Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL PRA RANCANGAN

PABRIK PRA RANCANGAN PABRIK


PORTLAND POZZOLAN CEMENT(PPC) DENGAN
WASTE PAPER SLUDGE ASH SEBAGAI BAHAN BAKU
ALTERNATIF KAPASITAS 650.000 TON/TAHUN.
TUGAS KHUSUS PERANCANGAN CF SILO

OLEH

NAMA NIM
MUHAMMAD FADHILAH 190405109

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semen adalah serbuk atau tepung yang terbuat dari kapur dan material
lainnya yang dipakai untuk membuat beton, merekatkan batu bata ataupun
membuat tembok. Semen adalah perekat hidraulik yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker yang terdiri dari bahan utama silikat-silikat kalsium dan
Jufli dimana senyawa-senyawa tersebut dapat bereaksi dengan air dan membentuk
zat baru bersifat perekat pada bebatuan.(Triyandi,2022)
Saat ini industri semen di Indonesia telah mengalami perkembangan yang
pesat dalam produksi semen. Meningkatnya pertumbuhan semen hingga saat ini
masih dipengaruhi oleh tingginya pembangunan yang dilakukan oleh sektor
swasta dan tingginya kebutuhan perumahan bagi masyarakat. Selain itu dengan
semakin gencarnya Pemerintah dalam menjalankan beberapa proyek, telah
mempengaruhi permintaan semen di dalam negeri. (Rasdiana,2015)
Peningkatan produksi semen di Indonesia dari tahun ke tahun
mengakibatkan penggunaan batu kapur sebagai bahan baku pembuatan semen
semakin meningkat. Meskipun Indonesia memiliki potensi gunung kapur yang
tersebar di seluruh wilayahnya, namun saat ini banyak terjadi eksplorasi dan
eksploitasi gunung kapur. Konsumsi batu kapur meningkat dari tahun 2020 ke
tahun 2022 dengan total penggunaan sebanyak 44.162.778 ton. Oleh karena itu,
sekarang ini banyak bermunculan penelitan-penelitian yang bertujuan untuk
mencari bahan baku alternatif agar bahan baku alam seperti batu kapur tidak habis
dan produksi semen di masa yang akan datang tetap ada.
Penelitian terhadap bahan baku alternatif untuk pembuatan semen telah
dilakukan secara luas, termasuk penelitian terhadap sampah dan limbah industri
lainnya. Salah satu jenis limbah industri adalah abu lumpur kertas (WPSA) yang
dihasilkan dari industri pulp dan kertas. Abu lumpur kertas (WPSA) ini adalah
hasil dari endapan lumpur dalam sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
yang kemudian diproses melalui belt press dan dibakar untuk menghasilkan abu.
Saat ini, pemanfaatan abu lumpur kertas belum optimal dan masih menjadi
masalah bagi industri pulp dan kertas. Meskipun begitu, industri semen di masa
depan tetap dapat berjalan dengan baik dengan adanya upaya penelitian dan
pemanfaatan bahan baku alternatif seperti abu lumpur kertas.
Limbah abu lumpur kertas(WPSA) telah banyak digunakan sebagai bahan
pengganti sebagian atau pengganti semen dalam pekerjaan beton. Limbah kertas
mengandung silika dan oksida kalsium, diikuti oleh alumina dan oksida
magnesium. Ketika dicampur dengan semen dan air, ia bereaksi dengan
hidroksida kalsium (Ca (OH)2) yang membentuk semen portland hidrat untuk
menghasilkan hidrat silikat kalsium tambahan. Dengan penambahan material
Pozzolanic ini, banyak aspek sifat beton dapat dipengaruhi dengan baik. WPSA
berperilaku seperti semen karena sifat silika dan magnesium yang meningkatkan
pengerasan beton. (Mehta,2020)
Penggunaan Limbah abu lumpur kertas (WPSA) dalam semen dapat
terbukti ekonomis karena merupakan limbah yang tidak berguna dan gratis.
Penggunaan abu lumpur kertas limbah dalam semen akan menjaga sumber daya
alam yang digunakan untuk pembuatan semen dan dengan demikian membuat
industri konstruksi beton menjadi berkelanjutan. Lumpur kertas limbah dapat
digunakan sebagai bahan bakar sebelum menggunakannya sebagai pengganti
parsial semen dalam beton, dan masalah pembuangan limbah untuk industri kertas
dari limbah ini sepenuhnya teratasi. (Mehta,2020)
Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada
tahun 2018, Indonesia menghasilkan sekitar 9,6 juta ton sampah kertas per
tahunnya. Jumlah ini kemungkinan telah meningkat seiring dengan pertumbuhan
industri kertas di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Maka dari itu, Waste Paper Sludge Ash dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku alternatif dengan kapasitas 650.000 ton/tahun

