperan
sebagai polinator alami untuk vegetasi di Mexico Amerika Selatan (Schwarz, 1948).
Tingkah laku lebah Trigona yang kompleks dan keberlimpahannya menjadikannya
polinator yang sangat berperan untuk membantu suksesnya polinasi (Michener,
2007). French Guiana merupakan salah satu negara di Amerika Selatan yang
mempunyai hutan dataran rendah dengan kepadatan penduduk yang rendah. Dengan
vegetasi yang mendukung, lebah Trigona banyak ditemukan di negara ini. Jenis
lebah paling umum yang dapat ditemukan adalah Ptilotrigona lurida, Trigona cilipes
dan Trigona pallens. Menurut Pauly et al. (2013), jenis lebah Trigona yang ada di
French Guiana yang telah teridentifikasi adalah sebanyak 80 jenis.

Di benua Afrika terdapat beberapa jenis lebah Trigona. Di Negara Kenya,


masyarakat percaya bahwa produk Trigona ini digunakan sebagai bahan obat yang
berkhasiat, untuk menyembuhkan demam, sesak dada dan dalam proses
penyembuhan luka lebam dan terbakar. Manfaat tersebut mengubah kebiasaan
masyarakat dari berburu sarang dan madu menjadi budidaya (bee keeping) dengan
metode yang lebih modern. Beberapa jenis lebah Trigona yang telah teridentifikasi
di Kenya adalah Meliponula bocandei, Meliponula lendliana dan Meliponula
ferruginea (Macharia et al., 2007).

Di Benua Asia, jenis lebah Trigona lebih banyak dibudidayakan dengan


metode tradisional. Di India misalnya, masyarakat memelihara lebah Trigona dengan
menggunakan bambu. Mereka memelihara lebah ini karena madu yang dihasilkan
dipercaya sebagai obat dan mempunyai nilai jual tinggi dipasaran (Kumar et al.,
2012). Di kawasan Asia Tenggara, lebah Trigona dapat ditemukan dari daerah utara
seperti Laos, Thailand, Kamboja, Vietnam hingga di semenanjung Malaysia
(Sakagami, 1975). Schwarz (1939), menemukan beberapa jenis lebah Trigona dari
dataran rendah hingga dataran tinggi sampai 2.500 kaki (762 m) di kawasan Gunung
Dulit, Kalimantan.

Menurut Sakagami et al (1990), keragaman jenis lebah Trigona pada tiap


daerah berbeda-beda. Spesies yang paling luas penyebarannya adalah Trigona
indipennis, T. laeviceps, diikuti spesies lainnya yaitu T. apicalis, T. fusco-balteata,
T-valdezi, T. collina, dan T. terminate. T. laeviceps pertama kali ditemukan di India,
menghuni hutan di kawasan Asia dan meluas ke timur sampai Kepulauan Salomon.
Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa jenis lebah Trigona yang telah teridentifikasi
yaitu Trigona laeviceps, T. itama, T. drescheri, T. apicalis, T. thoracica, dan T.
terminata.

2.3 Koloni Lebah Trigona


Koloni lebah Trigona dalam satu sarang dapat berjumlah ribuan ekor
(Michener, 2007). Dalam sebuah koloni terdapat strata, yaitu ratu, lebah pekerja,
lebah jantan dan anakan. Ratu bertugas untuk bereproduksi. Pada umumnya satu
koloni mempunyai satu ratu dewasa yang aktif untuk bertelur, dan calon ratu (virgin
queen) yang dipersiapkan jika ratu mati. Ukuran ratu biasanya lebih besar
dibandingkan lebah pekerja dan pejantan. Tubuhnya bulat memanjang dan warnanya
lebih pucat atau putih kekuningan (Sihombing, 2005). Ratu memprodruksi
pheromone yang berfungsi untuk memikat lebah jantan untuk kawin. Menurut
Coville et al. (1986), selain untuk menarik pasangan untuk bereproduksi, pheromone
juga dapat digunakan sebagai pengatur aktivitas koloni dan penanda teritori.

