Anda di halaman 1dari 32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian

4.1.1 Geografi

SMA Negeri (SMAN) 13 Bandar Lampung yang beralamat di Jln Padat Karya

Sinar Harapan Rajabasa Jaya, Bandar Lampung, merupakan salah satu Sekolah

Menengah Atas Negeri yang ada di Provinsi Lampung, Indonesia. SMA Negeri

13 Bandar lampung adalah salah satu SMA terbesar di Bandar lampung dengan

ruang kelas yang nyaman dan di lengkapi dengan Wifi, Sama dengan SMA pada

umumnya di Indonesia SMA N 13 Bandar Lampung. Memiliki tenaga pengajar

yang profesional dan masa pendidikan sekolah di SMAN 13 Bandar Lampung

ditempuh dalam waktu tiga tahun pelajaran, mulai dari Kelas X sampai Kelas

XII.Wilayah zonasinya adalah, kecamatan Rajabasa, kecamatan Labuanratu,

kecamatan Tanjung Seneng, kecamatan Kemiling, kecamatan Langkapura,

kecamatan Jatiagung, dan kecamatan Natar.

4.1.2 Visi Misi

A.    Visi  SMA  NEGERI 13 Bandar Lampung.

Berdasarkan hasil evaluasi pada workshop dewan guru SMA 

NEGERI 13 Bandar Lampung, maka Visi  Sekolah dirumuskan sebagai

berikut:
“Tahun 2020 SMA Negeri 13 Bandar Lampung menjadi sekolah

ternyaman yang  rindang, asri, serta terwujudnya siswa yang

beriman, bertaqwa, berprestasi, dan berbudi luhur.”

B.    Misi Sekolah    

1. Menanam pohon perindang di dalam dan di luar lingkungan sekolah

secara berkala.

2. Menjaga, memperbaiki, dan melestarikan lingkungan dengan

menerapkan 7 K (kebersihan, keindahan, kesopanan, kerapian,

kedisiplinan, ketekunan, dan keamanan).

3. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut

sehingga menjadi sumber kearifan dalam bersikap dan bertindak.

4. Mengamalkan ajaran agama yang dianut dalam kehidupan sehari-hari

baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.

5. Meningkatkan sikap dan perilaku berakhlak mulia pada peserta didik.

6. Menciptakan suasana kekeluargaan yang kondusif dan harmonis.

7. Membangun potensi diri dan mengembangkan budaya belajar, gemar

membaca, menulis dan berkomunikasi

8. Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengendali potensi

dirinya sehingga dapat dikembangkan secara optimal.

9. Menumbuhkan sikap ulet, gigih serta siap berkompetisi meraih prestasi

belajar.
4.1.3 Profil Sekolah

a. Identitas Sekolah:

NPSN : 10807059
Status : Negeri
Bentuk Pendidikan : SMA
Status Kepemilikan : Pemerintah Daerah
SK Pendirian Sekolah : 13a/O/1998
Tanggal SK Pendirian : 1998-03-11
SK Izin Operasional : 13a/O/1998
Tanggal SK Izin Operasional : 1998-03-11

b. Akreditasi

 Nilai Akreditasi: 90,25

 Peringkat Akreditasi: A

 Tanggal Penetapan: 2022

4.1.4 Sumber Daya

a. SDM(Sumber Daya Manusia)

SMA N 13 Bandar Lampung dikepalai oleh Kepala sekolah Bpk

Febriansah, S.Pd. M.Pd, jumlah tenaga pendidik dan kependidkan terdiri

dari 68 tenaga guru profesional dibidangnya jumlah siswa kelas X, XI, XII

secara keseluruhan 987 siswa, dimana Kls X terdiridari 12 kelas, kelas XI

terdiri dari 11 Kelas dan kelas XII terdiri dari 7 kelas.F

EBRIANSAH,
B.Fasilitas (Sarana dan Prasarana)

Berbagai fasilitas dimiliki SMAN 13 Bandar Lampung untuk

menunjang kegiatan belajar mengajar. Fasilitas tersebut antara lain: Ruang

Kelas, Perpustakaan, Laboratorium Biologi, Laboratorium Fisika,

Laboratorium Kimia, Laboratorium Komputer, Lapangan Sepak Bola,

Lapangan Basket, Lapangan Voli, Masjid, Toilet, Kantin Sehat dan Kebun

Sekolah.

c. Ekstrakurikuler

SMA Negeri 13 memiliki banyak kegiatan ekstrakurikuler,

diantaranya: Paskibra, Pramuka, Palang Merah Remaja, Teater OTIS,

Tinju, English Club, Kerohanian Islam, Kerohanian Kristen, Mading

Sekolah, Karate dan Taekwondo, Bahasa Asing, Tari Tradisional dan Tari

Modern.

4.2 Gambaran Umum Responden

Responden dalam penelitian ini adalah remaja SMA N 13 Bandar

Lampung yang bersedia menjadi responden, yang terdiri dari 120 siswa.

Siswa yang dijadikan responden adalah siswa kelas X, XI, XII.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Pada Penelitian ini memilki keterbatasan pada saat pengambilan

data melalui pengisian kuisioner, yaitu responden mengisi sendiri

kuisioner sehingga ada kemungkinan, sesama responden saling bertanya


dalam pengisian kuisioner. Kendala ini dapat sedikit diatasi dengan adanya

mpengawasan dari guru dan peneliti, pada waktu pengisian kuisioner.

Pertanyaan dalam kuisioner yang bersifat pribadi dan jumlah pertanyaan

yang cukup banyak, memungkinkan ketidakjujuran responden dalam

pengisian kuisioner.