1.2 Rumusan Masalah


Batu kapur merupakan bahan utama dalam pembuatan semen. Komposisi
batu kapur yang digunakan kurang lebih sebesar 82 %. Meskipun Indonesia
memiliki potensi gunung kapur yang tersebar di seluruh wilayahnya, namun saat
ini banyak terjadi eksplorasi dan eksploitasi gunung kapur. Konsumsi batu kapur
meningkat dari tahun 2020 ke tahun 2022, yang mana semakin lama akan semakin
menipis jika digunakan secara terus menerus.
Bahan bakar alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi
penggunaan batu kapur ialah abu lumpur kertas atau Waste Paper Sludge Ash
(WPSA) yang dihasilkan dari industri pulp dan kertas. WPSA adalah hasil dari
endapan lumpur dalam sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang
kemudian diproses melalui belt press dan dibakar untuk menghasilkan abu.
Menurut Mulyanti,2019. mencampurkan limbah abu lumpur kertas sebanyak 0.25
% dari berat semen ke dalam campuran bahan semen atau dapat disebut raw mix.
Dengan ditambahkannya limbah abu lumpur kertas ini dapat mengatasi masalah
pembuangan limbah oleh industri kertas, penggunaan batu kapur juga dapat
berkurang sehingga gunung kapur dapat digunakan sebagai bahan baku semen
dalam jangka waktu yang panjang ,dan dari segi ekonomi harga dari abu lumpur
kertas sangat terjangkau. Maka dari itu, untuk mengurangi kerugian tersebut
pabrik ini dirancang dengan memanfaatkan bahan baku alternatif. Pemanfaatan
bahan baku alternatif dapat menunjang industri semen tanpa mengurangi
kebutuhan semen di Indonesia.
1.3 Tujuan Rancangan
Tujuan rancangan pabrik portland cement dengan waste paper sludge ash
sebagai bahan baku alternatif untuk mengurangi pengunaan batu kapur yang
menyebabkan menipisnya stok batu kapur di alam. Pabrik ini juga dirancangan
untuk mengurangi penggunaan batu kapur yang tidak dapat diperbaharui dengan
mengurangi eksploitasi besar-besaran terhadap gunung kapur,agar gunung kapur
dapat trus ada dan pabrik semen dapat terus berjalan dikarenakan stok batu kapur
aman terkendali , sehingga diharapkan dapat meminimalisir kerusakan
lingkungan, dan kerugian masyarakat sekitar, serta dapat memanfaatkan limbah
abu kertas lumpur yang tidak digunakan di insdustri kertas . Berdirinya pabrik ini
diharapkan dapat memberikan lapangan pekerjaan pada masyarakat sekitar
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat

1.4 Manfaat Rancangan


Rancangan pabrik portland cement dengan waste paper sludge ash
sebagai bahan baku alternatif memiliki manfaat mengurangi penggunaan batu
kapur, serta dapat memanfaatkan limbah lumpur kertas (WPSA). Rancangan
pabrik ini juga bermanfaat bagi investor yang akan mendirikan pabrik, dengan
berdirinya pabrik ini tentu dapat membuka lapangan pekerjaan masyarakat sekitar
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi penulis, rancangan
pabrik ini memiliki manfaat sebagai penerapan ilmu-ilmu yang sudah dipelajari
oleh penulis, seperti Perancangan Alat Proses, Perancangan Proses, Azas Teknik
Kimia, Utiltas, Ekonomi Teknik, Teknologi Partikel dan sebagainya

1.5 Lingkup Rancangan


Dalam rancangan pabrik portland pozzolan cement (PPC) dengan penambahan
bahan baku alternatif dengan kapasitas 650.000 ton/tahun, terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan. Salah satunya adalah penggunaan bahan baku alternatif yaitu waste
paper ash sludge, yang merupakan limbah abu kertas dari industri kertas yang dapat
dimanfaatkan sebagai pengganti sebagian bahan baku utama.

