aintis
ISSN: 1410-7783
Zulfikar Djauhari
Fakultas Teknik Universitas Riau
Jalan Kampus Bina Widya Panam
Pekanbaru 28293
zulfkr_dj@yahoo.com
Mahdi Muhandis
Fakultas Teknik Universitas Riau
Jalan Kampus Bina Widya Panam
Pekanbaru 28293
mahdimuhandis@yahoo.com
ABSTRAK
Kelapa merupakan tanaman industri perkebunan yang banyak dihasilkan di Provinsi Riau. Meskipun
demikian, salah satu tantangan yang timbul dari industri tersebut adalah banyaknya limbah organik
padat berupa serabut dan batok kelapa. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
pemanfaatan limbah tersebut dalam bentuk abu bila digunakan sebagai bahan substitusi semen pada
mortar. Parameter yang dikaji meliputi kuat tekan, absorpsi, porositas, berat jenis dan waktu ikat.
Penelitian ini menggunakan bahan dasar semen Portland tipe I dan pasir yang berasal dari Kabupaten
Kampar. Komposisi campuran mortar didasarkan kepada SNI 03-6825-2002 dengan variasi persentase
abu serabut kelapa sebagai substitusi semen masing-masing sebesar 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10%
dari berat semen. Total jumlah sampel yang digunakan sebanyak 40 buah atau delapan buah untuk
setiap persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembakaran serabut kelapa dapat menghasilkan SiO2 sebanyak
20,98 %. Mortar dengan persentase abu serabut kelapa sebanyak 2,5% pada umur 28 hari mencapai
kuat tekan maksimum dengan kuat tekan rata-rata sebesar 178,92 kg/cm2. Selain itu, kuat tekan yang
tinggi diperoleh bila nilai absorpsi dan porositas kecil dan nilai berat jenisnya besar. Sedangkan untuk
waktu ikat menjadi lebih cepat seiring dengan peningkatan komposisi abu serabut kelapa.
Pemanfaatan abu hasil pembakaran serabut kelapa ini diharapkan menjadi salah satu solusi
penanggulangan limbah serabut kelapa dan juga dapat meningkatkan nilai ekonomi dari serabut
kelapa.
Kata Kunci : Mortar, Abu serabut kelapa, Kuat tekan, Absorpsi, dan Waktu ikat
ABSTRACT
Coconut plantations are industrial plants which are produced in the province of Riau. Nevertheless,
one of the challenges arising from the industry is the number of solid organic waste in the form of
coconut fibers and coconut shells. Therefore, this study aims to assess the utilization of such waste in
the form of ash when used as an ingredient in mortar of cement substitution. The parameters studied
included compressive strength, absorption, porosity, density and setting time.
This study uses the basic ingredients of Portland cement type I and sand derived from Kampar
regency. Mortar mixture composition based on SNI 03-6825-2002 with a variation of the percentage
of coconut fiber ash as cement substitute each at 0%, 2.5%, 5%, 7.5% and 10% by weight of cement.
Total number of samples to be used as many as 40 pieces or eight pieces for each percentage.
The results showed the combustion of coconut fiber can produce as much as 20.98% SiO2. Analysis
revealed that the percentage of ash mortar with coconut fiber as much as 2.5% at 28 days reached a
maximum compressive strength with an average compressive strength of 178.92 kg/cm2. High
compressive strength is obtained when the absorption and porosity values of small and large value of
its density. For the setting time becomes faster with increasing ash composition of coconut
Keywords: Mortar, coconut fiber ash, compressive strength, absorption, setting time
I. PENDAHULUAN
Perkembangan pembangunan daerah yang berkembang pesat dalam kehidupan manusia. Hal ini
diakibatkan kebutuhan manusia akan sesuatu tempat tinggal, seperti: perumahan, hotel,
apartemen, pabrik, gedung pencakar langit dan bangunan-bangunan lain. Salah satu material
komponen struktur yang paling populer adalah semen portland (portland cement) yang saat ini
merupakan kebutuhan yang paling besar di bidang konstruksi. Mortar merupakan salah satu bahan
konsturksi yang berfungsi untuk merekatkan pasangan batu bata, batako, plesteran dan
sebagainya. Selama ini mortar masih menggunakan semen portland dan kapur sebagai bahan ikat
utama yang harganya cukup mahal. Oleh karena itu diperlukan alternatif bahan ikat lain yang
lebih ekonomis dan efisien. Bahan ikat alternatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Abu
Serabut Kelapa (ASK).
