Anda di halaman 1dari 2

NAMA : DESAK MADE PATNI DEWI

NIM : 097STYC19

Kasus 1
Pria, 17 th. MRS di RS. Kandou 5 hari lalu dengan febris intermiten, sakit kepala 2 bulan,
defisit neurologi (-). 6 bulan lalu MRS didiagnosis TB paru dan HIV positif, CD4 = 24 .
Pasien dipulangkan dengan terapi OAT dan ARV (AZT + 3TC + efavirenz ). Pasien sempat
kontrol sekali seminggu ke RS, dengan keadaan umum baik, terapi diteruskan, diberi
konseling tentang kepatuhan. Setelah itu
pasien tidak pernah kontrol lagi walau dihub. Lewat telp. Alasan putus obat : efek samping
ARV pusing, sakit kepala, mual, pindah ke poigar.
Diskusi : Apa masalah adherence pasien ?
Apa Kekurangan pada penatalaksanaan kita ?

ANALISA KASUS
Data subjektif : pasien mengatakan pusing, sakit kepala, mual, dan pindah ke poigar

Data Objektif : Pria berusia 17 th, didiagnosis TB paru dan HIV positif, mendapatkan terapi
OAT dan ARV, keadaan umum baik, diberi konseling tentang kepatuhan.

Dari Data diatas dapat disimpulkan masalah keperawatan adalah Nyeri.


Nyeri merupakan masalah utama pada perawatan Paliatif. Nyeri dikarenakan efek samping
obat ARV + OAT dan perawatan paliatif adalah karena pasien terdiagnosis HIV dan TB Paru.

Masalah Adherence Pasien adalah


1. Faktor Usia dan Tingkat pendidikan Pasien.
Usia Pasien baru 17 tahun kira-kira sedang di pendidikan SMA. Usia dan Tingkat
Pendidikan sangat mempengaruhi perilaku hidup sehat. Seseorang dengan pendidikan
yang rendah akan sulit dalam memahami informasi kesehatan yang diberikan oleh
petugas kesehatan. Jika pasien HIV dengan TB tidak memahami mengenai manfaat
minum obat secara teratur dan pemeriksaan teratur maka pasien akan putus berobat
sehingga mengakibatkan resisten OAT.
2. Faktor dukungan keluarga.
Di dalam kasus dikatakan Pasien ke Rumah Sakit tidak ditemani keluarga atau
sendiri. Jika sendiri maka tidak ada dukungan yang baik dari keluarga. Salah satu
faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan pada penderita dengan
penyakit kronik adalah adanya dukungan keluarga yang baik.
3. Faktor Efek samping obat.
Dengan usia pasien yang baru menginjak 17 tahun mungkin belum paham akan efek
samping obat yang diminum.
4. Faktor jarak fasilitas kesehatan
Di kasus dikatakan pasien pindah ke poigar. Yang dimana mungkin jarak rumah sakit
dari tempat pasien sekarang tinggal jauh. Semakin jauh jarak rumah pasien dari
tempat pelayanan kesehatan dan sulitnya transportasi maka, akan berhubungan
dengan keteraturan berobat. Kurangnya sarana transportasi merupakan kendala dalam
mencapai pelayanan kesehatan.
5. Faktor sikap petugas kesehatan
Sikap Petugas kesehatan berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dan
pasien. Keterkaitan antara manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan
kredibilitas dengan cara menghargai yang dapat dilihat melalui penerimaan,
kepercayaan, empati, menjaga rahasia, menghormati, dan responsif serta memberikan
perhatian terhadap pasien
6. Faktor diri pasien seperti merasa terganggu dengan pengobatan, jangka waktu minum
obat yang lama, bosan, sibuk, tidak ada yang mengingatkan untuk minum obat,
penolakan terhadap penyakitnya, merasa penyakitnya parah.

Kekurangan pada penatalaksaan kita adalah


1. Hanya berfokus pada pengobatan (pemberian obat) dan hanya diberikan konseling
kepatuhan obat. Seharusnya selain konseling kepatuhan minum obat diberikan pula
instruksi cara dan jadwal minum obat disesuaikan dengan perkembangan teknologi,
manfaat pengobatan, bagaimana proses penyakitnya dan memberikan saran untuk
tetap kontrol diri dan penyakitnya.
2. Kekurangan kedua adalah kita tidak mengkaji secara psikologis sosial dan spiritual.
Masalah pada pasien terdiagnosa HIV dan baru berusia 17 perlu dukungan, bantuan
dan arahan agar dapat mengatasi masalah secara biologis ataupun psikologis.

Anda mungkin juga menyukai