4.4 Hasil Penelitian

4.4.1 Analisis Univariat

Gambaran perilaku Seksual Beresiko, Usia, Pengetahuan Seks, Sumber Informasi,

Status Pacaran, Peran Orang Tua, Teman Sebaya pada Remaja di SMA N 13

Bandar Lampung tahun 2023

Tabel 4.1
Gambaran perilaku Seksual Beresiko, Usia, Pengetahuan Seks, Sumber Informasi,
Status Pacaran, Peran Orang Tua, Teman Sebaya pada Remaja di SMA N 13
Bandar Lampung

Variabel Frekuensi(F) Percentase(%)


Perilaku seksual
tidak beresiko 66 55.0
Beresiko 54 45.0

Usia
13-15 tahun, tidak beresiko 28 23.3
16-19 tahun, Beresiko 92 76.7
Status Pacaran
tidak pacaran 76 63.3
Pacaran 44 36.7
Pengetahuan Seks
Baik 44 36.7
tidak baik 76 63.3
Sumber Media
tidak menggunakan media 22 18.3
menggunakan media 98 81.7
Peran Orang tua
tidak baik 51 42.5
Baik 69 57.5
Teman Sebaya
tidak mendukung 48 40.0
Mendukung 72 60.0
Jumlah 120 100

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat disimpulkaan bahwa sebagian responden

mempunyai perilaku seksual tidak beresiko adalah sebanyak 66 responden (55 %),

dan terdapat 54 responden (45%) yang memiliki perilaku seksual beresiko.

Pada Variabel usia, sebagian besar responden berada pada usia beresiko terdapat

92 responden( 76,7%), pada variabel status pacaran sebagian besar responden

tidak berpacaran didapat sebanyak 76 responden(63,3%), pada Variabel

pengetahuan Seks didapat bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan

seks yang rendah yaitu sebanyak 76 responden(63,3%), pada variabel sumber

media yang digunakan didapat bahwa sebagian besar responden telah

menggunakan media untuk mengakses informasi seksual yaitu sebanyak 98

responden (81,7%). Pada variabel peran orang tua didapat bahwa sebagian besar

orang tua responden memiliki peran yang baik adalah sebesar 69 ( 57,5%), dan

pada variabel teman sebaya didapat bahwa sebagian besar teman sebaya

mendukung dalam berperilaku seks yaitu sebanuak 72 responden (60%).

4.4.2 Analisis Bivariat

a. Hubungan usia dengan Perilaku seksual Remaja

Tabel 4.2
Hubungan Usia Dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA N 13
Bandar Lampung Tahun 2023

Usia Perilaku Seksual 95% CI.For


EXP(B)
Tidak OR P
beresiko Beresiko Total value
N % N % N % Lowe Uppe
r r
2,500 0.075
Tidak 20 71,4 8 28,6 28 100 1.000 6.249
beresiko
Beresik 46 50 46 50 92 100
o
Jumlah 66 55 54 45 120 100

Berdasarkan tabel 4.2 analisis antara hubungan perilaku seksual dengan

usia didapat bahwa responden yang memiliki usia tidak beresiko sebanyak 28 ,

yang memiliki perilaku seksual tidak beresiko dan umur tidak beresiko adalah 20

responden (71,4%). Dari 92 yang memiliki umur beresiko, didapat 46 (50%)

responden yang berperilaku seksual tidak beresiko.

Dari uji chisqure diperoleh P Value 0,075 dengan menggunakan alpha

5%(0,05) dapat disimpulkan bahwa ho diterima yang artinya tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara umur dan perilaku seksual dengan nilai OR

2.500, yang berarti usia yang beresiko akan mengakibatkan 2.5 kali remaja

melakukan perilaku seksual beresiko.

b. Hubungan Status Pacaran Denga Perilaku seksual Remaja


Tabel 4.3

Hubungan Status pacaran Dengan Perilaku Seksual di SMA N 13


Bandar Lampung Tahun 2023

Pacar Perilaku Seksual


Tidak OR P 95% CI.For
beresiko Beresiko Total 95% CI value EXP(B)
N % N % N % lower upper
Tidak 51 69.9 22 30,1 73 100 2.242 10.91
4.945 .000
pacaran
0
Berpaca 15 31.9 32 68,1 47 100
ran
Jumlah 66 55.0 54 45 120 100

Hasil analisis hubungan status pacaran dengan perilaku seksual remaja

diperoleh bahwa ada sebanyak 32(68,1%) remaja berpacaran memiliki perilaku

seksual beresiko, sedangkan diantara remaja yang tidak pacaran terdapat

22(30,1%) yang berperilaku seksual beresiko. Hasil Uji Chi Square diperoleh nilai

P value=0,000 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, dan Ha diterima, ada

hubungan yang signifikan antara status pacaran dengan perilaku seksual remaja.

Dari hasil analisis diperoleh juga bahwa nilai OR= 4.945, remaja yang memiliki

pacar( berstatus pacaran ) mempenyai odd 4,945 kali lebih tinggi untuk

melakukan perilaku seksual beresiko dibandingkan dengan remaja yang tidak

berpacaran. Dengan kata lain remaja yang berpacaran mempunyai

peluang/kesempatan untuk melakuakan perilaku seksual beresiko 4,945 kali lebih

besar dibandingkan dengan remaja yang tidak berpacaran.

c. Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku seksual Remaja


Tabel 4.4

Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Seksual di SMA N 13


Bandar Lampung Tahun 2023

Variabe Perilaku Seksual


l Tidak OR P 95% CI.For
beresiko Beresiko Total 95% CI value EXP(B)
N % N % N % Uppe

2,793 0,016 lower r


Pangeta 31 70.5 13 29,5 44 100 1.269 6.150
huan
% %
baik
Pengeta 35 46.1 41 53,9 76 100
huan
% %
tidak
baik
Jumlah 66 55% 54 45% 120 100