Limbah pertanian dan perkebunan dapat berbentuk bahan buangan tidak terpakai dan bahan sisa
dari hasil pengolahan. Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga
tumpukan limbah dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan berdampak terhadap kesehatan
manusia.
Dari data Statistik Perkebunan Indonesia luas areal perkebunan kelapa rakyat di daerah Riau
adalah 515.347 ha, yang menghasilkan 558.622 ton kelapa, sedangkan luas perkebunan kelapa
swasta adalah 24.503 ha dan menghasilkan kelapa sebanyak 61.028 ton.
Abu Serabut Kelapa terdiri dari unsur organik seperti serat, cellulose, dan lignin. Disamping itu
abu sabut kelapa juga mengandung mineral yang terdiri dari silica, aluminia, dan oksida-oksida
besi. SiO2 dalam abu serabut kelapa merupakan hal yang paling penting, karena dapat bereaksi
dengan kapur (Ca(OH)2) dan air (H2O).
Untuk itu berdasarkan uraian di atas penulis mengadakan pengujian mempergunakan Abu Serabut
Kelapa (ASK) sebagai substitusi semen dalam campuran mortar, untuk dapat mengetahui kuat
tekan, absorpsi, porositas, berat jenis dan waktu ikat mortar yang dihasilkan dengan bahan tambah
abu serabut kelapa tersebut dan memberi nilai tambah limbah ini dalam bidang konstruksi
Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton atau mortar. Kekuatan tekan adalah
kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Besarnya kuat tekan mortar dapat
dihitung dengan cara membagi beban maksimum pada saat benda uji hancur dengan luas
penampang benda uji (ASTM C 873-94), seperti persamaan berikut :
c. Tahap pembuatan benda uji mortar, meliputi perhitungan dan penimbangan berat masingmasing bahan, pengadukan bahan, dan pengecoran pada cetakan.
d. Tahap perawatan, dilakukan dengan merendam benda uji mortar selama 28 hari atau ditutup
dengan karung basah.
e. Tahap pengujian benda uji, meliputi pengujian kuat tekan, absorbsi, porositas, berat jenis dan
waktu ikat.
f. Tahap analisis data, yaitu tahap pengolahan data-data hasil penelitian.
g. Tahap pengambilan kesimpulan.
80
Gambar 1. Perbandingan antara kuat tekan mortar dengan persentase abu serabut kelapa
Dapat dilihat bahwa kuat tekan mortar tanpa campuran abu serabut kelapa adalah sebesar 16,63
MPa, sedangkan untuk kuat tekan rata-rata mortar yang dicampur dengan abu serabut kelapa
sebesar 2,5 %, 5 %, 7,5 % dan 10 % berturut-turut adalah 17,55 MPa, 15,56 MPa, 14,59 MPa, dan
14,27 MPa.
Bertambahnya kuat tekan mortar dengan abu serabut kelapa ini disebabkan abu serabut kelapa
yang mengandung silica (SiO2) mampu mengikat kapur bebas CaOH sebagai hasil samping
reaksi hidrasi semen sebagaimana yang ditunjukkan oleh reaksi berikut:
C3S + 6 H2O (C3S2H3) + 3 Ca(OH)2
(4.1)
C3S + 6 H2O (C3S2H3) + 3 Ca(OH)2
(4.2)
Tubermorit (C3S2H3) merupakan senyawa yang dibutuhkan dalam ikatan semen dan agregat,
sedangkan Ca(OH)2 merupakan unsur yang tidak berguna yang dapat menurunkan kuat tekan.
Reaksi antara silika (SiO2) dari abu serabut kelapa dengan Ca(OH)2 atau portlandite membentuk
kalsium silikat hidrat yang merupakan senyawa padat yang tidak mudah larut dalam air yang
mengisi pori-pori beton. Dengan adanya abu serabut kelapa, unsur Ca(OH)2 akan bereaksi dengan
SiO2 dan membentuk tubermorit baru yang justru dibutuhkan untuk pengikatan.
