PMK 262021
PMK 262021
jdih.kemkes.go.id
-2-
jdih.kemkes.go.id
-3-
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN
INDONESIAN CASE BASE GROUPS (INA-CBG) DALAM
PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN.
Pasal 1
Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dalam
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan merupakan acuan bagi
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan pihak lain yang
terkait mengenai metode pembayaran INA-CBG dalam
pelaksanaan klaim pelayanan Jaminan Kesehatan.
Pasal 2
Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dalam
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 3
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, klaim bayi
baru lahir dengan tindakan pada persalinan menggunakan
kode P03.0-P03.6 yang diajukan terpisah oleh Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan kepada Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang mengalami
jdih.kemkes.go.id
-4-
Pasal 4
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 76 Tahun 2016 tentang Pedoman
Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dalam Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 92), dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
jdih.kemkes.go.id
-5-
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Agustus 2021
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
jdih.kemkes.go.id
-6-
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 2021
TENTANG
PEDOMAN INDONESIAN CASE BASE
GROUPS (INA-CBG) DALAM PELAKSANAAN
JAMINAN KESEHATAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional bahwa jaminan kesehatan
diselenggarakan dengan tujuan agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan. Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional
berdasarkan asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Untuk melaksanakan
amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 maka ditetapkan
Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan, pembayaran pelayanan kesehatan dalam program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan
kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)
menggunakan sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBG). Dalam
melaksanakan INA-CBG diperlukan pedoman yang menjadi acuan bagi
FKRTL, BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN),
Organisasi Profesi, Asosiasi Rumah Sakit, dan pemangku kepentingan
terkait lainnya.
jdih.kemkes.go.id
-7-
B. Pengertian
Beberapa pengertian terkait sistem INA-CBG sebagai metode
pembayaran kepada FKRTL dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan yaitu:
1. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran jaminan
kesehatan atau iuran jaminan kesehatannya dibayarkan oleh
pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya
disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk
untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.
3. Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas
kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa
fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjutan.
4. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan
perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
5. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang selanjutnya
disingkat FKRTL adalah Fasilitas Kesehatan yang melakukan
pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau
jdih.kemkes.go.id
-8-
jdih.kemkes.go.id
-9-
jdih.kemkes.go.id
-10-
BAB II
PENYELENGGARAAN PEMBAYARAN INA-CBG
Gambar 1
Struktur Kode INA-CBG
Keterangan :
1. digit ke-1 (alfabetik): menggambarkan kode Casemix Main Groups (CMG);
2. digit ke-2 (numerik): menggambarkan tipe kelompok kasus (Case Groups);
3. digit ke-3 (numerik): menggambarkan spesifikasi kelompok kasus; dan
4. digit ke-4 (romawi): menggambarkan tingkat keparahan kelompok kasus.
jdih.kemkes.go.id
-11-
jdih.kemkes.go.id
-12-
2. Case Group;
Adalah sub-group kedua yang menunjukkan spesifikasi atau tipe
kelompok kasus, yang dilabelkan dengan angka 1 (satu) sampai
dengan 9 (sembilan).
Tabel 2. Case Group dalam INA-CBG
GROUP DESKRIPSI
1 Prosedur Rawat Inap
2 Prosedur Besar Rawat Jalan
3 Prosedur Signifikan Rawat Jalan
4 Rawat Inap Bukan Prosedur
5 Rawat Jalan Bukan Prosedur
6 Rawat Inap Kebidanan
7 Rawat Jalan kebidanan
8 Rawat Inap Neonatal
9 Rawat Jalan Neonatal
0 Error
3. Case Type;
Adalah sub-group ketiga yang menunjukkan spesifik CBG yang
dilambangkan dengan numerik mulai dari 01 sampai dengan 99.