Hasil analisis hubungan Pengetahuan dengan perilaku seksual remaja

diperoleh bahwa ada sebanyak 41(53,9%) remaja dengan pengetahuan tidak baik

memiliki perilaku seksual beresiko, sedangkan diantara remaja yang memiliki

pengetahuan baik 13(29,5%) memilki perilaku seksual beresiko. Hasil Uji Chi

Square diperoleh nilai P value=0,016 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak,

dan Ha diterima, ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan seksual

dengan perilaku seksual remaja. Dari hasil analisis diperoleh juga bahwa nilai

OR=2,793 , remaja yang mempunyai pengetahuan kurang baik mempenyai odd

2,793 kali lebih tinggi untuk melakukan perilaku seksual beresiko dibandingkan

dengan remaja yang memilki pengetahuan baik. Dengan kata lain remaja yang

memiliki pengetahuan kurang baik mempunyai peluang/kesempatan untuk

melakuakan perilaku seksual beresiko 2,793 kali lebih besar dibandingkan dengan

remaja yang memiliki pengetahuan baik

d. Hubungan Sumber Informasi Dengan Perilaku seksual Remaja


Tabel 4.4

Hubungan Sumber Informasi Dengan Perilaku Seksual di SMA N 13


Bandar Lampung Tahun 2023

Variabe Perilaku Seksual


l Tidak OR P 95% CI.For
beresiko Beresiko Total 95% CI value EXP(B)
N % N % N % Uppe

4,688 0,010 lower r


Tidak 18 81,8 4 18,2 44 100 1.479 14.85
Menggu
% % 6
nakan
media
menggu 48 49,0 50 51% 76 100
nakan
%
media
Jumlah 66 55% 54 45% 120 100

Hasil analisis hubungan sumber informasi dengan perilaku seksual remaja

diperoleh bahwa ada sebanyak 4(18,2%) remaja yang tidak menggunakan media

tetapi memiliki perilaku seksual beresiko, sedangkan diantara remaja yang

menggunakan media ada 50(51%) memilki perilaku seksual beresiko. Hasil Uji

Chi Square diperoleh nilai P value=0,010 maka dapat disimpulkan bahwa Ho

ditolak, dan Ha diterima, ada hubungan yang signifikan antara sumber informasi

dengan perilaku seksual remaja. Dari hasil analisis diperoleh juga bahwa nilai

OR=4,688 , yang berarti remaja yang menggunakan media untuk mengakses

informasi tentang seksual mempenyai odd 4,688 kali lebih tinggi untuk

melakukan perilaku seksual beresiko dibandingkan dengan remaja yang tidak

menggunakan media. Dengan kata lain remaja yang aktif menggunakan media

informasi mempunyai peluang/kesempatan untuk melakuakan perilaku seksual

beresiko 4,688 kali lebih besar dibandingkan dengan remaja yang tidak

menggunakan sumber informasi.

e. Hubungan Peran Orang Tua Dengan Perilaku seksual Remaja


Tabel 4.4

Hubungan Peran Orang Tua Dengan Perilaku Seksual di SMA N 13


Bandar Lampung Tahun 2023

Variabe Perilaku Seksual


l peran Tidak OR P 95% CI.For
orang beresiko Beresiko Total 95% CI value EXP(B)
tua N % N % N % Uppe

1.310 0,590 lower r


Tidak 30 58,8 21 41,2 51 100 .631
baik
% %
Baik 36 52,2 33 47,8 69 100 2.720
% %
Jumlah 66 55% 54 45% 120 100

Hasil analisis hubungan peran orang tua dengan perilaku seksual remaja

diperoleh bahwa ada sebanyak 21(41,2%) remaja dengan peran orang tua tidak

baik, dan memiliki perilaku seksual beresiko, sedangkan diantara remaja dengan

peran orang tua baik 33(47,8%) memilki perilaku seksual beresiko. Hasil Uji Chi

Square diperoleh nilai P value=0,590 maka dapat disimpulkan bahwa Ho

diterima, dan Ha ditolak, yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara

teman sebaya dengan perilaku seksual remaja. Dari hasil analisis diperoleh juga

bahwa nilai OR= 1,3 yang berarti bahwa remaja dengan peran orang tua tidak baik

mempunyai odd/ risiko 1,3 kali lebih tinggi untuk melakukan perilaku seksual

beresiko dibandingkan dengan remaja dengan peran orang tua baik. Dengan kata

lain remaja yang memiliki peran orang tua tidak baik mempunyai

peluang/kesempatan untuk melakuakan perilaku seksual beresiko 1,3 kali lebih

besar dibandingkan remaja dengan peran orang tua baik.


F. Hubungan Teman Sebaya Dengan Perilaku seksual Remaja

Tabel 4.4

Hubungan Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual di SMA N 13


Bandar Lampung Tahun 2023

Variabe Perilaku Seksual


l teman Tidak OR P 95% CI.For
sebaya beresiko Beresiko Total 95% CI value EXP(B)
N % N % N % Uppe

2.600 0,022 lower r


Tidak 33 68,8 15 31,3 48 100 1.208 5.595
menduk
% %
ung
Menduk 33 45,8 39 54,2 72 100
ung
% %
Jumlah 66 55% 54 45% 120 100

Hasil analisis hubungan teman sebaya dengan perilaku seksual remaja

diperoleh bahwa ada sebanyak 15(31,3%) remaja dengan teman sebaya yang tidak

mendukung, dan memiliki perilaku seksual beresiko, sedangkan diantara remaja

yang memiliki teman sebaya yang mendukung ada 39(54,2%) memilki perilaku

seksual beresiko. Hasil Uji Chi Square diperoleh nilai P value=0,022 maka dapat

disimpulkan bahwa Ha diterima, dan Ho ditolak, yang artinya ada hubungan yang

signifikan antara teman sebaya dengan perilaku seksual remaja. Dari hasil analisis

diperoleh juga bahwa nilai OR= 2,600, yang berarti bahwa remaja dengan teman

sebaya yang mendukung mempunyai odd 2,600 kali lebih tinggi untuk melakukan

perilaku seksual beresiko dibandingkan dengan remaja dengan teman sebaya yang

tidak mendukung. Dengan kata lain remaja yang memiliki teman sebaya yang

mendukung mempunyai peluang/kesempatan untuk melakuakan perilaku seksual


beresiko 2,600 kali lebih besar dibandingkan remaja dengan teman sebaya yang

tidak mendukung perilaku seksual beresiko.

