Anda di halaman 1dari 4

HASIL ANALISIS IKS AWAL BERDASARKAN 12 INDIKATOR

PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN PENDEKATAN KELUARGA


(PISPK) TAHUN 2022

Berdasarkan capaian indikator PIS-PK tahun 2022, diperoleh hasil bahwa ada 3
indikator PIS-PK yang masih rendah. Indikator PIS PK yang masih rendah adalah
Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur sebesar 17,66%,
Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar sebesar
20,05%, dan Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan sebesar 31,67%.
1. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
Hipertensi yang tidak dikelola dengan baik berkorelasi positif dengan
risiko stroke dan penyakit jantung koroner. Kepatuhan terhadap pengobatan
adalah bagian penting dari tatalaksana pasien dan sangat diperlukan untuk
mencapai tujuan klinis. Sebaliknya, ketidakpatuhan mengarah pada hasil klinis
yang buruk, peningkatan angka kesakitan dan kematian, dan berakibat pada
perawatan kesehatan yang tidak perlu.
Faktor penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur yaitu
kurangnya edukasi yang efektif dari tenaga kesehatan. Salah satu kepercayaan
yang didapatkan yaitu hipertensi yang diderita tidak akan parah meskipun tidak
berobat teratur. Hal ini berhubungan dengan ketidakpercayaan terhadap tenaga
kesehatan yang mengarah pada perilaku membeli obat sendiri dan melakukan
terapi alternatif dengan dukungan keluarga.
Efek obat yang tidak langsung dirasakan juga berperan. Percaya bahwa
obat itu tidak bekerja akan mengarah pada kepatuhan yang lebih buruk dan
pengalaman yang lebih buruk, memperkuat keyakinan negatif. Faktor lainnya
adalah pasien tidak mau meminum obat dari BPJS karena obat yang diterima
sama seperti yang dijual di apotek. Faktor ketiga yaitu substitusi obat
menggunakan bahan alam. Fenomena penggunaan bahan alami untuk
menggantikan obat anti hipertensi karena mereka merasa berkurangkeparahan
penyakitnya. Faktor keempat adalah kurang motivasi. Rendahnya rasa percaya
diri terhadap kemampuan diri, menimbulkan kurangnya motivasi diri dalam
melakukan pengobatan. Pasien cenderung lupa karena sibuk bekerja. Temuan
yang selanjutnya yaitu malas mencari obat dan bangun dari kasur, bosan, serta
minum obat harus memakai buah pisang. mereka tidak dapat melakukan
pengobatan teratur karena terbentur jam kerja dan tempat kerja.
Faktor kelima adalah kondisi penyakit pasien tentang sikap dan gejala.
Kondisipasien yang hanya berobat dan minum obat saat sakit saja serta merasa
hipertensi tidak mengganggu aktivitas sehari-hari membuat mereka merasa tidak
perlu patuh terhadap pengobatan. Kepatuhan terhadap pengobatan menurun
secara signifikan waktu ke waktu pada penderita penyakit kronis terutama karena
sedikit atau tidak adanya gejala.
Faktor keenam adalah ekonomi kurang. penyakit kronis seperti hipertensi
membutuhkan perawatan yang panjang dan komitmen tetapi juga kemampuan
keuangan. mereka tidak memiliki biaya untuk melakukan pengobatan secara
teratur. Faktor ketujuh adalah kendala psikologis. kekhawatiran tentang efek
jangka panjang obat-obatan pada kesehatan mereka secara keseluruhan.

2. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar


Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis. Struktur bakteri Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus
dan sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Cara penularan
pasien dengan TB paru melalui dahak yang dikeluarkan, dahak yang mengandung
berjuta-juta kuman bila dibatukkan maka dapat terhisap oleh orang lain. Penyakit
Tuberkulosis paru adalah penyakit kronik, melemahkan tubuh dan sangat menular
serta memerlukan diagnosis akurat, pemeriksaan mikroskopis, pengobatan jangka
panjang dengan keteraturan dan kepatuhan meminum obat anti Tuberkulosis
dalam mencapai kesembuhan.
Penyakit Tuberkulosis menimbulkan kerugian sosial-ekonomi luar biasa
memerlukan waktu pengobatan jangka panjang yang harus diikuti dengan
manajemen kasus dan tatalaksana pengobatan yang baik untuk mencapai
kesembuhan. Salah satu faktor yang mendukung penyembuhan adalah
kepatuhan minum obat dari pasien.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat terdiri dari faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan
pengobatan Tuberkulosis paru, dapat terkait dengan karakteristik diri (usia, jenis
kelamin, pekerjaan, pendapatan dan tingkat pendidikan) dan persepsi
pasienTuberkulosis terhadap kepatuhan pengobatan Tuberkulosis.
Apabila keinginan pasien untuk sembuh berkurang, persepsi pasien tentang
pengobatan Tuberkulosis akan berespon negatif sehingga kepatuhan pasien TB
menjadi tidak teratur dalam menyelesaikan pengobatannya. Tingkat usia penderita
dapat mempengaruhi kerja efek obat: karena metabolisme obat dan fungsi organ
tubuh kurang efisien pada bayi yang dan pada orang tua, sehingga dapat
menimbulkan efek yang lebih kuat dan lama pada kedua kelompok usia ini. Dari
jenis kelamin, bahwa wanita berkemungkinan lebih rentan terkena penyakit
Tuberkulosis paru karena beban kerja mereka yang berat, berkombinasi dengan
kurangnya mobilitas dan sumber daya finansial. Hal ini mungkin lebih sering
berhubungan dengan aib dan rasa malu dirasakan oleh perempuan dibandingkan
dengan laki-laki. Perempuan juga lebih sering mengalami kekuatiran akan
dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya.
Pekerjaan dapat berupa suatu aktifitas yang dilakukan untuk mencari nafkah,
dimana faktor lingkungan kerja mempengaruhi seseorang untuk terpapar suatu
penyakit. Lingkungan kerja yang buruk mendukung untuk terinfeksi Tuberkulosis
paru antara lain supir, buruh, tukang becak dan lain-lain dibandingkan dengan
orang yang bekerja di daerah perkantoran. Penyebab pasien yang tidak bekerja
cenderung tidak teratur berobat, karena didasari oleh pendapat mereka yang
mengatakan bahwa berobat ke puskesmas atau Rumah sakit harus mengeluarkan
biaya untuk transportasi dan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
dari pada untuk pengobatan.
Terapi obat yang diberikan oleh pihak puskesmas gratis. Sehingga tidak ada
alasan bagi pasien untuk tidak teratur berobat walaupun tidak bekerja. Pendidikan
yang tinggi dan pengetahuan tentang penyakit Tuberkulosis dan kepercayaan
tentang kemanjuran pengobatan akan mempengaruhi penderita mau atau tidak
memilih untuk menyelesaikan pengobatannya.
Pengetahuan sangat penting peranannya pada penderita Tuberkulosis paru,
karena dengan mengetahui, memahami tentang pengobatan dan penyakit
Tuberkulosis paru serta efek samping, risiko resistensi obat dan risiko penularan
akan membuat penderita mau minum obat secara teratur. Apabila penderita sudah
memahami tentang keteraturan minum obat Tuberkulosis paru secara benar maka
penderita akan mengaplikasikan pengetahuan tersebut melalui sikap yang positif.
Sikap/persepsi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya suatu perilaku
seseorang, maka sikap negatif atau kurang setuju terhadap suatu pengobatan
akan mendorong penderita tersebut untuk berperilaku tidak patuh dalam berobat.
Dalam hal berobat ulang atau dalam hal minum obat apabila dengan pengetahuan
yang baik tentang Tuberkulosis paru, penderita akan melakukan sikap yang baik
tentang pengobatan Tuberkulosis paru karena termotivasi untuk minum obat
secara teratur.
Faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan Tuberkulosis
paru antara lain jarak ke tempat berobat, diskriminasi dan dukungan keluarga,
informasi, motivasi serta dukungan dari petugas kesehatan atau Pengawas
Menelan Obat (PMO) tentang keteraturan minum obat. Dukungan keluarga yang
minimal dapat menurunkan semangat dan rasa kepatuhan pengobatan.
Diskriminasi yang merendahkan status pasien menurunkan motivasi berobat
shingga menurunkan kepatuhan. Sebagian besar masyarakat Indonesia mencari
pelayanan yang mudah dan terjangkau dari wilayah sekitarnya, adanya akses
kendaraan yang mudah dan dengan tarif yang murah membuat suatu pilihan
tersendiri untuk pelayanan kesehatan.
Penderita penyakit Tuberkulosis yang memerlukan waktu kunjungan yang
banyak artinya harus bolak balik ke Rumah sakit akan dipengaruhi oleh kondisi
keuangan. Ada alasan bahwa pasien tidak dapat kontrol ke Rumah Sakit karena
tidak adanya ongkos sehingga akan mempengaruhi kepatuhan pasiennya untuk
berobat.

3. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan


Gangguan jiwa atau gangguan mental adalah kondisi yang terjadi saat
seseorang mengalami beberapa kondisi, seperti gangguan yang memengaruhi
suasana hati, pemikiran, dan perilaku seseorang. Banyak orang yang mengalami
masalah kesehatan mental dan menjadi gangguan mental saat gejalanya
berkelanjutan sehingga memengaruhi kemampuan tubuh untuk berjalan dengan
normal.
Penyakit jiwa dapat membuat pengidapnya sengsara dan dapat
menyebabkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, seperti di lingkungan
sekolah, tempat kerja, atau dalam hubungan pertemanan. Seseorang yang
mengalami masalah ini perlu mendapatkan diagnosis yang tepat disertai
pengobatan yang sesuai dengan pemeriksaan dokter sebelumnya. kondisi ini
disebabkan oleh kombinasi dari berbagai faktor, seperti biologis, psikologis, dan
lingkungan.
Faktor biologis juga dapat memengaruhi risiko seseorang untuk mengalami
gangguan jiwa. Hal ini berkaitan dengan fungsi abnormal dari sirkuit sel saraf atau
jalur yang menghubungkan area otak tertentu. Selain itu, seseorang juga dapat
mengalami gangguan mental akibat cedera pada area otak tertentu. Beberapa
faktor biologis yang dapat menjadi penyebabnya, antara lain Faktor keturunan,
Alami infeksi, Cedera pada otak, Gangguan saat lahir, Penyalahgunaan zat.
Adanya masalah pada psikologis seseorang juga dapat menyebabkan
gangguan jiwa. Beberapa masalah psikologis yang dapat terjadi, seperti Trauma
psikologis berat yang terjadi saat masih kecil, seperti kekerasan emosional, fisik,
ataupun seksual, Kehilangan dini terhadap sosok penting dalam hidup, seperti
orangtua, Pernah ditelantarkan, Memiliki kemampuan yang buruk saat
berhubungan dengan orang lain.
Beberapa penyebab terjadinya stres juga dapat memicu penyakit pada
seseorang yang rentan terhadap gangguan jiwa. Beberapa stresor tersebut,
antara lain Kematian atau perceraian, Hubungan keluarga yang tidak berjalan
dengan baik, Perasaan tidak mampu, harga diri rendah, dan sebagainya,
Penyalahgunaan zat oleh orang-orang terdekat.

Anda mungkin juga menyukai