Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Musik merupakan hasil budaya yang ditemukan di setiap peradaban

manusia, baik masa lalu maupun masa kini, menyesuaikan antara waktu dan

tempat. Secara historis, musik mungkin telah hadir di leluhur manusia sebelum

penyebaran manusia di seluruh dunia. Akibatnya, musik mungkin telah ada

selama setidaknya 55.000 tahun dan musik pertama mungkin telah ada di Afrika

dan kemudian berkembang menjadi bagian dasar dari kehidupan manusia.

Ada berbagai versi yang membahas mengenai sejarah musik muncul.

Menurut Prier (dikutip Diunduh pada

https://www.kompas.com/stori/read/2022/02/11/130000579/sejarah-musik-pada-

zaman-prasejarah pada pukul 19.09 WITA tanggal 09 Juli 2023) musik diduga

pertama kali dikenal pada periode Paleolitikum atau sekitar 300.000 hingga

12.000 tahun lalu. Namun, ada pula yang menyebut bahwa musik mulai dikenal

pada masa Homo Sapiens, yang hidup sekitar 180.000 hingga 100.000 tahun lalu.

Para ahli berpendapat bahwa awal mula manusia prasejarah mengenal musik

adalah saat mereka mendengar beragam bunyi di alam. Bunyi di alam yang

beragam kemudian dikombinasikan menjadi sebuah ritme dengan alat-alat

sederhana yang mereka buat sebagai alat musik.

Pada awal kemunculannya, musik mungkin memiliki nilai tertentu ketika

makanan dan kebutuhan dasar lainnya sedang langka. Mungkin juga, budaya

prasejarah memandang musik secara intrinsik berhubungan dengan alam, dan

1
percaya bahwa penggunaannya memengaruhi alam secara langsung. Dalam

perkembangannya, musik digunakan sebagai sarana untuk bersenang-senang, dan

kemudian berubah menjadi sarana untuk penghormatan terhadap roh leluhur. Pada

zaman prasejarah, musik diketahui digunakan sebagai pengiring ritual atau

upacara kepercayaan.

Musik umum digunakan sebagai pengiring bacaan mantra-mantra yang

digunakan saat ritual supaya menimbulkan suasana yang magis (dikutip pada

Diunduh pada

https://www.kompas.com/stori/read/2022/02/11/130000579/sejarah-musik-pada-

zaman-prasejarah pada pukul 19.09 WITA tanggal 09 Juli 2023). Selain itu, musik

juga digunakan sebagai alat komunikasi, salah satunya adalah sebagai penanda

untuk mengumpulkan masyarkat dan penanda perang. Bahkan, musik menjadi

pengiring tarian dan simbol atau sarana ucapan syukur masyarakat prasejarah atas

kekayaan alam yang bisa dimanfaatkannya.

Dari masa ke masa, musik kemudian berkembang. Perkembangan musik

kemudian memunculkan berbagai macam genre musik. Salah satu genre musik

yang muncul adalah pop-folk. Musik ini berkembang di sekitar pertengahan abad

ke-19 dan 20, bahkan ada juga yang mengatakan sebelum abad 19. Thomas

William kelahiran 1846 yang berkebangsaan Inggris merupakan orang pertama

yang menggunakan istilah folk untuk menggambarkan tradisi, adat istiadat dan

cerita rakyat yang berkembang di masyarakat lokal dengan menggunakan kata-

kata folk song, folk music dan folk dance dalam setiap tulisannya. Namun istilah

ini hanya dikenal beberapa kelompok orang saja (dikutip pada

2
https://www.djarumcoklat.com/article/sejarah-folk-dan-rasa-folk-kini pada pukul

21.32 WITA tanggal 10 Juli 2023).

Di tahun 1960, istilah folk mulai digunakan di Amerika hingga masuk ke

industri musik Amerika. Bob Dylan juga terlibat dalam mempopulerkan nama

musik folk di industri musik internasional, dengan kemenangannya di kategori

Best Contemporary Folk Recording ajang penghargaan musik Grammy tahun

1987 (dikutip pada https://www.djarumcoklat.com/article/sejarah-folk-dan-rasa-

folk-kini pada pukul 21.32 WITA tanggal 10 Juli 2023). Sejak saat itu, bisa

dikatakan folk resmi menjadi salah satu genre musik.

Di Indonesia yang menjadi pionir musik folk adalah Gordon Tobing. Ia

adalah musisi kelahiran Medan (dikutip pada

https://kitaanaknegeri.com/kitapedia-sejarah-singkat-musik-folk-dan-

perkembangannya-di-indonesia/ pada pukul 22.07 WITA tanggal 10 Juli 2023).

Gordon Tobing dengan grup vokalnya “Impola” sangat populer ditahun 1960an.

Di era saat ini banyak sekali musisi pop-folk yang bermunculan seperti Tigapagi,

Dialog Dinihari, Payung Teduh, Deugalih & Folks, Frau, Harlan Boer, Sir Dandy,

Adhitia Sofyan, Teman Sebangku, Nada Fiksi, Banda Neira, Semakbelukar, Rusa

Militan, Littlelute, Oscar Lolang dan masih banyak lagi.

Semakin massifnya kemunculan band-band dengan aliran musik pop-folk

di Indonesia dikarenakan sasaran pendengarnya yang menyasar ke remaja. Bagi

remaja-remaja pendengar musik pop-folk, musik pop-folk disebut sebagai musik

senja yang memiliki ciri khas dengan liriknya yang puitis. Musik pop-folk juga

biasanya digunakan sebagai “jurus bicara” dari orang-orang terhadap masalah

3
sosial yang sedang beredar. Sehingga yang menjadi kelebihan dari genre musik

pop-folk ini adalah dapat dengan mudah diterima banyak orang dari lirik-liriknya

yang terkesan sederhana, tetapi memiliki makna yang begitu dalam. Ciri khas

yang lain dari musik Folk adalah tidak terikat dan bebas dalam mengekspresikan

corak musik, tidak jarang juga musisi-musisi folk menggabungkan beberapa

musik etnik yang berbeda dalam satu lagu.

Kehadiran musik pop-folk dapat dimaknai sebagai bentuk titik temu antara

musik pop yang komersil dengan musik folk yang indie. Merujuk kata folk pada

musik folk diartikan sebagai folkfore atau kerakyatan, antitesa dari pop yang

diartikan populer. Karena sifat kerakyatannya, maka musik dengan genre folk

menggunakan alat-alat musik yang etnik atau tradisional.

Musik genre pop-folk tidak hanya dapat dipahami sebagai media hiburan

semata, tetapi menjadi alat untuk gerakan sosial. Musik memiliki keterkaitan erat

dengan aneka persoalan sosial, termasuk politik, gerakan dan keagamaan. Bateson

(2022:23) dalam bukunya Irish American Civil War Songs Identity, Loyalty, and

Nationhood menyampaikan bahwa musik merupakan salah satu kekuatan untuk

menggerakkan orang.

Skala global, musik sebagai gerakan sosial dapat ditemukan pada Hippie

Movement di mana musik menjadi salah satu yang dominan dari gerakan anti

perang tersebut, terutama saat itu sebagai sarana protes atas perang Vietnam

(dikutip pada https://omong-omong.com/membincangkan-musik-dan-gerakan-

sosial/ pada pukul 22.41 WITA tanggal 10 Juli 2023). Gerakan ini pun

berkembang menjadi gerakan hak asasi yang cukup luas di tahun 1960an.

4
Sedangkan dalam skala nasional, dapat ditemukan pada Iwan Fals, Slank,

Boomerang, sampai genre punk populer yang diwakili oleh Marjinal yang rajin

memproduksi lagu bertemakan sosial politik.

Skala Survei Indonesia (SSI) merilis hasil survei tentang jenis musik yang

paling disukai masyarakat Indonesia pada tahun 2022. Hasil survei menunjukkan,

dangdut merupakan jenis musik yang paling disukai masyarakat Indonesia dengan

persentase 58,1% (dikutip pada

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/10/survei-dangdut-jenis-

musik-paling-disukai-masyarakat indonesia#:~:text=Skala%20Survei

%20Indonesia%20(SSI)%20merilis,dengan%20persentase%2058%2C1%25 pada

pukul 23.01 WITA tanggal 10 Juli 2023). Dangdut sendiri merupakan salah satu

musik populer di Tanah Air, yang telah berkembang pesat pada tahun 1960-an.

Survei SSI juga menunjukkan peminat terbesar musik dangdut adalah masyarakat

dengan tingkat pendidikan tertinggi sekolah dasar (SD) dengan persentase 67,3%.

Jika diurutkan, pecinta dangdut berdasarkan pendidikan, antara lain belum/tamat

SD 67,3%, tamat SMP 62,8%, tamat SMA 45,8%, dan Perguruan Tinggi 28,1%.

Data ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin

berkurang kesukaannya terhadap dangdut. Selain dangdut, posisi ke-2 jenis musik

paling disukai masyarakat Indonesia adalah musik pop dengan persentase sebesar

31,3%. Lalu, musik daerah berada di posisi ke-3 dengan persentase sebesar 3,9%.

Tabel 1.1
Jenis Musik Paling Disukai Masyarakat Indonesia (2022)

5
No Genre Musik Persentase

1 Dangdut 58,1

2 POP 31,3

3 Daerah 3,9

4 Keroncong 2,6

5 Religi 1,2

6 Jazz 0,4

7 Rock 0,4

8 Lainnya 2,3

Sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/10/survei-dangdut-

jenis-musik-paling-disukai-masyarakat-indonesia

Data yang dipaparkan oleh Skala Survei Indonesia menunjukkan dominasi

dangdut sebagai musik favorit di masyarakat Indonesia, tetapi data tersebut

menunjukkan pula bahwa segmen kelas menengah dan generasi milenial yang

tingkat pendidikannya tinggi justru lebih memilih musik pop sebagai pilihannya.

Musik dengan genre pop yang kemudian mengalami perkembangan dan

pertemuan dengan genre folk yang membentuk genre pop-folk. Ahdiat

menyebutkan bahwa walaupun disadari bahwa penikmat genre pop-folk belum

semassif penikmat musik genre dangdut, pop, atau rock tetapi penikmat musik ini

mengalami peningkatan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2 (dikutip pada

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/12/01/bukan-pop-ini-genre-musik-

6
favorit-genz#:~:text=Mayoritas%20responden%20Gen%20Z%20justru,tahun%202000-

an%2023%25 pada pukul 23.21 WITA tanggal 10 Juli 2023).

Tabel 2
Genre Musik yang Disukai Responden Gen Z* (Kuartal II 2022)

No. Musik Persentase

1 HipHop 31

2 Musik 90-an 29

3 Rock 27

4 Musik Pop 23

5 Musik 2000an 23

Sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/12/01/bukan-pop-ini-

genre-musik-favorit-gen-z

Menurut survei Global Web Index (GWI), di kelompok responden usia 16-

24 tahun hanya ada 23% yang menyukai genre pop. Mayoritas responden Gen Z

justru lebih menyukai musik hip-hop atau rap, dengan persentase 31%. Kemudian

yang menyukai musik tahun 90-an ada 29%, musik rock 27%, dan musik tahun

2000-an 23%. Kendati demikian, GWI menilai pasar musik saat ini tak

sepenuhnya bisa dikategorikan berdasarkan genre. Hal ini dikarenakan

konsumen musik streaming umumnya lebih terbiasa dengan daftar putar lagu

atau playlist yang berfokus pada suasana ketimbang genre musiknya (dikutip pada

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/12/01/bukan-pop-ini-genre-musik-

favorit-genz#:~:text=Mayoritas%20responden%20Gen%20Z%20justru,tahun%202000-

an%2023%25 pada pukul 23.21 WITA tanggal 10 Juli 2023).

7
Belum populernya genre musik pop-folk sebagaimana yang digambarkan

oleh dua hasil riset diatas yang kemudian membuat penulis tertarik untuk meneliti

lebih jauh mengenai posisi musik dengan genre pop-folk yang masih minor di

Indonesia dengan jumlah penikmatnya masih sedikit dapat memberikan stimulus

terhadap terjadinya suatu gerakan sosial. Selain itu, penulis tidak memilih genre-

genre musik yang telah memiliki pendengar skala massif seperti dangdut atau rock

dikarenakan genre-genre musik tersebut telah terbukti memberikan efek gerakan

sosial salah satunya sebagaimana yang dipaparkan oleh Shidiqy (2016:136) dalam

jurnal berjudul Citra Perempuan Dalam Lagu-Lagu Dangdut: Analisa Feminisme

Dalam Budaya Populer. Shidigy menganalisa citra perempuan dalam beberapa

lagu dangdut. Dari hasil analisa ditemukan bahwa terdapat enam citra perempuan,

sebagai istri yang menderita, gadis lugu, penyanyi dangdut, wanita idaman lain,

wanita karier dan, perempuan yang materialistis. Keenam citra tersebut terbentuk

karena latar belakang budaya yang melingkupi produksi lagu-lagu tersebut adalah

budaya patriaki, sehingga cara pandang terhadap perempuan tersebut

menggunakan kacamata patriaki. Atau tulisan Maulana (2020:198) pada jurnal

yang berjudul Dangdut Koplo: Tubuh, Seksualitas dan Arena Kekuasaan

Perempuan. Dari hasil analisa Maulana menunjukkan keidentikan dangdut dengan

biduanita; perempuan dan goyangan, membuat dangdut menjadi arena menarik

dalam pertarungan wacana tubuh, seksualitas dan relasi kuasa atas tubuh yang

dimiliki oleh biduanita. Biduanita tidak melulu hanya persoalan keindahan

semata. Melainkan penciptaan yang mengarah pada persoalan kekuasaan dan

ekonomi. Sebuah konstruksi yang mengarah pada adanya sebuah cara untuk

8
menguasai. Dalam hal ini, biduanita telah mempolitisasi tubuhnya untuk

mendapatkan kuasa atas tubuh orang lain. Seorang biduanita tetap bisa

menunjukkan kemandirian tubuhnya alih-alih menjadi objek komoditas. Dia bisa

menjadikan tubuhnya sebagai subjek. Dalam hal ini, dia sendiri menjadi pelaku

yang berkuasa mengendalikan tubuhnya sendiri. Hal ini terlihat dari peristiwa

saweran yang memperlihatkan relasi yang terbangun antara biduanita dengan

penonton di atas panggung yang memiliki posisi tawar dan negosiasi yang tinggi

terhadap tubuhnya. Dengan demikian, estetika goyangan-sebagai bentuk

komodifikasi tubuh-biduanita tidak melulu hanya persoalan keindahan semata.