4.4.3 Analisis multivariat

Pemodelan multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda dengan metode

enter yaitu dengan cara memasukkan semua variabel independen yang p valuenya

pada uji bivariatnya ≤ 0,25. Variabel dalam penelitian ini adalah status pacaran,

sumber informasi, pengetahuan seks, teman sebaya.

Tabel 4.5
Model awal Analisis multivariat faktor yang berhubungan dengan perilaku
seksual pada remaja di SMAN 13 Bandar Lampung
Variabel B Wald siq OR(exp 95%CI
B) Lower-Upper
Pacar 1.641 13.113 .000 5.161 2.123 12.546
Pengetahuan 1.031 5.092 .024 2.803 1.145 6.859
Seks
Sumber 1.671 6.366 .012 5.317 1.452 19.473
Informasi
Teman .722 2.652 .103 2.059 .863 4.911
Sebaya

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa ada 1 variabel yang P valuenya > 0,05

yaitu teman sebaya, sehingga pemodelan selanjutnya variabel teman sebaya

dikeluarkan dari model.dengan langkah yang sama teman sebaya dikeluarkan dari

model akhirnya diperoleh hasil sebagai berikut


Tabel 4.6
Model Kedua Analisis multivariat faktor yang berhubungan dengan perilaku
seksual pada remaja di SMAN 13 Bandar Lampung

variabel B Wald siq OR(exp 95%CI


B) Lower-Upper
Pacar 1.693 14.196 .000 5.438 2.254 13.121
Pengetahuan 1.021 5.189 .023 2.776 1.153 6.682
Seks
Sumber 1.768 7.349 .007 5.858 1.632 21.028
Informasi

Tabel 4.7
Perubahan OR
Variabel OR lama OR baru Perubahan OR
Pacar 5.161 5.438 0,053
PS(pengetahuan 2.803 2.776 0.009
Seks)
SI(sumber Informasi) 5.317 5.858 0,101
TS(teman Sebaya) 2.059

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa berdasarkan analisis ada variabel yang

menyebabkan perubahan nilai OR sebelum dan sesudah lebih dari 10 %, yaitu

variabel sumber informasi, sehingga pemodelan selanjutnya variabel Sumber

Sumber Informasi dikeluarkan dari model.dan didapat hasil pemodelan hasil akhir

sebagai berikut

Tabel 4.8
Model Akhir Analis Multivariat faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual
pada remaja di SMAN 13 Bandar Lampung
variabel B Wald Siq OR(exp 95%CI
B) Lower-Upper
Pacar 1.544 13.524 .000 4.685 2.254 13.121
Pengetahuan 1.041 5.838 .016 2.831 1.153 6.682
Seks
Berdasarkan model akhir yang terdapat pada tabel 4.8 dari variabel yang sudah

dikeluarkan yaitu Variabel Sumber Informasi tidak menyebabkan perubahan nilai

OR >10%, maka didapat hasil bahwa, status pacaran dan pengetahuan seks

berhubungan dengan perilaku seksual remaja adalah variabel yang memiliki nilai

p valeu≤ 0,05, dimana semakin besar nilai OR(exp B) berarti semakin besar pula

pengaruhnya. Dengan demikian menunjukan bahwa variabel yang paling

berpengaruh adalah status pacaran dengan nilai OR= 4,685 yang berarti bahwa

remaja yang memiliki pacar/berstatus pacaran memiliki resiko sebesar 4,685 kali

untuk melakukan perilaku seksual beresiko dibandingkan dengan remaja yang

tidak memiliki pacar.

Variabel Pengetahuan seks memilki kekuatan hubungan OR yaitu= 2,831, yang

berarti bahwa remaja dengan pengetahuan seks kurang baik memiliki resiko

sebesar 2,8 kali untuk melakuka perilaku seksual beresiko. Dibandingkan dengan

remaja yang memiliki pengetahuan seks yang baik.

4.5 Pembahasan

4.5.1 Hubungan Antara Usia dengan Perilaku Seksual Remaja

Berdasarkan hasil analisis antara hubungan perilaku seksual dengan

usia diperoleh P value 0,075 dengan menggunakan alpha 5%(0,05)

dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur dan perilaku

seksual remaja dengan nilai OR 2.500, yang berarti usia yang beresiko

akan mengakibatkan 2.5 kali remaja melakukan perilaku seksual

beresiko.
Hal ini sejalan dengan hasil survei kesehatan Pada remaja usia 15-19

tahun, proporsi terbesar berpacaran pertama kali pada usia 15-17

tahun. Sekitar 33,3% remaja perempuan dan 34,5% remaja laki-laki

yang berusia 15-19 tahun mulai berpacaran pada saat mereka belum

berusia 15 tahun. Pada usia tersebut dikhawatirkan belum memiliki

keterampilan hidup yang memadai, sehingga mereka beresiko

memiliki perilaku pacaran yang tidak sehat, antara lain melakukan

hubungan seks pranikah. (Infodatin, 2014).

Piget (1991) menyatakan bahwa secara psikologis remaja adalah suatu

usia dimana individu terintergrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu

usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya dibawah tingkat orang

yang lebih tua, melainkan merasa sama paling tidak merasa sejajar( Ali,

2005:9 dalam kumalasari 2012) (Sebayang, 2018: 5).

Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa remaja dengan usia

yang dianggap tidak beresiko ada kemungkinan melakukan perilaku

seksual beresiko, hal ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti

penggunaan sumber informasi melalui media sosial yang pada saat ini

sudah sangat mengkhawatirkan, di mana informasi tentang seksual

dapat diakses oleh semua usia, oleh karena itu sangatlah penting peran

orang tua dan guru dalam memberikan informasi yang benar tentang

perilaku seksual yang bertanggung jawab.