4. Severity Level;
Adalah sub-group keempat yang menggambarkan tingkat
keparahan kasus yang dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun
komplikasi dalam masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBG
terbagi menjadi:
a. “0”- untuk rawat jalan;
b. “I”-Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa
komplikasi maupun komorbiditi);
c. “II”-Sedang” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2
(dengan mild komplikasi dan komorbiditi);
d. “III”-Berat” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3
(dengan major komplikasi dan komorbiditi).
jdih.kemkes.go.id
-13-
Keterangan tabel:
Istilah ringan, sedang, dan berat dalam deskripsi dari Kode INA-CBG
bukan menggambarkan kondisi klinis pasien maupun diagnosis atau
prosedur namun menggambarkan tingkat keparahan (severity level)
yang dipengaruhi oleh diagnosis sekunder (komplikasi dan ko-
morbiditi).
jdih.kemkes.go.id
-14-
KODE
KODE
DIAGNO
PROSEDU
KODE KODE SIS
DESKRIPSI R (ICD-9-
NO SPECIAL GROUP (ICD-10
SPECIAL CMG CM VERSI
CMG INA-CBG VERSI
TAHUN
TAHUN
2010)
2010)
I21.0,
I21.1,
I-4-10-I I21.2,
1 DD-01-I Streptokinase I-4-10-II I21.3, -
I-4-10-III I21.4,
I21.9,
I23.3
D-4-13-I
DD-02-
2 Deferiprone D-4-13-II D56.1 -
II
D-4-13-III
D-4-13-I
DD-03-
3 Deferoksamin D-4-13-II D56.1 -
II
D-4-13-III
D-4-13-I
DD-04-
4 Deferasirox D-4-13-II D56.1 -
II
D-4-13-III
A-4-10-I A02.1,
DD-05- Human Albumin
5 A-4-10-II A20.7, -
II for Septicaemia
A-4-10-III A22.7,
jdih.kemkes.go.id
-15-
KODE
KODE
DIAGNO
PROSEDU
KODE KODE SIS
DESKRIPSI R (ICD-9-
NO SPECIAL GROUP (ICD-10
SPECIAL CMG CM VERSI
CMG INA-CBG VERSI
TAHUN
TAHUN
2010)
2010)
A39.1,
A39.2,
A39.3,
A39.4,
A39.8,
A39.9,
A40.0,
A40.1,
A40.2,
A40.3,
A40.8,
A40.9,
A41.0,
A41.1,
A41.2,
A41.3,
A41.4,
A41.5,
A41.8,
A41.9,
A42.7,
B37.7,
R57.1
DD-06- Anti Hemofilia D66,
6 D-4-11-I -
II Factor D67
DD-07-
7 Deferiprone Q-5-44-0 D56.1 -
II
DD-08-
8 Deferoksamin Q-5-44-0 D56.1 -
II
jdih.kemkes.go.id
-16-
KODE
KODE
DIAGNO
PROSEDU
KODE KODE SIS
DESKRIPSI R (ICD-9-
NO SPECIAL GROUP (ICD-10
SPECIAL CMG CM VERSI
CMG INA-CBG VERSI
TAHUN
TAHUN
2010)
2010)
DD-09-
9 Deferasirox Q-5-44-0 D56.1 -
II
DD-10- Anti Hemofilia D66,
10 Q-5-44-0
II Factor D67
T20.3,
T20.7,
T21.3,
T21.7,
T22.3,
T22.7,
T23.3,
T23.7,
T24.3,
T24.7,
T25.3,
S-4-16-I T25.7,
DD-11- Human Albumin
11 S-4-16-II T29.3, -
II for Burn
S-4-16-III T29.7,
T31.4,
T31.5,
T31.6,
T31.7,
T31.8,
T31.9,
T32.4,
T32.5,
T32.6,
T32.7,
T32.8,
jdih.kemkes.go.id
-17-
KODE
KODE
DIAGNO
PROSEDU
KODE KODE SIS
DESKRIPSI R (ICD-9-
