C. Refleksi :
PENGEMBANGAN
PROFESIONALISME
GURU
1. Excellence
1. Karakter Guru pada
Merdeka Belajar
2. Passion for 3. Ethical atau etika
Profesionalisme,
2. Karakter Moderasi
Konsep (Beberapa Beragama
1 istilah dan definisi) di
KB
a. At-Tawassuth b. I’tidal (Tegak Lurus dan c. Tasamuh
(Tengah-tengah) Bersikap Proporsional) (Toleransi)
8. Pendidikan lanjut.
14. Pembuatan media pembelajaran.
A. Karakter Guru
1. Karakter Guru pada Merdeka Belajar
Pendidikan karakter dalam kurikulum Merdeka belajar,Dalam
Kurikulum Merdeka, pendidikan karakter berubah menjadi enam nilai
karakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila
mencakup beberapa hal. Di antaranya beriman, bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong royong,
mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Karakteristik Kurikulum Merdeka
Belajar
❖ Fokus pada materi esensial sehingga pembelajaran lebih mendalam,
❖ Waktu lebih banyak untuk pengembangan kompetensi dan karakter
melalui belajar kelompok seputar konteks nyata (Projek Penguatan
Profil Pelajar Pancasila).
Sikap dan perilaku keteladanan seorang pendidik dikuatkan oleh
Imam Al-Ghazali. Beliau berkata: Ketahuilah! wajib bagi salik memiliki guru
(mursyid dan murabbi) yang mengeluarkan akhlak tercela dan
menggantinya dengan pendidikan. Dan juga memiliki guru yang
mengajarkan adab dan menunjukan ke jalan kebenaran. (Al-Ghazali, 2008).
Al-Ghazali juga menuntut guru selaku pendidik untuk selalu berperilaku
profesional dan senantiasa menjaga diri dari hal-hal yang dilarang Allah
Swt, karena guru menjadi teladan bagi anak didiknya.Era disrupsi
merupakan masa terjadinya inovasi dan perubahan secara massif. Untuk itu
guru hendaknya terus belajar menjadi guru pembelajar sehingga akan
memiliki kemampuan literasi, Creative, Critical thinking, Communicative,
Collaborative, inovatif, dan HOTS (Higher Order Thinking Skill). Guru
dengan karakter ini lah yang akan mampu menghantarkan para peserta
didik mengembangkan potensinya.
Untuk itu guru hendaknya terus belajar menjadi guru pembelajar sehingga
akan memiliki kemampuan literasi, Creative, Critical thinking,
Communicative,Collaborative, inovatif, dan HOTS (Higher Order Thinking
Skill). Guru dengan karakter ini lah yang akan mampu menghantarkan para
peserta didik mengembangkan potensinya.Sementara pada webinar yang
diselenggarakan SEAMEO QITEP in Language (SEAQIL) ini mengajak para
guru dan tenaga kependidikan di Asia Tenggara untuk memahami dan
mengimplementasikan kecakapan 6C dalam pembelajaran bahasa di abad
ke-21. Keenam kecakapan abad ke-21 kemudian dikenal dengan istilah 6C,
yakni :
character (karakter),
citizenship (kewarganegaraan),
critical thinking (berpikir kritis),
creativity (kreatif),
collaboration (kolaborasi), dan
communication (komunikasi).
Dengan penambahan peran kecakapan tersebut, diharapkan
munculnya aspek humanis dalam Pendidikan.
Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, berulang kali
menekankan apa yang disebutnya 'kemerdekaan dalam belajar'. makna
kemerdekaan belajar yang diusung Ki Hadjar Dewantara yakni bagaimana
membentuk manusia harus dimulai dari mengembangkan bakat. Guru
harus memperhatikan apa yang dapat dikembangkan dari anak didiknya.
Guru harus jeli menelisik kebutuhan anak didik, mana yang harus didorong,
dan apa yang harus dikuatkan.
2. Karakter Moderasi Beragama.
Dalam Islam misalnya, terdapat beragam madzhab fikih yang
secara berbeda-beda memberikan fatwa atas hukum dan tertib
pelaksanaan suatu ritual ibadah, meski ritual itu termasuk ajaran pokok
sekalipun, seperti ritual salat, puasa, zakat, haji, dan lainnya. Keragaman itu
memang muncul seiring dengan berkembangnya ajaran Islam dalam waktu,
zaman, dan konteks yang berbeda-beda. Itulah mengapa kemudian dalam
tradisi Islam dikenal ada ajaran yang bersifat pasti (qath'i), tidak berubah-
ubah (tsawabit), dan ada ajaran yang bersifat fleksibel, berubah-ubah
(dzanni) sesuai konteks waktu dan zamannya. Agama selain Islam pun
niscaya memiliki keragaman tafsir ajaran dan tradisi yang berbeda-beda.
Dan pada akhirnya penyesuaian antara nilai agama dengan adat
berlangsung melalui proses moderasi dan akulturasi. Adat/budaya bahkan
bisa menjadi sumber hukum/inspirasi ajaran agama.