Anda di halaman 1dari 259

KUMPULAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

SEPUTAR PRODUKSI DAN KONSUMSI HALAL

 Fatwa Hukum Mengonsumsi Bajing dan Tupai


 Fatwa Hukum Mengonsumsi Bulus
 Fatwa Larva Lalat Tentara Hitam
 Fatwa Hukum Mengonsumsi Daging Kanguru
 Fatwa Makanan dan Minuman Mengandung Alkohol
 Fatwa Penggunaan Alkohol untuk Bahan Obat
 Fatwa Penggunaan Partikel Emas dalam Produk Kosmetika bagi Laki-laki
 Fatwa Penggunaan Plasma Darah untuk Bahan Obat
 Fatwa Produk Kosmetika Mengandung Alkohol
 Fatwa Pensucian Alat Produksi Yang Terkena Najis Mutawassithah (Najis Sedang)
Dengan Selain Air
 Fatwa Kopi Luwak
 Fatwa Air Daur Ulang
 Fatwa Penggunaan Mikroba dan Produk Mikrobial Dalam Produk Pangan
 Fatwa Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal
 Fatwa Tentang Hukum Alkohol
 Fatwa Mengkonsumsi Kepiting
 Fatwa Mengkonsumsi dan Membudidayakan Kodok
 Fatwa vaksin Polio Khusus
 Fatwa Penyembelihan Hewan Secara Mekanis
 Fatwa tentang Produk Pangan
 Fatwa Mengkonsumsi Cacing dan Jangkrik
 Fatwa Mengkonsumsi Kelinci
 Fatwa Penggunaan Organ Tubuh, Ari-ari dan Air Seni Manusia untuk Obat dan
Kosmetika
 Fatwa Produk Pangan yang Bercampur dengan Bahan Haram
 Fatwa Tentang Kloning
 Fatwa Tentang Penggunaan Narkotika
 Human Deploid Cell untuk obat dan vaksin
 Obat dan pengobatan
 Standar kehalalan produk dan penggunaan kosmetik
 Pewarna makanan minuman dari serangga Cochineal
 Placenta hewan halal untuk kosmetik dan obat luar
 Cara pensucian ekstrak Ragi (Yeast) dari sisa pengolahan Bir
 Penyamakan-dan-Pemanfaatan-Kulit-Binatang-utk-Barang-Gunaan
 Penggunaan-Bulu-Rambut-dan-Tanduk-dari-Bangkai-Hewan-Halal untuk pangan obat
dan kosmetik
 Pemanfaatan bekicot untuk nonpangan
 Hukum mengkonsumsi bekicot
 Produk-Penyedap-rasa-yg-menggunakan-mamemo
 Produk-Penyedap-rasa-yg-menggunakan Bacto soytone
 Hukum alcohol dalam minuman
Fatwa tentang Penggunaan Plasma Darah Untuk Bahan Obat 1

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 45 Tahun 2018
Tentang
PENGGUNAAN PLASMA DARAH UNTUK BAHAN OBAT

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah:


Menimbang : a. bahwa seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
yang demikian pesat, obat-obatan yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat saat ini berasal dari bahan yang
beraneka ragam;
b. bahwa saat ini beredar obat-obatan yang bahan bakunya
berasal dari plasma darah, dan oleh karenanya
menimbulkan pertanyaan dari masyarakat tentang status
dan hukum penggunaannya;
c. bahwa untuk itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu
menetapkan fatwa tentang plasma darah untuk bahan obat,
sebagai pedoman bagi pemerintah, umat Islam dan pihak-
pihak lain yang memerlukannya;
Mengingat : 1. Firman Allah SWT; antara lain:
‫اع ٍم يَطْ َع ُموُ إِالّ أَن يَ ُكو َن‬ ِ َ‫قُل الّ أ َِج ُد ِِف مآ أُو ِحي إِ ََل ُُمرماً علَى ط‬
َ َ َّ ّ َ ْ َ
‫س أ َْو فِ ْسقاً أ ُِى ّل لِغَ ِْْي اللّ ِو‬ ِ ِ ٍِ ِ
ٌ ‫َمْيتَةً أ َْو َدماً ّم ْس ُفوحاً أ َْو ََلْ َم خنزير فَإنّوُ ر ْج‬
ِ ‫ك َغ ُف‬ ٍ ْ ‫بِِو فَ َم ِن‬
‫يم‬
ٌ ‫ور ّرح‬ ٌ َ ّ‫اضطُّر َغْي َر بَ ٍاغ َوالَ َعاد فَِإ ّن َرب‬
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang
yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena
sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam
keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al-
An’am,[6] : 145)
2. Hadits Nabi SAW; antara lain:
ِ
‫ت‬ ْ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم فَ َقال‬ ِّ ِ‫ت ْامَرأَةٌ إِ ََل الن‬
َ ‫َِّب‬ ْ َ‫ت َجاء‬ ْ َ‫َْسَاءَ قَال‬
ْ ‫َع ْن أ‬
َّ‫ ََتُتُّوُ ُُث‬:‫صنَ ُع بِِو قَ َال‬ْ َ‫ف ت‬
ِ ‫اَلي‬
َ ‫ضة َكْي‬
ِ
َ َْْ ‫يب ثَ ْوبَ َها م ْن َدِم‬ ِ
ُ ‫إ ْح َدانَا يُص‬
ِ
)‫صلِّي فِ ِيو (رواه متفق عليو‬ ِ
َ ُ‫ض ُحوُ ُُثَّ ت‬َ ‫صوُ بِالْ َماء ُُثَّ تَ ْن‬
ُ ‫تَ ْق ُر‬
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Fatwa tentang Penggunaan Plasma Darah Untuk Bahan Obat 2

Diriwayatkan dari Asma r.a, beliau bercerita, ada seorang


wanita datang menemui Nabi Saw seraya berkata: Salah
seorang diantara kami bajunya terkena darah haid, apa
yang harus ia lakukan? Nabi Saw menjawab: koreklah
terlebih dahulu darah itu, kemudian digosok dengan air, lalu
dicuci dan, setelah itu bisa digunakan untuk sholat. (HR. Al-
Bukhari dan Muslim)

3. Kaidah Fiqhiyyah; antara lain :


‫الض ُرْوَرةُ تُ َق َّد ُر بَِقد ِرَىا‬
َّ
Darurat itu ada ukurannya
‫الُْزءُ َال يَأْ ُخ ُذ ُح ْك َم اْل ُك ِّل‬
Juz (parsial) tidak bisa menghukumi yang kull
(menyeluruh/simultan)
‫اَلُ ْك ُم يَ ُد ْوُر َم َع ِعلَّتِ ِو ُو ُج ْوًدا َو َع َد ًما‬
Hukum itu berdasarkan ada dan tidaknya illat (kausa
hukum)

Memperhatikan : 1. Pendapat para ulama; antara lain:


‫ وال جتتمع فيها صفاتو‬،‫ومبا أن البالزما ليس هلا لون الدم وال طعمو‬
‫ حىت‬،‫ وإن كانت من عناصره ومكوناتو‬،‫ وال تسمى دما‬،‫وخصائصو‬
‫إهنا عندما تستعمل ِف تلك املنتجات الغذائية ال ميكن أن يعرف من‬
‫اخلواص الطبيعية لتلك املنتجات ما إذا كانت صنعت باستخدام‬
‫ فتعترب تلك البالزما مادة طيبة مباحة‬،‫البيض أو بالزما الدم‬
)‫ املواد احملرمة والنجسة ِف الغذاء والدواء‬:‫(نزيو محاد‬.‫األكل‬
Plasma tidak memiliki warna atau rasa darah, berbagai sifat
dan kekhususan darah tidak menyatu dalam plasma,
sehingga plasma tidak bisa dinamakan darah, meskipun
plasma merupakan komponen-komponen darah. Sehingga,
ketika plasma digunakan untuk membuat produk-produk
makanan maka tidak akan diketahui spesifikasinya. Plasma
dianggap sebagai sesuatu yang baik dan boleh dikonsumsi
(Nazih Hammad, al-Mawad al-Muharramah wa al-Najasah fi
al-Ghidza wa al-Dawa)

،ً‫فهذه البالزما ليست دماً ال لوناً وال حقيقة ولذلك ال تعترب حراما‬
‫وىذا ما صدرت بو فتوى من الندوة الفقهية الطبية التاسعة للمنظمة‬
( :‫ يونيو نصت على أن‬، ‫اإلسالمية للعلوم الطبية بالدار البيضاء‬
‫ وقد تستخدم ِف‬.‫بالزما الدم اليت تعترب بديالً رخيصاً لزالل البيض‬
‫الفطائر واَلساء والعصائد (بودينغ) واخلبز ومشتقات األلبان وأدوية‬

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Plasma Darah Untuk Bahan Obat 3

‫ فقد رأت الندوة‬،‫ واليت قد تضاف إَل الدقيق‬،‫األطفال وأغذيتهم‬


‫ فليس هلا‬،‫أهنا مادة مباينة للدم ِف االسم واخلصائص والصفات‬
‫(علي ُمي‬. )‫ وإن رأى بعض اَلاضرين خالف ذلك‬،‫حكم الدم‬
)‫ القضايا الطبية املعاصرة‬،‫الدين الغرة دغي‬
Secara warna dan hakikatnya plasma tidak sama dengan
darah, sehingga hukumnya tidak haram. Plasma darah bisa
digunakan sebagai pengganti putih telur. Plasma juga bisa
digunakan sebagai bahan untuk membuat kue pai, sup,
puding, roti, produk susu, serta obat-abat untuk anak dan
gizi untuk anak, dan yang dicampur dengan tepung.
Sehingga hukumnya plasma tidak sama dengan hukumnya
darah. Walaupun sebagian ada yang berpendapat
sebaliknya. (Ali Muhyiddin al-Ghurrah, al-Qadlaya al-
Thibbiyah al-Mu’ashirah)

2. Penjelasan Tim obat halal Fakultas Farmasi dan Sains


UHAMKA yang dihadirkan LPPOM MUI yang disampaikan
pada hari Rabu, 24 Sya’ban 1439 H/9 Mei 2018 M, antara
lain sebagai berikut:

a) Darah adalah suatu tipe jaringan ikat yang memiliki sel


tersuspensi (tidak terpisah) dalam suatu cairan intra
seluler, berfungsi untuk tranportasi, proteksi, dan
regulasi. Darah terdiri dari dua komponen utama yaitu
cairan (plasma) dan sel-sel darah (Kindt et al., 2003)

b) Plasma darah (46 – 63% dari darah) dipisahkan dari


darah melalui suatu proses sentrifugasi (pemutaran
kecepatan tinggi) sampel darah segar, dimana sel-sel
darah menetap di bagian bawah karena lebih berat,
sedangkan plasma darah di lapisan atas. Plasma darah
terdiri dari air, protein (albumin, globulin, fibrinogen),
asam amino (senyawa penyusun protein), hormon,
enzim, limbah nitrogen, nutrisi, dan gas (Shier et al.,
2007)

c) Dalam perkembangan cara pengobatan modern,


terdapat berbagai bahan obat yang berasal dari plasma
darah dan turunannya, seperti serum, immunoglobulin
(sejenis protein yang berperan dalam sistem kekebalan
tubuh, hormon, asam amino, protein dan albumin.

d) Imunoglobulin atau antibodi dihasilkan oleh sistem


imun yang terkandung dalam plasma darah sebagai
respon adaptif yang spesifik dari suatu antigen.
Pemberian imunoglobulin juga memberikan sifat
kekebalan pasif (Paul,2008)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Plasma Darah Untuk Bahan Obat 4

e) Serum dan imunoglobulin dibuat dengan cara


memasukkan vaksin ke dalam tubuh suatu hewan
(sapi, kuda, kambing, dll), sehingga sistem kekebalan
tubuhnya memberikan respon terhadap vaksin
tersebut. Setelah diuji dan hasilnya menunjukkan
bahwa hewan tersebut telah kebal terhadap vaksin
yang dimasukkan, maka dilakukan pengambilan darah
melalui vena leher (vena jugularis) (Kuby, 2003)

f) Hormon, asam amino, dan albumin merupakan


komponen protein dalam plasma darah yang juga
mempunyai khasiat obat.

3. Pendapat peserta rapat Komisi Fatwa pada tanggal 10


Oktober 2018.
4. Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VI
tahun 2018 terkait plasma darah untuk bahan obat.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PENGGUNAAN PLASMA DARAH UNTUK


BAHAN OBAT

Pertama : Ketentuan Umum


1. Darah adalah suatu tipe jaringan ikat yang memiliki sel
tersuspensi (tidak terpisah) dalam suatu cairan intra seluler,
berfungsi untuk tranportasi, proteksi, dan regulasi. Darah
terdiri dari dua komponen utama yaitu cairan (plasma) dan
sel-sel darah.

2. Plasma darah adalah komponen darah berbentuk cairan


berwarna kuning, di mana sel-sel darah, nutrisi dan hormon
mengapung. Plasma darah dipisahkan dari darah melalui
suatu proses sentrifugasi (pemutaran kecepatan tinggi)
sampel darah segar, dimana sel-sel darah menetap di bagian
bawah karena lebih berat, sedangkan plasma darah di lapisan
atas. Plasma merupakan unsur darah, dan bagian tersendiri
dari darah yang sifat-sifatnya; warna, bau dan rasa berbeda
dengan darah.

Kedua :Ketentuan Hukum


1. Pada dasarnya darah adalah najis, karenanya haram
dipergunakan sebagai bahan obat dan produk lainnya.
2. Plasma darah sebagai mana yang dimaksud pada poin dua di
ketentuan umum di atas hukumnya suci dan boleh
dimanfaatkan dengan ketentuan:
a. hanya untuk bahan obat;
b. tidak berasal dari darah manusia;
c. berasal dari darah hewan halal.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Plasma Darah Untuk Bahan Obat 5

Ketiga : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan
ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan
perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat


mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 11 Safar 1440 H
17 Oktober 2018 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. H. HASANUDDIN AF., MA Dr.HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA


Mengetahui,

DEWAN PIMPINAN HARIAN


MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum, Sekretaris Jenderal

Prof. Dr. KH. MA’RUF AMIN Dr. H. ANWAR ABBAS MM., M.Ag.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 11 Tahun 2018
Tentang
PRODUK KOSMETIKA YANG MENGANDUNG ALKOHOL/ETANOL

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah:


Menimbang : a. bahwa ajaran Islam menganjurkan untuk berhias (tazayyun), dan
kosmetika telah menjadi salah satu kebutuhan manusia pada
umumnya;
b. bahwa kosmetika yang akan digunakan oleh setiap muslim harus
berbahan halal dan suci;
c. bahwa perkembangan teknologi telah mampu menghasilkan
berbagai produk kosmetika yang menggunakan berbagai jenis
bahan, salah satunya alkohol/etanol, baik sebagai bahan baku,
bahan tambahan, maupun bahan penolong;
b. bahwa oleh karena itu dipandang perlu adanya fatwa tentang
produk kosmetika yang mengandung alkohol/etanol untuk
dijadikan pedoman.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT.; antara lain :

a. Firman Allah SWT tentang perintah untuk berhias, antara lain:


‫آد َم ُخ ُذوا ِزينَتَ ُك ْم ِعْن َد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد َوُكلُوا َوا ْشَربُوا َوََل تُ ْس ِرفُوا إِنَّوُ ََل‬َ ‫يَابَِِن‬
ِ ُّ ‫ُُِي‬
‫ي‬َ ‫ب الْ ُم ْس ِرف‬
Wahai anak cucu Adam, pakailah perhiasan yang bagus pada
setiap masuk mamsjid, makan dan minumlah tetapi
janganberlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan(QS. Al-A’raf, 7: 31)

b. Firman Allah SWT tentang manfaat ciptaan Allah secara umum


untuk kepentingan manusia, termasuk perhiasan antara lain :
‫ قُ ْل ِى َي‬،‫الرْزِق‬ ِ ‫قُل من حَّرم ِزي نَةَ اهللِ الَِِّت أَخرج لِعِب ِاده والطَّيِب‬
ِّ ‫ات ِم ّن‬ َّ َ َ َ َ ْ ْ ْ َ َ َْ ْ
ِ ِ ِ ِ ْ ‫لِلَّ ِذين آمنُوا ِِف‬
ِ ْ‫صل ا‬
‫آليت‬ ُ ِّ ‫ك نُ َف‬َ ‫ َكذل‬،‫صةً يَ ْوَم الْقيَ َام ِة‬
َ ‫اْلَيَاة الدُّنْيَا َخال‬ ْ َ َْ
)33 :‫لَِق ْوٍم يَ ْعلَ ُم ْو َن (األعراف‬
"Katakanlah: 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari
Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan
(siapakah yang mengharamkan) rezki yang baik?' Katakanlah:
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Fatwa tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol 2

'Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman


dalam kehidupan, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.'
Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang
yang mengetahui" (QS. al-A`raf [7]: 32)

c. Firman Allah SWT yang menjelaskan bahaya dan keharaman


khamr, antara lain :
‫س ِم ْن َع َم ِل‬ ِ ِ ْ ‫ين آَ َمنُوا إََِّّنَا‬ ِ َّ
ٌ ‫اب َو ْاأل َْزََل ُم ر ْج‬
ُ ‫ص‬َ ْ‫اْلَ ْم ُر َوالْ َمْيس ُر َو ْاألَن‬ َ ‫يَاأَيُّ َها الذ‬
‫اجتَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن‬ ِ
ْ َ‫الشَّْيطَان ف‬
”Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi
nasib dengan panah adalah rijs dan termasuk perbuatan syetan.
Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keuntungan.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 90)

ِ ‫اْلَ ْم ِر َوالْ َمْي ِس ِر قُ ْل فِي ِه َما إِ ْْثٌ َكبِريٌ َوَمنَافِ ُع لِلن‬


‫َّاس َوإِْْثُُه َما‬ ْ ‫ك َع ِن‬ َ َ‫يَ ْسأَلُون‬
‫أَ ْكبَ ُر ِم ْن نَ ْفعِ ِه َما‬
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya". (QS. Al-Baqarah[2] :219)

d. Firman Allah SWT yang menjelaskan larangan untuk


menjerumuskan diri dalam kebinasaan, antara lain:
‫َوََل تُ ْل ُقوا بِأَيْ ِدي ُك ْم إِ ََل الت َّْهلُ َك ِة‬
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan… (QS Al-Baqarah [2]: 195)
2. Hadis Nabi SAW; antara lain :
a. Hadis Nabi saw yang menerangkan soal larangan terhadap hal
yang membahayakan, antara lain:
‫ضَرَر َو َلَ ِضَر َار (رواه أمحد وابن ماجو عن ابن عباس وعبادة بن‬
َ َ‫َل‬
)‫الصامت‬
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh (pula)
membahayakan orang lain" (HR. Ahmad dan Ibn Majah dari Ibn
'Abbas dan `Ubadah bin al-Shamit).

b. Hadis Nabi saw yang menerangkan keharaman khamr dan


setiap yang memabukkan, antara lain:
)‫ُك ُّل ُم ْس ِك ٍر َخٌَْر َوُك ُّل ُم ْس ِك ٍر َحَر ٌام (رواه مسلم عن ابن عمر‬
”Semua yang memabukkan adalah khamar dan semua yang
memabukkan adalah haram. (HR. Muslim dan Ibnu Umar,
sebagaimana dalam Kitab Shahih Muslim juz 3 halam 1587,
hadis nomor 2003).

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol 3

)‫َس َكَر فَ ُه َو َحَر ٌام (رواه البخاري عن عائشة‬ ٍ ‫ُك ُّل َشر‬
ْ ‫اب أ‬َ
"Setiap minuman yang memabukkan adalah haram" (HR. Al-
Bukhari, sebagaimana dalam kitab shahih al-Bukhari juz 1
halaman 95 hadis nomor 239)

‫َس َكَر َكثِريه فَ َقلِيلو َحَرام (رواه أمحد وأبو داوود والرتمذي والنسائي‬
ْ ‫َما أ‬
)‫وابن ماجة وابن حبان وحسنو الرتمذي‬
“Sesuatu yang jika banyak memabukkan, maka meskipun sedikit
adalah haram.” (HR Ahmad, Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Nasai,
Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban. Perawi dalam sanad Hadis ini
terpercaya, dan al-Tirmidzi menganggapnya hasan).

c. Hadis nabi SAW yang memerintahkan menjauhi khamr karena


ia sumber kejahatan, sebagaimana sabdanya:
)‫(رَواهُ اْلَاكِ ُم َع ْن ابْ ِن َعبَّاس‬ ِ ِ ِ
ُ َ‫ا ْجتَنبُ ْوا اْلَ ْمَر فَإنَّ َها م ْفت‬
َ ‫اح ُك ِّل َشر‬
”jauhilah khamar, karena ia adalah kunci segala keburukan.”
(HR. Al-Hakim dan Ibnu Abbas).

d. Hadis Nabi saw yang menerangkan ancaman bagi setiap orang


yang terlibat dalam rantai produksi khamr, sebagaimana
sabdanya:
ِ َ‫اصرىا ومعت‬ِ ِ ِ
‫صَرَىا‬ َ َ‫اْلَ ْمَر َو َشا ِربَ َها َو َساقيَ َها َوبَائ َع َها َوُمْبت‬
ْ ُ َ َ َ ‫اع َها َو َع‬ ْ ُ‫لَ َع َن اللَّو‬
)‫َو َح ِاملَ َها َوالْ َم ْح ُمولَةَ إِلَْي ِو (رواه أمحد و الطرباين عن ابن عمر‬
”Allah melaknat (mengutuk) khamar, peminumnya, penyajinya,
pedagangnya, pembelinya, pemeras bahannya, penahan atau
penyimpannya, pembawanya, dan penerimanya.” (HR. Ahmad
dan al-Thabarani dari Ibnu Umar, sebagaimana dalam Kitab
Musnad Ahmad, juz 2 halaman 97, hadis nomor 5716 dan kitab
al-Mu'jam al-Ausath, juz 8, halaman 16, hadis nomor 7816.

e. Hadis Nabi saw yang menjelaskan sumber khamr bisa


bermacam-macam, sebagaimana sabdanya:
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم‬ ِ ِ ِ ِ
ِّ ِ‫َعْبد اللَّو بْ ِن عُ َمَر َرض َي اهللُ َعْنوُ َع ْن أَبِيو َع ْن الن‬
َ ‫َِّب‬
‫يب َخٌَْر‬ ِ ِ‫الزب‬َّ ‫اْلِْنطَِة َخٌَْر َوِم َن الت َّْم ِر َخٌَْر َوِم َن الشَّعِ ِري َخٌَْر َوِم َن‬
ْ ‫أَنَّوُ قَ َال ِم َن‬
)‫َوِم َن الْ َع َس ِل َخٌَْر (رواه أمحد‬
”Dari Abdillah ibn Umar dari ayahnya dari Nabi SAW beliau
bersabda: Dari jagung dapat dibuat khamr, dari kurma dapa
dibuat khamr, dari gandum dapat dibuat khamr, dari kismis
dapat dibuat khamr, dan dari madu (juga) dapat dibuat khamr”.
(HR. Ahmad)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol 4

‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ سئِل رس‬:‫عن عائِ َشةَ ر ِضي اهلل عنها قَالَت‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ ُ ْ ُ َ َ َ َْ
‫اب‬ٍ ‫َعن الْبِْت ِع والْبِْتع نَبِي ُذ الْعس ِل وَكا َن أ َْىل الْيم ِن ي ْشربونَوُ فَ َق َال ُك ُّل َشر‬
َ َُ َ َ َ ُ َ ََ ُ َ ْ
)‫َس َكَر فَ ُه َو َحَر ٌام (رواه مسلم وأمحد‬ ْ‫أ‬
”Dari Aisyah ra beliau berkata : Rasulullah SAW ditanya tentang
al-Bit’ – yaitu perasaan kurma, sementara penduduk Yaman
sering meminumnya, maka beliau bersabda: “Setiap minuman
yang memabukkan maka hukumnya haram”. (HR. Muslim dan
Ahmad)

f. Hadis Nabi SAW yang menjelaskan aktifitas beliau meminum air


perasan kismis dan jika tersisa hingga hari ketiga maka
dibuang:
ِ ِّ ‫الزبِيب ِِف‬ ِ ِ ُ ‫َكا َن رس‬
ُ‫الس َقاء فَيَ ْشَربُو‬ ُ َّ ُ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم يُْنبَ ُذ لَو‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ
ِِ ِ
ٌ‫ض َل َش ْيء‬ َ َ‫يَ ْوَموُ َوالْغَ َد َوبَ ْع َد الْغَد فَِإ َذا َكا َن َم َساءُ الثَّالثَة َش ِربَوُ َو َس َقاهُ فَِإ ْن ف‬
)‫اس‬ٍ َّ‫أ ََىَراقَوُ (رواه مسلم َع ْن ابْ ِن َعب‬
Rasulullah saw pernah dibuatkan rendaman kismis (infus water)
dalam dalam mangkok, kemudian beliau meminumnya pada hari
itu dan besoknya dan besoknya lagi. Pada sore hari ketiga, jika
masih ada sisanya, beliau saw. membuangnya. (H.R. Muslim, dari
Ibn ‘Abbas ra)

‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يُْنتَبَ ُذ لَوُ أ ََّوَل اللَّْي ِل فَيَ ْشَربُوُ إِ َذا‬ ِ ُ ‫َكا َن رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ
ِ ِ
ْ ‫ُخَرى َوالْغَ َد إِ ََل الْ َع‬
‫ص ِر‬ ْ ‫ك َواللَّْي لَةَ الَِِّت ََتيءُ َوالْغَ َد َواللَّْي لَةَ ْاأل‬
َ ‫َصبَ َح يَ ْوَموُ ذَل‬
ْ‫أ‬
ِ ِ ْ ‫فَِإ ْن ب ِقي َشيء س َقاه‬
)‫اس‬ ٍ َّ‫ب (رواه مسلم َع ْن ابْ ِن َعب‬ َّ ‫ص‬ُ َ‫اْلَاد َم أ َْو أ ََمَر بِو ف‬ ُ َ ٌْ َ َ
Rasulullah saw dibuatkan rendaman kismis (infus water)
diwaktu petang, kemudian pada pagi harinya beliau
meminumnya, kemudian meminumnya lagi pada pagi dan
malam berikutnya (hari kedua). Demikian juga pada pagi dan
petang hari berikutnya lagi (hari ketiga) yaitu pada ashar. JIka
masih ada sisanya, beliau memberikannya kepada pembantu,
atau menyuruhnya untuk membuangnya (H.R.Muslim dari Ibn
‘Abbas ra).
g. Atsar Shahabat, dari Ibnu Abbas ra :

،‫اْلَ ْم ُر بِ َعْينِ َها‬


ْ ‫ت‬ ِ ‫حِّرم‬:‫ قَ َال‬،‫اس ر ِضي اللَّو تَع َاَل عْن هما‬
َُ ُ َ َ ُ َ َ ٍ َّ‫َع ِن ابْ ِن َعب‬
ٍ ‫والْمس ِكر ِمن ُك ِّل َشر‬
.‫اب‬ َ ْ ُ ُْ َ
"Ibnu Abbas RA. berkata: diharamkan khamr karena zatnya, dan
yang memabukkan dari setiap minuman".

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol 5

3. Kaidah fiqhiyyah; antara lain :

.ُ‫اْلُْرَمة‬ َّ ‫ َو ِِف اْألَ ْشيَ ِاء الض‬،ُ‫احة‬


ْ ِ‫َّارة‬ ِِ ِ
َ َ‫َص ُل ِِف اْألَ ْشيَاء النَّاف َعة اْ ِإلب‬
ْ ‫اَأل‬
"Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan hukum asal
sesuatu yang berbahaya adalah haram".

‫ضَرَر َوََل ِضَر َار‬


َ ‫ََل‬
”Janganlah membuat mudarat pada diri sendiri dan pada orang lain.”
(HR. Ibnu majah dan Daruqutni).

‫الضََّرُر يَُز ُال‬


“Bahaya itu harus dihilangkan”

‫صالِ ِح‬ ِ ‫اس ِد ُم ّق َّد ٌم َعلَى َج ْل‬


َ ‫ب الْ َم‬
ِ ‫درء الْم َف‬
َ ُ َْ
“Meninggalkan kerusakan didahulukan daripada mengambil
kemashlahatan”.

ِ‫الضرْورة‬
َ ُ َّ َ‫اجةُ قَ ْد تَ ْن ِزُل َمْن ِزلَة‬
َ َ‫اْل‬
ْ
“Kondisi hajat (keperluan sekunder) terkadang dapat menempati
kondisi darurat (yang mengancam kebutuhan primer)”.

Memperhatikan : 1. Pendapat Syaikh al-Khathib al-Syarbaini dalam Mughni al-Muhtaj


yang menegaskan bahwa makna rijsadalah najis.

،‫ت ِى َي‬ ِ
ْ َ‫اإل ْْجَاعُ فَبَقي‬ِْ ‫ص َّد َع َّما َع َد َاىا‬ َ ‫س‬ ُ ‫َّج‬
ِ
َ ‫س ِِف عُْرف الش َّْرِع ُى َو الن‬ ُ ‫الر ْج‬ِّ ‫َو‬
، ‫الص َحابَِة‬
َّ ‫إْجَ ِاع‬ ْ ‫ َو َمحَ َل َعلَى‬،‫اإل ْْجَ ِاع‬ِْ ِ‫استِ َها الشَّْي ُخ أَبُو َح ِام ٍد ب‬َ َ‫استَ َد َّل َعلَى ََن‬
ْ ‫َو‬
ِ ٍِ ِ ِ ‫فَِفي الْ َم ْج ُم‬
‫ض ُه ْم َع ْن‬
ُ ‫ َونَ َقلَوُ بَ ْع‬،‫ب َإَل طَ َه َارِتَا‬ َ ‫وع َع ْن َرب َيعةَ َشْي ِخ َمالك أَنَّوُ ذَ َى‬
ِ ِ ‫ واستَ َد َّل ب عضهم علَى ََن‬،‫ث‬ ِ
‫ات‬
َ ‫ت طَاىَرًة لََف‬ ْ َ‫است َها بِأَن ََّها لَ ْو َكان‬
َ َ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ َ ‫اْلَ َس ِن َواللَّْي‬ ْ
. ‫اب ْاآل ِخَرةِ طَ ُه ًورا‬ِ ‫ِاَل ْمتِنَا ُن بِ َكو ِن َشر‬
َ ْ
“Kata “rijs” dalam terminologi syariat pada umumnya adalah “najis”,
sebagaimana ijma’ ulama cenderung berpendapat demikian. Syaikh
Abu Hamid al-Ghazali mendasarkan (pendapatnya) bahwa khamr
adalah najis berdasarkan ijma’ ulama, dan bahkan ada kemungkinan
merupakan ijma’ sahabat. Disebutkan dalam kitab al-Majmu’ bahwa
imam Rabi’ah, guru imam Malik, berpendapat bahwa khamr tidaklah
najis (suci), dan sebagian ulama melansir pendapat tidak najisnya
khamar dari al-Hasan dan al-Laits. Dan pihak yang menyatakan
khamr adalah najis beralasan bahwa jika khamr suci maka hilanglah
keraguan, karena minuman surga haruslah suci”. (Al-Khathib al-
Syarbaini,Mughni al-Muhtaj, jld. 1, hlm. 332)

2. Pendapat Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu' yang


menerangkan pandangan mengenai kenajisan khamr:

ِ ِ ٍ ِ‫اْلَمر ََنَسةٌ ِعْن َدنَا و ِعْن َد مال‬


ْ ‫ك َوأَِِب َحنِي َفةَ َوأ‬
ُ‫َمحَ َد َو َسائ ِر الْعُلَ َماء َّإَل َما َح َكاه‬ َ َ َ ُْ
ِ َ‫ك وداود أَنَّهما قَ َاَل ِىي ط‬ ٍِ ِ ِ ِ
ٌ‫اىَرة‬ َ َ ُ ُ َ َ ‫الْ َقاضي أَبُو الطَّيِّب َو َغْي ُرهُ َع ْن َرب َيعةَ َشْي ِخ َمال‬

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol 6

‫يش الْ ُم ْس ِك ِر َونَ َق َل الشَّْي ُخ أَبُو‬


ِ ‫اْلَ ِش‬ ِ ُّ ‫وإِ ْن َكانَت ُُمَّرمةً َك‬
ٌ َ‫الس ِّم الَّذي ُى َو نَب‬
ْ ‫ات َوَك‬ ََ ْ َ
‫استِ َها‬
َ َ‫اع َعلَى ََن‬ ِْ ‫َح ِام ٍد‬
َ َ‫اإل ْْج‬
“Khamr itu najis menurut pendapat kami (Syafi’iyyah), Imam Malik,
Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan para ulama lainnya, kecuali
pendapat yang dilansir oleh qadhi Abu Thayyib dan lainnya
berdasarkan pendapat Imam Rabi’ah, guru Imam Malik, dan Imam
Daud adh-Dhohiri yang menyatakan khamar tidak najis (suci)
walaupun tetap haram, seperti racun dari tumbuhan, seperti hasyisy
yang memabukkan. Dan syaikh Abu Hamid al-Ghazali melansir
pendapat bahwa najisnya khamar merupakan ijma`”(Al-Nawawi, al-
Majmu` Syarh al-Muhadhab, juz II, hlm. 563)

3. Pendapat Imam al-Nawawi tentang al-nabidz, yang belum menjadi


muskir :

‫ك َكالْ َم ِاء‬ ِ
َ ‫ص ْر ُم ْس ِكًرا َوذَل‬ ِ ‫ وََل ي‬:َّ‫يذ فَهو ما ََل ي ْشتَد‬
َ َْ
ِ
َ ْ َ َ ُ ِ‫َّاين م ْن النَّب‬
ِ ِ ‫وأ ََّما الْ ِقسم الث‬
ُْ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ص َار ُح ْل ًوا‬َ َ‫ش أ َْو َع َس ٌل أ َْو ََْن ُوَىا ف‬ ٌ ‫يب أ َْو م ْشم‬ ٌ ِ‫ات َتٍَْر أ َْو َزب‬
ُ َّ‫الَّذي ُوض َع فيو َحب‬
‫ات فِ ِيو َوقَ ْد‬ ِ َ‫اإل ْْج ِاع ََيوز ُشربو وب ي عو وسائِر التَّصُّرف‬
َ ُ َ َ ُ ُ َْ َ ُ ُ ْ ُ ُ َ ِْ ِ‫َوَى َذا الْق ْس ُم طَاىٌر ب‬
ِ ِ
‫ي ِم ْن طُُرٍق ُمتَ َكاثَِرةٍ َعلَى طَ َه َارتِِو َو َج َوا ِز ُش ْربِِو‬ ِ ْ ‫يح‬ ِ َّ ‫يث ِِف‬ ِ ‫تَظَاىرت ْاأل‬
َ ‫الصح‬ ُ ‫َحاد‬ َ ْ ََ
َ‫ص ْر ُم ْس ِكًرا َوإِ ْن َج َاوَز ثَََلثَة‬ ِ ‫اْلمهوِر جو ُاز ُشربِِو ما ََل ي‬
َ ْ َ ْ َ َ ُ ْ ُْ ‫ب‬ َّ َّ‫ُْث‬
َ ‫إن َم ْذ َىبَ نَا َوَم ْذ َى‬
‫وز بَ ْع َد ثَََلثَِة أَيَّ ٍام‬ ِ ْ ‫أَيَّ ٍاموقَ َال أ‬
ُ ُ‫َمحَ ُد َرمحَوُ اللَّوُ ََل ََي‬ َ
“Adapun jenis rendaman kismis yang kedua, maka selama
kondisinya tidak belebihan dan tidak berubah menjadi
memabukkan (maka boleh diminum). Hal iituu seperti air yang
dimasukkan kedalamnya biji kurma atau kismis, atau madu atau
yang sejenisnya, sehingga membuatnya menjadi manisan. Jenis
kedua ini, berdasarkan ijma’ adalah suci, boleh diminum dan dijual.
Sungguh, menurut mazhab kami dan jumhur, booleh meminumnya,
selama tidak berubah menjadi memabukkan, meskipun lebih dari
tiga hari. Sementara Imam Ahmad ra. berpendapat, tidak boleh
(meminumnya) setelah tiga hari. (Al-Nawawi, al-Majmu’Syarh al-
Muhazzab, juz II,hlm, 582)

4. Pendapatal-Mawardi tentang definisi dan batasan mabuk sebagai


berikut:

ُ‫الس ْك ِر َما َز َال َم َعو‬ َّ ‫ب أَبُو َحنِي َفةَ َإَل أ‬ ِ ِ َ ِ‫اختُل‬


ُّ ‫َن َح َّد‬ َ ‫ف ِف َح ِّد الْ ُم ْسك ِر فَ َذ َى‬ ْ ‫َو‬
ِِ ِ
ُ‫ َو َحدَّه‬، ‫ف أ َُّموُ م ْن َزْو َجتو‬ َ ‫الس َم ِاء َوََل يَ ْع ِر‬
َّ ‫ض َو‬ ِ ‫ي ْاأل َْر‬ َ ْ َ‫الْ َع ْق ُل َح ََّّت ََل يُ َفِّر َق ب‬
ٍ ‫احبِ ِو َإَل أَ ْن ي تَ َكلَّم بِلِس‬
‫ان ُمْن َك ِس ٍر َوَم ْع َن‬ ِ ‫أَصحاب الشَّافِعِي بِأَنَّو ما أَفْضى بِص‬
َ َ َ َ َ َ ُ ِّ ُ َْ
‫اب‬ِ ‫اض ِطر‬ ٍ ِ ِ َ ‫َغ ِري مْنتَ ِظ ٍم وي تَصَّر‬
َ ْ َ‫ف ِبََرَكة ُمُْتَبِط َوَم ْش ِي ُمتَ َمايِ ٍل َوإِذَا َْجَ َع ب‬
َ ْ ‫ي‬ َ ََ ُ ْ
ِ ‫اْلرَك ِة م ْشيا وقِياما صار د‬ ِ ‫اض ِطر‬
‫اخ ًَل ِِف َح ِّد‬ َ َ َ ً َ َ ً َ ََْ ‫اب‬ َ ْ ‫ي‬ َ ْ َ‫الْ َك ََلِم فَ ْه ًما َوإِفْ َه ًاما َوب‬
ُّ ‫ َوَما َز َاد َعلَى َى َذا فَ ُه َو ِزيَ َادةٌ ِِف َح ِّد‬، ‫الس ْك ِر‬
‫الس ْك ِر‬ ُّ
“dan ulama berbeda pendapat tentang batasan mabuk. Menurut
Imam Abu Hanifah batasan mabuk ialah hilangnya akal sehingga
tidak bisa membedakan antara langit dan bumi dan tidak bisa
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Fatwa tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol 7

membedakan antara ibunya dan istrinya. Menurut ulama Syafi’iyah,


batasan mabuk ialah jika orang yang mabuk tersebut bicaranya tidak
karuan sehingga tidak bisa dipahami dan berjalan dengan
sempoyongan. Sedangkan jika kondisinya lebih dari itu maka orang
tersebut telah sangat mabuk”. (AL-Mawardi, al-Ahkam as-
Sulthaniyah, Juz 1 hlm. 462)

4. Pendapat Imam al-Syaukani tentang batasan fermentasi tiga hari:

‫ص َار َم ِظنَّةً لِ َك ْونِِو‬ ِ


َ ‫َن النَّبِي َذ بَ ْع َد الثََّلث قَ ْد‬
َّ ‫يل َعلَى أ‬ِ ِِ ِ ِ
ٌ ‫ (ِف ثََلث) فيو َدل‬:ُ‫قَ ْولُو‬
ِ ‫مس ِكرا فَيتَ و َّجو‬
ُ‫اجتنَابُو‬
ْ ُ ََ ً ُْ
Kata-kata (pada hari ketiga yang terdapat dalam teks hadis)
menunjukkan bahwa rendaman kismis setelah tiga hari diduga kuat
telah berubah menjadi memabukkan, sehingga diarahkan untuk
menjauhinya/tidak meminumnya. (al-Syawkani, Nail al-Authar jld.
3,hlm.183)

5. Pendapat Ulama mengenai alkohol:

‫اىٌر ِعْن َد‬ ِ َ‫ وأ ّن النَّبِي َذ ط‬،‫أَ َّن اْلمرُمُْت لَف ِِف ََناستِها ِعْن َد علَم ِاء الْمسلِ ِمي‬....
ْ َْ ْ ُ َ ُ َ َ َ ْ ٌ َ َ َْ
َ‫ َوأَ َّن ْاألَ ْعطَ َار ا ِإلفْ ِرَِْنيَّة‬،ً‫س َخَْرا‬ ‫ي‬َ‫ل‬ ‫ل‬
َ ‫و‬ ‫ح‬ ‫ك‬
ُ ‫ال‬ َّ
‫ن‬ َ
‫أ‬‫و‬ ،‫ا‬ ‫ع‬ ‫ط‬
ْ ‫ق‬
َ ‫ل‬
ُ ‫و‬ ‫ح‬ ‫ك‬ُ ‫ال‬ ِ ‫أَِِب حنِي َفةَ وفِي‬
‫و‬
َ ْ ْ ُ َ ً ْ ُ َْ َْ
‫ َوإََِّّنَا يُ ْو َج ُد فِْي َها ال ُك ُح ْو ُل َك َما يُ ْو َج ُد ِِف َغ ِْريَىا ِمن الْ َم َو ِّاد‬،ً‫ت ُك ُح ْوَل‬ ْ ‫لَْي َس‬
‫اس ِة‬ ِ َ ْ ِ‫ وأَنَّوُ ََل و ْجوَ لِْل َقوِل بِنَجاستِ َها ح ََّّت ِعْن َد الْ َقائِل‬،‫اىرةِ باِ ِإل ْْجَ ِاع‬ ِ َّ
َ ‫ي بنَ َج‬ َ َ َ ْ َ َ َ ‫الط‬
‫اْلَ ْم ِر‬
ْ
“status najis tidaknya khamr ada perbedaan di antara ulama. Dan
nabiz menurut Imam Abu Hanifah tidaklah najis, demikian pula
alkohol. Alkohol tidaklah sama dengan khamr, dan minyak wangi
tidak (hanya) berbahan alkohol saja, tapi di dalamnya terdapat
alkohol dan juga beberapa bahan lainnya yang suci. Sehingga tidak
ada alasan bagi pendapat yang menyatakan alkohol adalah najis,
bahkan bagi orang yang menyatakan najisnya khamr”(Fatawa Dar
al-Ifta’ al-Mishriyyah, juz VIII, hlm. 413)

‫ َوُى َو َغْي ُر‬،‫ب ُمتَ َفا ِوتٍَة‬ ٍ ‫والْ ُك ُح ْو ُل َم ْو ُج ْوٌد ِِف َكثِ ٍْري ِمن الْمو ِّاد الْغَ َذائِيَّ ِة بِنَس‬
َ ََ َ َ
‫اض الطِّبِّيَِّة‬ ِ ‫استِ ْع َمالِِو ِِف ْاألَ ْغَر‬ ِ ِ
ْ ُ‫ َو ُشيُ ْوع‬... ‫ ألَنَّوُ يُ ْستَ ْع َم ُل ل ْلتَّطْ ِه ِْري‬،‫ُم ْستَ ْق َذ ٍر‬
.‫آن‬ ِ ‫ص الْ ُقر‬ ِ ِ ِ ‫والنَّظَافَِة و َغ ِْريَىا ََْيعل الْ َقوَل بِنَجاستِ ِو ِمن ب‬
ْ ِّ َ‫ َوُى َو َمْنفي بن‬،‫ج‬ ِ ‫اْلََر‬
ْ ‫اب‬ َ ْ َ َ ْ َُ َ َ
“alkohol terdapat di banyak bahan makanan dan minuman dengan
kadar yang berbeda-beda. Alkohol itu bukanlah zat yang kotor,
karena ia dipergunakan untuk bahan pembersih.. dan seringnya
alkohol dipakai untuk kepentingan medis, kebersihan dan lainnya
menjadikan pendapat yang menajiskan alkohol sebagai sesuatu yang
berat, dan itu bertentangan dengan nash al-Quran”(Fatawa Dar al-
Ifta’ al-Mishriyyah, juz VIII, hlm. 413)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol 8

6. Pendapat al-Syaikh ‘Athiyah Shaqar tentang sucinya alkohol:


ِ َّ‫صي ِل لِتَت‬ ِ ٍِ ْ ‫َى ِذهِ ِى َي َم ْع ِرَكةُ الْ ُك ُح ْوِل َعَر‬
‫ َوُى َو‬،ُ‫الص ْوَرةُ َعْنو‬ُّ ‫ض َح‬ ْ ‫ضتُ َها بِ َش ْيء م َن التَّ ْف‬
‫ َولَ َع َّل ِم َن‬،‫ف ِِف طَ َه َارتِِو ُى َو َوالْعُطُْوُر الْ َم ْخلُ ْوطَةُ بِِو‬ ٌ َ‫ ُمُْتَل‬،‫ُمتَّ َف ٌق َعلَى ُح ْرَم ِة ُش ْربِِو‬
‫ب َوالتَّطْ ِه ِْري َوالتَّ َحالِْي ِل الْ ُم ْختَلِ َف ِة َوالْ ُعطُْوِر‬
ِّ ِّ‫استِ ْع َمالِِو ِِف الط‬ ِ
ْ ‫التَّ ْيس ِْري بَ ْع َد ُشيُ ْوِع‬
‫ َوإِ ْن َكا َن‬،ِ‫الض َّارة‬َّ ‫الس َّام ِة َو‬
َّ ‫ الْ َمْي ُل إِ ََل الْ َق ْوِل بِطَ َه َارتِِو َوإِ ْن عُ َّد ِم َن الْ َم َو ِّاد‬،‫َو َغ ِْريَىا‬
‫ت ِم ْن‬ ِ ٍ َّ ‫ وِب‬،‫يست عمل أَحياناً كاَ ْْلم ِر فَِإ َّن ََناستِها َغي ر متَّف ٍق علَي ها‬
ْ َ‫اصة ا ْن َكان‬ َ َ َ ْ َ َ ُ ُْ َ َ َ َْ َْ ُ َ ْ َْ ُ
‫ب‬ ِ َ‫ص ِْري الْعِن‬ِ ‫َغ ِري ع‬
َ ْ
“Saya telah menjelaskan secara rinci alasan perbedaan pendapat
terhadap najis-tidaknya alkohol. Walaupun semua ulama sepakat
bahwa alkohol haram diminum tapi dalam hal najis-tidaknya para
ulama berbeda pendapat, termasuk minyak wangi yang tercampur
alkohol. Dengan alasan sering dipakainya alkohol dalam medis,
kebersihan, minyak wangi, dan sebagainya maka menurut saya lebih
meringankan apabila memakai pendapat yang menyatakan alkohol
tidak najis. Dengan begitu alkohol disamakan dengan zat beracun
yang membahayakan. Dan jika alkohol difungsikan sama dengan
khamr, maka dalam hal inipun para ulama tidak semua sepakat
tentang kenajisan khamr, khususnya yang terbuat dari selain perasan
anggur.” (Syeikh Athiyyah Shaqar, al-Islam wa Masyakil al-Hayah,
hlm. 45)

7. Penjelasan dari LP POM MUI dalam rapat Tim Gabungan Komisi


Fatwa dan LP POM bahwa :

a. Alkohol adalah istilah yang umum untuk senyawa organic


apapun yang memiliki gugus fungsional yang disebut gugus
hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon. Rumus umum
senyawa alkohol tersebut adalah R-OH atau Ar-OH dimana R
adalah gugus alkil dan Ar adalah gugus aril.

b. Secara kimiawi, alkohol tidak hanya terdiri dari etanol,


melainkan juga mencakup senyawa lain, seperti metanol,
propanol, butanol, dan sebagainya. Hanya saja etanol (dengan
rumus kimia C2H5OH) banyak digunakan untuk produksi
produk pangan, obat-obatan dan kosmetika. Namun etanol
(atau etil alkohol) di dunia perdagangan dikenal dengan nama
dagang alkohol.

c. Dilihat dari proses pembuatannya, etanol dapat dibedakan


menjadi etanol hasil samping industri khamr dan etanol hasil
industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi dari
[petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr).

8. Penjelasan dari LP POM MUI dalam rapat Tim Gabungan Komisi


Fatwa dan LP POM bahwa buah berikut ketika didiamkan di wadah
tertutup bersuhu 29 derajat celcius selama tiga hari mempunyai
kadar alkohol/etanol sbb:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol 9

a. pada perasan anggur ialah 0.76 %,


b. perasan apel ialah 0.32 %,
c. perasan kurma ialah 0.33 % (dan di penelitian lain 0.51 %).
Sehingga dari data penelitian tersebut dibuat kesimpulan bahwa
rata-rata kandungan alkohol/etanol di dalam perasan jus buah
selama tiga hari ialah 0.5 %.

9. Keputusan Muzakarah Nasional tentang Alkohol yang


diselenggarakan oleh MUI pada tanggal 13-14 Rabiul Akhir 1414
Hijriah bertepatan dengan tanggal 30 September 1993 di Jakarta

10. Keputusan Rapat koordinasi Komisi Fatwa dan LP POM MUI serta
Departemen Agama RI, pada 25 Mei 2003 di Jakarta.

11. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 tentang


Standarisasi Fatwa Halal.

12. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang


Hukum Alkohol.

13. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 26 Tahun 2013 Tentang


Standar Kehalalan Produk Kosmetika Dan Penggunaannya

14. Hasil Rapat Kelompok Kerja Komisi Fatwa MUI Bidang Pangan,
Obatan-obatan dan Kosmetika beserta Tim LPPOM MUI pada 8
Januari 2017, 23 Maret 2017, 4 Desember 2017, 18 Januari 2018,
dan 10 Februari 2018.