NO SPECIAL GROUP (ICD-10
SPECIAL CMG CM VERSI
CMG INA-CBG VERSI
TAHUN
TAHUN
2010)
2010)
T32.9
T20.3,
T20.7,
T21.3,
T21.7, 85.82,
T22.3, 85.83,
T22.7, 85.84,
T23.3, 85.85,
T23.7, 86.60,
T24.3, 86.61,
T24.7, 86.62,
T25.3, 86.63,
T25.7, 86.65,
L-1-20-I
DD-11- Human Albumin T29.3, 86.66,
12 L-1-20-II
II for Burn T29.7, 86.67,
L-1-20-III
T31.4, 86.69,
T31.5, 86.70,
T31.6, 86.71,
T31.7, 86.72,
T31.8, 86.73,
T31.9, 86.74,
T32.4, 86.75,
T32.5, 86.91,
T32.6, 86.93
T32.7,
T32.8,
T32.9
jdih.kemkes.go.id
-18-
KODE
KODE
DIAGNO
PROSEDU
KODE KODE SIS
DESKRIPSI R (ICD-9-
NO SPECIAL GROUP (ICD-10
SPECIAL CMG CM VERSI
CMG INA-CBG VERSI
TAHUN
TAHUN
2010)
2010)
G-1-10-I
Subdural Grid
13 RR-01-II G-1-10-II - 02.93
Electrode
G-1-10-III
I-1-03-I
14 RR-02-II Cote Graft I-1-03-II - 35.81
I-1-03-III
Temporomandibul M-1-60-I
RR-03-
15 ar Joint (TMJ) M-1-60-II - 76.5
III
Prothesis M-1-60-III
81.51,
M-1-04-I 81.52,
RR-04- Hip Implant/Knee
16 M-1-04-II - 81.53,
III Implant
M-1-04-III 81.54,
81.55
I-1-20-I
RR-05- Prostesis 39.71,
17 I-1-20-II -
III Evar/Tevar 39.73
I-1-20-III
81.51,
Hip M-1-04-I 81.52,
18 YY-01-II Replacement/Kne M-1-04-II - 81.53,
e Replacement M-1-04-III 81.54,
81.55
Percutaneous I-1-40-I
YY-02- 36.06,
19 Coronary I-1-40-II -
III 36.07
Intervention (PCI) I-1-40-III
11.60,
H-1-30-I
YY-03- 11.61,
20 Keratoplasty H-1-30-II -
III 11.62,
H-1-30-III
11.63,
jdih.kemkes.go.id
-19-
KODE
KODE
DIAGNO
PROSEDU
KODE KODE SIS
DESKRIPSI R (ICD-9-
NO SPECIAL GROUP (ICD-10
SPECIAL CMG CM VERSI
CMG INA-CBG VERSI
TAHUN
TAHUN
2010)
2010)
11.64,
11.69
52.51,
B-1-10-I 52.52,
YY-04-
21 Pancreatectomy B-1-10-II - 52.53,
III
B-1-10-III 52.59,
52.6
35.50,
Repair of Septal I-1-06-I 35.51,
YY-05-
22 Defect of Heart I-1-06-II - 35.52,
III
with Prosthesis I-1-06-III 35.53,
35.55
92.21,
92.22,
92.23,
92.24,
92.25,
92.26,
Stereotactic C-4-12-I
YY-06- 92.27,
23 Surgery & C-4-12-II Z51.0
III 92.28,
Radiotheraphy C-4-12-III
92.29,
92.30,
92.31,
92.32,
92.33,
92.39
J-1-30-I
YY-07- 34.02,
24 Torakotomi J-1-30-II -
III 34.03
J-1-30-III
jdih.kemkes.go.id
-20-
KODE
KODE
DIAGNO
PROSEDU
KODE KODE SIS
DESKRIPSI R (ICD-9-
NO SPECIAL GROUP (ICD-10
SPECIAL CMG CM VERSI
CMG INA-CBG VERSI
TAHUN
TAHUN
2010)
2010)
J-1-10-I
YY-08- Lobektomi/Bilobek 32.41,
25 J-1-10-II -
III tomi 32.49
J-1-10-III
14.71,
H-1-30-I
YY-09- 14.72,
26 Vitrectomy H-1-30-II -
III 14.73,
H-1-30-III
14.74
YY-10- Phacoemulsificatio
27 H-2-36-0 - 13.41
III n
31.41,
YY-11-
28 Microlaringoscopy J-3-15-0 - 31.42,
III
31.44
51.10,
51.11,
YY-12-
29 Cholangiograph B-3-11-0 - 51.14,
III