Dalam sebuah koloni lebah, para pekerja merupakan strata yang penting,
dengan jumlah terbanyak pada satu koloni. Lebah ini bertugas untuk mencari pakan.
Tubuh lebah pekerja berwarna hitam, mempunyai sayap yang menutupi tubuh dan
tungkai yang mempunyai banyak bulu halus (setae). Menurut Gojmerac (1983),
kebutuhan total protein dari suatu koloni lebah madu dapat terpenuhi dengan
mengkonsumsi polen.
Gambar 2.4.
Strata dalam suatu koloni lebah Trigona: a. pejantan, b. pekerja, c. calon ratu (virgin
queen), d. ratu lebah (Dokumentasi pribadi, 2016)

Selain polen, lebah pekerja juga mengumpulkan resin yang digunakan


sebagai bahan untuk memperbaiki sarang dan melindungi sarang dari serangan jamur
dan parasit (Wille, 1983). Lebah pekerja yang tidak mengumpulkan makanan,
bertugas menjaga telur dan memberi pakan kepada anakan dan ratu. Tugas yang
tidak kalah penting yang dilakukan pekerja bersama pejantan adalah menjaga sarang
dari serangan musuh. Pertahanan yang dilakukan lebah pekerja yaitu berjaga pada
corong pintu masuk untuk menghalau musuh yang datang seperti semut dan tawon
(Kumar et al., 2012; Gloag et al., 2008). Morfologi lebah pejantan tidak banyak
berbeda dengan pekerja, namun ukuran tungkainya lebih kecil dan membulat
dibandingkan lebah pekerja, dan setae pada tibia lebah lebih jarang. Pada tibia
belakang lebah pekerja mempunyai setae yang lebih banyak dan kasar dibandingkan
lebah jantan (Roubik, 2006).

2.4 Produk Lebah Trigona


Trigona dikenal sebagai lebah lokal yang memproduksi madu, royal jeli dan
propolis yang bermanfaat bagi manusia. Madu yang dihasilkan oleh lebah pekerja
berasal dari nektar yang dihasilkan oleh tumbuhan, berupa cairan yang manis, yang
dihasilkan oleh kelenjar nektar tumbuhan. Lebah pekerja mengumpulkan nektar
dengan menggunakan proboscis, dan disimpan sementara pada kantong nektar untuk
dibawa ke dalam sarang. Lebah pekerja menghisap nektar dan memuntahkannya
kembali sambil menambahkan enzim invertase. Enzim ini mengubah sukrosa
menjadi fruktosa dan glukosa (Sihombing, 2005). Menurut Widodo (2011), madu
yang dihasilkan lebah pekerja mempunyai kandungan fruktosa yang tinggi, sehingga
dapat menghasilkan energi ketika dikonsumsi dan dapat memulihkan tenaga saat
mengalami kelelahan. Madu mengandung fruktosa dan kadar air yang rendah. Kadar
air yang rendah akan mencegah madu dari kerusakan dalam jangka waktu relatif
lama.

Madu yang dihasilkan oleh lebah memiliki kandungan vitamin seperti


vitamin B1, B2, B3 dan C, serta mineral seperti kalsium, yodium, natrium, besi, dan
magnesium (Sihombing, 2005). Madu memiliki beberapa khasiat yang baik untuk
kesehatan seperti dapat melancarkan kinerja usus dan ginjal, memperlancar
peredaran darah, sebagai obat luka bakar, memperkuat otot jatung dan membantu
mencegah penyakit susah tidur (Widodo, 2011).

Lebah Trigona mencari makan pada bunga yang sedang mekar untuk
mendapatkan polen dan nektar. Polen merupakan alat reproduksi jantan pada
tumbuhan yang terletak pada kepala sari. Kebutuhan protein yang diperlukan oleh
lebah dapat dipenuhi dari polen yang dikonsumsi. Jika gizinya tidak memiliki
protein yang cukup, lebah madu tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
(Howes, 1979). Kelebihan polen dan nektar yang dikoleksi oleh lebah pekerja
disimpan di dalam pot-pot kecil (storage pot) didalam sarang sebagai cadangan
makanan.