Melainkan penciptaan yang mengarah pada persoalan kekuasaan dan ekonomi.

Sebuah konstruksi yang mengarah pada adanya sebuah cara untuk menguasai.

Dalam hal ini, biduanita telah mempolitisasi tubuhnya untuk mendapatkan

kuasa atas tubuh orang lain.

Dua tulisan ilmiah tersebut tidak pelak telah memberikan suatu kesadaran

bagi pembaca-pembacanya untuk melakukan suatu perubahan perbaikan kondisi

perempuan dalam industri musik dangdut. Sebuah gerakan sosial yang hadir dari

tulisan yang berangkat dari kondisi faktual/realita bahwa musik menjadi dimensi

yang wajib untuk diperhatikan dalam kehidupan manusia. Di titik tersebut, genre

dangdut sebagai salah satu aliran musik di Indonesia telah menjadi salah satu

dimensi yang melahirkan gerakan sosial di masyarakat.

Sebagaimana yang telah penulis paparkan bahwa penulis tertarik untuk

meneliti lebih jauh mengenai posisi musik dengan genre pop-folk yang masih

minor di Indonesia dengan penikmatnya masih sedikit dapat memberikan stimulus

9
terhadap terjadinya suatu gerakan sosial. Motif tersebut yang membuat penulis

tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai posisi dan hubungan musik dengan

genre pop-folk dengan gerakan sosial di masyarakat.

Menelisik hubungan genre musik minor dengan gerakan sosial dapat pula

diamati pada tulisan Wibisono dan Drajat Tri Kartono (2016:70) yang berjudul

Gerakan Sosial Baru pada Musik: Studi Etnografi pada Band Navicula yang

menyebutkan bahwa habitus Navicula tentang kehidupan Tri Hita Karana sebagai

orang Bali; hubungan harmoni antara Tuhan, manusia dan alam semesta. Pesan

yang disampaikan: Navicula sebagai kelompok atau sekumpulan individu

memiliki kesadaran akan masa depan, khususnya tentang lingkungan. Tulisan

Rodhia (2018:iv) yang berjudul Musik Iksan Skuter: Gerakan Sosial Baru.

Tulisan ini berusaha mengetahui bagaimana Iksan Skuter melalui gerakan

bermusiknya melawan ketidakadilan, serta untuk mengetahui sejauh mana

keterlibatan Iksan Skuter dalam pergerakan perjuangan keadilan di tengah

masyarakat. Adapun Rodhia kemudian menyimpulkan bahwa gerakan sosial baru

dapat melampaui semua batas-batas struktural seperti ras, kebangsaan, atau

profesi. Iksan Skuter sebagai aktor dari gerakan sosial baru membuktikan bahwa

perjalanan musiknya selama 18 tahun telah mengalami perkembangan berarti.

Baik sebagai pendewasaan dirinya pribadi maupun sebagai gerakan perlawanan.

Dan terakhir tulisan dari Tamimi (2017:iv) yang berjudul Musik Sebagai Gerakan

Sosial Baru (Studi Kualitatif Deskriptif dengan Menggunakan Teori

Interaksionisme Simbolik tentang Grup Musik Merah Bercerita). Tulisan ini

bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku simbolik grup musik Merah

10
Bercerita dalam mengusung gerakan sosial HAM. Tulisan ini menunjukan bahwa

gerakan sosial HAM yang dilakukan Merah Bercerita melalui media musik bisa

dikatakan efektif, selain menjadi sarana hiburan musik dijadikan sebagai media

perlawanan dan kritik. Peneliti disini menemukan perilaku simbolik, dimana

merah bercerita menggunakan media lirik, tempo, nada, gambar yang kemudian

menjadi bahasa simbolik dalam penyampain pesan.

Musik sebagai gerakan sosial pun juga muncul di Kota Makassar

terkhususnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

Pasca kemunculan grup band Kapal Udara dengan genre pop-folk nya telah

memantik mahasiswa-mahasiswi Universitas Hasanuddin khususnya di lingkup

FISIP untuk melakukan perubahan-perubahan sosial seperti terlibat aktif dalam

kegiatan menanam pohon. Secara sosiologis, Spencer (1982:504 dalam Sukmana,

2016:14) menyatakan bahwa yang dimaksud gerakan sosial adalah upaya kolektif

yang ditujukan untuk suatu perubahan tatanan kehidupan yang baru. Dalam

konteks, mahasiswa FISIP Universitas Hasanuddin, upaya-upaya kolektif tersebut

hadir dikarenakan kekuatiran akan kondisi sama yang dipantik oleh narasi dan

irama lagu dari Kapal Udara Band.

Adanya sebuah gerakan sosial yang hadir dikarenakan dikalangan

mahasiswa FISIP Universitas yang berangkat dari fakta-fakta realitas dan irama

musik genre pop-folk dari Band Kapal Udara. Musik dalam aktivitas mahasiswa

FISIP Universitas Hasanuddin merupakan salah satu instrumen yang penting.

Bahkan begitu memasuki wilayah Lembaga Kemahasiswaan FISIP Universitas

Hasanuddin sudah dapat didengar musik dengan berbagai genre. Bentukan

11
program kerja mahasiwa yang menjadi pengurus di Lembaga mahasiswa FISIP

Universitas Hasanuddin pun memiliki unsur musik seperti program kerja Mini

Vertical Noise yang rutin diselenggarakan. Dari kegiatan tersebut kerap kali

tercipta suatu inisiasi-inisiasi untuk melakukan suatu aktivitas yang lebih besar

seperti penanaman pohon mangrove, membuat komunitas kajian lintas disiplin

ilmu, dan advokasi ke masyarakat.

Berangkat dari hal tersebut, penulis kemudian untuk tertarik meneliti lebih

dalam mengenai hubungan antara musik dalam hal ini musik dengan genre pop-

folk dengan gerakan-gerakan sosial yang ada di lingkup mahasiswa Universitas

Hasanuddin dengan judul “Musik Genre Pop-Folk dan Gerakan Sosial di

Kalangan Mahasiswa FISIP Universitas Hasanuddin Kota Makassar (Studi

Kasus Kapal Udara Band)”.

1.2 Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan

masalah yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara

musik genre pop-folk dengan gerakan sosial di kalangan Mahasiswa FISIP

Universitas Hasanuddin Kota Makassar?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk

mendeskripsikan hubungan antara musik genre pop-folk dengan gerakan sosial di

kalangan Mahasiswa Universitas Hasanuddin Kota Makassar.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Manfaat Teoritis.

12
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan studi

kajian sosiologi, terutama sosiologi musik dan gerakan sosial.

b. Manfaat Praktis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi acuan untuk

memahami kuasa musik dalam menggerakan gerakan sosial di kalangan

mahasiswa Universitas Hasanuddin.

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

2.1. TINJAUAN PUSTAKA


2.1.1. Kajian Mengenai Musik
Musik adalah suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung

irama, lagu, dan keharmonisan terutama suara yang dihasilkan dari alat-alat yang

dapat menghasilkan bunyi-bunyian. Musik merupakan salah satu media ungkapan

kesenian, musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Musik

adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara diutarakan, kombinasi dan

hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai

keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara yang disusun sedemikian rupa

sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang dapat

menghasilan bunyi-bunyi). Menurut Soekanto (2017:117) musik merupakan

produk dari kebudayaan manusia. Perkembangan kehidupan manusia, membuat

musik menjadi industri yang memproduksi kebudayaannya sendiri.

Secara historis, perkembangan musik umumnya dimulai dari abad

pertengahan, terus mengalami perubahan gramatik dan fungsinya dari satu periode

ke periode berikutnya. Otomatis, terjadi perubahan bentuk, gaya, karakteristik,

struktur harmoni, nilai estetis dan fungsi musiknya. Berdasarkan sejarahnya,

setidaknya ada enam periode musik dan memiliki gaya tertentu, yang secara

signifikan dan berkontribusi pada musik di era sekarang (dikutip pada pada

https://www.senibudayaku.com/2018/11/sejarah-perkembangan-musik-dunia.html

pada pukul 20.20 WITA tanggal 27 Juli 2023).

14
I. Zaman Abad Pertengahan (tahun 700-1.400). Abad Pertengahan adalah

zaman antara berakhirnya kerajaan Romawi (476 M) sampai dengan

zaman reformasi agama Kristen oleh Marthen Luther pada tahun 1572.

Perkembangan musik pada zaman ini disebabkan perubahan dunia yang

semakin meningkat, sehingga menyebabkan penemuan-penemuan baru

dalam segala bidang, termasuk dalam kebudayaan. Salah satu perubahan

musik adalah: tidak lagi dititikberatkan pada kepentingan keagamaan,

tetapi dipergunakan juga untuk urusan duniawi, yakni sebagai sarana

hiburan. Perkembangan selanjutnya adalah terjadi perbaikan tulisan musik

dan dasar-dasar teori musik yang dikembangkan oleh Guido d’ Arezzo

pada 1050. Musik yang menggunakan beberapa suara berkembang di

Eropa Barat, dan musik greogrian disempurnakan oleh Paus Gregorius.

II. Zaman Renaisans (tahun 1500–1600) Masa Renaisance atau Renaisans

adalah zaman setelah abad pertengahan. Renaisance artinya “kelahiran

kembali” tingkat kebudayaan tinggi yang telah hilang pada zaman

Romawi. Musik dipelajari dengan ciri-ciri khusus, contoh nyanyian

percintaan, nyanyian keperwiraan. Sebaliknya, musik gereja mengalami

kemunduran. Pada zaman ini alat musik piano dan organ sudah dikenal,

sehingga munculah musik instrumental.

III. Zaman Barok (sekitar tahun 1600-1750) Kemajuan musik pada zaman

pertengahan ditandai dengan munculnya aliran-aliran musik baru, di

antaranya adalah aliran Barok. Istilah Barok berasal dari bahasa Italia

barocco yang artinya “eksentris, aneh”. Musik pada zaman ini dianggap

15
mewakili zaman yang sangat rumit dalam berbagai hal, mulai melodinya,

bentuk-bentuk musiknya, dan warna musiknya. Bentuk-bentuk musik yang

berkembang pada masa ini adalah opera, oratorio, musik kamar, dan

instrumentalia.

IV. Musik Klasik (sekitar 1750-1820) Zaman Klasik ditandai dengan

kembalinya gaya seni yang memperhatikan kaidah-kaidah formal. Pada

masa ini, seniman kembali menengok kepada gaya keemasan seni zaman

Yunani Kuno. Struktur bentuk dan komposisi musik kembali mengikuti

kaidah-kaidah formal dalam mencapai kesempurnaan. Seperti halnya pada

awal zaman Barok, yang merupakan suatu reaksi terhadap zaman

renaisans, musik zaman klasik juga merupakan reaksi atas zaman Barok.

Hal ini tampak dari timbulnya dua gaya, yaitu gaya galan dan gaya

sensitif.

V. Musik Romantik (1810-1890) Musik Romantik sangat mementingkan

perasaan yang subjektif. Musik bukan saja dipergunakan untuk mencapai

keindahan nada-nada, akan tetapi digunakan untuk mengungkapkan

perasaan. Oleh karena itu, dinamika dan tempo banyak dipakai. Jika

dilihat, perubahan-perubahan musik di masa romantik lebih banyak

dipengaruhi oleh fenomena sosial, terutama penekanan pada individu. Di

masa ini musik mendapat perhatian yang cukup baik dari berbagai

kalangan, termasuk para filsuf. Musik mulai dianggap sebagai bidang yang

cukup penting, bahkan pada masa-masa berikutnya.

16
VI. Musik Zaman Peralihan (tahun 1880-1920) Musik zaman peralihan

modern diawali dari gejala munculnya aliran musik impresionis,

ekspresionisme, dan eksperimental. Gaya ini berciri tidak teratur. Ia

menekankan pada timbulnya kesan yang kuat bagi pendengar. Claude

Achille Debussy (1862-1918) adalah pelopor aliran musik impresionisme,

yang mana sistem tonal tidak hanya dari nada-nada diatonis saja, tetapi

juga memasukkan nada-nada pentaonis. Ia juga memilih bentuk-bentukan

kecil untuk memasuk nada-nada pentatonis yang tidak lazim dalam

eksperimen musiknya.

VII. Musik Zaman Modern (tahun 1900-1950) Musik modern adalah musik

yang sudah mendapat sentuhan-sentuhan teknologi, baik dari segi

instrumen maupun penyajian. Musik modern selalu berkembang dan ada

pembaharuan seiring berkembangnya zaman. Ia juga bersifat universal

serta menyeluruh, sehingga semua orang bisa saja mengerti, memahami,

dan menikmati musik modern tersebut.