51.15,
52.13
- 92.05,
30 II-01-III Nuclear Medicine Z-3-17-0
92.15
31 II-02-III Magnetic Z-3-16-0 - 88.92,
Resonance 88.93,
Imaging (MRI) 88.97
Diagnostic and -
32 II-03-III Imaging H-3-13-0 95.12
Procedures of Eye
jdih.kemkes.go.id
-21-
jdih.kemkes.go.id
-22-
jdih.kemkes.go.id
-23-
BAB III
KODING INA-CBG
jdih.kemkes.go.id
-24-
jdih.kemkes.go.id
-25-
jdih.kemkes.go.id
-26-
b. rule MB2
Rule MB2 merupakan beberapa kondisi dicatat sebagai
diagnosis utama.
Jika beberapa kondisi yang tidak bisa dikode bersamaan
tercatat sebagai diagnosis utama, dan menunjukkan bahwa satu
di antaranya adalah diagnosis utama pada asuhan pasien, pilih
kondisi tersebut. Jika tidak, pilih kondisi yang sesuai dengan
spesialisasi yang menangani.
1) contoh 1:
Diagnosis Utama : Katarak
Meningitis stafilokokus
Penyakit jantung iskemik.
Diagnosis Sekunder :-
Spesialisasi : Neurologi
Pasien di rumah sakit selama lima minggu.
Dikode G00.3 (Staphylococcal Meningitis) sebagai diagnosis
utama, katarak dan penyakit jantung iskemik sebagai
diagnosis sekunder.
2) contoh 2:
Diagnosis Utama : Bronkitis obstruktif kronis
Hipertrofi prostat
Psoriasis vulgaris
Diagnosis Sekunder :-
Spesialisasi : Kulit dan Kelamin
Dikode L40.0 (Psoriasis vulgaris) sebagai diagnosis utama,
bronkitis obstruktif kronis dan hipertrofi prostat sebagai
diagnosis sekunder.
3) contoh 3:
Diagnosis Utama : Gastritis kronis
Keganasan sekunder di nodus limfe
axilla
Karsinoma mammae
Diagnosis Sekunder :-
Prosedur : Mastektomi
Dikode C50.9 (Malignant Neoplasm, Breast, Unspecified)
sebagai diagnosis utama, gastritis kronis dan keganasan
sekunder di nodus limpe axilla sebagai diagnosis sekunder.
jdih.kemkes.go.id
-27-
c. rule MB3
Rule MB3 merupakan kondisi yang dicatat sebagai
diagnosis utama merupakan gejala dari kondisi yang telah
didiagnosis dan diobati.
Jika suatu gejala atau tanda (pada umumnya
diklasifikasikan pada Bab XVIII), atau suatu masalah yang bisa
diklasifikasikan pada Bab XXI, dicatat sebagai diagnosis utama,
dan merupakan tanda, gejala atau masalah dari kondisi yang
telah didiagnosis sebagai diagnosis sekunder dan telah dirawat,
maka pilihlah kondisi yang didiagnosis tersebut sebagai
diagnosis utama.
1) contoh 1:
Diagnosis Utama : Hematuria
Diagnosis Sekunder : Varises vena tungkai
Papilomata dinding belakang
kandung kemih
Pengobatan : Eksisi diatermi papillomata
Spesialisasi : Urologi
Dikode D41.4 (Neoplasm Of Uncertain Or Unknown
Behaviour Of Bladder) sebagai diagnosis utama, hematuria
dan varises vena tungkai sebagai diagnosis sekunder.