Selain itu, terdapat unit CF SILO dalam rancangan pabrik ini. CF Silo
merupakan sebuah silo yang digunakan untuk menyimpan bahan baku alternatif
sebelum diumpankan ke dalam sistem produksi. CF Silo dapat memastikan
kelancaran aliran bahan baku alternatif dan menghindari adanya kontaminasi
dengan bahan baku lainnya.
Dalam rancangan pabrik ini, perlu diperhatikan pula faktor-faktor seperti
efisiensi produksi, penggunaan energi, serta aspek lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Semen
Semen adalah istilah umum yang dikenal di seluruh dunia sebagai
Ordinary Portland Cement (OPC). Seiring berjalannya waktu, Semen Khusus
telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan konstruksi yang spesifik. Selain
itu, untuk aplikasi berat yang spesifik, semen yang mengembangkan kekuatan
lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat dan dengan evolusi panas yang
rendah juga telah dikembangkan. (Deodalkar,2016)
Semen merupakan suatu material bangunan yang biasa digunakan pada
pekerjaan konstruksi yang memiliki sifat adhesif dan kohesif. Semen adalah
produk pabrik dengan skala atau kapasitas besar. Jenis semen yang beredar cukup
banyak macamnya, namun yang banyak digunakan masyarakat adalah semen
Portland. Semen jenis ini memiliki daya pengikatan awal yang cepat sehingga
memiliki kuat tekan yang cukup besar dalam waktu yang relatif singkat, akan
tetapi semen jenis ini memiliki kelemahan yaitu tidak tahan terhadap air laut dan
asam, oleh karena itulah diperlukan produk semen yang dapat mengatasi
permasalahan tersebut (Hargono,2009)
2.2 Jenis-jenis Semen
Menurut Dunuweera,2018. Ada lebih dari sepuluh jenis semen yang
digunakan untuk tujuan konstruksi, dan mereka berbeda dalam komposisi mereka
dan diproduksi untuk penggunaan yang berbeda, semen dibagi menjadi beberapa
jenis yaitu:
1. Rapid Hardening Cement (RHC)
RHC dari memiliki kandungan kapur yang tinggi adalah untuk
mencapai kekuatan yang tinggi pada awal penggunaan. Ini digunakan dalam beton
ketika bekisting harus dibongkar lebih awal. Karena pengerasan semen terjadi
karena pembentukan CaCO3 dengan menyerap CO2 atmosfer oleh CaO,
peningkatan CaO menghasilkan pembentukan CaCO3 yang lebih tinggi bahkan
pada tahap awal sehingga dapat menyebabkan pengerasan yang cepat.
2. Low-heat Cement (LHC)
LHC mengurangi jumlah C3A, yang digunakan untuk membuat
konstruksi beton besar seperti bendungan gravitasi. LHC memiliki rasio kekuatan
tekan terhadap panas hidrasi setidaknya 7 pada usia 13 minggu. Rasio berat CaO
ke SiO2 biasanya antara 0,8 dan 1,5, tetapi persentase berat Al 2O3 kurang dari
10%.
3. Blast Furnace Slag Cement (BFSC)
BFSC disiapkan dengan menggiling klinker dengan sekitar 60% slag.
BFSC menyerupai sifat semen Portland dan digunakan untuk pekerjaan di mana
pertimbangan ekonomi dominan.
4. White Cement (WC)
Menjaga Fe2O3 di bawah 0,5% diinginkan untuk membuat WC, dan
sebagai hasilnya, kaolin dan pasir digunakan sebagai pengganti tanah liat lain
dalam pembuatan WC. Abrasivitas partikel pasir dengan ukuran <45 µm juga
memastikan pengikisan yang lebih sedikit pada mesin penggiling baja krom yang
digunakan untuk menggiling bahan mentah, yang sebaliknya akan mencemari
campuran dengan Fe dan Cr. Biasanya, pasir digiling secara terpisah
menggunakan media penggiling keramik untuk menghindari kontaminasi
kromium. WC mahal dan oleh karena itu digunakan dalam aplikasi estetika seperti
dinding tirai precast dan panel permukaan dan permukaan teraso.
5. Portland Pozzolan Cement (PPC)
PPC disiapkan dengan menggiling klinker puzolanik dengan semen
Portland. Ini digunakan dalam struktur laut, pengolahan air limbah, dan untuk
meletakkan beton di bawah air seperti di jembatan, dermaga, dan bendungan.
6. Air-entraining Cement (AEC)
AEC diproduksi dengan menambahkan agen pengentrain udara yang
bersifat surfaktan seperti garam alkali dari resin kayu, deterjen sintetik dari jenis
alkil-aryl sulfonat, lignosulfat kalsium yang berasal dari proses sulfite dalam
pembuatan kertas, serta garam kalsium dari lem dan protein lain yang diperoleh
dalam pengolahan kulit binatang, lemak hewan dan sayuran, minyak dan
asamnya, agen basah, serbuk aluminium, dan hidrogen peroksida, selama
penggilingan klinker.
7. Hydro-phobic Cement (HPC)
HPC disiapkan dengan menambahkan bahan kimia tahan air. Mereka
dipersiapkan khusus untuk digunakan di daerah yang sering hujan untuk
mencegah penyerapan air selama penyimpanan. Partikel HPC dilapisi dengan zat
nonpolar, biasanya dengan menyerap asam oleat, asam stearat, dan sebagainya, ke
partikel semen. Ketika teradsorpsi, molekul surfaktan ini merakit diri dengan
koordinasi dengan kation permukaan melalui gugus asam karboksilat mereka
sehingga memungkinkan rantai hidrokarbon nonpolar untuk membentang dari
partikel.
2.3 Spesifikasi Bahan Baku
2.3.1. Batu Kapur (Lime Stone)
Batu kapur bersifat berpori, mudah larut, dan kurang tahan
terhadap cuaca sehingga dapat mengurangi kualitas bangunan. Kapasitas
serapnya yang tinggi baik sebagai akuifer air tanah di daerah penelitian.
Penting untuk menjaga kondisinya sehingga dapat menjadi daerah
tangkapan air. Kegiatan pengeboran yang luas dan terus-menerus dapat
menghilangkan akuifer yang menyebabkan kesulitan dalam mengakses air
bersih.
Berdasarkan petrologi dan sifat teknik dari batu kapur, tidak terlalu
baik untuk digunakan sebagai pengganti batu bata, karena memiliki
kekuatan tekan yang sangat rendah dengan porositas yang tinggi. Kondisi
ini akan mempengaruhi bangunan oleh beban dan pergerakan massa.
(Wahidah,2017)
Tabel 2. 1 Komposisi Kimia Batu Kapur