VIII. Musik Kontemporer Perkembangan musik kontemporer saat ini adalah

hasil dari evolusi berpuluh-puluh tahun, dari musik masa kini (baca:

kontemporer) sejak awal abad ke 20 dimulai. Awal perkembangan

“ekstrim” gramatika musik ini, seringkali diidentikkan dengan

kemunculan aliran Wina Kedua Tentang musik kontemporer. Komposer

sekaligus etnomusiologis, Dieter Mack, justru membeberkan fakta- fakta

lain di mana karya dari Maurice Ravel “Frontispice” untuk 2 piano dan 5

tangan yang diciptakan pada tahun 1918, misalnya, sudah memperlihatkan

17
perkembangan “radikal” bahasa musik seperti penggunaan poliritme yang

kompleks dan permainan warna yang tidak biasa. Selain itu tanda-tanda ini

sudah terjadi pada aliran futurisme sekitar tahun 1913, yang digawangi

oleh Luigi Russolo dan kawan-kawan, dimana emansipasi noise sudah ada

pada aliran ini. Mereka sangat “memuliakan” mesin dan bahkan membuat

alat yang dapat memproduksi noise. Dari contoh-contoh tersebut, Dieter

Mack seakan ingin menegaskan bahwa musik kontemporer sudah ada

sebelum aliran Wina Kedua hadir.

2.1.2. Kelahiran Musik Folk dan Perkembangannya di Indonesia


Musik rakyat, biasa disebut sebagai musik folk adalah genre

musik tradisional yang muncul dipertengahan abad-20. Musik folk sering

dimainkan dengan menggunakan berbagai alat musik lama seperti; gitar

akustik, ukulele, akordion, harmonika dan lain sebagainya. Lirik yang dihasilkan

oleh musik beraliran Folk ini didominasi oleh suara-suara rakyat yang seolah-olah

bercerita akan keluh kesahnya dalam menjalani kehidupan mereka sehari-

hari. Folk sendiri memakai instrumen-instrumen akustik yang dimana alat tersebut

mampu menghasilkan suara sendiri, dengan berbagai varian genre seperti folk

sendiri diantarannya folk rock, folk metal, electric folk, serta genre lainnya

(dikutip pada https://ilmupedia.co.id/articles/penjelasan-tentang-musik-folk/full

pada pukul 20.40 WITA tanggal 27 Juli 2023).

Tidak dapat dikatakan tepatnya tanggal berapa musik folk lahir di dunia,

tetapi berkembang di sekitar pertengahan abad ke-19 dan 20 ada yang mengatakan

juga bahkan lebih jauh lagi sebelum abad 19. Thomas William yang

18
berkebangsaan Inggris (1846) merupakan orang pertama yang menggunakan

istilah folk untuk menggambarkan tradisi, adat istiadat dan cerita rakyat yang

berkembang di masyarakat lokal dengan menggunakan kata-kata folk song, folk

music dan folk dance dalam setiap tulisannya (dikutip pada

https://kitaanaknegeri.com/kitapedia-sejarah-singkat-musik-folk-dan-

perkembangannya-di-indonesia/ pada pukul 20.44 WITA tanggal 27 Juli 2023).

Namun istilah ini hanya dikenal beberapa kelompok orang saja. Baru di

tahun 1960, istilah folk mulai digunakan di negeri Paman Sam hingga menyentuh

industri musik Amerika. Bob Dylan juga terlibat dalam mempopulerkan nama

musik folk di industri musik internasional, dengan kemenangannya di

kategori Best Contemporary Folk Recording ajang mewah penghargaan musik

Grammy tahun 1987. Sejak saat itu, folk resmi menjadi salah satu genre musik

(dikutip pada https://ilmupedia.co.id/articles/penjelasan-tentang-musik-folk/full

pada pukul 20.50 WITA tanggal 27 Juli 2023).

Karena musik folk ini adalah musik etnik atau musik tradisional, musik ini

sangat erat kaitannya dengan etnografi. Corak musik folk ini berbeda-beda di

setiap wilayahnya. Mulai dari kota, suku, negara bahkan benua. Hal ini membuat

musik folk sangat kaya dalam instrumen, tune, pelafalan dan bahkan metode

produksinya.

Mengurut musik folk adalah musik yang semua orang nyanyikan, musik

folk muncul dengan berbagai ragam. Berlatar belakang alasan

kultur fusion, musik folk berinteraksi dari waktu ke waktu. Setelah perang dunia

ke II di Amerika dan Britania Raya, mengimitasi dari bentuk folk tradisional,

19
lahirlah folk rock. Khas dengan sura gitar elektrik, kontra bass, mandolin hingga

tren memakai gitar 12 senar oleh Roger McGuinn (The Byrds) atau George

Harrison (The Beatles tahun ’64-’65). Folk Rock sendiri diistimewakan dengan

harmoni vokal rapat pada kalimat-kalimat dalam lagunya ditambah music folk

rock lebih menyentuh sisi realita manusia, fantasi hidup, pesan perdamaian,

kecintaan pada alam sampai berbicara mengenai revolusi dan warna kulit di lirik-

lirik yang dibawakan oleh seniman folk rock (dikutip pada

https://www.djarumcoklat.com/article/sejarah-folk-dan-rasa-folk-kini pada pukul

21.02 WITA tanggal 27 Juli 2023).

Musik ini baru berkembang di Inggris di era 60-70an dan dikenal dengan

pionir-pionir mereka seperti The Beatles, Pentangle dan Faiport Convention. Folk

rock Eropa merupakan perpaduan folk rock dengan folk khas Eropa sendiri seperti

Irish Folk, Scott Folk, Cornwall dan Brittany Folk. Sedangkan di Amerika, folk-

rock menjelma menjadi media ekspresi pergerakan kamum Hippie yang saat itu

sedang menjadi budaya popular. New York yang menjadi ‘markas’ folk-rock pun

mengembangkan sayap dengan cepat ke penjuru dunia, dimulai dari Denver, San

Fransisco, Poenix hingga penjuru Inggris. Diujung era 30an sampai 40an, konon

katanya Almanac Singer, The Weaver dan Leadbelly merupakan nenek moyang

dari Folk Rock Amerika.

Perkembangan musik folk di Indonesia sendiri sangat menunjukan

progress yang baik, dari instrumen musik yang melibatkan alat musik tradisional

hingga antusiasme dari para penggemarnya. Sebut saja pentolan musik folk

Indonesia Gordon Tobing, Franky Sahilatua, Iwan Fals (era 80’-90’an), Ebiet G.

20
Ade, Guruh Gipsy hingga Vicky Sianipar, Discus, Navicula, Ubiet dan yang

lainnya.

Gordon Tobing adalah penyanyi folk pertama di Indonesia. Melalui

suaranya yang khas, Gordon berhasil mempopulerkan lagu folk Indonesia, tidak

hanya di ranah nasional, tetapi juga ke ranah Internasional. Ia menggunakan

strategi yang sangat tepat: memakai bahasa Batak dalam lirik-lirik lagu utamanya.

Bersama vokal grup Impola, Gordon berhasil berselancar ke berbagai negara

untuk membawakan lagu folk Indonesia, dari mengisi acara Press Fest di Jerman

pada 1965 serta terpilih oleh Tim Ahli Seni Australia untuk mewakili Asia pada

acara Art Festival of Perth pada 1969. Gelombang musik folk Amerika seperti

Joan Baez, Peter Seeger, Phil Ochs, Bob Dylan hingga kelompok seperti Crosby,

Stills, Nash & Young tentunya menjadi pemantik berkembangnya skena musik

folk di Indonesia. Setidaknya tercatat tiga kota besar di Indonesia memiliki figur

folk terkenal yakni Jakarta, Bandung dan Surabaya. Di Jakarta ada Kwartet

Bintang yang digagas Guntur Sukarnoputra, Noor Bersaudara hingga Prambors

Vokal Grup. Di Bandung ada Trio Bimbo hingga Remy Sylado. Sementara di

Surabaya ada Lemon Tees yang didukung Gombloh dan Leo Imam Soekarno atau

yang dikenal dengan Leo Kristi. Kehadiran musisi-musisi tersebut akhirnya

menjadi pemicu kemunculan acara seperti Parade Folk Songs yang berlangsung

pada 8 Juli 1973 di Youth Center Bulungan Jakarta Selatan. Acara itu diisi sederet

kelompok seperti Noor Bersaudara, Gipsy, Prambors Vokal Grup pimpinan Iwan

Martipala serta Remy Sylado Company. Setahun berikutnya digelar pula acara

Pesta Folk Songs se-Jawa yang berlangsung di Gedung Merdeka, Jalan Asia

21
Afrika, Bandung, yang menampilkan kembali Noor Bersaudara dan Prambors

Vokal Grup dari Jakarta serta Manfied Vraliyoka dan Lemon Never Forget dari

Surabaya, Azwar AN & The Ones dari Yogyakarta, Daniel Alexey dari Semarang,

serta Singing Student Bandung (Double SB), The Gangs, The Mad, Numphist

Group, Hande Bolon, GPL Unpad dan Remy Sylado Company (dikutip pada

https://kitaanaknegeri.com/kitapedia-sejarah-singkat-musik-folk-dan-

perkembangannya-di-indonesia/ pada pukul 21.44 WITA tanggal 27 Juli 2023).

Musik folk menjadi berkembang dengan munculnya sosok-sosok baru

seperti duo Franky & Jane, Mogi Darusman, Tara & Jayus, Tika & Sita, Iwan

Fals, Wanda Chaplin, Tom Slepe, Doel Sumbang, Ritta Rubby Hartland, Elly

Sunarya hingga Ully Sigar Rusady, Ebiet G Ade serta Kelompok Kampungan dari

Yogyakarta. Dengan mengangkat tema lagu yang bercerita tentang alam,

lingkungan, kritik sosial dan juga memasukkan unsur humor, karya-karya

kelompok ini cepat merasuk telinga dan menjadi populer di masyarakat. Tapi dari

sekian banyak musisi, mungkin Iwan Fals yang bisa dikatakan sebagai musisi folk

paling populer di Tanah Air.

2.1.3. Hubungan Musik dan Sosiologi


Dalam disiplin ilmu sosiologi, pembahasan yang membahas tentang

bagaimana manusia dan dampak musik satu sama lain disebut dengan studi

sosiologi musik. Studi ini mencakup berbagai ide tentang bagaimana perubahan

nilai dan keadaan masyarakat dapat tercermin dalam musik populer dari budaya

atau sub-budaya tertentu. Kajian sosiologi ini sering meneliti bagaimana dan

22
mengapa kelompok budaya tertentu sangat mengidentifikasikan diri

dengan genre musik tertentu.

Musik telah berdampak pada masyarakat, sepanjang masa selama

manusia membuat musik dan mendengarkannya. Musik bahkan lebih jauh  telah

bertindak sebagai sarana untuk memberikan suara terhadap budaya minoritas. Hal

ini terlihat dalam bentuk musik seperti lagu-lagu heroik welsh, reggae pada

umumnya, dan lagu-lagu pemberontak di Irlandia. Dengan cara ini, musik telah

menjadi  sarana pemberontakan. Pada tahun 1950, ketika rock n 'roll lahir, salah

satukelompok demografis pertamayang tertarik untuk itu adalah remaja, tertarik u

ntuk menyatakan gayamusik untuk tema tema pemberontakandan ketidaksesuaian. 

Subkultur tertentu memunculkan gayamusik tertentu pula. Misal;  punk, techno,

danmusik etnik semua mewujud dalam beberapajenis subkultur yangmeliputi juga 

gaya hidup. Mempelajari sosiologi musik adakalanya mempelajari bagaimana

suatu institusi menggunakan musik untuk tujuan tertentu.

Sosiologi musik modern adalah disiplin kontemporer, suatu bentuk

penelitian hubungan antara musik dan masyarakat. Sosiolog kelahiran Jerman,

Max Webber mengupas tentang musik, Die Rationalen und Soziologischen

Grundlagen der Musik (1921). Studi oleh Max Weber dari rasionalisasi sampai

dasar-dasar sosial musik adalah usaha perintis dari era modern. Dalam suatu

masyarakat di mana musik diproduksi dan dinikmati, strategi kehidupan sosial

yang berpola dan sangat bervariasi terungkap dalam adat istiadat dan konvensi

pengerasan menjadi lembaga atau mencair dalam mode dan mode (dikutip pada

23
https://www.rumahsosiologi.com/tulisan/artikellepas/265-max-weber-

rasionalisasi-dan-sosiologi-musik pada pukul 22.22 WITA tanggal 27 Juli 2023).

Menurut Weber, dalam stereotip generasi yang lebih tua, musik milik di

antara kegiatan spiritual, di dalam dunia yang berpikir dalam hal kontras antara:

yang suci dan sekuler, spiritual dan material, terminologi ini secara langsung

tepat. Karena dalam musik (dan seni lainnya) aktivitas manusia mengasumsikan

sifat intensitas tanpa tujuan praktis, disiplin tanpa pembatasan yang diberlakukan

secara eksternal. Tidak heran bahwa dalam seni seseorang sering merasa bahwa ia

berada di dunia semangat murni dengan aktivitas spontan dan aturan yang

dipaksakan sendiri naik, kadang-kadang, untuk lirik ekspresi diri. Moralis dan

politisi, humanis dan agama, telah melihat bahwa kedua bidang ini, artistik dan

sehari-hari, memiliki beberapa hubungan satu sama lain. Moralis akan

mencelanya; Politisi menggunakannya; Humanis menegaskannya. Beberapa dari

sikap tersebut bahkan muncul kembali di ranah sosiologi seni dan kritik sosial

(dikutip pada https://www.rumahsosiologi.com/tulisan/artikellepas/265-max-

weber-rasionalisasi-dan-sosiologi-musik pada pukul 22.22 WITA tanggal 27 Juli

2023).