4.5.2 Hubungan Antara Sumber Informasi dengan Perilaku Seksual Remaja

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ada sebanyak 4(18,2%)

remaja yang tidak menggunakan media tetapi memiliki perilaku seksual

beresiko, sedangkan diantara remaja yang menggunakan media ada

50(51%) memilki perilaku seksual beresiko. Hasil Uji Chi Square

diperoleh nilai P value=0,010 maka dapat disimpulkan bahwa , ada

hubungan yang signifikan antara sumber informasi dengan perilaku

seksual remaja. dengan nilai OR=4,688 , yang berarti remaja yang

menggunakan media untuk mengakses informasi tentang seksual

mempenyai resiko 4,688 kali lebih tinggi untuk melakukan perilaku

seksual beresiko dibandingkan dengan remaja yang tidak menggunakan

media.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Ristiyana (2018), hasil

penelitian didapatkan p value 0,003 sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara sumber informasi dengan

perilaku seksual dengan nilai OR =22,588, yang berarti bahwa

remaja yang terpapar sumber informasi memiliki resiko 22,588

kali melakukan perilaku seksual kurang baik dibandingkan dengan yang

tidak terpapar sumber informasi.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2015).,

Basri, H., et al, 2019) yang menyatakan ada hubungan yang signifikan

antara keterpaparan media sosial dengan perilaku seks remaja, dengan

nilai Ʈ hitung sebesar 0,329 menunjukkan hubungan yang negatif,


sehingga memberikan penjelasan bahwa siswa yang memiliki

keterpaparan media sosial dengan kriteria rendah tentunya dapat

mempengaruhi perilaku seks remaja ke arah yang baik pula, sedangkan

siswa yang memiliki keterpaparan media sosial dengan kategori cukup

tentunya juga dapat mempengaruhi perilaku seks remaja ke arah yang

tidak baik.

Paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku

porno) maupun elektronik (TV,VCD) terutama media sosial yang terkait

dengan internet mempunyai pengaruh terhadap remaja untuk melakukan

hubungan seksual pranikah. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

yang diperoleh remaja dari media massa belum digunakan untuk

pedoman perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab.

Justru sumber informasi seksualitas dari media massa (baik cetak

maupun elektronik) yang cenderung bersifat pornografi dapat menjadi

referensi yang tidak mendidik bagi remaja. Remaja yang sedang dalam

periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat dan

didengarnya dari media massa tersebut. Maka dari itu sumber informasi

yang baik dan bertanggung jawab diperlukan oleh remaja, agar remaja

tidak salah dalam mendapatkan sumber informasi. (Rahmawati, 2008)

Oleh karena itu peran orang tua, tenaga kesehatan dan guru sangat

penting dalam memberikan bimbingan, sehingga remaja dapat

mengetahui informasi yang benar tentang seksual, tidak salah dalam

berperilaku sesuai dengan perkembangan dirinya.


4.5.3 Hubungan Antara pengetahuan Seks dengan Perilaku Seksual Remaja

Berdasarkan hasil penelitian hubungan Pengetahuan dengan

perilaku seksual remaja diperoleh bahwa ada sebanyak 41(53,9%) remaja

dengan pengetahuan tidak baik memiliki perilaku seksual beresiko,

sedangkan diantara remaja yang memiliki pengetahuan baik 13(29,5%)

memilki perilaku seksual beresiko. Hasil Uji Chi Square diperoleh nilai P

value=0,016 , ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan seksual

dengan perilaku seksual remaja. Dari hasil analisis diperoleh juga bahwa

nilai OR=2,793, remaja yang mempunyai pengetahuan kurang baik

mempenyai odd 2,793 kali lebih tinggi untuk melakukan perilaku seksual

beresiko dibandingkan dengan remaja yang memilki pengetahuan baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Kumalasari,

2016) yang berjudul Hubungan Pengetahuan sikap dengan perilaku seks

pada siswa SMK ada sebanyak 24 (42,1%) siswa yang berpengetahuan

baik melakukan perilaku seksual pranikah, sedangkan diantara siswa

yang berpengetahuan kurang baik, ada 33 (57,9%) yang melakukan

perilaku seksual pranikah. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p-value

0.000 maka dapat disimpulkan adanya Hubungan Pengetahuan dengan

perilaku seksual pranikah pada remaja di SMK PATRIA Gadingrejo

Kabupaten Pringsewu.

Hal ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2016)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan itu terjadi

melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,


penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar penginderaan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

behavior).

Pengetahuan tentang seks pranikah berpengaruh terhadap perilaku

seks pada remaja. Secara teori pengetahuan dengan perilaku seks

mempunyai hubungan yang positif, dimana semakin baik

pengetahuan maka semakin rendah perilaku seksual pada remaja

(Anggraeni & Hayati, 2016).

Penelitian diperoleh bahwa remaja yang paling banyak

menjawab pengetahuan adalah baik yaitu ada 70 orang (77,8%).

Pengetahuan mendasari terbentuknya sikap dan sikap mendasari

terbentuknya perilaku. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang

telah dilakukan oleh Silvia (2019) tentang hubungan pengetahuan

dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual

pranikah siswa diketahui bahwa 78,0% responden menunjukkan

pengetahuan baik.

Menurut Notoatmodjo (2013) pengetahuan merupakan hasil dari

tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu

objek tertentu. Pengetahuan merupakan faktor predisposisi yang

menentukan perilaku seseorang. Menurut Amrillah (2006), semakin

tinggi pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja maka

semakin rendah perilaku seksualnya, sebaliknya semakin rendah


pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja maka semakin

tinggi perilaku seksualnya.

Pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai media, namun media

yang paling sering dan mudah diakses adalah media sosial, Oleh karena

itu remaja harus dibimbing dan diarahkan dalam penggunaan media

sosial, karena melalui media sosial semua orang dapat mengakses

informasi bila salah dalam penyerapan pengetahuan maka dapat

mengakibatkan perilaku seksual yang negatif atau tidak bertanggung

jawab.