2) contoh 2:
Diagnosis Utama : Koma
Diagnosis Sekunder : Penyakit jantung iskemik
Otosklerosis
Diabetes mellitus, insulin
dependent
Spesialisasi : Endokrinologi
Perawatan : Penentuan dosis insulin yang tepat
Dikode E10.0 (Insulin-Dependent Diabetes Mellitus With
Coma) sebagai diagnosis utama, koma disebabkan oleh
diabetes mellitus, sehingga digunakan kode kombinasi.
Penyakit jantung iskemik dan otosklerosis sebagai diagnosis
sekunder
3) contoh 3:
Diagnosis Utama : Kejang demam
Diagnosis Sekunder : Anemia
jdih.kemkes.go.id
-28-
jdih.kemkes.go.id
-29-
jdih.kemkes.go.id
-30-
jdih.kemkes.go.id
-31-
jdih.kemkes.go.id
-32-
jdih.kemkes.go.id
-33-
jdih.kemkes.go.id
-34-
jdih.kemkes.go.id
-35-
jdih.kemkes.go.id
-36-
jdih.kemkes.go.id
-37-
b) contoh 2:
Diagnosis Utama : Penyakit HIV dengan pneumonia
Pneumocystis carinii, limfoma
Burkitt dan kandidiasis mulut.
Diagnosis Sekunder :-
Dikode B22.7 (HIV Disease Resulting in Multiple
Diseases Classified Elsewhere) sebagai diagnosis
utama, B20.6 (HIV Disease Resulting in Pneumocystis
Carinii Pneumonia), B21.1 (HIV Disease Resulting in
Burkitt's Lymphoma), dan B20.4 (HIV Disease Resulting
in Candidiasis) sebagai diagnosis sekunder.
h. Pengodean Neoplasma.
1) kasus neoplasma baik primer atau sekunder (metastasis)
yang merupakan fokus perawatan, harus dicatat dan dikode
sebagai diagnosis utama.
contoh:
Diagnosis Utama : Karsinoma prostat
Diagnosis Sekunder : Bronkitis kronis
Prosedur : Prostatektomi
Dikode C61 (Malignant Neoplasm of Prostate) sebagai
diagnosis utama dan J42 (Unspecified Chronic Bronchitis)
sebagai diagnosis sekunder.
2) pasien dengan riwayat neoplasma ganas yang tidak
mendapatkan tatalaksana menggunakan kode Z85.0 –
Z85.9 (Personal history of malignant neoplasm).
a) contoh 1:
Diagnosis Utama : Karsinoma mammae – diangkat
dua tahun yang lalu
Diagnosis Sekunder :Karsinoma sekunder paru-paru
Prosedur : Bronkoskopi dengan biopsi
Dikode C78.0 (Secondary Malignant Neoplasm Of Lung)
sebagai diagnosis utama, Z85.3 (Personal History Of
Malignant Neoplasm Of Breast) sebagai diagnosis
sekunder.
b) contoh 2:
Diagnosis Utama :Carcinoma bladder telah
diangkat,
jdih.kemkes.go.id
-38-
jdih.kemkes.go.id
-39-
jdih.kemkes.go.id
-40-
jdih.kemkes.go.id
-41-
Anemia
Bayi lahir hidup tunggal
Spesialisasi : Obgyn
Dikode O42.9 (Premature Rupture of Membranes,
Unspecified) sebagai diagnosis utama, O99.0
(Disruption of Caesarean Section Wound), dan D64.9
(Anaemia, Unspecified), O82,- (Single Delivery by
Caesarean Section) serta Z37.0 (Single Live Birth)
sebagai diagnosis sekunder.