Dalam substansia karya Musiko-sosiologis-nya, Weber menerapkan

gagasan bahwa perkembangan kapitalisme memerlukan peningkatan yang sesuai

dalam rasionalisasi struktur sosial untuk pengembangan bahan musik dan

instrumen. Hal itu berasal pengembangan sistem tonal Diatonis untuk proses

historis meningkatkan rasionalisasi, diwakili di Eropa terutama oleh kelas

menengah. Bahan musik secara progresif dibersihkan dari semua bahan yang tepat

24
untuk itu dalam kondisi feodal: bahan musik dan idiom semakin terbatas elemen

fungsionalnya. Melismata dan microtonic interval, ditemukan dalam musik kuno

dan non-Eropa, yang tersapu oleh prinsip-prinsip Diatonis yang menjadi dasar

dari harmoni fungsional (dikutip pada

https://www.rumahsosiologi.com/tulisan/artikellepas/265-max-weber-

rasionalisasi-dan-sosiologi-musik pada pukul 22.22 WITA tanggal 27 Juli 2023).

Weber menyimpulkan proses serupa rasionalisasi dalam alat musik,

tergantung baik pada kondisi kekuatan sosial dan persyaratan serta pada

pengembangan bersamaan bahan musik. Misalnya, dalam studinya tentang evolusi

instrumen keyboard, yang ia dianggap berasal dari sifat umum perkembangan

karya instrument musik dari piano modern.

Sosiologi musik Weber mengandung unsur filsafat materialis, dan dengan

cepat menarik kritik dari penulis Marxis. Anatoly Lunacharsky mengkritik

konsepsi neo-Kantian tentang rasionalisme sebagai salah satu sisi, mengingat

bahan musik dalam isolasi, dan mengabaikan unsur-unsur fisiologis dan

emosional musik, yang sering tidak konsisten dengan teori rasionalisasi progresif

bahan musik yang Weber telah berevolusi dari filsafat abad ke-19 tentang

kemajuan musik. Meskipun ia fenomena menentukan sosial musik tertentu, ia

tidak mempelajari sejarah berbagai zaman secara mendalam untuk membangun

kembali apakah tren rasionalisasi dapat diterapkan kepada musik.

Teori rasionalisasi Weber menunjukkan meningkatnya perkembangan

musik sangat dipengaruhi oleh Musiko-sosiologi, meskipun dalam Philosophie

25
der neuen Musik, Adorno jauh melampaui Weber dalam menyelidiki masalah

sosial rasionalisasi ini. Demikian juga, karya Weber dipengaruhi

positivis Musiko-sosiologi (Silbermann, Blaukopf, dan lain-lainya) hanya secara

tidak langsung. Pengaruhnya adalah lebih besar pada sosiologi budaya secara

keseluruhan dari pada spesialisasi musik, serta fakta bahwa pekerjaan

musikologikal nya muncul menjadi sebagai lampiran untuk Wirtschaft und

Gesellschaft menunjukkan bahwa dia sendiri memikirkan Musiko-sosiologi

sebagai hanya bagian dari yang lebih komprehensif sejarah sosial. Meskipun

komposer serialist pasca perang mencoba untuk merasionalisasi hubungan antara

idiom musik dan penataan bahan untuk tingkat ekstrim, tidak ada bukti bahwa

mereka sama sekali langsung dipengaruhi oleh teori Weber.

2.1.4 Kajian Mengenai Gerakan Sosial


Sujatmiko (Triwibowo, 2006 dalam Sukmana, 2016:1), membahas suatu

konsep, seperti Gerakan Sosial (Social Movement), perlu dimulai dengan

kejelasan konsep tersebut sehingga dapat diperoleh batasan dan koridor yang

dimaksud dari konsep tersebut. Sebagaimana dikatakan Macionis (1999 dalam

Sukmana, 2016:2) gerakan sosial (social movement) merupakan tipe paling

penting dari perilaku kolektif (collective behavior). Beberapa sosiolog menyebut

gerakan sosial lebih sebagai suatu bentuk dari tindakan kolektif (collective action)

daripada sebagai bentuk perilaku kolektif (collective behavior). Mereka

berpendapat bahwa gerakan sosial (social movement) berbeda dengan bentuk-

bentuk perilaku kolektif (collective behavior). Sementara, terdapat juga sosiolog

yang mengelompokkan gerakan sosial sebagai salah satu bentuk dari collective

26
behavior (Locher, 2002 dalam Sukmana, 2016:2). Sedangkan menurut Crossley

(2002 dalam Sukmana, 2016:2), perilaku kolektif merupakan salah satu dimensi

dari studi Gerakan Sosial yang berkembang di Eropa.

Tindakan kolektif (collective action) didefinisikan sebagai setiap tindakan

yang bertujuan untuk meningkatkan status, kekuasaan, atau pengaruh dari seluruh

kelompok, bukan untuk seorang atau beberapa orang (Zomeren, 2009 dalam

Sukmana, 2016:3). Mengacu kepada konsep Olson, maka inti dari konsep

tindakan kolektif adalah adanya kepentingan umum atau kepentingan bersama

yang diusung di antara kelompok (Oliver, 1993 dalam Sukmana, 2016:3).

Menurut Weber, suatu tindakan dikatakan terjadi ketika individu melekatkan

makna subjektif dalam tindakan mereka (Ritzer & Goodman, 2011: 136-137).

Kondisi seperti ini tidak muncul dalam konteks perilaku kolektif (collective

behavior).

Locher (2002, dalam Sukmana, 2016:10) menyatakan bahwa perbedaan

gerakan sosial dari bentuk perilaku kolektif yang lainnya, seperti: crowd

(kerumunan), riot (kerusuhan) dan rebel (penolakan, pembangkangan), dapat

dilihat dari tiga aspek, yakni: (a) Pengorganisasian (Organized); (b) Pertimbangan

(Deliberate); dan (c) Daya tahan (Enduring).

Untuk memperjelas konsep tentang gerakan sosial, selanjutnya

dikemukakan berbagai definisi tentang gerakan sosial dari beberapa ahli sebagai

berikut: Macionis (1999 dalam Sukmana, 2016:10) menyatakan bahwa social

movement adalah aktivitas yang diorganisasikan yang ditujukan untuk mendorong

27
atau menghambat suatu perubahan sosial (encourages or discourages social

change). Dari definisi gerakan sosial sebagaimana yang dikemukakan Macionis

tersebut, maka dapat digarisbawahi dua hal ciri utama dari gerakan sosial, yakni:

adanya aktivitas yang diorganisir dan adanya tujuan yang berkaitan dengan suatu

perubahan sosial. Senada dengan Macionis, Spencer (1982 dalam Sukmana,

2016:11) menyatakan bahwa yang dimaksud social movement adalah upaya

kolektif yang ditujukan untuk suatu perubahan tatanan kehidupan yang baru. Ciri

utama dari pandangan Spencer adalah adanya upaya kolektif (bersama) dan upaya

tersebut diarahkan untuk terjadinya perubahan suatu tatanan yang lebih baik lagi

dari tatanan yang ada.

Greene (2002 dalam Sukmana, 2016:12) menyatakan bahwa gerakan

sosial adalah bentuk perilaku kolektif yang bertahan cukup lama, terstruktur, dan

rasional. Beberapa kharakteristik dari gerakan sosial menurut Greene, meliputi:

a. sejumlah orang,

b. tujuan umum untuk mendukung atau mencegah suatu perubahan

sosial,

c. adanya struktur dengan kepemimpinan yang diakui umum,

d. dan adanya suatu aktivitas yang dipertahankan dalam waktu yang

cukup lama.

Gerakan sosial relatif lebih permanen dan terorganisir dibandingkan dari

tipe perilaku kolektif yang lainnya. Stolley (2005 dalam Sukmana, 2016:25),

dengan mengutip pendapat Tarrow, menyatakan bahwa Gerakan Sosial adalah

upaya mencapaian tujuan tertentu melalui tindakan yang menentang status quo,

28
wewenang dan budaya yang sudah mapan. Orang-orang yang melakukan suatu

gerakan membangun perasaan identitas kolektif, yakni membagi perasaan

bersama tentang penyebab dan membantu usaha-usaha mereka dengan

mempertahankan suatu gerakan.

Pada umumnya, studi-studi tentang Gerakan Sosial, khususnya di

Indonesia, meletakkan pemetaan kerangka analisis teoritiknya kepada pandangan

Singh (2001). Menurut Singh (2001 dalam Sukmana, 2016:27), secara umum

tradisi teoritis studi tentang Gerakan Sosial dapat diklasifikasikan ke dalam tiga

klasifikasi, yakni: (1) Klasik; (2) NeoKlasik, dan (3) Gerakan Sosial Baru

(Kontemporer).

Selanjutnya, Singh (2010 dalam Sukmana, 2016:27) menjelaskan bahwa

tradisi klasik meliputi sebagian besar studi-studi dalam perilaku kolektif seperti:

crowd (kerumunan), riot (kerusuhan), dan rebel (penolakan, pembangkangan),

utamanya oleh para psikolog sosial Barat dan para sejarawan dari sebelum tahun

1950-an. Dalam tradisi klasik, akar konseptual studi Gerakan sosial dan tindakan

kolektif sebagian terletak dalam tradisi psikolog sosial klasik. Kontribusi dari para

psikolog seperti karya Gabriel Tarde tentang Laws and Imitation (1903), karya

Gustave Le Bon tentang The Crowd (1909), karya William McDougall tentang

The Group Mind (1920), serta karya E. D. Martin tentang The Behavior of Crowd

(1929) dapat membantu untuk memaparkan fondasi teoritis dalam studi perilaku

kolektif. Sementara, karya W. Trotters tentang Animal Behavior in Peace and

War (1920), yang merupakan sebuah studi tentang perilaku kelompok dalam

situasi-situasi ekstrem pada kehidupan binatang, memberikan suatu paradigma

29
yang berpengaruh untuk studi serupa yang menekankan pada stres dan dampaknya

pada perilaku kelompok manusia dalam ilmu sosial. Paradigma klasik dan neo-

klasik pada tindakan kolektif, khususnya neoklasik, tetap dominan hingga 1970-

an, baik yang merujuk pada studi tentang crowd, suatu kolektifitas yang liar

(collectifies riotous), sebagaimana menurut para psikolog klasik, maupun studi

dalam Gerakan Sosial Lama dalam tradisi sosiolog neo-klasik.

Sementara tradisi neo-klasik dihubungkan dengan tradisi utama dalam

studi Gerakan Sosial Lama. Kebanyakan tulisan dalam tradisi neo-klasik

dipublikasikan setelah tahun 1950-an. Tradisi ini dibagi lagi dalam dua model

Gerakan Sosial Lama, yaitu fungsional dan dialektika Marxis. Tidak seperti studi

gerakan sosial dalam tradisi klasik, studi gerakan sosial pada tradisi neo-klasik

menghadirkan kontribusi sosiolog dari Barat maupun India (Sukmana, 2016:28).

Sedangkan perspektif ketiga dari studi Gerakan Sosial, yakni perspektif

Gerakan Sosial Baru (New Social Movements) atau Gerakan Sosial Kontemporer,

muncul sekitar era tahun 1960-an dan 1970-an terutama di kalangan masyarakat

Eropa dan Amerika (Singh, 2001 dalam Sukmana, 2016:29). Masyarakat Eropa

dan Amerika saat itu menyaksikan munculnya gerakan skala besar sekitar isu-isu

yang mendasarkan pada aspek humanis, kultural, dan non-materialistik. Tujuan-

tujuan dan nilai-nilai dari gerakan ini secara esensial bersifat universal, yakni

diarahkan untuk memberikan perlindungan dan mempertahankan kondisi

kehidupan manusia ke arah yang lebih baik. Berbeda dengan model Gerakan

Sosial Lama (Klasik dan Neo-klasik), maka model Gerakan Sosial Baru tidak

terjebak ke dalam diskursus ideologi seperti antikapitalisme, revolusi kelas, dan

30
perjuangan kelas. Dengan demikian, Gerakan Sosial Baru tidak tertarik dengan

ide revolusi, termasuk melakukan gerakan revolusi untuk menggulingkan sistem

pemerintahan Negara. Namun demikian, strategi dan tujuan dari Gerakan Sosial

Baru (GSB) memiliki sedikit kesamaan dengan model Gerakan Sosial Lama, yaitu

dalam memperjuangkan untuk isu-isu seperti: peningkatan upah buruh industri,

menentang ketidakadilan ekonomi dan eksploitasi kelas.

Pada dasarnya, Gerakan Sosial Baru bersifat plural. Menurut Melucci

(1980), Cohen (1985), Slater (1985) dan Touraine (1985), ekspresi Gerakan Sosial

Baru bergerak dari antirasialisme, anti-nukliarisme, perlucutan senjata, feminism,

lingkungan, regionalisme dan etnisitas, kebebasan sipil dan sebagainya, hingga ke

isu-isu kebebasan personal dan perdamaian. Perkembangan masyarakat dari

masyarakat modernitas menuju masyarakat pasca modernitas merefleksikan

terjadinya perubahan bentuk dari Gerakan sosial yakni dari bentuk Gerakan Sosial

Lama (klasik dan neo-klasik) kepada bentuk Gerakan Sosial Baru. Dengan kata

lain, terjadinya perubahan bentuk masyarakat berhubungan dengan terjadinya

perubahan bentuk dari Gerakan Sosial (Singh, 2001 dalam Sukmana, 2016:28).