4.5.4 Hubungan Antara Status pacaran dengan Perilaku Seksual Remaja

Hasil analisis hubungan status pacaran dengan perilaku seksual

remaja diperoleh bahwa ada sebanyak 32(68,1%) remaja berpacaran

memiliki perilaku seksual beresiko, sedangkan diantara remaja yang tidak

pacaran terdapat 22(30,1%) yang berperilaku seksual beresiko. Hasil Uji

Chi Square diperoleh nilai P value=0,000 maka dapat disimpulkan bahwa

Ho ditolak, dan Ha diterima, ada hubungan yang signifikan antara status

pacaran dengan perilaku seksual remaja. Dari hasil analisis diperoleh juga

bahwa nilai OR= 4.945, remaja yang memiliki pacar( berstatus pacaran )

mempenyai odd 4,945 kali lebih tinggi untuk melakukan perilaku seksual

beresiko dibandingkan dengan remaja yang tidak berpacaran. Dengan kata

lain remaja yang berpacaran mempunyai peluang/kesempatan untuk

melakuakan perilaku seksual beresiko 4,945 kali lebih besar dibandingkan

dengan remaja yang tidak berpacaran.


Hal ini sejalan dengan penelitian Ristiyana, Berdasarkan hasil

penelitian p value 0.000 sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku sek bebas dengan

status pacaran dengan nilai OR 4,755, yang berarti bahwa status pacaran

4,755 kali menyebabkan resiko remaja melakukan prilaku seksual

beresiko.

Status berpacara yaitu berkencan bagi laki-laki dan perempuan,

terutama dalam berpasangan tetap, memberikan status dalam kelompok

sebaya, semakin popular pasangan kencan didalam kelompok dan

semakin tinggi social ekonomi keluarga pasangan kencan didalam

masyarakt. Maka akan lebih menguntungkan bagi remaja, berkencan

dalam kondisi demikian merupakan batu loncatan ke status yang lebih

tinggi dalam kelompok sebaya.

Masa pacaran berkencan berperan penting, karena remaja jatuh

cinta dan berharap serta merencanakan perkawinan. Ia sendiri harus

memikirkan sungguh-sungguh masalah keserasian pasangan kencan

sebagai teman hidup. Masa pacaran yaitu masa remaja yang ingin

menikah setelah tamat sekolah menengah keatas dan tidak mau

mengikuti perguruan yang lebih tinggi, mengaggap berkencan sebagai

kesempatan untuk menjajaki beberapa pasangan kencan, apakah ada di

antara sifat-sifat mereka yang diinginkan sebagai teman hidup dimasa

depan. Yang terutama di tekankan adalah persesuaian minat,

temperamen, dan cara-cara mengunggkapkan kasih sayang, sifat-sifat

yang sesuai tersebut membenarkan mereka memberikan cemburu yang


berat dan sanggama. Banyak remaja yang bermaksud cepat menikah

memandang kencan sebagai cara percobaan atau usaha untuk

mendapatkan teman hidup (B.Hurlock, 2013).

Dengan demikian remaja yang berstatus pacaran akan melakukan

apapun yang diminta pacarnya termasuk berperilaku seksual beresiko,

karena menganggap berpacaran adalah langkah untuk membuktikan rasa

cinta dan sayang dengan lawan jenisnya. Oleh karena itu kita wajib

memberikan pengetahuan yang benar, membimbing dan mengarahkan

remaja, memberikan pengertian bahwa berpacaran adalah mengenal sifat

lawan jenis, sehingga tidak seharusnya melakukan hal-hal yang

dapat merugikan diri sendiri seperti perilaku seks bebas.

4.5.5 Hubungan Antara peran orang tua dengan Perilaku Seksual Remaja

Hasil analisis hubungan peran orang tua dengan perilaku seksual

remaja diperoleh bahwa ada sebanyak 21(41,2%) remaja dengan peran

orang tua tidak baik, dan memiliki perilaku seksual beresiko, sedangkan

diantara remaja dengan peran orang tua baik 33(47,8%) memilki perilaku

seksual beresiko. Hasil Uji Chi Square diperoleh nilai P value=0,590

maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima, dan Ha ditolak, yang artinya

tidak ada hubungan yang signifikan antara teman sebaya dengan perilaku

seksual remaja. Dari hasil analisis diperoleh juga bahwa nilai OR= 1,3

yang berarti bahwa remaja dengan peran orang tua tidak baik mempunyai

odd/ risiko 1,3 kali lebih tinggi untuk melakukan perilaku seksual beresiko

dibandingkan dengan remaja dengan peran orang tua baik. Dengan kata
lain remaja yang memiliki peran orang tua tidak baik mempunyai

peluang/kesempatan untuk melakuakan perilaku seksual beresiko 1,3 kali

lebih besar dibandingkan remaja dengan peran orang tua baik.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian di SMK YP Serdang yang

melakukan hubungan seksual pranikah sebanyak 38 responden yang

beresiko seksual pranikah dengan pengaruh orang tua tidak baik

sebanyak 23 responden (60,5%) berprilaku seksual beresiko,

sedangkan 133 responden dengan pengaruh orang tua baik, sebanyak

65 responden (51,9%) berperilaku seksual beresiko. Dengan hasil uji

statistic p value=0,444 yang berarti tidak ada hubungan yang

signifikan antara pengaruh orang tua dengan perilaku seksual

pranikah siswa SMK YP Serdang.

Peranan Orang tua dalam memberikan informasi kesehatan

reproduksi sangat kecil, kecilnya peranan orang tua untuk memberikan

informasi kesehatan reproduksi dan seksualitasnya disebabkan oleh

rendahnya pengetahuan orang tua mengenai kesehatan reproduksi serta

masih menganggap tabu tabu membicarakan tentang kesehatan

reproduksi. Apabila orang tua merasa memiliki pengetahuan yang

cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi, remaja lebih yakin dan

tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan

dengan masalah perilaku seksual beresiko (Hurlock, 2013., Kumalasari,

D., et al, 2019).