Kadar
Komponen
(%)
CaCO3 96
SiO2 0,5-50
Al2O3 0,1-20
Fe2O3 0,2-5,9
0,02-
Mn2O3
5,9
0,02-
CaO
0,15
MgO 0,1-10
K2O 20-55
Na2O 0,2-6
SO3 0,3-5
Cl 0,0-1,5
TiO2 0,0-0,7
P2O5 0,0-0,8
Loss on Ignition 2-44
(LOI)
Sumber: Alsop, 2019.

2.3.2. Batu Silika (Silica Stone)


SiO2 atau silika adalah senyawa kimia berwarna putih yang
terbentuk dari unsur-unsur umum yang ditemukan di kerak bumi. Lebih dari
95% batuan terdiri dari silika, sehingga banyak bahan bangunan seperti
beton, pasir, mortar, dan batu mengandung kristal silika. Silika juga
digunakan dalam produksi barang konsumen seperti kaca, keramik,
tembikar, batu bata, dan batu buatan. (Carrieri dkk., 2020).

Pada tabel 2.1. dapat dilihat komposisi kimia pada batu silika.
Tabel 2. 1 Komposisi kimia batu silika

Kadar
Komponen
(%)
SiO2 96,24
Al2O3 1,13
Fe2O3 0,99
CaO 0,83
MgO 0,19
Lainnya 0,62
Sumber: Abbasi dkk., 2020

2.3.3 Tanah Liat (Clay)


Tanah liat adalah bahan baku alami yang telah digunakan oleh
manusia sejak zaman prasejarah; ia terjadi dalam banyak bentuk yang
berbeda, dan memiliki berbagai macam kegunaan yang menakjubkan.
Banyak benda dan material yang familiar mengandung tanah liat atau
memerlukan tanah liat dalam pembuatannya, tanah liat terbentuk dari
perubahan sekunder batuan silis yang umumnya dianggap bereaksi dengan
air tanah. (Newton,1960)

Tabel 2. 3 Kandungan okida-oksida kimia pada tanah liat

Komponen Kadar (%)


SiO2 48,29
Al2O3 21,04
Fe2O3 4,83
CaO 4,1
MgO 1,82
K2O 0,9
Na2O 4,09
SO3 1,16
TiO2 0,3
Sumber: Nugroho, 2002.