Mengacu kepada perspektif Singh (Sukmana, 2016:29), berdasarkan

klasifikasi studi teoritis tentang tindakan kolektif dan gerakan sosial, maka teori-

teori yang termasuk di dalamnya meliputi sebagai berikut:

a. Gerakan Sosial Klasik, teori-teorinya meliputi antara lain: (1) Tarde`s

laws of Imitation; (2) Gustave Le Bon`s The Crowd; (3) William

MacDougall`s The Group Mind; dan (4) E. D. Martin`s The Behaviour of

Crowd;

31
b. Gerakan Sosial Lama/Gerakan Sosial Neo-Klasik, teori-teorinya meliputi

antara lain: (1) The Value-Added Theory (Structural-Strain Theory); (2)

Mass Society Theory; dan (3) Relative Deprivation Theory; dan

c. Sosial Baru/Gerakan Sosial Kontemporer, teori-teorinya meliputi antara

lain: (1) The Resource Mobilization Theory; dan (2) The Identity-Oriented

Theory.

2.1.4.1 Tipologi Gerakan Sosial

Menurut Aberle, Cameron, dan Blumer (Macionis, 1999 dalam Sukmana,

2016:30), para sosiolog mengelompokkan gerakan sosial ke dalam beberapa tipe.

Pengelompokkan tipe Gerakan sosial ini didasarkan atas berbagai aspek, yakni

berdasarkan aspek tujuan gerakan dan metode yang digunakan dalam mencapai

tujuan. Berdasarkan dimensi sasaran perubahan (who is changed) dan dimensi

jumlah besarnya (tingkat) perubahan (how much changed), maka gerakan sosial

dapat dikelompokkan ke dalam empat tipe, yakni:

(1) Gerakan Sosial Alternatif, yaitu gerakan sosial yang tingkat ancamanya

terhadap status quo sangat kecil karena sasaran dari Gerakan sosial ini

adalah suatu perubahan yang terbatas terhadap hanya sebagian dari

populasi.

(2) Gerakan Sosial Pembebasan, yaitu suatu tipe Gerakan sosial yang

memiliki fokus selektif, tetapi ditujukan terhadap perubahan yang radikal

(lebih mengakar) pada individu.

(3) Gerakan Sosial Reformasi, yaitu tipe gerakan sosial yang ditujukan hanya

untuk suatu perubahan sosial yang terbatas terhadap setiap orang.

32
(4) Gerakan Sosial Revolusi, merupakan suatu tipe gerakan sosial yang paling

keras (ekstrim) dibandingkan tipe gerakan sosial yang lainnya, berjuang

untuk sebuah transformasi dasar dari seluruh masyarakat.

2.1.4.2 Resistensi Terhadap Gerakan Sosial

Setiap peristiwa gerakan sosial, selain ada pihak yang mendukung, juga

tidak akan lepas dari adanya pihak yang menentang atau menolak. Manurut

Locher (2002:238 dalam Sukmana, 2016:31), mengingat bahwa semua peristiwa

gerakan sosial menginginkan adanya suatu perubahan atau untuk menjaga sesuatu

agar tidak berubah, maka di dalamnya akan ada orang atau pihak yang tidak

menginginkan suatu gerakan sosial berhasil. Perlawanan atau penolakan yang

paling besar terhadap suatu gerakan sosial biasanya berasal dari mereka yang

diuntungkan apabila gerakan tersebut mengalami kegagalan, umumnya politisi

atau pemimpin sosial.

Selanjutnya, Locher (Locher, 2002: 239-243 dalam Sukmana, 2016:31)

menyebutkan terdapat Empat bentuk resistensi terhadap suatu gerakan sosial

(social movements), yakni:

a) Ejekan bisa menjadi cara yang sangat efektif dalam menolak atau melawan

suatu gerakan sosial. Mengejek pemimpin gerakan, pengikut, dan atau

tujuan gerakan, dengan cara melecehkan gerakan di mata orang lain dalam

suatu masyarakat atau komunitas.

b) Kooptasi; mengacu kepada bagaimana membentuk suatu kelompok yang

relatif kuat tampak seperti bekerjasama dalam suatu gerakan sosial, atau

menjadikan suatu organisasi gerakan sosial menjadi organisasi yang netral

33
c) Kontrol Sosial Formal seringkali menghadapi resistensi dari pihak yang

berwenang karena tujuan Gerakan sosial tersebut adalah menginginkan

terjadinya suatu gerakan sosal yang justru tidak diinginkan oleh para

pemimpin sosial dan politik. Terdapat beberapa cara yang berbeda

bagaimana kontrol sosial formal melalui legitimasi wewenangnya

digunakan dalam menentang Gerakan sosial. Secara umum, ada dua

kategori dari kontrol sosial formal yakni: legitimate force (legitimasi

kekuatan) dan laws and ordinances (hukum dan peraturan).

d) Kekerasan adalah bentuk yang paling ekstrim dari berbagai bentuk

resistensi terhadap gerakan sosial. Kadang-kadang, violence merupakan

pilihan terakhir, akan tetapi seringkali menjadi garis pertahanan utama

dalam menentang gerakan sosial.

2.1.4.3. Tahap-Tahap dalam Gerakan Sosial

Menurut Macionis (1999 dalam Sukmana, 2016:33), dari hasil kajian

beberapa peneliti, seperti Blumer (1969), Mauss (1975), dan Tilly (1978), dapat

disimpulkan bahwa terdapat 4 tahapan dalam proses gerakan sosial, yakni:

(1) Emergence (tahap kemunculan).

(2) Coalescence (tahap penggabungan)

(3) Bureaucratization (tahap Birokratisasi);

(4) Decline (tahap Kemunduran/Penurunan).

2.1.4.4 Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan dan Kegagalan Gerakan Sosial

Menurut Locher (2002:271 dalam Sukmana, 2016:33) terdapat beberapa

faktor yang menentukan keberhasilan dan kegagalan suatu gerakan sosial.

34
Menurutnya, mengacu kepada sejarah pola gerakan sosial di Amerika, maka

ditemukan Lima faktor (karakteristik) yang dapat mempengaruhi keberhasilan

suatu gerakan sosial, yaitu:

(1) Leadership: Effective Leadership (Kepemimpinan: Kepemimpinan yang

Efektif). Syarat keberhasilan suatu gerakan sosial adalah harus memiliki

pemimpin yang efektif (effective leaders), yaitu individu-individu yang

memahami sistem hukum dan politik yang berfungsi efektif dalam diri

mereka.

(2) Image: Positive Image (Citra: Citra Psoitif) Keberhasilan gerakan sosial

adalah apabila dihargai (mendapatkan respek).

(3) Tactics: Socially Accepted Tactics (Taktik: Taktik yang Dapat Diterima

secara Sosial) Suatu gerakan sosial akan berhasil apabila menggunakan

taktik-taktik yang dapat diterima secara sosial.

(4) Goals: Socially Acceptable Goals (Tujuan: Tujuan yang Dapat Diterima

Secara Sosial) Suatu gerakan sosial akan berhasil apabila pihak luar

(outsiders) merasa yakin bahwa tujuan utama gerakan sosial adalah hanya

untuk kepentingan masyarakat, dan tidak bermaksud merugikan

kepentingan mereka.

(5) Support: Cultivated Financial and Political Support (Dukungan:

Pembudayaan Dukungan Politik dan Finansial). Kebanyakan kelompok-

kelompok Gerakan sosial memperoleh dukungan politik dan dana dari

jaringan kelompok, organisasi, dan institusi yang lainnya. Kebanyakan

gerakan sosial yang berhasil, memadukan teknik dan pesan mereka untuk

35
menghindari keterasingan dari pendukung politik dan finansial potensial

yang memungkinkan.

Berangkat dari penjelasan yang telah dipaparkan diatas, penulis kemudian

menggunakan pendekatan Gerakan Sosial Baru yang menitikberatkan pada teori

Identitas. Penjelasan teori identitas secara mendalam akan dibahas di bagian

bawah ini.

2.1.4.5 Teori Identitas.

Menurut Singh (2001:113 dalam Sukmana, 2016:158), teori berorientasi

identitas tentang gerakan sosial kontemporer menjelaskan asumsi dasar sebagai

kritik terhadap perspektif teori Mobilisasi Sumberdaya (the Resource

Mobilisation Theory). Basis rasionalitas dari teori mobilisasi sumberdaya

dianggap tidak cukup memadai dalam menjelaskan gerakan sosial baru. Teori

mobilisasi sumberdaya dianggap gagal dalam menjelaskan beberapa ekspresi dari

beberapa bentuk gerakan sosial baru, seperti: gerakan feminis, gerakan

lingkungan, gerakan damai, gerakan perlucutan senjata, dan gerakan kebebasan

lokal.

Teori Identitas (the Identity Oriented Theory) secara umum mempunyai

sifat-sifat non-materialistik dan ekspresif (nonmaterialistic and expressive in

nature). Teori Identitas membahas pertanyaan-pertanyaan tentang integrasi dan

solidaritas dari kelompok yang terlibat dalam aksi kolektif. Teori Identitas

menolak usaha (dari teori Mobilisasi Sumberdaya) untuk memaksakan model

36
rasionalitas dari neo-utilitarian dan voluntaristik dalam menjelaskan aksi kolektif

dan gerakan sosial (Singh, 2001 dalam Sukmana, 2016:159).

Para pendukung teori Identitas, meskipun sementara mereka menerima

beberapa elemen repertoar dari teori Marxist seperti gagasan tentang perjuangan

(struggle), mobilisasi (mobilization), kesadaran (consciousness), dan solidaritas

(solidarity), namun mereka menolak tesis reduksionisme dan deterministik

materialisme dan konsep-konsep basis materialistik tentang formasi sosial.

Determinisme Marxist, dan konsekuensi yang menyangkut reduksionisme, saat ini

mulai ditinggalkan karena redundansi teoritis mereka; terkesan berlebih-lebihan.

Formasi-formasi sosial baru dan gerakan sosial baru seperti ekologi, feminisme,

perdamaian dan mobilisasi akar rumput melampaui ide tentang kelas dan

melewati batas kondisi material. Para partisipan GSB menegaskan bahwa

tindakan diri mereka tidak dalam rangka mengusung nilai-nilai tenaga kerja akan

tetapi lebih mengusung nilai-nilai kemanusiaan secara luas (Sukmana, 2016:158).

Dengan demikian, teori Identitas merupakan teori yang berorientasi post-

Marxism. Post-Marxism sebagai cara (mode) berpikir kritis merupakan logika

tentang bentuk-bentuk sosial dari post-materialism, post-industrialism dan post-

capitalism (Singh, 2001). Bentuk-bentuk sosial ini, merupakan sifat yang muncul

dari refleksi kritis kontemporer dan aplikasi empirisme ekspresif sebagai metode

dalam memahami konsepsi tentang post-society, post-sociology dan new social

movements. Merupakan kesepakatan umum bahwa gerakan berorientasi identitas

dan tindakan kolektif merupakan ekspresi tentang upaya penyelidikan tentang

identitas, otonomi, dan pengakuan manusia.

37
Dalton dan Kuechler (Hunt & Benford, 2004 dalam Sukmana, 2016:72)

menyatakan bahwa GSB dalam masyarakat pasca-industri berbeda dari gerakan

terdahulu yang berbasis kelas dalam terminologi ideologi, sumber-sumber,

struktur, gaya, dan tujuan. Dalam beberapa hal, identitas kolektif menggantikan

kesadaran kelas sebagai faktor yang menyebabkan mobilisasi dan keterlibatan

individu dalam gerakan sosial.

Lebih lanjut, Hunt dan Benford (Snow, Soule, & Kriesi, 2004 dalam

Sukmana, 2016:160) menyatakan bahwa identitas kolektif dan konsep-konsep

lainnya yang berhubungan seperti solidaritas dan komitmen, merupakan suatu

kemajuan yang sangat menarik dalam memahami tentang gerakan sosial. Lebih

penting lagi adalah bahwa identitas kolektif, solidaritas, dan komitmen dapat

membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat psikologis,

psikologi sosial, dan sosiologi makro tentang gerakan sosial. Teori tentang aksi

kolektif secara sistematis menjelaskan konsep identitas kolektif, solidaritas, dan

komitmen. Ketiga konsep ini membentuk basis sistematis, teori komprehensif

yang mensintesakan perspektif-perspektif psikologi, psikologi sosial dan sosiologi

makro. Secara umum, identitas kolektif menjelaskan bahwa kelompok individu

memiliki kepentingan, nilai, perasaan dan tujuan bersama. Identitas kolektif di

dalamnya meliputi menekankan pada komitmen dari indvidu, menekankan pada

solidaritas dari kolektivitas, serta menyoroti secara lebih luas, struktur

makrososial dan dinamika yang melampaui gerakan kolektivitas, termasuk yang

membantu membentuk dan memberikan interes, konteks politik, simbol kultur,

tujuan, dan sebagainya. Sementara, komitmen memfokuskan perhatian kepada

38
investasi individu dalam garis aksi individu yang konsisten dengan garis aksi yang

dimunculkan oleh kolektivitas. Komitmen membantu menjelaskan hubungan

individu dan kolektivitas melalui perhatian yang utama kepada aktivitas individu.

Sedangkan, solidaritas memberikan perhatian kepada tingkat dari kohesivitas

sosial yang eksis dalam dan bersama kelompok. Solidaritas melakukan eksplorasi

tentang hubungan individu dan kolektivitas dengan fokus utama pada kolektivitas.