15. Pendapat peserta rapat pleno komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia
pada 28 Februari 2018.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PRODUK KOSMETIKA YANG MENGANDUNG


ALKOHOL/ETANOL

Pertama : Ketentuan Umum


Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1. Khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari anggur
atau yang lainnya, baik dimasak ataupun tidak.
2. Alkohol adalah etil alkohol atau etanol, suatu senyawa kimia dengan
rumus (C2H5OH).
3. Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk
membersihkan, menjaga, meningkatkan penampilan, mengubah
penampilan, digunakan dengan cara mengoles, menempel, memercik,
atau menyemprot.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol 10

Kedua : Ketentuan Hukum


1. Produk kosmetika yang mengandung khamr adalah najis, dan
penggunaannya hukumnya haram.
2. Penggunaan alkohol/etanol pada produk kosmetika tidak dibatasi
kadarnya, selama etanol yang digunakan bukan berasal dari industri
khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia]
ataupun hasil industri fermentasi non khamr) dan secara medis tidak
membahayakan.
Ketiga : Rekomendasi
1. Pelaku usaha diminta menjadikan fatwa ini sebagai pedoman untuk
memastikan kesucian dan kehalalan produk kosmetika yang
diproduksi dan diperjualbelikan kepada umat Islam.
2. LPPOM MUI menjadikan fatwa ini sebagaai pedoman dalam
menjalankan proses sertifikasi halal terhadap produk kosmetika.
3. LPPOM MUI tidak melakukan sertifikasi halal terhadap produk
kosmetika yang menggunakan bahan yang tidak jelas kehalalan dan
kesuciannya, sampai ada kejelasan tentang kehalalan dan kesucian
bahannya.

Keempat : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika
di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Jumadil Akhir 1439 H
28 F e b r u a r i 2018 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. H. HASANUDDIN AF., MA Dr.HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA


Mengetahui,

DEWAN PIMPINAN HARIAN


MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum, Sekretaris Jenderal

Prof. Dr. KH. MA’RUF AMIN Dr. H. ANWAR ABBAS MM., M.Ag.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 02 Tahun 2010
Tentang
AIR DAUR ULANG

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :


MENIMBANG : a. bahwa perkembangan teknologi memungkinkan daur ulang air
yang semula berasal dari limbah yang bercampur dengan
kotoran, benda najis, dan komponen lain yang merubah
kemutlakan air;
b. bahwa penggunaan air daur ulang dalam masyarakat meningkat
seiring dengan peningkatan pesat kebutuhan air dan penurunan
kualitas sumber air akibat dari peningkatan jumlah penduduk,
laju urbanisasi dan perkembangan industri;
c. bahwa selama ini belum ada standar baku kehalalan dalam
pemanfaatan air daur ulang sehingga muncul pertanyaan
seputar hukum pemanfaatannya;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa
tentang pemanfaatan air daur ulang guna dijadikan pedoman.

MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:

"Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk


mensucikan kamu dengan hujan itu …" (QS. Al-Anfal [8] :
11).

"Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih, agar
Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati,
dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar
dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia
yang banyak" (QS. Al-Furqan[25]: 48 – 49).

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari yang Allah
telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya” (QS. al-Ma'idah [5]: 88).
Fatwa tentang Air Daur Ulang 2

“…dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)


secara boros. Sesung-guhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan” (QS. Al-Isra’ [17]: 26-27).

2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:

"Dari Umar ra ia berkata: Nabi SAW pernah ditanya tentang


air dan yang terkena binatang ternak serta binatang buas maka
beliau bersabda: "Apabila air telah mencapai dua kullah maka
tidak mengandung najis" (HR. al-Hakim)

"Dari Abi Umamah ra bahwasanya Nabi SAW bersabda:


"Sesungguhnya air itu suci dan tidak ada yang menajiskannya
kecuali sesuatu yang merubah bau, rasa, dan warnanya (HR.
Ibn Majah)

Dari Abi Hurairah ra. ia berkata: Salah seorang sahabat


bertanya kepada Rasulullah SAW: Ya Rasulallah, kami naik
kapal laut, dengan persediaan air sedikit. Jika kami gunakan
untuk berwudlu maka kami aka kehausan, apakah kami
dibolehkan wudlu dengan air laut?" Rasul menjawab: "laut itu
suci airnya, halal bangkai (binatang laut) nya" (HR. Ibn
Hibban dan al-Hakim)

“Dari Abi Sa’id al-Khudri ra berkata, ditanyakan kepada


Rasulullah saw: Apakah kami berwudlu dari sumur budla’ah,
yaitu sumur yang digunakan orang-orang membuang darah
haidl, bangkai anjing dan kotoran? Lantas Rasulullah saw
menjawab: “Sesuangguhnya air itu suci mensucikan, tidak ada
sesuatu yang menajiskannya” (HR. Imam Tiga dan
dishahihkan oleh Imam Ahmad)

3. Qaidah fiqhiyyah
Fatwa tentang Air Daur Ulang 3

ُ‫شيَاءِ اإلِبَاحَة‬
ْ َ‫ي األ‬
ْ ِ‫صلُ ف‬
ْ َ‫األ‬
“Hukum asal dalam hal-hal (di luar ibadah) adalah boleh”

ُ‫الّضَرَ ُر يُزَال‬
”Kemudaratan itu harus dihilangkan.”

MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat ulama terkait masalah tata cara pensucian air


yang terkena najis, sebagaimana pandangan Imam al-Syirazi
dalam Kitab al-Muhazzab, dan Imam Ibnu Qudamah dalam al-
Mughni:

“Apabila hendak mensucikan air yang najis maka harus


dilihat, jika najisnya karena berubahnya sifat air dan
jumlahnya lebih dari dua kullah maka bisa disucikan dengan
(i) menghilangkan penyebab berubahnya air (bau, rasa,
warna), (ii) menambahkan air, atau (iii) mengambil
sebagiannya. (Menjadi suci) karena yang menyebabkan air
tersebut najis adalah karena berubah, dan sudah dihilangkan
(karenanya menjadi suci).

Jika dimasukkan debu atau gamping di dalam air yang najis


tersebut kemudian hilang perubahannya, maka dalam hal ini
ada dua pendapat: Imam Syafi’i menyatakan dalam kitab al-
Um bahwa yang seperti itu tidak suci, sebagaimana kasus
mensucikan air dengan memberi kapur atau minyak wangi
yang menyebabkan hilangnya bau yang menyebabkan najis.
Pendapat kedua sebagaimana dalam kitab al-Harmalah
menyatakan yang seperti itu menjadi suci. Pendapat kedua ini
yang lebih benar, karena berubahnya air telah hilang sehingga
menjadi seperti sedia kala sebagaimana seandainya hilang
Fatwa tentang Air Daur Ulang 4

berubahnya air dengan sendirinya atau dengan air lainnya.


Hal ini berbeda dengan kasus air najis yang ditambahi kapur
barus dan minyak wangi karena bisa jadi baunya masih tetap,
tapi tidak sucinya karena aroma kapur dan minyak wangi lebih
kuat.

Jika jumlah airnya dua kullah maka menjadi suci dengan


proses pensucian sebagaimana disebutkan kecuali dengan
proses pengambilan sebagiannya, proses ini tidak bisa
mensucikan karena mengurangi jumlah air menjadi kurang dua
kullah dan mengandung najis.

Jika air yang najis sedikit, misalnya kurang dari dua kullah,
maka bisa disucikan dengan cara menambahkan air ke
dalamnya hingga menjadi dua kullah, dan bisa juga dengan
cara mukatsarah, yaitu menambahkan air walaupun kurang
dari dua kullah seperti tanah yang terkena najis jika disiram
air sehingga hilang najisnya. Salah satu ulama Syafi’iyah
berpendapat yang seperti itu tidak bisa menjadi suci karena
kurang dari dua kullah dan di dalamnya ada najis. Pendapat
yang menyatakan menjadi suci lebih kuat, karena air menjadi
najis jika terkena najis. Dan di sini air datang atas najis maka
tidak najis, karena jika (hal itu dihukumi) najis maka tidak
menjadi sucijuga baju yang terkena najis jika disiramkan air
di atasnya. As-Syirazi, al-Muhadzab Juz I halaman 5
Fatwa tentang Air Daur Ulang 5

“Cara mensucikan air yang terkena najis ada tiga cara:


pertama jika airnya kurang dari dua kullah pensuciannya
dengan cara mukatsarah yaitu menambah air hingga dua
kullah yang suci, baik dengan dituang atau bertambah dari
mata air, kemudian menghilangkan perubahan (warna, bau,
rasa) air jika memang ada perubahan air, jika tidak ada
perubahan (warna, bau, rasa) air maka sucinya cukup dengan
cara mukatsarah ini. Alasannya, karena air dua kullah tidak
mengandung najis dan tidak menjadi najis kecuali dengan
adanya perubahan (warna, rasa, bau). Karenanya jika air dua
kullah terkena air najis tidak akan dengan serta merta menjadi
najis selagi tidak berubah (warna, rasa, bau), konsekwensi dari
sucinya air dua kullah adalah sucinya barang yang
dicampurkan padanya.
Bagian kedua jika jumlah air dua kullah pas, tidak tertutup
kemungkinan tidak berubah sebab najis, maka menjadi suci
dengan cara mukatsarah sebagaimana tersebut di atas. Jika air
tersebut berubah maka cara pensuciannya dengan salah satu
dari dua cara; dengan cara mukatsarah sebagaimana di atas
jika bisa menghilangkan perubahannya, atau dengan
membiarkannya hingga hilang perubahannya karena lamanya
diam.
Bagian ketiga jika air lebih dari dua kullah ada dua hal:
pertama, jika air tersebut najis tapi tidak berubah (warna, bau,
rasa) maka tidak ada cara lain untuk mensucikannya kecuali
dengan cara mukatsarah. Kedua, jika air tersebut berubah
dengan najis maka cara untuk mensucikannya dengan salah
satu dari tiga cara: dengan cara mukatsarah, menghilangkan
perubahannya dengan mendiamkannya, atau membuang
penyebab berubahnya air, kemudian tersisa lebih dari dua
kullah, karena jika yang tersisa kurang dari dua kullah
sebelum hilangnya perubahan (warna, bau, rasa) tidak
perubahan yang menjadi penyebab najisnya air tersebut;
karena air yang kurang dua kullah bisa kena najis, tidak hilang
najisnya dengan hilangnya perubahan, karenanya air banyak
menjadi suci dengan menghilangkan najis dan lamanya diam,
dan tidak menjadi suci air yang sedikit, karena air banyak
ketika alas an najisnya karena berubah (warna, bau, rasa)
maka akan hilang najisnya jika hilang berubahnya, seperti
khamr jika berubah menjadi cuka. Sedangkan air sedikit
penyebab najisnya adalah terkena najis bukan berubahnya
(warna, bau, rasa) air, sehingga hilangnya perubahan tidak
otomatis menjadi hilangnya najis. (Ibnu Qudamah dalam al-
Mughni)
2. Hasil Workshop tentang Air Daur Ulang yang diselenggarakan
oleh LP-POM MUI pada 17 Maret 2009.
3. Keterangan ahli dari Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB mengenai
penerapan air daur ulang di beberapa negara, ahli dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jakarta mengenai
sistem pengolahan air di PDAM, ahli dari Departemen
Kesehatan mengenai standar air sehat dan layak minum, dan
ahli dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup mengenai
Fatwa tentang Air Daur Ulang 6

kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air dan


daur ulang air;
4. Makalah tentang hukum air daur ulang dalam kajian fikih yang
disajikan oleh Ahmad Munif Suratmaputra, Anggota Komisi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia;
5. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang
Komisi Fatwa pada Rapat Komisi Fatwa 27 Januari 2010.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG AIR DAUR ULANG
Ketentuan Umum
1. Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan air daur ulang adalah
air hasil olahan (rekayasa teknologi) dari air yang telah
digunakan (musta'mal), terkena najis (mutanajjis) atau yang
telah berubah salah satu sifatnya, yakni rasa, warna, dan bau
(mutaghayyir) sehingga dapat dimanfaatkan kembali.
2. Air dua kullah adalah air yang volumenya mencapai paling
kurang 270 liter.
Ketentuan Hukum
1. Air daur ulang adalah suci mensucikan (thahir muthahhir),
sepanjang diproses sesuai dengan ketentuan fikih.
2. Ketentuan fikih sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
hukum nomor 1 adalah dengan salah satu dari tiga cara berikut
:
a. Thariqat an-Nazh: yaitu dengan cara menguras air yang
terkena najis atau yang telah berubah sifatnya tersebut;
sehingga yang tersisa tinggal air yang aman dari najis
dan yang tidak berubah salah satu sifatnya.
b. Thariqah al-Mukatsarah: yaitu dengan cara
menambahkan air suci lagi mensucikan (thahir
muthahhir) pada air yang terkena najis (mutanajjis)
atau yang berubah (mutaghayyir) tersebut hingga
mencapai volume paling kurang dua kullah; serta unsur
najis dan semua sifat yang menyebabkan air itu
berubah menjadi hilang.
c. Thariqah Taghyir: yaitu dengan cara mengubah air yang
terkena najis atau yang telah berubah sifatnya tersebut
dengan menggunakan alat bantu yang dapat
mengembalikan sifat-sifat asli air itu menjadi suci lagi
mensucikan (thahir muthahhir), dengan syarat:
1) Volume airnya lebih dari dua kullah.
2) Alat bantu yang digunakan harus suci.
3. Air daur ulang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 boleh
dipergunakan untuk berwudlu, mandi, mensucikan najis dan
istinja’, serta halal diminum, digunakan untuk memasak dan
untuk kepentingan lainnya, selama tidak membahayakan
kesehatan.
Fatwa tentang Air Daur Ulang 7

Rekomendasi
1. Meminta Pemerintah untuk memasukkan standar kehalalan air
dalam penetapan ketentuan mengenai standar air bersih dan
standar air minum di samping standar kesehatannya, sesuai
dengan ketentuan fatwa ini.
2. Meminta Pemerintah, PDAM dan pihak yang mengelola daur
ulang air serta seluruh pemangku kepentingan diharapkan
meningkatkan mutu dan kualitas kecanggihan alat yang
dipergunakannya sejalan dengan kemajuan zaman dengan
menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 11 Shafar 1431 H
27 Januari 2010M

MAJELIS ULAMA INDONESIA


KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris

Dr. H. M. ANWAR IBRAHIM Dr. H. HASANUDIN, M.Ag


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 001/MUNAS X/MUI/XI/2020
Tentang
PENGGUNAAN HUMAN DIPLOID CELL UNTUK BAHAN PRODUKSI OBAT DAN VAKSIN

Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional X pada tanggal 10-12 Rabi’ul
Akhir 1442 H/25-27 November 2020 M, setelah :
MENIMBANG : a. bahwa ajaran Islam bertujuan memelihara keselamatan agama,
jiwa, akal, keturunan, dan harta, dan karena itu, segala sesuatu
yang memberi manfaat bagi tercapainya tujuan tersebut
diperintahkan, dianjurkan atau dibolehkan untuk dilakukan,
sedang yang menghambat terwujudnya tujuan di atas dilarang;
b. bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, Islam mensyariatkan
pemeliharaan kesehatan, baik dengan cara kuratif melalui
pengobatan saat sakit ataupun preventif melalui vaksin; akan
tetapi saat ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
banyak obat dan vaksin yang beredar di pasaran berasal dari
bahan yang beraneka ragam dan belum diketahui kehalalannya;
c. bahwa saat ini sel tubuh manusia khususnya human diploid cell
banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan, dan/atau
bahan penolong produksi obat dan vaksin yang karenanya
menimbulkan pertanyaan dari masyarakat tentang hukum
penggunaannya;
d. bahwa untuk itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu
menetapkan fatwa tentang Penggunaan Human Diploid Cell untuk
Bahan Produksi Obat dan Vaksin, sebagai pedoman;

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

MENGINGAT : 1. Firman Allah subhanahu wa ta’ala antara lain:


a. Ayat tentang kemuliaan manusia:
َّ َ ُ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ َْ ُ َْ َ َ َ َ َ َ ْ َََ
ِ ‫ولقد ك َّر ْمنا ب ِني آد َم وح َملناه ْم ِفي الب ِر وال َبح ِر ورزقناهم ِمن الط ِي َب‬
‫ات‬
‫ا‬ َ ََ َ َ ْ َّ َ َ
‫ضل َن ُاه ْم َعلى ك ِث ٍير ِم َّم ْن خل ْق َنا ت ْف ِضيل‬ ‫وف‬
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki
dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah
Kami ciptakan. (QS. al-Isra’ [17]: 70)
b. Ayat yang menerangkan bahwa sejatinya anggota tubuh
manusia adalah milik Allah subhanahu wa ta’ala.:
َْ
ْ ‫ٱْل‬ َّ ‫َأ َ َٓل إ َّن ِل َّل ِه َمن فى‬
َ ‫ٱلس ََٰم ََٰو ِت َو‬
‫ض‬
ِ ‫ر‬ ‫ى‬ ‫ف‬ِ ‫ن‬ ‫م‬ ِ ِ
Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di
langit dan semua yang ada di bumi. (QS. Yunus [10]: 66)
c. Ayat yang menerangkan bahwa kesembuhan pada hakekatnya
ialah dari Allah subhanahu wa ta’ala :
ْ َ ْ َ َ َ
‫ض ُت ف ُه َو َيش ِف ِين‬‫و ِإذا م ِر‬
Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku. (QS. al-
Syu’ara [26]: 80)
d. Ayat yang menjelaskan larangan menjatuhkan diri dalam
kebinasaan, antara lain:
َ ُ َّ َ ْ ُ ْ َ ُ ْ ُ َ َ
... ‫الت ْهلك ِة‬ ‫ وَل تلقوا ِبأي ِديكم ِإلى‬...
… dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan… (QS. al-Baqarah [2]: 195)
e. Ayat tentang perintah untuk mengkonsumsi yang halal:
َ َّ َ
َ ُ ُ ْ ُ َّ َ َ َ ‫اْل ْر َ َ ا َ ا‬ َّ ‫اس ُك ُل ْوا ِم‬ َّ ‫َيا َأ ُّي َها‬
‫ات الش ْيط ِان ِإ َّن ُه‬
ِ ‫ض حلَل ط ِيبا وَل تت ِبعوا خطو‬ِ ‫ي‬ ‫ف‬ِ ‫ا‬ ‫م‬ ُ ‫الن‬
َُ
‫لك ْم َع ُد ٌّو ُّم ِب ٌين‬
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah [2]: 168)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

f. Ayat tentang perintah dan keutamaan saling tolong-menolong:


ْ ْ ْ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ْ َّ َ ْ َ َ
‫اْلث ِم َوال ُع ْد َو ِان‬
ِ ‫َوتَعَ َاونُوا على ال ِب ِر والتقوى وَل تعاونوا على‬
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. (QS. al-Mâidah [5]:2)
َ َُ َ ُ َ ٌ َ َ َ ْ َ َ ْ ََ ْ ُ َْ ََ َ ُ ْ َُ
‫اصة َو َم ْن ُيوق ش َّح ن ْف ِس ِه فأول ِئ َك ُه ُم‬ ‫ويؤ ِثرونعلى أنف ِس ِهم ولو كان ِب ِهم خص‬
ْ
‫ال ُم ْف ِل ُحو َن‬
Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri
mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa
yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang
orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr [49]: 9)
‫اس َجم ا‬
‫يعا‬ َّ ‫َو َم ْن َأ ْح َي َاها َف َك َأ َّن َما َأ ْح َيا‬
َ ‫الن‬
ِ
Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.
(QS. al-Maidah [5]: 32)
ْ ٌ َّ َّ َ ْ ُ َ َْ ْ َ ْ
‫ات الل ِه َوالل ُه َر ُءوف ِبال ِع َب ِاد‬ َ
ِ ‫اس َمن يش ِري نفسه اب ِتغ َاء َم ْرض‬
َّ َ َ
ِ ‫و ِمن الن‬
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya
karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun
kepada hamba-hamba-Nya. Surat Al-Baqarah. (QS. Al-Baqarah
[2]:207)
g. Ayat yang menjelaskan bahwa segala sesuatu yang halal pasti
baik dan yang haram pasti buruk:
َ َ ْ َ َّ َ َُ
)751 :‫ات َو ُي َح ِر ُم َعل ْي ِه ُم الخ َبا ِئث (اْلعراف‬
ِ ‫وي ِح ُّل ل ُه ُم الط ِي َب‬
Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik, dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. (QS. al-A'raf
[7]: 157)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

h. Ayat yang menjelaskan bahwa dalam kondisi kedaruratan


dibolehkan mengkonsumsi yang haram, antara lain:
َ َ ُ ْ َ َّ َ َ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َ َّ َ َ َّ
‫الد َم َول ْح َم ال ِخ ِنز ِير َو َما أ ِه َّل ِب ِه ِلغ ْي ِر الل ِه ف َم ِن‬ ‫ِإنما حرم عليكم الميتة و‬
‫يم‬ ٌ ‫اض ُط َّر َغ ْي َر َباغ َو ََل َع ٍاد َفل إ ْث َم َعل ْيه إ َّن الل َه َغ ُف‬
ٌ ‫ور َّر ِح‬ َ ْ
ِ ِ ِ ٍ
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih)
disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya
dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.(QS. Al-Baqarah [2]:173)
َ ُ ُ ْ َ َّ ْ ُ ْ َ َ َ َّ َ َّ ُ َ َ َّ َ ْ َ َ
‫اضط ِر ْرت ْم ِإل ْي ِه‬ ‫وقد فصل لكم ما حرم عليكم ِإَل ما‬
Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa
yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu
memakannya(QS. Al-An’am [6]: 199)
2. Hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam antara lain:
a. Hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. tentang segala
penyakit pasti ada obatnya dan hadis tentang perintah untuk
berobat dengan yang halal:
َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ْ َ ُ ْ َ ُ َّ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ
‫ال َما أ ْن َز َل‬‫عن أ ِبي هريرة ر ِض ي الله عنه عن الن ِب ِي صلى الله علي ِه وسلم ق‬
َ َ ْ َ َّ َّ
‫الل ُه َد ااء ِإَل أن َز َل ل ُه ِشف ااء‬
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.:
Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali
menurunkan (pula) obatnya. (HR. al-Bukhari)
َ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ‫َ َّ َ ُ َل‬ َ ْ َ َ ُ ْ َ
‫ "ت َد َاو ْوا ف ِإ َّن‬:‫ال‬ ‫يك أن رسو الل ِه صلى الله علي ِه وسلم ق‬ ٍ ‫عن أس َامة ب ِن ش ِر‬
ْ َ َ َ َ َّ ‫َّ َ َ َّ َ َ َّ َ ْ َ َ ْ َ ا‬
"‫ ال َه َر ُم‬:‫ض َع ل ُه َد َو ااء غ ْي َر َد ٍاء َو ِاح ٍد‬‫الله عز وجل لم يضع داء ِإَل و‬
Dari Usamah bin Syarik sesungguhnya Rasulullah Shalla Allahu
Alaihi Wa Sallam. bersabda: Berobatlah, karena Allah tidak
menjadikan penyakit kecuali menjadikan pula obatnya, kecuali
satu penyakit yaitu tua renta.(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i
dan Ibnu Majah)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

َ َّ َّ َ َّ َّ َ َّ ُ ُ َ َ َ َ َ َ ْ َّ َ
‫ ِ"إ َّن الل َه أ ْن َز َل‬:‫صلى الل ُه َعل ْي ِه َو َسل َم‬ ‫ قال رسول الل ِه‬:‫َع ْن أ ِبي الدرد ِاء قال‬
َ َ َ ُ
)‫الد َو َاء َو َج َع َل ِلك ِل َد ٍاء َد َو ااء ف َت َد َاو ْوا َوَل ت َد َاو ْوا ِب َح َر ٍام" (رواه أبو داود‬
َّ ‫الد َاء َو‬
َّ

Dari Abu Darda’, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa


Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menurunkan
penyakit dan obat bagi setiap penyakit, maka berobatlah dan
janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Abu Dawud)
b. Hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang larangan
menyakiti orang yang sudah meninggal:
َ ‫ َك ْس ُر َع ْظم‬:‫الله َع َل ْيه َو َس َّل َم‬
ُ ‫ص َّلى‬ َّ ُ ُ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ
َ ‫الله‬
‫الم ِي ِت‬ ِ ِ ِ ‫ال َرسول‬ ‫ ق‬:‫ قالت‬،‫عن ع ِائشة‬
َ َ
)‫ (رواه أحمد و أبو داود وابن ماجه‬.‫كك ْس ِر ِه َح ًّيا‬
Merusak tulang seseorang yang telah meninggal seperti
merusak tulang seseorang yang masih hidup.” (HR. Ahmad,
Abud Dawud,dan Ibn Majah).
c. Hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang pengobatan
yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
َ َ َ َّ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ َّ َ ُ َ َّ َ َ َ ْ ْ َّ َ ُ ْ َ
‫يب ْب ِن‬
ِ ِ‫ب‬‫خ‬ ‫د‬ ‫ي‬ ‫د‬‫ر‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ه‬
ِ ‫ي‬‫ل‬ ‫ع‬ ‫الله‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ «أن رسول الل ِه ص‬،‫عن محم ِد ب ِن ِإسحاق‬
ُ ‫ص َّلى‬ َ ‫الله‬َّ ُ ُ َ َّ َ َ ْ ْ َ ََ ْ َ َ ْ َ َ َ َ
‫الله‬ ِ ‫ ف َردها َرسول‬،‫ و (موت) يوم بد ٍر على حب ِل العا ِت ِق‬،‫اف‬ ٍ ‫يس‬
َ ْ َّ َ َ َّ َ
)‫ (رواه ابن أبي شيبة‬.»‫ فل ْم ُي َر ِم ْن َها ِإَل ِمث ُل خ ٍط‬،‫َعل ْي ِه َو َسل َم‬
Dari Muhammad bin Ishaq sesungguhnya Rasulullah Shalla
Allahu Alaihi Wa Sallam. mengembalikan tangan Khabib bin
Yusaf yang putus di hari perang Badar, kemudian Rasulullah
Shalla Allahu Alaihi Wa Sallam. mengembalikannya sehingga
tidak terlihat (bekas luka) kecuali seperti garis. (HR. Ibn Abi
Syaibah)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

َ َ َ ُّ ‫ « َأ َّن َق َت َاد َة ْب َن‬،‫َع ْن َعاصم ْبن ُع َم َر ْبن َق َت َاد َة‬


‫ َسقط ْت َع ْي ُن ُه َعلى‬،‫الن ْع َم ِان‬ ِ ِ ِ ِ
َ َ َ َ َّ َ َّ َ ‫َو ْج َنته َي ْو َم ُأ ُح ٍد ف َر َّد َها َر ُسو ُل الله‬
َّ َ
‫الله َعل ْي ِه َو َسل َم فكان ْت أ ْح َس َن‬
ُ ‫صلى‬
ِ ِِ
َ َ
)‫َع ْين ْي ِه َوأ َح َّد ُه َما » (رواه ابن أبي شيبة‬
Dari Ashim bin Umar bin Qatadah sesungguhnya Qatadah bin
an-Nu’man jatuh matanya di pipinya ketika perang Uhud,
kemudian Rasulullah Shalla Allahu Alaihi Wa Sallam
mengembalikannya kemudian menjadi mata yang paling bagus.
(HR. Ibn Abi Syaibah)
3. Kaidah Fikih, antara lain:
َ ُ ُ ُ ْ ُ َّ
ْ ‫امل ْح‬
‫ات‬
ِ ‫ظور‬ ‫الضرورات ت ِبيح‬
Dalam keadaan darurat diperbolehkan melakukan yang dilarang.
ُ ‫الضرر ُيز‬
‫ال‬ ُ
Kemudaratan harus dihilangkan.
َّ ‫ال ب‬
‫الض َر ِر‬ ُ َ ُ ُ َ َّ
ِ ‫الضرر َل يز‬
Kemudaratan tidak boleh dihilangkan dengan kemudaratan.
َّ ‫الحاج ُة َق ْد َت ْنز ُل َم ْن َزل َة‬
‫الض ُر ْو َرة‬ َ
ِ ِ
Kebutuhan mendesak terkadang menempati posisi hukum
kedaruratan.
َ َ ُ ُْ ُ
‫اْل ْمك ِان‬ ِ ‫الضرر يدفع ِبق‬
ِ ‫در‬
Kemudaratan dieliminir sebatas hilangnya kemudaratan tersebut.
َ َ َ ْ ‫َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ُ ْو َ َ ْ َ ُ ُ َ َ ا‬
‫اب أخ ِف ِهما‬
ِ ‫تان ر ِعي أعظمهما ضررا ِبارِتك‬
ِ ‫إذا تعارض المفسد‬
Ketika terdapat dua kemafsadatan maka hindari yang lebih besar
madharatnya dengan melakukan yang lebih ringan mafsadatnya.
‫ا‬ ْ ُ
‫أخف الضررين دفعا ْلعظمهما‬
ِ ‫كاب‬
ِ ‫جواز ارِت‬
Diperbolehkan mengambil kemudaratan yang lebih ringan untuk
menghindari kemudaratan yang lebih besar.
ْ ‫صر َف في حق‬
‫الغي ِر إَل بإذنه‬
ْ ُ
َّ ‫ْلن َس ٍان ْأن َي َت‬ ‫َل يجوز‬
ِ
Tidak boleh mentasarufkan hak orang lain tanpa seizinnya.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

.‫تمل اْلباحة بغير حق‬ ْ َ ْ ْ ْ ‫قت ُل اْلنسان أو َف‬


‫ص ُل‬ ْ
ِ ‫عضو من أعضا ِئه َل يح‬
ٍ ِ
Membunuh manusia atau memotong memisahkan organ tubuhnya
tidak diperbolehkan kecuali ada kemaslahatan
َ ُّ َ َْ َ ُ ُ
‫جواز‬
ِ ‫دم‬
ِ ‫ ِلع‬،‫الله تعالى‬
ِ ‫ فيما اجتمع فيه حق‬،‫حقه‬
ِ َ‫َل يملك اْلنسان إسقا‬
ُّ
‫تصر ِفه في حق الله تعالى‬
Manusia tidak bisa menggugurkan haknya dalam sesuatu yang
dimiliki Allah
َّ
َ ‫الت ْشديد إَل ع‬ َّ ُّ
‫ند‬ ِ ِ ‫حق اآلدمي فإنه َم ْب ِن ٌّي على‬
ِ ‫لف‬
ِ ‫سهيل ِب ِخ‬ ٌّ ْ َ ِ ‫حق‬
ِ ‫الله مب ِني على الت‬
‫الضرورة‬
Hak Allah itu itu bersifat lentur berbeda dengan hak manusia
kecuali dalam keadaan darurat.
َْ ُ َ َ ‫ظ َن ْفسه َأ ْو َلى م ْن ُح ْر َمة‬
ُ ْ َ ُ َ ُ
‫المثل ِة‬ ‫الم ِي ِت ع ِن‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ح ْرمة الح ِي‬
‫وحف‬
Menghormati orang yang hidup dan menjaga kehidupannya itu
lebih diutamakan dari pada menghormati orang yang sudah
meninggal untuk diambil organ tubuhnya
MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat para Ulama, antara lain:
a. Pendapat Muhammad al-Syaukani dalam kitab Fath al-
Qadir jilid 3, halaman 431,sebagai berikut:
ُ َ َ ْ َ َ َ ٌ ْ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ٌ َ ٌ ََ ْ
‫ان َرأ ُي ُه ْم أ َّن ُه َول ٌد َح ٌّي ش َّق‬ ‫امرأة ح ِامل ماتت واضطرب ِفي بط ِنها ش يء وك‬
‫ا‬ َ َ َ َ ‫َ ْ ُ َ َ ْ ٌ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َّ ُ ُ ُ َّ ا‬
‫ات َول ْم َي َد ْع َماَل‬ ‫ فرق بين هذا وبين ما إذا ابتلع الرجل درة فم‬،‫بطنها‬
ْ َ ‫اْل َولى ْإب َط‬ ُ ْ ََ ْ َ ْ َ ْ َ َ ُ ْ َ
‫ال ُح ْر َم ِة ال َم ِي ِت‬ ‫َعل ْي ِه ال ِق َيمة َوَل ُيش ُّق َبط ُن ُه ِْل َّن ِفي المسأل ِة‬
َ َْ َّ َ َ ْ َ ْ
ُ ‫الثا ِن َي ِة ْإب َط‬ َ ُ َ ْ َ
‫ال ُح ْر َم ِة اْل ْعلى‬ ‫أ َّما ِفي المسأل ِة‬. ‫ِل ِص َيان ِة ُح ْر َم ِة ال َح ِي ف َي ُجوز‬
ََ ْ َ َ َ ُ َْ َ ُ َ ََْْ َْ ُ َ َ ْ
‫ َوَل كذ ِل َك ِفي ال َم ْسأل ِة‬،‫ال‬ ‫َو ُه َو اآل َد ِم ُّي ِل ِصيان ِة حرم ِة اْلدنى وهو الم‬
ْ َ ُْ
)137 ‫ ص‬،3 ‫ ج‬،‫ (فتح القدير‬. ‫اْلولى ان َت َهى‬
Seorang perempuan hamil meninggal di mungkinkan di
perutnya ada janin, dana diyakini janin masih hidup, maka
perut mayat perempuan tersebut harus dibedah (untuk
menyelamatkan janin tersebut). Kasus ini berbeda dengan
kasus ketika seorang lelaki menelan berlian, kemudian
meninggal, dan dia tidak meninggalkan harta berharga

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

apapun (kecuali berlian yang ditelan), maka tidak boleh


dibedah perutnya (untuk mengambil berlian tersebut). Hal
itu karena, kasus pertama adalah mengesampingkan
kehormatan/kemuliaan mayat untuk menyelamatkan
kehormatan kehidupan (janin), maka dibolehkan. Sedang
kasus kedua, mengesampingkan kehormatan yang lebih
tinggi yaitu kemuliaan anak adam demi untuk
menyelamatkan kehormatan yang ada di bawahnya yaitu
harta (berlian yang tertelan). Dan tidak demikian dengan
kasus yang pertama.
b. Pendapat al-Syirazi dalam kitab al-Muhadzdzab hal.
296sebagai berikut:
ُ ْ ْ ُ َّ ُ ٌّ ٌ َْ ٌ ْ ْ
‫حي‬
ٍ ‫وإن ماتت امرأة وفى جو ِفها جنين حي شق جوفها ْلنه اس ِتبقاء‬
‫الميت‬ ‫جزء من‬
ٍ ‫أكل‬ َّ ُ ْ َ
ِ ِ ‫الميت فأشبه إذا اضطر الى‬
ِ ‫جزء من‬
ٍ ‫باتلف‬
Jika seorang perempuan hamil meninggal dan di perutnya
ada janin hidup, maka perut mayat perempuan tersebut
harus dibedah karena untuk menyelamatkan janin tersebut
agar tetap hidup dengan merusak bagian dari mayat. Kasus
ini (hukumnya) sama dengan jika keadaan dharurah
memakan bagian dari bangkai.
c. Pendapat Ibnu Hajar al-Haitsami dalam Tuhfat al-Muhtaj
tentang sucinya anggota tubuh manusia yang telah lepas
dari badan, sebagai berikut:
ٌ َ ْ َ ‫ََ َا ََ َ َ ا‬ َ َ ْ َ ْ ْ
‫اسة ف َي ُد اآل َد ِم ِي ط ِاه َرة‬ ‫( َوال ُج ْز ُء ال ُم ْنف ِص ُل ِم ْن ال َح ِي ك َم ْيت ِت ِه ) طهارة ونج‬
‫الص ِح ِيح { َما‬ َّ ‫وف َنج َس ٌة ِل ْل َخ َبر ْال َح َسن َأ ْو‬
ِ ‫ر‬ ُ ‫ين َو َأ ْل َي ُة ْال َخ‬
َ ‫خ َل افا ل َكثير‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ُ
} ‫ق ِط َع ِم ْن َح ٍي ف ُه َو َم ِي ٌت‬
(anggota tubuh yang terlepas dari tubuh yang hidup adalah
seperti bangkai/mayatnya) baik kesucian atau
kenajisannya. Tangan manusia (yang lepas) hukumnya suci,
berbeda dengan pendapat kebanyakan. Dan paha kambing
(yang lepas) hukumnya najis, sebagaimana hadis hasan-
shahih {setiap bagian hewan yang lepas ketika masih hidup
maka (yang lepas tadi) hukumnya seperti bangkai (najis)}

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 32 tahun


2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca dan/atau
Sel.
3. Musyawarah Nasional VI MUI Nomor: 2/MUNAS VI/MUI/2000
tentang Penggunaan Organ Tubuh, Ari-Ari, dan Air Seni
Manusia bagi Kepentingan Obat-Obatan dan Kosmetika.
4. Musyawarah Nasional VI MUI Nomor: 3/Munas VI/MUI/2000
tentang Kloning.
5. Fatwa MUI Pusat Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-
Indonesia III 1430H/2009M tentang Fatwa Bank Mata Dan
Organ Tubuh Lain.
6. Fatwa MUI Nomor 30 Tahun 2013 tentang Obat dan
Pengobatan.
7. Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2019 tentang Transplantasi
Organ dan/atau Jaringan Tubuh untuk Diri Sendiri.
8. Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2019 tentang Transplantasi
Organ dan/atau Jaringan Tubuh dari Pendonor Mati untuk
Orang Lain.
9. Fatwa MUI Nomor 13 Tahun 2019 tentang Transplantasi
Organ dan/atau Jaringan Tubuh dari Pendonor Hidup untuk
Orang Lain.
10. Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Bedah Plastik.
11. Fatwa MUI Nomor 51 Tahun 2020 tentang Stem Cell.
12. Penjelasan Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS dan Dr. Ir.
Mulyorini Rahayuningsih, M.Si yang disampaikan pada hari
Rabu, 3 Dzulhijah 1439 H/15 Agustus 2018 M, antara lain:
a) Sel tubuh manusia adalah satuan terkecil yang membentuk
jaringan serta organ manusia.
b) Virus adalah parasit mikroskopik yang menginfeksi sel
organisme biologis. Virus bersifat parasit obligat, hal
tersebut disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi
di dalam material hidup dengan menginvasi dan
memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak
memiliki perlengkapan seluler untuk bereproduksi sendiri.
Secara umum virus bisa dikembangkan melalui Inang yang
dapat berupa telur berembrio atau jaringan pembiakan sel
(Cell line) (misalnya human diploid cells, sel vero (sel ginjal
kera hijau), dll).

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

c) Human Diploid Cells (Sel Diploid Manusia) adalahsel yang


memiliki jumlah kromosom ganda yaitu memiliki dua set
kromosom yang berjumlah 46. Sel ini memiliki bahan
genetik dari kedua orang tua. Setiap sel dalam tubuh
manusia diploid, kecuali telur dan sperma yang bersifat
haploid (hanya satu set kromosom yang berjumlah 23). Sel
diploid bereplikasi melalui proses mitosis di mana DNA
direplikasi, diikuti oleh peristiwa pembelahan seluler,
menghasilkan dua sel anak yang identik yang juga diploid.
d) Human Diploid Cell Line adalah sel diploid manusia yang
dikembangbiakkan di dalam cawan pembiakan dengan
media pertumbuhan tertentu. Penggunaan Human Diploid
Cells cocok dan aman untuk berbagai virus yang menyerang
manusia (terutama pada virus yang langsung menyerang
manusiaseperti rubella). Jika menggunakan sel hewan maka
harus dipastikan sel tersebut bebas pathogen (Specific
pathogen free). Cell line hewan yang digunakan biasanya
adalah sel dari hewan sumber virus tersebut (contohnya flu
burung , inangnya adalah” kuthuk” yang masih berada dalam
telur (embrio ayam dalam telur).
e) Human Diploid Cell strain adalah biakan sel yang hanya
terdiri dari satu jenis sel saja. Dalam pembuatan vaksin,
virus dikembangbiakkan didalam Human Diploid Cell strain
sebagai media pembiakan dengan suhu yang lebih rendah
daripada suhu normal. Mekanismenya, virus tetap
bertumbuh kembang dengan beradaptasi terhadap suhu
rendah ini, tetapi virus akan kehilangan kemampuan untuk
berkembang dan tumbuh didalam kondisi suhu normal
tubuh manusia kehilangan sifat virulensi/keganasannya. Jika
virus ini dipakai sebagai antigen vaksin dan disuntikkan
kedalam tubuh manusia yang bersuhu normal, maka virus
ini hanya akan menimbulkan reaksi imunologi saja tanpa
dapat menimbulkan penyakit seperti sebelumnya.
13. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam sidang
Bidang Komisi Fatwa pada Musyawarah Nasional MUI X pada
tanggal 26 November 2020.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : PENGGUNAAN HUMAN DIPLOID CELL UNTUK BAHAN PRODUKSI


OBAT DAN VAKSIN
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1. Human Diploid Cell (sel diploid manusia) adalah sel yang memiliki
jumlah kromosom ganda yaitu memiliki dua set kromosom yang
berjumlah 46.
2. Sel tubuh manusia adalah satuan terkecil yang membentuk
jaringan serta organ manusia.
3. Bahan adalah bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong
yang digunakan dalam pembuatan obat atau vaksin.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Pada dasarnya penggunaan sel yang berasal dari bagian tubuh
manusia untuk bahan obat atau vaksin hukumnya haram, karena
bagian tubuh manusia (juz’u al-insan) wajib dimuliakan.
2. Dalam hal terjadi kondisi kedaruratan (dharurah syar’iyah) atau
kebutuhan mendesak (hajah syar’iyah), penggunaan human
diploid cell untuk bahan obat atau vaksin hukumnya boleh, dengan
syarat:
a. Tidak ada bahan lain yang halal dan memiliki khasiat atau
fungsi serupa dengan bahan yang berasal dari sel tubuh
manusia;
b. Obat atau vaksin tersebut hanya diperuntukkan bagi
pengobatan penyakit berat, yang jika tanpa obat atau vaksin
tersebut maka berdasarkan keterangan ahli yang kompeten
dan terpercaya diyakini akan timbul dampak kemudaratan
lebih besar;
c. Tidak ada bahaya (dharar) yang mempengaruhi kehidupan
atau kelangsungan hidup orang yang diambil sel tubuhnya
untuk bahan pembuatan obat atau vaksin;

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

d. Apabila sel tubuh manusia yang dijadikan bahan obat atau


vaksin bersumber dari embrio, maka harus didapatkan melalui
cara yang dibolehkan oleh syariat, seperti berasal dari janin
yang keguguran spontan atau digugurkan atas indikasi medis,
atau didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai pada
inseminasi buatan atau IVF (in vitro fertilization);
e. Pengambilan sel tubuh manusia harus mendapatkan izin dari
pendonor;
f. Dalam hal sel tubuh berasal dari orang yang sudah meninggal
harus mendapatkan izin dari keluarganya;
g. Sel tubuh manusia yang menjadi bahan pembuatan obat atau
vaksin diperoleh dengan niat tolong-menolong (ta’awun),
tidak dengan cara komersial.
h. Kebolehan pemaanfaatannya sebatas untuk mengatasi kondisi
kedaruratan (dharurah syar’iyah) atau kebutuhan mendesak
(hajah syar’iyah).
Ketiga : Rekomendasi
1. Pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat diminta untuk
menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.
2. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan obat atau vaksin dan
halal sebagai bentuk perlindungan terhadap keyakinan
keagamaan.
3. Produsen obat dan vaksin wajib mengupayakan produksi obat
dan vaksin yang halal dan mensertifikasikannya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Menghimbau kepada masyarakat agar dalam pengobatan
senantiasa menggunakan obat yang suci dan halal.
5. Pemerintah dan masyarakat agar mendasarkan pertimbangan dan
penetapan kedaruratan dalam penggunaan vaksin ditetapkan oleh
lembaga yang memeiliki otoritas dalam penetapan fatwa
keagamaan.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Human Deploid Cell Untuk Bahan Obat dan Vaksin

Keempat : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan
ketentuan jika di kemudian hari ternyata membutuhkan
perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebar
luaskan fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 11 Rabi’ul Akhir 1442 H
26 November 2020 M

MUSYAWARAH NASIONAL X
MAJELIS ULAMA INDONESIA
PIMPINAN SIDANG KOMISI BIDANG FATWA
Ketua Sekretaris

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 52 Tahun 2012
Tentang
HUKUM HEWAN TERNAK YANG DIBERI PAKAN DARI BARANG NAJIS

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :

Menimbang : 1. bahwa produk pangan ternak ada yang telah dikembangkan


teknologinya dengan mencampurkan bahan bakunya dari produk
haram seperti dari organ tubuh babi yang diekstrak atau binatang
sembelihan yang diberi minuman sake sebelum dipotong;

2. bahwa rekayasa teknologi pangan dan penyembelihan binatang ternak


tersebut mungkin dapat merusak kesehatan dan keyakinan umat Islam
sehingga menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat;

3. bahwa terhadap masalah tersebut muncul pertanyaan di masyarakat


mengenai hukum mengonsumsinya;

4. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum memakan hewan
ternak yang diberi pakan dari barang najis sebagai pedoman.

MENGINGAT : 1. Al-Quran
a. Firman Allah SWT tentang keharusan mengkonsumsi yang
halal dan baik, antara lain:

“Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu” (QS. al-Baqarah [2]: 168)

"Hai orang yang beriman! Makanlah di antara rizki yang baik-baik


yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika
benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah" (QS. al-
Baqarah [2]: 172)
Fatwa tentang Hukum Hewan Ternak Yang Diberi Pakan Dari Barang Najis 2

"Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari yang Allah
telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya" (QS. al-Ma'idah [5]: 88).

b. Firman Allah yang menegaskan kehalalan segala yang baik


dan memerintahkan memakan yang baik, serta
mengharamkan segala hal yang buruk, antara lain:

“.....dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan


mengharamkan bagi mereka segala yang buruk...” QS. Al-A’raf
[7]: 157

“Hai rasul-rasul! Makanlah dari makanan yang baik-baik (halal)


dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Mu'minun [23]: 51)
c. Firman Allah SWT tentang beberapa jenis makanan
(terutama jenis hewani) yang diharamkan, antara lain:

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,


darah, daging babi, dan binatang yang (ketika di-sembelih) disebut
(nama) selain Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS.
al-Baqarah [2]: 173)

“Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang


diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, darah
yang mengalir, atau daging babi --karena sesungguhnya semua itu
kotor-- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.
Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang
ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka
sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang”
(QS. al-An'am [6]: 145).

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Hewan Ternak Yang Diberi Pakan Dari Barang Najis 3

“(yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang


(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang
ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang
ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk, dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.
Maka, orang-orang yang beriman kepadanya, memulia-kannya,
menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang
beruntung” (QS. al-A`raf [7]: 157).
2. Hadis Nabi saw
a. Hadis nabi saw yang berkenaan dengan kehalalan dan
keharaman sesuatu yang dikonsumsi, antara lain:

"Wahai umat manusia! Sesungguhnya Allah adalah thayyib (baik),


tidak akan menerima kecuali yang thayyib (baik dan halal); dan
Allah memerintahkan kepada orang beriman segala apa yang Ia
perintahkan kepada para rasul. Ia berfirman, 'Hai rasul-rasul!
Makanlah dari makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah
amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan' (QS. al-Mu'minun [23]: 51), dan berfiman pula,
'Hai orang yang beriman! Makanlah di antara rizki yang baik-baik
yang Kami berikan kepadamu...' (QS. al-Baqarah [2]: 172).
Kemudian Nabi menceritakan seorang laki-laki yang melakukan
perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, dan badannya
berlumur debu. Sambil menengadahkan tangan ke langit ia berdoa,
'Ya Tuhan, Ya Tuhan...' (Berdoa dalam perjalanan, apalagi dengan
kondisi seperti itu, pada umumnya dikabulkan oleh Allah--pent.).
Sedangkan, makanan orang itu haram, minumannya haram,
pakaiannya haram, dan ia selalu menyantap yang haram. (Nabi
memberikan komentar), 'Jika demikian halnya, bagaimana
mungkin ia akan dikabulkan doanya?'" (HR. Muslim dari Abu
Hurairah).

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Hewan Ternak Yang Diberi Pakan Dari Barang Najis 4

"Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan
di antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat (syubhat,
samar-samar, tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia
tidak mengetahui hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara
syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga
dirinya..." (HR. Muslim).
b. Hadis nabi saw yang pada intinya melarang pemanfaatan
jallalah, sebagaimana sabdanya:

“Dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah SAW telah melarang


Jallalah (hewan yang makanan utamanya dari benda yang najis)
dari kalangan unta, yaitu (tidak boleh) menunggangnya atau
meminum susunya” (HSR Abu Dawud)

“Dari Abdullah bin ‘Amr secara marfu’ bahwasanya tidak boleh


hewan Jallalah itu dimakan hingga ia diberi pangan rumput
selama 40 hari” (HR al-Baihaqi)
c. Hadis nabi saw yang mengharamkan jual beli barang haram
dan najis, seperti babi dan sake, antara lain:

”Sesungguhnya sesuatu yang haram diminum maka haram pula


diperjualbelikan.” (HR Muslim dari Ibnu ‘Abbas)
3. Ijma’ Ulama bahwa daging babi dan seluruh bagian (unsur) babi
adalah najis ‘ain (dzati).
4. Qaidah fiqhiyyah :

”Manakala bercampur antara yang halal dengan yang haram, maka


dimenangkan yang haram.”

"Sesuatu yang meyakinkan tidak bisa dihapus oleh sesuatu yang


meragukan."

Memperhatikan : 1. Fatwa MUI Juni 1980 dan September 1994 tentang keharaman
makanan dan minuman yang bercampur barang haram/najis dan
keharaman memanfaatkan unsur-unsur babi.

2. Pendapat Imam Al-Khatthabi dalam Ma’alim al-Sunan IV/148:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Hewan Ternak Yang Diberi Pakan Dari Barang Najis 5

Imam al-Khatthabi berkata: “Jallalah adalah seekor unta yang


memakan kotoran (jallah). Daging dan air susunya makruh
dikonsumsi untuk menjaga kesucian dan kebersihan. Kemakruhan itu
apabila unta yang memakan kotoran tersebut mengeluarkan bau busuk
kotoran yang menyengat dari dagingnya. Hal ini jika kebanyakan
pangannya berasal dari kotoran. Adapun jika hewan itu digembala di
sebuah padang rumput, ia memakan biji-bijian dan sedikit kotoran
pada pangannya, maka hewan tersebut tidak termasuk jallalah.
Sebagaimana halnya ayam dan binatang-binatang lainnya yang
terkadang memakan sedikit kotoran, sementara pangannya yang
banyak bukan berasal dari kotoran, maka hewan semacam ini tidak
dimakruhkan untuk dikonsumsi.

