Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Risiko Bunuh Diri

1. Definisi

Resiko bunuh diri merupakan tindakan melukai diri sendiri dengan sengaja untuk

mengakhiri hidupnya. Orang dengan gangguan jiwa memiliki resiko lebih tinggi dalam

percobaan bunuh diri karena individu lebih sering berperilaku impulsif dan agresif dan

dirinya sendiri (Hidayati dkk, 2021)

2. Faktor Risiko

Faktor resiko menurut PPNI (2019) yaitu :

a. Gangguan prilaku (misalnya euforia mendadak setelah depresi, perilaku mencari senjata

berbahaya, membeli obat dalam jumlah banyak, membuat surat warisan)

b. Demografi ( misalnya lansia, status perceraian, janda/duda, ekonomi rendah,

pengangguran )

c. Gangguan fisik ( misalnya nyeri kronis, penyakit terminal )

d. Masalah sosial ( misalnya berduka, tidak berdaya, putus asa, kesepian, kehilangan

hubungan yang penting, isolasi sosial )

e. Gangguan psikologis ( misalnya penganiayaan masa kanak – kanak, riwayat bunuh diri

sebelumnya, remaja homoseksual, gangguan psikiatrik, penyakit psikiatrik,

penyalahgunaan zat ).

Menurut Purbaningsih (2019) tindakan bunuh diri seseorang disebabkan oleh dua

faktor yaitu :

a. Faktor Internal

Faktor internal meliputi :

1) Faktor Biologi
Dalam hal riwayat keluarga, individu dengan riwayat bunuh diri juga

lebih mungkin memiliki penyakit mental dan pernah mencoba bunuh diri atau

pernah bunuh diri daripada individu tanpa riwayat keluarga bunuh diri.

2) Gangguan Jiwa

Sekitar 90% kasus bunuh diri mengalami gangguan jiwa. Diantara

mereka, bunuh diri yang disebabkan oleh depresi atau episode depresi dari

gangguan bipolar dan skizofrenia menyumbang setidaknya setengah dari total

kejadian dan merupakan gangguan mental paling umum yang menyebabkan

bunuh diri.

3) Karakteristik Kepribadian

Sebuah studi menunjukkan bahwa dengan mengontrol kesehatan,

keramahan, keterbukaan, tanggung jawab dan ekstroversi menurunkan risiko

bunuh diri diperkirakan menjadi 56,7%

4) Faktor Kognitif

Penelitian menyatakan bahwa individu yang mengalami mencoba bunuh

diri, memiliki tingkat kekakuan kognitif (kecenderungan bertahan,

ketidakmampuan mengubah kebiasaan, konsep dan sikap setelah dikembangkan)

yang lebih tinggi daripada individu yang tidak pernah mencoba bunuh diri.

5) Faktor Prilaku

Sikap seseorang yang semakin tegas setuju dengan perilaku bunuh diri,

maka semakin kuat pula keinginan untuk bunuh diri

b. Faktor Eksternal

1) Pengalaman Hidup Yang Negatif

Model teori stres menunjukkan bahwa stres adalah salah satu penyebab

munculnya keinginan untuk bunuh diri


2) Faktor Keluarga

Faktor keluarga berdampak besar pada bunuh diri. Seperti, pengalaman

pelecehan masa kanak – kanak atau pengalaman yang terabaikan, stabilitas

keluarga dan gaya pengasuhan keluarga juga dapat mempengaruhi ide bunuh diri.

3) Faktor Sosial dan Lingkungan

Media sosial dan forum memiliki potensi yang besar dalam

mempopulerkan dan intervensi pengetahuan tentang bunuh diri

4) Faktor Kebudayaan

Suasana budaya yang kuat dapat mempengaruhi ide bunuh diri dengan

mempengaruhi sikap individu terhadap bunuh diri

3. Penatalaksanaan Resiko Bunuh Diri

Menurut PPNI (2018) penatalaksanaan resiko bunuh diri dengan intervensi utama

pencegahan bunuh diri adalah :

a. Observasi

1. Identifikasi gejala resiko bunuh diri ( mis. Gangguan mood, halusinasi, delusi, panik,

penyalahgunaan zat, kesedihan, gangguan kepribadian )

2. Identifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri

3. Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin ( mis. Barang pribadi, pisau cukur,

jendela )

4. Monitor adanya perubahan mood atau perilaku b) Terapeutik

1) Libatkan dalam perencanaan perawatan mandiri

2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan

3) Lakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat membahas bunuh

diri
4) Berika lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah dipantau ( mis.

