Anda di halaman 1dari 3

TETAPLAH BERDOA

(Sebuah Telaah Teologis tentang aktivitas berdoa dalam keseharian seorang Kristiani)
( 1 Tesalonika 5:17 ).

Dalam situasi kehidupan yang kian menggejolak melampaui akal atau pemikiran anusia
situasi atau zaman yang berubah-ubah pula, merupakan salah satu faktor utama yang selalu
menghantui daya kreasi dan perjuangan manusia, dalam menumbuhkembangkan model atau
corak hidup keagamaan. Ibadat keagamaan adalah salah satu faktor yang sangat menonjol telah
memporak-porandakan keutuhan iman atau harapan umat komunitas tersebut. Mengapa? Sebuah
pertanyaan yang dapat menunutun kita untuk mencari dan berusaha untuk membongkar
kekalutann rasionalitas atau akal budi kita akan hal-hal tersebut.
Situasi zaman modernisasi yang terus bergaung dalam kehidupan manusia, mengukir
benang merah untuk menguraikan secara detail akan hal-hal tersebut. Pengalaman hidup seorang
Kristiani tiidak terlepas dari aktivitas iman dan perbuatan. Iman merupakan tolak ukur atau
sarana utama yang berangkat dari perasaan batiniah bersama Allah. sejauh ini iman
diwujudnyatakan dengan aktivitas berdoa. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di
Tesalonika, menekankan secara mendetail tentang kualitas dan peran doa bagi umat manusia.
Paulus mengatakan bahwa dengan berdoa, kita membawa diri dan seluruh pribadi kita kepada
Allah atau kita semakin memfokuskan diri kepada Allah tentang apa yang kita lakukan.
Perintahnya “Tetaplah Berdoa” sebagai bentuk keprihatinannya kepada kita manusia untuk
membiarka diri kita dirasuki dengan kuasa Allah. Doa sangat berguna dan bermanfaat bagi
kehidupan kita, dan menjaga relasi hidup yang dinamis, dan membawa pertobatan bagi kita
Refleksi singkat ini, secara garis besar akan berbicara mengenai kehidupan doa dan
kekuatan doa. Dalam aktivitas manusia, tentunya kita mempunyai harapan atau seringkali
disebut sebagai cita-cita untuk mencapai dan menemukan suatu titik komperatif. Doa seringakli
dimaknai sebagai senjata utama dalam mengahadapi setiap rintangan dan cobaan hidup. Sebab
doa yang dilantungkan dari hati yang paling dalam merupakan persembahan ketidaksanggupan
setiap manusia akan apa yang diperjuangkan dan mengharapakan kuasa Allah. Namun, sebelum
berlangkah lebih jauh saya ingin membawa kita sekalian untuk melihat lebih dalam tentang
pengertaian doa. Denis J. Billy dan James F. Keating, pernah mengungkapkan sebuah pendapat,
antar lain: “doa merupakan sebuah dialog yang intensif antara manusia dengan Allah.” 1 Doa
merupakan ungkapan hati setiap orang sebagai yang mendengarkan atau bentuk dialog dengan
Allah. Sarana spiritualitas umat Kristiani secara autentik ialah doa. Kita berdoa agar hubungan
kita dengan Allah menjadi lebih solid, tenteram dan harmonis. Ungkapan ini secara jelas mau
membuka kekelaman akal budi kita dan meretas situasi doa yang bersifat keharusan tanpa
memaknai apa dan sejauhman kualitas doa. Dalam diri manusia masa kini cenderung dengan
sebuatan zaman instan (serba muda, dan cepat), daripada harus menunggu lama. Hal ini menjadi
cermin untuk melihat diri dan situasi hidup yang akan datang.
Berangkat dari realitas yang ada, seringkali kita menjerumuskan diri keadalam sebuah
pemahaman yang kaos akan kebaktian doa. Kita hanya mengikuti isntruksi doa yang telah ada
tanpa mengadakan atau menghadirkan diri untuk memaknai apa yang telah, sedang dan akan kita
lakukan. Kita mengikuti gaya doa yang bersifat kekal. Artinya; kita hanya mengkuti,
melaksanakan ritual doa dengan paksa, ikut arus (rame-rame), tanpa memahami konteks dan
kebutuhan doa. Satu hal yang sangat fatal dari ritual doa kekal atau tradisi ialah lupa akan apa
yang harus kita sampaikan. Seringkali kita menggurui Tuhan dalam konteks doa kita. Kita
memaksa Tuhan untuk melaksanakan kehendak kita, mengerti situasi hidup kita saat ini, kita
ingin Tuhan memberikan yang terbaik dan yang sangat indah dalam pandangan mata. Kita
menjadikan Tuhan sebagai model atau tokoh ilusinasi yang bersifat baka. Hal ini terbukti bahwa
terkadang hasil ilusi berwujud menjadi kenyataan pada saat kita berdoa. Misalkan: kita berpikir
untuk segera keluar dari hal-hal yang menyakitkan dengans secepat mungkin dan memaksa
Tuhan agar mengikuti kemauan kita.
Sifat menggurui Tuhan dalam pandangan ini ialah: kita tidak mempersiapakan diri
dengan baik untuk berbicara dengan Tuhan mengenai keresahan dan jeritan hidup atau dalam
doa yang hendak diunkapkan. Situasi doa yang kita bersifat membentangi Tuhan dalam segala
kemalangan, kesusahan, dan melupakan Tuhan ketika kita menyelesaikan segalanya dengan