Produk lain yang dihasilkan oleh lebah adalah royal jeli, yaitu cadangan
makanan berupa cairan yang akan diberikan kepada anakan terutama calon ratu.
Royal jeli berfungsi untuk membantu mempercepat pematangan seksual dan
meningkatkan kemampuan reproduksi lebah (Sihombing, 2005). Propolis juga
merupakan suatu produk yang dihasilkan oleh lebah Trigona. Propolis merupakan
zat lengket yang berwarna gelap yang dikumpulkan dari tumbuhan dicampur dengan
lilin dan resin. Bunga, batang, tunas atau getah tumbuhan merupakan sumber bagi
lebah untuk menghasilkan propolis (Gojmerac, 1983). Produksi propolis pada
Trigona lebih banyak dibandingkan lebah genus Apis. (Singh, 1962). Waktu yang
digunakan untuk mengoleksi propolis lebih sedikit dibandingkan dengan waktu yang
digunakan untuk mengoleksi nektar dan polen. Hal ini dikarenakan lebah Apis lebih
memprioritaskan mencari makanan untuk koloni. Menurut Angraini (2006), untuk
menghasilkan propolis, lebah pekerja perlu mengunjungi banyak tumbuhan untuk
mengoleksi getah resin. Sifat lengket yang dimiliki oleh propolis digunakan lebah
untuk memperbaiki sarang. Propolis juga digunakan sebagai alat pertahanan dari
serangan mikroba dan jamur, karena mengandung senyawa antimikroba. Menurut
Krisnawati (2013), propolis dapat membunuh semua mikroba yang mengganggu
yang masuk ke dalam sarang seperti bakteri, virus, jamur maupun protozoa.

Propolis telah diketahui memiliki khasiat yang berguna bagi kesehatan


manusia. Menurut Angraini (2006), propolis mengandung senyawa flavonoid dan
fenolat. Warna gelap pada propolis tergantung dari banyaknya kandungan resin pada
propolis tersebut. Komponen flavonoid pada propolis lebah Trigona dapat digunakan
sebagai bahan antioksidan yang telah diuji secara farmakologi. Menurut
Dobrowolski et al., (1991), propolis dapat menjadi bahan obat yang dapat
dimanfaatkan sebagai anti mikroba, anti alergi, anti inflamasi dan terapi pada
penderita asma dan rhinitis.

2.5 Polen
Ketersediaan sumber pakan di lapangan berpengaruh terhadap produksi lebah
Trigona. Madu, propolis dan polen (bee bread) merupakan produk yang dihasilkan
oleh lebah Trigona yang berasal dari beranekaragam tumbuhan. Keberlimpahan
sumber pakan yang tinggi dapat berpengaruh terhadap produksi dari lebah Trigona.
Menurut O’Toole and Raw (1991), Trigona adalah lebah pencari pakan yang aktif.
Pakan trigona berupa polen sebagai sumber protein dan nektar sebagai sumber
karbohidrat. Polen yang didapatkan akan disimpan dalam sarang dan digunakan
sebagai cadangan makanan koloni (Roubik, 2006).

Polen atau serbuk sari merupakan alat reproduksi jantan pada tumbuhan yang
terbentuk di dalam ruang serbuk sari (Darjanto dan Satifah, 1990). Menurut Faegri
and Iversen (1989), ukuran dari polen sangat bervariasi yaitu dari 5µ hingga lebih
dari 200µ. Berdasarkan ukuran polen dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori
yaitu perminutae (PI), minutae (MI), mediae (ME), magnae (MA), permagnae (PA)
dan giganteae (GI) (Tabel 2.1) (Erdtman, 1972).

Polen memiliki dinding yang berfungsi sebagai pelindung inti sperma.


Dinding polen mempunyai dua lapisan yaitu intin (lapisan dalam) dan eksin (lapisan
luar). Eksin berfungsi untuk melindungi bagian dalam polen dari tekanan kimia dan
fisik dari lingkungan luar, sedangkan lapisan intin merupakan dinding pektoselulosa
yang tipis mengelilingi butir polen yang masak (Faegri and Iversen, 1989).

Tabel 2.1.
Klasifikasi polen berdasarkan ukurannya (Erdtman, 1972).
Ukuran
Klasifikasi polen
polen
Sangat Kecil (sporae perminutae; PI) < 10 µ
Kecil (sporae minutae; MI) 10 - 25 µ

Medium (sporae mediae; ME) 25 - 50 µ

Besar (sporae magnae; MA) 50 - 100 µ

Sangat Besar (sporae permagnae; PA) 100 - 200 µ

Raksasa (sporae giganteae; GI) > 200 µ

Simetri polen dibagi menjadi dua tipe yaitu simetri radial dan simetri
bilateral. Simetri radial dimana polen dapat dibagi menjadi dua bidang simetri atau
lebih, dan jika memiliki dua simetri maka aksis ekuatorial memiliki panjang yang
sama dengan aksis vertikal. Simetri bilateral yaitu polen yang mempunyai bidang
simetri vertikal dan aksis ekuatorial yang tidak sama panjang (Erdtman, 1972).