Tempat tdur dekat ruang perawat )

5) Tingkatkan pengawasan pada kondisi tertentu ( mis. Rapat stafpergantian

shif )

6) Lakukan intervensi perlindungan ( mis. Pembatasan area, pengekangan fisik

) jika perlu

7) Hindari diskusi berulang tentang bunuh diri sebelumnya, diskusi

berorientasi pada masa sekarang dan masa depan

8) Diskusikan rencana menghadapi ide bunuh diri di masa depan ( mis.orang

yang dihubungi, kemana mencari bantuan )

9) Pastikan obat ditelan

c) Edukasi

1) Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang lain

2) Anjurkan menggunakan sumber pendukung ( mis. Layanan spiritual ,

penyedia layanan)

3) Jelaskan tindakan pencegahan bunuh diri kepada keluarga atau orang

terdekat

4) Informasikan sumber daya masyarakat dan program tersedia

5) Latih pencegahan resiko bunuh diri ( mis. latihan asertif, relaksasi otot

progresif )

d) Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, atau antipsikotik, sesuai indikasi

b. Kolaborasi tindakan keselamatan kepada PPA

c. Rujuk ke pelayanan kesehatan mental, jika perlu

B. Guided Imagery
1. Definisi

Metode non farmakologi yang terbukti efektif dalam meringankan nyeri

adalah imajinasi terpimpin. Menurut Potter and Perry (2006) imajinasi terpimpin

merupakan teknik relaksasi yang dapat memberikan konrol kepada pasien

sehingga memberikan kenyamanan fisik dan mental (Wulandari, 2015).

Menurut (Muttaqin, 2008) Imajinasi terbimbing (Guided Imagery) adalah

menggunakan imajinasi seseorang dalm suatu cara yang dirancang secara khusus

untuk mencapai efek positif tertentu. Imajinasi terbimbing digunakan untuk

relaksasi dan meredakan nyeri serta menurunkan tekanan darah yang dapat terdiri

atas penggabungan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental

relaksasi dan kenyataan (Fiani, 2016).

Seperti dalam Academic for Guided Imagery (2010) Istilah Guided Imagery

menunjuk pada berbagai teknik visualisasi sederhana, saran menggunakan

imajinasi langsung, metafora dan bercerita, eksplorasi fantasi dan berimajinasi

yang aktif untuk menampilkan sebagai gambaran yang dapat berkomunikasi

dengan pikiran sadar (Fiani, 2016).

Dari definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa guided imagery

merupakan salah satu tindakan komplementer dengan teknik untuk menuntun

seseorang dalam membayangkan atau berimajinasi dengan panca indera untuk

membayangkan apa yang dilihat dirasakan, didengar, dicium, dan disentuh atau

membayangakan pengalaman yang menyenangkan untuk membawa respon fiik

yang diinginkan (menurunkan intensitas nyeri).

2. Tujuan

Johnson JY, (2005) menyebutkan bahwa Guided Imagery akan memberikan

efek rileks dengan menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri akan berkurang.
Pasien yang melakukan guided imagery ini diharuskan berkonsentrasi terhadap

imajinasi yang disukai dengan di pimpin oleh perawat. Guided Imagery ini

diharapkan akan meningkatkan relaksasi pada pasien (Wulandari, 2015)

3. Manfaat

Imjinasi terpimpin sejak lama dikenal manusia dalam meningkatkan

relaksasi terhadap gangguan fisik maupun mental (Johnson JY, 2005).

Menurut Perry and Potter (2006) imajinasi terpimpin memiliki efek relaksasi

yang bermanfaat terhadap kesehatan seseorang antara lain :

a. Menurunkan nadi, tekanan darah dan pernapasan.

b. Menurunkan ketegangan otot.

c. Meningkatkan kesadaran global.

d. Mengurangi perhatian terhadap stimulus lingkungan.

e. Membuat tidak adanya perubahan posisi yang volunter.

f. Meningkatkan perasaan damai dan sejahtera.

g. Menjadikan periode kewaspadaan yang santai, terjaga dan dalam.

Menurut Snyder (2006) Guided imagery merupakan salah satu

metode relaksasi untuk mengkhayal tempat dan kejadian yang

menyenangkan sehingga manfaat teknik ini sama dengan teknik

relaksasi yang lainnya. Para ahli dalam bidang guided imagery

menjelaskan bahwa imajinasi merupakan pengobatan yang efektif

dalam mengurangi nyeri, kecemasan, menurunkan tekanan darah,

mempercepat penyembuhan dan membantu tubuh dalam mencegah

berbagai macam penyakit. Guided imaery telah menjadi standar terapi

untuk mengurangi kecemasan dan memberikan tindakan relaksasi pada

orang dewasa atau anak – anak, dapat juga untuk menurunkan sensasi
nyeri, susah tidur, dan menurunkan tekanan darah (Fiani, 2016).

2. Prosedur Tindakan

Terapi guided imagery dalam aplikasinya terhadap pasien memiliki

prosedur yang berbeda-beda. Tetapi pada intinya, terapi ini diberikan kepada

pasien untuk meningkatkan relaksasi. Keadaan rileks ini akan mengurangi

kesadaran patologis fisik maupun mental pada pasien. Guided Imagery yang

diberikan pada pasien harus di dukung oleh keadaan intern dan ekstern.