1
Denis J. Billy dan James F. Keating, Suara Hati Dan Doa, Kanisius:Yogyakarta, 2009, P, 8.
baik. Tuhan menjadi tokoh yang ada pada waktunya. Kita menjadikan Tuhan sebagai sahabat
dan teman sejawat dalam kesuksesan dan kenyaman hidup kita. “Mintalah, maka akan diberikan
kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu”
(Mat. 7:7). Ungkapan Yesus dalam Injil ini, sebagai pemantik, dan Ia memita kita untuk
menanamkan kehendak yang baik dalam hati kita. Doa merupakan sebuah apresiasi yang sangat
besar bagi kehidupan manusia dan sekalipun memberikan dampak cinta yang begitu luar biasa
bagi kelangsaungan hidup umat beriman dan Tuhan.
Doa merupakan ungkapan cinta yang datang dari alam keyakinan umat beragama.
Melalui doa, seseorang tidak hanya mengakui imannya akan Allah, melainkan sampai pada
pemikiran yang konkret tentang Allah2. Pemikiran ini bersifat intra-natural dan membawa hasrat
manusia pada misteri ilahi diluar daya ratio manusia dan konseptual atau ilusi belaka.
Pengalaman doa tentunya kita mempunyai perspektif atau pandangan yang berbeda-beda. Orang
yang benar-benar setia pada doa dan rutin menjalaninya, akan merasakan relasi yang erat dengan
Tuhan dalam segalanya. Orientasi iman keagamaan kita terpancaran dalam doa. Doa sebagai
sebuha sarana kewajiban untuk menyembuhkan dan mengangkat kembali martabat kemanusian.
Dalam pemahaman ini kita tentunya bercermin pada pandangan iman setiap orang.
Menempatkatan doa pada inti perjalanan penebusan Kristus dan sebagai bentuk partisipasi dan
tanggapan dari manusia itu sendiri. Kristianitas menawarkan bahwa setiap orang telah diundang
untuk berpartisipasi dalam doa kepada Allah dan berbagi relasi mesra dengan Allah.
Oleh karena itu, kekuatan yang supernatural dari doa merujuk pada situasi batiniah.
Tekanan batin yang lemah dan rapuh menjadikan doa sebagai sebuah percikan untuk mengubah
serta mengobatinya. Roh menjadi penggerak kemanusiaan dan selalu mengarhkan kita menuju
pintu keselamatan untuk berjumpa dengan Allah. Roh manusia yang terbuka pada sabda Allah
dan siap menghayati kehendaknya membentuk dan melahirkan tindakan dalam batas-batas
tertentu tempat kita menimba inspirasi manusiawi. Pemahman Rahner akan aktivitas yang
transenden (cinta, kebebasan dan pikiran) membantu seseorang untuk memahami kesatuannya
dalam terang iman Kristen. Karl Rahner memberi sebuah kesaksian bahwa: suara hati ini
memahami apa yang telah kulakukan secara individul dan mengintegrasikan cinta Allah dengan
pencarian atas kebenaran. Maka, sabda itu akan bergema bersama dengan kuasa Allah dan tidak
kembali dengan sia-sia.

2
Ibid: P. 82.

Anda mungkin juga menyukai