jdih.kemkes.go.id
-42-
jdih.kemkes.go.id
-43-
jdih.kemkes.go.id
-44-
jdih.kemkes.go.id
-45-
jdih.kemkes.go.id
-46-
contoh:
Diagnosis utama : Kemoterapi oral di rawat jalan
Diagnosis sekunder : Ca paru
Tindakan :-
Dikode Z51.1 (Chemotherapy Session for Neoplasm) sebagai
diagnosis utama dan Ca paru tidak dikode sebagai diagnosis
sekunder.
b. Pasien yang datang ke rawat jalan atau rawat inap dan
mendapatkan kemoterapi injeksi, maka menggunakan kode
Z51.1 (Chemotherapy Session for Neoplasm) sebagai diagnosis
utama dan kode neoplasma sebagai diagnosis sekunder.
Contoh:
Diagnosis utama : kemoterapi
Diagnosis sekunder : Ca. Mammae
Tindakan : injeksi kemoterapi
Dikode Z51.1 (Chemotherapy Session for Neoplasm) sebagai
diagnosis utama, C50.9 (Malignant Neoplasm, Breast,
Unspecified) sebagai diagnosis sekunder dan 99.25 (Injection or
infusion of cancer chemotherapeutic substance) sebagai prosedur.
c. Pasien yang datang ke rawat jalan atau rawat inap hanya untuk
radioterapi maka menggunakan kode Z51.0 (Radiotherapy
Session) sebagai diagnosis utama dan neoplasma menjadi
diagnosis sekunder.
d. Pasien yang datang ke rawat jalan atau rawat inap untuk
kemoterapi dan radioterapi dalam satu episode perawatan yang
sama maka yang menjadi diagnosis utama adalah yang
menghabiskan sumber daya paling banyak.
e. Pasien yang dirawat inap dilakukan tindakan operasi yang
dilanjutkan dengan kemoterapi dan/atau radioterapi dalam satu
episode perawatan maka yang menjadi diagnosis utama adalah
yang berhubungan dengan tindakan utama.
f. Pasien yang dirawat untuk mengatasi anemia yang terkait
dengan neoplasma dan perawatan hanya untuk anemia, maka
dikode neoplasma sebagai diagnosis utama sedangkan kode
D63.0* (Anaemia in Neoplastic Disease) sebagai diagnosis
sekunder (merujuk kaidah koding dagger (†) dan asterisk (*)).
jdih.kemkes.go.id
-47-
jdih.kemkes.go.id
-48-
jdih.kemkes.go.id
-49-
1. 2.
Pasien datang ke FKRTL Pasien diperiksa dokter
3.
Pasien melakukan
5. 4. pemeriksaan
Pasien Pulang Pasien kembali konsul dokter penunjang
2) contoh B:
Pasien B datang ke rumah sakit tanggal 2 Januari
2021 karena pemeriksaan penunjang tidak dapat dilakukan
pada hari yang sama, sehingga pemeriksaan penunjang
dilakukan pada tanggal 3 Januari 2021. Pada tanggal 4
Januari 2021 pasien datang kembali untuk konsultasi ke
dokter dengan membawa hasil pemeriksaan penunjangnya.
Maka episode pelayanan pasien B adalah 2 (dua) episode
yaitu sebagai berikut:
a) Episode pertama tanggal 2 Januari 2021 dan 3 Januari
2021 terdiri dari konsultasi dokter dan pemeriksaan
penunjang.
b) Episode kedua tanggal 4 Januari 2021 untuk
konsultasi dokter dengan membawa hasil pemeriksaan
jdih.kemkes.go.id
-50-
Gambar 3. Contoh B
Episode 1 Episode 2
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Pasien datang Pasien Pasien datang Pasien datang
Pasien diperiksa Pasien Pasien Pasien konsul Pasien
ke FKRTL ke FKRTL ke FKRTL
dokter pulang melakukan pulang hasil pulang
pem. penunjang
penunjang
3) Contoh C:
Pasien C datang ke rumah sakit tanggal 2 Januari
2021 dilanjutkan pemeriksaan penunjang pada hari yang
sama, kemudian pada tanggal 3 Januari 2021 pasien
datang kembali untuk konsultasi ke dokter dengan
membawa hasil pemeriksaan penunjangnya. Maka episode
pelayanan pasien C adalah 2 (dua) episode yaitu sebagai
berikut:
a) Episode pertama tanggal 2 Januari 2021 terdiri dari
konsultasi dokter dan pemeriksaan penunjang.