Keadaan yang intern yang mendukung lancarnya proses terapi ini adalah salah

satunya pasien harus kooperatif dengan perawat, tidak mengalami gangguan

pendengaran, dan mudah berkonsentrasi. Keadaan ekstern yang mendukung

imajinasi terbimbing adalah lingkungan yang tenang, nyaman sehingga akan

meningkatkan konsentrasi pada saat terapi berlangsung (Wulandari, 2015).

Teknik yang dilakukan pada guided imagery menurut Asmadi (2008) dalam

Fiani (2016) :

a. Atur posisi yang nyaman pada klien.

b. Dengan suara yang lembut, bimbing untuk memikirkan hal – hal

yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan

semua indera.

c. Bimbing pasien post sc untuk tetap fokus pada bayangan yang

menyenangkan dengan merelaksasikan tubuhnya.

d. Bila sudah tampak rilkes, perawat tidak perlu bicara lagi.

e. Jika klien menunukan tanda – tanda agitasi, gelisah, atau tidak

nyaman, perawat harus menghentikan latihan dan memulainya

kembali saat klien sudah siap.

Menurut Snyder (2006) dalam Fiani (2016) teknik guided imagery


dilaksanakan dalam waktu 10-15 menit, teknik pelaksanaan guided imagery

secara umum antara lain :

a. Membuat individu dalam keadaan santai yaitu :

1) Mengatur posisi yang nyaman (duduk atau berbaring).

2) Silangkan kaki, tutup mata atau fokuskan pada suatu titik

yang menyenangkan.

3) Fokus pada pernapasan otot perut, menarik napas dalam

dan pelan, napas berikutnya biarkan sedikit lebih dalam

dan lama dan tetap fokus pada pernapasan dan tetapkan

pikiran tubuh semakin santai dan semakin santai.

4) Rasakan tubuh menajdi lebih berat dan hangat dari ujung

kepala dan ujung kaki.

5) Jika pikiran tidak fokus, ulangi lagi pernafasan dalam dan

pelan.

b. Sugesti khusus untuk imajinasi, yaitu :

1) Pikirkan bahwa seolah-olah pergi kesuatu tempat yang

menyenangkan dan merasa senang ditempat tersebut.

2) Sebutkan apa yang bisa dilihat, dengar, cium dan apa

yang dirasakan.

3) Ambil nafas panjang beberapa kali dan nkmati berada

dalam tempat tersebut.

4) Sekarang, minta pasien untuk membayangkan apa yang

diinginkan (uraikan sesuai tujuan yang diinginkan).

c. Beri kesimpulan dan perkuat hasil praktek yaitu :


1) Mengingatkan bahwa kita dapat kembali ketempat ini,

perasaan ini, cara ini dapat kapan saja dilakukan jika

diinginkan.

2) Ini dapat dilakukan dengan berfokus pada pernafasan,

santai, dan membayangkan sedang berada pada tempat

yang disenangi.

d. Kembali ke keadaan semula yaitu :

1) Ketika kita telah siap kembali keruang dimana kita berada.

2) Dengan perasaan yang sudah segar dan siap untuk

melanjutkan kegiatan yang selanjutnya.

3) Sebelumnya mintalah pasien untu dapat menceritakan

pengalaman klien ketika klien telah siap.

Menurut Kozier (2009) teknik majinasi terbimbing (guided

imagery) yaitu dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan

hingga dokumentasi (Fiani, 2016).

a. Persiapan

Sediakan lingkungan yang nyaman dan tenang, seperti jauh

dari kebisingan.

b. Pelaksanaan

1) Jelaskan keuntungan dari imajinasi tebimbing.

2) Berikan privasi

3) Posisikan pada posisi yang nyaman (berbaring maupun

duduk dengan memejamkan mata serta gunakan


sentuhan terapeutik).

4) Berikan tindakan untuk menimbulkan relaksasi.

o Gunakan nama yang disukai


o Bicara yang jelas dengan nada bicara yang

tenang dan netral.

o Bimbing untuk tarik napas dalam dan perlahan

untuk merelaksasikan semua ototnya.

5) Bimbing untuk merinci gambaran dari bayangannya.

6) Minta untuk menjelaskan perasaan fisik dan

emosional yang ditimbulkan oleh bayangannya.

7) Beri umpan balik yang positif.

8) Sadarkan kembali dari bayangannya dengan

hitungan mundur.

9) Diskusikan perasaan yang dialami dalam imajinasi

terbimbing.

10) Dorong pasien post SC untuk mempraktikkan teknik

imajinasi sediri.

c. Dokumentasikan respon nyeri terhadap latihan.


3. Fisiologi

Menurut Tamsuri A (2006) Guided Imagery akan memberikan efek rileks

dengan menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri akan berkurang. Pasien

dalam keadaan rileks secara alamiah akan memicu pengeluaran hormon

endorfin. Hormon ini merupakan analgesik alami dari tubuh yang terdapat

pada otak, spinal, dan traktus gastrointestinal (Wulandari, 2015).

Anda mungkin juga menyukai