3. Pendapat Imam An-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab


IX/30:

Para shahabat kami (dari kalangan Syafi’iyah) berkata: Jallalah


adalah hewan yang memakan kotoran dan najis-najis yang lain.
Hewan ini berupa unta, sapi, kambing dan ayam. Ada yang
berpendapat bahwa jika pangannya yang paling banyak adalah najis,
maka disebut Jallallah. Adapun jika pangannya yang paling banyak
adalah suci, maka bukan Jallallah. Yang benar adalah pendapat
mayoritas ulama bahwa kriterianya bukan terletak pada banyaknya,
melainkan pada aroma busuknya. Apabila dalam rambut, tengkuk dan
anggota lain dari hewan itu tercium bau najis, maka itulah Jallallah.
Jika tidak tercium bau najis di anggota-anggota badan itu, maka ia
bukan Jallallah. Apabila daging untanya berubah aroma maka
makruh dimakan, tanpa ada perbedaan pendapat di antara ulama.

4. Pendapat Imam Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid I/376:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Hewan Ternak Yang Diberi Pakan Dari Barang Najis 6

Jallalah adalah hewan yang memakan barang najis. Para ulama


berbeda pendapat mengenai hukum memakannya. Sebab terjadinya
perbedaan diantara mereka adalah adanya pertentangan antara qiyas
terhadap atsar. Adapun atsar (yang menjelaskan soal ini) yaitu hadits
yang riwayat bahwa Nabi melarang memakan daging Jallalah dan
perahan susunya (HR Abu Dawud dari Ibnu Umar). Sedangkan qiyas
yang bertentangan dengan atsar ini adalah bahwa segala hal yang
dikonsumsi oleh hewan akan berubah bentuk menjadi daging hewan
tersebut serta unsur-unsur yang menjadi bagian dari hewan. Apabila
kita berpendapat bahwa daging hewan tersebut adalah halal maka
sudah seharusnya sesuatu yang berubah dari makanan menjadi daging
hukumnya sama, yaitu hukum daging. Sebagaimana jika berubah
menjadi debu (maka hukumnya menjadi debu) atau sebagaimana
perubahan darah menjadi daging. Imam Syafi’i mengharamkan
Jallalah sedangkan Imam Malik menghukumi makruh.
5. Pendapat dan saran peserta sidang Komisi Fatwa MUI pada hari Rabu,
28 Maret 2012.
6. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Rapat Pleno
Komisi Fatwa hari Kamis, 29 November 2012.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG HUKUM HEWAN TERNAK YANG


DIBERI PAKAN DARI BARANG NAJIS

Pertama : Ketentuan Umum


Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan :
Jallalah adalah hewan ternak pemakan barang najis atau pakan dari
bahan yang najis, baik sedikit maupun banyak.

Kedua : Ketentuan Hukum


1. Hewan ternak yang diberikan pakan barang atau unsur bahan baku
yang najis tetapi kadarnya sedikit atau tidak lebih banyak dari
bahan baku yang suci, maka hewan tersebut hukumnya halal
dikonsumsi, baik daging maupun susunya.
2. Hewan ternak sebagaimana dalam poin 1 yang diberikan pakan dari
hasil rekayasa unsur produk haram dan tidak menimbulkan dampak
perubahan bau, rasa, serta tidak membahayakan bagi konsumennya
maka hukumnya halal. Namun apabila menimbulkan dampak
perubahan bau, rasa, serta membahayakan bagi konsumennya maka
hukumnya haram.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Hewan Ternak Yang Diberi Pakan Dari Barang Najis 7

3. Produk pakan ternak yang dicampur dengan babi dan turunannya


atau hewan najis lain maka hukumnya haram dan tidak boleh
diperjualbelikan.

Ketiga : Rekomendasi
Agar LPPOM MUI dapat menjadikan Fatwa ini sebagai pedoman
dalam melakukan sertifikasi halal produk terkait.

Keempat : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata membutuhkan penyempurnaan, akan
diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 15 Muharram 1434 H
29 November 2012 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA


KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

12

HUKUM ALKOHOL DALAM MINUMAN


Muzakarah Nasional tentang Alkohol dalam Produk Minuman


yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan,
dan Kosmetika (LP. POM) Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 13-
14 Rabiul Akhir 1414 Hijriah bertepatan dengan tanggal 30 September
1993 di Jakarta, setelah :

Menimbang : 1. Bahwa Islam adalah agama Allah yang


memberi tuntutan dan pedoman hidup
secara menyeluruh dan mengantarkan umat
manusia untuk memperoleh kesejahteraan
hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
2. Bahwa ajaran Islam bertujuan memelihara
keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan
dan harta. Segala sesuatu yang memberi
manfaat bagi tercapainya tujuan tersebut
diperintahkan, dianjurkan atau diizinkan
untuk dilakukan, sedang yang merugikan
bagi tercapainya tujuan tersebut dilarang
atau dianjurkan untuk dijauhi;
3. Bahwa dipandang perlu meningkatkan
kualitas sumber daya manusia Indonesia
dalam rangka mencapai tujuan nasional

Mengingat : 1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;


2. Garis-garis Besar Haluan Negara 1993;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 86/
MENKES/PER/IV/77 tentang Minuman
Keras.
4. Pedoman Dasar, Pedoman Rumah Tangga,
dan Program Kerja Majelis Ulama Indonesia

577
BIDANG POM DAN IPTEK

Mendengar : 1. Pengarahan Menko Kesra, H. Azwar Anas;


2. Pengarahan Menteri Agama, Dr. H. Tarmizi
Taher;
3. Sambutan Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia, K. H. Hasan Basri;
4. Laporan Ketua LP. POM Majelis Ulama
Indonesia, Prof. DR. Hj. Aisyah Girindra
5. Makalah tentang Alkohol: Proses Terjadi.
Kandungan dan Kadarnya, oleh Dr. Ir. Aziz
Darwis, dan Dr. Ir. Tri Susanto;
6. Makalah tentang Manfaat dan Mudarat
Alkohol, oleh Brigjen Pol. Toni Sugiarto,
Prof. K.H.M. Ali Yafie dan dr. H. Kartono
Muhammad;
7. Makalah tentang status Hukum Alkohol.
Oleh K.H. Ahmad Azhar Basyir, MA., Prof.
K.H. Ibrahim Hosen, LML,. Dr. H.S. Aqil
Munawwar, MA., dan K.H. Latief Muchtar,
MA.

Memperhatikan : 1. Laporan Komisi A dan Komisi Muzakarah


Nasional tentang Alkohol Dalam Produk
Minuman;
2. Pendapat, saran, dan usul peserta Muzakarah
Nasional tentang Alkohol Dalam Produk
Minuman

Dengan memohon taufiq dan hidayah Allah SWT,

MEMUTUSKAN

Merumuskan hal-hal sebagai berikut :


I. Alkohol dan Dampaknya
a. Alkohol yang dimaksud dalam pembahasan di sini ialah etil
alkonol atau etanol, suatu senyawa kimia dengan rumus
C2H5OH.
b. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung
alkohol (etanol) yang dibuat secara fermentasi dari berbagai
jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat,
misalnya biji-bijian, buah-buahan, nira dan lain sebagainya,
atau yang dibuat dengan cara distilasi hasil fermentasi yang
termasuk di dalamnya adalah minuman keras klasifikasi A,
B dan C (Per. Menkes No. 86/1977)

578
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

c. Anggur obat, anggur kolesom, arak obat dan minum-


minuman sejenis yang mengandung alkohol termasuk ke
dalam minuman beralkohol
d. Khamar adalah minuman yang memabukkan, termasuk di
dalam minuman beralkohol
e. Berapa pun kadar alkohol pada minuman beralkohol tetap
dinamakan minuman beralkohol
f. Dampak negatif dari minuman beralkohol lebih besar dari
efek positifnya, seperti, misalnya: pengaruh buruk terhadap
kesehatan jasmani dan rohani, kriminalitas, kenakalan
remaja, ganguan kamtibmas dan ketahanan sosial.
g. Dampak positif alkohol sebagai obat yang diminum sudah
dapat diganti dengan bahan yang lain. Namun pada obat
luar/obat oles masih digunakan.
II. Status Hukum Minuman Beralkohol
Meminum minuman beralkohol, sedikit atau banyak, hukumnya
haram. Demikian pula dengan kegiatan memproduksi,
mengedarkan, memperdagangkan, membeli dan menikmati
hasil/keuntungan dari perdagangan minuman beralkohol.

Kesepakatan tersebut didasarkan atas :


1. Meminum minuman beralkohol adalah muskir (memabukkan).
Setiap yang memabukkan adalah khamar dan khamar hukumnya
haram. Oleh karena itu meminum minuman beralkohol adalah
haram hukumnya. Dalil tentang hal ini, antara lain sebagai
berikut :

‫ﻞﹺ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺲ‬‫ﺭﹺﺟ‬ ‫ﻟﹶﺎﻡ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﺯ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﺏ‬‫ﺼ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﻧ‬‫ﻭ‬ ‫ﺴِﺮ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬ ‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﺇﹺﻧ‬ ‫ﻮﺍ‬‫ﻨ‬‫ﺁَﻣ‬ ‫ﻳﻦ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﹶﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻳ‬
 (:‫)ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬‫ﻮﻥ‬‫ﺤ‬‫ﻔﹾﻠ‬‫ﺗ‬‫ﻠﱠﻜﹸﻢ‬‫ﻟﹶﻌ‬‫ﻮﻩ‬‫ﻨﹺﺒ‬‫ﺘ‬‫ﻓﹶﺎﺟ‬‫ﻄﹶﺎﻥ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺸ‬
“Hai oang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, 
‫ﻞﹺ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺲ‬
berjudi. ‫ﺭﹺﺟ‬ ‫ﻟﹶﺎﻡ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﺯ‬‫ﻭ‬ ‫ﺏ‬
(berkorban ‫ﺎ‬‫ﺼ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﻧ‬‫ﻭ‬ berhala,
untuk) ‫ﺴِﺮ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬ ‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺨ‬dan‫ﺍﻟﹾ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻧ‬mengundi
‫ﺇﹺ‬ ‫ﻮﺍ‬‫ﻨ‬‫ﺁَﻣ‬ ‫ﻳﻦ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ nasib‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﹶﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻳ‬
dengan
‫ﺎ‬‫ﻠﹶﻬ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬panah
‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﺘ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬adalah
‫ﺎ‬‫ﺣ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺻ‬‫ﻋ‬perbuatan
‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺎﻋ‬keji
‫ﺘ‬‫ﺒ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬dan
‫ﻬ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻗ‬‫ﺳ‬termasuk
‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺭﹺﺑ‬‫ﺷ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ُ‫ﺍﷲ‬‫ﻦ‬‫ﻟﹶﻌ‬
 (:‫)ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬‫ﻮﻥ‬
syetan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
‫ﺤ‬‫ﻔﹾﻠ‬‫ﺗ‬‫ﻠﱠﻜﹸﻢ‬‫ﻟﹶﻌ‬‫ﻮﻩ‬‫ﻨﹺﺒ‬perbuatan
‫ﺘ‬‫ﻓﹶﺎﺟ‬‫ﻄﹶﺎﻥ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺸ‬
 (‫ﻋﻤﺮ‬  ‫ﺍﺑﻦ‬  ‫ﻋﻦ‬  ‫ﻣﺎﺟﻪ‬  ‫ﻭﺍﺑﻦ‬  ‫ﺃﺑﻮﺩﺍﻭﺩ‬  ‫ﺭﻭﺍﻩ‬ ) ‫ﻬﺎ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺇﹺﻟﹶ‬‫ﻟﹶﺔﹶ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬
mendapat keberuntungan.”(QS.al-Maidah[5]: 90) 

‫ﺎ‬‫ﻠﹶﻬ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﺘ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﺣ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺻ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺎﻋ‬‫ﺘ‬‫ﺒ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻗ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺭﹺﺑ‬‫ﺷ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ُ‫ﺍﷲ‬‫ﻦ‬‫ﻟﹶﻌ‬
 ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺮﹴﺣ‬‫ﻤ‬‫ﺧ‬‫ﻛﹸﻞﱡ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺮﹴﺧ‬‫ﻜ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬‫ﻛﹸﻞﱡ‬
 (‫ﻋﻤﺮ‬‫ﺍﺑﻦ‬‫ﻋﻦ‬‫ﻣﺎﺟﻪ‬‫ﻭﺍﺑﻦ‬‫ﺃﺑﻮﺩﺍﻭﺩ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﻬﺎ‬‫ﺇﹺﻟﹶﻴ‬‫ﻟﹶﺔﹶ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬

“Allah melaknat (mengutuk) khamar, peminumnya, penyajinya, 
pedagangnya, pembelinya, pemeras bahannya,  ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬‫ﻠﹸﻪ‬‫ﻴ‬‫ﻠ‬penahan
‫ﻓﹶﻘﹶ‬‫ﻩ‬‫ﲑ‬‫ﻛﹶﺜ‬‫ﻜﹶﺮ‬atau ‫ﺃﹶﺳ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬
penyimpannya, pembawanya, dan  penerimanya.” ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺮﹴﺣ‬‫ﻤ‬‫ﺧ‬‫ﻛﹸﻞﱡ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫(ﺧ‬HR ‫ﺮﹴ‬‫ﻜ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬Abu‫ﻛﹸﻞﱡ‬
Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar). 

 ‫ﺷﺮ‬‫ﻛﻞ‬‫ﻣﻔﺘﺎﺡ‬‫ﺎ‬‫ﻓﺎ‬,‫ﺍﳋﻤﺮ‬‫ﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍ‬
 ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬‫ﻠﹸﻪ‬‫ﻴ‬‫ﻓﹶﻘﹶﻠ‬‫ﻩ‬‫ﲑ‬‫ﻛﹶﺜ‬‫ﻜﹶﺮ‬‫ﺃﹶﺳ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬

 (:‫ﺀ‬‫ﻟﻨﺴﺎ‬‫ﺎ)ﺍ‬‫ﻤ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﺑﹺﻜﹸﻢ‬‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺇﹺﻥﱠ‬،‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻔﹸﺴ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ﻠﹸﻮﺍ‬‫ﻘﹾﺘ‬‫ﺗ‬579 ‫ﻻﹶ‬‫ﻭ‬
 ‫ﺷﺮ‬‫ﻛﻞ‬‫ﻣﻔﺘﺎﺡ‬‫ﺎ‬‫ﻓﺎ‬,‫ﺍﳋﻤﺮ‬‫ﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍ‬

 ‫ﺍﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺿ‬‫ﻻﹶ‬‫ﻭ‬‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺿ‬‫ﻻﹶ‬

‫ﺎ‬‫ﻠﹶﻬ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﺘ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﺣ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺻ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺎﻋ‬‫ﺘ‬‫ﺒ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻗ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺭﹺﺑ‬‫ﺷ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ُ‫ﺍﷲ‬‫ﻦ‬‫ﻟﹶﻌ‬
‫ﺎ‬‫ﻠﹶﻬ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﺘ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﺣ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺻ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺎﻋ‬‫ﺘ‬‫ﺒ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻗ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺭﹺﺑ‬‫ﺷ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ُ‫ﺍﷲ‬‫ﻦ‬‫ﻟﹶﻌ‬
 (‫ﻋﻤﺮ‬‫ﺍﺑﻦ‬‫ﻋﻦ‬‫ﻣﺎﺟﻪ‬‫ﻭﺍﺑﻦ‬‫ﺃﺑﻮﺩﺍﻭﺩ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﻬﺎ‬‫ﺇﹺﻟﹶﻴ‬‫ﻟﹶﺔﹶ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬
‫ﻞﹺ‬‫ﻤ‬DAN
BIDANG POM ‫ﻣ‬ ‫ﺲ‬‫ﺭﹺﺟ‬ ‫ﻟﹶﺎﻡ‬‫ﺄﹶﺯ‬‫ﺍﻟﹾ‬‫(ﻭ‬‫ﻋﻤﺮ‬
‫ﻋ‬ ‫ﻦ‬IPTEK ‫ﺎﺏ‬‫ﺍﺑﻦﺼ‬‫ﺄﹶﻧ‬‫ﻋﻦﻟﹾ‬ ‫ﺍ‬‫ﻭ‬ ‫ﻣﺎﺟﻪﺮ‬ ِ‫ﺴ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾ‬‫ﻭﺍﺑﻦ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﺮ‬‫ﺃﺑﻮﺩﺍﻭﺩﻤ‬ ‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﺭﻭﺍﻩﻧ‬ ‫ﺇﹺ‬ ‫ﻮﺍ‬)‫ﻨ‬‫ﻬﺎﻣ‬ َ‫ﺁ‬ ‫ﻴ‬‫ﺇﹺﻟﹶﻦ‬‫ﻳ‬‫ﻟﱠﻟﹶﺔﹶﺬ‬‫ﺍﻮ‬‫ﺎﻤ‬‫ﻬﺤ‬‫ﻳ‬‫ﺃﹶﻤ‬‫ﺍﻟﹾ‬‫ﺎ‬‫ﻳﻭ‬

 (:‫)ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬‫ﻮﻥ‬‫ﺤ‬‫ﻔﹾﻠ‬‫ﺗ‬‫ﻠﱠﻜﹸﻢ‬‫ﻟﹶﻌ‬‫ﻮﻩ‬‫ﻨﹺﺒ‬‫ﺘ‬‫ﻓﹶﺎﺟ‬‫ﻄﹶﺎﻥ‬‫ﻴ‬‫ﺸ‬‫ﺍﻟ‬
 ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺮﹴﺣ‬‫ﻤ‬‫ﺧ‬‫ﻛﹸﻞﱡ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺮﹴﺧ‬‫ﻜ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬‫ﻛﹸﻞﱡ‬
 ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺮﹴﺣ‬‫ﻤ‬‫ﺧ‬‫ﻛﹸﻞﱡ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺮﹴﺧ‬‫ﻜ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬‫ﻛﹸﻞﱡ‬

“Semua yang memabukkan adalah khamar dan semua khamar
‫ﺎ‬‫ﻬﻞﹺ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻣ‬‫ﺎﻋ‬‫ﺣ‬‫ﻦ‬‫ﻭ‬‫ﻣ‬‫ﺎ‬‫ﻫ‬‫ﺲ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﺟ‬‫ﺭﹺﺘ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﻡ‬‫ﺎﻟﹶﺎ‬‫ﻟﹾﺄﹶﺣﺯ‬‫ﺍﺮ‬‫ﻭ‬‫ﺻ‬‫ﺎ‬‫ﺏ‬ ‫ﻋ‬‫ﺎﻭ‬‫ﺎﺼ‬‫ﻬ‬‫ﻧ‬‫ﻟﹾﺄﹶﻌ‬‫ﺍﺋ‬‫ﺎ‬‫ﺑﻭ‬‫ﻭ‬‫ﺎﺮ‬ِ‫ﺴ‬ ‫ﻬ‬‫ﻋ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻤ‬‫ﻟﹾﺘ‬‫ﺍﺒ‬‫ﻭﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺎﺮ‬‫ﻬ‬‫ﻤ‬‫ﻴ‬‫ﺨ‬‫ﺎﻗ‬‫ﺍﻟﹾﺳ‬‫ﺎﻭ‬‫ﺎﻤ‬‫ﻬ‬‫ﺇﹺﻧ‬‫ﺑ‬‫ﻮﺍﺭﹺ‬ ‫ﺎ‬‫ﻨﺷ‬‫ﻣ‬‫ﺁَﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻦ‬‫ﻳﻤ‬‫ﺍﺍﻟﱠﻟﹾﺬﺨ‬ُ‫ﺎﷲ‬‫ﺍﻬ‬‫ﺃﹶﻳ‬‫ﻦ‬ ‫ﻌ‬‫ﺎ‬‫ﻟﹶﻳ‬
adalah haram.” (HR Muslim dari Ibnu Umar).  ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬‫ﻠﹸﻪ‬‫ﻴ‬‫ﻓﹶﻘﹶﻠ‬‫ﻩ‬‫ﲑ‬‫ﻛﹶﺜ‬‫ﻜﹶﺮ‬‫ﺃﹶﺳ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬
 (‫ﻋﻤﺮ‬‫(ﺍﺑﻦ‬ ‫ﻋﻦ‬: ‫ﻣﺎﺟﻪ‬ ‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬‫ﻭﺍﺑﻦ‬ )‫ﻮﻥ‬ ‫ﺤ‬ ‫ﻔﹾﻠ‬‫ﺍﻡ‬‫ﺮﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺣ‬‫ﺭﻭﺍﻩﻜﹸ‬
‫ﺃﺑﻮﺩﺍﻭﺩ‬ ‫ﻠﹸﻠﱠﻪ‬‫ﻌ‬‫ﻟﹶﻴ‬‫ﻠ‬)‫ﻘﹶ‬‫ﻮﻓﹶﻩ‬‫ﻬﺎ‬ ‫ﺒ‬‫ﻨﹺﻩ‬‫ﻴﲑ‬‫ﻟﹶﺘ‬‫ﺇﹺﺟ‬‫ﺜ‬‫ﻟﹶﻓﹶﺎﺔﹶﻛﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺮ‬‫ﻥ‬‫ﹶﺎﻜﹶﻤ‬‫ﻄﺤ‬‫ﺳ‬‫ﻤ‬‫ﺃﹶﻴ‬‫ﺸ‬‫ﺎﻟﹾ‬‫ﺍ‬‫ﻣﺍﻟﻭ‬


“Sesuatu yang jika banyak memabukkan,
 ‫ﻞ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻤ‬
 ‫ﻋ‬
  ‫ﻦ‬
 ‫ﻣ‬
  ‫ﺲ‬
 ‫ﺟ‬
 ‫ﺭ‬
‫ﹺ‬  ‫ﻡ‬
 ‫ﹶﺎ‬‫ﻟ‬ ‫ﺯ‬
 ‫ﺄ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬‫ﻭ‬  ‫ﺏ‬
 ‫ﺎ‬ ‫ﺼ‬ ‫ﻧ‬
 ‫ﺄ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫ﻭ‬  ‫ﺮ‬
 ‫ﺴ‬
ِ ‫ﻴ‬
 
‫ﻤ‬ ‫ﺍﻟﹾ‬‫ﺷﺮﻭ‬  ‫ﺮ‬
 ‫ﻛﻞ‬
‫ﻤ‬
 ‫ﺨ‬
 ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫ﻣﻔﺘﺎﺡ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻧ‬

maka
‫ﺇ‬
‫ﹺ‬  ‫ﻮﺍ‬‫ﺎ‬‫ﻓﺎ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻣ‬
 ‫ﺁ‬
َ ,
 ‫ﻦ‬
 ‫ﺍﳋﻤﺮ‬
meskipun
‫ﻳ‬ ‫ﺬ‬ ‫ﻟ‬
‫ﱠ‬ ‫ﺍ‬  ‫ﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻳ‬
‫ﺃ‬
‫ﹶ‬  ‫ﺎ‬‫ﻳ‬
sedikit adalah haram.” (HR Ahmad, Ibnu ‫ﺷﺮ‬ ‫ﻬﻡ‬‫ﺍ‬‫ﻛﻞ‬ ‫ﺮ‬‫ﻗ‬‫ﺣ‬Majah, ‫ﺮﹴ‬‫ﻣﻔﺘﺎﺡﻭ‬
‫ﻤ‬‫ﺎﺧ‬‫ﻬ‬‫ﺭﹺﻞﱡﺑ‬‫ﺎﻛﹸ‬dan ‫ﺎ‬‫ﻓﺎ‬ ‫ﻭ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬,‫ﺮ‬‫ﻤ‬Daraqutni ‫ﺍﳋﻤﺮ‬
‫ﺧ‬‫ﺮﹴﺨ‬‫ﺍﻟﹾﻜ‬‫ﺴ‬ُ‫ﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍﷲ‬ ‫ﺍﻣ‬‫ﻞﱡ‬‫ﻦ‬‫ﻛﹸ‬‫ﻟﹶﻌ‬
 ‫ﺎ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻠ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻣ‬
 ‫ﺎ‬
‫ﺣ‬ ‫ﻭ‬
  ‫ﺎ‬‫ﻫ‬ ‫ﺮ‬
 ‫ﺼ‬
 ‫ﺘ‬
 ‫ﻌ‬
 ‫ﻣ‬
 ‫ﻭ‬
  ‫ﺎ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﺮ‬
 ‫ﺻ‬
 ‫ﺎ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻭ‬
  ‫ﺎ‬‫ﻬ‬ ‫ﻌ‬
 ‫ﺋ‬
‫ﺎ‬ ‫ﺑ‬‫ﻭ‬
  ‫ﺎ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻋ‬
 ‫ﺎ‬ ‫ﺘ‬ ‫ﺒ‬
 ‫ﻣ‬
 ‫ﻭ‬
  ‫ﺎ‬ ‫ﻴ‬
 ‫ﺎ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﺷ‬ ‫ﻤ‬

dari Ibnu Umar).  (:‫)ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬‫ﻮﻥ‬‫ﺤ‬‫ﻔﹾﻠ‬‫ﺗ‬‫ﻠﱠﻜﹸﻢ‬‫ﻟﹶﻌ‬‫ﻮﻩ‬‫ﻨﹺﺒ‬‫ﺘ‬‫ﻓﹶﺎﺟ‬‫ﻄﹶﺎﻥ‬‫ﻴ‬‫ﺸ‬ ‫ﺍﻟ‬
2. Minuman beralkohol  ((: ‫ﻋﻤﺮ‬ ‫ﺀ‬‫ﻟﻨﺴﺎ‬
‫ﺍﺑﻦ‬‫ﻋﻦ‬
mengakibatkan ‫ﺎ)ﺍ‬‫ﻤ‬‫ﻣﺎﺟﻪ‬ ‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﻭﺍﺑﻦﻢ‬ ‫ﺑﹺﻜﹸ‬lupa ‫ﻥﹶ‬‫ﺃﺑﻮﺩﺍﻭﺩ‬
‫ﻛﹶﺎ‬‫ﺍﷲ‬kepada ‫ﺭﻭﺍﻩﻥﱠ‬ ‫ﺇﹺ‬،‫)ﻢ‬‫ﻬﺎﻜﹸ‬‫ﻴﺴ‬Allah ‫ﺇﹺﻔﹸﻟﹶ‬‫ﺔﺃﹶﻧ‬‫ﹸﻮﺍﻟﹶ‬ ‫ﻮ‬‫ﻠﻤ‬‫ﺘ‬‫ﻘﹾﺤ‬dan ‫ﺗ‬‫ﺍﻟﹾﻻﹶﻤ‬‫ﻭ‬
merupakan sumber  (segala :‫ﺀ‬‫ﻟﻨﺴﺎ‬macam ‫ﺎ)ﺍ‬‫ﻤ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﻢ‬kejahatan, ‫ﺑﹺﻜﹸ‬‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺇﹺﻥﱠ‬karena ،‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻔﹸﺴ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ﹸﻮﺍ‬ alcohol ‫ﻠ‬‫ﻘﹾﺘ‬‫ﺗ‬‫ﻻﹶ‬‫ﻭ‬
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap  ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬kehidupan ‫ﺣ‬‫ﻠﹸﻪ‬‫ﻴ‬‫ﻓﹶﻘﹶﻠ‬‫ﻩ‬‫ﲑ‬‫ﻛﹶﺜ‬pribadi, ‫ﻜﹶﺮ‬‫ﺃﹶﺳ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬
 ‫ﺎ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻠ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻣ‬
 ‫ﺎ‬
‫ﺣ‬ ‫ﻭ‬
  ‫ﺎ‬‫ﻫ‬ ‫ﺮ‬
 ‫ﺼ‬
 ‫ﺘ‬
 ‫ﻌ‬
 ‫ﻣ‬
 ‫ﻭ‬
  ‫ﺎ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﺮ‬
 ‫ﺻ‬
 ‫ﺎ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻭ‬
  ‫ﺎ‬‫ﻬ‬ ‫ﻌ‬
 ‫ﺋ‬
‫ﺎ‬ ‫ﺑ‬‫ﻭ‬
  ‫ﺎ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻋ‬
 ‫ﺎ‬ ‫ﺘ‬ ‫ﺒ‬
 ‫ﻣ‬
 ‫ﻭ‬
  ‫ﺎ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻴ‬
 ‫ﻗ‬
 ‫ﺎ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﻭ‬
  ‫ﺎ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﺑ‬
 ‫ﺭ‬
‫ﹺ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺷ‬ ‫ﻭ‬
  ‫ﺮ‬
 ‫ﻤ‬
 ‫ﺨ‬
 ‫ﺍﻟﹾ‬ُ‫ﺍﷲ‬‫ﻦ‬‫ﻟﹶﻌ‬
keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.
 ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺮﹴﺣ‬‫ﻤ‬‫ﺧ‬‫ﻞﱡ‬‫ﻛﹸ‬‫ﺭ‬‫ﺭ‬‫ﺍﻭ‬‫ﺍ‬‫ﺮﺮ‬‫ﺮ‬‫ﺿ‬ ‫ﻤﺿ‬‫ﺧ‬‫ﺮﹴﻻﹶﻻﹶ‬‫ﻭ‬‫ﻭ‬‫ﻜ‬‫ﺴ‬‫ﺭ‬‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺮ‬‫ﻣ‬‫ﺿ‬ ‫ﻞﱡ‬‫ﻻﹶﻛﹸ‬
‫ﻞﹺ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺲ‬‫ﺭﹺﺟ‬ ‫ﻟﹶﺎﻡ‬‫ﺄﹶﺯ‬‫ﺍﻟﹾ‬‫(ﻭ‬‫ﻋﻤﺮ‬ ‫ﺎﺏ‬‫ﺍﺑﻦﺼ‬‫ﺄﹶﻧ‬‫ﻋﻦﻟﹾ‬ ‫ﺍ‬‫ﻭ‬ ‫ﻣﺎﺟﻪﺮ‬ ِ‫ﺴ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾ‬‫ﻭﺍﺑﻦ‬ ‫ﺷﺮﻭ‬  ‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺃﺑﻮﺩﺍﻭﺩ‬ ‫ﻛﻞ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﻣﻔﺘﺎﺡ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﺭﻭﺍﻩﻧ‬ ‫ﺇﹺ‬ ‫ﻮﺍ‬‫ﺎ‬‫ﻓﺎ‬ )‫ﻨ‬‫ﻬﺎﻣ‬ َ‫ﺁ‬,
 ‫ﻴ‬‫ﺍﳋﻤﺮﻟﹶﻦ‬ ‫ﺇﹺ‬‫ﻳ‬‫ﻟﱠﻟﹶﺔﹶﺬ‬‫ ﺍﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬﺤ‬‫ﺿ‬‫ﻳ‬‫ﺃﹶﻤ‬‫ﺍﻟﹾ‬‫ﺎﻻﹶ‬‫ﻳﻭ‬

“Jauhilah khamar, karena  (iaadalah :‫)ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬kunci ‫ﻮﻥ‬‫ﺤ‬‫ﻔﹾﻠ‬‫ﺗ‬segala ‫ﻠﱠﻜﹸﻢ‬‫ﻟﹶﻌ‬‫ﻮﻩ‬keburukan” ‫ﻨﹺﺒ‬‫ﺘ‬‫ﻓﹶﺎﺟ‬‫ﻄﹶﺎﻥ‬‫ﻴ‬‫ﺸ‬‫ﺍﻟ‬
 ‫ﻳﻦ‬‫ﻔﹾﺴِﺪ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺐ‬‫ﺤ‬‫ﻻﹶﻳ‬َ‫ﺍﷲ‬‫ﻥﱠ‬‫ﺇﹺﻡ‬‫ﺍ‬‫ﺽﹺﺮ‬ ‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﺭ‬‫ﻠﹸﻷَﻷَﻪ‬‫ﺍﹾﺍﹾﻴ‬‫ﻠ‬‫ﻲﻘﹶ‬ ‫ﻓﹶ‬‫ﻓﻓ‬‫ﻩ‬‫ﲑ‬‫ﺩ‬‫ﺎﺩ‬‫ﺎ‬‫ﺴﺜ‬ ‫ﻛﹶ‬‫ﻔﹶﻔﹶ‬‫ﻜﹶﺍﺍﻟﹾﻟﹾﺮ‬‫ﻎﹺﻎﹺ‬‫ﺳ‬‫ﺒ‬‫ﺒ‬‫ﺗ‬‫ﻻﹶﻻﹶﺃﹶﺗ‬‫ﺎ‬‫ﻭ‬‫ﻣﻭ‬
(HR. al Hakim dari Ibnu
 (:   ‫ﻦ‬
 ‫ﻳ‬
Abbas) ‫ﺪ‬ ‫ﺴ‬
ِ
‫ﺀ‬‫ﻟﻨﺴﺎ‬‫ﺎ)ﺍ‬‫ﻤ‬kesehatan,‫ﻔ‬
‫ﹾ‬ ‫ﻤ‬
 ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬  ‫ﺐ‬
 ‫ﺤ‬

‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﺑﹺﻜﹸﻢ‬‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬karena‫ﻳ‬
 ‫ﻻ‬
‫ﹶ‬   ‫ﷲ‬
َ‫ﻡ‬
 ‫ﺍ‬‫ﺮ‬ ‫ﺍ‬‫ﺣ‬
 ‫ﻥ‬
‫ﱠ‬ ‫ﺮ‬
‫ﹴ‬ ‫ﺇ‬
‫ﹺ‬  ‫ﻤ‬
 ‫ﺽ‬
‫ﹺ‬
‫ﺍﷲ‬‫ﺇﹺﻥﱠ‬،‫ﻢ‬alkohol ‫ﺧ‬
  ‫ﻞ‬
‫ﱡ‬ ‫ﻛ‬
‫ﹸ‬ ‫ﻭ‬
 ‫ﻲ‬
‫ﻜﹸ‬‫ﻔﹸﺴ‬‫ﺮﹴﺃﹶﻧ‬‫ﹸﻮﺍﻜ‬‫ﻠﺴ‬dapat
 ‫ﺮ‬
 ‫ﻤ‬
 ‫ﺧ‬
 ‫ﺴ‬ ‫ﻘﹾﺘ‬‫ﻣ‬‫ﺗ‬‫ﻻﹶﻞﱡ‬‫ﻛﹸ‬‫ﻭ‬
3. Minuman beralkohol merusak 
‫ﺎ‬‫ﻠﹶﻬ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬organ
merusak ‫ﺎ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﺘ‬‫ﻌ‬hati, ‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﺣ‬saluran ‫ﺮ‬‫ﺎﺻ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬percernaan, ‫ﻌ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺎﻋ‬‫ﺘ‬‫ﺒ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬sistem ‫ﻴ‬‫ﺎﻗ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬peredaran ‫ﺎﺭﹺﺑ‬‫ﺷ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻝﹸﺨ‬‫ﺍﺰﻟﹾ‬darah, ‫ﷲُﻳ‬‫ﺍﺭ‬‫ﺮ‬‫ﻦ‬‫ﻀ‬‫ﻌ‬‫ﺍﹶﻟﹶﻟﹾ‬
dan pada gilirannya dapat mengakibatkan  ‫ﺷﺮ‬‫ﻛﻞ‬kematian. ‫ﻣﻔﺘﺎﺡ‬‫ﺎ‬‫ﻓﺎ‬,Berkenaan ‫ﺍﳋﻤﺮﻟﹶ‬ ‫ﺔﹶﻝﹸ‬‫ﺍﻟﹶﻭ‬‫ﺰﻮ‬‫ﻳ‬‫ﻤ‬‫ﺭ‬‫ﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍ‬ ‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻀ‬
 ( ‫ﻋﻤﺮ‬ ‫ﺍﺑﻦ‬  ‫ﻋﻦ‬  ‫ﻣﺎﺟﻪ‬  ‫ﻭﺍﺑﻦ‬  ‫ﺃﺑﻮﺩﺍﻭﺩ‬
 ‫ﻡ‬
 ‫ﺍ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺣ‬
  ‫ﺭﻭﺍﻩ‬
 ‫ﻪ‬
 ‫ﻠ‬
‫ﹸ‬ ‫ﻴ‬
 ‫ﻠ‬
 ‫ﺭ‬

)
‫ﻘ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺍ‬
‫ﻓ‬
‫ﹶ‬‫ﺮ‬
‫ﻬﺎ‬ ‫ﺿ‬
‫ﻩ‬
 ‫ﲑ‬
‫ﻴ‬  ‫ﺇ‬
‫ﹺ‬‫ﺜ‬
 ‫ﻻ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻛ‬ ‫ﻜﹶﺮ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﺳ‬‫ﺿ‬‫ﺃﹶﻤ‬‫ﺎﻟﹾ‬‫ﺍ‬‫ﻻﹶ‬‫ﻣﻭ‬
dengan hal ini Allah berfirman : 
 (:‫ﺀ‬‫ﻟﻨﺴﺎ‬‫ﺎ)ﺍ‬‫ﻤ‬‫ﻴ‬‫ﺢﹺﺣ‬‫ﺭ‬‫ﺎﻟ‬‫ﻜﹸﺼﻢ‬‫ﺑﹺﻤ‬‫ﻥﹶﺍﻟﹾ‬‫ﺐﹺ‬ ‫ﻠﹾﻛﹶﺎ‬‫ﺍﷲﺟ‬‫ﺇﹺﻠﻥﱠﹶﻰ‬‫ﻋ‬،‫ﻢﻡ‬‫ﻘﹶﻜﹸﺪ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬‫ﻔﹸ‬‫ﺪ‬‫ﻧ‬‫ﺃﹶﺳ‬‫ﹸﻮﺍ‬ ‫ﻠﻔﹶﺎ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﻘﹾﺘ‬‫ﺗ‬ُ‫ﻻﹶﺀ‬‫ﺭ‬‫ﺩﻭ‬
 membunuh
‫ﻳﻦ‬‫ﻔﹾﺴِﺪ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺐ‬‫ﺤ‬dirimu,  ‫ﺢ‬
‫ﹺ‬  ‫ﻟ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺼ‬
 ‫ﻻﹶﻳ‬‫ﺷﺮ‬َ‫ﷲ‬ ‫ﻤ‬
 ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ 
‫ﻡ‬‫ﺍ‬‫ﻛﻞ‬ ‫ﺐ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻠ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺟ‬

‫ﺍﺮ‬‫ﺮﹴﻥﱠﺣ‬sesungguhnya
‫ﺇﹺ‬‫ﻣﻔﺘﺎﺡ‬
‫ﺽﹺﻤ‬  ‫ﹶﻰ‬ ‫ﻠ‬
‫ﺧ‬‫ﻷَﻞﱡﺭ‬‫ﺎﻛﹸ‬‫ﻓﺎ‬‫ﻋ‬
  ‫ﻡ‬
 ‫ﺪ‬
 ‫ﻘ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻣ‬

‫ﺍﹾ‬‫ﻲﻭ‬‫ﻓﺮ‬,‫ﻤ‬‫ﺍﳋﻤﺮﺩ‬ ‫ﺎﺧ‬‫ﺮﹴﺴ‬‫ﻟﹾﻔﹶﺎﻔﹶﻜ‬‫ﺴ‬
‫ﺪ‬
 ‫ﺳ‬
 ‫ﺍ‬‫ﻤ‬Allah ‫ﻟﹾﻎﹺ‬‫ﺍﻣ‬‫ﺒ‬‫ﻻﹶﻞﱡﺀُﺗ‬‫ﺭ‬‫ﻛﹸ‬‫ﻭ‬‫ﺩ‬
‫ﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍ‬
“…Dan janganlah kamu
adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS an-Nisa’ [4]:29) 
4. Minuman beralkohol menghancurkan  (:‫ﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫)ﺍ‬...potensi ‫ﻠﹸﻜﹶﺔ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﹶﻰ‬sosial ‫ﻟ‬‫ﺇﹺ‬‫ﺭ‬‫ﺍﻢ‬‫ﻜﹸﺮ‬‫ﺿ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬ekonomi, ‫ﺑﹺﺄﻻﹶﻳ‬‫ﻭ‬‫ﺍﹾ‬‫ﹸﻮ‬‫ﻘﺭ‬‫ﻠﹾﺮ‬‫ﺿ‬ ‫ﺗ‬‫ﻻﹶ‬‫ﻻﹶ‬‫ﻭ‬
 (  : ‫ﺀ‬(‫ﻟﻨﺴﺎ‬: ‫ﺍ‬ ) ‫ﻟﺒﻘﺮﺓ‬
‫ﺎ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻴ‬
 ‫ﺣ‬
 ‫ﺭ‬
‫)ﺍ‬... ‫ﻢ‬
 ‫ﻜ‬
‫ﹸ‬ ‫ﺑ‬
‫ﹺ‬  ‫ﻥ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻠﹸﻛﻜﹶﹶﺎﺔ‬‫ﺍﷲﻬ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﹶﻰ‬ ‫ﻥ‬
‫ﱠ‬ ‫ﻟ‬،‫ﺇﹺ‬‫ﻢ‬‫ﻜﹸﻜﹸﻢ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ﻔﹸﺪ‬‫ﻳ‬‫ﺑﹺﺃﹶﻝﹸﺄﹶﻧ‬‫ﺍ‬‫ﹸﻮﺍ‬
‫ﺇ‬
‫ﹺ‬ ‫ﹸﻮﺍﺰﹾ‬‫ﻠﻳ‬‫ﻘ‬‫ﺘ‬‫ﻠﹾﻘﹾﺭ‬‫ﺗ‬‫ﺮﺗ‬‫ﻻﹶﻻﹶﻀ‬‫ﻭ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻭ‬
karena peminum alkohol produktivitasnya akan ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬‫ﻠﹸﻪ‬menurun, ‫ﻴ‬‫ﻓﹶﻘﹶﻠ‬‫ﻩ‬‫ﲑ‬‫ﻛﹶﺜ‬‫ﻜﹶﺮ‬Nabi ‫ﺃﹶﺳ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬
SAW bersabda : 
 ‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺴِ(ﺪ‬ ‫ﻔﹾ‬‫ﻟﹾﻤ‬: ‫ﺍ‬‫ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀﺐ‬ ‫ﺤ‬‫)ﻻﹶﻳ‬ َ‫ﷲ‬‫ﺍﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺇﹺﻠﹶﻥﱠﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺽﹺ‬ ‫ﻠﹾ‬‫ﻟ‬‫ﺔﹰ‬‫ﺭ‬‫ﻷَﻤ‬‫ﺍﹾﺣ‬‫ﻲﺭ‬ ‫ﻓﻻﱠ‬‫ﺇﹺ‬‫ﺩ‬‫ﺎ‬‫ﺎﺴﻙ‬‫ﻟﹾﻠﹾﻔﹶﻨ‬‫ﺍﺳ‬‫ﺃﹶﻎﹺﺭ‬‫ﺒ‬‫ﺎﺗ‬‫ﻣﻻﹶ‬‫ﻭ‬
 (:  ‫ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀﺢﹺ‬ ‫ﺎﻟ‬‫ﺷﺮﺼ‬ ‫)ﻤ‬‫ﺍﻟﹾ‬‫ﻛﻞﻦ‬ ‫ﺐﹺ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶﻠﹾﻤ‬‫ﺟ‬‫ﻣﻔﺘﺎﺡﻌ‬ ‫ﻠﹾ‬‫ﹶﻰﻟ‬ ‫ﻠﺔﹰ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﺣ‬‫ﺎ‬‫ﻓﺎ‬ ‫ﻡ‬‫ﺭ‬‫ﺍﺪ‬‫ﻻﱠﻘﹶﺮ‬,‫ﺿ‬
‫ﺇﹺﻣ‬‫ﺍﳋﻤﺮ‬ ‫ﺪ‬‫ﻻﹶﻙ‬‫ﺎﺳ‬‫ﻠﹾﹶﺎﻨﻭ‬‫ﻔ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍﻤ‬ ‫ﺭ‬‫ﺍﻟﹾﺮ‬‫ﺿ‬ ‫ﺃﹶ‬ُ‫ﺎﺀ‬‫ﻣ‬‫ﻻﹶﺭ‬‫ﻭ‬‫ﺩ‬

“Janganlah membuat mudarat pada diri sendiri dan pada 
orang lain” (HR Ibnu : ‫ﺀ‬Majah ‫ﻟﻨﺴﺎ‬ ‫)ﺍ‬dan ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬Daraqutni).  ‫ﻢ‬ ‫ﺑﹺﻜﹸ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺇﹺﻥﱠ‬ ،‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺴ‬‫ﻔﹸ‬‫ﻝﹸﺃﹶﻧ‬ ‫ﹸﻮﺍ‬ ‫ﺍ‬‫ﺰ‬‫ﻠﻳ‬‫ﻘﹾﺘ‬‫ﺗﺭ‬‫ﺮ‬‫ﻻﹶﻀ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻭ‬
5. Minuman beralkohol  ( :: ‫ﺀ‬‫ﻟﻨﺴﺎ‬
dapat ‫ﻳ‬‫)ﺍﺪ‬ِ‫ﺴ‬merusak
‫ﺀ‬(‫ﻟﻨﺴﺎﻦ‬
 :‫ﺎﺍ‬‫ﻤ)ﻔﹾ‬‫ﺎﻤ‬‫ﻟﺒﻘﺮﺓ‬
‫ﻤﻴ‬‫ﺍﻟﹾﺣ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﺐ‬‫ﺭ‬‫ﻢ‬‫ﺍ‬‫)ﺤ‬...
‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺑﹺﻻﹶﻜﹸﻳ‬keamanan
‫ﺑﹺ‬‫ﹶﺎﻥﹶﷲَﻥﹶ‬‫ﻜﹶﺍﹶﺎﻛﺔ‬‫ﻛ‬‫ﺍﷲﻠﹸﻥﱠ‬
‫ﺍﷲﺇﹺﻬ‬ ‫ﺽﹺﺘ‬ ‫ﺍﻟ‬‫ﹶﻰﻥﱠ‬ ‫ﻥﱠ‬‫ﺇﹺﺭ‬‫ﻷَﻟﺇﹺ‬،dan
،‫ﻢﺍﹾﻢﺇﹺ‬‫ﻲﻜﹸﻢ‬
‫ﻜﹸﻜﹸ‬‫ﻓﺴ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ﺩ‬‫ﻔﹸﺪ‬ketertiban
‫ﺎﻔﹸ‬‫ﻳﻧ‬‫ﺴﻧ‬‫ﺃﹶﺄﺃﹶ‬‫ﺑﹺ‬‫ﹸﻮﺍ‬
‫ﹸﻮﺍﻔﹶ‬ ‫ﻠﺍﻠﹸﻮﻟﹾﺍﹾ‬‫ﻘﺘ‬‫ﻠﹾﻘﹾﻎﹺﻘﹾﺘ‬‫ﺗ‬‫ﺗ‬‫ﺒ‬‫ﻻﹶﺗ‬‫ﻭ‬
masyarakat, karena para peminum minuman beralkohol sering  (
 ( 
melakukan perbuatan kriminalitas  ‫ﺢﹺ‬‫ﺎﻟ‬‫ﺼ‬‫ﻤ‬yang ‫ﺍﻟﹾ‬‫ﻠﹾﺐﹺ‬‫ﺟ‬‫ﹶﻰ‬ meresahkan
‫ﻠ‬‫ﻋ‬‫ﻡ‬‫ﻘﹶﺪ‬‫ﻣ‬‫ﺪ‬‫ﻔﹶﺎﺳ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬dan ُ‫ﺀ‬‫ﺭ‬‫ﺩ‬
menggelisahkan masyarakat serta sring terjadi kecelakaan
 (:‫)ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻠﹾﻌ‬‫ﻟ‬‫ﺔﹰ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ﺍﺭ‬‫ﻻﱠﺮ‬‫ﺇﹺﺿ‬‫ﺎﻝﹸﻻﹶﻙ‬‫ﺍﻨﻭ‬‫ﻠﹾﺰ‬‫ﺳ‬‫ﻳ‬‫ﺭ‬‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺿﺭ‬ ‫ﺃﹶ‬‫ﺮ‬lalu
‫ﻀ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻻﹶ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻭ‬
lintas karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk. Allah

berfirman :  (:‫ﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫)ﺍ‬...‫ﻠﹸﻜﹶﺔ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﻟﹶﻰ‬‫ﺇﹺ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺑﹺﺄﹶﻳ‬‫ﻠﹾﻘﹸﻮﺍﹾ‬‫ﺗ‬‫ﻻﹶ‬‫ﻭ‬
: ‫ﺀ‬‫ﻟﻨﺴﺎ‬ ‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫)ﺍﺪ‬ِ‫ﺎﺴ‬‫ﻤﻔﹾ‬‫ﻤ‬‫ﻴ‬‫ﻟﹾﺣ‬‫ﺍ‬‫ﺭ‬‫ﺐ‬ ‫ﺢﹺ‬ ‫ﻢ‬‫ﺎﺤﻟ‬‫ﺼﻜﹸ‬‫ﺑﹺﻻﹶﻳ‬‫ﻤ‬‫ﹶﺎﺍﷲَﻟﹾﻥﹶ‬‫ﺐﹺﻛ‬ ‫ﺍ‬‫ﺍﷲﻠﹾﻥﱠ‬ ‫ﺇﹺﺟ‬‫ﺽﹺ‬ ‫ﹶﻰ‬ ‫ﻥﱠ‬‫ﻠﺇﹺﺭ‬‫ﻷَﻋ‬،‫ﺍﹾﻢ‬‫ﻡ‬‫ﻲﻜﹸﺪ‬‫ﻘﹶ‬‫ﻓﺴ‬‫ﻣ‬‫ﻔﹸﺩ‬‫ﺎﺪ‬‫ﺴﻧ‬ ‫ﺃﹶ‬‫ﺳ‬ ‫ﹸﻮﺍ‬ ‫ﺍﻠﻟﹾﻔﹶﺎﻔﹶ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﻎﹺﻘﹾﺘ‬‫ﺗ‬‫ﺒ‬‫ﻻﹶﺀُﺗ‬‫ﺭ‬‫ﻭ‬‫ﺩ‬