2.3.4 Pozzolan
Pozzolan adalah material silisium yang dapat digunakan
sebagai pengganti semen yang murah pada campuran mortar. Beberapa
bentuk ozzolan terjadi secara alami dan yang lainnya dibuat oleh manusia.
Pozzolan berpartisipasi dalam reaksi semen dengan hidroksida kalsium
(yaitu kapur) dan alkali lainnya. Penggunaan Pozzolan dengan kapur dalam
konstruksi bangunan bata batu berasal dari zaman prasejarah. Pozzolan
efektif dalam menurunkan panas hidrasi mortar, yang meningkatkan
kerjanya dan daya tahannya. Pozzolan juga tahan terhadap reaksi sulfat dan
alkali-silika, yang membuatnya bermanfaat digunakan dalam proyek beton
besar seperti jembatan dan bendungan. (Alkadi,2011)
2.4 Bahan Baku Alternatif
2.4.1 Waste Paper Sludge Ash (WPSA)
Bahan baku alternatif dapat menunjang industri semen dan
mengurangi penggunaan batu kapur sebagai bahan baku utama pembuatan
semen. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah Waste paper sludge
ash (WPSA). WPSA adalah bahan semen yang beberapa komponennya
mengalami hidrasi lebih cepat dari yang lain. Kapur bebas dalam waste
paper sludge ash bereaksi dengan air segera setelah direndam dan
memberikan larutan pori yang sangat alkalin, yang kemudian menghasilkan
pelepasan fase yang lebih reaktif seperti Al2O3 dan SiO2 dalam sistem (E.
Mozaffari). Karakterisasi fisik, kimia, dan mineralogi dari waste paper
sludge ash menunjukkan bahwa sebagai serbuk halus, ia kaya akan kalsium,
silikon, dan aluminium. Jumlah elemen lainnya rendah , kecuali untuk MgO
(5%).

Tabel 2. 4 Kandungan okida-oksida kimia pada Waste Paper Ash Sludge

Kadar
Komponen
(%)
CaCO3 43,51
SiO2 25,7
Fe2O3 0,87
Al2O3 18,86
MgO 5,15
SO3 1,05
Na2O 1,56
K2O 1,31
Sumber: Rahma, 2015.
2.4. Proses Pembuatan Semen
2.4.1 Proses Kering (Dry Process)
Dalam proses kering, bahan baku digiling menggunakan ball mill
atau vertical mill. Hasil penggilingan kemudian disaring atau langsung
diumpankan ke preheater, tergantung jenis mill yang digunakan, dan ditarik
melalui separator sebelum diumpankan ke preheater yang berfungsi sebagai
pengering dan tempat awal terjadinya kalsinasi. Kalsinasi akan diselesaikan di
kiln, dan menghasilkan kiln feed yang siap untuk diproses menggunakan kiln
untuk menghasilkan klinker.
Beberapa pabrik semen dengan proses kering menggunakan precalciner untuk
memastikan kalsinasi berlangsung secara sempurna dan bertahap di luar kiln,
dengan reaksi akhir di unit kiln. Keberadaan suspension preheater memperlebar
jarak jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan antara proses kering dan
basah. Contohnya, konsumsi bahan bakar pada proses basah adalah 1500 Kcal/kg
terak, sementara pada proses kering hanya 800 Kcal/kg terak dengan preheater 4
tahap. Oleh karena itu, proses kering memiliki kelebihan dalam efisiensi
penggunaan bahan bakar (Yasjudan, 2021)