Oleh karena itu sebagai orang tua seharusnya kita tidak menganggap

tabu hal-hal yang berkaitan dengan seksual, sehingga ada keterbukaan

dan penyampaian yang benar tentang pengetahuan dan informasi yang

berkaitan dengan seksual, sehingga remaja mampu untuk membedakan

hal yang baik dan buruk dalam berperilaku seksual.

4.5.6 Hubungan teman sebaya dengan Perilaku Seksual Remaja

Berdasarkan hasil penelitian hubungan teman sebaya dengan perilaku

seksual remaja diperoleh bahwa ada sebanyak 15(31,3%) remaja dengan

teman sebaya yang tidak mendukung, dan memiliki perilaku seksual

beresiko, sedangkan diantara remaja yang memiliki teman sebaya yang

mendukung ada 39(54,2%) memilki perilaku seksual beresiko. Hasil Uji

Chi Square diperoleh nilai P value=0,022 maka dapat disimpulkan bahwa

Ha diterima, dan Ho ditolak, yang artinya ada hubungan yang signifikan

antara teman sebaya dengan perilaku seksual remaja. Dari hasil analisis

diperoleh juga bahwa nilai OR= 2,600, yang berarti bahwa remaja dengan

teman sebaya yang mendukung mempunyai odd 2,600 kali lebih tinggi

untuk melakukan perilaku seksual beresiko dibandingkan dengan remaja

dengan teman sebaya yang tidak mendukung. Dengan kata lain remaja

yang memiliki teman sebaya yang mendukung mempunyai

peluang/kesempatan untuk melakuakan perilaku seksual beresiko 2,600

kali lebih besar dibandingkan remaja dengan teman sebaya yang tidak

mendukung perilaku seksual beresiko.


Teman sebaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh

terhadap kehidupan pada masa remaja. Dalam masyarakat modern

seperti sekarang ini, remaja menghabiskan sebagian besar waktunya

bersama teman sebaya. Pada masa remaja, hubungan dengan teman

sebaya meningkat secara drastis, dan saat bersamaan hubungan dengan

orang tua akan menurun. Peran teman sebaya berkaitan erat dengan

sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Hindiarti (2017) tentang faktor - faktor yang berhubungan dengan

perilaku seks pada pekerja remaja di Kawasan Perbelanjaan "X" Kota

Yogyakarta tahun 2015 ditemukan hasil pengaruh negatif teman sebaya

menunjukkan bahwa 230 (57,5%) pekerja remaja memiliki teman sebaya

yang berpengaruh negatif rendah.

Hurlock (2011) dalam Sigalingging & Sianturi (2019) Rasa ingin

tahu remaja dalam segala hal termasuk perilaku seksual bebas didorong

oleh adanya pengaruh dari teman sebaya agar remaja tersebut dapat

diterima didalam kelompok dengan mengikuti semua aturan yang dianut

oleh teman sebayanya. Remaja yang memperoleh informasi dari

teman sebayanya akan lebih beresiko berperilaku seksual karena ikatan

antara teman sebaya lebih kuat sehingga terkadang dapat menggantikan

keluarga.

Berdasarkan penelitian teman sebaya dapat mempengaruhi remaja

untuk mengambil keputusan mengenai perilaku seksual. Dampaknya,


remaja dapat terlibat langsung dalam perilaku perilaku seksual

dikarenakan pengaruh teman sebaya dikenal untuk mengubah

kepribadian, sikap dan perilaku remaja. Dalam lingkungan masyarakat

juga, perilaku seksual oleh teman sebaya merupakan model untuk

perilaku individu dan terkadang memberikan tekanan pada remaja serta

menuntutnya untuk terlibat dalam perilaku seksual, oleh karena itu

remaja harus dapat memilih teman yang membawa pengaruh dampak

positif dalam pergaulan.

4.5.6 Pembahasan Analisis multivariat

Berdasarkan hasil penelitian variabel yang paling dominan

pengaruhnya terhadap perilaku seksual adalah status pacaran dengan nilai

OR= 4,685 yang berarti bahwa remaja yang memiliki pacar/berstatus

pacaran memiliki resiko sebesar 4,685 kali untuk melakukan perilaku

seksual beresiko dibandingkan dengan remaja yang tidak memiliki pacar.

Hal ini sejalan dengan penelitian Ristiyana, Berdasarkan hasil

penelitian p value 0.000 sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku sek bebas dengan

status pacaran dengan nilai OR 4,755, yang berarti bahwa status pacaran

4,755 kali menyebabkan resiko remaja melakukan prilaku seksual

beresiko.

Status berpacaran yaitu berkencan bagi laki-laki dan perempuan,

terutama dalam berpasangan tetap, memberikan status dalam kelompok

sebaya, semakin popular pasangan kencan didalam kelompok dan

semakin tinggi social ekonomi keluarga pasangan kencan didalam


masyarakt. Maka akan lebih menguntungkan bagi remaja, berkencan

dalam kondisi demikian merupakan batu loncatan ke status yang lebih

tinggi dalam kelompok sebaya.

Masa pacaran berkencan berperan penting, karena remaja jatuh

cinta dan berharap serta merencanakan perkawinan. Ia sendiri harus

memikirkan sungguh-sungguh masalah keserasian pasangan kencan

sebagai teman hidup. Masa pacaran yaitu masa remaja yang ingin

menikah setelah tamat sekolah menengah keatas dan tidak mau

mengikuti perguruan yang lebih tinggi, mengaggap berkencan sebagai

kesempatan untuk menjajaki beberapa pasangan kencan, apakah ada di

antara sifat-sifat mereka yang diinginkan sebagai teman hidup dimasa

depan. Yang terutama di tekankan adalah persesuaian minat,

temperamen, dan cara-cara mengunggkapkan kasih sayang, sifat-sifat

yang sesuai tersebut membenarkan mereka memberikan cemburu yang

berat dan sanggama. Banyak remaja yang bermaksud cepat menikah

memandang kencan sebagai cara percobaan atau usaha untuk

mendapatkan teman hidup (B.Hurlock, 2013).

