Krisis kekeringan yang berlangsung lebih lama dan gelombang panas yang lebih sering terjadi
lantaran didorong oleh pemanasan global memicu kebakaran hutan yang memperburuk kualitas
udara, menurut laporan baru Organisasi Meteorologi Dunia (WMO). Konsekuensi terhadap kesehatan
manusia dan ekosistem telah diberi label sebagai "dampak negatif dari krisis iklim."
"Saat dunia memanas, kebakaran hutan dan polusi udara diperkirakan akan meningkat, bahkan di
bawah skenario emisi rendah," kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas. "Selain berdampak
pada kesehatan manusia, krisis ini juga akan memengaruhi ekosistem karena polutan udara
mengendap dari atmosfer ke permukaan bumi."
Laporan WMO berfokus pada asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2021, ketika melanda
Amerika Utara bagian barat dan Siberia hingga meningkatkan kadar partikel kecil atau PM2.5 (materi
partikulat dengan diameter 2,5 mikrometer atau lebih kecil) yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Polutan ini juga berdampak pada ekosistem alami, berdampak negatif terhadap air bersih,
keanekaragaman hayati, penyimpanan karbon, dan hasil panen. Wilayah dengan perkiraan 'denda
iklim' terbesar sebagian besar berada di Asia dan merupakan rumah bagi sekitar 25% populasi dunia.
Jika suhu global naik 3 derajat Celsius dari tingkat pra-industri pada akhir abad ini, yang sejalan
dengan emisi yang diproyeksikan saat ini, tingkat ozon permukaan diperkirakan akan meningkat di
daerah-daerah yang sangat tercemar, termasuk di Pakistan, India utara, dan Bangladesh, dan Cina
timur.
Sebagian besar peningkatan ozon akan disebabkan oleh meningkatnya emisi dari pembakaran bahan
bakar fosil, tetapi sekitar 20% akan berasal dari dampak perubahan iklim termasuk meningkatnya
jumlah gelombang panas.
Diperkirakan 9 dari 10 orang di seluruh dunia menghirup udara yang tidak memenuhi pedoman
kualitas udara Organisasi Kesehatan Dunia, menurut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (UNEP) yang menyelenggarakan acara tersebut.
Menekankan perlunya akuntabilitas dan tindakan kolektif, UNEP menyoroti perlunya kerja sama
internasional dan regional untuk memberlakukan kebijakan mitigasi yang mengatasi polusi udara.
Seperti yang dicatat oleh laporan WMO, mitigasi perubahan iklim melalui netralitas karbon di seluruh
dunia akan menjadi kunci untuk mengurangi gelombang panas dan kebakaran hutan yang
menyertainya.
Negara-negara Afrika hanya menerima 0,3% bantuan pembangunan untuk mengatasi polusi udara
antara tahun 2015 dan 2021, meskipun kualitas udara yang buruk menjadi pembunuh terbesar kedua
di benua itu setelah HIV/AIDS, menurut laporan baru yang diterbitkan oleh inisiatif tersebut pada hari
Rabu (07/09).
Saat pemerintah bersiap menghadiri COP27 di Mesir, para juru kampanye menyerukan pendanaan
yang lebih besar dan komitmen kebijakan untuk solusi energi alternatif rendah karbon yang
mengatasi polusi udara dan perubahan iklim.
"Kami harus memotong dukungan untuk proyek bahan bakar fosil," kata Direktur Eksekutif Dana
Udara Bersih Jane Burston. "Ini adalah pendekatan bersama untuk meningkatkan kesehatan manusia
dan mengatasi perubahan iklim pada saat yang bersamaan."