2.4.2 Proses Basah (Wet Process)


Dalam proses basah, batu kapur yang dibawa dari tambang
pertama-tama dihancurkan menjadi potongan-potongan kecil. Kemudian dibawa
ke ball mill di mana ia dicampur dengan tanah liat atau serpih dan digiling
menjadi konsistensi bubur yang halus dengan penambahan air. Dalam proses
basah, air ditambahkan ke bahan mentah untuk membentuk bubur mentah yang
kental, sedangkan proses kering didasarkan pada persiapan bubuk bahan mentah
yang halus dengan penggilingan dan pengeringan bahan mentah. Pilihan proses
terutama didasarkan pada sifat bahan mentah yang tersedia . Ketika kandungan
kelembaban dalam bahan mentah lebih dari 20% (dan hingga 45%). Bubur
dipompa ke tangki bubur. Komposisi bubur diuji untuk memberikan kandungan
kimia yang dibutuhkan. Bubur yang sudah dikoreksi disemprotkan ke ujung atas
rotary kiln. Rotary kiln adalah komponen penting pabrik semen. Ini adalah
silinder baja tebal dengan diameter dari 3 meter hingga 8 meter, dilapisi dengan
bahan tahan api, dipasang pada bantalan rol, dan mampu berputar mengelilingi
sumbunya pada kecepatan tertentu. Panjang rotary kiln dapat bervariasi dari 30
meter hingga 200 meter. Ketika disemprotkan pada permukaan panas rantai
fleksibel, bubur kehilangan kelembaban dan menjadi serpihan. Putaran rotary kiln
menyebabkan serpihan bergerak dari ujung atas ke ujung bawah kiln, mengalami
suhu yang semakin tinggi. Kiln dinyalakan dari ujung bawah. (Giorgio,2010)

2.6 Pemilihan Proses


Menurut Hartanti,2015. Proses kering (dry process) dipilih untuk
memproduksi semen Portland ini. Pemilihan proses kering didasarkan pada
beberapa pertimbangan dibandingkan dengan proses basah. Dari segi ukuran kiln
yang digunakan, proses kering menggunakan kiln yang lebih kecil dan lebih
pendek dibandingkan dengan proses basah. Ukuran kiln yang lebih kecil
menghasilkan konsumsi energi bahan bakar yang lebih sedikit, sehingga dari segi
ekonomi, proses kering lebih efisien.
BAB III
DESKRIPSI DAN FLOWSHEET PROSES

3.1. Deskripsi Proses


Rancangan pabrik Portland Pozzolan Cement (PPC) dengan penambahan
bahan bakar alternatif terdiri dari enam tahapan proses berdasarkan pemilihan,
yaitu:
1. Tahap penyediaan dan persiapan bahan baku
2. Tahap pengadaan bahan bakar
3. Tahap penggilingan awal bahan baku untuk membentuk raw mix
4. Tahap pembakaran raw mix untuk membentuk klinker
5. Tahap penggilingan klinker untuk membentuk semen
6. Tahap pengantongan semen.

3.2. Tahap Penyediaan dan Persiapan Bahan Baku


Bahan baku utama dalam pembuatan semen terdiri dari batu kapur (Lime
Stone), batu silika (Silica Stone), pasir besi (Iron Sand), Waste Paper Sludge Ash
(WPSA) dan tanah liat (Clay) yang akan dicampur menjadi raw. Persiapan bahan
baku dimulai dengan menyimpan kelima jenis bahan baku utama pada tempat
penyimpanan yang berbeda
3.2.1 Penambangan Batu Kapur (Limestone)
Penambangan batu kapur dilakukan dengan penambangan terbuka
(Quarry Top Hill) atau dengan sistem berjenjang, yaitu dengan membentuk
tangga-tangga berketinggian 6-15 m. Batu Kapur diperoleh dengan cara
penambangan di Gunung Kembang, Kec. Sarolangun, Kabupaten Sarolangun,
Jambi. Pengambilan batu kapur dilakukan dengan cara menggunakan bahan
peledak. Limestone diangkut dengan belt conveyor menuju storage dengan
menggunakan metode penumpukan chevron stacking Pada Chevron Stacking,
lapisan material yang membujur dijatuhkan oleh stacker yang bergerak maju dan
mundur di atas tumpukan material sampai tercapainya ketinggian tertentu. Alat
yang digunakan untuk penarikannya adalah bridge scraper.