Dari uraian penjelasan perspektif teori identitas, maka dapat dirumuskan

tentang faktor-faktor determinan terjadinya Gerakan sosial, yaitu: (1) Identitas

kolektif; (2) Solidaritas; dan (3) Komitmen. Selanjutnya, penjelasan tentang

kaitan antara identitas kolektif, solidaritas, dan komitmen dengan gerakan sosial,

sebagai berikut:

Pertama; identitas kolektif dan gerakan sosial. Menurut Snow (Snow,

Soule, & Kriesi, 2004 dalam Sukmana, 2016:162), identitas kolektif adalah

berbagi perasaan tentang “kami” (we-ness) dan lembaga kolektif. Selanjutnya

Polleta dan Jasper (2001:284 dalam Sukmana, 2016:162), memberikan definisi

identitas kolektif sebagai kognitif individu, moral, dan emosional yang

dihubungkan dengan masyarakat luas, kategori, praktis, atau institusi. Identitas

kolektif menunjukkan persepsi tentang status atau hubungan bersama yang

mungkin bersifat imajinasi daripada pengalaman secara langsung, dan dibedakan

dari identitas personal, meskipun identitas kolektif merupakan bagian dari

identitas personal. Identitas kolektif mungkin pertama kali dikonstruksi oleh orang

luar (outsiders), tetapi tergantung atas bagaimana orang-orang yang dikonstruksi

itu penerimanya. Identitas kolektif diekspresikan dalam materi kultural seperti:

39
nama, narasi, simbol, gaya verbal, ritual, pakaian, dan sebagainya, meskipun tidak

semua materi kultural mengekspresikan suatu identitas kolektif. Identitas kolektif

tidak berimplikasi pada kalkulasi rasional sebagai evaluasi pilihan interes. Tidak

juga seperti halnya ideologi, identitas kolektif menyertakan perasaan positif

tentang anggota-anggota kelompok yang lainnya.

Kedua; solidaritas dan gerakan sosial. Solidaritas memiliki dua ciri, yaitu

corpus dan spiritus. Aspek Corpus dalam solidaritas terkait dengan ciri-ciri fisik

tubuh sebagai sarana untuk realitas pengalaman dan merupakan komponen

esensial dari identitas personal dan sosial. Identitas kolektif tergantung atas

identifkasi fisik tubuh dengan aktor terkait. Bagi beberapa kelompok, identifikasi

fisik aktor dipeerlukan sebagai gambaran atau citra entitas aktual. Sedangkan

aspek spiritus dalam solidaritas, sebagaimana dikatakan Blumer bahwa solidaritas

melibatkan perasaan memiliki terhadap kolektifitas (Sukmana, 2016:162).

Ketiga; Komitmen dan Gerakan sosial. Sebagaimana solidaritas,

komitmen juga dipandang sebagai kunci untuk mengeksplorasi tentang partisipasi

dalam gerakan sosial. Zurcher dan Snow (Snow, Soule, & Kriesi, 2006: 440

dalam Sukmana, 2016:163) menyatakan bahwa komitmen bersifat relatif,

bervariasi dari satu gerakan ke gerakan yang lainnya, termasuk juga dalam

gerakan yang sama. Kanter (Snow, Soule, & Kriesi, 2006: 440 dalam Sukmana,

2016:163) memberikan pandangan yang berbeda, menurutnya komitmen adalah

kesediaan atau kerelaan diri untuk syarat bagi suatu relasi sosial. Bagi Kanter,

komitmen mengacu kepada kerelaan seseorang untuk mencapai syarat-syarat bagi

suatu tindakan sosial.

40
2.1.5 Kapal Udara Band

Musik sebagai gerakan sosial pun juga muncul di Kota Makassar

terkhususnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

Salah satu band yang mengadopsi aliran folk yaitu band Kapal Udara. Kapal

Udara adalah salah satu band yang sedang menjadi perhatian dari penikmat musik

bagi kaum muda maupun tua di Kota Makassar. Mereka senang menyampaikan

keresahan keseharian bersama segala siasat hidup, lewat nada-nada sederhana

yang mudah dicerna dan membuat para pendengar bergoyang seperti tengah

merayakan tiap pencapaiannya.

Resmi berlayar sejak awal tahun 2015. Mulai dari panggung-panggung

komunitas hingga korporasi, mereka menyebar gagasan, mencari teman, dan

terhibur bersama. Di tahun 2017, Kapal Udara meluncurkan album mini Seru dari

Hulu, berisi lima lagu: Menyambut, Melaut, Menanam, Menari dan Merantau.

Akun youtube Kapal Udara tercatat memiliki 3.580 subscribers dan akun

instagram diikuti 6911 followers.

Kapal Udara adalah band yang mengusung genre folk dan berbasis di

Makassar. Band yang terbentuk pada 2015 dan beranggotakan empat personil

yaitu Muhammad Ayat (Ayat) sebagai vokalis, Saleh Hariwibowo (Ale) sebagai

gitaris, Mardhan Maing (Dadang) sebagai bassis dan Bobhy Pramusdi (Bobby)

sebagai drummer. Semua personil band ini pernah mengecap bangku pendidikan

di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Kampus tempat

dimana Kapal Udara kemudian dibentuk dan tumbuh (dikutip Diunduh pada

https://kumparan.com/millennial/band-indie-kapal-udara-suarakan-isu-sosial-

41
dalam-bermusik-apa-alasannya-1v1T35A6htl/full pada pukul 22.26 WITA pada

27 Juli 2023).

Tema sosial yang menjadi karakter dalam karya-karya Kapal Udara hingga

di tahun yang keenam ini sangat dipengaruhi oleh wacana yang mereka dapatkan

melalui proses pergulatan ide selama di kampus, khususnya di jurusan

Antropologi dan Sosiologi, tempat para personil Kapal Udara pernah menimba

ilmu.

Soal kelindan Kapal Udara dan isu sosial ini dapat mulai diamati dalam

mini album pertama Suara dari Hulu yang dirilis pada 2017. Mini album ini berisi

lima lagu dengan judul “Menyambut, Melaut, Menanam, Menari, dan Merantau”.

Hulu dalam tajuk album ini mengacu ke tempat segala hal dimulai dan segala

sumber penghidupan bersumber dari sana. Disini, Kapal Udara menganalogikan

desa sebagai hulu dan kota sebagai hilir nya. Sebagai sumber penghidupan, desa

menghidupi kota dengan hasil panen pertanian, hasil tangkapan laut dan hasil

bumi lainnya. Namun seiring modernisasi, pandangan kita sayangnya terlalu

berpusat pada kota. Hasilnya, desa semakin terpinggirkan dan ditinggalkan. Seru

dari Hulu adalah upaya mikro yang dirancang untuk mendokumentasikan dan

menarasikan kembali berbagai penghidupan dari desa.

Kapal Udara pada tahun 2021 melaksanakan silent party yang digagas

secara kolaboratif antara Kapal Udara dan Kedai Buku Jenny. Pertunjukan ini

dirancang untuk menjumpai teman-teman Kapal Udara yang hampir setahun saat

itu hanya dapat menyaksikan pertunjukan Kapal Udara secara virtual.

Tantangannya adalah bagaimana dapat tetap menyuguhkan pertunjukan musik

42
langsung tanpa membuat kerumunan dan tetap mengindahkan protokol kesehatan

di masa pandemi. Silent party sendiri dilaksanakan di tiga titik yaitu titik pertama

di Kedai Buku Jenny, titik kedua di Taman Wijaya Kusuma Banta-Bantaeng, dan

titik ketiga di SS Coffee Jalan Sunu (Ridho A M, 2019:57).

2.2. KERANGKA PIKIR.


Kerangka berfikir ini akan membahas hubungan lirik lagu Kapal Udara

band dengan gerakan sosial yang dilakukan oleh Mahasiswa Universitas

Hasanuddin, hubungan gerakan sosial yang dilakukan oleh Mahasiswa

Universitas Hasanuddin dengan lirik lagu Kapal Udara band yang akan diuraikan

sebagai berikut:

a. Hubungan lirik lagu Kapal Udara band yang bergenre pop-folk dengan

gerakan sosial yang dilakukan oleh Mahasiswa Universitas Hasanuddin

Lirik lagu yang diusung oleh Kapal Udara band adalah lirik lagu yang

bergenre pop-folk. Musik dengan genre pop-folk adalah musik yang

liriknya puitis dan gampang dicerna dan menggunakan alat musik yang

modern. Dengan kehadiran Kapal Udara Band dengan karya lagu-lagunya

tidak pelak telah memicu kesadaran diantara pendengarnya. Kesadaran

yang timbul tersebut kemudian menjadi impuls dalam menginisiasi suatu

gerakan sosial. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin sering mendengarkan

dan menghayati makna dari lagu-lagu Kapal Udara band maka tingkat

gerakan sosial yang akan diadakan semakin tinggi.

b. Hubungan gerakan sosial yang dilakukan oleh Mahasiswa Universitas

Hasanuddin dengan lirik lagu Kapal Udara band yang bergenre pop-folk.

43
Gerakan sosial merupakan upaya mencapaian tujuan tertentu melalui

tindakan yang menentang status quo, wewenang dan budaya yang sudah

mapan. Orang-orang yang melakukan suatu gerakan membangun perasaan

identitas kolektif, yakni membagi perasaan bersama tentang penyebab dan

membantu usaha-usaha mereka dengan mempertahankan suatu gerakan.

Gerakan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Hasanuddin

dapat menjadi inspirasi lahirnya lagu-lagu yang dibuat oleh Kapal Udara

band.

Berdasarkan uraian di atas maka lirik lagu Kapal Udara band yang

bergenre pop-folk dan gerakan sosial yang dilakukan oleh Mahasiswa Universitas

Hasanuddin memiliki hubungan yang bersifat respirokal. Hal tersebut dapat

digambarkan kedalam satu model bagan, hubungan antar variabel yang akan

diteliti sebagai berikut.

R1

X Y
R2

Keterangan gambar:
X = Variabel lirik lagu Kapal Udara band yang bergenre pop-folk
Y = Variabel gerakan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas
Hasanuddin

44
r1 = Hubungan lirik lagu Kapal Udara band yang bergenre pop-folk dengan

gerakan sosial yang dilakukan oleh Mahasiswa Universitas Hasanuddin

r2 = Hubungan gerakan sosial yang dilakukan oleh Mahasiswa Universitas

Hasanuddin dengan lirik lagu Kapal Udara band yang bergenre pop-folk.

2.3. PENGAJUAN HIPOTESIS.

Hipotesis adalah pernyataan atau dugaan mengenai keadaan populasi yang

sifatnya masih sementara atau lemah kebenarannya (Hasan, 2008:140).

Sedangkan menurut Good dan Scates (dalam Tika, 2006:29), menyatakan

hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima

untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta atau kondisi yang diamati

dan digunakan sebagai petunjuk langkah selanjutnya. Pengertian ini kemudian

diperluas dengan maksud sebagai kesimpulan penelitian yang belum semprna.

Sehingga perlu disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis itu

melalui penelitian, dengan menguji hipotesis tersebut dimaksudkan dengan data

dilapangan.

Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

a. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara lagu-lagu Band

Kapal Udara yang bergenre pop-folk dengan gerakan sosial yang

dilakukan oleh Mahasiswa Universitas Hasanuddin.

b. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gerakan sosial yang

dilakukan oleh Mahasiswa Universitas Hasanuddin dengan lagu-lagu Band

Kapal Udara yang bergenre pop-folk.

45
2.4. PENELITIAN TERDAHULU.

Berikut adalah riset-riset ilmiah mengenai musik dan gerakan sosial yang

sudah pernah dilakukan sebelumnya. Riset terdahulu ini penting untuk melihat

perubahan-perubahan masyarakat berkaitan dengan hubungan musik dengan

gerakan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa.

No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian

Penelitian

1. LIA LESTARI 2016 Representasi Kualitatif Hasil penelitian menunjukan

LOBO Kebudayaan Bugis- bahwa makna yang tersirat

Makassar Dalam dalam lagu-lagu Theory of

Album “Alkisah” Discoutic bercerita tentang

Band Indie Theori beberapa kebudayaan-

of Discoustic kebudayaan yang terdapat

(Analisis pada suku Bugis-Makassar.

Semiotika) Terdapat tiga lirik lagu

Theory of Discoutic yang

merepresentasikan

kebudayaan Bugis-

Makassar

2 Gunawan 2016 Gerakan Sosial Baru Kualitatif Hasil penelitian

Wibisono dan pada Musik: Studi menunjukkan bahwa habitus

Drajat Tri Kartono Etnografi pada Band Navicula tentang kehidupan

Navicula Tri Hita Karana sebagai

46
orang Bali; hubungan

harmoni antara Tuhan,

manusia dan alam semesta.

Modal budaya Navicula

tentang pengetahuan tentang

music sebagai media dan

pengetahuan yang kuat

tentang masalah lingkungan,

modal sosial menunjukkan

kerjasama dengan beberapa

organisasi sosial, modal

ekonomi berasal dari

penjualan album, aksesoris

band dan konser mereka.

Modal simbolik

digambarkan dengan istilah

Navicula sebagai green

grunge gentlemen. Ranah

Navicula menjelaskan di

ranah jejaring sosial.

Gerakan sosial baru

Navicula melalui diskografi

Navicula sebagai pesan

47
yang disampaikan, Borneo

Tour sebagai paradigma

baru aksi kolektif, refleksi

pemberontakan kultural

melalui merchandise

Navicula dan responpen

dengar sebagai efek

gerakan.

3. REZA ULVA 2017 Musik Sebagai Kualitatif Penelitian ini menunjukan

TAMIMI Gerakan Sosial bahwa gerakan sosial HAM

Baru (Studi yang dilakukan Merah

Kualitatif Bercerita melalui media

Deskriptif Dengan musik bisa dikatakan

Menggunakan efektif, selain menjadi

Teori sarana hiburan musik

Interaksionisme dijadikan sebagai media

Simbolik Tentang perlawanan dan kritik.