CH + S + H C S H
(4.3)
Dimana:
CH = Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)
S = Silika Dioksida (SiO2)
C-S-H = Kalsium Silikat Hidrat (CaOSiO2H2O)
Kelebihan substitusi abu serabut kelapa pada komposisi abu serabut kelapa > 2,5 %
mengakibatkan penurunan kuat tekan. Penurunan ini disebabkan abu serabut kelapa yang
berlebih tersebut menyerap sebagian air yang seharusnya digunakan untuk reaksi hidrasi
antara semen dan air. Proses terbentuknya C-S-H akan terhambat, mengakibatkan C-S-H yang
dihasilkan menjadi berkurang. Abu serabut kelapa yang tersisa menjadi bersifat filler yang
dapat mengurangi ikatan antara agregat dengan pasta semen. Jika ikatan tersebut berkurang,
maka kekuatannya menjadi berkurang pula.
81
Pada mortar dengan campuran abu serabut kelapa melebihi 2,5 % akan bersifat penyerapan air
yang sangat tinggi dengan demikian kekuatan mortar akan semakin berkurang atau akan lebih
mudah retak. Hal ini disebabkan oleh dengan semakin banyaknya mortar menyerap air berarti
mortar mempunyai banyak rongga yang mengakibatkan akan semakin banyak pula air yang
akan diserap oleh mortar.
Kelebihan substitusi abu serabut kelapa pada persentase abu serabut kelapa lebih dari 2,5%
mengakibatkan terjadinya penyerapan sebagian air yang seharusnya digunakan untuk reaksi
hidrasi antara semen dan air. Proses terbentuknya C-S-H akan terhambat, mengakibatkan CS-H yang dihasilkan menjadi berkurang. Abu serabut kelapa yang tersisa menjadi bersifat
filler yang dapat mengurangi ikatan antara agregat dengan pasta semen. Apabila ikatan
tersebut berkurang, maka akan terdapat rongga pada mortar.
Sebagai alternatif bahan ikat, abu serabut kelapa akan mengalami kerusakan saat proses
pemeriksaan serapan air akibat pemanasan karena harus dioven terlebih dahulu. Sedangkan
sebagai bahan pengisi (filler) abu serabut kelapa tidak akan mengalami kerusakan saat terjadi
pemanasan dan justru akan membuat mortar menjadi lebih padat dan rapat sehingga nilai
serapan air dan porositasnya menjadi kecil
Hasil Pengujian Porositas
Grafik perbandingan antara porositas mortar dengan persentase abu serabut kelapa dapat dilihat
pada gambar 3
abu serabut kelapa 2,5 % adalah sebesar 12,809 % menurun sebesar 1,541 % dari porositas pada
mortar normal. Pada mortar dengan campuran 5 % abu serabut kelapa adalah sebesar 13,535 %
menurun sebesar 0,815 % dari mortar normal.
Pada mortar dengan campuran 7,5 % abu serabut kelapa yaitu sebesar 14,105 % menurun
sebesar 0,245 % dari mortar normal. Hal ini disebabkan karena partikel mortar tersebut
memiliki kepadatan yang tinggi, sehingga daya lekat antar butiran tinggi dan pori-pori
menjadi kecil Sedangkan mortar dengan campuran abu serabut kelapa 10 % memiliki
porositas 14,698 % mengalami penambahan porositas dibandingkan dengan mortar normal.
Pada mortar dengan campuran abu serabut kelapa melebihi 2,5 % akan meningkatkan
porositas mortar serta megurangi kuat tekan dari mortar.
Hasil Pengujian Berat Jenis
Grafik perbandingan antara berat jenis mortar dengan persentase abu serabut kelapa dapat dilihat
pada Gambar 4.
mm
40
38
37
2
2.5%
menit
mm
45
39
60
39
75
39
3
5%
menit
45
60
75
83
mm
40
40
39
4
7.5%
menit
mm
45
39
60
39
75
39
5
10.0%
menit
mm
45
40
60
39
75
39
90
105
120
135
150
165
180
195
31
27
15
7
6
4
3
0
90
105
120
135
150
165
180
195
28
25
14
5
3
2
0
90
105
120
135
150
165
180
195
29
28
9
6
2
1
0
90
105
120
135
150
165
180
195
27
25
14
5
2
2
0
90
105
120
135
150
165
180
195
30
26
14
7
3
1
0
Dengan menggunakan interpolasi ke-lima sampel pasta semen didapatkan penurunan pada 25
mm adalah 107,5 menit pada sampel I, 105 menit pada sampel II, 107 menit pada sampel III,
105 menit pada sampel IV dan 106,25 menit pada sampel V.