‫ﻠﹾﻨ‬‫ﺳ‬‫ﺃﹶﺭ‬(‫ﺎ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻭ‬
“… Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
menyukai
(:‫ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ‬ )‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻠﹾﻌ‬‫ﻟ‬‫ﺔﹰ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬yang ‫ﺇﹺﻻﱠ‬‫ﺎﻙ‬berbuat
Sesungguhnya Allah tidak  (:‫ﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫)ﺍ‬...‫ﻠﹸﻜﹶﺔ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﻟﹶﻰ‬‫ﺇﹺ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺑﹺﻝﹸﺄﹶﻳ‬‫ﺍ‬‫ﹸﻮﺍﹾﺰ‬‫ﻳ‬‫ﻘ‬‫ﻠﹾﺭ‬‫ﺗ‬‫ﺮ‬‫ﻻﹶﻀ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻭ‬
orang-orang
kerusakan. (QS al-Qashash [28]:77) 
6. Minuman beralkohol membahayakan kehidupan bangsa dan 
Negara karena minuman : ‫ﺀ‬beralkohol
‫ﻟﻨﺴﺎ‬ ‫)ﺍ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬dapat  ‫ﻢ‬ ‫ﺑﹺﻜﹸ‬ ‫ﻥﹶ‬mengakibatkan ‫ﻛﹶﺎ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺇﹺﻥﱠ‬ ،‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻔﹸﺴ‬‫ﻧ‬rusaknya ‫ﺃﹶ‬ ‫ﻠﹸﻮﺍ‬‫ﻘﹾﺘ‬‫ﺗ‬ ‫ﻻﹶ‬‫ﻭ‬
 (:  ‫ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀﺢﹺ‬ ‫ﺎﻟ‬‫ﺼ‬‫)ﻤ‬‫ﺍﻟﹾ‬‫ﺐﹺﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶﻠﹾﻤ‬‫ﺟ‬‫ﻠﹾﻌ‬‫ﹶﻰﻟ‬ ‫ﻠﺔﹰ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﺣ‬‫ﻡ‬‫ﺭ‬‫ﺪ‬‫ﻻﱠﻘﹶ‬‫ﺇﹺﻣ‬‫ﺪ‬‫ﻙ‬‫ﺎﺳ‬‫ﻔﻠﹾﹶﺎﻨ‬‫ﺳ‬‫ﻤ‬‫ﺃﹶﺍﻟﹾﺭ‬ُ‫ﺎﺀ‬‫ﻣ‬‫ﺭ‬‫ﻭ‬‫ﺩ‬
 (

580 
: ‫ﺀ‬‫ﻟﻨﺴﺎ‬ (  ‫)ﺍ‬: ‫ﺎ‬‫ﻟﺒﻘﺮﺓﻤ‬ ‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﻢ‬‫)ﺍ‬... ‫ﺑﹺﻜﹸ‬ ‫ﹶﺎﻥﹶ‬‫ﻜﹶﻛﺔ‬‫ﺍﷲﻠﹸ‬ ‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﺇﹺﹶﻰﻥﱠ‬‫ﻟ‬،‫ﻢﺇﹺ‬‫ﻜﹸﻜﹸﻢ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ﻧﻔﹸﺪ‬‫ﺄﹶﺃﻳ‬‫ﺑﹺ‬‫ﻠﹸﻮﺍﹾﹸﻮﺍ‬‫ﻠﹾﻘﹾﻘﺘ‬‫ﺗ‬‫ﻻﹶ‬‫ﻭ‬
 (
 (( :‫ﺀ‬‫ﻟﻨﺴﺎ‬‫ﺎ)ﺍ‬‫ﻤ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﺑﹺﻜﹸﻢ‬‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺇﹺﻥﱠ‬،‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻔﹸﺴ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ﻠﹸﻮﺍ‬‫ﻘﹾﺘ‬‫ﺗ‬‫ﻻﹶ‬‫ﻭ‬
:‫ﺀ‬‫ﻟﻨﺴﺎ‬‫ﺎ)ﺍ‬‫ﻤ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﺑﹺﻜﹸﻢ‬‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺇﹺﻥﱠ‬،‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻔﹸﺴ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ﻠﹸﻮﺍ‬‫ﻘﹾﺘ‬‫ﺗ‬‫ﻻﹶ‬‫ﻭ‬

 ‫ﺭ‬‫ﺍﺭ‬‫ﺍ‬‫ﺮﺮ‬‫ﺿ‬
‫ﺿ‬‫ﻻﹶﻻﹶ‬INDONESIA
‫ﻭ‬‫ﻭ‬‫ﺭ‬‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺮ‬‫ﺿ‬ ‫ﺿ‬‫ﻻﹶﻻﹶ‬
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA

persatuan dan kesatuan yang
 ‫ﻦ‬‫ﻳﻦ‬‫ﻳ‬moralitas
‫ﺴِﺪﺪ‬
ِ‫ﻔﹾﻔﹾﺴ‬‫ﻤ‬‫ﺍﺍﻟﹾﻟﹾﻤ‬‫ﺐ‬
‫ﺐ‬‫ﺤ‬
‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻻﹶﻻﹶﻳ‬manusia
َ‫ﷲ‬
َ‫ﺍﺍﷲ‬‫ﺇﹺﺇﹺﻥﱠﻥﱠ‬‫ﺽﹺ‬
‫ﺽﹺ‬‫ﺭ‬‫ﺭ‬Indonesia
َ‫ﺍﹾﺍﹾﻷَﻷ‬‫ﻲ‬
‫ﻲ‬‫ﻓﻓ‬‫ﺩ‬‫ﺎﺩ‬‫ﺎ‬‫ﺴ‬
‫ﺍﺍﻟﹾﻟﹾﻔﹶﻔﹶﺴ‬masa
‫ﻎﹺﻎﹺ‬‫ﺒ‬‫ﺒ‬‫ﺗ‬‫ﻻﹶﻻﹶﺗ‬‫ﻭ‬‫ﻭ‬
pada gilirannya merusak stabilitas
nasional, mentalitas, dan
depan. Berkenaan dengan hal ini, kaidah fiqhiyah menegaskan: 
 ‫ﺍﻝﹸﻝﹸ‬‫ﺍ‬‫ﺰﺰ‬‫ﻳ‬‫ﻳ‬‫ﺭ‬‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺮ‬‫ﻀ‬ ‫ﺍﹶﺍﹶﻟﹾﻟﹾﻀ‬
“Kemudaratan itu harus dihilangkan” 
 ‫ﺢﹺﺢﹺ‬‫ﺎﻟﻟ‬‫ﺎ‬‫ﺼ‬
‫ﺼ‬‫ﻤ‬‫ﺍﺍﻟﹾﻟﹾﻤ‬‫ﺐﹺ‬ ‫ﻠﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬‫ﻋ‬‫ﻡ‬‫ﻡ‬‫ﺪ‬‫ﻘﹶﻘﹶﺪ‬‫ﻣ‬‫ﻣ‬‫ﺪ‬‫ﺪ‬‫ﺳ‬‫ﻔﻔﹶﺎﹶﺎﺳ‬‫ﻤ‬‫ﺍﺍﻟﹾﻟﹾﻤ‬ُ‫ﺀُﺀ‬‫ﺭ‬‫ﺭ‬‫ﺩ‬‫ﺩ‬
‫ﻠﹾﻠﹾﺐﹺ‬‫ﺟ‬‫ﺟ‬‫ﹶﻰ‬
“Mencegah mafsadat (kerusakan) lebih didahulukan daripada 
mengambil kemaslahatan.”
 (( :‫ﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫)ﺍ‬...‫ﻠﹸﻜﹶﺔ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﻟﹶﻰ‬‫ﺇﹺ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺑﹺﺄﹶﻳ‬‫ﻠﹾﻘﹸﻮﺍﹾ‬‫ﺗ‬‫ﻻﹶ‬‫ﻭ‬
:‫ﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫)ﺍ‬...‫ﻠﹸﻜﹶﺔ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﻟﹶﻰ‬‫ﺇﹺ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺑﹺﺄﹶﻳ‬‫ﻠﹾﻘﹸﻮﺍﹾ‬‫ﺗ‬‫ﻻﹶ‬‫ﻭ‬
Rekomendasi : 
Dalam upaya penanggulangan minuman beralkohol muzakarah
merekomendasikan sebagai berikut
 ((

:‫)ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻠﹾﻌ‬‫ﻟ‬‫ﺔﹰ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﺇﹺﻻﱠ‬‫ﺎﻙ‬‫ﻠﹾﻨ‬‫ﺳ‬‫ﺃﹶﺭ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬
: :‫)ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻠﹾﻌ‬‫ﻟ‬‫ﺔﹰ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﺇﹺﻻﱠ‬‫ﺎﻙ‬‫ﻠﹾﻨ‬‫ﺳ‬‫ﺃﹶﺭ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬
1. Kepada Pemerintah : 
:
: ‫ﻟﻨﺴﺎﺀﺀ‬
a. Pemerintah hendaknya
‫ﻟﻨﺴﺎ‬ meningkatkan
‫)ﺍﺍ‬
) ‫ﺎ‬‫ﺎ‬‫ﻤﻤ‬‫ﻴ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﺭ‬ ‫ﻢ‬‫ﺑﹺﺑﹺﻜﹸﻜﹸﻢ‬ ‫ﻛﻛﹶﺎﹶﺎﻥﹶﻥﹶ‬usaha
‫ﺍﷲ‬
‫ﺍﷲ‬ ‫ﺇﹺﺇﹺﻥﱠﻥﱠ‬ ،،‫ﻢﻢ‬membebaskan
‫ﻜﹸﻜﹸ‬‫ﺴ‬ ‫ﻠﻠﹸﻮﺍ‬‫ﺘ‬‫ﻘﹾﻘﹾﺘ‬‫ﺗ‬‫ﺗ‬ ‫ﻻﹶﻻﹶ‬‫ﻭ‬‫ﻭ‬
‫ﻔﹸﻔﹸﺴ‬‫ﻧ‬‫ﺃﹶﺃﹶﻧ‬ ‫ﹸﻮﺍ‬
masyarakat, terutama kaum remaja, dari pengaruh minuman
beralkohol dengan membentuk badan penanggulangan  (( 
alkoholisme dan menjadikan pembebasan minuman beralkohol 
sebagai gerakan nasional.
b. Departemen Perindustrian hendaknya memberhentikan
pemberian izin untuk mendirikan pabrik yang memproduk
minuman beralkohol dan secara berangsur mengurangi
produksinya.
c. Departemen Perdagangan hendaknya memberhentikan
pemberian izin untuk memperdagangkan minuman beralkohol
dan memperketat pengedarannya.
d. Departemen Kesehatan hendaknya :
1) Mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk membatasi
produksi dan perdagangan minuman beralkohol
sebagaimana pasal 44 dan pasal 82 Undang-Undang tentang
Kesehatan.
2) Mengurangi penggunaan alkohol dalam produksi obat-
obatan.
3) Mempersiapkan peraturan pencantuman pernyataan bahwa
“ALKOHOL BERBAHAYA BAGI KESEHATAN DAN MASA
DEPAN ANDA” pada kemasan minuman beralkohol.
a. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan hendaknya
memperketat aturan, pengawasan, mengambil tindakan tegas
terhadap siswa yang minum dan atau mengedarkan minuman
beralkohol.

581
BIDANG POM DAN IPTEK

b. Departemen Agama hendaknya meningkatkan pendidikan


agama di sekolah-sekolah dengan memasukkan bahaya
minuman beralkohol dalam materi pengajaran agama.
c. Departemen Kehakiman agar memasukkan sanksi yang
cukup berat terhadap pelanggaran perundang-undangan yang
menyangkut minuman beralkohol dalam penyusunan KUHP.
d. Departemen Penerangan agar membatasi iklan-iklan mengenai
perdagangan minuman beralkohol
e. Kepolisian dan petugas hukum lainnya agar berusaha
meningkatkan pengawasan terhadap peredaran dan
penggunaan minuman beralkohol serta mengambil tindakan
yang tegas terhadap pelakunya.
2. Menghimbau :
a. Para cendekiawan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi
sehingga penggunaan alkohol sebagai pelarut obat dalam
dan luar, essence, pewarna, dan pewangi dapat digantikan
dengan bahan alternatif lain. Penemuan ilmu dan teknologi
yang semakin maju ternyata dapat mendukung ketentuan
agama tentang penggunaan alkohol.
b. Instansi pemerintah untuk mencarikan jalan keluar pada
industri alkohol dan minuman beralkohol yang bersifat
rumah tangga agar usaha ekonomi mereka tetap berjalan.
3. Kepada pimpinan ormas, ulama, mubaligh, dan khatib,
menghimbau :
a. Ormas-ormas Islam dan lembaga-lembaga Islam untuk
berperan aktif dalam memasyarakatkan bahaya minuman-
minuman beralkohol dan mempelopori gerakan nasional
dalam menyelematkan masyarakat dari bahaya minuman
beralkohol.
b. Para ulama, mubaligh, dan khatib untuk meningkatkan
dakwah Islamiyah dengan menekan bahaya minuman
beralkohol terhadap kehidupan agama, kehidupan pribadi,
keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.
c. Masyarakat, khususnya umat Islam, agar menjauhi minuman-
minuman beralkohol, demi keselamatan pribadi, keluarga,
dan masyarakat.
d. Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia agar mendorong
pemerintah untuk segera membentuk badan penanggulangan
alkoholisme.

582
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Jakarta, 14 Rabi’ul Akhir 1414 H


01 Oktober 1993 M

MUZAKARAH NASIONAL
TENTANG ALKOHOL DALAM PRODUK MINUMAN

Pimpinan Sidang

Ketua Sekretaris

ttd ttd

K.H. Hasan Basri DR. IR. H. Amin Aziz

583
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 25 Tahun 2012
Tentang
HUKUM MENGONSUMSI BEKICOT

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah:


Menimbang : 1. bahwa seiring dengan dinamika yang terjadi di masyarakat, ada
sekelompok masyarakat dan rumah makan yang memanfaatkan bekicot
sebagai salah satu menu untuk pangan;
2. bahwa masyarakat memerlukan penjelasan tentang hukum memakan
bekicot;
3. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum mengonsumsi
bekicot untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT:

a. Firman Allah yang menegaskan kehalalan segala yang baik dan


memerintahkan memakan yang baik, serta mengharamkan segala
hal yang buruk, antara lain:

“.....dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan


mengharamkan bagi mereka segala yang buruk...” QS. Al-A’raf [7]:
157

“Hai rasul-rasul! Makanlah dari makanan yang baik-baik (halal) dan


kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Mu'minun [23]: 51)

b. Firman Allah yang menegaskan larangan memakan jenis barang


tertentu seperti bangkai, antara lain:

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (da-


ging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan
bagimu memakan hewan) yang disembelih untuk berhala..." (QS. al-
Ma'idah [5]: 3).
Fatwa tentang Hukum Mengonsumsi Bekicot 2

2. Hadits-hadits Nabi SAW, antara lain:

"Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di
antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat (syubhat, samar-
samar, tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia tidak
mengetahui hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara syubhat,
sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya..." (HR.
Muslim dari Nu’man bin Basyir).

“dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Tidak


boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula)
membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan
bahaya (perbuatan yang merugikannya).” (HR. Ahmad)

"Wahai umat manusia! Sesungguhnya Allah adalah tayyib (baik), tidak


akan menerima kecuali yang tayyib (baik dan halal); dan Allah
memerintahkan kepada orang beriman segala apa yang Ia perintahkan
kepada para rasul. Ia berfirman, 'Hai rasul-rasul! Makanlah dari
makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal yang saleh.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan' (QS.
al-Mu'minun [23]: 51), dan berfiman pula, 'Hai orang yang beriman!
Makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan
kepadamu...' (QS. al-Baqarah [2]: 172) (HR. Muslim dari Abu
Hurairah).

3. Kaidah Fikih:

"Keluar dari perbedaan adalah hal yang dianjurkan".

Memperhatikan : 1. Pendapat Ulama yang menerangkan mengenai hukum hewan yang


masuk kategori “hasyarat”, antara lain:

a. Pendapat Imam An-Nawawi dalam kitab ”Al-Majmu’ Syarh Al-


Muhadzab” Maktabah Syamilah, Juz 9, hal. 13 dan hal. 16:

“Tidak halal memakan binatang kecil di bumi seperti ular,


kalajengking, tikus, kumbang, binatang lembut, kecoa, laba-laba,

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Mengonsumsi Bekicot 3

tokek, cacing, orong-orong, karena firman Nya SWT: dan diharamkan


kepada kalian al-khobaits”

“Pendapat ulama mazhab tentang binatang kecil bumi seperti ular,


kalajengking, kecoa, tikus dan sejenisnya, mazhab Syafi’i
mengharamkannya, demikian pula Imam Abu Hanifah dan imam
Ahmad, sedangkan imam Malik berpendapat halal ”

b. Pendapat Imam Ibn Hazm dalam Kitab al-Muhalla (6/76-77):

“Tidak halal hukumnya memakan bekicot darat, dan tidak halal juga
memakan segala jenis hasyarat seperti tokek, kumbang, semut, tawon,
lalat, lebah, ulat, --baik yang bisa terbang maupun yang tidak--, kutu,
nyamuk, dan serangga dengan segala jenisnya, didasarkan pada
firman Allah “Diharamkan atas kamu bangkai”... dan firman-Nya
“...kecuali apa yang kalian sembelih”. Penyembelihan itu dalam
kondisi normal tidak mungkin kecuali di bagian tenggorokan atau
dada. Jika binatang yang tidak mungkin untuk disembelih maka tidak
ada jalan untuk (boleh) dimakan, maka hukumnya haram karena
larangan memakannya, kecuali jenis binatang yang tidak perlu
disembelih”...

c. Pendapat Imam Malik dalam Kitab “al-Mudawwanah” (1/542) :

“Imam Malik ditanya tentang hewan yang ada di Maghrib yang


dinamakan “halzun”, yang hidup di darat, menempel di pohon;
apakah ia boleh dimakan? Beliau menjawab: saya berpendapat itu
seperti belalang. Jika diambil darinya dalam keadaan hidup lalu
dididihkan atau dipanggang, maka saya berpendapat tidak apa-apa
untuk dimakan. Namun jika diperoleh dalam keadaan mati maka tidak
dimakan”

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Mengonsumsi Bekicot 4

d. Pendapat Imam Abil Walid al-Baji dalam Kitab “al-Muntaqa Syarh


al-Muwaththa” (3/110) :

“Jika demikian, maka hukum (memakan) bekicot sama dengan


memakan belalang. Imam Malik berkata: cara menyembelihnya
adalah dengan merebus (memasukkan dalam air panas) atau ditoreh
dengan duri dan jarum sampai mati, dengan menyebut asma Allah
saat melakukannya sebagaimana dilakukan juga ketika mematahkan
kepala belalang”.
2. Pendapat Para Ulama mengenai pengertian “khabits” (kotor) yang
diharamkan :
a. Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah (2/444), sebagai berikut:

.
Dalam Kitab al-Darari dikuatkan adanya pendapat yang menegaskan
anggapan baik oleh manusia secara umum, buka terbatas oleh
komunitas Arab, seraya berkata: “Hewan yang dianggap kotor oleh
manusia (secara umum), bukan karena ada ‘illat, bukan pula karena
tidak terbiasa, akan tetapi hanya semata karena ia dianggap kotor
(menjijikkan) maka ia haram. Jika persepsi tentang kotor (menjijikan)
itu hanya di sebagian masyarakat, tidak pada sebagian yang lain,
maka yang dihitung adalah yang dipersepsikan oleh mayoritas
masyarakat, seperti hewan melata darat (hasyarat) dan banyak jenis
hewan lain yang secara umum tidak dikonsumsi oleh manusia
kebanyakan akan tetapi tidak ada dalil khusus yang
mengharamkannya. Biasanya, ia ditinggalkan dan tidak dikonsumsi
tidak lain karena dirasa kotor (menjijikkan). Dengan demikian ia
termasuk dalam keumuman firman Allah: “Dan Dia mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk...”
Termasuk dalam “al-khabaits”adalah setiap hal yang dianggap kotor
seperti ludah, ingus, keringat, mani, kotoran, kutu, nyamuk, dan lain
sebagainya.

"Al-Khabaits (segala sesuatu yang buruk yang diharamkan oleh Allah


SWT) adalah segala sesuatu yang dipandang jijik oleh orang-orang
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Fatwa tentang Hukum Mengonsumsi Bekicot 5

yang memiliki dzauq (rasa) yang normal, sungguh pun ada di antara
mereka yang secara individual (tidak memandang jijik sehingga)
memperbolehkannya".
b. Pendapat Imam Ibn Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid sebagai
berikut :

“.... Jenis keempat adalah yang dianggap kotor oleh perasaan


manusia, seperti binatang melata, katak, ketam. penyu, dan yang
sejenisnya. Dalam masalah ini Imam Syafi’i mengharamkannya,
sementara yang lain membolehkannya. Dan sebagain yang lain
memakruhkannya. Sebab terjadinya perbedaan adalah perbedaan
mereka dalam memahami cakupan pengertian “al-khabaits” dalam
Firman-Nya “dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk...”.
Orang yang berpendapat bahwa maksudnya adalah yang diharamkan
dengan nash syar’i, maka tidak mengharamkan apa yang dianggap
kotor (menjijikkan) oleh perasaan manusia secara umum, yang tidak
dijelaskan oleh nash akan keharamannya. Barang siapa yang
berpendapat bahwa maksud “al-khabaits” adalah segala yang
dianggap kotor (menjijikkan) oleh perasaan manusia secara umum,
maka ia tergolong diharamkan. Adapun apa yang diceritakan Abu
Hamid dari al-Syafi’i tentang hewan yang dilarang untuk
membunuhnya seperti burung layang-layang dan lebah adalah klaim.
Saya tidak tahu di mana atsar yang meriwayatkan tentang hal
tersebut. Kemungkinan ada dalam selain kitab-kitab yang masyhur di
kami.
c. Pendapat Al-Buhuti dalam Kitab “Kasysyaf al-Qina’” (21/177) :

Dalam Firman-Nya “.....dan Dia menghalalkan bagi mereka segala


yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk...”,
Allah SWT menjadikan “thayyib” sifat bagi segala hal yang
dibolehkan secara umum, yang membedakan dengan hal yang
diharamkan, dan menjadikan “khabits” sebagai sifat segala yang
yang diharamkan yang membedakan dengan hal yang dibolehkan.
Pengertian “khabits” di sini adalah setiap hal yang dianggap kotor
(menjijikkan) oleh kebiasaan (‘urf)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Mengonsumsi Bekicot 6

3. Fatwa al-Majelis al-Islami lil-Ifta, Palestina pada 7 Rajab 1430 H/29


Juni 2009 yang menegaskan bahwa memakan jenis bekicot darat (al-
halzun al-barri), dengan merujuk pendapat jumhur ulama, hukumnya
haram;
4. Penjelasan Ahli dan Keterangan LP POM MUI dalam rapat Komisi
Fatwa mengenai bekicot dan pemanfaatannya.
5. Pendapat peserta rapat-rapat Komisi Fatwa yang terakhir pada tanggal
31 Mei 2012.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG HUKUM MENGONSUMSI BEKICOT

Pertama : Ketentuan Hukum


1. Bekicot merupakan salah satu jenis hewan yang masuk kategori
hasyarat.
2. Hukum memakan hasyarat adalah haram menurut jumhur Ulama
(Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah, Zhahiriyyah), sedangkan Imam
Malik menyatakan kehalalannya jika ada manfaat dan tidak
membahayakan.
3. Hukum memakan bekicot adalah haram, demikian juga
membudidayakan dan memanfatkannya untuk kepentingan konsumsi.

Kedua : Rekomendasi
1. Agar LPPOM MUI dapat menjadikan Fatwa ini sebagai pedoman
dalam melakukan sertifikasi halal produk terkait.
2. Agar masyarakat secara selektif memilih barang konsumsi yang
memenuhi ketentuan syari’ah.

Ketiga : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika
di kemudian hari ternyata membutuhkan penyempurnaan, akan
diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 10 Rajab 1433 H
31 Mei 2012 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA


KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

21

KEPITING

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rapat


Komisi bersama dengan Pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.
POM MUI), pada hari Sabtu, 4 Rabi’ul Akhir 1423 H. / 15 Juni 2002
M., setelah :

Menimbang : 1. bahwa di kalangan umat Islam Indonesia,


status hukum mengkonsumsi kepiting
masih dipertanyakan kehalalannya;
2. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI
memandang perlu menetapkan fatwa
tentang status hukum mengkonsumsi
kepiting, sebagai pedoman bagi umat Islam
dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT tentang keharusan


mengkonsumsi yang halal dan thayyib
(baik), hukum mengkonsumsi jenis makanan
hewani, dan sejenisnya, antara lain: 
‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﺒﹺﻌ‬‫ﺘ‬‫ﻻﹶﺗ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﺒ‬‫ﻃﹶـﻴ‬ ‫ﺣﻼﹶﻻﹰ‬  ‫ﺽﹺ‬‫ﺍﹾﻷَﺭ‬ ‫ﻰ‬‫ﻓ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻣ‬ ‫ﺍ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬ ‫ﺎﺱ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻳ‬
 .(:‫)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫ﻦ‬‫ﺒﹺﻴ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﻋ‬‫ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻪ‬‫ﺇﹺﻧ‬،‫ﻄﹶﺎﻥ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ﺍﺕ‬‫ﻄﹸﻮ‬‫ﺧ‬
“Hai sekalian manusia! Makanlah yang
‫ﺎ‬halal
‫ﺑ‬‫ﻮ‬‫ﻜﹾﺘ‬‫ﻣ‬ ‫ﻪ‬lagi
‫ﻧ‬‫ﻭ‬‫ﺠﹺﺪ‬‫ﻳ‬baik
‫ﻱ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ dari
‫ﻲ‬‫ﺍﹾﻷُﻣ‬ ‫ﻲ‬apa‫ﺒﹺ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻝﹶ‬yang
‫ﻮ‬‫ﺳ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﻥﹶ‬terdapat
‫ﻮ‬‫ﺒﹺﻌ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬ ‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
‫ﻦﹺ‬langkah-langkah
‫ﻋ‬ ‫ﻢ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﻑ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‬ ‫ﻢ‬syaitan;
‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺄﹾﻣ‬‫ﻳ‬ ‫ﻞﹺ‬‫ﺠﹺﻴ‬‫ﻹِﻧ‬karena
‫ﺍﹾ‬‫ﻭ‬ ‫ﺍﺓ‬‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﺘ‬sesung-
‫ﻰ‬‫ﻓ‬ ‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺪ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬
guhnya syaitan itu adalah musuh yang
…nyata ‫ﺚﹶ‬‫ﺎﺋ‬bagimu”
‫ﺒ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﻬﹺﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬(QS.
‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬al-Baqarah
 ‫ﺎﺕ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﻄﱠﻴ‬ ‫ﻢ‬‫ﻟﹶﻬ‬[2]: ‫ﻞﱡ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬168).
‫ﻭ‬ ‫ﻜﹶﺮﹺ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬
 (:‫)ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ‬

‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻠﱠﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﻄﱠﻴ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻟﹶﻜﹸ‬ ‫ﻞﱠ‬‫ﺃﹸﺣ‬ ‫ﻗﹸﻞﹾ‬ ‫ﻢ‬‫ﻟﹶﻬ‬ ‫ﻞﱠ‬‫ﺃﹸﺣ‬ ‫ﺎﺫﹶﺍ‬‫ﻣ‬ ‫ﻚ‬‫ﺄﹶﻟﹸﻮﻧ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬
‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻣ‬ ‫ﻓﹶﻜﹸﻠﹸﻮﺍ‬ ‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬ ‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻠﱠﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻣ‬ ‫ﻦ‬‫ﻬ‬‫ﻮﻧ‬‫ﻠﱢﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬ ‫ﻜﹶﻠﱢﺒﹺﲔ‬‫ﻣ‬ ‫ﺍﺭﹺﺡﹺ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﺠ‬639
 ‫ﻦ‬‫ﻣ‬
‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬ ‫ﺇﹺﻥﱠ‬ ‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬ ‫ﻘﹸﻮﺍ‬‫ﺍﺗ‬‫ﻭ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬ ‫ﻢ‬‫ﺍﺳ‬ ‫ﻭﺍ‬‫ﺍﺫﹾﻛﹸﺮ‬‫ﻭ‬ ‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﻜﹾﻦ‬‫ﺴ‬‫ﺃﹶﻣ‬
‫‪‬‬
‫ﻳ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱ‪ ‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻓ‪‬ﻰ ‪‬ﺍﹾﻷَﺭ‪‬ﺽﹺ ‪‬ﺣ‪‬ﻼﹶﻻﹰ ‪‬ﻃﹶـﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻻﹶﺗ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻌ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‪‬‬
‫‪BIDANG POM DAN IPTEK‬‬
‫ﺧ‪‬ﻄﹸﻮ‪‬ﺍﺕ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﻄﹶﺎﻥ‪،‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻪ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬ﻋ‪‬ﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺒﹺﻴ‪‬ﻦ‪)‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪ .(:‬‬
‫‪‬‬
‫ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪ ‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻌ‪‬ﻮ‪‬ﻥﹶ ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹶ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺒﹺﻲ‪ ‬ﺍﹾﻷُﻣ‪‬ﻲ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ‪ ‬ﻳ‪‬ﺠﹺﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﻜﹾﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺑ‪‬ﺎ‪‬‬
‫ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪ ‬ﻓ‪‬ﻰ ‪‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺍﺓ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻹِﻧ‪‬ﺠﹺﻴ‪‬ﻞﹺ ‪‬ﻳ‪‬ﺄﹾﻣ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪ ‬ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‪‬ﻌ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻑ‪ ‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﺎﻫ‪‬ﻢ‪ ‬ﻋ‪‬ﻦﹺ‪‬‬
‫‪‬‬
‫ﺍﻟﹾﻳ‪‬ﺎﻤ‪‬ﻨ‪‬ﺃﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱ‪ ‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻓ‪‬ﻰ ‪‬ﺍﹾﻷَﺭ‪‬ﺽﹺ ‪‬ﺣ‪‬ﻼﹶﻻﹰ ‪‬ﻃﹶـﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻻﹶﺗ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻌ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‪‬‬
‫‪…‬‬ ‫ﺚ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺋ‬
‫‪‬‬‫‪‬ﺎ‬ ‫ﺒ‬‫ﺨ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﻬ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻡ‬
‫‪‬‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻳ‬
‫‪‬‬‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺕ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬‫ﻄ‬
‫ﱠ‬ ‫ﺍﻟ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﻬ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻞ‬
‫ﱡ‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻳ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺮ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻜ‬
‫ﹶ‬
‫‪‬ﻄﹶﺎ(ﻥ‪،‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻪ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬ﻋ‪‬ﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺒﹺﻴ‪‬ﻦ‪)‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪ .(:‬‬ ‫ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ‪‬ﺍﻟ‪:‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫)ﺧ‪‬ﻄﹸﻮ‪‬ﺍﺕ‪‬‬
‫‪“(yaitu) orang yang mengikut Rasul, Nabi‬‬ ‫‪‬‬
‫‪ummi‬ﻋ‪‬ﻠﱠﻤ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬‬
‫‪yang‬‬ ‫‪yang‬ﺒ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬ ‫)‪ (namanya‬ﹸﻜﻢ‪ ‬ﺍﻟﻄﱠﻴ‪‬‬ ‫‪mereka‬ﻟﹶﻬ‪‬ﻢ‪ ‬ﻗﹸﻞﹾ ‪‬ﺃﹸﺣ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﻟﹶ‬ ‫‪ dapati‬ﻣ‪‬ﺎﺫﹶﺍ ‪‬ﺃﹸﺣ‪‬ﻞﱠ‬ ‫ﻳ‪‬ﺴ‪‬ﺄﹶﻟﹸﻮﻧ‪‬ﻚ‪‬‬
‫‪tertulis‬‬
‫‪di‬ﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﻜﹾﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺑ‪‬ﺎ‬ ‫‪dalam‬ﺠﹺﺪ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫‪ Taurat‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ‪ ‬ﻳ‪‬‬ ‫‪dan‬ﻨ‪‬ﺒﹺﻲ‪ ‬ﺍﹾﻷُﻣ‪‬ﻲ‪‬‬ ‫‪Injil‬ﻮ‪‬ﻝﹶ ‪‬ﺍﻟ‬ ‫‪yang‬ﻥﹶ ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺳ‪‬‬ ‫‪ada‬ﻦ‪ ‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻌ‪‬ﻮ‪‬‬ ‫ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬‬
‫‪sisi‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬‬
‫‪di‬‬ ‫‪mereka,‬ﻓﹶﻜﹸﻠﹸﻮﺍ‬ ‫‪ yang‬ﻋ‪‬ﻠﱠﻤ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪‬‬ ‫‪menyuruh‬ﻮﻧ‪‬ﻬ‪‬ﻦ‪ ‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‬ ‫‪mereka‬ﺭﹺﺡﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﻜﹶﻠﱢﺒﹺﲔ‪ ‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﻠﱢﻤ‬ ‫ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﹾﺠ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‬
‫‪mengerjakan‬‬
‫‪ma’ruf‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪ ‬ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‪‬ﻌ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻑ‪ ‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﺎﻫ‪‬ﻢ‪ ‬ﻋ‪‬ﻦﹺ‬ ‫‪melarang‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺍﺓ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻹِﻧ‪‬ﺠﹺﻴ‪‬ﻞﹺ ‪‬ﻳ‪‬ﺄﹾﻣ‪‬‬ ‫ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪ ‬ﻓ‪‬ﻰ ‪‬‬
‫‪yang‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻘﹸﻮﺍ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪‬‬ ‫‪dan‬ﻛﹸﺮ‪‬ﻭﺍ ‪‬ﺍﺳ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪ ‬‬ ‫ﺃﹶﻣ‪‬ﺴ‪‬ﻜﹾﻦ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﺫﹾ‬
‫‪…‬‬
‫‪mereka‬‬ ‫‪dari‬ﺒ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺚﹶ‬ ‫‪mengerjakan‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬‬
‫‪yang‬ﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬﹺ‬ ‫‪munkar‬ﻟﹶﻬ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻄﱠ‬ ‫‪dan‬ﻜﹶﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﻞﱡ ‪‬‬ ‫ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻨ‪‬‬
‫‪menghalalkan bagi mereka‬‬ ‫‪ (:segala‬‬ ‫‪yang‬ﺏﹺ‪)‬ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬ ‫‪baik‬ﺍﻟﹾﺤ‪‬ﺴ‪‬ﺎ‬ ‫ﺳ‪‬ﺮ‪‬ﹺﻳﻊ‪‬‬
‫‪dan mengharamkan bagi mereka‬‬ ‫‪ (segala‬‬ ‫ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ‪:‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫)‬
‫”…‪buruk‬‬
‫‪(QS.‬ﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻻﹶﺗ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻌ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‬ ‫‪al-A`raf‬ﻻﹰ ‪‬ﻃﹶـ‬ ‫‪[7]:‬ﻷَﺭ‪‬ﺽﹺ ‪‬ﺣ‪‬ﻼﹶ‬ ‫‪157).‬ﻰ ‪‬ﺍﹾ‬ ‫ﻳ‪‬ﺎ‪‬ﺃﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱ‪ ‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻓ‬
‫(‪.‬ﺎﺍﻟ‪‬ﻠﱠ‪‬ﻪ‪‬ﻋ‪‬ﻠﱠ‪‬ﺇﹺﻤ‪‬ﺘ‪‬ﻥﹾﻢ‪‬‬
‫‪‬ﺔﹶﻭ‪‬ﻣ‪‬‬
‫‪‬ﻭﺍ‪‬ﺎ‪:‬ﻧﹺﺕ‪‬ﻌ‪ ‬ﻤ‪‬‬
‫ﻚ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻟ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺫﺯ‪‬ﹶﺍﻗﹶﻄ‪‬ﹶﺎﺃﹸﻜﹸﻥﻢ‪‬ﺣ‪،‬ﻞﱠﺇﹺﺍﻟﻧ‪‬ﻠﱠﻟﹶﻪ‪‬ﻪ‪‬ﻬ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻢ‪‬ﻜﹸﺣ‪‬ﻢ‪‬ﻗﹸ‪‬ﻼﹶﻞﹾﻋ‪‬ﻻﹰ‪‬ﺃﹸﺪ‪‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﻃﹶ‪‬ﻴ‪‬ﻞﱠﻣ‪‬ﺒﺒﹺ‪‬ﺎ‪‬ﻴ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻦ‪‬ﻭﻜﹸ‪‬ﺍ‪)‬ﻢ‪‬ﺷ‪‬ﺍﻟﻜﹸﺮﻄﱠﻴ‪‬‬
‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﺒ‬ ‫ﹸﻮﺍﻮﹸﻮ‪‬ﺍ‪‬ﻧ‪‬ﻣ‪‬ﺕ‪‬ﻤ‬
‫ﻓﹶﻳ‪‬ﻜﹸﺧ‪‬ﻠﺴ‪‬ﺄﹶﻄﹸﻟ‬
‫‪‬ﻦ‪(‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻋ‪‬ﻠﱠﻤ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﻓﹶﻜﹸﻠﹸﻮﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻨﺤﻞﻌ‪‬ﻠﱢ‪:‬ﻤ‪‬ﻮﻧ‪‬ﻬ‪‬‬ ‫ﻛﹸﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺘ‪‬ﻦ‪‬ﻢ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﺇﹺﻳ‪‬ﺎﺠ‪‬ﻩ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺗ‪‬ﺭﹺﻌ‪‬ﺒ‪‬ﺡﹺﺪ ‪‬ﻭﻣ‪‬ﻥﹶﻜﹶﻠﱢ‪)‬ﺒﹺﲔ‪ ‬ﺗ‪‬‬
‫ﹸﻮﺍﺪ‪‬ﺍﻟﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻠﱠﻪ‪‬ﻪ‪ ‬ﺇﹺﻣ‪‬ﻥﱠﻜﹾ‪‬ﺘ‪‬ﺍﻟﻮ‪‬ﻠﱠﺑﻪ‪‬ﺎ‪‬‬
‫‪‬ﻭﺍﺍﻟﻨ‪‬ﺍﺒﹺﺳ‪‬ﻲ‪‬ﻢ‪‬ﺍﹾ‪‬ﺍﻟﻷُﻠﱠﻣ‪‬ﻪ‪‬ﻲ‪‬ﻋ‪‬ﺍﻠﹶﻟﱠﻴ‪‬ﻪ‪‬ﺬ‪ ‬ﻱ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻳ‪‬ﻘﺠﹺ‬ ‫ﺍﺃﹶ‪‬ﻟﱠﻣ‪‬ﺬ‪‬ﻳ‪‬ﺴ‪‬ﻦ‪‬ﻜﹾ ‪‬ﻦ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻌ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻮ‪‬ﻴ‪‬ﻥﹶﻜﹸ ‪‬ﻢ‪‬ﺍﻟ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺳ‪‬ﺫﹾﻮ‪‬ﻛﹸﻝﹶﺮ ‪‬‬
‫‪‬ﻱﻬ‪‬ﺎﺃﹶﻧ‪‬ﻫﺘ‪‬ﻢ‪‬ﺑﹺﻋ‪‬ﻪ‪‬ﻦﹺ‪‬‬ ‫ﻑ‪‬ﺍﻟﱠ‪‬ﺬﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻨ‪‬‬
‫ﹸﻮﺍﻌ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻟﻭ‪‬ﻠﱠﻪ‪ ‬‬
‫ﺠﹺ‪‬ﻴ‪(‬ﻼﹶﻞﹺ ‪‬ﻻﹰ‪‬ﻳ‪‬ﺄﹾﻣ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺮ‪‬ﺒ‪‬ﺎﻫ‪ ‬ﻢ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺑﺗ‪‬ﹺﺎﻟﹾﻘﻤ‪‬‬
‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓﻧ‪:‬ﺣ‪‬‬
‫ﺏﹺﺭﻜﹸ‪‬ﺍ‪)‬ﺓ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻭ‪‬ﺍﹾﻠﱠﻪ‪‬ﻹِ‬
‫ﻭ‪‬ﻋ‪‬ﺳ‪‬ﻨ‪‬ﻛﹸﻠﺮﺪ‪‬ﹺﻳﹸﻮﺍﻫ‪‬ﻊ‪‬ﻢ‪‬ﺍﻣ‪‬ﻟﹾ‪‬ﻓﻤﺤ‪‬ﺎ‪‬ﻰ‪‬ﺴ‪‬ﺭ‪‬ﺎﺍﻟﺘ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹶﻮ‪‬‬
‫‪…‬‬
‫‪Mereka‬‬ ‫‪menanyakan‬ﺨ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺚﹶ‬‫ﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬﹺﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾ‬ ‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓﻞﱡ ‪:‬ﻟﹶﻬ‪‬ﻢ‪(‬ﺍﻟ‪‬ﻄﱠﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ‬
‫‪kepadamu:‬‬ ‫ﻣ‪‬ﺍﻟﹾﺆ‪‬ﻤ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮﻜﹶﺮﹺﻥﹶ ‪)‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬‬
‫‪“Apakah‬ﺤ‪‬‬
‫‪yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah:‬‬
‫‪“Dihalalkan‬‬
‫‪bagimu‬ﻜﹸﺮ‪‬ﻭﺍ ‪‬ﻧﹺﻌ‪‬ﻤ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺇﹺﻥﹾ‬ ‫‪yang‬ﻻﹰ ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺷ‪‬‬ ‫‪baik-baik‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﻼﹶ‬ ‫‪(‬ﻜﹸﻢ‪‬‬ ‫ﺍﻷﻋﺮﺍﻑﻤ‪‬ﺎ‪:‬ﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹶ‬ ‫ﹸﻮﺍ ‪‬ﻣ‪‬‬ ‫‪dan‬‬‫‪‬ﻓﹶ)ﻜﹸﻠ‬
‫‪yang‬ﻴ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺓ‪ ‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪‬‬
‫‪(buruan‬‬ ‫)‪ditangkap‬ﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﻟ‪‬ﻠﺴ‪‬‬ ‫‪( ‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﺎﻋ‪‬ﺎ ‪‬ﻟﹶﻜﹸ‬ ‫‪oleh‬ﻃﹶ‪:‬ﻌ‪‬ﺎﻣ‪‬ﻪ‪‬‬ ‫‪binatang‬ﺤ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬‬
‫‪me-latihnya‬ﻥﹶﺍﻟﹾﺒ‪)‬‬
‫ﺃﹸﺣ‪‬ﻛﹸﻨ‪‬ﺘ‪‬ﻞﱠﻢ‪‬ﻟﹶ‪‬ﺇﹺﻳﻜﹸ‪‬ﺎﻩ‪‬ﻢ‪‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﺒ‪‬ﺻ‪‬ﻴ‪‬ﺪﺪ‪‬ﻭ‬
‫‪buas‬‬
‫‪yang telah kamu ajar‬‬ ‫‪dengan‬‬ ‫ﺍﻟﻨﺤﻞ‬
‫‪untuk‬‬
‫‪‬ﻱﻋ‪‬ﻠﱠﺇﹺﻟﹶﻤﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‪‬ﻢ‪‬‬
‫‪berburu,‬ﺬﻣ‪‬ﺎ ‪‬‬
‫‪kamu‬ﻢ‪‬ﺗ‪‬ﻘﺍﻟﹸﻮﺍﻄﱠﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺍﻟﻠﱠﻪ‪‬ﺕ‪ ‬ﺍﻟﱠﻭ‪‬‬
‫‪mengajarnya‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺣ‪‬ﻣﻞﱠ‪‬ﺎ‪،‬ﻟﹶ‪‬ﻜﹸﻭ‪‬ﺍ‬
‫‪menurut‬ﻣﺪ‪‬ﺎﺫ‪‬ﹶﺍﺍﻟﹾ‪‬ﺒ‪‬ﺃﹸﺮ‪‬ﺣ‪‬ﻞﱠﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻬ‪‬ﺩ‪‬ﻢ‪‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻗﹸﻢ‪‬ﻞﹾ‪‬ﺃﹸ‬ ‫ﹸﻮﻧ‪‬ﻚ‪‬ﺻ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫ﻋﻳ‪‬ﻠﹶ‪‬ﻴ‪‬ﺴ‪‬ﺄﹶﻜﹸﻟﻢ‪‬‬
‫‪apa‬‬ ‫‪yang‬ﻮﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‬ ‫‪telah‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﻓﹶﻜﹸﻠﹸ‬ ‫‪diajarkan‬ﻋ‪‬ﻠﱠﻤ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬‬ ‫‪Allah‬ﻌ‪‬ﻠﱢﻤ‪‬ﻮﻧ‪‬ﻬ‪‬ﻦ‪ ‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓﻜﹶ‪:‬ﻠﱢﺒﹺﲔ‪ ‬ﺗ‪‬‬ ‫ﺗ‪ ‬ﻣ‪‬ﺤ‪‬ﻦ‪‬ﺸ‪‬ﺍﺮﻟﹾﺠ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺭﹺﺡﹺ ‪‬‬
‫‪kepadamu,‬ﻣ‪‬‬
‫‪Maka,‬‬
‫‪‬ﻱ ‪‬ﺃﹶﻧ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪ ‬ﺑﹺﻪ‪‬‬ ‫‪dari‬ﺍﺗ‪‬ﻘﹸﻮﺍ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‬
‫‪makanlah‬‬ ‫‪apa‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‬ ‫‪yang‬ﺣ‪‬ﻼﹶﻻﹰ ‪‬‬ ‫‪‬ﺍﻟ(ﻠﱠﻪ‪ ‬‬ ‫ﹸﻮﺍ‪‬ﻭ‪‬ﻥﹶﻣ‪‬ﻤ‪)‬ﺎ ‪‬ﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹶﻜﹸ‬
‫‪ditangkapnya‬ﻢ‪ ‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻛﹸﻠ‬
‫‪untukmu,‬‬
‫‪dan‬ﹸﻮﺍ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪‬‬ ‫‪sebutlah‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻘ‬ ‫‪ nama‬ﺍﺳ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﻋ‪‬‬ ‫‪Allah‬ﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﺫﹾﻛﹸﺮ‪‬ﻭﺍ‬ ‫ﺃﹶ‪‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﻜﹾﻦ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸ‬
‫‪binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan‬‬
‫‪atas‬ﻮﻥﹶ‪)‬ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪ (:‬‬ ‫ﻣ‪‬ﺆ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‬
‫‪kepada‬ﻌ‪‬ﺎ ‪‬ﺛﹸﻢ‪ ‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻮ‪‬ﻯ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬‬
‫‪bertakwalah‬‬ ‫‪Allah,‬ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‪‬ﺽﹺ ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‬ ‫‪‬‬ ‫(‬ ‫‪:‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬
‫‪sesungguhnya‬ﻢ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫ﻫ‪‬ﺳ‪‬ﻮﺮ‪‬ﹺﻳﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ ‪‬ﺧ‪‬ﻠﹶﻖ‪ ‬ﻟﹶﻜﹸ‬
‫‪)‬‬ ‫ﺏ‬
‫ﹺ‬ ‫‪‬ﺎ‬‫ﺴ‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬‫‪‬‬ ‫ﻊ‬
‫‪‬‬
‫‪Allah‬‬
‫‪:‬‬ ‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﺮ‪‬ﻡ‪‬‬
‫‪amat‬‬
‫ﺴ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻢ‪‬ﺭ‪)‬ﺓ‪ ‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬‬ ‫‪cepat‬ﻭ‪‬ﻟ‪‬ﻠﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‬ ‫ﺍﻟﺃﹸ‪‬ﺴ‪‬ﺣ‪‬ﻤﻞﱠ‪‬ﺎﺀِ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻓﹶﻜﹸﺴ‪‬ﻢ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻫ‪‬ﺻ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪‬ﺪ‪ ‬ﺳ‪‬ﺍﺒ‪‬ﻟﹾﺒ‪‬ﻊ‪ ‬ﺤ‪‬ﺮﹺﺳ‪ ‬ﻤ‪‬ﻭ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻃﹶﻌﺕ‪‬ﺎ‪‬ﻣ‪‬ﻪ‪‬ﻭ‪ ‬ﻫ‪‬ﻣ‪‬ﻮ‪‬ﺘ‪‬ﺎﺑﹺﻋ‪‬ﺎﻜﹸ‬
‫‪ hisab-Nya”.‬ﻞﱢﻟﹶ‪‬ﻜﹸﺷ‪‬ﻢ‪‬ﻲ‪‬ﺀٍ‬
‫ﻓﹶ‪‬ﻜﹸﻠ(‪‬ﹸﻮﺍ‪ ‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹶﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﻼﹶﻻﹰ ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺷ‪‬ﻜﹸﺮ‪‬ﻭﺍ ‪‬ﻧﹺﻌ‪‬ﻤ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺇﹺﻥﹾ‪‬‬
‫ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺻ‪‬ﻴ‪‬ﺪ‪ ‬ﺍﻟﹾﺒ‪‬ﺮ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺩ‪‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪ ‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪ ،‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻘﹸﻮﺍ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻴ‪‬ﻪ‪‬‬
‫‪‬ﻛﹸﻨ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬ﺇﹺﻳ‪‬ﺎﻩ‪‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﺒ‪‬ﺪ‪‬ﻭﻥﹶ‪)‬ﺍﻟﻨﺤﻞ‪ (:‬‬
‫ﺗ‪‬ﺤ‪‬ﺸ‪‬ﺮ‪‬ﻭﻥﹶ‪)‬ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪ (:‬‬
‫‪makanlah‬ﺍﷲَ ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺮ‪‬‬
‫‪Maka‬‬ ‫‪yang‬ﻃﹶـﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎ‪.‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﱠ‬ ‫‪halal‬ﻘﹾﺒ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺇﹺﻻﱠ ‪‬‬ ‫‪lagi‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺐ‪ ‬ﻻﹶﻳ‪‬‬ ‫‪baik‬ﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ ‪‬‬ ‫‪dari‬ﻨ‪‬ﺎﺱ‪!‬ﺇﹺ‬ ‫ﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟ‬
‫;‪rezki yang telah diberikan Allah kepadamu‬‬ ‫‪‬‬
‫‪syukurilah‬ﻧ‪‬ﺍﺘ‪‬ﻢ‪‬ﻣ‪‬ﺑﹺﻦ‪‬ﻪ‪‬‬
‫‪dan‬‬ ‫ﹸﻮﺍ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻟﺍﻟﻠﱠﺮ‪‬ﻪ‪ ‬ﺍﺳ‪‬ﻟﱠﻞﹸﺬ‪‬ﻱﻛﹸﻠﹸ‪‬ﺃﹶﻮ‬
‫‪ni’mat‬ﺃﹶﻘﻳ‪‬ﻬ‬
‫‪:‬ﺍﻳﺗ‪‬ﺎ‬
‫‪.Allah‬ﻓﹶﻃﹶﻘﻴ‪‬ﹶﺎﺒ‪‬ﺎﻝﹶ‪‬ﻭ‬
‫‪jika‬ﻤﻪ‪‬ﺮ‪‬ﺳ‪‬ﺣ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻼﹶﻦ‪‬ﻻﹰ‬
‫‪kamu‬ﻜﹸﺑﹺﻢ‪‬ﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾﺍﻟﻠﱠ‬
‫‪hanya‬ﻣ‪‬ﺑﹺﻤ‪‬ﺎﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺭ‪‬ﺃﹶﺯﻣ‪‬ﻗﹶﺮ‪‬‬ ‫ﹸﻮﺍ ‪‬ﻦ‪‬‬
‫ﺍﻟﹾﻭ‪‬ﻤ‪‬ﻛﹸﺆ‪‬ﻠﻣ‪‬ﻨﹺﻴ‪‬‬
‫ﻫ‪‬ﻮ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ ‪‬ﺧ‪‬ﻠﹶﻖ‪ ‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‪‬ﺽﹺ ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻴﻌ‪‬ﺎ ‪‬ﺛﹸﻢ‪ ‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻮ‪‬ﻯ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬‬
‫‪kepada-Nya saja menyembah.‬‬ ‫ﻣ‪‬ﺆ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮﻥﹶ‪)‬ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪ (:‬‬
‫ﺍﻟﺴ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺀِ ‪‬ﻓﹶﺴ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻫ‪‬ﻦ‪ ‬ﺳ‪‬ﺒ‪‬ﻊ‪ ‬ﺳ‪‬ﻤ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻫ‪‬ﻮ‪ ‬ﺑﹺﻜﹸﻞﱢ ‪‬ﺷ‪‬ﻲ‪‬ﺀٍ‪‬ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴﻢ‪) ‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪:‬‬
‫‪‬‬
‫‪(‬‬
‫ﺃﹸ ‪‬ﺣ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪ ‬ﺻ‪‬ﻴ‪‬ﺪ‪ ‬ﺍﻟﹾﺒ‪‬ﺤ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻃﹶﻌ‪‬ﺎﻣ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﺎﻋ‪‬ﺎ ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﻟ‪‬ﻠﺴ‪‬ﻴ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺓ‪ ‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪‬‬
‫‪640‬‬
‫‪‬ـﺒ‪‬ﺎﺍﻟﻠﱠ‪.‬ﻪ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺ‪‬ﺍﻟﱠﻥﱠﺬ‪‬ﺍ‪‬ﻱﷲَ ‪‬ﺇﹺﺃﹶﻟﹶﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺮ‪‬ﻪ‪‬‬ ‫ﹶـﻘﻴﹸﻮﺍ‬ ‫ﺐ‪‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬ﻻﹶﻳ‪ ‬ﻘﹾﺒ‪‬ﺣ‪‬ﻞﹸﺮ‪‬ﻣﺇﹺ‪‬ﺎ‪،‬ﻻﱠ ‪‬ﻃﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬‬ ‫ﺃﹶﻳ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻬﻴ‪‬ﺎﻜﹸ‪‬ﺍﻟﻢ‪‬ﻨ‪‬ﺎ‪‬ﺱ‪‬ﺻ‪‬ﻴ‪!‬ﺪ‪‬ﺇﹺ ‪‬ﻥﱠﺍﻟﹾ‪‬ﺒ‪‬ﺍﺮ‪‬ﷲَ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻃﹶﻴ‪ ‬ﺩ‪‬‬
‫‪‬ﻟﹾ(ﻤ‪‬ﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪.‬ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ‪:‬ﻳ‪‬ﺎﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓﺮ‪ ‬ﺑﹺ‪:‬ﻪ‪ ‬ﺍ‬‫ﺤ‪‬ﺆ‪‬ﺸ‪‬ﻣ‪‬ﻨﹺﺮﻴ‪‬ﻭﻦ‪‬ﻥﹶ‪‬ﺑﹺ‪)‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬‬ ‫ﺍﺗ‪‬ﻟﹾﻤ‪‬‬
‫ﺃﹶ‪‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﻜﹾﻦ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﺫﹾﻛﹸﺮ‪‬ﻭﺍ ‪‬ﺍﺳ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻘﹸﻮﺍ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪‬‬
‫)‪‬ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ‪ (:‬‬
‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓﻪ‪:‬ﺣ‪(‬ﻼﹶ‪‬ﻻﹰ ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺷ‪‬ﻜﹸﺮ‪‬ﻭﺍ ‪‬ﻧﹺﻌ‪‬ﻤ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺇﹺﻥﹾ‪‬‬ ‫ﺏﹺﻗﹶ‪)‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﱠ‬ ‫ﹸﻮﺍ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﻣ‪‬ﺤ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺴ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺯ‪‬‬ ‫ﻓﹶﺳ‪‬ﻜﹸﺮﻠﹺﻳﻊ‪‬‬
‫ﺍﻟﱠ‪‬ﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪ ‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻌ‪‬ﻮ‪‬ﻥﹶ ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹶ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺒﹺﻲ‪ ‬ﺍﹾﻷُﻣ‪‬ﻲ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ‪ ‬ﻳ‪‬ﺠﹺﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﻜﹾﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺑ‪‬ﺎ‪‬‬
‫‪‬ﻣ‪‬ﺣ‪(‬ﺮ‪‬ﻞﱠﻫ‪‬‬ ‫‪INDONESIA‬ﻌ‪‬ﺎﺒ‪‬ﺫﺪﹶﺍ‪‬ﻭ‪‬ﺃﹸﻥﹶﺣ‪)‬ﺍﻟﻨﺤﻞ‪:‬‬ ‫ﻚ‪‬ﺗ‪‬‬ ‫‪‬ﻛﹸﻨ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬ﺇﹺﻳ‪‬ﺎﻩ‪‬‬
‫ﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻭ‪‬ﻨ‪‬ﻣﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺎ‪‬ﻫ‪‬ﻋ‪‬ﻢ‪‬ﻠﱠ‪‬ﻤ‪‬ﺘ‪‬ﻋ‪‬ﻢ‪‬ﻦﹺ‪‬‬ ‫‪FATWA‬ﻟﹶﻢ‪ ‬ﹸﻜﺑﹺﺎﻟﹾﻢ‪ ‬ﻤ‪‬ﺍﻟﻌ‪‬ﺮ‪‬ﻄﱠﻴ‪‬ﻭ‪‬ﺒ‪‬ﺎﻑ‪‬‬
‫‪HIMPUNAN‬‬
‫‪MAJELIS‬ﻞﹾ‪‬ﻳ‪‬ﺃﹸﺄﹾ‬
‫‪ULAMA‬ﻞﱠﻭ‪‬ﺍﹾﻟﹶﻹِﻬ‪‬ﻧ‪‬ﻢ‪‬ﺠﹺ‪‬ﻴ‪‬ﻗﹸﻞﹺ‬
‫‪‬ﻰﻣ‪‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺍﺓ‪ ‬‬ ‫ﻳ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺴ‪‬ﺄﹶﺪ‪‬ﻟﻫ‪‬ﹸﻮﻧ‪‬ﻢ‪ ‬ﻓ‬
‫ﻓﹶ‪‬ﻜﹸﻠﹸﻮﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹶﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﻼﹶﻻﹰ ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺷ‪‬ﻜﹸﺮ‪‬ﻭﺍ ‪‬ﻧﹺﻌ‪‬ﻤ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺇﹺﻥﹾ‪‬‬
‫ﺡﹺ ‪‬ﻞﱡﻣ‪‬ﻟﹶﻜﹶﻠﱢﻬ‪‬ﺒﹺﻢ‪‬ﲔ‪‬ﺍﻟﺗ‪‬ﻌ‪‬ﻄﱠﻠﱢﻴ‪‬ﺒﻤ‪‬ﺎ‪‬ﻮﻧ‪‬ﺕ‪‬ﻬ‪ ‬ﻦ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻣ‪‬ﺤ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺮ‪ ‬ﻡ‪‬ﻋ‪‬ﻠﱠﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻬﹺﻢ‪‬ﻢ‪‬ﺍﻟﺍﻠﱠﻟﹾﻪ‪‬ﺨ‪‬ﺒﻓﹶ‪‬ﺎﺋ‪‬ﻜﹸﻠﹸﺚﹶﻮﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬‬
‫‪…‬‬ ‫ﺍﻣ‪‬ﻟﹾﻦ‪‬ﻤ‪‬ﻨ‪‬ﺍﻟﹾﻜﹶﺮﹺﺠ‪ ‬ﻮ‪‬ﺍﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺭﹺﺤ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫(‪‬‬ ‫‪:‬‬ ‫ﺍﻟﻨﺤﻞ‬
‫ﹸﻮﺍﺇﹺﻳ‪‬ﻦ‪‬ﺎﻣ‪‬ﻩ‪‬ﻤ‪‬ﻋ‪‬ﺗ‪‬ﺎﻠﹶﻌ‪‬ﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺭ‪‬ﻜﹸﺯ‪‬ﻢ‪‬ﻗﹶ ‪‬ﻜﹸﻭ‪‬ﺍﻢ‪‬ﺫﹾ‪‬ﺍﻟﻛﹸﻠﱠﺮﻪ‪ ‬‬
‫‪)‬‬ ‫ﻥ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬ﻭ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻛﹸﻨ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬‬
‫‪‬ﻱ‪‬ﺇﹺﺃﹶﻧ‪‬ﻥﱠﺘ‪‬ﻢ‪‬ﺍﻟ‪‬ﻠﱠﺑﹺﻪ‪‬ﻪ‪‬‬ ‫ﹸﻮﺍﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻘﻪ‪‬ﹸﻮﺍ‪‬ﺍﻟﱠ‪‬ﺍﻟﺬﻠﱠﻪ‪‬‬‫‪‬ﻭﺍﺣ‪‬ﺍﻼﹶﺳ‪‬ﻻﹰﻢ‪‬ﻃﹶﺍﻟﻴ‪‬ﻠﱠﺒﻪ‪‬ﺎ ‪‬ﻭﻋ‪‬ﺍﻠﹶﺗ‪‬ﻴ‪‬ﻘﻪ‪ ‬‬ ‫ﺃﹶﻭ‪)‬ﻣ‪‬ﻛﹸﺴ‪‬ﻠﻜﹾ‬
‫‪‬‬
‫ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ‪ (:‬‬
‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ‪ (:‬‬ ‫‪(:‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪)‬‬
‫ﺤ‪‬ﺴ‪‬ﺎﺏﹺ‬ ‫ﻣ‪‬ﺳ‪‬ﺆ‪‬ﺮﻣ‪‬ﹺﻳﻨﻊ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻥﹶﻟﹾ‪)‬‬
‫‪‬‬
‫‪Dan‬‬‫‪makanlah‬ﺘ‪‬ﻢ‪ ‬ﺑﹺﻪ‪‬‬ ‫‪makanan‬ﹸﻮﺍ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ ‪‬ﺃﹶﻧ‪‬‬ ‫‪yang‬ﻼﹶﻻﹰ ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻘ‬ ‫‪halal‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺣ‪‬‬ ‫‪lagi‬ﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹶﻜﹸﻢ‪‬‬ ‫‪baik‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻛﹸﻠﹸﻮﺍ‬
‫‪apa‬ﻋ‪‬ﻠﱠﻤ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬‬
‫‪dari‬‬ ‫‪yang‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫‪Allah‬ﻄﱠﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺕ‪‬‬ ‫‪telah‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟ‬ ‫‪rezkikan‬ﻞﹾ ‪‬ﺃﹸﺣ‪‬ﻞﱠ‬ ‫‪kepadamu,‬ﺃﹸﺣ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﻟﹶﻬ‪‬ﻢ‪ ‬ﻗﹸ‬ ‫ﻳ‪‬ﺴ‪‬ﺄﹶﻟﹸﻮﻧ‪‬ﻚ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎﺫﹶﺍ‬
‫‪dan‬‬ ‫‪bertakwalah‬ﻠﱠﻭ‪‬ﻪ‪‬ﺣ‪‬ﺇﹺﺮ‪‬ﻡﻥﹾ‪‬‬
‫‪‬ﻭﺍﻟ‪‬ﻠ‪‬ﻧﹺﺴ‪‬ﻌ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻤ‪‬ﺔﹶﺭ‪‬ﺓ‪‬ﺍﻟ‪‬‬
‫‪kepada‬ﻋ‪‬ﺎﻭ‪‬ﺍﻟﹶﺷ‪‬ﻜﹸﻜﹸﻢ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬
‫‪Allah‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﻃﹶﻌﻼﹶ‪‬ﺎﻣ‪‬ﻻﹰﻪ‪‬ﻃﹶﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺘ‬ ‫‪‬ﺤ‪(‬ﺮﹺ ‪‬‬ ‫ﺒ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬‫‪‬‬‫‪:yang‬‬
‫ﺪ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬
‫ﺃﹸﻓﹶﻣ‪‬ﺆ‪‬ﺣ‪‬ﻜﹸﻠﻣ‪‬ﻞﱠﻨﹸﻮﺍ‪‬ﻮ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻥﹶﻜﹸ‪)‬ﻢ‪ ‬ﺻ‪‬ﻴ‪‬‬
‫‪kamu‬ﻣ‪‬ﻮﻤ‪‬ﺍ‪‬ﺎﺭﹺ‪‬ﺡﹺﺭ‪ ‬ﺯ‪‬ﻗﹶﻣ‪ ‬ﹸﻜﹶﻠﱢﻢ‪‬ﺒﹺ ‪‬ﲔ‪‬ﺍﻟﻠﱠ‪‬ﺗﻪ‪‬ﻌ‪‬ﻠﱢﻤ‪‬ﻮﻧ‪‬ﻬ‪‬ﻦ‪ ‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻋ‪‬ﻠﱠﻤ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﻓﹶﻜﹸﻠﹸﻮﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﹾﺠ‪‬‬
‫‪beriman kepada-Nya.‬‬
‫‪‬ﻱﻥﱠ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﺍﻟﻴ‪‬ﻠﱠﻪ‪‬ﻪ‪‬‬ ‫ﺬ‬ ‫ﻟ‬
‫ﱠ‬‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﱠ‬‫ﺍﻟ‬ ‫‪‬‬ ‫ﹸﻮﺍ‬ ‫ﻘ‬ ‫ﺗ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺍ‬ ‫ﻭ‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‪،‬‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﺣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﺘ‬
‫‪‬‬‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫ﺩ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫‪( ‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻘﹸﻮﺍ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺇﹺ‬ ‫‪‬ﻭﺍ ‪:‬ﺍﺳ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻨﺤﻞ‬
‫‪)‬ﺫﹾﻛﹸﺮ‬ ‫ﺃﹶﻋ‪‬ﻛﹸﻣ‪‬ﻠﹶﻨ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺴ‪‬ﻢ‪‬ﻜﹸ‪‬ﻜﹾﻢ‪‬ﺇﹺﻳﻦ‪‬ﺎﻩ‪‬ﺗﻋ‪‬ﻠﹶﻌ‪‬ﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺪﻜﹸ‪‬ﻭﻢ‪‬ﻥﹶ‪‬ﻭ‪‬ﺍ‬
‫ﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﺒ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺻ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫‪(‬ﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻃﹶﻌ‪‬ﺎﻣ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﺎﻋ‪‬ﺎ ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﻟ‪‬ﻠﺴ‪‬ﻴ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺓ‪ ‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪‬ﺍﻟﹾ‪:‬ﺒ‪‬ﺤ‪‬‬‫ﺃﹸﺗ‪‬ﺣ‪‬ﺤ‪‬ﻞﱠﺸ‪‬ﺮﻟﹶ‪‬ﻭﻜﹸﻥﹶﻢ‪)‬ﺻ‪‬ﻴ‪‬ﺪ‪‬‬
‫‪‬ﺳ‪‬ﺮﹺﻳﻊ‪‬ﺍﻟﹾﺤ‪‬ﺴ‪‬ﺎﺏﹺ‪)‬ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪ (:‬‬
‫ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺻ‪‬ﻴ‪‬ﺪ‪ ‬ﺍﻟﹾﺒ‪‬ﺮ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺩ‪‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪ ‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪ ،‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻘﹸﻮﺍ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻴ‪‬ﻪ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹶﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﻼﹶﻻﹰ ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻘﹸﻮﺍ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ ‪‬ﺃﹶﻧ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪ ‬ﺑﹺﻪ‪‬‬
‫‪(‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‪‬ﺽﹺ ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻴﻌ‪‬ﺎ ‪‬ﺛﹸﻢ‪ ‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻮ‪‬ﻯ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪:‬ﻟﹶ‪:‬ﻜﹸﻢ‪‬‬‫‪‬ﻱ‪) )‬ﺧ‪‬ﻠﹶﻖ‪‬‬ ‫ﺗ‪‬ﻫ‪‬ﺤ‪‬ﻮ‪ ‬ﺸ‪‬ﺍﻟﱠﺮﺬ‪‬ﻭﻥﹶ‬
‫‪‬ﺍﻟ(‪‬ﻠﱠﻪ‪‬ﺣ‪‬ﻼﹶﻻﹰ ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺷ‪‬ﻜﹸﺮ‪‬ﻭﺍ ‪‬ﻧﹺﻌ‪‬ﻤ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺇﹺﻥﹾ‪‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓﻗﹶﻜﹸﻢ‪‬‬ ‫‪‬ﻮ ‪‬ﻥﹶﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺭ‪‬ﺯ‪‬‬ ‫ﻣ‪‬ﻓﹶﺆ‪‬ﻜﹸﻣ‪‬ﻠﻨﹸﻮﺍ‬
‫‪bagimu‬ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴﻢ‪) ‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪:‬‬
‫‪Dihalalkan‬‬ ‫‪binatang‬ﺑﹺﻜﹸﻞﱢ ‪‬ﺷ‪‬ﻲ‪‬ﺀٍ‬ ‫‪‬ﻭ‪(‬ﻫ‪‬ﻮ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻨﺤﻞﻤ‪‬ﻮ‪:‬ﺍﺕ‪ ‬‬ ‫‪buruan‬ﺳ‪‬‬
‫‪laut‬ﻌ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺒ‪‬ﻫ‪‬ﺪ‪‬ﻭﻦ‪ ‬ﻥﹶﺳ‪)‬ﺒ‪‬ﻊ‪ ‬‬ ‫‪dan‬ﺀِﺇﹺﻳ‪‬ﺎﻓﹶﻩ‪‬ﺴﺗ‪‬‬ ‫ﺍﻟ‪‬ﻛﹸﻨ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻤﻢ‪‬ﺎ‬
‫‪makanan (yang berasal) dari laut sebagai‬‬
‫‪yang‬ﻢ‪ ‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻮ‪‬ﻯ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬‬ ‫‪‬ﻲ ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‪‬ﺽﹺ ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻴﻌ‪‬ﺎ ‪‬ﺛﹸ‬ ‫‪bagi‬ﺬ‪‬ﻱ ‪‬ﺧ‪‬ﻠﹶﻖ‪ ‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻓ‬ ‫ﻫ‪‬ﻮ‪ ‬ﺍﻟﱠ‬
‫‪lezat‬ﺎ ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﻟ‪‬ﻠﺴ‪‬ﻴ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺓ‪ ‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪‬‬
‫‪makanan‬‬ ‫‪bagimu,‬ﻌ‪‬ﺎﻣ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﺎﻋ‬ ‫‪dan‬ﻴ‪‬ﺪ‪ ‬ﺍﻟﹾﺒ‪‬ﺤ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻃﹶ‬ ‫‪‬ﻞﱠ(‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪ ‬ﺻ‪‬‬ ‫ﺃﹸ‪‬ﺣ‪‬‬
‫ﺍﻟ‪‬ﺴ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺀِ ‪‬ﻓﹶﺴ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻫ‪‬ﻦ‪ ‬ﺳ‪‬ﺒ‪‬ﻊ‪ ‬ﺳ‪‬ﻤ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻫ‪‬ﻮ‪ ‬ﺑﹺﻜﹸﻞﱢ ‪‬ﺷ‪‬ﻲ‪‬ﺀٍ‪‬ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴﻢ‪) ‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪:‬‬
‫‪orang-orang‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫‪dalam‬‬ ‫;‪perjalanan‬‬ ‫‪dan‬‬
‫‪‬ﻱﺘ‪ ‬ﻢ‪‬ﺇﹺﻟﹶ‪‬ﻴ‪‬ﺑﹺﻪ‪‬‬
‫‪diharamkan‬‬ ‫‪atasmu‬ﺍﻟﻠﱠ‪‬ﻪ‪‬ﺍﻟﻠﱠ‪‬ﺍﻪ‪‬ﻟﱠ ‪‬ﺬﺍﻟﱠ‪‬ﻱﺬ‪‬ﺃﹶﻧ‪‬‬
‫ﹸﻮﺍ‬
‫ﹸﻮﺍ ‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‪،‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻘﺗ‪‬ﻘ‬ ‫)‪(menangkap‬ﺮ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﻣﺒ‪‬ﺎ‬
‫‪binatang‬ﺪ‪‬ﺭ‪ ‬ﺯ‪‬ﺍﻗﹶﻟﹾﺒ‪‬ﻜﹸﺮ‪‬ﻢ‪‬ﻣﺍﻟ‪‬ﺎﻠﱠﻪ‪‬ﺩ‪‬ﻣ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬ﻼﹶ ‪‬ﻻﹰ ‪‬ﺣ‪‬‬ ‫ﻋﻭ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻛﹸﻠﻜﹸﹸﻮﺍﻢ‪ ‬ﻣ‪‬ﻤﺻ‪‬ﺎﻴ‪‬‬
‫‪buruan‬‬ ‫‪darat,‬ﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫ﹶـﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎ‪.‬ﻭ‪‬ﺇﹺ‬ ‫ﺱ‪selama kamu dalam ‬‬
‫ﻃ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻻ‬
‫ﱠ‬ ‫ﺇ‬
‫ﹺ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻞ‬
‫ﹸ‬ ‫ﺒ‬
‫‪‬‬ ‫ﻘ‬
‫ﹾ‬ ‫ﻳ‬
‫‪‬‬ ‫ﻻ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺐ‬
‫‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻃ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﷲ‬
‫َ‬ ‫ﺍ‬‫‪‬‬ ‫ﻥ‬
‫ﱠ‬ ‫ﺇ‬
‫ﹺ‬‫!‪‬‬ ‫‪ihram.‬‬ ‫(‪‬ﺍﻟ‪‬ﻨ‪‬ﺎ‬ ‫‪‬ﺎ ‪‬‬‫ﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‬
‫‪‬‬ ‫(‬ ‫(‪‬‬‫‪‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪::‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬ ‫‪)‬‬ ‫‪)‬‬‫ﻥ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬ﻭ‬
‫ﻥ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬ﻮ‬ ‫ﺸ‬
‫‪‬‬
‫ﻨ‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫ﺆ‬
‫‪‬‬‫ﺤ‬ ‫ﺗ‪‬ﻣ‪‬‬
‫‪Dan‬‬‫‪bertakwalah‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫‪:kepada‬ﻳ‪‬ﺎﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﻛﹸﻠﹸ‬ ‫‪Allah‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪.‬ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ‬ ‫‪yang‬ﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺮ‪‬ﺳ‪‬‬ ‫‪kepada-‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺮ‪ ‬ﺑﹺ‬ ‫ﺍﻟﹾ‪‬ﻤ‪‬ﺆ‪‬ﻣ‪‬ﻨﹺﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺑﹺ‬
‫‪Nyalah kamu akan dikumpulkan.‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱ‪!‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺐ‪ ‬ﻻﹶﻳ‪‬ﻘﹾﺒ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺇﹺﻻﱠ ‪‬ﻃﹶـﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎ‪.‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺮ‪‬‬
‫‪‬ﻯﻭ‪‬ﺇﹺﺣ‪‬ﻟﺮ‪‬ﹶﻰﻡ‪‬‬ ‫ﺽﹺﻋ‪‬ﺎ ‪‬ﺟ‪‬ﻟﹶﻤ‪‬ﻴﻜﹸﻌﻢ‪‬ﺎ ‪‬ﺛﹸﻭ‪‬ﻟﻢ‪‬ﻠ ‪‬ﺍﺴ‪‬ﻴ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘﺭ‪‬ﺓ‪‬ﻮ ‪‬‬ ‫‪‬ﻱﻢ‪‬ﺧ‪‬ﻠﹶﺻ‪‬ﻴ‪‬ﻖ‪‬ﺪ‪‬ﻟﹶ‪‬ﺍﻟﹾﻜﹸﺒ‪‬ﻢ‪‬ﺤ‪‬ﺮﹺﻣ‪‬ﺎ‪ ‬ﻭ‪‬ﻓﻃﹶ‪‬ﻲﻌ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻣ‪‬ﻟﹾﻪ‪‬ﺄﹶ ‪‬ﺭ‪‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﺎ‬ ‫ﺃﹸﻫ‪‬ﻮ‪‬ﺣ‪ ‬ﻞﱠﺍﻟﱠ‪‬ﻟﹶﺬﻜﹸ‬
‫ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺆ‪‬ﻣ‪‬ﻨﹺﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺑﹺﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺮ‪ ‬ﺑﹺﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪.‬ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ‪:‬ﻳ‪‬ﺎﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬‬
‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﻴ‪‬ﻪ‪:‬‬‫ﹸﻮﺍﻲ‪‬ﺀٍﺍﻟ‪‬ﻠﱠﻋﻪ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﺍﻢ‪‬ﻟﱠﺬ‪)‬ﻱ ‪‬ﺇﹺﻟﹶ‬ ‫‪‬ﺎ‪،‬ﺑﹺ ‪‬ﻜﹸﻭ‪‬ﺍﻞﱢﺗ‪‬ﻘﺷ‪‬‬ ‫ﺻ‪‬ﻴ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺪ‪‬ﻫ‪‬ﺍﻦ‪‬ﻟﹾﺒ‪‬ﺮ‪‬ﺳ‪‬ﺒ‪‬ﻊ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪ ‬ﺳ‪‬ﺩ‪‬ﻤ‪‬ﻣ‪‬ﻮﺘ‪‬ﺍﻢ‪‬ﺕ‪‬ﺣ‪‬ﻭ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻣﻮ‪ ‬‬ ‫ﺍﻟﻋ‪‬ﻠﹶﺴ‪‬ﻴ‪‬ﻤﻜﹸ‪‬ﺎﺀِﻢ‪ ‬ﻓﹶﺴ‬
‫ﺗ‪‬ﺤ‪(‬ﺸ‪‬ﺮ‪‬ﻭﻥﹶ‪)‬ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪ (:‬‬
‫‪Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang‬‬
‫‪ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak‬‬ ‫‪‬‬
‫ﹶﻰ‪‬‬
‫‪menuju‬‬ ‫ﷲَ ‪‬ﺃﹶﺇﹺﻟﻣ‪‬ﺮ‪‬‬
‫‪langit,‬ﺳ‪‬ﻥﱠﺘ‪‬ﻮﺍ‪‬ﻯ‬
‫‪‬ـﺒ‪‬ﺎﺛﹸﻢ‪.‬ﻭ‪‬ﺍﺇﹺ‬ ‫ﺽﹺ‪‬ﻃﺟ‪‬ﹶـﻤﻴ‪‬ﻴ‬
‫‪lalu‬ﻌ‪‬ﺎ‬ ‫‪‬ﻲﻳ‪‬ﻘﹾ‪‬ﺒ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﻞﹸﺭ‪‬ﺇﹺﻻﱠ‬
‫‪dijadikan-Nya‬‬ ‫ﺐ‪‬ﻓﻻﹶ‬ ‫‪tujuh‬ﻟﹶﷲَﻜﹸ‪‬ﻢ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬ ‫ﺱ‪!‬ﺧ‪‬ﺇﹺﻠﹶﻥﱠﻖ‪‬ﺍ‬ ‫ﺃﹶﻳ‪‬ﻫ‪‬ﻬﻮ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﱠﺍﻟﻨﺬ‪‬ﺎ‬
‫‪langit.‬‬
‫‪‬ﻱ‬
‫‪Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.‬‬
‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﻦ‪:‬‬ ‫ﺕ‪. ‬ﻭ‪‬ﻓﹶﻘﻫ‪‬ﹶﺎﻮ‪‬ﻝﹶ‪‬ﺑﹺ‪:‬ﻜﹸﻳ‪‬ﺎﻞﱢﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎﺷ‪‬ﻲ‪‬ﺍﻟﺀٍﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴﻞﹸ ‪‬ﻢ‪‬ﻛﹸ‪)‬ﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬‬ ‫ﺍﻟﹾﺍﻟﻤ‪‬ﺴ‪‬ﺆ‪‬ﻤﻣ‪‬ﺎﻨﹺﻴ‪‬ﺀِ ‪‬ﻦ‪‬ﻓﹶ‪‬ﺑﹺﺴ‪‬ﻤﻮ‪‬ﺎ‪‬ﺍ‪‬ﻫ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﻦ‪‬ﺮ‪‬ﺑﹺﺳ‪‬ﺒ‪‬ﻪ‪ ‬ﻊ‪‬ﺍﻟﹾ‪‬ﻤ‪‬ﺳ‪‬ﺮ‪‬ﻤ‪‬ﺳ‪‬ﻮﻠ‪‬ﺍﻴ‪‬ﻦ‪‬‬
‫ ‪2.‬‬ ‫‪Hadis-hadis Nabi berkenaan dengan kehalalan‬‬
‫‪(‬‬
‫‪maupun keharaman sesuatu yang dikonsumsi,‬‬
‫‪antara lain:‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱ‪!‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺐ‪ ‬ﻻﹶﻳ‪‬ﻘﹾﺒ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺇﹺﻻﱠ ‪‬ﻃﹶـﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎ‪.‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺮ‪‬‬
‫ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺆ‪‬ﻣ‪‬ﻨﹺﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺑﹺﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺮ‪ ‬ﺑﹺﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪.‬ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ‪:‬ﻳ‪‬ﺎﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬‬
‫ﺍﻟﻄﱠـﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﺻ‪‬ﺎﻟ‪‬ﺤ‪‬ﺎ‪ ،‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻲ‪ ‬ﺑﹺﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﻥﹶ ‪‬ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪.‬ﻭ‪‬ﻗﹶﺎﻝﹶ‪:‬‬
‫ﻳ‪‬ﺎ‪‬ﺃﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪‬ﺁﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‪‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎﺕ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹾﻨ‪‬ﺎﻛﹸﻢ‪.‬‬
‫ﺛﹸﻢ‪ ‬ﺫﹶﻛﹶﺮ‪ ‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺟ‪‬ﻞﹶ ‪‬ﻳ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻔﹶﺮ‪ ،‬ﺃﹶﺷ‪‬ﻌ‪‬ﺚﹶ ‪‬ﺃﹶﻏﹾﺒ‪‬ﺮ‪ ،‬ﻳ‪‬ﻤ‪‬ﺪ‪ ‬ﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻪ‪ ‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬‬
‫ﺍﻟﺴ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺀِ‪ :‬ﻳ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺏ‪ !‬ﻳ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺏ‪ !‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻄﹾﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪ ،‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ﺮ‪‬ﺑ‪‬ﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪،‬‬
‫ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻠﹾﺒ‪‬ﺴ‪‬ﻪ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪،‬ﻭ‪‬ﻏﹸﺬ‪‬ﻱ‪‬ﺑﹺﺎﻟﹾﺤ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡﹺ‪.‬ﻓﹶﺄﹶﻧ‪‬ﻰ‪‬ﻳ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺏ‪ ‬ﻟ‪‬ﺬﹶﻟ‪‬ﻚ‪‬؟ ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬‬
‫ﻣﺴﻠﻢ‪‬ﻋﻦ‪‬ﺃﰊ‪‬ﻫﺮﻳﺮﺓ( ‪‬‬ ‫‪641‬‬
‫‪‬‬
‫ﺍﹶﻟﹾﺤ‪‬ﻼﹶﻝﹸ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺤ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹸﻣ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ـﺘ‪‬ﺒﹺﻬ‪‬ﺎﺕ‪‬ﻻﹶﻳ‪‬ﻌ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﻬ‪‬ﻦ‪‬‬
:‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻭ‬.‫ﻢ‬‫ﻴ‬‫ﻠ‬‫ﻋ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻠﹸﻮ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬ ‫ﺎ‬‫ﺑﹺﻤ‬ ‫ﻲ‬‫ﺇﹺﻧ‬ ،‫ﺎ‬‫ﺤ‬‫ﺎﻟ‬‫ﺻ‬ ‫ﺍ‬‫ﻠﹸﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ـﺒ‬‫ﺍﻟﻄﱠـﻴ‬
.‫ﺎﻛﹸﻢ‬‫ﻗﹾﻨ‬‫ﺯ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻣ‬‫ﺎﺕ‬‫ـﺒ‬‫ﻃﹶﻴ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﺍ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ﺁﻣ‬‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﻳ‬‫ﺎ‬‫ﻳ‬
BIDANG POM DAN IPTEK
‫ﺇﹺﻟﹶﻰ‬ ‫ﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻳ‬ ‫ﺪ‬‫ﻤ‬‫ﻳ‬ ،‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻏﹾﺒ‬ ‫ﺚﹶ‬‫ﻌ‬‫ﺃﹶﺷ‬ ،‫ﻔﹶﺮ‬‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﻴ‬‫ﻄ‬‫ﻳ‬ ‫ﻞﹶ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﺫﹶﻛﹶﺮ‬ ‫ﺛﹸﻢ‬
،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻪ‬‫ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻪ‬‫ﻤ‬‫ﻄﹾﻌ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ !‫ﺏ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻳ‬ !‫ﺏ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻳ‬ :ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﺴ‬
‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫؟‬‫ﻚ‬‫ﺬﹶﻟ‬‫ﻟ‬ ‫ﺎﺏ‬‫ﺠ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ﻰ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻧ‬.‫ﺍﻡﹺ‬‫ﺮ‬‫ﺑﹺﺎﻟﹾﺤ‬‫ﻱ‬‫ﻏﹸﺬ‬‫ﻭ‬،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬‫ﻪ‬‫ﺴ‬‫ﻠﹾﺒ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬
 (‫ﻫﺮﻳﺮﺓ‬‫ﺃﰊ‬‫ﻋﻦ‬‫ﻣﺴﻠﻢ‬
“Wahai umat manusia! Sesungguhnya Allah 
adalah
‫ﻦ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻻﹶﻳ‬thayyib ‫ﺎﺕ‬‫ﺒﹺﻬ‬‫ـﺘ‬‫ﺸ‬‫(ﻣ‬baik),
‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺃﹸﻣ‬‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬tidak
‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬akan
‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬menerima
‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻼﹶﻝﹸ‬‫ﺍﹶﻟﹾﺤ‬
kecuali yang thayyib (baik dan halal); dan
Allah
‫ﻨﹺﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻟ‬ ‫ﺃﹶ‬‫ﺮ‬memerintahkan
‫ـﺒ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬ ‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﻬ‬‫ـﺒ‬‫ﺸ‬kepada ‫ﺍﻟ‬ ‫ﻘﹶﻰ‬‫ﺍﺗ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻤ‬orang‫ﻓﹶ‬ ،‫ﺎﺱﹺ‬‫ﺍﻟﻨ‬beriman
 ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻛﹶﺜ‬
segala apa yang Ia perintahkan kepada
para rasul. Ia berfirman, ‘Hai (‫ﻣﺴﻠﻢ‬rasul-rasul!
‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﻪ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬
Makanlah dari makanan yang baik-baik 
(halal) dan kerjakanlah amal yang saleh.
 (‫ﺍﳋﻤﺴﺔ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻣ‬‫ﻞﱡ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬‫ﺎﺀُﻩ‬‫ﻣ‬‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﻄﱠﻬ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa
yang  .‫ﺎ‬‫ﻬ‬kamu ‫ﻤ‬‫ﺮﹺﻳ‬‫ﺤ‬‫ﺗ‬‫ﹶﻰ‬kerjakan’
‫ﻠ‬‫ﻋ‬‫ﻞﹲ‬‫ﻴ‬‫ﻟ‬‫ﺩ‬‫ﻝﱠ‬‫ﺪ‬‫ﻳ‬(QS.
‫ﻰ‬‫ﺘ‬‫ﺣ‬‫ﺔﹸ‬al-Mu’minun
‫ﺎﺣ‬‫ﺍﹾﻹِﺑ‬ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻴ‬‫ﺍﹾﻷَﺷ‬‫ﻲ‬‫ﻓ‬‫[ﻞﹸ‬23]:
‫ﺍﹶْﻷَﺻ‬
51), dan berfiman pula, ‘Hai orang yang
beriman! Makanlah di antara  ‫ﻭﲝﺮ‬rizki ‫ﺑﺮ‬yang
‫ﰲ‬‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‬ baik- 
baik yang Kami berikan kepadamu...’ (QS. al-
‫ﻣﻨﻪ‬ ‫ﺧﺮﺝ‬  ‫ﻭﺇﺫﺍ‬ ،‫ﺍﳌﺎﺀ‬ ‫ﰱ‬ ‫ﺇﻻ‬ ‫ﻻﻳﻌﻴﺶ‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﻭﻫﻮ‬(‫ﺍﻟﺒﺤﺮ‬ ‫)ﺣﻴﻮﺍﻥ‬
Baqarah [2]: 172).
.()Nabi
Kemudian ،‫ﻻﻳﺪﻭﻡ‬menceritakan
‫ﻟﻜﻨﻪ‬‫ﺣﻲ‬‫ﺃﻭ‬‫ﻣﺬﺑﻮﺡ‬seorang ‫ﺻﺎﺭ‬
‫ﻋﻴﺶ‬‫ﻋﻴﺸﻪ‬laki-
laki yang melakukan perjalanan panjang,
(rambutnya
‫ﻃﺎﻥ‬‫ﺮ‬‫)ﻭﺳ‬ … acak-acakan, (‫ﻔﹾﺪﻉﹴ‬‫ﻛﻀ‬ ‫ﻭﲝﺮ‬ ‫ﺮ‬‫ﺑ‬ ‫ﰲ‬dan ) ‫ﺩﺍﺋﻤﺎ‬badannya  (‫)ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‬
: ‫ﻝ‬
‫ﹶ‬
berlumur ‫ﹶﺎ‬
‫ﻗ‬ ‫ﻭ‬
 .
‫ﻻﺳﺘﺨﺒﺎﺛﻪ‬(debu. ‫ﻢ‬
 ‫ﻴ‬
 ‫ﻠ‬
 ‫ﻋ‬
  ‫ﻥ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻮ‬

‫ﺣﺮﺍﻡ‬… ‫ﻠ‬
‫ﹸ‬ ‫ﻤ‬
 ‫ﻌ‬
 ‫ﺗ‬
 
Sambil ‫ﺎ‬
‫ﻤ‬ ‫ﺑ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻲ‬
 ‫ﻧ‬
‫ﺇ‬
‫ﹺ‬ 
) ‫ﻭﻧﺴﻨﺎﺱ‬ ‫ﺍﳌﺎﺀ‬ ‫ﺎﻋﻘﺮﺏ‬‫ﺒ‬tangan
،‫ﺎ‬
(‫ﻭﺣﻴﺔ‬menengadahkan‫ﺤ‬ ‫ﻟ‬
‫ﺎ‬‫ﺻ‬  ‫ﺍ‬‫ﻮ‬ ‫ﻠ‬
‫ﹸ‬ ‫ﻤ‬
 ‫ﻋ‬
 ‫ﺍ‬‫ﻭ‬  ‫ﺕ‬
 ‫ـ‬ ‫ﺍﻟﻄﱠـﻴ‬
‫ﻭﻳﺴﻤﻲ‬
ke langit ia berdoa, ‘Ya Tuhan; ya Tuhan...’
(Berdoa.dalam ‫ﺎﻛﹸﻢ‬‫ﻗﹾﻨ‬‫ﺯ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻣ‬perjalanan,
‫ﺎﺕ‬‫ـﺒ‬‫ﻃﹶﻴ‬‫ﻦ‬.(‫ﻣ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬apalagi
‫ﻛﹸﻠﹸ‬- ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ﺁ)ﻣ‬…‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺬ‬dengan‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﻳ‬‫ﺎ‬‫ﻳ‬
‫ﻭﺿﺮﺭﻩﺍﻟﱠ‬
kondisi
‫ﺇﹺﻟﹶﻰ‬ ‫ﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻳ‬seperti ‫ﺪ‬‫ﻤ‬‫ﻳ‬ ،‫ﺮ‬‫ﻏﹾﺒ‬itu, ‫ﺃﹶ‬ ‫ﺚﹶ‬pada
‫ﻌ‬‫ﺃﹶﺷ‬ ،umum-nya
‫ﻔﹶﺮ‬‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﻴ‬‫ﻭﲝﺮﻄ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻞﹶ‬dikabulkan ‫ﺫﹶﻛﹶﺮ‬ ‫ﺛﹸﻢ‬
‫ﺑﺮ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﰲﺮ‬‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‬
oleh Allah--pen.). Sedangkan, makanan orang
itu،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬haram,
‫ﺧﺎﺭﺟﻪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﻭﻋﻴﺸﻪﻪ‬ ‫ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬minumannya
،‫ﺍﳌﺎﺀ‬
،‫ﺍﻡ‬‫ﰱﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﺇﻻ‬‫ﻪ‬‫ﻤ‬ ‫ﻻﻳﻌﻴﺶﻌ‬
‫ﻄﹾ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬haram, !‫ﻣﺎ‬‫ﺏ‬‫ﻭﻫﻮﺭ‬ ‫ﺎ‬‫ﻳ‬ (!pakaiannya
‫ﺏ‬
‫ﺍﻟﺒﺤﺮ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻳ‬ ‫ﺣﻴﻮﺍﻥ‬
:ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟ)ﺴ‬
haram,
‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫؟‬‫ﻚ‬‫ﻟ‬dan
haram. (Nabi memberikan
‫ﺬﹶ‬‫ﻟ‬ ‫ﺎﺏ‬‫ﺠ‬ ia diberi makan dengan yang
‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ﻰ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻧ‬.‫ﺍﻡﹺ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﹺﺎﻟﹾ‬.(‫ﺑ‬komentar), ‫ﻱ‬‫ﻏﹸﺬ‬‫ﻭ‬،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬‫ﻪ‬‫‘ﺴ‬Jika
)،‫ﺍﳌﺬﺑﻮﺡ‬‫ﻛﻌﻴﺶ‬
‫ﻠﹾﺒ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬
demikian halnya, bagaimana mungkin (‫ﻫﺮﻳﺮﺓ‬
 ‫ﺮ‬‫ﺑ‬‫ﺃﰊﰲ‬dari ‫ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‬
‫ﻋﻦ‬
ia akan‫)ﻣﺴﻠﻢ‬
dikabulkan
‫ﺃﻳﻀﺎ‬ ‫]ﻭﻳﺴﻤﻲ‬doanya?’” ‫ﻃﺎﻥ‬‫ﺮ‬‫ﻭﺳ‬ ‫(ﻔﹾﺪﻉﹴ‬HR. ‫ﻛﻀ‬ :‫ﻭﲝﺮ‬ Muslim Abu
‫ﻭﺍﻟﻌﻘﺮﺏ‬ ‫ﺍﳊﻴﺔ‬ ‫ﰲ‬ ‫ﻟﻠﺴﻤﻴﺔ‬ (‫ﺣﺮﺍﻡ‬ ‫ﻭﺣﻴﺔ‬ [‫ﺍﳌﺎﺀ‬ ‫ﻋﻘﺮﺏ‬
Hurairah).
‫ﻦ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻻﹶﻳ‬‫ﺎﺕ‬‫ﺒﹺﻬ‬‫ـﺘ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﻣ‬‫ﺃﹸ‬.( ‫ﺎ‬‫ﻤ‬
‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫)ﻭ‬.
‫ﻏﲑﳘﺎﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬ ‫ﺍﻟﹾﰲ‬‫ﻭﻟﻼﺳﺘﺨﺒﺎﺙﻭ‬
‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻼﹶﻝﹸ‬‫ﺍﹶﻟﹾﺤ‬
‫ﻓﻴﻪ‬ ‫ﻨﹺﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬ ‫ﺇﻻ‬
‫ﻟ‬ ‫ﺃﹶ‬‫ﻻﻳﻌﻴﺶﺮ‬
‫ـﺒ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬ ‫ﺍﻟﺒﺤﺮﺍﻟﺬﻱﺪ‬‫ﻓﹶﻘﹶ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﻬ‬‫ﺒ‬‫ـ‬ ‫ﺍﻟﺸ‬ ‫ﹶﻰ‬
‫ﺣﻴﻮﺍﻥ‬  ‫ﻘﺃﻥ‬‫ﺗ‬‫ﺍ‬‫ﻋﻠﻰ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻤ‬‫ﻓﹶ‬‫ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ‬ ،‫ﺎﺱﹺ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻧﺺﻦ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻓﻘﺪﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻛﹶﺜ‬
 ()‫ﻭﺍﻷﺧﺒﺎﺭ‬  (‫ﻣﺴﻠﻢ‬ ‫ﺍﻵﻳﺔ‬‫ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﻟﻌﻤﻮﻡ‬ )‫ﻪ‬‫ﻳﺆﻛﻞﺿ‬‫ﺮ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬
“Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun
sudah
‫ﺍﻟﱪ‬ ‫ﰲ‬ jelas; ‫ﻳﻜﻮﻥ‬ ‫ﺍﻟﺬﻱ‬ 
dan ‫ﳊﻴﻮﺍﻥ‬ di antara ‫ﺍ‬ ‫ﰲ‬ ‫ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ‬ keduanya  :‫ﺍﻟﻌﺮﰊ‬ada  ‫ﺍﺑﻦ‬hal- ‫ﻗﺎﻝ‬
 (‫ﺍﳋﻤﺴﺔ‬‫(ﺭﻭﺍﻩ‬syubhat, ‫ﺍ‬‫ﻭ‬‫ﺎﺀُﻩ‬‫ﻣ‬‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﻄﱠﻬ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬
)‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻣ‬‫ﻞﱡ‬‫ﻟﹾﺤ‬samar-samar,
hal ‫ﻭﺩﻟﻴﻞ‬yang  ‫ﲢﻠﻴﻞ‬musy-tabihat ‫ﺩﻟﻴﻞ‬ :‫ﺩﻟﻴﻼﻥ‬ ‫ﻓﻴﻪ‬  ‫ﺗﻌﺎﺭﺽ‬ ‫ﻷﻧﻪ‬ ،‫ﻣﻨﻌﻪ‬ ‫ﻭﺍﻟﺒﺤﺮ‬
tidak  .‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻤ‬jelas ‫ﺮﹺﻳ‬‫ﺤ‬‫ﺗ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬halal ‫ﻞﹲ‬‫ﻴ‬‫ﻟ‬‫ﺩ‬‫ﻝﱠ‬haramnya),
‫ﺪ‬‫ﻳ‬‫ﻰ‬‫ﺘ‬‫ﺣ‬‫ﺔﹸ‬‫ﺎﺣ‬‫ﺍﹾﻹِﺑ‬ِ‫ﺎﺀ‬kebanyakan ‫ﻴ‬‫ﺍﹾﻷَﺷ‬‫ﻲ‬‫ﻓ‬‫ﻞﹸ‬‫ﺍﹶْﻷَﺻ‬
manusia
‫ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ‬ ‫ﻣﻦ‬tidak ‫ﻏﲑﻩ‬ ‫ﺃﻣﺎ‬  .‫ﺍﺣﺘﻴﺎﻃﺎ‬ ‫ﺍﻟﺘﺤﺮﱘ‬
mengetahui hukumnya.  ‫ﺩﻟﻴﻞ‬ ‫ﻓﻨﻐﻠﺐ‬ Barang ،‫ﲢﺮﱘ‬
siapa hati-hati dari perkara  syubhat,
‫ﻭﲝﺮ‬‫ﺑﺮ‬‫ﰲ‬sungguh ‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‬
ia telah menyelamatkan agama dan harga
dirinya...”
‫ﻣﻨﻪ‬ ‫ﺧﺮﺝ‬ ‫(ﻭﺇﺫﺍ‬HR.
 ،‫ﺍﳌﺎﺀ‬Muslim).
‫ﰱ‬ ‫ﺇﻻ‬ ‫ﻻﻳﻌﻴﺶ‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﻭﻫﻮ‬(‫ﺍﻟﺒﺤﺮ‬ ‫)ﺣﻴﻮﺍﻥ‬
.()،‫ﻻﻳﺪﻭﻡ‬‫ﻟﻜﻨﻪ‬‫ﺣﻲ‬‫ﺃﻭ‬‫ﻣﺬﺑﻮﺡ‬‫ﻋﻴﺶ‬‫ﻋﻴﺸﻪ‬‫ﺻﺎﺭ‬
642 (‫ﻃﺎﻥ‬‫ﺮ‬‫)ﻭﺳ‬ … (‫ﻔﹾﺪﻉﹴ‬‫ﻛﻀ‬ ‫ﻭﲝﺮ‬ ‫ﺮ‬‫ﺑ‬ ‫)ﰲ‬ ‫ﺩﺍﺋﻤﺎ‬ (‫)ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‬
‫ﻻﺳﺘﺨﺒﺎﺛﻪ‬(‫ﺣﺮﺍﻡ‬…(‫)ﻭﺣﻴﺔ‬ ‫ﻭﻧﺴﻨﺎﺱ‬ ‫ﺍﳌﺎﺀ‬ ‫ﻋﻘﺮﺏ‬ ‫ﻭﻳﺴﻤﻲ‬
‫ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻠﹾﺒ‪‬ﺴ‪‬ﻪ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪،‬ﻭ‪‬ﻏﹸﺬ‪‬ﻱ‪‬ﺑﹺﺎﻟﹾﺤ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡﹺ‪.‬ﻓﹶﺄﹶﻧ‪‬ﻰ‪‬ﻳ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺏ‪ ‬ﻟ‪‬ﺬﹶﻟ‪‬ﻚ‪‬؟ ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬‬
‫ﻫﺮﻳﺮﺓ‪(‬ﺑ‪‬ﻴ‪ ‬ﻦ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹸﻣ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ـﺘ‪‬ﺒﹺﻬ‪‬ﺎﺕ‪‬ﻻﹶﻳ‪‬ﻌ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﻬ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫ﻋﻦ‪‬ﻦ‪‬ﺃﰊﻭ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﺤ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪‬‬ ‫ﻣﺴﻠﻢ‪‬ﻝﹸ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬‬
‫ﺍﹶﻟﹾﺤ‪‬ﻼﹶ‬
‫ﻛﹶ‪‬ﺜ‪‬ﻴ‪‬ﺮ‪ ‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱﹺ‪ ،‬ﻓﹶﻤ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻘﹶﻰ ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ـﺒ‪‬ﻬ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻓﹶﻘﹶﺪ‪ ‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ـﺒ‪‬ﺮ‪‬ﺃﹶ ‪‬ﻟ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻨﹺﻪ‪‬‬
‫‪HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA‬‬
‫ﻣﺴﻠﻢﻡ‪(‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹸﻣ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ـﺘ‪‬ﺒﹺﻬ‪‬ﺎﺕ‪‬ﻻﹶﻳ‪‬ﻌ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﻬ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩﻭ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﺤ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‬
‫ﺍﹶﻭ‪‬ﻟﹾﻋ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻼﹶﺿ‪‬ﻝﹸﻪ‪‬ﺑ‪)‬ﻴ‪‬ﻦ‪‬‬
‫ ‪3.‬ﺻ‪‬ﺎﻟ‪‬ﺤ‪‬ﺎ‪ ،‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻲ‪ ‬ﺑﹺﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﻥﹶ ‪‬ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪.‬ﻭ‪‬ﻗﹶﺎﻝﹶ‪:‬‬‫‪Hadis‬ﺍﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﺍ‬
‫‪Nabi:‬ﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻭ‬ ‫ﺍﻟﻄﱠـ‬
‫‪‬ﻛﹶﺜ‪‬ﻴ‪‬ﺮ‪ ‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱﹺ‪ ،‬ﻓﹶﻤ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻘﹶﻰ ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ـﺒ‪‬ﻬ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻓﹶﻘﹶﺪ‪ ‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ـﺒ‪‬ﺮ‪‬ﺃﹶ ‪‬ﻟ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻨﹺﻪ‪‬‬
‫ﻫ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻟﻄﱠﻬ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺀُﻩ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺤ‪‬ﻞﱡ‪‬ﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﳋﻤﺴﺔ(ﻳ‪‬ﺎ‪‬ﺃ‪‬ﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪‬ﺁﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‪‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎﺕ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹾﻨ‪‬ﺎﻛﹸﻢ‪.‬‬
‫ﻭ‪‬ﻋ‪‬ﺮ‪‬ﺿ‪‬ﻪ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﻣﺴﻠﻢ( ‪‬‬
‫‪“Laut‬ﻞﹶ ‪‬ﻳ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻔﹶﺮ‪ ،‬ﺃﹶﺷ‪‬ﻌ‪‬ﺚﹶ ‪‬ﺃﹶﻏﹾﺒ‪‬ﺮ‪ ،‬ﻳ‪‬ﻤ‪‬ﺪ‪ ‬ﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻪ‪ ‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬‬‫‪itu‬ﻛﹶﺮ‪ ‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺟ‪‬‬ ‫ﹶﻰ‪‬ﺗ‪‬ﺫﹶ‬‫‪suci‬ﻋ‪‬ﺛﹸﻠﻢ‪‬‬
‫ﺕ‪ ‬ﺤ‪‬ﻭﺮﹺ‪‬ﺍﻳ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹸﻬ‪‬ﺎﻮ‪‬ﺍ‪.‬ﺻ‪‬ﺎﻟ‪‬ﺤ‪‬ﺎ‪ ،‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻲ‪ ‬ﺑﹺﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﻥﹶ ‪‬ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪.‬ﻭ‪‬ﻗﹶﺎﻝﹶ‪:‬‬ ‫‪‬ـﺒ‪‬ﺎ‬ ‫ﱠـ‪‬ﻴ‬
‫‪airnya‬ﺩ‪‬ﺍﻟﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻄﻞﹲ‬
‫‪dan‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻰ‪‬ﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻝﱠ‬
‫‪halal‬ﻹِﺑ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺔﹸ‬
‫‪bangkai‬ﺍﹾﻷَﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺎﺀِ‪‬ﺍﹾ‬
‫ﺍﹶْ ‪‬ﻷَﺻ‪‬ﻞﹸ‪‬ﻓ‪‬ﻲ‪‬‬
‫”‪(ikan)-nya‬‬
‫ﺍﻟﺴ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺀِ‪ :‬ﻳ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺏ‪ !‬ﻳ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺏ‪ !‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻄﹾﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪ ،‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ﺮ‪‬ﺑ‪‬ﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪،‬‬ ‫‪(HR.‬‬ ‫‪Khamsah).‬‬
‫ﺍﳋﻤﺴﺔ‪‬ﺍ(ﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪‬ﺁﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‪‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎﺕ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹾﻨ‪‬ﺎﻛﹸﻢ‪.‬‬ ‫ﻭﲝﺮﺤ‪‬ﻞﱡ‪‬ﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪ ‬ﻳ‪‬ﺎ‪‬ﺃﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‬ ‫ﻫ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻟﻄﱠﻬ‪‬‬
‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶﻮ‪‬ﺭ‪‬ﰲﻣ‪‬ﺎﺀُﺑﺮﻩ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾ‬
‫ ‪4.‬ﺑﹺﺎﻟﹾﺤ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡﹺ‪.‬ﻓﹶﺄﹶﻧ‪‬ﻰ‪‬ﻳ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺏ‪ ‬ﻟ‪‬ﺬﹶﻟ‪‬ﻚ‪‬؟ ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬‬ ‫‪Qa’idah‬ﻭ‪‬ﻏﹸﺬ‪‬ﻱ‪‬‬ ‫‪fiqhiyyah:‬ﺒ‪‬ﺴ‪‬ﻪ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪،‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻠﹾ‬
‫ﺧﺮﺝ‪.‬ﻞﹸ‪ ‬ﻣﻨ‪‬ﺍﻟﻪ‪‬ﺴ‪‬ﻔﹶﺮ‪ ،‬ﺃﹶﺷ‪‬ﻌ‪‬ﺚﹶ ‪‬ﺃﹶﻏﹾﺒ‪‬ﺮ‪ ،‬ﻳ‪‬ﻤ‪‬ﺪ‪ ‬ﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻪ‪ ‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬‬ ‫ﻭﺇﺫﺍﺤ‪‬ﻞﹶﺮﹺﻳ‪‬ﻳ‪‬ﻤ‪‬ﻄ‪‬ﻬﻴ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﹶﻰﺍﻟ‪‬ﺮ‪‬ﺗ‪‬ﺟ‪‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺀ‪ ،‬‬ ‫)ﺣﻴﻮﺍﻥ ‪‬ﺍﻟﺒﺤﺮ(‪‬ﻭﻫﻮ ‪‬ﻣﺎ ‪‬ﻻﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﺇﻻ ‪ ‬ﺛﹸﰱﻢ‪ ‬ﺫﹶﻛﹶﺮ‪‬‬
‫ﺍﹶْﻷَﺻ‪‬ﻞﹸ‪‬ﻓ‪‬ﻲ‪‬ﺍﹾﻷَﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺎﺀِ‪‬ﺍﹾﻹِﺑ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺔﹸ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻰ‪‬ﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻝﱠ‪‬ﺩ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹲ‪‬ﻋ‪‬ﻠﻣﺴﻠﻢ‪‬ﻋﻦ‪‬ﺃﰊ‪‬ﻫﺮﻳﺮﺓ( ‪‬‬
‫‪ ‬ﻳ(‪.‬ﺎﺭ‪‬ﺏ‪ !‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻄﹾﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪ ،‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ﺮ‪‬ﺑ‪‬ﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪،‬‬ ‫‪)‬ﺏ‪!‬‬ ‫ﻻﻳﺪﻭﻡ‪،‬ﻳ‪‬ﺎﺭ‪‬‬ ‫ﺻﺎﺭ‪‬ﻋﻴﺸﻪ‪‬ﻋﻴﺶ‪‬ﻣﺬﺑﻮﺡ‪‬ﺃﻭ‪‬ﺣﻲ‪‬ﻟﻜﻨﻪ‪‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺀِ‪:‬‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‪‬ﰲ‪‬ﺑﺮ‪‬ﻭﲝﺮ‪ ‬‬
‫‪“Pada‬ﺑﹺﺎﻟﹾﺤ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡﹺ‪.‬ﻓﹶﺄﹶﻧ‪‬ﻰ‪‬ﻳ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺏ‪ ‬ﻟ‪‬ﺬﹶﻟ‪‬ﻚ‪‬؟ ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬‬ ‫‪dasarnya,‬ﺍﻡ‪،‬ﻭ‪‬ﻏﹸﺬ‪‬ﻱ‪‬‬ ‫‪ hukum tentang sesuatu‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻠﹾﺒ‪‬ﺴ‪‬ﻪ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‬
‫(‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹸﻣ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ـﺘ‪‬ﺒﹺﻬ‪‬ﺎﺕ‪‬ﻻﹶﻳ‪‬ﻌ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﻬ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫‪‬ﻃﺎ‪‬ﺤ‪‬ﻥ‪‬ﻣﻨﺮ‪‬ﺍﻪﻡ‪‬‬ ‫ﻭﺇﺫﺍ‪)‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻭﻦ‪‬ﺳ‪‬ﺮﻭ‪‬ﺍ‬
‫ﺧﺮﺝﻟﹾ‬ ‫ﻼﹶ ‪‬ﻝﹸ‬ ‫…‬ ‫ﺤ‪‬‬ ‫‪boleh‬‬ ‫ﺇﻻﻀ‪‬ﻔﰱﹾﺪ‪‬ﻉﹴ( ﺍﹶ‪‬ﻟﹾ‬
‫ﺍﳌﺎﺀ‪،‬‬ ‫ﻻﻳﻌﻴﺶ‪‬ﻛ‬ ‫ﰲ ‪‬ﻣﺎﺑ‪‬ﺮ‪ ‬ﻭﲝﺮ‬ ‫ﻭﻫﻮ ‪‬‬ ‫ﺩﺍﺋﻤﺎ ‪)‬‬ ‫ﺍﻟﺒﺤﺮ(‪‬‬ ‫ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶ( ‪‬‬ ‫))ﺣﻴﻮﺍﻥ ‪‬‬
‫‪ adalah‬‬ ‫ﻋﻦ‪‬ﺃﰊ‪‬ﻫﺮﻳﺮﺓ(‬ ‫‪ sampai ada dalil yang‬ﻣﺴﻠﻢ‪‬‬
‫ﻻﺳﺘﺨﺒﺎﺛﻪ‪‬ﻤ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻘﹶﻰ ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ـ‪‬ﺒﻬ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻓﹶﻘﹶﺪ‪ ‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ـﺒ‪‬ﺮ‪‬ﺃﹶ ‪‬ﻟ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻨﹺﻪ‪‬‬ ‫‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎ(‪.‬‬
‫”‪mengharamkannya.‬ﹺ‪ ،‬ﻓﹶ‬
‫ﺱ‬ ‫‪)‬ﻣ‪(‬ﻦ‪ ‬‬ ‫ﺣﺮﺍﺮ‪‬ﻡ‪‬‬ ‫(‪…‬ﻛﹶﺜ‪‬‬
‫ﻻﻳﺪﻭﻡ‪،‬ﻴ‪‬‬ ‫ﻟﻜﻨﻪ‪‬‬ ‫ﻭﺣﻴﺔ‬ ‫ﻭﻧﺴﻨﺎﺱﺣ‪)‬ﻲ‪‬‬ ‫ﻣﺬﺑﻮﺡ‪‬ﺃﻭ‪‬‬ ‫ﻋﻴﺶ‪‬ﺍﳌﺎﺀ ‪‬‬ ‫ﻋﻘﺮﺏ ‪‬‬ ‫ﻋﻴﺸﻪ‪‬‬ ‫ﻭﻳﺴﻤﻲ ‪‬‬ ‫ﺻﺎﺭ‪‬‬
‫‪5. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻣﺴﻠﻢ( ‪‬‬ ‫‪MUI‬ﺮ‪‬ﺿ‪‬ﻪ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬‬ ‫‪ periode‬ﻭ‪‬ﻋ‪‬‬ ‫‪‬ﺑ‪.(‬ﺮ‪ ‬‬ ‫‪)…‬ﺩﺍﺋﻤﺎ‬ ‫)ﻭﺿﺮﺭﻩ‬
‫(‪‬ﻴ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹸﻣ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ـﺘ‪‬ﺒﹺﻬ‪‬ﺎﺕ‪‬ﻻﹶﻳ‪‬ﻌ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﻬ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫‪‬ﻃﺎﻦ‪‬ﻥ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬‬ ‫‪Tangga‬ﻴ‪‬‬ ‫…ﻭ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾ)ﺤ‪‬ﻭﺮ‪‬ﺍﺳ‪‬ﻡ‪‬ﺮ‪‬ﺑ‪‬‬ ‫ﻉﹴ(ﻝﹸ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫ﻭﲝﺮ ‪‬ﻛﻀ‪‬ﺍﹶﻟﹾﻔﹾﺪﺤ‪‬ﻼﹶ‬ ‫‪2000-2005.‬‬ ‫‪)-‬ﰲ‬ ‫ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶ( ‪‬‬
‫‪6. Pedoman Penetapan Fatwa MUI.‬‬ ‫ﻋﻘﺮﺏ ‪‬ﻭﲝﺮ‬ ‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‪‬ﰲ‪‬ﺑﺮ‪‬‬
‫ﹶﻰ ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ـﺒ‪‬ﻬ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻓﹶﻘﹶﺪ‪ ‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ـﺒ‪‬ﺮ‪‬ﺃﹶ ‪‬ﻟ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻨﹺﻪ‪‬‬ ‫ﻻﺳﺘﺨﺒﺎﺛﻪ‪‬‬
‫(‪‬ﹺ‪ ،‬ﻓﹶﻤ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻘ‬ ‫ﺣﺮﺍﻨ‪‬ﺎﻡ‪‬ﺱ‬ ‫…‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟ‬ ‫(‪‬ﺜ‪‬ﻴ‪‬ﺮ‪ ‬ﻣ‪‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺀ ‪‬ﻭﻧﺴﻨﺎﺱ ‪)‬ﻭﺣﻴﺔ ﻛﹶ‬ ‫ﻭﻳﺴﻤﻲ‬
‫ﺧﺎﺭﺟﻪﻟﹾ‪‬ﺤ‪‬ﻞﱡ‪‬ﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﳋﻤﺴﺔ( ‪‬‬ ‫ﻭﻋﻴﺸﻪﺭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺀُﻩ‪‬ﻭ‪‬ﺍ‬ ‫‪)‬ﺣﻴﻮﺍﻥ ‪‬ﺍﻟﺒﺤﺮ(‪‬ﻭﻫﻮ ‪‬ﻣﺎ ‪‬ﻻﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﺇﻻ ‪‬ﰱ ‪‬ﺍﳌﺎﺀ‪،‬ﻫ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻟﻄﱠﻬ‪‬ﻮ‪‬‬
‫‪Memperhatikan : 1.  Pendapat‬‬
‫ﻣﺴﻠﻢﻝﹶ(‪:‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪.‬ﻭ‪‬ﻗﹶﺎ‬ ‫‪Imam‬ﻪ‪‬ﻥﹶ ‪)‬ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﺿ‪‬‬‫‪al-Ramli‬ﺑﹺﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺗﻭ‪‬ﻌ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‪ ،‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻲ‪‬‬ ‫‪‬ﺻ‪‬ﺎﻟ‪.(‬ﺤ ‪‬‬ ‫‪ dalam‬‬
‫‪‬ﻤ‪‬ﻠﹸ‪-‬ﻮ‪‬ﺍ‬ ‫ﺕ‪) ‬ﻭ‪‬ﺍﻋ‪‬‬ ‫‪…‬‬ ‫ﻭﺿﺮﺭﻩ‪‬ـﺒ‪‬ﺎ‬
‫‪Nihayah‬‬
‫ﺍﻟﻄﱠـﻴ‬
‫‪al-Muhtaj‬ﻴ‪‬ﺎﺀِ‪‬ﺍﹾﻹِﺑ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺔﹸ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻰ‪‬ﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻝﱠ‪‬ﺩ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹲ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﺗ‪‬ﺤ‪‬ﺮﹺﻳ‪‬ﻤ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪ .‬‬ ‫‪ ila Ma’rifah Alfadz al-Minhaj,‬ﺍﹶْﻷَﺻ‪‬ﻞﹸ‪‬ﻓ‪‬ﻲ‪‬ﺍﹾﻷَﺷ‪‬‬
‫‪al-Fikr,‬ﻛﹸﻢ‪.‬‬ ‫‪‬‬
‫‪t.th.),‬ﺕ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹾﻨ‪‬ﺎ‬ ‫‪juz‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎ‬ ‫‪‬‬ ‫(‪.‬‬
‫ﻭﲝﺮﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫‪)‬‬
‫ﺑﺮﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‪‬‬ ‫ﺑﻮﺡ‪،‬‬ ‫ﰲ‪‬ﻦ‪‬ﺁ‬ ‫ﺍﳌﺬ‬
‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶﻟﱠ‪‬ﺬ‪‬ﻳ‪‬‬ ‫ﻛﻌﻴﺶﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺍ‬
‫‪‬‬ ‫ﻳ‪‬ﺎ‪‬ﺃﻳ‪‬‬
‫‪(t.t.:‬ﺑﺮ‪‬ﻭﲝﺮ‪ ‬‬ ‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‪‬ﰲ‪‬‬ ‫‪Dar‬‬
‫‪‬‬ ‫‪VIII,‬‬ ‫‪halaman‬‬
‫ﺃﻳﻀﺎﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﳋﻤﺴﺔ( ‪‬‬ ‫‪150‬ﻞﱡ‪‬ﻣ‪‬‬ ‫ﹶﻰ‪‬‬
‫ﻭﻳﺴﻤﻲﻟﹾﻟ ‪‬ﺤ‬
‫‪tentang‬ﻳ‪‬ﻩ‪‬ﻪ‪‬ﻭ ﺇﹺ‪‬ﺍ‬
‫‪]‬ﺪ‪‬ﻣﻳ‪‬ﺎﺀﺪ‪ُ‬‬ ‫‪‬ﻃﺎﻄﱠ‪‬ﻥ‪‬ﻳ‪‬ﻬ‪‬ﻮ‪‬ﻤ‪‬ﺭ‪‬‬ ‫ﺍﻟ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻮ‬
‫‪‬‬ ‫ﻫ‬
‫‪‬‬
‫ﺚﹶﻭ‪‬ﺃﹶﺳ‪‬ﰱﻏﹾﺮﺒ‪‬ﺮ‪،‬‬
‫‪pengertian‬‬ ‫ﻻﻳﻌﻴﺶﺷ‪‬ﻌ‪‬ﻉﹴ ‪‬‬ ‫ﻀ‪ ‬ﻔﺃﹶﹾﺪ‬ ‫ﻣﺎ ‪‬ﺴ‪‬ﻔﹶﻛﺮ‪،‬‬ ‫ﻭﲝﺮ‪:‬ﺍﻟ‬
‫‪“binatang‬‬ ‫(‪‬ﻳ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺒﺤﺮ‪‬ﺑ‪‬ﻞﹶﺮ‪‬‬
‫ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﰲﺟ‪‬‬ ‫‪laut/air‬‬‫)‪)‬ﺛﹸﻢ‪ ‬ﺫﹶﻛﹶ‬
‫ﻭﻫﻮ ‪‬ﻣﺎ ‪‬ﻻﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﺇﻻ ‪‬ﰱ ‪‬ﺍﳌﺎﺀ‪ ،‬ﻭﺇﺫﺍ ‪‬ﺧﺮﺝ ‪‬ﻣﻨﻪ‪‬‬ ‫ﺧﺎﺭﺟﻪ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺒﺤﺮ ((‪‬‬ ‫ﻭﻋﻴﺸﻪ ‪‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺀ‪ ،‬ﺣﻴﻮﺍﻥ ‪‬‬ ‫‪)”,‬‬ ‫‪) dan‬‬ ‫ﺇﻻ‬ ‫‪halaman 151-152 tentang‬‬
‫ﻭﻫﻮﻞﹸ‪‬‬ ‫ﺣﻴﻮﺍﻥﺮ‪‬‬
‫ﻭﺍﻟﻌﻘﺮﺏ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻰ‪‬ﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻝﱠ‪‬ﺩ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹲ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﺗ‪‬ﺤ‪‬ﺮﹺﻳ‪‬ﻤ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪ .‬‬ ‫ﺍﳊﻴﺔﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺀِﺮ‪‬ﺍﺍﹾﻡﻹِ‪،‬ﺑ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺔﹸ‬ ‫ﰲﻞﹸﻭ‪‬ﻓﻣ‪‬ﻲﺸ‪‬ﺍﹾﺮ‪‬ﺑ‪‬ﻷَﻪ‪‬‬ ‫ﻟﻠﺴﻤﻴﺔ‪‬ﺍﻷَﻡ‪،‬ﺻ‪ ‬‬ ‫ﺣﺮﺍﻭ‪‬ﻡ‪‬ﻣ‪(‬ﻄﹾﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻪ‪ ‬ﺣ‪ْ ‬ﺍﹶﺮ‬ ‫(‪ .‬‬ ‫ﺏ‪!‬‬‫‪‬‬ ‫ﻭﺣﻴﺔﺭ‪‬‬
‫‪dan‬ﺎ‬ ‫ﺑﻮﺡ‪)!،‬ﻳ‬ ‫‪di‬ﺏ‪‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺀﺭ‪[‬‬
‫ﺍﳌﺬﻳ‪‬ﺎ‬ ‫‪daratan‬‬‫ﻛﻌﻴﺶ‪‬ﺎ‪‬ﺀِ‪:‬‬
‫ﻋﻘﺮﺏ‬
‫ﺍﻟﺴ‪‬ﻤ‬
‫ﻋﻴﺶ‪‬ﻣﺬﺑﻮﺡ‪‬ﺃﻭ‪‬ﺣﻲ‪‬ﻟﻜﻨﻪ‪‬ﻻﻳﺪﻭﻡ‪.()،‬‬ ‫‪“binatang‬‬ ‫‪yang hidup dilaut‬ﺻﺎﺭ‪‬ﻋﻴﺸﻪ‪‬‬
‫‪‬ﻭ‪‬ﻗ‪‬ﹶﺎﻝﹶ‪:‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ(‪.‬‬ ‫ﻭﲝﺮ‬
‫ﻚ‪‬؟ﻥﹶﺑﺮ‪)‬ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶﻌ‪‬ﺬﹶ‪‬ﻟ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹸﰲﻮ‪‬‬ ‫ﺏ‪‬ﺗﻟ‪‬‬ ‫‪)”:‬ﻲ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺑﹺﻤ‪‬ﺎ‬ ‫‪‬ﺎ‪،‬ﻳ‪‬ﺇﹺ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻧ‬ ‫ﺤ‬ ‫ﻟ‬
‫‪‬‬‫‪‬ﺎ‬ ‫ﺻ‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﺍ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻠ‬
‫ﹸ‬ ‫ﻤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺍ‬
‫ﻭ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺕ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﺒ‬‫‪‬ـ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﱠـ‬ ‫ﻄ‬ ‫ﺍﻟ‬
‫ﺃﻳﻀﺎ‪)‬ﰲ ‪‬ﺑ‪‬ﺮ‪ ‬ﻭﲝﺮ ‪‬ﻛﻀ‪‬ﻔﹾﺪﻉﹴ( ‪) …‬ﻭﺳ‪‬ﺮ‪‬ﻃﺎﻥ‪(‬‬ ‫ﻭﻳﺴﻤﻲ ‪‬ﺩﺍﺋﻤﺎ‬ ‫ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶ( ‪‬‬ ‫‪‬ﻰ‪‬ﻭﺳ‪‬ﺮ‪‬ﻃﺎ )ﻥ‪] ‬‬ ‫ﹾﺪﻧ‪‬ﻉﹴ‬ ‫‪.‬ﻔﻓﹶ(‪.‬ﺄﹶ‬
‫‪).‬ﺤ‪‬ﺮﻛ‪‬ﺍﻡﹺﻀ‪‬‬ ‫ﻭﲝﺮﹺﺎ‪:‬ﻟﹾ ‪‬‬‫ﻏﲑﳘﺎﺑ‬
‫ﰲ‪،‬ﰲﺑ‪‬ﻭ‪‬ﺮ‪‬ﻏﹸ‪‬ﺬ‪‬ﻱ‪‬‬ ‫ﻭﻟﻼﺳﺘﺨﺒﺎﺙﻡ‬
‫ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‬ ‫) ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻠﹾﺒ‪‬ﺴ‪‬ﻪ‪‬‬
‫ﺝ‪‬ﻻﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﺇﻻ ‪‬ﰱ ‪‬ﺍﳌﺎﺀ‪ ،‬ﻭﺇﺫﺍ ‪‬ﺧﺮﺝ ‪‬ﻣﻨﻪ‪‬‬ ‫ﻭﻫﻮ ‪‬ﺮ‪‬ﻣﺎ‬ ‫(‪‬ﻢ‪‬ﺍ ‪.‬ﺧ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺒﺤﺮﻭ‪‬ﺇﹺﻛﹸﺫﹶ‬ ‫ﺣﻴﻮﺍﻥﻣﻤ‪‬ﺎﺎ‪‬ﺭ‪‬ﺀِﺯ‪،‬ﻗﹾﻨ‪‬ﺎ‬ ‫ﺕ‪‬ﻟﹾ‪‬‬‫‪‬ـ‪‬ﺒ‪‬ﺎﻰ ‪‬ﺍ‬ ‫ﺶ‪‬ﻦ‪‬ﺇﹺﻃﹶﻴﻻﱠ ‪)‬ﻓ‬ ‫ﻫﺮﻳﺮﺓ‪(‬ﻮ‪‬ﺁ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻣ‪‬ﻮﺎ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹶﺎﻛﹸﻳ‪‬ﻠﹸﻌ‪‬ﻮﻴ‪‬ﺍ‪‬ﻣ‪‬‬ ‫ﻋﻦ‪‬ﺒ‪‬ﺃﻳ‪‬ﺤ‪‬ﻬﺃﰊ‪‬ﺎﺮﹺ‪‬ﺍﻟﱠ(‪‬ﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻭ‪‬ﻦ‪‬ﻫ‪‬‬ ‫ﻣﺴﻠﻢ‪‬ﻥﹸ ‪‬ﻳﺍ‪‬ﺎﻟﹾ‬‫)ﺣ‪‬ﻴ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‬
‫ﺍﳌﺎﺀ‪‬ﻭﻧﺴﻨﺎﺱ ‪)‬ﻭﺣﻴﺔ(‪…‬ﺣﺮﺍﻡ‪(‬ﻻﺳﺘﺨﺒﺎﺛﻪ‪‬‬ ‫ﻋﻘﺮﺏ‪‬ﻓﻴﻪ‬
‫ﻭﺍﻟﻌﻘﺮﺏ‬ ‫ﻻﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﺇﻻ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﻳﺴﻤﻲ ‪‬‬ ‫ﺍﳊﻴﺔ‬ ‫ﺍﻟﺒﺤﺮﺍﻟﺬﻱ‪‬‬ ‫ﰲ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻟﻠﺴﻤﻴﺔ‬ ‫ﺣﻴﻮﺍﻥ ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫(‬ ‫ﻡ‬
‫‪‬‬ ‫ﺣﺮﺍ‪‬‬
‫ﻋﻠﻰ‪‬ﺃﻥ‬ ‫ﻭﺣﻴﺔ‬ ‫ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫[‬ ‫ﺍﳌﺎﺀ‬ ‫ﻧﺺ‪‬‬ ‫ﻋﻘﺮﺏ‬ ‫ﻓﻘﺪ ‪‬‬
‫ﻣﺬﺑﻮﺡ‪‬ﺇﹺﻟﺃﻭ‪‬ﹶﻰ‪‬ﺣﻲ‪‬ﻟﻜﻨﻪ‪‬ﻻﻳﺪﻭﻡ‪.()،‬‬ ‫ﻋﻴﺶﻟﹶﻤ‪‬ﺎ‪‬ﻳ‪‬ﺪ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻭ‪‬ﺪ‪‬ﻡ‪‬ﻳ‪،‬ﻪ‪‬‬ ‫ﻋﻴﺸﻪﺒ‪‬ﻜ‪‬ﺮﻨ‪،‬ﻪ‪ ‬ﻳ‪‬‬ ‫ﺚﹶ ‪‬ﺃﹶﻟﹶﻏﹾ‬ ‫ﺻﺎﺭﺣ‪‬ﻲ‪‬‬ ‫ﺡﹴﻔﹶﺮ‪‬ﺃﹶ‪،‬ﻭ‪‬ﺃﹶ ‪‬ﺷ‪‬ﻌ‪‬‬ ‫ﺸ‪‬ﻪ‪‬ﺍﻟ‪‬ﺮ‪‬ﻋ‪‬ﺟ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹶﺶ‪‬ﻳ‪ ‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬ﻣ‪‬ﻞﹸﺬﹾﺑ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻟﺴ‪‬‬ ‫ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻪ‪ ‬ﺻ‪‬ﺎﺛﹸﺭ‪‬ﻢ‪ ‬ﺫﹶﻋ‪‬ﻴ‪‬ﻛﹶﺮ‪‬‬
‫ﻭﺿﺮﺭﻩ‪ .(-)…‬‬ ‫‪ (‬‬ ‫ﻭﺍﻷﺧﺒﺎﺭ‪)‬‬ ‫ﺍﻵﻳﺔ‪‬‬
‫ﻭﻟﻼﺳﺘﺨﺒﺎﺙ‪‬ﰲ‪‬‬ ‫ﻳﺆﻛﻞ‪‬ﻟﻌﻤﻮﻡ‬
‫ﻭﲝﺮ ‪‬ﻛﻀ‪‬ﻔﹾﺪﻉﹴ( ‪) …‬ﻭﺳ‪‬ﺮ‪‬ﻃﺎﻥ‪(‬‬ ‫ﺩﺍﺋﻤﺎﺸ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬ﻬ‪‬ﺑ‪)‬ﻪ‪‬ﻦ‪‬ﰲ‪‬ﺑ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‪‬ﻡ‪،‬‬ ‫ﺕ‪‬ﻻﹶﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﻠﹶ‬ ‫ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶﻡ(‪،‬‬ ‫(‪.‬ﻣ‪‬ﻭ‪‬ﻮ‪‬ﻣ‪‬ﺭ‪‬ﻄﹾ‪‬ﻌ‪‬ﻣ)ﻤ‪‬ﺸﻪ‪‬ـ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﺣ‪‬ﻬﺮ‪‬ﺎ‪‬ﺍ‬ ‫ﻏﲑﳘﺎ‪).‬‬
‫ﺏ‪!‬ﻦ‪‬ﻭ‪‬ﻳﺑ‪‬ﺎﻴ‪‬ﻨ‪‬ﺭ‪‬ﻬ‪‬ﺏ‪‬ﻤ‪‬ﺎ!‪‬ﺃﹸ‬ ‫‪‬ﻼﹶ(‪.‬ﻝﹸ‪‬ﺍﻟﺑ‪‬ﻴ‪‬ﺴ‪‬ﻦ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻭﺀِ‪‬ﺍﻟﹾ‪:‬ﺤ‪‬ﻳﺮ‪‬ﺍ‪‬ﺎﻡ‪‬ﺭ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫) ﺍﹶﻟﹾﺤ‪‬‬
‫ﻭﻧﺴﻨﺎﺱ‪)‬ﻭﺣﻴﺔ(‪…‬ﺣﺮﺍﻡ‪(‬ﻻﺳﺘﺨﺒﺎﺛﻪ‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﻭﲝﺮ‪‬‬ ‫ﻚﺇﻻ‪‬؟‪‬ﺍﻟ‪)‬ﱪ‪‬‬
‫ﻓﻴﻪ‬ ‫ﰲ‪‬ﰲﺑﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﻻﻳﻌﻴﺶ‪‬‬
‫ﺍﳌﺎﺀ‬
‫ﻟ‬
‫‪‬‬ ‫ﺬ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻳﻜﻮﻥ‬
‫ﻟ‬
‫‪‬‬
‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‪‬‬
‫‪‬‬‫‪‬‬ ‫ﻋﻘﺮﺏ‬
‫ﺏ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﺠ‬ ‫ﺍﻟﺒﺤﺮﺍﻟﺬﻱﺘ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺬﻱ‬
‫‪‬‬‫ﺴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭﻳﺴﻤﻲ‬ ‫ﻳ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﻰ‬ ‫ﳊﻴﻮﺍﻥﺄﹶﻧ‪‬‬
‫ﻓ‬
‫ﹶ‬ ‫‪.‬‬ ‫ﻡ‬
‫ﹺ‬ ‫ﺣﻴﻮﺍﻥﺮ‪‬ﺍ‪‬‬‫ﺤ‬
‫‪‬‬ ‫ﺃﻥ ‪‬ﻱ‪‬ﺑﰲﹺﺎﻟﹾ‪‬ﺍ‬ ‫ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ‬
‫ﺬ‬
‫‪‬‬ ‫ﻏ‬
‫ﹸ‬‫ﻋﻠﻰﻭ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫‪،‬‬ ‫ﻡ‬ ‫ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ‪‬ﺮ‪‬‬
‫‪‬ﺍ‬ ‫ﺣ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﻌﺮﰊ‪:‬‬‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﺴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺒ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﹾ‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫ﻧﺺ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫ﻓﻘﺪ ‪‬ﺍﺑﻦ‬ ‫ﻗﺎﻝ‬
‫ﻭﻫﻮ ‪‬ﻣﺎ ‪‬ﻻﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﺇﻻ ‪‬ﰱ ‪‬ﺍﳌﺎﺀ‪ ،‬ﻭﻋﻴﺸﻪ ‪‬ﺧﺎﺭﺟﻪ‪‬‬ ‫…‪‬‬ ‫ﻀ‪‬ﺘﻔﹾ‪‬ـﺪ‪‬ﺒ‪‬ﺮ‪‬ﻉﹴﺃﹶ(‪‬ﻟ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻨﹺﻪ‪‬‬
‫ﲢﻠﻴﻞﺍﻟﺒﺤﺮ(‪‬‬ ‫ﺣﻴﻮﺍﻥ ‪‬‬
‫ﺕ‪‬ﺮﹴ‪‬ﻓﹶﻘﹶ‪‬ﺪ‪ ‬ﻛﹶﺍﺳ‪‬‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬
‫ﻭﺍﻟﺒﺤﺮ ‪‬ﻣﻨﻌﻪ‪ ،‬ﻷﻧﻪ ‪‬ﺗﻌﺎﺭﺽ ‪‬ﻓﻴﻪ ‪‬ﺩﻟﻴﻼﻥ‪)  :‬‬ ‫ﺑ‬
‫‪‬‬
‫ﺱﺍﹺ‪،‬ﺋ‪ ‬ﻤ‪‬ﻓﹶﺎﻤ‪‬ﻦﹺ ‪)‬ﺍﺗ‪‬ﻓ‪‬ﻘﻲﹶﻰ ‪‬ﺍﻟﺑ‪‬ﺮ‪‬ﺸ‪‬ـ‪‬ﺒ‪‬ﻬﻭ‪‬ﺎ‬ ‫ﺩ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺶ‪(‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎ‬ ‫)ﻭ‪‬ﻛﹶﻣ‪‬ﺜ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻳ‪‬ﺮ‪‬ﻌ‪‬ﻴ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬‬
‫ﻭﺩﻟﻴﻞ‪ ‬‬ ‫‪.(-‬‬ ‫‪)…‬‬ ‫ﺩﻟﻴﻞ ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻷﺧﺒﺎﺭ(‪  ()‬ﻭﺿﺮﺭﻩ‬ ‫ﺍﻵﻳﺔ‪‬ﺃﰊ‪‬ﻫﺮﻳﺮﺓ‬ ‫ﻣﺴﻠﻢ‪‬ﻋﻦ‬ ‫ﻳﺆﻛﻞ‪‬ﺿ‪‬ﻟﻌﻤﻮﻡ‬
‫‪.(‬‬ ‫…‪‬‬
‫‪)‬‬ ‫ﺑﻮﺡ‪،‬‬ ‫‪‬‬ ‫(‬‫ﺍﳌﺬ‬ ‫ﺔ‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺣ‬
‫‪‬‬
‫‪‬‬ ‫ﻛﻌﻴﺶ‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪)‬‬ ‫ﻣﺴﻠﻢﻲ(‪ ‬ﻋ‪‬ﻘﹾﺮ‪‬ﺏ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺎﺀِ ‪ ‬ﻭﻧﹺﺴ‪‬ﻨ‪‬ﺎﺱ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩﻳ‪‬ﺴ‪‬ﻤ‪‬‬ ‫‪‬ﻃﺎﻪ‪‬ﻥ‪ ()‬ﻭ‪‬‬ ‫)ﻭﻭ‪‬ﻋ‪‬ﺳ‪‬ﺮ‪‬ﺮ‬
‫ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀﱪ‪‬‬ ‫ﻭﲝﺮﰲ ‪‬ﺍﻟ‬ ‫ﻳﻜﻮﻥ ‪‬‬ ‫ﻏﲑﻩ‪ ‬ﺑﺮ‪‬ﻣﻦ‬ ‫ﺍﻟﺬﻱ‪ ‬ﰲ‬ ‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‬‫ﳊﻴﻮﺍﻥ‪‬ﺃﻣﺎ ‪‬‬ ‫ﺍﺣﺘﻴﺎﻃﺎ‪.‬‬ ‫ﺍﻟﺘﺤﺮﱘ‪ ‬ﰲ ‪‬ﺍ‬ ‫ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ‬ ‫ﺩﻟﻴﻞ ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻌﺮﰊ‪ :‬‬ ‫ﻓﻨﻐﻠﺐ ‪‬‬ ‫ﺍﺑﻦ ‪‬‬ ‫ﲢﺮﱘ‪ ،‬‬ ‫ﻗﺎﻝ ‪‬‬‫‪‬‬
‫ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﰲ ‪‬ﺑ‪‬ﺮ‪ ‬ﻭﲝﺮ‪ :‬ﻛﻀ‪‬ﻔﹾﺪﻉﹴ ‪‬ﻭﺳ‪‬ﺮ‪‬ﻃﺎﻥ‪] ‬ﻭﻳﺴﻤﻲ ‪‬ﺃﻳﻀﺎ‪‬‬ ‫ﺣﺮﺍﻡ‪(‬ﻻ‪‬ﺳ‪‬ﺘ‪‬ﺨ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺛ‪‬ﻪ‪‬ﻭ‪‬ﺿ‪‬ﺮ‪‬ﺭﹺﻩ‪ .() -)…‬‬
‫ﻻﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﺇﻻ ‪‬ﰱ ‪‬ﺍﳌﺎﺀ‪ ،‬ﻭﻋﻴﺸﻪ ‪‬ﺧﺎﺭﺟﻪ‪‬‬ ‫ﻭﻫﻮﻻﹶ‪‬ﻳ‪‬ﻌ‪‬ﻣﺎﻠﹶ‪‬ﻤ‪‬‬
‫ﻭﺩﻟﻴﻞ‪‬ﻬ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫ﲢﻠﻴﻞﺕ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺒﺤﺮﻬ‪‬ﺎ(‪‬‬ ‫‪‬ـﺘ‪‬ﺒﹺ‬ ‫‪Syeikh‬ﺩﻟﻴﻞ ‪‬‬‫ﺸ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺣﻴﻮﺍﻥ‬
‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺭ‬
‫‪‬‬ ‫ﻮ‬
‫‪‬‬
‫ﺍﳋﻤﺴﺔ‪ (:‬‬‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫ﺃ‬
‫ﹸ‬ ‫)‬‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺩﻟﻴﻼﻥ‬‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻬ‬
‫‪‬‬ ‫ﻨ‬
‫‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺑ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻦ‬
‫‪‬‬
‫ﺗﻌﺎﺭﺽ‪)‬ﻓﻴﻪ‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺑ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻡ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺍ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬‫‪‬ﺍ‬
‫ﻷﻧﻪﻟﹾ ‪‬ﺤ‪‬ﻞﱡ‪‬ﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺘﻪ‪‬‬ ‫ﻭ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻦ‬
‫‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺑ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻣﻨﻌﻪ‪،‬ﺎﺀُ‪‬ﻩ‪‬ﻭ‪‬ﺍ‬ ‫ﻝ‬
‫ﹸ‬ ‫ﻼ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬
‫ﻭﺍﻟﺒﺤﺮﻄﱠ‪‬ﻬ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﻣ‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻫ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻟ‬
‫ ‪2.‬ﺣﺮﺍﻡ‪ (‬ﻟﻠﺴﻤﻴﺔ ‪‬ﰲ ‪‬ﺍﳊﻴﺔ ‪‬ﻭﺍﻟﻌﻘﺮﺏ‪‬‬ ‫ﻭﺣﻴﺔ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫‪Pendapat‬ﺸ‪‬‬
‫‪al-Syarbaini‬ﺃﹶ(‪.‬ﻟ‪‬‬
‫ﻴ‬
‫‪‬‬
‫ﺍﳌﺎﺀﻋ‪[‬‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻋﻘﺮﺏ‪ ،‬‬ ‫ﺀ‬
‫ِ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻰ‬ ‫ﻓ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻟ‬
‫ﱠ‬ ‫ﺇ‬
‫ﹺ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺶ‬
‫‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻌ‬
‫‪‬‬
‫‪Muhammad‬‬ ‫ﻳ‬
‫‪‬‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻟ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻮ‬
‫‪‬‬ ‫ﻫ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫(‬ ‫ﺮ‬
‫ﹺ‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬
‫‪al-Khathib‬‬‫ﺒ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻥ‬
‫ﹸ‬ ‫)ﺣ‪‬ﻴ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‬
‫ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻨﹺﻪ‪‬‬ ‫‪‬ﺮ‪‬‬ ‫‪‬ـﺒ‪‬‬ ‫‪ )‬‬ ‫ﺑﻮﺡ‪،‬ﺎﺳ‪‬‬
‫ﻣﻦ‪.‬ﺘ‬ ‫ﻏﲑﻩﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻤ‪‬ﺍﻬ‬ ‫ﺍﳌﺬﻓﹶﺤ‪‬ﻘﹶﺮﹺ‬ ‫ﺕ‪‬ﺗ‪‬‬ ‫ﹶﻰ‪‬‬ ‫ﻛﻌﻴﺶ‬‫ﺃﻣﺎ‪‬ﺎ‬
‫‪dalam‬ﺒ‪‬ﻋ‪‬ﻬﻠ‬
‫‪‬ـ‬
‫‪‬‬ ‫ﺸ‪.‬ﻞﹲ‬ ‫‪Mughni‬ﺗ‪‬ﻳ‪‬ﻘﺪ‪‬ﹶﻰﻝﱠ‪‬ﺍﻟﺩ‪‬ﻟ‪‬‬
‫ﺍﺣﺘﻴﺎﻃﺎ‪‬ﻴ‬ ‫‪‬ﻰ‪‬ﺍ‬
‫ﺍﻟﺘﺤﺮﱘ ‪‬‬
‫ﺱﹺ‪،‬ﺣ‪‬ﺔﹸﻓﹶ‪‬ﻤ‪‬ﺣ‪‬ﺘﻦﹺ‬ ‫ﺩﻟﻴﻞ‪‬ﺎﻹِ‪‬ﺑ‪‬ﺎ‬ ‫‪al-Muhtaj‬ﺍﻟﺍﹾﻨ‬
‫ﻓﻨﻐﻠﺐﻣ‪‬ﺷ‪‬ﻴﻦ‪‬ﺎ‪‬ﺀِ‬ ‫‪‬ﻲﻴ‪‬ﺍﹾﺮ‪ ‬ﻷَ‬ ‫ﲢﺮﱘ‪،‬ﻞﹸ‪‬ﻓﻛﹶﺜ‪‬‬ ‫‪ila‬ﻷَﺻ‪‬‬ ‫ﺍﹶْ‬
‫‪Ma’rifah‬ﰲ‪‬ﻏﲑﳘﺎ‪.().‬‬ ‫‪Ma’ani.(al-Minhaj,‬ﻭﻟﻼﺳﺘﺨﺒﺎﺙ‪‬‬ ‫‪)‬‬ ‫‪،‬‬ ‫ﺡ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻮ‬
‫‪‬‬ ‫ﺑ‬
‫‪‬‬ ‫ﺬ‬
‫ﹾ‬ ‫ﻤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺶ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻌ‬
‫‪‬‬ ‫ﻛ‬
‫ﹶ‬
‫)ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﰲ ‪‬ﺑ‪‬ﺮ‪ ‬ﻭﲝﺮ‪ :‬ﻛﻀ‪‬ﻔﹾﺪﻉﹴ ‪‬ﻭﺳ‪‬ﺮ‪‬ﻃﺎﻥ‪] ‬ﻭﻳﺴﻤﻲ ‪‬ﺃﻳﻀﺎ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻣﺴﻠﻢ( ‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪ ‬‬ ‫ﺿ‪‬ﻪ‪‬ﺑﺮ‪)‬ﻭﲝﺮ‬ ‫‪(t.t.:‬‬
‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶﻋ‪‬ﺮ‪‬ﰲ‪‬‬ ‫ﺧ‪ ‬ﻭ‪‬‬
‫‪Dar‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﺟ‬
‫‪‬‬ ‫ﺭ‬
‫ﹺ‬ ‫ﺎ‬
‫‪al-‬‬
‫ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ‪‬ﻋﻠﻰ ‪‬ﺃﻥ ‪‬ﺣﻴﻮﺍﻥ ‪‬ﺍﻟﺒﺤﺮﺍﻟﺬﻱ ‪‬ﻻﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﺇﻻ ‪‬ﻓﻴﻪ‪‬‬ ‫‪Fikr,‬‬
‫ﻧﺺ‪‬ﻭ‪‬‬
‫‪t.th.),‬‬
‫ﻭﺇﺫﺍ‪‬ﻥ‪‬‬ ‫ﻓﻘﺪ‬ ‫‪juz‬‬ ‫‪IV,‬‬ ‫‪halaman‬‬ ‫‪297‬‬ ‫‪tentang‬‬
‫‪pengertian‬ﻲﺣﺮﺍﻡ‪ (‬ﻟﻠﺴﻤﻴﺔ ‪‬ﰲ ‪‬ﺍﳊﻴﺔ ‪‬ﻭﺍﻟﻌﻘﺮﺏ‪‬‬ ‫ﻭﺣﻴﺔﻪﻤ‪‬‬ ‫ﺧﺮﺝﻳ‪‬ﺴ‪‬ﻣﻨ‬ ‫ﺍﳌﺎﺀ[‪]‬‬ ‫ﻋﻘﺮﺏ‪‬ﺮ ‪‬ﻃﺎ‬ ‫ﺍﳌﺎﺀ‪،‬ﺳ‪‬‬ ‫ﻻﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﻀ‪‬ﺇﻻﻔﹾ ‪‬ﺪ‪‬ﰱﻉﹴ‪ ‬ﻭ‬
‫‪“binatang‬‬
‫‪ laut/air‬ﻛﹶ‬ ‫ﻭﻫﻮ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬ﻣﺎ ‪‬ﺤ‪‬ﺮﹴ‪:‬‬ ‫ﺍﻟﺒﺤﺮﻲ‪((‬ﺑ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫ﺶ‪ ‬ﻓ‪‬‬ ‫‪)”,‬ﻣ‪‬ﺎﻳ‪‬ﻌ‪‬ﻴ‪‬‬
‫ﺣﻴﻮﺍﻥ ‪‬‬ ‫)ﻭ‪)‬‬
‫ﺍﻵﻳﺔ‪‬ﻭﺍﻷﺧﺒﺎﺭ‪ ()‬‬ ‫ﻟﻌﻤﻮﻡﻟﹾ‪‬ﺤ‪‬‬ ‫‪‬ﻲ‪.(‬ﰲ‪‬ﺍ‬ ‫ﻭﻟﻼﺳﺘﺨﺒﺎﺙ‪‬ﻓ‪‬‬
‫ﻳﺆﻛﻞ‪‬‬
‫ﺍﳋﻤﺴﺔ(‬ ‫ﺭﻭﺍﻩﻟ‪‬ﻠ‪‬ﺴ‪‬‬ ‫ﻟﻜﻨﻪ‪)‬ﻡ‪ (‬‬ ‫‪Zakaria‬ﺣﺔﻞﱡ‪‬ﻲ‪‬ﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺘ‪‬ﺣ‪‬ﻪ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‬
‫ﻣﺬﺑﻮﺡ‪‬ﻭﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺃﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺤ‪‬ﻴ‪‬‬
‫‪bin‬ﺭ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻣﺀِ‪‬ﺎ[ﺀُﻩ‪‬‬
‫ﻏﲑﳘﺎﺔ‪.().‬‬ ‫‪pendapat‬ﻴ‪‬‬ ‫‪)‬ﺔ‪‬‬ ‫‪Imam‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫ﻻﻳﺪﻭﻡ‪،‬‬ ‫‪Abu‬‬ ‫ﻋﻴﺶﻮ‪‬ﻟﹾ‪‬‬
‫ﺏ‪‬ﻄﱠ ‪‬ﻬ‪‬ﺍ‬ ‫ﻋﻴﺸﻪ‪‬‬
‫ﺻﺎﺭ‪‬ﻋ‪‬ﻘﹾﻫ‪‬ﺮ‪‬ﻮ‪‬‬
‫‪Syaraf‬ﺍﻟ‬ ‫ﺃﹶﻳ‪al-‬ﻀ‪‬ﺎ‬
‫ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ‪‬ﰲ ‪‬ﺍﳊﻴﻮﺍﻥ ‪‬ﺍﻟﺬﻱ ‪‬ﻳﻜﻮﻥ ‪‬ﰲ ‪‬ﺍﻟﱪ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻌﺮﰊ‪ :‬‬ ‫‪Nawawi‬‬ ‫ﺍﺑﻦ‪‬ﺗ‪‬‬ ‫‪ IV,‬ﺍﹶْﻷَﺻ‪‬ﻞﹸ‪‬ﻓ‪‬ﻲ‪‬ﺍﹾﻷَﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺎﺀِ‪‬ﺍﹾﻹِﺑ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺔﹸ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻰ‪‬ﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻝﱠ‪‬ﺩ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻗﺎﻝ ‪‬‬
‫‪dalam‬‬ ‫‪Minhaj‬‬ ‫‪al-Thalibin,‬‬ ‫‪juz‬‬
‫ﻋﻠﻰﻬ‪‬ﺎ‪.‬ﺃﻥ ‪‬ﺣﻴﻮﺍﻥ ‪‬ﺍﻟﺒﺤﺮﺍﻟﺬﻱ ‪‬ﻻﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﺇﻻ ‪‬ﻓﻴﻪ‪‬‬ ‫‪‬ﻃﺎ‪‬ﺮﹺﻳ‪‬ﻥ‪‬ﻤ‪‬‬
‫‪(halaman‬‬ ‫ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲﺤ‪‬‬ ‫…ﻞﹲ‪)‬ﻋ‪‬ﻠﻭﹶﻰﺳ‪‬ﺮ‬ ‫ﻧﺺ‬
‫‪.(‬‬
‫‪298,‬‬ ‫ﻓﻘﺪ(‪‬‬ ‫‪).‬‬
‫‪tentang‬ﻉﹴ‬‫ﻀ‪‬ﻔﹾﺪ‬ ‫ﻭﲝﺮﺮﹺ‪‬ﻫ‪‬ﻛﻤ‪‬ﺎ‬ ‫‪“binatang‬ﻏﹶﻴ‪‬‬
‫ﺙ‪‬ﺑ‪‬ﺮ‪‬ﻓ‪ ‬ﻲ‪‬‬ ‫‪)‬ﺎﰲ ‪‬‬ ‫ﺩﺍﺋﻤﺎﺨ‪‬ﺒ‪‬‬ ‫‪yang‬ﺳ‪‬ﺘ‪‬‬ ‫ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶﻭ‪(‬ﻟ‪‬ﻼ‪‬‬ ‫‪hidup‬ﺏﹺ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺍ)ﻟﹾﻌ‪‬ﻘﹾﺮ‪‬‬
‫‪di‬ﻷﻧﻪ ‪‬ﺗﻌﺎﺭﺽ ‪‬ﻓﻴﻪ ‪‬ﺩﻟﻴﻼﻥ‪ :‬ﺩﻟﻴﻞ ‪‬ﲢﻠﻴﻞ ‪‬ﻭﺩﻟﻴﻞ‪‬‬ ‫ﻣﻨﻌﻪ‪ ،‬‬ ‫ﻭﺍﻟﺒﺤﺮ ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﲝﺮ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺑﺮ‬ ‫‪‬‬ ‫ﰲ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‬ ‫‪‬‬
‫ﻭﺍﻷﺧﺒﺎﺭ‪ ()‬‬ ‫‪alasan‬ﺇﹺ‪‬ﻟﱠﺎ‪‬‬ ‫ﺍﻵﻳﺔ‪‬ﺶ‪‬‬
‫ﻻﺳﺘﺨﺒﺎﺛﻪ‪‬‬ ‫‪laut‬‬
‫ﻟﻌﻤﻮﻡ‪‬ﻟﹶ‪‬ﺎﻳ‪‬ﻌ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫‪dan‬‬ ‫ﺣﺮﺍﺬ‪‬ﻡ‪‬ﻱ‪(‬‬ ‫ﻳﺆﻛﻞﺍ‪‬ﻟﱠ‬
‫‪di‬‬
‫…‪‬ﺮﹺ‬ ‫‪daratan‬‬
‫‪hukum‬ﻟﹾﺒ‪‬ﺤ‪‬‬ ‫(‪‬ﺍ‬
‫ﻭﺣﻴﺔﻥﹶ ‪‬‬ ‫ﻭﻧﺴﻨﺎﺱ‪)‬ﺣ‪‬ﻴ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‬ ‫(‬
‫ﺍﳌﺎﺀ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ ‪‬ﺃﹶ‬
‫‪keharamannya‬ﻥﱠ‬ ‫ﻋﻘﺮﺏﻓ‪ ‬ﻌ‪‬ﻲ‪‬‬ ‫ﺺ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﺎ‬ ‫‪)”,‬‬ ‫ﻭﻳﺴﻤﻲ‬ ‫‪serta‬‬
‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‪ ‬ﻧ‪‬‬
‫ﺩﻟﻴﻞﻣﻨ‪‬ﻪ‪‬ﺍﻟﺘﺤﺮﱘ ‪‬ﺍﺣﺘﻴﺎﻃﺎ‪ .‬ﺃﻣﺎ ‪‬ﻏﲑﻩ ‪‬ﻣﻦ ‪‬ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ‪‬‬ ‫ﺧﺮﺝ ‪‬‬ ‫ﻓﻨﻐﻠﺐ ‪‬‬ ‫ﻭﺇﺫﺍ ‪‬‬ ‫ﺍﳌﺎﺀ‪ ،‬‬ ‫‪) yang‬ﺣﻴﻮﺍﻥ ‪‬ﺍﻟﺒﺤﺮ(‪‬ﻭﻫﻮ ‪‬ﻣﺎ ‪‬ﻻﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﺇﻻ ‪‬ﰱ ‪‬ﲢﺮﱘ‪،‬‬
‫)‪(‘illah‬‬
‫ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ‪‬ﰲ ‪‬ﺍﳊﻴﻮﺍﻥ ‪‬ﺍﻟﺬﻱ ‪‬ﻳﻜﻮﻥ ‪‬ﰲ ‪‬ﺍﻟﱪ‪‬‬ ‫‪dikemukan oleh‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪:‬‬ ‫ﺍﻟﻌﺮﰊ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﺑﻦ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻗﺎﻝ‬
‫‪ (‬‬ ‫‪‬ﻭ‪‬ﺍ(‪.‬ﻟﹾﺄﹶ ‪‬ﺧ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺭﹺ‪)‬‬
‫‪al-Syarbaini:‬‬ ‫‪-‬ﺍﻵﻳ‪‬ﺔ‪‬‬ ‫‪…‬ﻤ‪)‬ﻮ‪‬ﻡﹺ‪‬‬ ‫ﻭﺿﺮﺭﻩﻞﹸ‪‬ﻟ‪‬ﻌ‪‬‬ ‫ﻓ‪‬ﻴ‪‬ﻪ‪‬ﻳ‪‬ﺆ‪‬ﻛﹶ‬
‫ﻭﺍﻟﺒﺤﺮ ‪‬ﻣﻨﻌﻪ‪ ،‬ﻷﻧﻪ ‪‬ﺗﻌﺎﺭﺽ ‪‬ﻓﻴﻪ ‪‬ﺩﻟﻴﻼﻥ‪ :‬ﺩﻟﻴﻞ ‪‬ﲢﻠﻴﻞ ‪‬ﻭﺩﻟﻴﻞ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫(‪.‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪)‬‬ ‫ﻻﻳﺪﻭﻡ‪،‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻟﻜﻨﻪ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻲ‬
‫‪‬‬ ‫ﺣ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺃﻭ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻣﺬﺑﻮﺡ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻋﻴﺶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻋﻴﺸﻪ‬
‫ﻣﺎﻳﻌﻴﺶ‪‬ﰲ‪‬ﺑﺮ‪‬ﻭﲝﺮ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺻﺎﺭ‬
‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‪‬ﺍﺑ‪‬ﻦ‪‬ﺍﻟﹾﻌ‪‬ﺮ‪‬ﺑﹺﻲ‪:‬ﺍﻟﺼ‪‬ﺤ‪‬ﻴ‪‬ﺢ‪‬ﻓ‪‬ﻲ‪‬ﺍﻟﹾﺤ‪‬ﻴ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻥ‪‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ‪‬ﻳ‪‬ﻜﹸﻮ‪‬ﻥﹸ‪‬ﻓ‪‬ﻲ‪‬ﺍﻟﺒ‪‬ﺮ‪‬‬
‫ﺍﻟﺘﺤﺮﱘ ‪(‬ﺍﺣﺘﻴﺎﻃﺎ‪ .‬ﺃﻣﺎ ‪‬ﻏﲑﻩ ‪‬ﻣﻦ ‪‬ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ‪‬‬
‫ﺧﺎﺭﺟﻪ‪‬ﺳ‪‬ﺮ‪‬ﻃﺎﻥ‪‬‬
‫ﺩﻟﻴﻞﻭ‪‬‬
‫… ‪)‬‬ ‫ﲢﺮﱘ‪،‬ﻔ‪‬ﹾﺪﻉﹴ( ‪‬‬
‫ﻓﻨﻐﻠﺐ‪‬‬
‫ﻭﻋﻴﺸﻪ‬ ‫ﻭﲝﺮﰱ ‪‬ﻛﻀ‪‬‬
‫ﺍﳌﺎﺀ‪،‬‬ ‫ﻻﻳﻌﻴﺶﺮ‪ ‬ﺇﻻ ‪‬‬
‫ﺩﺍﺋﻤﺎ‪) ‬ﰲ ‪‬ﺑ‪‬‬ ‫ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶ( ‪‬‬
‫ﻭﻫﻮ ‪‬ﻣﺎ‬ ‫‪)‬ﺣﻴﻮﺍﻥ)‪‬ﺍﻟﺒﺤﺮ(‪‬‬
‫(‪‬ﺩ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹸ‪‬‬
‫ﻻﺳﺘﺨﺒﺎﺛﻪ‪‬‬ ‫ﺣﺮﺍﻞﹴﻡ‪‬ﻭ‪‬‬
‫…‪‬ﺤ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬‬
‫ﻭﺣﻴﺔﻟ‪‬ﻴ‪(‬ﻞﹸ ‪‬ﺗ‪‬‬
‫ﻭﻧﺴﻨﺎﺱﻠﹶﺎ‪)‬ﻥ‪:‬ﺩ‪‬‬
‫ﺽ‪‬ﻓ‪‬ﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﺩ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬‬
‫ﺍﳌﺎﺀ‬‫ﻭﻳﺴﻤﻲﻟ‪‬ﺄﹶ‪‬ﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﺎﺭ‪‬‬
‫‪643‬ﺤ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻌ‪‬ﻪ‪ ،‬‬
‫ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺒ‪‬‬
‫ﻋﻘﺮﺏ ‪.(‬‬
‫ﻛﻌﻴﺶ‪‬ﺍﳌﺬﺑﻮﺡ‪)،‬‬
‫‪‬ﺮﹺﻳ‪.(‬ﻢﹺ ‪‬ﺍﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻃﹰﺎ‪ .‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮ‪‬ﻩ‪ ‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫‪…‬ﻴ‪)‬ﻞﹶ ‪‬ﺍﻟﺘ‪‬ﺤ‪‬‬
‫ﺗ‪‬ﺤ‪‬ﺮﹺﻳ‪‬ﻢﹴ‪ ،‬ﻓﹶﻨ‪‬ﻐ‪‬ﻠﱢﺐ‪ ‬ﺩ‪‬ﻟ‪‬‬
‫‪-‬ﻛﻀ‪‬ﻔﹾﺪﻉﹴ ‪‬ﻭﺳ‪‬ﺮ‪‬ﻃﺎﻥ‪] ‬ﻭﻳﺴﻤﻲ ‪‬ﺃﻳﻀﺎ‪‬‬ ‫ﻭﺿﺮﺭﻩ‪‬ﺑ‪‬ﺮ‪ ‬ﻭﲝﺮ‪ :‬‬ ‫)ﻭﻣﺎﻳﻌﻴﺶ ‪‬ﰲ‬
‫ﺍﻟﹾﻌ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﺎﺀِ ‪‬ﻓﹶﻴ‪‬ﺮ‪‬ﻯ ‪‬ﺃﹶﻥﱠ ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻊ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻳ‪‬ﻜﹸﻮ‪‬ﻥﹸ ‪‬ﻓﹶﻲ‪ ‬ﺍﻟﹾﺒ‪‬ﺤ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﺑﹺﺎﻟﹾﻔ‪‬ﻌ‪‬ﻞﹺ ‪‬ﺗ‪‬ﺤ‪‬ﻞﱡ‪‬‬
.()
…‫ﺝ‬‫ﺮ‬‫ﺧ‬  ‫ﺇﹺﻉﹴﺫﹶ(ﺍ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬ ‫ﻔﹾ‬،‫ﻀ‬ ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻟﹾﻛﹶﻤ‬‫ﺍ‬ ‫ﺮﹴﻰ‬‫ﻓ‬‫ﺤ‬ ‫ﱠﻻ‬‫ﺑ‬‫ﺇﹺﻭ‬ ‫ﺶ‬‫ﺮ‬‫ﺑ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﻲﻟﹶﺎﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻓ‬‫)ﻣ‬ ‫ﻮ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻤ‬‫ﻭ‬‫ﺋ‬(‫ﺍ‬‫ﺮﹺﺩ‬ ‫(ﺤ‬‫ﺒ‬‫ﺶ‬ ‫ﺍﻟﹾ‬ ‫ﻥﹸ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻌ‬‫ﻳ‬‫ﺎﻮ‬‫ﻴ‬‫ﻣ‬‫ﺣ‬‫))ﻭ‬
BIDANG POM DAN IPTEK … ،‫ﻡ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬ ‫ﻟﹶﺔﺎ(ﻳ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﻪ‬‫ﻭ‬‫ﻨ‬‫)ﻜ‬‫ﻟﹶ‬‫ﺎﺱ‬ ‫ﻲ‬‫ﺣ‬ ‫ﻨ‬‫ﺴ‬‫ﻧﹺ‬‫ﻭ‬‫ﻭ‬‫ﺃﹶ‬ِ‫ﺡﹴﺎﺀ‬‫ﻟﹾﻤ‬‫ﺍﻮ‬‫ﺬﹾﺑ‬‫ﺏ‬‫ﻣ‬‫ﻘﹾﺮ‬‫ﺶ‬ ‫ﻋ‬‫ﻴ‬‫ﻲﻋ‬‫ﻤ‬‫ﻪ‬‫ﺴ‬‫ﺸ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﻋ‬(‫ﻥ‬‫ﻃﺎﺎﺭ‬ ‫ﺮﺻ‬‫ﺳ‬‫ﻭﻪ‬‫ﻨ‬‫)ﻣ‬
 .(-)…‫ﺭﹺﻩ‬‫ﺮ‬‫ﺿ‬‫ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﺎﺛ‬‫ﺒ‬‫ﺨ‬‫ﺘ‬‫ﺳ‬‫ﻻ‬.(( ‫)ﺣﺮﺍﻡ‬
‫ﻪ‬‫ﺸ‬‫ﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﻭ‬(‫ﻉﹴ‬،ِ‫ﺀ‬‫ﺎﺪ‬‫ﻔﹾﻤ‬‫ﻀ‬
… ‫ﺍﻟﹾ‬‫ﻰﻛﹶ‬ ‫ﻓ‬‫ﺎﺮﹴ‬‫ﺇﹺﻟﱠﺤ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬‫ﺶ‬  ‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﺮ‬‫ﻳ‬‫ﺎﺑ‬‫ﻟﹶ‬ ‫ﺎﻲ‬‫ﻣ‬‫ﻓ‬)‫ﻮ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻭ‬‫ﻤ‬‫(ﺍﺋ‬‫ﺮﹺﺩ‬‫ﺤ‬‫ﻟﹾ(ﺒ‬‫ﺶ‬ ‫ﺍ‬ ‫ﻥﹸ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻌ‬‫ﻳ‬‫ﺎﻮ‬‫ﻴ‬‫ﻣ‬‫ﺣ‬‫))ﻭ‬
… (‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫)ﻭ‬ ‫ﺎﺱ‬‫ﻨ‬‫ﻧﹺﺴ‬‫ﻭ‬ِ‫ﺀ‬.(‫ﺎ‬‫ﻤ‬ ‫ﺍﻟﹾ‬ ‫ﺏ‬ )‫ﺮ‬،‫ﺡﹺ‬ ‫ﻘﹾ‬‫ﻋ‬‫ﻮ‬‫ﻲﺬﹾﺑ‬‫ﻤ‬‫ﻟﹾﻤ‬‫ﺍﺴ‬‫ﺶﹺ‬ ‫ﻳ‬‫ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﻛﹶ(ﻌ‬‫ﻥ‬‫ﻃﺎ‬ ‫ﻪ‬‫ﺮﺟ‬‫ﻭﺎﺭﹺﺳ‬‫)ﺧ‬
‫ﻲ‬‫ﻤ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫]ﻭ‬ ‫ﻥ‬‫ﻃﺎ‬.(‫ﺮ‬‫ﺳ‬ ‫ﻭ‬-‫ﻉﹴ‬ ‫ﻔﹾﺪ‬‫ﻀ‬ )… ‫ﻛﹶ‬ :‫ﺮﹴ‬‫ﻩ‬‫ﺤ‬ ‫ﺭﹺ‬‫ﺮ‬‫ﺑ‬‫ﺿ‬ ‫ﻭ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺑ‬‫ﻪ‬‫ﺎﺛ‬‫ﻲ‬‫ﺒ‬‫ﺨ‬‫ﻓ‬‫ﺘ‬‫ﺳ‬‫ﺶ‬‫ﻻ‬‫ﻴ‬(‫ﻌ‬‫ﻳ‬‫ﺣﺮﺍﺎﻡ‬ ‫ﻣ‬‫)ﻭ‬
‫ﺔ‬‫ﻪ‬‫ﻴ‬‫ﺸ‬‫ﺤ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﻋ‬‫ﻭ‬‫ﻲ‬،‫ﺀِﻓ‬‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻟﹾﺔ‬‫ﺍﻴ‬‫ﻤ‬ ‫ﻰﺴ‬‫ﻠ‬‫ﻟﻓ‬ ‫ﺇﹺ(ﻟﱠﺎ‬‫ﻡ‬ ‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﺶ‬‫ﺣ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﻟﹶﺎﺔﻳ‬‫ﻴ‬‫ﺎﺣ‬‫ﻭ‬‫ﻣ‬ ‫[ﻮ‬‫ﺎﺀِﻫ‬‫ﻭ‬‫ﻤ‬‫(ﺍﻟﹾ‬‫ﺮﹺ‬‫ﺏ‬ ‫ﺤ‬‫ﺒ‬‫ﻘﹾﺍﻟﹾﺮ‬‫ﻥﹸﻋ‬‫ﺍ‬‫ﺎﻮ‬‫ﻴ‬‫ﻀ‬‫ﺣ‬‫ﺃﹶ)ﻳ‬
.().‫ﺎ‬‫ﻤ‬.(‫ﻫ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﻏﹶﻴ‬)‫ﻲ‬،‫ﺡﹺﻓ‬‫ﺙ‬ ‫ﻮ‬‫ﺬﹾﺎﺑ‬‫ﺒ‬‫ﺨ‬‫ﻟﹾﻤ‬‫ﺍﺘ‬‫ﺳ‬‫ﺶﹺ‬ ‫ﻼ‬‫ﻟ‬‫ﻴ‬‫ﻭ‬‫ﻛﹶﻌ‬‫ﺏﹺ‬ ‫ﻪ‬‫ﺮ‬‫ﺭﹺﻘﹾﺟ‬‫ﻟﹾﺎﻌ‬‫ﺧ‬ ‫ﺍ‬‫ﻭ‬
‫ﺇﹺﻟﱠﻲﺎ‬‫ﻤ‬ ‫ﺶ‬ ‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬‫ﻴ‬‫]ﻌ‬‫ﻟﹶﺎﻳ‬‫ﻥ‬‫ﻃﺎﻱ‬‫ﻟﱠﺮﺬ‬‫ﻭﺮﹺﺍﺳ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻉﹴﻟﹾﺒ‬‫ﺍﻔﹾﻥﹶﺪ‬‫ﻮ‬‫ﻀ‬‫ﻴ‬‫ﻛﹶﺣ‬ ‫ﻥﱠ‬:‫ﺮﹴﺃﹶ‬‫ﻰﺤ‬‫ﻠﹶﺑ‬‫ﻭ‬‫ﻋ‬ ‫ﺮ‬‫ﻲ‬‫ﺑ‬‫ﻌ‬ ‫ﻓ‬‫ﺎﻲ‬‫ﺸ‬‫ﻓ‬‫ﺍﻟ‬‫ﺶ‬‫ﺺ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﻧ‬‫ﻳ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﺪ‬‫ﻓﹶ)ﻘﹶﻭ‬
‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺴ‬‫ﻠ‬‫ﻟ‬ (( ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫)ﺣ‬‫ﺔﺎﺭﹺ‬‫ﺒ‬‫ﺧ‬‫ﻴ‬‫ﻟﹾﺄﹶﺣ‬‫ﺍﻭ‬‫ﻭ‬ ‫[ﺔ‬‫ﺍﻵﺀِﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻡﹺﻟﹾ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺏ‬‫ﻌ‬‫ﻟ‬‫ﺮ‬‫ﻞﹸﻘﹾ‬‫ﻛﹶﻋ‬‫ﺎﺆ‬‫ﻳ‬‫ﻀ‬ ‫ﻪ‬‫ﻴ‬‫ﻳ‬‫ﺃﹶﻓ‬
3. Pendapat
‫ﺮ‬‫ﺍﻟﺒ‬‫ﻲ‬‫ﻓ‬‫ﻥﹸ‬‫ﻜﹸﻮ‬‫ﻳ‬.( ‫ﻱ‬
Ibn ‫ﺍﻟﱠﺬ‬). ‫ﻥ‬al-‘Arabi
‫ﺍ‬‫ﺎﻮ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺤ‬‫ﺍﺮﹺﻟﹾﻫ‬‫ﻏﹶﻴ‬‫ﻲ‬‫ﻓ‬‫ﻲ‬‫ﺢ‬‫ﻓ‬‫ﻴ‬dan ‫ﺤ‬‫ﺼ‬
‫ﺙ‬ ‫ﺎ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﺨ‬:‫ﺘ‬‫ﺳ‬Sabiq‫ﻲ‬‫ﺑﹺﻼ‬‫ﺮ‬‫ﻟ‬‫ﻭ‬‫ﻌ‬‫ﺏﹺﺍﻟﹾ‬
ulama ‫ﻦ‬‫ﺮ‬‫ﻘﹾﺍﺑ‬lain
‫ﺎﺍﻟﹾﻝﹶﻌ‬‫ﻗﹶﻭ‬
sebagaimana dikutip oleh Sayyid dalam
Fiqh
‫ﺇﹺﻟﱠﻞﹸﺎ‬‫ﻴ‬‫ﻟ‬‫ﺩ‬‫ﺶ‬‫ﻭ‬al-Sunnah
‫ﻴ‬‫ﻞﹴﻌ‬‫ﻳ‬‫ﺎﻴ‬‫ﻟﹶﻠ‬‫ﺤ‬
 ‫ﻱ‬‫ﺗ‬‫ﻟﱠﻞﹸﺬ‬‫ﺮﹺﺍﻴ‬‫ﻟ‬‫ﺩ‬‫ﺤ‬:(Beirut:
‫ﻟﹾﺒ‬‫ﺍﻥ‬‫ﻠﹶﻥﹶﺎ‬‫ﺍﻴ‬‫ﻟ‬‫ﻮ‬‫ﺩ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﻪ‬‫ﻴ‬‫ﻓ‬Dar‫ﻥﱠ‬‫ﺽ‬ ‫ﺃﹶ‬ ‫ﻰ‬‫ﺭ‬al-Fikr,
‫ﺎﻠﹶ‬‫ﻋ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬‫ﻲ‬‫ﻪ‬‫ﻧ‬‫ﺄﹶﻌ‬‫ﻓ‬‫ﻟ‬‫ﺎ‬‫ﺸ‬،1992),
‫ﺍﻟﻪ‬‫ﻌ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ﺺ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﻧ‬‫ﺤ‬ ‫ﺪ‬juz ‫ﺍﻘﹶﻟﹾﺒ‬‫ﻓﹶﻭ‬
III, halaman 249 tentang “binatang yang hidup
di‫ﻦ‬‫ﻣ‬daratan  ‫ﻩ‬‫ﺮ‬‫ﻏﹶﻴ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬dan ‫ﺃﹶ‬ .‫ﺎ‬di ‫(ﺎﻃﹰ‬‫ﻴ‬laut”:
‫ﺘ‬
‫ﺍﺣ‬ )‫ﺭﹺﻢﹺ‬‫ﺎﺮﹺﻳ‬‫ﺒ‬‫ﺤ‬‫ﺧ‬‫ﺍﻟﹾﺍﻟﺄﹶﺘ‬‫ﻭ‬‫ﻞﹶ‬‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻵﻟ‬ ‫ﺩ‬‫ﻡﹺ‬‫ﺐ‬ ‫ﻮ‬‫ﻠﱢﻤ‬‫ﻐ‬‫ﻌ‬‫ﻨ‬‫ﻓﹶﻟ‬‫ﻛﹶﻞﹸ‬،‫ﻢﹴ‬‫ﺆ‬‫ﻳ‬‫ﺮﹺﻳ‬‫ﺤ‬ ‫ﻪ‬‫ﻴ‬‫ﻓ‬‫ﺗ‬
‫ﻞﱡ‬‫ﺮ‬‫ﺒ‬‫ﺤ‬ ‫ﺍﻟ‬‫ﺗ‬‫ﻲ‬ ‫ﻞﹺ‬‫ﻓ‬‫ﻥﹸﻌ‬‫ﻔ‬‫ﺑﹺﻜﹸﺎﻟﹾﻮ‬‫ﺮﹺﻳ‬‫ﻱ‬ ‫ﺤ‬‫ﺒ‬‫ﻟﱠﺍﻟﹾﺬ‬‫ﺍ‬‫ﻲ‬‫ﺍﻓﹶﻥ‬‫ﻥﹸﻮ‬‫ﻴ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻜﹸﻟﹾﻮ‬‫ﻳ‬‫ﻲ‬ ‫ﺎﻓ‬‫ﻣ‬‫ﺢ‬  ‫ﻊ‬‫ﻴ‬‫ﺤ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺼ‬ ‫ﺟ‬‫ﺍﻟ‬: ‫ﺃﹶﻥﱠ‬‫ﻲ‬ ‫ﻯ‬ ‫ﺑﹺ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﻟﹾﺮ‬‫ﻓﹶﺍﻴ‬‫ﺀِﻦ‬‫ﺍﺎﺑ‬‫ﻤ‬‫ﻠﹶﻝﹶ‬‫ﺍﻗﹶﻟﹾﺎﻌ‬
‫ﻉ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﻴ‬‫ﺪ‬‫ﻟ‬‫ﻔﹾﺩ‬‫ﻭ‬‫ﻀ‬ ‫ﺍﻟﻞﹴ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻠ‬‫ﺇﹺﻟﱠﺤ‬‫ﺗ‬،‫ﻞﹸ‬‫ﺮ‬‫ﺒ‬‫ﻟﹾﻴ‬‫ﺍﻟ‬‫ﺩ‬:‫ﻰ‬‫ﻥ‬‫ﻓ‬‫ﻠﹶﺎ‬‫ﺶ‬ ‫ﻴ‬‫ﻟ‬‫ﺩ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﻪ‬‫ﻳ‬‫ﻴ‬‫ﻥﹾﻓ‬ ‫ﺽ‬‫ﺃﹶ‬ ‫ﻦ‬‫ﺭ‬‫ﺎﻜ‬‫ﻌ‬‫ﻤ‬‫ﺗ‬‫ﻳ‬‫ﻪ‬‫ﺄﹶﻥﹶﻧ‬‫ﺎﻟ‬‫ﻛﹶ‬،‫ﻪ‬ ‫ﻌ‬‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ﻟﹶﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺮﹺ‬،‫ﺤ‬‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﹾﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻭ‬‫ﻣ‬
‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﻩ‬‫ﺮ‬‫ﻏﹶﻴ‬ ‫ﺎ‬‫ﺃﹶﻣ‬ .‫ﺎﻃﹰﺎ‬‫ﻴ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺣ‬ ‫ﻢﹺ‬‫ﺮﹺﻳ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻟﺘ‬ ‫ﻞﹶ‬‫ﻴ‬‫ﻟ‬‫ﺩ‬ .‫ﺐ‬‫ﺎ‬‫ﻠﱢﻬ‬‫ﻠ‬‫ﻐ‬‫ﻗﹶﺘ‬‫ﻨ‬‫ﻦﹺﻓﹶ‬ ‫ﻋ‬،‫ﻲﹺﻢﹴ‬‫ﺮﹺﻳ‬‫ﻬ‬‫ﺤ‬‫ﻠﻨ‬‫ﺗ‬‫ﻟ‬
‫ﻞﱡ‬‫ﺤ‬‫ﺗ‬ ‫ﻞﹺ‬‫ﻌ‬‫ﺑﹺﺎﻟﹾﻔ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻟﹾﺒ‬ ‫ﻓﹶﻲ‬ ‫ﻥﹸ‬‫ﻜﹸﻮ‬‫ﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﻊ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺟ‬ ‫ﺃﹶﻥﱠ‬ ‫ﻯ‬‫ﺮ‬‫ﻓﹶﻴ‬ ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬
‫ﻉ‬‫ﻔﹾﺪ‬‫ﺍﻟﻀ‬ ‫ﺇﹺﻟﱠﺎ‬ ،‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺒ‬ ‫ﻰ‬‫ﻓ‬ ‫ﺶ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﻳ‬ ‫ﺃﹶﻥﹾ‬ ‫ﻦ‬‫ﻜ‬‫ﻤ‬‫ﻳ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﻟﹶﻮ‬‫ﻭ‬ ،‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻣ‬
 .‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻠ‬‫ﻗﹶﺘ‬‫ﻦﹺ‬‫ﻋ‬‫ﻲﹺ‬‫ﻬ‬‫ﻠﻨ‬‫ﻟ‬
4. Pendapat Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA
(anggota Komisi Fatwa) dalam makalah
Kepiting: Halal atau Haram dan penjelasan
yang disampaikannya pada Rapat Komisi Fatwa
MUI, serta pendapat peserta rapat, pada hari
Rabu, 29 Mei 2002 M. / 16 Rabi’ul Awwal 1421
H.
5. Pendapat Dr. Sulistiono (Dosen Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB) dalam
makalah Eko-Biologi Kepiting Bakau (Scylla
spp) dan penjelasannya tentang kepiting yang
disampaikan pada Rapat Komisi Fatwa MUI
pada hari Sabtu, 4 Rabi’ul Akhir 1423 H. / 15
Juni 2002 M. antara lain sebagai berikut:
a. Ada 4 (empat) jenis kepiting bakau yang
sering dikonsumsi dan menjadi komoditas,
yaitu:
1) Scylla serrata,