Dengan demikian remaja yang berstatus pacaran akan melakukan

apapun yang diminta pacarnya termasuk berperilaku seksual beresiko,

karena menganggap berpacaran adalah langkah untuk membuktikan rasa

cinta dan sayang dengan lawan jenisnya. Oleh karena itu kita wajib

memberikan pengetahuan yang benar, membimbing dan mengarahkan

remaja, memberikan pengertian bahwa berpacaran adalah mengenal sifat


lawan jenis, sehingga tidak seharusnya melakukan hal-hal yang

dapat merugikan diri sendiri seperti perilaku seks bebas.

Menurut penelitian Syafitriyani, (2022) yang berjudul determinan

Perilaku Seks Pranikah pada remaja (15-24)tahun di Indonesia

(Analisis SDKI 2017), remaja dengan gaya pacaran berisiko lebih

mungkin untuk melakukan aktivitas seks pranikah dibandingkan

remaja dengan gaya hubungan tidak berisiko. Dibandingkan dengan

anak-anak dengan gaya berkencan yang tidak berisiko, remaja dengan

gaya berkencan yang berisiko memiliki kemungkinan 68,58 kali

lebih tinggi untuk berpartisipasi dalam perilaku seks pranikah.

Menurut penelitian Qamariah (2020), ada hubungan antara pacar

dengan aktivitas seks pranikah. Faktor yang mempengaruhinya sejak

definisi pacaran adalah kesalahpahaman istilah. Restiyana dkk.

menemukan hubungan yang signifikan antara status pacaran dan

aktivitas seksual remaja (OR=4.755 95 persen CI: 2.207-10.244) .

Perilaku pacaran, menurut BKKBN (2019), merupakan pintu

gerbang seks bebas. Berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, dibelai

payudara, dan dicium di leher merupakan


contoh perilaku berpacaran. Remaja berkencan satu sama lain karena berbagai
alasan. Mereka percaya bahwa mereka mencintai, menyukai, dan memiliki satu
sama lain, dan mereka tidak ingin ditinggalkan. Salah satu pemicu perilaku
seksual pranikah adalah keinginan untuk selalu bersama kekasih dan keinginan
mencari ruang untuk menyendiri.

Usia dari rata-rata aktivitas awal sesame jenis kelamin bagi

perempuan berkisar antara 14 hingga 18 tahun dan bagi laki-laki 13

sampai 15 tahun. Mitra dari sesame jenis paling umum adalah sahabat.

Percintaan dari pemuda seksual mioritas menjadi kompleks, untuk

menjawab secara layak minat reasional dari pemuda seksual minoritas

minoritas, kita tidak bias hanya menggenalisir dari pemuda hetereseksual

dan hanya mengganti tabel. Alih-alih, variasi pada keinginan seksual dan

hubungan percintaan pemuda minoritas seksual akan mitra sesame jenis

dan berlainan jenis (Santrock, 2007).

Kencan adalah kognitif yang membimbing interaksi kencan

individu. Dalam sati studi kencan pertama sangat di atur garis gender.

Anak laki-laki memulai kencan (mengajak dan merencanakannya),

mengontrol domain publik (menyetir dan membukakan pintu), dan

memulai interaksi sosial. Serta berpegangan, mencium sampai dengan

berhubungan intim.

Hasil penelitian syafitri (2022) Remaja dengan gaya berpacaran

berisiko meningkatkan risiko perilaku seks pranikah sebesar 20,09 kali

jika dibandingkan dengan remaja dengan gaya berpacaran tidak berisiko

setelah dikontrol dengan variabel seperti usia, tingkat pendidikan,

pengetahuan kesehatan reproduksi, pengetahuan tentang kontrasepsi,

sikap, dan variasi. dari faktor lainnya.


Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ohhe

bahwa status hubungan merupakan faktor yang paling mempengaruhi

terhadap perilaku berpacaran berisiko, dimana nilai koefisien sebesar

22,933 yang artinya mahasiswa melakukan pacaran berisiko yang

sedang berpacaran sebesar 22,933 kali dari pada mahasiswa yang

sedang tidak berpacaran. Menurut temuan penelitian di Puspasari

bahwa perilaku intim menyebabkan terjadinya seks pranikah, anak-

anak gaya inti memiliki kemungkinan 24 kali lebih besar untuk

berpartisipasi dalam seks pranikah daripada remaja yang tidak atau

tidak. 11; Interval kepercayaan 95 persen: 8.920-65.210). Penelitian ini

juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Harnani pada

anak jalanan di Pekanbaru yang menemukan bahwa status merupakan

faktor terpenting yang mempengaruhi perilaku seks pranikah, dengan

anak jalanan yang bekerja memiliki risiko 39 kali lebih tinggi untuk

melakukan hubungan seks pranikah dibandingkan mereka yang

melakukan. tidak bekerja (POR =39.414 95 persen CI: 7.846-

197.531).

Perilaku seksual pranikah lazim di kalangan remaja yang

memiliki gaya kencan yang berbahaya dan remaja yang telah diraba-

raba/disentuh. Untuk itu remaja diharapkan untuk dapat berpacaran

secara sehat dengan menghindari berduaan ditempat sepi, serta

menjaga padangan agar tidak menimbulkan rangsangan. Seorang

remaja harus dapat memilih teman kencan(pacar) yang membawa


dampak positif, sehingga dapat menghindari hal-hal yang akan

mengakibatkan perilaku seksual beresiko.

Anda mungkin juga menyukai