Dari hasil waktu ikat yang didapatkan, maka dapat dilihat dengan semakin banyak komposisi
abu serabut kelapa maka pasta semen akan semakin cepat mengering atau dapat dikatakan
waktu ikat awal pasta semen tersebut semakin cepat, dikarenakan abu serabut kelapa yang
mempunyai sifat menyerap air yang mengakibatkan campuran pasta akan semakin cepat
kering. Waktu ikat akhir yang ditunjukkan dari pengujian waktu ikat didapatkan 195 menit
untuk sampel I, 180 menit untuk sampel II, III, IV dan V. Menurut syarat yang ditentukan
SNI 15-2049-2004, maka kelima sampel tersebut masih memenuhi syarat yang ditetapkan
SNI 15-2049-2004, yakni waktu ikat akhirnya adalah maksimum 375 menit.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang dilakukan terhadap mortar dengan pemakaian
abu serabut kelapa sebagai substitusi semen, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kuat tekan mortar dengan menggunakan abu serabut kelapa akan meningkat dari kuat tekan
normal yaitu pada variasi campuran 2,5% dari jumlah semen. Sedangkan pencampuran lebih
dari 2,5 % akan mengurangi kuat tekan mortar. Dengan demikian penggunaan abu serabut
kelapa dengan kadar 2,5 % yaitu 17,55 MPa merupakan kadar campuran optimum pada
campuran ini.
2. Penambahan abu serabut kelapa pada campuran mortar membuat mortar menjadi lebih kedap
air karena nilai serapan air mortar menjadi semakin rendah pada persentase pemakaian abu
serabut kelapa sebanyak 2,5% yaitu sebesar 7,044%.
3. Pemakaian abu serabut kelapa 0% mengalami porositas dengan nilai rata-rata 14,35%.
Penurunan nilai absorpsi terjadi pada penggunaan limbah karbit 2,5% dengan nilai 12,809%.
4. Dari hasil waktu ikat yang didapatkan, maka dapat dilihat dengan semakin banyak komposisi
abu serabut kelapa maka pasta semen akan semakin cepat mengering atau dapat dikatakan
waktu ikat awal pasta semen tersebut semakin cepat, dikarenakan abu serabut kelapa yang
mempunyai sifat menyerap air yang mengakibatkan campuran pasta akan semakin cepat
kering. Waktu ikat akhir yang ditunjukkan dari pengujian waktu ikat didapatkan 195 menit
untuk sampel I, 180 menit untuk sampel II, III, IV dan V. Menurut syarat yang ditentukan SNI
15-2049-2004, maka kelima sampel tersebut masih memenuhi syarat yang ditetapkan SNI 152049-2004, yakni waktu ikat akhirnya adalah maksimum 375 menit.
5. Hasil pengujian kuat tekan mortar pada penelitian ini tidak mencapai kepada spesifikasi SNI
15-2049-2004 yang menyatakan kuat tekan mortar pada umur 28 hari dengan menggunakan
Sement Portland Type I adalah sebesar 280 kg/cm2 sedangkan pada penelitian ini kuat tekan
maksimal yang dicapai adalah 178,92 kg/cm2 yaitu pada pemakaian abu serabut kelapa
sebanyak 2,5%.
84
Saran
Berdasarkan hasil pengalaman dalam melakukan penelitian di laboratorium, dapat dikemukakan
saran yang mungkin dapat dipergunkan untuk penelitian lanjutan:
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan perbedaan suhu pada saat pengabuan serabut kelapa
yang lebih tinggi supaya proses pembentukan silica pada abu serabut kelapa lebih sempurna.
2. Abu serabut kelapa dapat menjadi bahan ikat alternatif yang dapat mengurangi konsumsi
semen, maka perlu diusahakan dan dipublikasikan agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari sehingga dapat menjadi bahan ikat alternatif yang dapat meningkatkan nilai
ekonomis limbah tersebut.
85