Grup Musik Merah Peneliti disini menemukan

Bercerita) perilaku simbolik, dimana

merah bercerita

menggunakan media lirik,

tempo, nada, gambar yang

kemudian menjadi bahasa

48
simbolik dalam penyampain

pesan.

49
BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam sebuah penulisan ilmiah, hendaknya penulisan tersebut

menggunakan metodologi yang tersistematis dan memenuhi standar penelitian

yang ilmiah. Maka, selanjutnya penulis akan menjelaskan mengenai metodologi

ilmiah yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

3.1 Pendekatan Penelitian.

Sebelum menentukan pendekatan yang digunakan dalam metodologi

penelitian, akan disinggung terlebih dahulu perbedaan antara frasa pendekatan

penelitian dengan frasa metode penelitian. Seringkali seorang peneliti secara

serampangan menggunakan dua frasa tersebut tanpa mengetahui perbedaan dari

frasa pendekatan penelitian dan frasa metode penelitian. Penyamaan makna dua

konsep penelitian tersebut merupakan sebuah kekeliruan. Kedua konsep tersebut

tidak boleh disamakan artinya karena keduanya mengacu kepada hal yang

berbeda.

Prasetyo dan Jannah (2011:26) menyebutkan pendekatan adalah metode

ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang

kemudian dipergunakan sebagai sarana analisis. Pendekatan penelitian yang akan

digunakan oleh peneliti adalah pendekatan penelitian kuantitatif eksplanatif.

Pengertian penelitian kuantitatif menurut Sugiyono (dalam Prasetyo dan Jannah,

2011:42) adalah penelitian berupa angka-angka dan analisis-analisis

menggunakan statistik. Adapun penelitian deskriptif menurut Prasetyo dan Jannah

50
(2011:42) adalah penelitian yang dilakukan untuk menemukan penjelasan tentang

mengapa suatu kejadian atau gejala terjadi. Hasil akhir dari penelitian ini adalah

gambaran mengenai hubungan sebab akibat.

Berangkat dari pengertian diatas, penulis kemudian mendefenisikan

pendekatan penelitian kualitatif eksplanatif adalah sebuah metode ilmiah dimana

data yang terkumpul akan diklasifikasikan menjadi kelompok data bersifat

kuantitatif, yaitu data-data yang digambarkan dengan wujud angka-angka hasil

perhitungan atau pengukuran yang ditujukan untuk menemukan penjelasan

tentang mengapa suatu kejadian terjadi.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian.

Lokasi penulisan adalah tempat dimana proses studi yang digunakan untuk

memperoleh pemecahan masalah penulisan berlangsung. Penentuan lokasi

penulisan sangat penting karena berhubungan dengan data-data yang harus dicari

sesuai dengan fokus yang ditentukan, lokasi penulisan juga menentukan apakah

data memenuhi syarat baik volume maupun karakter data yang dibutuhkan dalam

penulisan. Penulisan ini dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Hasanuddin yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kec.

Tamalanrea, Kota Makassar. Lokasi ini dipilih dikarenakan dua alasan yaitu:

Pertama, penulis merupakan mahasiswa Universitas Hasanuddin sehingga penulis

telah mengetahui budaya kerja dan atmosfir kemahasiswaan di Universitas

Hasanuddin. Kedua, terdapat program kerja seperti Mini Vertical Noise yang

terdapat pertunjukan musik didalamnya dan program kerja seperti Diskusi dan

Advokasi yang bertujuan untuk menjadi wadah dalam menyuarakan aspirasi

51
masyarakat menjadi sinyal akan adanya relasi atau hubungan antara musik dan

gerakan sosial dalam dunia kemahasiswaan.

Waktu penulisan adalah waktu yang digunakan untuk memperoleh

pemecahan masalah penulisan. Penulisan ini akan dilaksanakan selama kurang

lebih dua bulan, yaitu bulan September 2023 sampai bulan Oktober 2023.

3.3 Sumber Data.

Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu: Pertama, data primer yang

langsung dari lokasi atau objek yang diteliti. Penulis mendapatkan data primer

dari Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FISIP Universitas Hasanuddin

mengenai jumlah mahasiswa Strata-1 yang berkuliah di Universitas Hasanuddin

dan mahasiswa S1 yang terdaftar sebagai anggota pada Lembaga Kemahasiswaan

tingkat Departemen dan Fakultas. Adapun jumlah mahasiswa Strata-1 yang

berkuliah di FISIP Universitas Hasanuddin dapat diamati dari tabel berikut

Tabel 3.1 Jumlah Data Mahasiswa FISIP Universitas Hasanuddin

No Program Studi S1 Himpunan BEM

1 Ilmu Politik 340 223 -

2 Ilmu Pemerintahan 341 205 -

3 Ilmu Hubungan Internasional 610 538 -

4 Ilmu Administrasi Negara 431 397 -

5 Ilmu Komunikasi 498 421 -

6 Sosiologi 337 247 -

7 Antropologi 276 203 -

52
Jumlah Keseluruhan 2833 2234 2234

Sumber: Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FISIP Universitas


Hasanuddin, 2023 dan Lembaga Mahasiswa Tingkat Departemen dan
Fakultas
Kedua, data sekunder yang berupa studi kepustakaan. Studi kepustakaan

yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi melalui literatur yang relevan

dengan judul penelitian seperti buku-buku, artikel dan makalah yang memiliki

relevansi dengan masalah yang diteliti serta analisis peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

3.4. Desain Penelitian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena gejala–gejala

hasil pengamatan dikonversikan kedalam angka–angka sehingga dapat digunakan

teknik statistik untuk menganalisis hasilnya. Data kuantitatif adalah data yang

berbentuk angka, atau yang diangkakan (scoring). Penelitian ini menggunakan

teknik korelasi untuk mengetahui arah dan Pengumpulan data yang akan

dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan survei dan metode tes.

Dalam survei digunakan angket sebagai alat pengumpul data yang sebelumnya

akan diuji validitas dan reliabilitas. Begitu pula pada metode tes menggunakan

soal yang sebelumnya akan diuji validitas dan reliabilitas. Setelah pengumpulan

data penelitian selesai, langkah berikutnya adalah pengolahan data. Dalam proses

ini digunakan teknik analisis statistik. Hal yang perlu diperhatikan sebelum

dilakukan analisis statistik adalah kondisi semua harus baik, yaitu semua data

harus memenuhi persyaratan statistik.

53
Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap dua variabel yaitu satu

variabel bebas dan satu variabel terikat. Hubungan diantara variabel sifatnya

respirokal, dimana jika variabel yang satu dengan variabel lainnya saling

mempengaruhi. Untuk kepentingan analisis nama setiap variabel diubah dengan

suatu simbol. Untuk variabel musik diberi simbol X dan variabel gerakan sosial

mahasiswa diberi simbol Y. Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan

cara mencari koefisien hubungan antara variabel X terhadap Y. Adapun hubungan

penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.1 Hubungan Penelitian

X Y

3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel penelitian adalah penjelasan terhadap

variabel-variabel yang diteliti (definisi konseptual) yang telah disesuaikan dengan

kondisi tempat penelitian. Untuk selanjutnya, dari definisi operasional ini

dijabarkan menjadi beberapa indikator sebagai kisi-kisi dalam membuat instrumen

sebagai berikut:

54
Tabel 3.1
Definisi Operasional dan Variabel Penelitian

Variabel Defenisi Operasional Pengukuran

Musik Pop-Folk Musik yang liriknya puitis dan gampang  lirik lagu.

dicerna dan menggunakan alat musik yang  Nada

modern  Gambar

 Tempo

Gerakan Sosial Upaya mencapaian tujuan tertentu melalui  Tipologi Gerakan Sosial

tindakan yang menentang status quo,  Resistensi Terhadap

wewenang dan budaya yang sudah mapan Gerakan Sosial

 Tahap-Tahap dalam

Gerakan Sosial

 Faktor-Faktor Penentu

Keberhasilan dan

Kegagalan Gerakan

Sosial

3.6 Teknik Pengambilan Sampel


a. Populasi

Populasi menurut Sugiyono (2014: 80) adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Untuk membuat sebuah batasan populasi, terdapat tiga kriteria yang harus

55
terpenuhi, yaitu isi, cakupan, dan waktu (Prasetyo & Lina Miftahul Jannah, 2005:

119). Henky Latan (2014:57) mengemukakan bahwa tahap pertama yang

dilakukan peneliti dalam pemilihan sampel adalah mengidentifikasi populasi

target, yaitu populasi spesifik yang relevan dengan tujuan atau masalah penelitian.

Meskipun demikian, Henky Latan menambahkan bahwa dalam kasus tertentu

identifikasi populasi target yang relevan tidaklah mudah untuk dilakukan.

Penyebabnya adalah tidak ada daftar yang presisi dari anggota populasi yang

tetap. Sehingga dibutuhkan ketelitian peneliti dalam melihat karakteristik dari

populasi target.

Adapun populasi dalam penelitian ini mahasiswa S1 yang sedang

menjalani pendidikan di Universitas Hasanuddin.

b. Sampel.

Sampel menurut Sugiyono (2014:81) adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik penarikan sampel dalam

penelitian ini digunakan teknik penarikan acak sederhana (simple random

sampling).

Teknik penarikan acak sederhana merupakan suatu teknik pengambilan

sampel atau elemen secara acak, dimana setiap elemen atau anggota populasi

memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel (Yusuf,

2017:153). Pemilihan teknik acak sederhana dipilih sebagai teknik penarikan

sampel dalam penelitian ini dikarenakan penelitian ini populasinya adalah

56
mahasiswa yang berkuliah di Universitas Hasanuddin dan bergabung dalam

Lembaga Kemahasiswaan tingkat Departemen, Fakultas, dan Universitas.

Adapun untuk besaran sampel yang dibutuhkan, maka akan digunakan

rumus Slovin dalam menentukan besaran sampel tiap populasi.

3.2 Rumus Slovin

n=
1+N(e)²

Keterangan:

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = tingkat error

Berdasarkan rumus Slovin yang digunakan oleh penulis, maka besaran

sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 339 mahasiswa dengan

tingkat margin error sebesar 5%.

3.7 Teknik Pengumpulan Data.

Pengumpulan data merupakan tahapan yang amat penting dalam suatu

penelitian, karena data-data yang dikumpulkan tersebut digunakan untuk menguji

hipotesis yang telah dirumuskan.

57
Dalam pengumpulan data ini, penulis menggunakan metode sebagai

berikut:

a. Observasi.

Peneliti untuk mengetahui sesuatu yang sedang terjadi atau yang sedang

dilakukan merasa perlu untuk melihat sendiri, mendengarkan sendiri atau

merasakan sendiri. Iskandar (2009:121) mengemukakan bahwa kegiatan observasi

meliputi melakukan pengamatan, pencatatan secara sistematik kejadian, perilaku,

obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang sedang dilakukan. Pengamatan

dimaksudkan untuk menghimpun berbagai realitas yang berhubungan dengan

aktifitas baik secara individual maupun secara kelompok di tengah-tengah

masyarakat dimana mereka tinggal. Dalam pengamatan ini, peneliti menggunakan

catatan-catatan dan kamera sebagai alat dokumentasi observasi.

b. Angket.

Dalam hal ini, peneliti membagikan daftar pertanyaan kepada responden

yang dianggap mewakili untuk memberikan informasi yang baik dan akurat

sehubungan dengan objek peneliti. Kuesioner menurut Neuman (2003 dalam

Prasetyo & Lina Miftahul Jannah, 2005:143) adalah

“an instrument ... that he/she uses to measures variables”.

Sedangkan menurut Sugiyono (2019:142) Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan

atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Ketika

58
menggunakan metode ini, peneliti sesungguhnya menyusun sebuah instrumen

pengumpulan data laporan-sendiri yang diisi atau dilengkapi oleh para partisipan

penelitian. Teknik pengumpulan data kuesioner tidak terstruktur, eksploratoris,

terbuka, dan (lazimnya mendalam). Kuesioner seringkali menjadi komponen

penting dalam percampuran lintas-metode (Tashakkori, Abbas & Charles Teddlie,

2010:272).

3.8 Instrumen Penelitian Dan Pengukuran

Untuk menggunakan metode pengumpulan data yang telah ditentukan

(observasi, angket dan dokumentasi) dibutuhkan alat yang dipakai untuk

mengumpulkan data, alat itulah yang disebut sebagai instrument. Instrument

penelitian menurut Sugiyono adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati. Dari pengertian tersebut dapat

dipahami bahwa instrument merupakan suatu alat bantu yang digunakan oleh

peneliti dalam menggunakan metode pngumpulan data secara sistematis dan lebih

mudah. Instrument penelitian menempati posisi teramat penting dalam hal

bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk memperoleh data di lapangan.

Adapun instrument yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

a. Angket

b. Pedoman observasi

c. Pedoman dokumentasi

Titik tolak dari penyusunan instrumen adalah variabel-variabel penelitian

yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi

59
operasionalnya, selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator

ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan

(Sugiyono, 2019:149). Selanjutnya butir-butir pertanyaan atau pernyataan tersebut

diberi skala pengukuran pada pilihan jawaban atau tanggapan.

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan

data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk

mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2019:173). Berkaitan dengan

jenis validitas yang dipilih, maka dalam menghitung menggunakan rumus korelasi

product momen dari Karl Pearson. Adapun rumus tersebut dikutip dari J. Sitorus,

(1990:39).

Syarat lain yang juga penting bagi seorang peneliti adalah reabilitas.