644
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

2) Scylla tranquebarrica,
3) Scylla olivacea, dan
4) Scylla paramamosain.
Keempat jenis kepiting bakau ini oleh
masyarakat umum hanya disebut
dengan “kepiting”.
b. Kepiting adalah jenis binatang air,
dengan alasan:
1) Bernafas dengan insang,
2) Berhabitat di air,
3) Tidak akan pernah mengeluarkan
telor di darat, melainkan di air
karena memerlukan oksigen dari
air.
c. Kepiting --termasuk keempat jenis di
atas (lihat angka 1) hanya ada yang:
1) hidup di air tawar saja,
2) hidup di air laut saja, dan
3) hidup di air laut dan di air tawar;
Tidak ada yang hidup atau
berhabitat di dua alam: di laut dan
di darat.
1. Rapat Komisi Fatwa MUI dalam rapat
tersebut bahwa kepiting adalah bintang
air, baik di air laut maupun di air tawar
(‫ﺍﳌﺎﺋﻲ‬‫ﺍﳊﻴﻮﺍﻥ‬/‫ﺍﻟﺒﺤﺮ‬‫ ;) ﺣﻴﻮﺍﻥ‬dan bukan binatang
yang
‫ﺍﳌﺎﺋﻲ‬‫ﺍﳊﻴﻮﺍﻥ‬/‫ﺍﻟﺒﺤﺮ‬‫ﺣﻴﻮﺍﻥ‬
‫ﻭﺍﻟﺒﺤﺮ‬hidup atau berhabitat di dua alam: di
‫ﺍﻟﱪ‬‫ﰲ‬‫ﻳﻌﻴﺶ‬
laut dan di darat (‫ﻭﺍﻟﺒﺤﺮ‬‫ﺍﻟﱪ‬‫ﰲ‬‫) ﻳﻌﻴﺶ‬.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT,

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG KEPITING

1. Kepiting adalah halal dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan


bahaya bagi kesehatan manusia.
2. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki
sebagaimana mestinya.

Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat


mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.

645
BIDANG POM DAN IPTEK

Ditetapkan : Jakarta, 4 Rabi’ul Akhir 1423 H


15 Juni 2002 M

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua Sekretaris

ttd ttd

K.H. Ma’ruf Amin Drs. H. Hasanuddin, M.Ag

646
Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bajing dan Tupai 1

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 48 Tahun 2019
Tentang
HUKUM MENGONSUMSI DAGING BAJING DAN TUPAI

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :


Menimbang : 1. bahwa di tengah masyarakat muncul pro kontra hukum
mengonsumsi daging bajing;
2. bahwa dalam perkembangan industri pangan, ada bahan yang
menggunakan daging bajing, sehingga muncul pertanyaan di
masyarakat tentang hukum mengonsumsi bajing;
3. bahwa untuk menjawab pertanyaan di atas, Komisi Fatwa Majelis
Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang
hukum mengonsumsi daging bajing dan tupai untuk dijadikan
sebagai pedoman;
Mengingat : 1. Firman Allah SWT; antara lain :
a. QS. Al-Maidah: 4 tentang segala sesuatu yang baik adalah halal;

ُ َّ َُ ُ ُ َ ُ َ َ َُ
)4 :‫ٌَ ْظإلىن َو َماذا ؤ ِح َّل ل ُه ْم ق ْل ؤ ِح َّل لن ُم الط ُِّ َباث (املائدة‬
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi
mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang segala yang
baik".
b. QS. Al-A'raf: 157 tentang segala sesuatu yang baik adalah halal,
dan yang buruk adalah haram;
َ َ ْ َ َ ّ َّ ُ َ ُ َ
)751 :‫اث َو ٍُ َح ّ ِس ُم َعل ْي ِه ُم الخ َبا ِئث (ألاعساف‬
ِ ‫وٍ ِح ُّل ل ُهم الط ُِب‬
"Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik, dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk".
c. QS. Al-Baqarah: 172 tentang perintah untuk memakan makanan
yang halal serta bersyukur kepada Allah SWT:
ُُْ ْ ُ ْ َ ْ ُ َْ ََ َ ََّ ْ ُ ُ ُ َ َ َ َّ َ ُّ َ َ
‫ِلل ِن لنخ ْم‬
ِ ‫وا‬‫س‬ُ ‫ن‬ ‫اش‬‫و‬ ‫م‬ ‫ال‬‫ن‬ ‫ق‬ ‫ش‬‫ز‬ ‫ا‬‫م‬ ‫اث‬
ِ ‫ب‬ ُ
ِ ‫ط‬ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ًاؤيها ال ِرًن ءامنىا م‬
‫ىا‬ ‫ل‬
َ َ
)711 :‫ِن ًَّ ُاه ح ْع ُب ُدو (البقسة‬
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah".

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bajing dan Tupai 2

d. QS. Al-Baqarah: 29 tentang apa yang telah diciptakan oleh Allah


SWT adalah untuk manusia:
َ ْ َ ْ َُ َ ََ َّ
)12 :‫ع َم ِيُعا (البقسة‬
ِ ‫ز‬ْ ‫ألا‬ ‫ُه َى ال ِري خلق لنم ما ِفي‬
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
e. QS. An-'am: 145 tentang perintah Allah SWT kepada Rasulullah
SAW. untuk mengatakan, bahwa di dalam wahyu yang telah
diterima tidak ada penegasan haram kecuali beberapa hal:
َ َ َ ُ ْ َ َّ ْ َ ََ َ ُ َ ُ ُ َ ُ
‫اع ٍم ًَط َع ُي ُه ِنل ؤ ًَنى َم ُْخت ؤ ْو‬ ِ ‫ق ْل ل ؤ ِمد ِفي مأ ؤ‬
ِ ‫وح َي ِنل َّي مح َّسما على ط‬
ْ َ َّ ُ ْ ْ َ ٌ ْ ُ َّ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ َ
.‫للا ِه ِه‬
ِ ‫دما مظفىحا ؤو لحم ِخن ِز ًٍس ف ِإنه ِزمع ؤو ِفظقا ؤ ِهل ِلغي ِر‬
)745 :‫(ألانعام‬
"Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang
yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai,
atau darah yang mengalir atau daging babi karena
sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih
atas nama selain Allah".
2. Hadis-hadis Nabi SAW berikut ini:
a. HR. Muslim mengenai apa yang diterima oleh Allah adalah
sesuatu yang baik sebagaimana dahulu telah diperintahkan
kepada para Rasul:

ُ َّ َ ُّ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ‫ى‬ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َْ ُ َ ْ َ
،‫ "ؤيها الناض‬:‫للا ضلى للا علُ ِه وطلم‬ ِ ‫ قاى زطى‬:‫ قاى‬،‫عن ؤ ِبي هسٍسة‬
َ َ ْ ُْ َ َ َّ ‫ َون‬،‫للا َط ُّ ٌب َل ًَ ْق َب ُل ن َّل َط ُّبا‬
َ َّ ‫ن‬
‫للا ؤ َم َس املؤ ِم ِني ِه َيا ؤ َم َس ِه ِه‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ُ ْ
)‫امل ْس َط ِلي " (زواه مظلم‬
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah adalah baik yang tidak
menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah telah
memerintahkan orang-orang beriman sesuai apa yang pernah
diperintahkan kepada para utusan-Nya".
b. HR. Al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al- Thabarani dari Salman al-
Farisi mengenai perkara halal:
َّ َ ُ َّ َ ُ َ ‫الفازس ّي َق‬ َ َ ََْ ْ َ
‫للا َعل ُْ ِه َو َطل َم َع ِن‬ ‫ضلى‬ ‫للا‬ ُ ُ
ِ ‫ ط ِئ َل َزطىى‬:‫اى‬ ِِ ‫عن طليا‬
َ ‫ َو‬،‫للا في ل َخاهه‬
ُ ‫الح َس‬ ُ َ َ َ َ َ َ ‫ َف َق‬،‫الف َس ِاء‬ َ ْ ُ َ ْ َّ
‫ام‬ ِ ِ ِ ِ ‫ "الحال ُى ما ؤح َّل‬:‫اى‬ ِ ‫الظي ِن والجب ِ و‬
ْ َ َ ْ َ َ َ
‫ َو َما َطنت َعن ُه ف ُه َى ِم َّيا َعفا َعن ُه" (زواه الترمري‬،‫للا ِفي ِلخ ِاه ِه‬ ُ ‫َما َح َّس َم‬

.)‫واهن مامه والطبراني‬

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bajing dan Tupai 3

Dari Salman al-Farisi, ia berkata: Rasulullah SAW ditanya


tentang minyak samin, keju dan pakaian dari bahan bulu
binatang, lalu beliau bersabda: "Sesuatu yang halal adalah apa
yang dihalalkan oleh Allah di Kitab-Nya, dan sesuatu yang haram
adalah apa yang diharamkan oleh-Nya di dalam Kitab-Nya.
Adapun sesuatu yang tidak ditegaskan (kehalalan/keharaman)
adalah termasuk apa yang dimaafkan". (HR. Al-Tirmidzi, Ibnu
Majah dan al- Thabarani)
c. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Tsa'labah ra. mengenai
larangan memakan daging binatang buas yang memiliki taring:
َ َّ َ ُ َّ َ
‫للا َعل ُْ ِه َو َطل َم نهَى‬ َ ُ َّ َ ُ ْ َ ُ َ ََْ َ َ ْ َ
ِ ‫ «ؤ َزطىى‬:‫عن ؤ ِبي ثعلبت َز ِض َي للا عنه‬
‫للا ضلى‬
ّ ‫َع ْن َؤ ْمل ُم ّل ذي َناب م َن‬
.)‫الظ َب ِاع» (زواه البخازي ومظلم‬
ِ ِ ٍ ِ ِ ِ
Dari Abu Tsa'labah ra.: "Sesungguhnya Rasulullah SAW.
melarang memakan setiap binatang buas yang memiliki taring".
d. HR. Muslim dari Abnu Abbas ra. tentang larangan memakan
daging binatang buas yang memiliki taring, dan burung yang
memiliki cengkeram (kuku kuat untuk memangsa):
ُ َ َّ َ ُ
‫للا َعل ُْ ِه َو َطل َم نهَى َع ْن م ِ ّل ِذي‬
َّ َ َ ُ َّ َ َّ َ ْ َ
‫ضلى‬ ِ ‫ «ؤ َزطىى‬،‫اض‬
‫للا‬ ٍ ‫ع ِن اه ِن عب‬
َّ َْ ُ ّ ‫َناب م َن‬
.‫ َو َع ْن م ِ ّل ِذي ِمخل ٍب ِم َن الط ْي ِر» زواه مظلم‬،‫الظ َب ِاع‬
ِ ِ ٍ
Dari Ibnu Abbas ra.: "Sesungguhnya Rasulullah SAW. melarang
memakan binatang buas yang memiliki taring, dan setiap burung
yang memiliki cengkeram".
e. HR. Muslim dari Abu Hurairah ra. tentang diharamkannya
memakan daging binatang buas yang memiliki taring:

‫اب ِم َن‬‫ن‬
َ
‫ي‬ ‫ذ‬ ُّ
‫ل‬
ُ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ّ َّ
‫م‬« : ‫اى‬‫ق‬ ‫م‬‫ل‬ ‫ط‬‫و‬ ‫ه‬ ُ ‫ل‬‫ع‬ ‫للا‬ ‫ى‬ ‫ل‬‫ض‬ ‫ي‬ ‫ب‬‫الن‬ ‫ن‬ َ ،‫َع ْن َؤبي ُه َسٍْ َس َة‬
‫ع‬
ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ٌ َ َ ُ ََُْ َ ّ
.‫الظب ِاع فإمله حسام» زواه مظلم‬ ِ
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi SAW. bersabda: "Setiap binatang
buas yang memiliki taring, haram dimakan".
3. Kaidah Fiqhiyah; antara lain :
َّ َ ُ َّ َّ ُ َ َّ َ ُ َ َ َْ ْ َ
.‫ُل َعلى الخ ْح ِس ٍِم‬ ْ ‫ألا‬
‫ض ُل ِفي ألاش َُ ِاء ِإلاهاحت حتى ًدى الد ِل‬
"Asal segala sesuatu adalah boleh (mubah) sehingga ada dalil yang
menunjukkan hukum haram".
ُ ُ َّ َّ ْ َ ْ ُ َ َ َ َّ َ ْ َ ْ ُ ْ َ
.‫الح ْس َمت‬ ‫احت َو ِفي ألاش َُ ِاء الػاز ِة‬‫ألاضل ِفي ألاشُ ِاء النا ِفع ِت ِإلاه‬
"Pada dasarnya segala sesuatu yang bermanfaat adalah boleh
(mubah), dan segala sesuatu yang membahayakan adalah haram".

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bajing dan Tupai 4

Memperhatikan : 1. Pendapat Abdul Malik ibn Abdullah ibn Yusuf al-Juwaini (Imam al-
Haramain) di dalam Nihayah al-Mathlab Fi Dirayah al-Madzhab, Dar
al-Minhaj, Cetakan I, Th.2007/1428 H, Jilid 18, Halaman 209-110
mengenai halal dan haram binatang itu berdarkan Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi SAW.
ُ ْ َ ُ ‫الخ ْحسٍم َما ٌُ ْظ َخ َط‬ َّ َ َّ َ ‫ضىى َّالتي ًُ ْس َم ُع ن َل‬ ُ ْ َ َ
،‫اب َو َُ ْظخخ َبث‬ ِ ِ ‫و‬ ‫ُل‬
ِ ‫ل‬ِ
ْ ‫الخ‬
‫ح‬ ‫ي‬ ‫ف‬ِ ‫ا‬‫يه‬ ِ ِ ِ
ُ ‫ألا‬ ‫و ِمن‬
َُ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ َ
َ ْ ْ ْ َ َ ُّ َ َّ َ َ
‫ {ق ْل ؤ ِح َّل لن ُم‬:‫ َوؤث َبخ ُه ِهق ْى ِل ِه ح َعالى‬،‫ض َل ألا ْعظ َم‬ ‫َوق ْد َزؤي الشا ِف ِعي ذ ِلو ألا‬
ُ َّ
.}‫الط ُِّ َباث‬
Diantara beberapa dasar yang dijadikan rujukan mengenai
kehalalan dan keharaman sesuatu adalah perihal thoyyib (baik) dan
khabits (buruk). Imam Syafi'i menjadikannya sebagai dasar utama,
dan menetapkannya berdasarkan ayat: "Katakan, telah dihalalkan
bagimu, segala sesuatu yang thoyyib (baik)".
2. Abul Hasan ibnu Muhammad ibnu Habib al-Bashri al-Baghdadi (Al-
Mawardi) di dalam Al-Hawi al-Kabir Bairut, Dar al-Kutub al-Ilmiah,
Cet. I, Th.1419 H. / 1999 M, menjelaskan tiga kelompok binatang
terkait hukum halal dan haram.
َ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ ٌ َ َ ُّ َ َ
‫اب ٌَشخ ِي ُل َعلى َما َح َّل ِم ْن َها‬ ‫ وهرا الب‬،‫ دواب وطا ِئس‬: ِ ‫ػ ْسَبا‬ َ ‫َو َؤ َّما ْال َب ّر ُّي َف‬
ِ
َْ َ ْ َ ُّ َّ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُْ َ َ َ َ َ َ َ َُ َُ َ َ
‫اب ؤو‬ ٍ ‫ ؤحدها ما وزد النظ ِهخح ِل ُِل ِه ِفي ِلخ‬.‫ وهى على ثالث ِت ؤغس ٍب‬،‫وحسم‬
َّ َ َ ْ ‫ظ ه َخ‬ َّ َ ‫ُ َّ َ ُ َ َ َ ٌ َ َّ ْ ُ َّ َ َ َز‬
‫اب ؤ ْو ُطن ٍت‬ ٍ ‫خ‬ ‫ل‬
ِ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ه‬
ِ ‫ٍي‬‫س‬
ِ ِ ِ ِ ‫ح‬ ُّ ‫الن‬ ‫ والػسب الثا ِني ما و د‬.‫ فهى حالى‬،‫طن ٍت‬
َ
‫ظ ِهخ ْح ِل ٍُل َول‬
َ ٌّ َ َ َْ َ َ ُ َّ
‫ َما ما غفال ل ْم ًَ ِس ْد ِف ُِه ن‬:‫الػ ْس ُب الث ِالث‬ َّ ‫ َو‬.‫ام‬ ٌ ‫َف ُه َى َح َس‬
ْ ‫للا َح َع َالى َل ُه َؤ‬
ْ‫ في َآً َاجي من‬،‫ضال ٌُ ْع َس ُف هه َح َال ُل ُه َو َح َس ُام ُه‬ ُ ‫ َف َق ْد َم َع َل‬،‫َج ْحسٍم‬
ِ ِ ِ ِِ ٍ ِ
َّ َ
.‫ِلخ ِاه ِه َو ُطنت َع ْن َز ُط ِىل ِه‬
Adapun binatang darat ada dua macam, hidup di tanah dan terbang.
Pembahasan dalam bab ini mencakup binatang halal dan haram
yang terbagai menjadi tiga bagian. Pertama, binatang yang
ketentuan kehalalannya ada di dalam Al-Qur'an atau As-Sunnah.
Kedua, binatang yang ketentuan keharamannya ada di dalam nash
Al-Qur'an atau As-Sunnah. Ketiga, binatang yang ketentuan
kehalalan atau keharamannya tidak ditentukan oleh nash Al-Qur'an
atau As-Sunnah. Dalam hal ini, dua ayat (al Maidah ayat 4 dan al
A’raf ayat 157) dan hadis Nabi saw bisa dijadikan sebagai dasar
untuk menetukan kehalalan atau keharamannya.
َُ ُ ُ َ ُ َ َ َُ َ َ َ َ َ ْ ََ
‫ َ{ٌ ْظإلىن َو َماذا ؤ ِح َّل ل ُه ْم ق ْل ؤ ِح َّل لن ُم‬:‫فإ َّما ْلا ًَخا ِ ف ِإ ْح َد ُاه َيا ق ْىله ح َعالى‬
َ َ َ ُ َّ َ َّ َ ُ َّ
‫ َ{و ٍُ ِح ُّل‬:‫ َوالثا ِنُت ق ْىله ح َعالى‬.‫) ف ُج ِع َل الط ُِّ ُب َحالل‬4 :‫الط ُِّ َباث) {املائدة‬
َّ َ َ َ َ َ ّ َّ َ
‫ ف َج َع َل الط ُِّ َب‬.)751 :‫اث َو ٍُ َح ّ ِس ُم َعل ْي ِه ْم الخ َبا ِئث} (ألاعساف‬ ِ ‫ل ُه ُم الط ُِب‬
َ َ ْ َ
.‫ َوالخ َبث َح َساما‬،‫َحالل‬

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bajing dan Tupai 5

Ayat yang dimaksud adalah dalam surat al-Maidah ayat 4, yang


menyebutkan bahwa standar kehalalan sesuatu makanan/minuman
itu tergantung thayyib atau tidak. Ayat yang kedua adalah dalam
surat al-A’raf ayat 157 yang menyebutkan bahwa halalnya
makanan/minuman itu karena thayyib dan sebaliknya
makanan/minuman itu haram karena khabits.
3. Pendapat Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul
Bar bin Ashim al Namiri al Qurthuby dalam kitab al Istidzkar jilid 5
hal 293:
ََْ َ ‫الظ ْن‬ َ ُ ُ َُ َ َ َ
‫اب َو ِفي الفن ِو والظيىز مل ذلو طبع مثل‬
ِ ‫ج‬ ّ ‫ف في‬
ِ ِ ‫وقاى ؤهى ًىط‬
‫ض‬ ُْ
ٍ ‫الثعلب وبن عس‬
“Abu Yusuf berpendapat tentang bajing, serigala padang pasir, samur
semuanya adalah hewan buas seperti serigala dan tikus”.
4. Abdur Rahman ibn Abi Bakr, Jalaluddin Al-Suyuthi di dalam Al-
Asybah wa Al-Nadzair, Bairut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Cet. I,
Th.1411 H / 1990 M, Hlm 60 menjelaskan binatang yang sulit
diketahui kehalalan dan keharamannya.