Menurut Kapp (1969) bentuk polen ditentukan berdasarkan perbandingan


panjang aksis polar (P) dengan diameter equator (E). Butiran polen dengan
ekuatorial yang melebar dapat diistilahkan sebagai prolate spheroidal, subprolate,
prolate dan perprolate. Sedangkan istilah oblate spheroidal, suboblate, oblate dan
peroblate digunakan jika aksis polar kecil (Tabel 2.2).
Tabel 2.2.
Kelas bentuk-bentuk polen pada tumbuhan (Erdtman, 1972).
Kelas bentuk Index P/E 100.P/E
Peroblate < 4/8 < 50
Oblate 4/8 – 6/8 50 – 75
Subspheroidal 6/8 – 8/6 75 – 133
Suboblate 6/8 – 7/8 75 – 88
Oblate spheroidal 7/8 – 8/8 88 – 100
Prolate spheroidal 8/8 – 8/7 100 – 114
Subprolate 8/7 – 8/6 114 – 133
Prolate 8/6 – 8/4 133 – 200
Perprolate > 8/4 > 200

2.6 Pengaruh Suhu dan Ketinggian pada Koloni


Lebah seperti halnya organisme lain, kehidupannya dipengaruhi oleh biotik
dan abiotik. Faktor biotik berupa keanekaragaman tumbuhan penghasil nektar dan
polen, serta hama dan penyakit. Faktor abiotik berupa temperatur, kelembapan
udara, curah hujan dan lama penyinaran. Faktor lingkungan ini akan mempengaruhi
aktivitas hidup, ketersediaan sumber pakan di alam dan perkembangan populasi
lebah (Sihombing, 2005).

Kesuksesan hidup lebah Trigona di daerah beriklim tropis tidak lepas dari
kemampuannya untuk hidup pada rentang suhu luas. Menurut Koneri dkk. (2010),
keanekaragaman serangga yang ada saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah ketinggian tempat. Penelitian sebelumnya pada lebah Trigona di Bali,
ditemukan bahwa koloni lebah ini dapat hidup dari daerah pantai sampai ketinggian
± 800m dpl (Pratama, 2015). Jenis lebah Trigona yang umum ditemukan di Bali
adalah T. laeviceps (Putra, 2015) Lingkungan koloni lebah Trigona pada umumnya
adalah tempat yang ternaung, banyak pepohonan dan tidak terlalu tinggi dari tanah.
Menurut Siregar dkk. (2011), lebah Trigona menyukai tempat teduh dengan berbagai
jenis tumbuhan. Semakin banyak jenis tumbuhan, semakin banyak populasi yang
akan berkembang.
Ketinggian tempat (altitudinal) berpengaruh terhadap keanekaragaman
organisme akibat dari perbedaan suhu antara dataran rendah dan dataran tinggi.
Perbedaan suhu lingkungan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu siklus seperti
siang dan malam, musim kemarau dan hujan. Suhu sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan organisme. Secara garis besar, suhu mempengaruhi
proses metabolisme, penyebaran, dan kelimpahan organisme. Suhu berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan kandungan nutrisi tumbuhan yang akan menjadi sumber
makanan bagi organisme herbivora (Buse et al., 1999).

Lebah Trigona aktif pada suhu 18°C hingga 35°C. Aktivitas lebah terganggu
dan menurun jika kondisi lingkungan lebih rendah atau lebih tinggi dari suhu
tersebut (Manuhuwa dkk., 2013). Suhu yang terlalu tinggi, membuat lebah sibuk
menjaga koloni khususnya anakan agar tidak mati kepanasan. Sedangkan jika pada
suhu yang rendah, aktivitas lebah pekerja menurun sehingga aktivitas pencarian
polen dan nektar bisa terhenti. Lebah berkumpul dan bergerombol untuk
meningkatkan suhu di dalam sarang. Suhu yang mendekati titik 0°C, dapat membuat
lebah berhenti beraktivitas (paralyzed), namun jika suhu sudah kembali normal
aktivitas tubuh lebah akan berangsur normal. Aktivitas terbang pada lebah tak
bersengat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam (internal) pada koloni
dan faktor luar (eksternal) dari lingkungan. Beberapa faktor yang mempengaruhi
aktivitas seperti intensitas cahaya, kelembapan relatif, kecepatan angin, suhu dan
hujan. Musim berbunga tumbuhan dan jumlah koloni juga merupakan faktor penting
dalam aktivitas terbang lebah (Corbet et al., 1993).

Anda mungkin juga menyukai