Reabilitas sama dengan konsistensi atau keajekan. Instrumen yang reliabel adalah

instrumen yang bila digunakan beberapa untuk mengukur obyek yang sama, akan

menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2019:173). Untuk menguji reabilitas

60
instrumen digunakan teknik Alfa Cronbach. Rumus Alfa Cronbach yang dikutip

dari Sugiyono (2019:365) adalah sebagai berikut:

Sekaran dalam Priyatno (2012:120) menyebutkan bahwa reliabilitas

kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima, dan di atas 0,8

adalah baik.

3.10 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan

atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu.

Pengolahan data dalam penelitian ini meliputi:

A. Editing

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah

dikumpulkan karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data yang

terkumpul tidak logis dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk

menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan di lapangan

dan bersifat koreksi. Pada kesempatan ini, kekurangan data atau kesalahan data

dapat dilengkapi atau diperbaiki baik dengan pengumpulan data ulang atau

dengan interpolasi (penyisipan).

61
B. Coding

Coding adalah pemberian/pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang

termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam

bentuk angka-angka/huruf-huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada

suatu informasi atau data yang akan dianalisis.

C. Skoring

Dalam praktek, penyusunan angket berskala ordinal itu berdasarkan

paradigma alur penelitian dengan mengikuti skala Likert. Skala Likert digunakan

untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang

tentang fenomena sosial. Pada skala likert variabel yang diukur dijabarkan

menjadi indikator variabel, yang kemudian indikator variable tersebut dijadikan

sebagai dasar atau titik tolak dalam menyusun item-item instrumen yang dapat

berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrument yang

menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat

negatif yang dapat berupa katakata. Instrument penelitian yang menggunakan

skala Likert dapt dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda.

Proses penentuan skor atas jawaban responden yang dilakukan dengan

membuat klasifikasi dan kategori yang cocok tergantung pada anggapan atau

opini responden. Penghitungan scoring dilakukan dengan menggunakan skala

Likert yang pengukurannya sebagai berikut.

62
Tabel 3.2 Skala Likert

Skoring Penelitian

Jawaban Skor

Sangat Setuju 4

Setuju 3

Tidak Setuju 2

Sangat Tidak Setuju 1

D. Tabulasi

Tabulasi adalah membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah diberi

kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.

E. Penyajian data tersusun

Hasil penyusunan dan pengelompokan data diatas, data dapat disajikan

dalam bentuk tabel, gambar, bagan dan peta.

3.11 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah cara yang digunakan untuk mengkategorikan

data untuk mendapatkan pola hubungan, tema dan menafsirkan apa yang

bermakna dan dimuat dalam laporan penulisan (Afrizal, 2015:19). Analisis data

merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian. Peneliti harus

63
memastikan pola analitis mana yang akan digunakan, apakah analisis statistik atau

analisis non-statistik. Analisis data penelitian berujuan untuk menyederhanakan

dan membatasi temuan-temuan hingga menjadi satu data yang teratur, tersusun

serta lebih berarti. Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan bantuan SPSS.

Selain untuk memudahkan proses analisis data, SPSS juga membantu peneliti

dalam menghindari kesalahan hitungan.

Sesuai dengan apa yang dicapai dalam penelitian ini, maka data yang telah

terkumpul dari responden dianalisis dengan analisis statistik. Teknik analisis

statistik dimulai dari statistik deskriptif untuk mengetahui berapa besar rerata

skor, median, mode, simpangan baku serta distribusi frekuensi dari data yang

telah terkumpulkan. Kegunaan statistik deskriptif ini adalah untuk

menggambarkan suatu keadaan dengan apa adanya secara obyektif tanpa

dipengaruhi dari dalam diri peneliti atau secara subyektif. Kemudian analisis yang

digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik analisis korelasi sederhana dan

korelasi ganda. Namun sebelum dilakukan analisis tersebut, terlebih dahulu

dilakukan uji persyaratan yaitu uji normalitas data dan lineritas data.

A. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian

berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan Chi Kuadrat,

yaitu dengan rumus sebagai berikut:

64
Apabila harga chi kuadrat yang diperoleh melalui hitungan lebih kecil dari

harga chi kuadrat tabel dengan taraf signifikansi 5 % pada derajat kebebasan

jumlah kelas interval dikurangi satu (k–1) maka data dari variabel tersebut

berdistribusi normal. Sebaliknya jika harga chi kuadrat melalui hitungan atau

observasi lebih besar dari harga chi kuadrat tabel maka data tersebut

berdistribusi tidak normal. Kriteria pengujian ini dapat dinyatakan sebagai

berikut: Ho ditolak jika: chi hitung (0,05 (k–1)) > chi tabel (0,05 (k–1)) Ho

diterima jika: chi hitung (0,05 (k–1)) < chi tabel (0,05) (k–1).

B. Uji Linearitas

Pengujian hipotesis hubungan antar variabel dilakukan dengan

menentukan persamaan garis regresinya terlebih dahulu, untuk mengetahui

bentuk hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Linieritas

dilakukan terhadap variabeln independen yang terdiri dari musik pop-folk.

Variabel dependennya adalah gerakan sosial di kalangan mahasiswa

Universitas Hasanuddin. Uji yang digunakan untuk mengetahui linier atau

tidaknya adalah menggunakan uji F yang dikutip pada Sugiyono (2014:286)

rumusnya sebagai berikut:

Setelah didapat harga F, kemudian dikorelasikan dengan harga F pada

tabel dengan taraf signifikansi 5%. Jika harga F hasil analisis (Fa) lebih kecil

dari Ftabel (Ft) maka hubungan kriterium dengan prediktor adalah hubungan

65
linier. Jika F hasil analisis (Fa) lebih besar dari Ftabel (Ft) maka hubungan

kriterium dengan prediktor adalah hubungan non linier.

C. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan analisis

statistik. Analisis deskriptif untuk masing-masing variabel penelitian

digunakan untuk menentukan harga rata-rata hitung (M), simpangan baku

(SD), median (Me) dan modus (Mo). Tujuan lebih lanjut dari analisis

deskriptif adalah untuk mendefinisikan kecenderungan sebaran data dari

masing-masing variabel penelitian yaitu musik pop-folk (X) dan gerakan

sosial di kalangan mahasiswa Universitas Hasanuddin (Y). Sedangkan

analisis statistik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel

bebas dengan variabel terikat baik secara sendiri-sendiri maupun secara

bersama-sama dengan cara melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis nihil (Ho) untuk hipotesis

yang diuji dan hipotesis alternatif untuk hipotesis yang diajukan Hipotesis

nihil merupakan tandingan dari hipotesis alternatif, dimana jika hasil

pengujian secara statistik menolak hipotesis nihil berarti hipotesis alternatif

diterima begitu juga dengan sebaliknya. Pada penelitian ini pengujian

hipotesis menggunakan taraf signifikansi 0,05 yang berarti resiko kesalahan

dalam mengambil kesimpulan adalah 5 % dari 100 % kebenarannya atau

kebenaran yang dicapai 95 %.

66
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka teknik

analisis yang digunakan adalah teknik analisis product moment. Teknik

analisis product moment digunakan untuk menguji hipotesis (1) dan (2) yaitu

untuk mengetahui hubungan antar variabel bebas dan antara variabel bebas

dengan variabel terikat, secara umum rumusnya adalah:

Ketentuan bila r hitung lebih kecil dari r tabel, maka Ho diterima, dan Ha

ditolak. Tetapi sebaliknya bila r hitung lebih besar dari r tabel (rh > rt) maka

Ha diterima (Sugiyono, 2014:261). Sebagai tolok ukur tinggi rendahnya

koefisien korelasi dapat digunakan interpretasi yang diungkapkan oleh

(Sugiyono, 2014:257) sebagai berikut:

Tabel 3.3
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval koefisien Tingkat Hubungan

0, 00 – 0, 199 Sangat rendah

0, 20 – 0, 399 Rendah

0, 40 – 0, 599 Sedang

0, 60 – 0, 799 Kuat

0, 80 – 1, 000 Sangat kuat

67
DAFTAR PUSTAKA
Andjani, Karina (2022). Musik dan Masyarakat: Filsafat Musik Theodor Adorno.
CV. Marjin Kiri: Tangerang Selatan.
Afrizal (2015). Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung
Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu.
RajaGrafindo Persada:Jakarta.
Abbas Tashakkori, C. T. (2010). Handbook of Mixed Methods In Social &
Behavioral Research. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Ahdiat, Adi (2022). Bukan Pop, Ini Genre Musik Favorit Gen Z. Diunduh pada
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/12/01/bukan-pop-ini-genre-
musik-favorit-gen z#:~:text=Mayoritas%20responden%20Gen%20Z
%20justru,tahun%202000-an%2023%25 pada pukul 23.21 WITA (10 Juli 2023)
Bateson, Catherine V. (2022). Irish American Civil War Songs Identity, Loyalty,
and Nationhood. LSU Press: Baton Rouge
Dihni, Vika Azkiya (2022). Jenis Musik Paling Disukai Masyarakat Indonesia.
Diunduh pada
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/10/survei-dangdut-
jenis-musik-paling-disukai-masyarakat indonesia#:~:text=Skala%20Survei
%20Indonesia%20(SSI)%20merilis,dengan%20persentase
%2058%2C1%25 pada pukul 23.01 WITA (10 Juli 2023)
Hasymi, Fahri (2017). Sejarah Singkat Musik Folk dan Perkembangannya di
Indonesia. Diunduh pada https://kitaanaknegeri.com/kitapedia-sejarah-
singkat-musik-folk-dan-perkembangannya-di-indonesia/ pada pukul 22.07
WITA (10 Juli 2023)
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada (GP
Press)
Millennial (2021). Band Indie Kapal Udara Suarakan Isu Sosial dalam Bermusik,
Apa Alasannya?. Diunduh pada https://kumparan.com/millennial/band-
indie-kapal-udara-suarakan-isu-sosial-dalam-bermusik-apa-alasannya-
1v1T35A6htl/full pada pukul 18.50 WITA (09 Juli 2023).
Maulana, Moh. Faiz (2020). Dangdut Koplo: Tubuh, Seksualitas dan Arena
Kekuasaan Perempuan. MUQODDIMA: Jurnal Pemikiran dan Riset
Sosiologi. Vol.1. hal.198
Montri, Caesar (2019). Apa Itu Musik Folk? Ini Loh Penjelasannya Loopers!.
Diunduh pada https://ilmupedia.co.id/articles/penjelasan-tentang-musik-
folk/full pada pukul 20.40 WITA (27 Juli 2023)

68
Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah (2011). Metode Penelitian
Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Priyatno, Duwi. 2012. Cara Kilat Belajar Analisis Data dengan SPSS 20.
Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET (ANDI).
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman (2011). Teori Sosiologi: Dari Teori
Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial
Postmodern. Kreasi Wacana: Yogyakarta.
Ridho A.M., Moh (2019) Strategi Komunikasi Pemasaran Musik Indie Melalui
New Media (Studi Kasus Band Kapal Udara Kota Makassar). Sarjana
thesis, Universitas Hasanuddin
Rafiqamila, Nayinda (2016). Sejarah Folk dan Rasa Folk Masa Kini. Diunduh
pada https://www.djarumcoklat.com/article/sejarah-folk-dan-rasa-folk-kini
pada pukul 21.32 WITA (10 Juli 2023)
Rodhia, Zidni (2018) Musik Iksan Skuter: Gerakan Sosial Baru. Sarjana thesis,
Universitas Brawijaya
Sukmana, Oman (2016). Konsep dan Teori Gerakan Sosial. Intrans Publishing:
Malang.
Soejono, Soekanto (2017). Sosiologi Suatu Pengantar. PT. RajaGrafindo Persada:
Jakarta.
Sugiyono. (2014). Metodelogi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Dan R&D.
Bandung: ALFABETA.
Sunarto (2021). Max Weber: Rasionalisasi dan Sosiologi Musik. Diunduh pada
https://www.rumahsosiologi.com/tulisan/artikellepas/265-max-weber-
rasionalisasi-dan-sosiologi-musik pada pukul 22.22 WITA (27 Juli 2023).
Sejarah Perkembangan Musik Dunia (Masa Awal Hingga Modern. Diunduh pada
https://www.senibudayaku.com/2018/11/sejarah-perkembangan-musik-
dunia.html pada pukul 20.20 WITA (27 Juli 2023)
Subroto, Lukman Hadi (2022). Sejarah Musik Pada Zaman Prasejarah. Diunduh
pada https://www.kompas.com/stori/read/2022/02/11/130000579/sejarah-
musik-pada-zaman-prasejarah pada pukul 19.09 WITA (09 Juli 2023)
Shidiqy, Hasby Ash- (2016). Citra Perempuan Dalam Lagu-Lagu Dangdut:
Analisa Feminisme Dalam Budaya Populer. Al-Tsaqafa: Jurnal Ilmiah
Peradaban Islam. Vol.13. hal. 136.
Styawan, Wahyu Eka (2022). Membincangkan Musik dan Gerakan Sosial.
Diunduh pada https://omong-omong.com/membincangkan-musik-dan-
gerakan-sosial/ pada pukul 22.41 WITA (10 Juli 2023)

69
Tamimi, Reza Ulva dan  Fajar Junaedi, S.Sos. M.Si. (2017) Musik Sebagai Media
Gerakan Sosial Baru (Studi Kualitatif Deskriptif dengan Menggunakan
Teori Interaksionisme Simbolik tentang Grup Musik Merah
Bercerita). Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wibisono, Gunawan dan Drajat Tri Kartono (2016). Gerakan Sosial Baru pada
Musik: Studi Etnografi pada Band Navicula. Jurnal Analisa Sosiologi.
Vol. 5 hal. 69-84

70

Anda mungkin juga menyukai