3.2.2 Penambangan Batu Silika


Bahan baku silika diambil dari Sungai Tenang, Kabupaten
Merangin, Jambi. Penambangan batu silika tidak memerlukan peledakan karena
batuan silika merupakan butiran yang saling lepas dan tidak terikat kuat satu sama
lain, tetapi diruntuhkan dengan trackavator dan dibawa ke crusher dengan dump
truck atau sheet loader lalu dibawa menuju storage dengan menggunakan belt
conveyor. Batu silika yang telah dihancurkan dengan crusher di tambang,
ditransportasikan menggunakan belt conveyor menuju storage dan membentuk
tumpukan dengan metode penumpukan conical shell stacking. Pada metode ini,
stacker bergerak secara bertahap dalam arah membujur. Gerakan stacker
dilakukan setelah menyelesaikan tumpukan awal sampai ketinggian maksimal.
Pada conical shell stacking, stacker bergerak secara bertahap dalam arah
membujur. Gerakan stacker selanjutnya hanya dilakukan setelah menyelesaikan
tumpukan sampai ketinggian maksimal.

3.2.3 Penambangan Tanah Liat (Clay)


Bahan Baku tanah liat diambil dari Kabupaten BatangHari, Jambi.
Tahapan penambangan tanah liat hampir sama dengan penambangan batu kapur
hanya saja tanpa proses pengeboran dan peledakan. Metode penumpukan yang
digunakan adalah Winrow Stacking. Pada Windrow Stacking, beberapa lapisan
material yang membujur ditumpuk secara paralel selebar tempat yang tersedia
dengan cara tertentu sehingga membentuk tumpukan. Stacker jenis ini tidak hanya
bergerak secara membujur tetapi juga bergerak melintang sehingga membentuk
pola paralel serta barisan membujur yang bertingkat. Alat yang digunakan untuk
metode tersebut adalah bucket chain excavator. Bucket chain excavator. Storage
tempat pengisian material terdiri dari dua atau lebih stockpile yang ditumpuk
mengacu pada metode windrow, sistem bucket chain mengeluarkan material yang
ditarik ke belt conveyor sepanjang reclaiming bridge. Belt tersebut kemudian
mentransport material ke belt selanjutnya yang berada disepanjang storage.
3.2.4 Pengadaan Waste Paper Ash Sludge
Bahan Baku WPSA didapat dari limbah PT. Lontar Papyrus Pulp
& Paper Industry, Kec. Kota Baru, Kota Jambi yang dikirim ke pabrik lalu
ditumpuk dengan metode Winrow Stacking sama dengan penumpukan tanah liat.

3.3. Tahap Pengadaan Bahan Bakar


3.3.1 Pengadaan Solar
Solar berguna sebagai bahan bakar untuk pembakaran pada rotary
kiln. Sedangkan fungsinya adalah sebagai pematik dalam start up rotary kiln,
karena waktu yang di butuhkan untuk memanaskan kiln memerlukan waktu yang
lama dan harus hati-hati agar tidak terjadi deformasi pada shell kiln. Bahan bakar
solar diperoleh dari PT. Pertamina
3.3.2 Pengadaan Batu Bara
Bahan bakar utama yang digunakan pada pabrik ini diperoleh dari
Tanjung Enim, Sumatera Selatan, yaitu batu bara. Batu bara ini kemudian digiling
dalam coalmill sebelum digunakan dalam proses kiln. Tujuan dari penggilingan
batu bara adalah untuk mengurangi dan menyamakan ukuran partikel sehingga
tidak fluktuatif dalam pembakaran.
3.4. Tahap Pencampuran Bahan Baku (Pembentukan Raw Mix)
Penggilingan bahan baku dilakukan untuk memperkecil ukuran bahan
baku sehingga permukaannya semakin besar, memastikan tercampurnya bahan
baku secara homogen dan memudahkan terjadinya reaksi kimia saat klinkerisasi.
Bahan baku yang digiling terdiri dari batu kapur, batu silika, tanah liat, dan pasir
besi. Material dari setiap storage dimasukkan ke dalam hopper bahan baku
menggunakan belt conveyor. Hasil dari tahap penggilingan adalah raw mix, yaitu
campuran bahan baku yang telah tercampur secara homogen. Tahap ini penting
untuk mempermudah terjadinya reaksi kimia saat proses klinkerisasi dan
memperkecil ukuran bahan baku yang homogen.
Dalam penggilingan bahan baku, tujuan utama adalah menghasilkan
umpan yang cukup untuk memenuhi target produksi kiln, kehalusan, komposisi
kimia, dan kelembapan. Proses penggilingan melibatkan empat tahap yaitu
pengeringan, penggilingan, pemisahan, dan transport.
Pada tahap pengeringan, material langsung terpapar dengan gas panas untuk
mengurangi kadar air dalam material. Target pengurangan kadar air adalah 93,2%,
dan material keluaran dari vertical mill memiliki suhu sekitar 80°C.
Selanjutnya, pada tahap penggilingan, material dihancurkan dengan cara digiling
menggunakan roller dan table berputar untuk menggilas material di antara roller
dan table.
Tahap transport terjadi ketika material yang telah tergiling terbawa oleh
gas panas menuju separator, dan material halus hasil penyaringan separator
terbawa bersama gas panas menuju bagian cyclone karena hisapan fan.
Pada tahap pemisahan, material yang kasar dipisahkan dari material yang
halus pada bagian separator dan cyclone. Separator berputar pada sumbunya
dengan bantuan rotor pada kecepatan tertentu. Material yang kasar jatuh
berbenturan dengan rotor classifier ke tengah grinding table dan kemudian
digiling bersama fresh feed.