b) Episode kedua tanggal 3 Januari 2021 untuk
konsultasi dokter kembali dengan membawa hasil
pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan tanggal 2
Januari 2021.
Gambar 4. Contoh C
Episode 1 Episode 2
2.
1.
Pasien datang ke Pasien diperiksa
x
FKRTL dokter
1. 2. 3.
Pasien datang ke Pasien konsul Pasien pulang
FKRTL hasil penunjang
3.
4. Pasien
Pasien pulang melakukan
pemeriksaan
penunjang
jdih.kemkes.go.id
-51-
4) contoh D:
Pasien D konsultasi ke dokter tanggal 2 Januari 2021,
kemudian pada tanggal 3 Januari 2021 pasien datang
kembali untuk pemeriksaan penunjang dan dilanjutkan
dengan konsultasi ke dokter dengan membawa hasil
pemeriksaan penunjangnya. Maka episode pelayanan
pasien D adalah 2 (dua) episode yaitu sebagai berikut:
a) Episode pertama tanggal 2 Januari 2021 untuk
konsultasi dokter.
b) Episode kedua tanggal 3 Januari 2021 terdiri dari
pemeriksaan penunjang dan konsultasi dokter.
Gambar 5. Contoh D
Episode 1 Episode 2
x 1.
2.
Pasien melakukan
Pasien datang
pem. penunjang
ke FKRTL
1. 2. 3.
Pasien datang Pasien diperiksa Pasien
ke FKRTL oleh dokter pulang
3. 3.
Pasien Pasien konsul
pulang hasil penunjang
5) contoh E:
Pasien E (pasien lama) datang ke rumah sakit pada
tanggal 9 Februari 2021 untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang. Pada tanggal 10 Februari 2021 pasien datang
kembali untuk konsultasi ke dokter. Maka episode
pelayanan pasien E adalah 1 (satu) episode yaitu tanggal 10
Februari 2021 yang terdiri dari pemeriksaan penunjang dan
konsultasi dokter.
jdih.kemkes.go.id
-52-
Gambar 6. Contoh E
Satu Episode
1. 2. 1.
3. 2. 3.
Pasien datang Pasien Pasien datang
Pasien Pasien Pasien
ke FKRTL melakukan ke FKRTL
pulang konsul hasil pulang
pem.
penunjang
penunjang
6) contoh F:
Pasien F datang ke dokter A tanggal 2 Januari 2021,
kemudian pada tanggal 3 Januari 2021 pasien datang
kembali ke FKRTL yang sama untuk konsultasi ke dokter B.
Maka episode pelayanan pasien F adalah 2 (dua) episode
yaitu sebagai berikut :
a) Episode pertama tanggal 2 Januari 2021 untuk
konsultasi dokter A.
b) Episode kedua tanggal 3 januari 2021 untuk
konsultasi dokter B.
Gambar 7. Contoh F
Episode 1 Episode 2
1. 2. 3. 1. 2. 3.
Pasien datang Pasien Pasien datang ke Pasien
Pasien Pasien
ke FKRTL diperiksa oleh FKRTL diperiksa oleh
pulang pulang
Dokter A Dokter B
jdih.kemkes.go.id
-53-
jdih.kemkes.go.id
-54-
jdih.kemkes.go.id
-55-
jdih.kemkes.go.id
-56-
BAB IV
PENUTUP
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
jdih.kemkes.go.id