3.5. Tahap Pembentukan Klinker


Proses pengolahan bahan baku dimulai dengan penggilingan raw mix,
yang kemudian diumpankan ke unit kiln (rotary kiln) untuk diubah menjadi
klinker. Unit kiln terdiri dari tiga tahap proses, yaitu pemanasan awal
(preheater), pembakaran pada rotary kiln, dan pendinginan pada grate cooler,
sebelum akhirnya klinker disimpan di dalam silo klinker.

1. Pemanasan Awal
Preheater digunakan untuk memanaskan bahan baku hingga suhu
kalsinasi atau disosiasi CO2 dimulai, dilakukan di luar kiln untuk
mempersingkat panjang kiln.
2. Pembakaran
Proses pembakaran terjadi pada rotary kiln, tempat bereaksinya bahan
baku yang sudah melalui pemanasan awal. Bahan baku dibakar hingga
suhu 1500℃ dan dihasilkan klinker.
3. Pendinginan
Klinker keluar dari kiln pada suhu 1500°C dan perlu didinginkan
hingga suhu yang dapat ditangani oleh konveyor seperti sabuk, rantai, dan
elevator yang terletak di bawah 100-200°C. Pendingin yang digunakan
adalah grate cooler, yang berbentuk seperti ruangan dan terletak tepat di
bawah kiln. Klinker yang telah berhasil dibakar akan jatuh langsung ke
dalam grate cooler untuk didinginkan hingga suhu sekitar 150°C.
3.6. Proses Pembentukan Semen
Setelah klinker didinginkan, langkah selanjutnya adalah menggilingnya
bersama pozzolan. Proses penggilingan dilakukan pada unit Vertical Cement Mill
yang menggunakan separator efisiensi tinggi. Tujuan penggunaan separator
efisiensi tinggi adalah untuk meningkatkan efisiensi operasi penggilingan, dengan
cara mengurangi konsumsi daya dan meningkatkan kemampuan pemisahan
material.
Pada proses penggilingan ini, klinker dan pozzolan dimasukkan ke dalam
Vertical Cement Mill dan dihancurkan oleh roller yang berputar di sekitar table.
Material hasil penggilingan selanjutnya melewati separator untuk memisahkan
antara material yang halus dan kasar. Material halus yang dihasilkan selanjutnya
dibawa oleh gas panas menuju bagian cyclone dan bag filter. Sedangkan material
kasar yang terpisah akan kembali digiling bersama fresh feed.

Dengan menggunakan separator efisiensi tinggi pada proses penggilingan


ini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk akhir semen, serta
mengoptimalkan proses produksi dengan mengurangi konsumsi daya dan
meningkatkan efisiensi operasi penggilingan.
3.7. Proses Pengantongan Semen
Proses pengantongan semen dimulai dengan mengangkut semen
menggunakan elevator ke bagian control semen untuk disaring sebelum
dimasukkan ke dalam hopper. Selanjutnya, semen diangkut dengan transportasi
menuju packer. Setelah di packing dalam kantong , semen dibersihkan dari
debu menggunakan dust filter. Kemudian, semen ditransportasikan dengan
menggunakan belt conveyor menuju bowner truck.
BLOCK FLOW DIAGRAM
PRA RANCANGAN PABRIK PORTLAND POZZOLAN CEMENT (PPC) DENGAN WASTE PAPER ASH SLUDGE SEBAGAI
BAHAN BAKU ALTERNATIF KAPASITAS 650.000 TON/TAHUN. TUGAS KHUSUS PERANCANGAN CF SILO

Anda mungkin juga menyukai