َّ ‫اى‬
..... ‫السا ِف ِع ُّي‬ َ ‫ص ُّح ُه َيا ْال ِح ُّل َل َيا َق‬َ ‫ َؤ‬: ‫ َوفُه َو ْم َها‬،‫ْال َح َُ َىا ُ ْاملُ ْشه ُل َؤ ْم ُس ُه‬
ِ ِ ِ ِ
ْ ُْ َ َ
ْ ْ َ َ َ ُّ َ َّ ُ َ َ َ َ ُ ُ ْ ُ ُ ْ َ ّ َ َ ُ ْ َ َ
‫ "ألاق َس ُب امل َىا ِف ُق ِلل َي ْح ِه ّ ِي َع ْن‬:‫اى‬ ‫قاى املخى ِلي ًحسم ؤمله وخالفه النى ِوي وق‬
ْ َ َ َّ َّ
."‫الشا ِف ِع ّ ِي ِفي ال ِتي ق ْبل َها ال ِح ُّل‬
Hewan yang sulit diketahui kehalalan dan keharamannya, ada dua
pendapat; Pendapat yang kuat di antara dua pendapat adalah halal
hukumnya sebagaimana dikatakan oleh Ar-Rafi'i. ..... Al-Mutawalli
berkata, bahwa binatang seperti itu haram untuk dimakan.
Sedangkan Al-Nawawi berpendapat, bahwa yang lebih dekat dan
selaras dengan pendapat Imam As-Syafi'i adalah halal".
5. Pendapat Muhyiddin Yahya ibn Syaraf al-Nawawi, di dalam Raudlah
al-Thalibin wa 'Umdah al-Muftin, Bairut, Al-Maktab al-Islami, Th.
1991 / 1412 H, Jilid 3, Halaman 271 tentang diharamkannya
binatang bertaring karena taringnya kuat untuk memangsa.
ُْ َّ َْ
‫ َما‬:‫ َوامل َس ُاد‬.‫ َو ِذي ِمخل ٍب ِم َن الطا ِئ ِس‬،‫الظ َب ِاع‬ ّ ‫َو ٍَ ْح ُس ُم َؤ ْم ُل ُم ّل ذي َناب م َن‬
ِ ِ ٍ ِ ِ
َّ ْ ّ َ ْ
َ ُ َ َ ُ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ ْ َ َ ُ ْ َ
َ َ
‫الرئ ُب َوالن ِي ُس‬ ِ ‫ فُح ُسم الهلب وألاطد و‬،‫ٌعدو على الحُىا ِ وٍخقىي ِهن ِاه ِه‬
ْ ُ ْ َ ُ ْ ْ َ ُ ْ َ ْ َ ُّ ُّ َ
.‫ُل َوال َب ْب ُر‬ ‫والدب والفهد وال ِقسد وال ِف‬
"Haram memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan
binatang unggas yang bercengkeram. Yang dimaksud binatang buas
ialah binatang yang memangsa binatang lain, dan menaklukkannya
dengan taringnya. Oleh karena itu haram hukumnya; anjing, singa,
srigala, harimau, beruang, macan tutul, kera, gajah dan macan
kumbang.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bajing dan Tupai 6

6. Pendapat Ibnu Quddamah dalam kitab al-Mughni jilid 9 halaman


412 tentang hukum bajing:
َ ْ ْ ََ َ ُ َ ْ َ ُ َّ َ ٌ َّ َ ُ َ ُ َ ْ َ َ َ ُ َ ْ ّ َّ َ َ
‫ فإش َب َه ال ُج َسذ‬،‫ش ِهن ِاه ِه‬ ‫ هى محسم؛ ِِلنه ًنه‬:‫اض ي‬ ِ ‫ فقاى ال‬،‫الظنجاب‬
‫ق‬ ِ ‫وؤما‬
َّ َ ‫ َو َم َتى َج َس َّد َد َه ْي َ ْإلا َه‬،‫ىع‬
،‫اح ِت َوالخ ْح ِس ٍِم‬ َ ‫اح؛ َِل َّن ُه ٌُ ْشب ُه ْال َي ْرُه‬ ٌ ‫َو ٍَ ْح َخي ُل َؤ َّن ُه ُم َب‬
ِ ِ ِ ِ
َ ْ ُّ ُ ُ ُ َ ُ ْ
ُ ‫الن‬ َ ْ َ ُ َ ‫َغ َل َب ْت إلا َه‬
َ ‫احت؛ ِل َّن‬ ْ
.‫ىص ًَقخ ِػ َيها‬ ِ ‫ط‬ ‫ىم‬ ‫ي‬ ‫ع‬ ‫و‬ ،‫ل‬ ‫ض‬ ‫ألا‬ ‫ا‬‫ه‬ ِ ِ
"al Qadhi berpendapat bahwa bajing adalah haram karena dia
berburu dengan taringnya, bajing itu serupa dengan tikus.
Kemungkinan bajing juga mubah, karena menyerupai jerboa
(binatang pengerat di gurun). Bila ada hewan yang masih diragukan
antara kebolehan dan keharaman maka hukumnya mubah, karena
hukum asalnya adalah mubah”.
7. Pendapat Ibnu Mundzir al Naisaburi al Syafi’I dalam kitab al Awsath
fi al Sunan wa al Ijma’ wa al Ikhtilaf jilid 2 halaman 316 tentang
bajing:
َ َّ
‫ َو ِنن َيا ًَ ْسعى‬،‫ع ِب َظ ُب ٍع‬ َ ِْ ‫اى ن َّن ُه َل‬ َ ‫ص َحاه َنا َق‬
ُ ‫ ًُ َق‬:‫اى‬ ْ ‫ؼ َؤ‬َ ‫اب َفإ َّ َب ْع‬ ّ ‫َ(و َؤ َّما‬
ُ ‫الظ ْن َج‬
ِ ِ ِ ِ
َ ْ
‫ىم ِه َيا َو ِِلان ِخف ِاع‬ ُ ُ ْ َ َ ْ َ َ َ ُ َ َ ْ َ َ َ َ ُ َ ْ ُ َ َ َ َ َّ
ِ ‫ ول ًططاد ولر ِلو ألا ْزنب فال هإض ِهإم ِل لح‬،‫النباث‬
‫اى‬ َ ‫الظ ْن َجاب َف َق‬ ّ ‫ َو َق ْد ُز ّو ٍَنا َعن ْاهن ْاملُ َبا َزك َؤ َّن ُه ُطئ َل َعن‬،‫ه ُج ُلىده َيا‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َ َْ َ َ َ َ ْ َ َ ‫ َق‬.‫ُد ُه‬ َ
َ ‫ضائ ُد ُه ؤ َّن ُه ًَط‬ َ ‫َؤ ْخ َب َرني‬
‫ َول فا ِئ َدة ِفي َهرا الق ْى ِى ِِل َّ ُمخ ِب َر ُه‬:‫اى ؤ ُهى َهن ٍس‬ ِ ِ ِ
َّ ُ ْ ُ َ َ َ
ُْ ُ َ ُ َ ْ َ ْ ُ َّ َ َ َ ْ َ َْ
‫ُدو َما ًَ ُجىش ؤمل ُه َو َما ل ًَ ُجىش ؤمل ُه َوال ِري‬ ‫وف على ؤنهم قد ً ِط‬ ٍ ‫غي ُر مع ُس‬
َّ َ َ ْ َّ َ ُ َ َ ُ ُ َّ َ َ ّ ُ َ ُ ُ ْ َ ٌ َ ُ َّ َ ُ َ َ
‫اض َعن ُه َح َّتى ٌَ ْعل َم ؤن ُه‬ ِ ‫ؤزاه ؤنه ما ِئص ؤمله ِنذا ذ ِمي؛ ِِلنه ِفي مي ِل ما ع ِفي ِل‬
‫لن‬
َ َ ُ َ ْ ْ َ َ َ ّ ُ َّ
.)‫للا ؤ ْعل ُم‬ ‫ و‬،‫ِميا ح ِسم علي ِهم‬
"Sebagian Syafi’iyah berpendapat bahwa bajing tidak termasuk
hewan buas, karena dia pemakan tumbuhan dan tidak termasuk
hewan buruan, sama seperti kelinci, maka boleh dimakan dagingnya
dan boleh dimanfaatkan kulitnya. Telah diriwayatkan dari Ibnu al
Mubarak, beliau menjawab ketika ditanya tentang hukum bajing:
”telah mengabarkan padaku sesungguhnya bajing itu hewan
pemburu”. Abu Bakar mengomentari: ”ungkapan ini tidak berfaidah,
karena orang yang mengabarkan kepada Ibnu al Mubarak tidak
diketahui, dan karena orang-orang itu memburu semua hewan (halal
maupun haram). Menurut saya: bajing itu boleh dimakan jika
disembelih dengan benar, karena bajing termasuk hewan yang
dibolehkan sampai ada dalil yang mengharamkannya. Wallahu
a’lam.”

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bajing dan Tupai 7

8. Pendapat al Bujairamy dalam Hasyiah al Bujairami jilid 4 halaman


305:

‫ىع‬ ُ‫اب َو ُه َى َح َُ َىا ٌ َع َلى َح ّد ْال َي ْر‬


‫ه‬ ّ ‫ َو ٍَح ُّل َؤ ًْػا‬، )‫ىز‬
ُ ‫الظ ْن َج‬ ٌ ‫ َو َط ُّي‬،:‫(ق ْى ُل ُه‬
َ
ِ ِ ِ ِ
ْ ْ ُ َ َّ
.‫ًُخخر ِم ْن ِمل ِد ِه ال ِف َس ُاء‬
“(sejenis bajing) bajing adalah halal. Sinjab adalah hewan seukuran
jerboa (hewan pengerat di gurun arab) yang kulitnya jadi bahan
pakaian dari bulu”.
9. Pendapat Ishak bin Manshur bin Bahram (Abu Ya’kub al Marwazy)
dalam kitab Masil al Imam Ahmad bin Hanbal wa Ishaq bin
Rahiwaih:

‫ صححه في‬.‫ ًحسم‬:‫ ؤحدهيا‬:‫وفي املرهب الحنبلي ومها في الظنجاب‬


‫ ماى‬،‫ ل ًحسم‬:‫ والثاني‬.‫ واخخازه ؤهى ٌعلى‬،‫ وجصحُح املحسز‬،‫السعاًت النبري‬
.‫نلُه اهن قدامت وغيره‬
“Dalam Madzhab hambali ada dua pendapat tentang bajing;
pertama haram, sebagaimana tersebut dalam kitab al Ri’ayah al
Kubra, Tashih al Muharrar, dan pendapat Abu Ya’la. Kedua, tidak
haram (pendapat Ibnu Qudamah)”.
10. Paparan Achmad Farajallah (Ahli Zoologi Molekular) dari Divisi
Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB
Bogor dalam Sidang Pleno Komisi Fatwa MUI tanggal 16 Oktober
2019 terkait perbedaan bajing, tupai, dan tikus.
11. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang
Pleno Komisi Fatwa MUI tanggal 6 November 2019.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG HUKUM MENGONSUMSI DAGING BAJING DAN
TUPAI
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1. Bajing adalah nama umum bagi sekelompok mamalia pengerat dari
suku Sciuridae. Dalam bahasa asing bajing berpadanan dengan kata
Squirrel (Inggris) dan ‫( الظنجاب‬Arab), sedangkan tupai berpadanan
dengan kata Treeshrew (Inggris) dan ‫( شباهُاث الشجس‬Arab). Dalam ilmu
biologi, bajing tidak sama dengan tupai.
2. Berikut ini adalah perbedaan antara bajing dan tupai:
a. Dari sisi klasifikasi ilmiah, bajing berasal dari ordo Rodentia dan
dari keluarga Sciuridae. Sedangkan tupai dari ordo Scandentia dan
dari keluarga Tupaiidae dan Ptilocercidae.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bajing dan Tupai 8

b. Bajing sebagian besar bersifat arboreal yaitu hidupnya di atas


pohon dan tidak berada di tanah, sedangkan tupai sebagian besar
terestrial yaitu hidupnya berada di atas tanah.
c. Bajing moncong mulutnya tumpul, sedangkan tupai moncong
mulutnya lebih runcing.
d. Bajing sifat utamanya herbivora (memakan biji, kacang-kacangan,
buah-buahan, jamur, dan bahan tanaman lainnya), sedangkan tupai
sifat utama adalah insektivra atau pemakan serangga.
e. Bajing mempunyai gigi pengerat (pemotong) dan tidak punya gigi
taring, sedangkan tupai mempunyai gigi taring.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Bajing sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan umum merupakan
hewan yang halal untuk dikonsumsi (ma’kul al-lahmi), dan hukumnya
halal setelah dilakukan penyembelihan secara syar’i.
2. Bajing di daerah yang ditetapkan sebagai satwa langka, wajib
dilindungi.
3. Tupai sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan umum adalah
hewan yang haram dikonsumsi dagingnya karena bergigi taring.
Ketiga : Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika
di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 9 Rabi’ul Awwal 1441 H
6 November 2019 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA PUSAT
Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. H. HASANUDDIN AF., MA Dr.HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA


Mengetahui,
DEWAN PIMPINAN HARIAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA PUSAT
Ketua Umum, Sekretaris Jenderal,

Prof. Dr. KH. MA’RUF AMIN Dr. H. ANWAR ABBAS MM., M.Ag

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bulus 1

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 51 Tahun 2019
Tentang
HUKUM MENGONSUMSI DAGING BULUS

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :


Menimbang : 1. bahwa dalam perkembangan industri pangan, ada bahan yang
menggunakan daging bulus, sehingga muncul pertanyaan di
masyarakat tentang hukum mengonsumsi bulus;
2. bahwa di tengah masyarakat muncul pro kontra hukum
mengonsumsi daging bulus;
3. bahwa untuk menjawab pertanyaan di atas, Komisi Fatwa Majelis
Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang
hukum mengonsumsi daging bulus untuk dijadikan sebagai
pedoman;
Mengingat : 1. Firman Allah SWT; antara lain :
a. QS. Al-Maidah: 4 tentang segala sesuatu yang baik adalah halal;

ُ َّ َُ ُ ُ َ ُ َ َ َُ
)4 :‫ٌَ ْسإلىن َك َماذا ؤ ِح َّل ل ُه ْم ق ْل ؤ ِح َّل لك ُم الط ُِّ َباث (املائدة‬
“Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi
mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang segala yang
baik".
b. QS. Al-A'raf: 157 tentang segala sesuatu yang baik adalah halal,
dan yang buruk adalah haram;
َ َ ْ َ َ ّ َّ َ َُ
)757 :‫اث َو ٍُ َح ّ ِس ُم َعل ْي ِه ُم الخ َبا ِئث (ألاعساف‬
ِ ‫وٍ ِح ُّل ل ُه ُم الط ُِب‬
"Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik, dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk".
c. QS. Al-Baqarah: 168 tentang perintah untuk memakan makanan
yang halal dan yang baik:
َ ‫َ ا‬ َْ َّ ‫اس ُك ُلىا م‬ َّ َ ُّ َ َ
(768 :‫ض َحَلًل ط ُِّ ابا )البقسة‬
ِ
ْ‫ألاز‬ ‫ي‬‫ف‬ ‫ا‬‫م‬
ِ ِ
ُ ‫الن‬ ‫ًاؤيها‬
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bulus 2

d. QS. Al-Baqarah: 172 tentang perintah untuk memakan makanan


yang halal serta bersyukur kepada Allah SWT:
ُُْ ْ ُ ْ َ ْ ُ َْ ََ َ ََّ ْ ُ ُ ُ َ َ َ َّ َ ُّ َ َ
‫ِلل ِن كنخ ْم‬
ِ ‫وا‬‫س‬ُ ‫ك‬ ‫اش‬‫و‬ ‫م‬ ‫اك‬‫ن‬ ‫ق‬ ‫ش‬‫ز‬ ‫ا‬‫م‬ ‫اث‬‫ب‬
ِ ِ ُ ‫ط‬ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ًاؤيها ال ِرًن ءامنىا ك‬
‫ىا‬ ‫ل‬
َ َ
)771 :‫ِن ًَّ ُاه ح ْع ُب ُدو (البقسة‬
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah".
e. QS. Al-Baqarah: 29 tentang apa yang telah diciptakan oleh Allah
SWT adalah untuk manusia:
َ ْ َ ْ َُ َ ََ َّ
‫ألا ْزض َمم ا‬
)19 :‫ُعا (البقسة‬ ِ ِ ‫ُه َى ال ِري خلق لكم ما ِفي‬
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
f. QS. Al-An'am: 119 tentang bahwa semua yang diharamkan telah
dijelaskan:
َ ُ ُ ْ َ َّ ْ ُ ْ َ َ َ َّ َ َ ْ ُ َ َ َّ َ ْ َ َ
(779 :‫اطط ِس ْزج ْم ِنل ُْ ِه )ألانعام‬ ‫وقد فصل لكم ما حسم علُكم ِنًل ما‬
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu
apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa
kamu memakannya.”
g. QS. Al-An'am: 145 tentang perintah Allah SWT kepada
Rasulullah SAW. untuk mengatakan, bahwa di dalam wahyu
yang telah diterima tidak ada penegasan haram kecuali
beberapa hal:
َ ‫َّ َ ْ ُ َ َ ا‬ ْ َ ََ ‫َ ُ َ ا‬ ُ ُ َ ُ
‫اع ٍم ًَط َع ُم ُه ِنًل ؤ ًَكى َم ُْخت ؤ ْو‬ ِ ‫وح َي ِنل َّي مح َّسما على ط‬ ِ ‫ق ْل ل ؤ ِمد ِفي مأ ؤ‬
.‫للا ِه ِه‬ ‫ر‬‫ي‬ْ ‫س َؤ ْو ف ْس اقا ُؤه َّل ل َغ‬ٌ ‫م‬ْ ‫ىحا َؤ ْو َل ْح َم خ ْنزًس َفإ َّن ُه ز‬
‫َد اما َم ْس ُف ا‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
)745 :‫(ألانعام‬
"Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang
yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai,
atau darah yang mengalir atau daging babi karena
sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih
atas nama selain Allah".

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bulus 3

2. Hadis-hadis Nabi SAW berikut ini:


a. HR. Muslim mengenai apa yang diterima oleh Allah adalah
sesuatu yang baik sebagaimana dahulu telah diperintahkan
kepada para Rasul:

ُ ‫الن‬َّ َ ُّ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ُ ُ َ ‫ َق‬:‫ال‬ َ ‫ َق‬،‫َع ْن َؤبي ُه َسٍْ َس َة‬


،‫اس‬ ‫ "ؤيها‬:‫للا صلى للا علُ ِه وسلم‬ ِ ‫ال َزسىل‬ ِ
َ َ ْ ُ ْ َ َ َ َّ ْ َ َ َ
‫ َو ِن للا ؤ َم َس املؤ ِم ِني ِه َما ؤ َم َس ِه ِه‬،‫ِن َّ للا ط ُِّ ٌب ًل ًَق َب ُل ِنًل ط ُِّ ابا‬
َّ
َ ُْ
)‫امل ْس َس ِلي " (زواه مسلم‬
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah adalah baik yang tidak
menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah telah
memerintahkan orang-orang beriman sesuai apa yang pernah
diperintahkan kepada para utusan-Nya".
b. HR. Al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al- Thabarani dari Salman al-
Farisi mengenai perkara halal:
َّ َ ُ َّ َ ُ َ ‫الفازس ّي َق‬ َ َ ََْ ْ َ
‫للا َعل ُْ ِه َو َسل َم َع ِن‬ ‫صلى‬ ‫للا‬ ُ ُ
ِ ‫ س ِئ َل َزسىل‬:‫ال‬ ِِ ‫عن سلما‬
َ ‫ َو‬،‫للا في ك َخاهه‬
ُ ‫الح َس‬ ُ َ َ َ َ َ َ ‫ َف َق‬،‫الف َس ِاء‬ َ ْ ُ َ ْ َّ
‫ام‬ ِ ِ ِ ِ ‫ "الحَل ُل ما ؤح َّل‬:‫ال‬ ِ ‫السم ِن والجب ِ و‬
ْ َ َ ْ َ َ َ
‫ َو َما َسك َعن ُه ف ُه َى ِم َّما َعفا َعن ُه" (زواه الترمري‬،‫للا ِفي ِكخ ِاه ِه‬ ُ ‫َما َح َّس َم‬

.)‫واهن مامه والطبراني‬


Dari Salman al-Farisi, ia berkata: Rasulullah SAW ditanya
tentang minyak samin, keju dan pakaian dari bahan bulu
binatang, lalu beliau bersabda: "Sesuatu yang halal adalah apa
yang dihalalkan oleh Allah di Kitab-Nya, dan sesuatu yang haram
adalah apa yang diharamkan oleh-Nya di dalam Kitab-Nya.
Adapun sesuatu yang tidak ditegaskan (kehalalan/keharaman)
adalah termasuk apa yang dimaafkan". (HR. Al-Tirmidzi, Ibnu
Majah dan al- Thabarani)
c. HR. Hakim tentang apa yang tidak disebut tentang kehalalan
atau keharaman maka termasuk yang dimaafkan:
ْ َ َ
‫ َو َما َسك َعن ُه‬،‫ام‬ ُ َّ ‫َما َؤ َح َّل‬
ٌ ‫ َو َما َح َّس َم َف ُه َى َح َس‬،‫اَّلل في ك َخاهه َف ُه َى َح ََل ٌل‬
ِِ ِ ِ
َ َ ًّ َ ْ ُ َ ْ َ َ َّ َّ َ َ َ َ ْ َّ َ َُْ َ ٌ َ َ َ َ
‫ «هرا‬.‫ ف ِإ اَّلل لم ًكن ن ِسُا‬،‫اَّلل العا ِفُت‬ ِ ‫ فاقبلىا ِمن‬،‫ف ُهى عا ِفُت‬
ْ َ َ ْ ُ َ ٌ َ
»‫ُح ِْلا ْسن ِاد َول ْم ًُخ ِس َم ُاه‬ ‫ح ِدًث ص ِح‬
"Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah
halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka dia itu adalah
haram; sedang apa yang Ia diamkannya, maka dia itu dibolehkan
(dimaafkan). Oleh karena itu terimalah permaafan dari Allah,
sebab sesungguhnya Allah tidak bakal lupa sedikitpun”. (HR.
Hakim, ini adalah hadis shahih akan tetapi al-Bukhari dan
Muslim tidak meriwayatkannya).

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bulus 4

3. Kaidah Fiqhiyah; antara lain :


ْ َّ َ َ ُ َّ َّ ُ َ َّ َ ُ َ َ َ َْ ْ ُ ْ َ
.‫ألاصل ِفي ألاشُ ِاء ِْلاهاحت حتى ًدل الد ِلُل على الخح ِس ٍِم‬
"Asal segala sesuatu adalah boleh (mubah) sehingga ada dalil yang
menunjukkan hukum haram".
ُ ُ َّ َّ ْ َ ْ ُ َ َ َ َّ َ ْ َ ْ ُ ْ َ
.‫الح ْس َمت‬ ‫احت َو ِفي ألاش َُ ِاء الظاز ِة‬‫ألاصل ِفي ألاشُ ِاء النا ِفع ِت ِْلاه‬
"Pada dasarnya segala sesuatu yang bermanfaat adalah boleh
(mubah), dan segala sesuatu yang membahayakan adalah haram".
Memperhatikan : 1. Abul Hasan ibnu Muhammad ibnu Habib al-Bashri al-Baghdadi (Al-
Mawardi) di dalam Al-Hawi al-Kabir Bairut, Dar al-Kutub al-Ilmiah,
Cet. I, Th.1419 H. / 1999 M, menjelaskan tiga kelompok binatang
terkait hukum halal dan haram.
َ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ ٌ َ َ ُّ َ َ
‫اب ٌَشخ ِم ُل َعلى َما َح َّل ِم ْن َها‬ ‫ وهرا الب‬،‫ دواب وطا ِئس‬: ِ ‫ظ ْسَبا‬ َ ‫َو َؤ َّما ْال َب ّر ُّي َف‬
ِ
َْ َ ْ َ ُّ َّ َ ‫َ َ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ ُ َ َ َ َز‬
‫اب ؤو‬ ٍ ‫ ؤحدها ما و د النص ِهخح ِل ُِل ِه ِفي ِكخ‬.‫ وهى على ثَلث ِت ؤطس ٍب‬،‫وحسم‬
َّ َ َ ْ َ ُّ َّ َ َ َ َ َّ ُ ْ َّ َ ٌ َ َ َ ُ َ َّ ُ
‫اب ؤ ْو ُسن ٍت‬ ٍ ‫ والظسب الثا ِني ما وزد النص ِهخح ِس ٍِم ِه ِفي ِكخ‬.‫ فهى حَلل‬،‫سن ٍت‬
َ َ ٌّ َ
‫ص ِهخ ْح ِل ٍُل َوًل‬
َ ‫َ َ َْ ا‬ ُ َّ
‫ َما كا غفَل ل ْم ًَ ِس ْد ِف ُِه ن‬:‫الظ ْس ُب الث ِالث‬ َّ ‫ َو‬.‫ام‬ ٌ ‫َف ُه َى َح َس‬
َ َُ ُ ‫ََ ْ َ َ َ ُ َ َ َ َُ َ ْ ا‬ َ
‫ ِفي َآًاج ِي‬،‫صَل ٌُ ْع َسف ِه ِه َحَلل ُه َو َح َس ُام ُه‬ ‫ فقد معل للا حعالى له ؤ‬،‫ج ْح ِس ٍٍم‬
‫َّ ا‬ َ
.‫ِم ْن ِكخ ِاه ِه َو ُسنت َع ْن َز ُس ِىل ِه‬
Adapun binatang darat ada dua macam, hidup di tanah dan terbang.
Pembahasan dalam bab ini mencakup binatang halal dan haram
yang terbagai menjadi tiga bagian. Pertama, binatang yang
ketentuan kehalalannya ada di dalam Al-Qur'an atau As-Sunnah.
Kedua, binatang yang ketentuan keharamannya ada di dalam nash
Al-Qur'an atau As-Sunnah. Ketiga, binatang yang ketentuan
kehalalan atau keharamannya tidak ditentukan oleh nash Al-Qur'an
atau As-Sunnah. Dalam hal ini, dua ayat (al Maidah ayat 4 dan al
A’raf ayat 157) dan hadis Nabi saw bisa dijadikan sebagai dasar
untuk menetukan kehalalan atau keharamannya.
َُ ُ ُ َ ُ َ َ َُ َ َ َ َ َ ْ ََ
‫ َ{ٌ ْسإلىن َك َماذا ؤ ِح َّل ل ُه ْم ق ْل ؤ ِح َّل لك ُم‬:‫فإ َّما ْلا ًَخا ِ ف ِإ ْح َد ُاه َما ق ْىله ح َعالى‬
َ َ َ ُ َّ ‫َ ا‬ َّ َ ُ َّ
‫ َ{و ٍُ ِح ُّل‬:‫ َوالثا ِنُت ق ْىله ح َعالى‬.‫) ف ُج ِع َل الط ُِّ ُب َحَلًل‬4 :‫الط ُِّ َباث) {املائدة‬
َّ َ َ َ َ َّ ُ ُ َ
‫ ف َج َع َل الط ُِّ َب‬.)757 :‫اث َو ٍُ َح ّ ِس ُم َعل ْي ِه ْم الخ َبا ِئث} (ألاعساف‬ ‫ب‬
ِ ِ
َ ُّ ‫الط‬ ‫لهم‬
َ َ ْ ‫َ ا‬
.‫ َوالخ َبث َح َس ااما‬،‫َحَلًل‬
Ayat yang dimaksud adalah dalam surat al-Maidah ayat 4, yang
menyebutkan bahwa standar kehalalan sesuatu makanan/minuman
itu tergantung thayyib atau tidak. Ayat yang kedua adalah dalam
surat al-A’raf ayat 157 yang menyebutkan bahwa halalnya
makanan/minuman itu karena thayyib dan sebaliknya
makanan/minuman itu haram karena khabits.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bulus 5

2. Pendapat Abdul Malik ibn Abdullah ibn Yusuf al-Juwaini (Imam al-
Haramain) di dalam Nihayah al-Mathlab Fi Dirayah al-Madzhab, Dar
al-Minhaj, Cetakan I, Th.2007/1428 H, Jilid 18, Halaman 209-110
mengenai halal dan haram binatang itu berdarkan Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi SAW.
ُ ْ َ ُ ‫الخ ْحسٍم َما ٌُ ْس َخ َط‬ َّ َ َّ َ ‫صىل َّالتي ًُ ْس َم ُع ن َل‬ ُ ْ َ َ
،‫اب َو َُ ْسخخ َبث‬ ِ ِ ‫و‬ ‫ُل‬
ِ ‫ل‬
ِ
ْ ‫الخ‬
‫ح‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ا‬‫يه‬
ِ ِ ِ ِ
ُ ‫ألا‬ ‫و ِمن‬
ُ َ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ْ ْ ْ َ َ ُّ َ َ َّ َ َ
‫ {ق ْل ؤ ِح َّل لك ُم‬:‫ َوؤث َبخ ُه ِهق ْى ِل ِه ح َعالى‬،‫ص َل ألا ْعظ َم‬ ‫َوق ْد َزؤي الشا ِف ِعي ذ ِلك ألا‬
ُ َّ
.}‫الط ُِّ َباث‬
Diantara beberapa dasar yang dijadikan rujukan mengenai
kehalalan dan keharaman sesuatu adalah perihal thoyyib (baik) dan
khabits (buruk). Imam Syafi'i menjadikannya sebagai dasar utama,
dan menetapkannya berdasarkan ayat: "Katakan, telah dihalalkan
bagimu, segala sesuatu yang thoyyib (baik)".
3. Abdur Rahman ibn Abi Bakr, Jalaluddin Al-Suyuthi di dalam Al-
Asybah wa Al-Nadzair, Bairut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Cet. I,
Th.1411 H / 1990 M, Hlm 60 menjelaskan binatang yang sulit
diketahui kehalalan dan keharamannya.
َ ‫ص ُّح ُه َما ْال ِح ُّل َك َما َق‬
..... ‫ال ال َّسا ِف ِع ُّي‬ َ ‫ َؤ‬: ‫ َوفُه َو ْم َها‬،‫ْال َح َُ َىا ُ ْاملُ ْشك ُل َؤ ْم ُس ُه‬
ِ ِ ِ ِ
ْ ُ ْ ْ َ ْ َ َّ ُ َ َ َ ُ ْ َ
َ ‫ال ْاملُ َخ َى ّلي ًَ ْح ُس ُم ؤكل ُه‬
َ ‫َق‬
‫ "ألاق َس ُب امل َىا ِف ُق ِلل َم ْح ِك ّ ِي َع ْن‬:‫ال‬ َ ‫الن َىو ُّي َوق‬
ِ ‫ه‬ ‫ف‬ ‫ال‬ ‫خ‬ ‫و‬ ِ
ْ َ َ َّ َّ
."‫الشا ِف ِع ّ ِي ِفي ال ِتي ق ْبل َها ال ِح ُّل‬
Hewan yang sulit diketahui kehalalan dan keharamannya, ada dua
pendapat; Pendapat yang kuat di antara dua pendapat adalah halal
hukumnya sebagaimana dikatakan oleh Ar-Rafi'i. ..... Al-Mutawalli
berkata, bahwa binatang seperti itu haram untuk dimakan.
Sedangkan Al-Nawawi berpendapat, bahwa yang lebih dekat dan
selaras dengan pendapat Imam As-Syafi'i adalah halal".
4. Pendapat Malikiyah dalam kitab al-Muntaqa Syarh al-Muwaththa’
jilid 2 halaman 247:
َ َ َ ْ ‫ىش ل ْل ُم ْحسم‬ ُ ُ َ َّ ْ ُ َ ْ َ ُّ َ
‫اص ِط َُ ُاد ُه َعلى ق ْى ِل َم ِال ٍك ِم ْن ؤ َّن َها‬ ِِ ِ ‫ج‬ ً ‫ا‬‫م‬‫م‬ِ ‫ي‬ ‫د‬
ِ ‫ن‬ ‫والسلحفاة ِع‬
َ َُْ َ َ َ َ َ َ َْ ُ ْ ُ َ َ َ َ َْ ُ َ ْ ُ
‫س امل ِاء َوؤ َّما َعلى ق ْى ِل ْاه ِن نا ِف ٍع ِم ْن ؤ َّن َها ًل جؤك ُل ِبغ ْي ِر‬ ‫جؤكل ِبغي ِر ذك ٍاة و ِهي جس‬
ْ ‫ىش ل ْل ُم ْحسم‬ُ ُ َ َ ُ َّ َ َ َ
‫اص ِط َُ ُاد َها‬ ِِ ِ ‫ذك ٍاة ف ِإنه ًل ًج‬
Menurut Imam Malik, kura-kura adalah hewan yang boleh diburu
oleh orang yang ihram, karena termasuk hewan yang halal tanpa
disembelih. Kura-kura termasuk jenis ikan besar. Menurut Ibnu Nafi’
kura-kura termasuk hewan yang harus disembelih sebelum dimakan,
maka tidak boleh diburu oleh orang yang sedang ihram.
ْ َ َ َ ُْ ُ َ َ
.‫ُد اْل ْح ِس ُم ُسل ْحفاة ال َب ّ ِر‬‫ىط َع ْن َم ِال ٍك ًل ً ِص‬ ُ ‫َو َؤ َّما ُس َل ْح َف ُاة ْال َب ّر َففي ْاملَ ْب‬
‫س‬
ِ ِ ِ
Sedangkan kura-kura darat (menurut Imam Malik), maka tidak
diperbolehkan bagi orang yang sedang ihram untuk memburunya
(kitab al-Mabsuth).

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bulus 6

5. Paparan Achmad Farajallah (ahli Zoologi Molekular) dari Divisi


Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB
Bogor dalam Sidang Pleno Komisi Fatwa MUI tanggal 30 Oktober
2019 terkait bulus.
6. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang
Pleno Komisi Fatwa MUI tanggal 13 November 2019.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG HUKUM MENGONSUMSI DAGING BULUS
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan :
Bulus adalah hewan darat yang berhabitat di air dan bukan termasuk hewan
yang hidup di dua alam (amfibi), sejenis labi-labi (kura-kura berpunggung lunak)
yang merupakan anggota suku Trionychidae. Dalam bahasa Inggris, hewan ini
dikenal dengan nama Asiatic soft shell turtle atau common soft shell turtle.
Bulus bernafas menggunakan paru-paru.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Bulus sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan umum merupakan hewan
yang halal untuk dikonsumsi (ma’kul al-lahmi) dengan syarat disembelih
secara syar’i.
2. Bulus di suatu daerah yang ditetapkan sebagai satwa langka, wajib dilindungi.
Ketiga : Rekomendasi
1. Umat Islam dihimbau menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam
konsumsi produk pangan.
2. Pemegang otoritas diminta menjadikan fatwa ini sebagai pedoman
dalam menjalankan proses sertifikasi halal terhadap produk makanan,
minuman, obat-obatan dan kosmetika.
3. Untuk menjaga ekosistem bulus, maka industri pangan yang menjadikan bulus
sebagai bahan industri diharapkan untuk melakukan budidaya dan
penangkaran.
Keempat : Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika
di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Hukum Mengonsumsi Daging Bulus 7

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 16 Rabiul Awwal 1441 H
13 November 2019 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA PUSAT
Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. H. HASANUDDIN AF., MA Dr.HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA


Mengetahui,
DEWAN PIMPINAN HARIAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA PUSAT
Ketua Umum, Sekretaris Jenderal,

Prof. Dr. KH. MA’RUF AMIN Dr. H. ANWAR ABBAS MM., M.Ag

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Mengonsumsi Daging Kanguru 1

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomer : 42 Tahun 2018
Tentang
HUKUM MENGONSUMSI DAGING KANGURU

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :

Menimbang : 1. bahwa kanguru merupakan binatang khas Australia yang


berkembang biak secara liar, dan telah mulai dikembangbiakkan
melalui usaha ternak;
2. bahwa daging kanguru yang lezat dan banyak bermanfaat untuk
kesehatan semakin digemari oleh konsumen lokal, dan semakin
meningkat permintaan ekspor ke berbagai negara;
3. bahwa perburuan kanguru diperketat setelah jumlah kanguru
semakin menurun;
4. bahwa masyarakat menanyakan hukum mengkonsumsi daging
kanguru;
5. bahwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu
menetapkan fatwa tentang hukum mengonsumsi daging kanguru.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT; antar lain :

a. Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang segala sesuatu yang


baik adalah halal.

ِ ِ
ُ َ‫ك َما َذا أُح َّل ََلُ ْم قُ ْل أُح َّل لَ ُك ُم الطَّيِّب‬
)4 :‫ات (املائدة‬ َ َ‫يَ ْسأَلُون‬
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi
mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang segala yang baik".

b. Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang segala sesuatu yang


baik adalah halal, dan yang buruk adalah haram.

َ ِ‫اْلَبَائ‬
)751 :‫ث (األعراف‬ ِ ‫وُُِي ُّل ََلم الطَّيِّب‬
ْ ‫ات َوُُيَِّرُم َعلَْي ِه ُم‬َ ُُ َ
"Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik, dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk".

c. Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang perintah untuk


memakan makanan yang halal serta bersyukur kepada Allah SWT.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Mengonsumsi Daging Kanguru 2

ِ ِ ِ ِ َّ
ُ ‫ين ءَ َامنُوا ُكلُوا م ْن طَيِّبَات َما َرَزقْ نَا ُك ْم َوا ْش ُك ُرواِ لل نِ ْن ُكْنمُ ْم نِيَّا‬
َ ‫يَاأَيُّ َها الذ‬
)711 :‫تَ ْعبُ ُدو َن (البقرة‬
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah".

d. Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang apa yang telah


diciptakan oleh Allah SWT adalah untuk manusia.
َِ ِ ‫هو الَّ ِذي خلَق لَ ُكم ما ِِف اْألَر‬
)12 :‫ِم ًيعا (البقرة‬ ْ َْ َ َ َُ
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

e. Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang binatang ternak


diciptakan antara lain untuk dimakan.
)12 :‫اللُ الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم اْألَنْ َع َام لِمَ ْرَكبُوا ِمْن َها َوِمْن َها تَأْ ُكلُو َن (غافر‬
"Allah yang menjadikan binatang ternak untuk kamu, sebagiannya
untuk kamu kendarai dan sebagiannya untuk kamu makan".

f. Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang binatang ternak


diciptakan antara lain untuk dimakan.
)5 :‫فءٌ َوَمنَافِ ُ َوِمْن َها تَأْ ُكلُو َن (النحل‬
ْ ‫َواْألَنْ َع َام َخلَ َق َها لَ ُك ْم فِ َيها ِف‬
"Binatang ternak yang telah Dia ciptakan untukmu terdapat bulu
yang menghangatkan dan berbagai manfa`at. Sedangkan
sebahagian binatang ternak itu kamu makan".

g. Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang perintah Allah SWT


kepada Rasulullah SAW. untuk mengatakan, bahwa di dalam
wahyu yang telah diterima tidak ada penegasan haram kecuali
beberapa hal.
ِ َ‫َل ُُمَّرما علَى ط‬
‫اع ٍم يَطْ َع ُمهُ نِلَّ أَ ْن يَ ُكو َن َمْيمَةً أ َْو‬ ِ ِ
َ ً َ ََّ ِ‫قُ ْل آل أَج ُد ِِف مآ أُوح َي ن‬
:‫ (األنعام‬.‫س أ َْو فِ ْس ًقا أ ُِه َّل لِغَ ِْْي اللِ هِِه‬ ِ ِ ٍِ ِ
ٌ ‫وحا أ َْو ََلْ َم خْنزير فَإنَّهُ ر ْج‬
ً ‫َف ًما َم ْس ُف‬
)745
"Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya
semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain
Allah".

2. Hadis Nabi SAW; antara lain :


a. HR. Muslim mengenai apa yang diterima oleh Allah adalah
sesuatu yang baik sebagaimana dahulu telah diperintahkan
kepada para Rasul.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Mengonsumsi Daging Kanguru 3

:‫صلَّى اللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ قَ َال رس‬:‫ قَ َال‬، ‫ضي الل عْنه‬ ِ
َ ‫ول الل‬ َُ ُ َ ُ َ ‫َع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة َر‬
‫ني ِِبَا أ ََمَر‬ ِِ
َ ‫ َونِ َّن اللَ أ ََمَر الْ ُم ْؤمن‬،‫ب لَ يَ ْقبَ ُل نِلَّ طَيِّبًا‬ ِ ‫"أَيُّ َها الن‬
ٌ ِّ‫ ن َّن اللَ طَي‬،‫َّاس‬
ُ
ِ ِ
)‫ني" (روا مسلم‬ َ ‫هِه الْ ُم ْر َسل‬
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah adalah baik yang tidak
menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah telah
memerintahkan orang-orang beriman sesuai apa yang pernah
diperintahkan kepada para utusan-Nya".

b. HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Thabarani dari Salman al-Farisi


mengenai perkara halal
‫صلَّى اللُ َعلَْي ِه‬ ِ ُ ‫ سئِل رس‬:‫ضي الل عْنه قَ َال‬ ِ ِ
َ ‫ول الل‬ َُ َ ُ ُ َ ُ َ ‫َع ْن َسْل َما َن ال َفا ِرس ّي َر‬
،‫َح َّل اللُ ِِف كِمَاهِِه‬ ِ ِ ِ ‫السم ِن واجل‬
َ ‫ "اَلَالَ ُل َما أ‬:‫ فَ َق َال‬،‫ْب َوالفَراء‬ ُْ َ ْ َّ ‫َو َسلَّ َم َع ِن‬
‫ َوَما َس َك َ َعْنهُ فَ ُه َو ِّمَّا َع َفا َعنْهُ" (روا‬،‫َواَلََر ُام َما َحَّرَم اللُ ِِف كِمَاهِِه‬
.)‫الرتمذي واهن ماجه والطرباين‬
Dari Salman al-Farisi ra, ia berkata: Rasulullah SAW ditanya
tentang minyak samin, keju dan pakaian bulu binatang, lalu beliau
bersabda: "Sesuatu yang halal adalah apa yang dihalalkan oleh
Allah di Kitab-Nya, dan sesuatu yang haram adalah apa yang
diharamkan oleh-Nya di dalam Kitab-Nya. Adapun sesuatu yang
tidak ditegaskan (kehalalan/keharaman) adalah termasuk apa
yang maafkannya".

c. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Tsa'labah ra. mengenai


larangan memakan daging binatang buas yang memiliki taring.

‫صلَّى اللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم نَ َهى َع ْن‬ ِ َ ‫َن رس‬


َ ‫ول الل‬
ِ
ُ َ َّ ‫ «أ‬:ُ‫َع ْن أَِِب ثَ ْعلَبَةَ َرض َي اللُ َعْنه‬
.)‫السبَ ِاع» (روا البخاري ومسلم‬ ِّ ‫اب ِم َن‬ ٍ َ‫أَ ْك ِل ُك ِّل ِذي ن‬
Dari Abu Tsa'labah ra.: "Sesungguhnya Rasulullah SAW. melarang
memakan setiap binatang buas yang memiliki taring".

d. HR. Muslim dari Abnu Abbas ra. tentang larangan memakan


daging binatang buas yang memiliki taring, dan burung yang
memiliki cengkeram (kuku kuat untuk memangsa).

‫صلَّى اللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ َ ‫َن رس‬ ِ ٍ َّ‫َع ِن اه ِن َعب‬


َ ‫ول الل‬ ُ َ َّ ‫ «أ‬، ‫اس َرض َي اللُ َعْن ُه َما‬ ْ
‫ب ِم َن الطَِّْْي» روا‬ ٍ َ‫ و َع ْن ُك ِّل ِذي ِِمْل‬،‫السبَ ِاع‬ ِ ٍ ِ
َ ِّ ‫نَ َهى َع ْن ُك ِّل ذي نَاب م َن‬
.‫مسلم‬
Dari Ibnu Abbas ra.: "Sesungguhnya Rasulullah SAW. melarang
memakan binatang buas yang memiliki taring, dan setiap burung
yang memiliki cengkeram".

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Mengonsumsi Daging Kanguru 4

e. HR. Muslim dari Abu Hurairah ra. tentang diharamkannya


memakan daging binatang buas yang memiliki taring.

‫ « ُك ُّل‬:‫صلَّى اللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم قَ َال‬ ِ


ِّ ِ‫ َع ِن الن‬، ُ‫َع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة َرض َي اللُ َعْنه‬
َ ‫َِّب‬
ِّ ‫اب ِم َن‬
.‫السبَ ِاع فَأَ ْكلُهُ َحَر ٌام» روا مسلم‬ ٍ َ‫ِذي ن‬
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi SAW. bersabda: "Setiap binatang
buas yang memiliki taring, haram dimakan".

f. HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dari Ibnu Umar
ra. mengenai larangan memakan binatang pemakan kotoran/
najis.
‫صلَّى اللُ َعلَْي ِه‬ ِ ُ ‫ «نَهى رس‬:‫ قَ َال‬، ‫ضي الل عْن هما‬ ِ
َ ‫ول الل‬ َُ َ َ ُ َ ُ َ ‫َع ْن اهْ ِن عُ َمَر َر‬
‫َو َسلَّ َم َع ْن أَ ْك ِل اجلَالَّلَِة َوأَلْبَ ِاِنَا» روا أهو فاوف والرتمذي واهن ماجه‬
.‫واَلاكم‬
Dari Ibnu Umar ra. berkata: "Rasulullah SAW. melarang memakan
daging binatang pemakan benda najis, dan meminum susunya".

3. Kaidah Fiqhiyyah; antara lain :


.‫َّح ِرِمي‬ ِ‫األَصل ِِف اْألَ ْشي ِاء ا ِإلهاحةُ ح ََّّت يد َّل الدَّل‬
ْ ‫يل َعلَى الم‬
ُ َُ َ َ َ َ ُْ
"Asal segala sesuatu adalah boleh (mubah) sehingga ada dalil yang
menunjukkan hukum haram".

.‫صلَ َح ِة‬ ٌ ‫الر ِعيَّ ِة َمنُو‬


ْ ‫ط هِالْ َم‬ َّ ‫ف ا ِإل َم ِام َعلَى‬
ُ ‫صُّر‬
َ َ‫ت‬
"Kebijakan pemimpin (imam) untuk rakyat terkait dengan
kemaslahatan".

Memperhatikan : 1. Abul Hasan ibnu Muhammad ibnu Habib al-Bashri al-Baghdadi (Al-
Mawardi) di dalam Al-Hawi al-Kabir Bairut, Dar al-Kutub al-Ilmiah,
Cet. I, Th.1419 H. / 1999 M, menjelaskan tiga kelompok binatang
terkait hukum halal dan haram.

،‫اب يَ ْشمَ ِم ُل َعلَى َما َح َّل ِمْن َها َو َح ُرَم‬ ِ ُّ ‫ فو‬:‫ان‬


ُ َ‫ َوَه َذا الْب‬،‫اب َوطَائٌر‬
ِ َ َ‫ي ف‬
َ َ َ‫ض ْره‬ ُّ ‫َوأ ََّما الْبَ ِّر‬
‫ فَ ُه َو‬،‫اب أ َْو ُسن ٍَّة‬ٍ َ‫َّص هِمَ ْحلِيلِ ِه ِِف كِم‬
ُّ ‫َح ُد َها َما َوَرَف الن‬ ٍ ْ ‫وُهو َعلَى ثََالثَِة أ‬
َ ‫ أ‬.‫َض ُرب‬ َ َ
.‫اب أ َْو ُسن ٍَّة فَ ُه َو َحَر ٌام‬ ٍ َ‫َّص هِمَ ْح ِرميِِه ِِف كِم‬
ُّ ‫َّاين َما َوَرَف الن‬ ِ ‫ب الث‬ ُ ‫ َوالض َّْر‬.‫َح َال ٌل‬
ِ ِ ٌّ َ‫ ما َكا َن َغ ْفالً ََل ي ِرف فِ ِيه ن‬:‫والضَّرب الثَّالِث‬
ُ‫ فَ َق ْد َج َع َل الل‬،‫ص همَ ْحل ٍيل َوَل ََْت ِرٍمي‬ َْْ َ ُ ُْ َ
.‫ني ِم ْن كِمَاهِِه َو ُسنَّةً َع ْن َر ُسولِِه‬
ِ َ‫ف هِِه َحالَلُهُ و َحر ُامهُ ِِف آيَات‬
َ َ ُ ‫َصالً يُ ْعَر‬
ْ ‫تَ َع َاَل لَهُ أ‬
Adapun binatang darat ada dua macam, hidup di tanah dan terbang.
Pembahasan dalam bab ini mencakup binatang halal dan haram yang
terbagai menjadi tiga bagian. Pertama, binatang yang kehalalannya
ada nash di dalam Al-Qur'an atau As-Sunnah. Kedua, binatang yang
keharamannya ada nash di dalam Al-Qur'an atau As-Sunnah. Ketiga,
binatang yang kehalalan atau keharamanny tidak ada nash. Dalam

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Mengonsumsi Daging Kanguru 5

hal ini, Allah SWT menegaskan dasar yang dapat digunakan untuk
mengetahui kehalalan atau keharamannya di dalam dua ayat Al-
Qur'an dan sunnah Rasul-Nya".

2. Pendapat Abdul Malik ibn Abdullah ibn Yusuf al-Juwaini (Imam al-
Haramain) di dalam Nihayah al-Mathlab Fi Dirayah al-Madzhab, Dar
al-Minhaj, Cetakan I, Th.2007/1428 H, Jilid 18, Halaman 209-110
mengenai halal dan haram binatang itu berdarkan Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi SAW.
ِ ِ ُ‫وِمن اْأل‬
‫ َوقَ ْد‬،‫ث‬ ُ َ‫صول الَِّت يُْر َج ُ نِلَ َيها ِِف المَّ ْحل ِيل َوالمَّ ْح ِرِمي َما يُ ْسمَط‬
ُ َ‫اب َويُ ْسمَ ْخب‬ ُ َ َ
ِ ‫ ققُل أ‬:‫ وأَثْبمَه هَِقولِِه تَع َاَل‬،‫ك اْألَصل اْألَ ْعظَم‬ ِ‫الشافِعِي ذَل‬
‫ُح َّل لَ ُك ُم‬ ْ َ ْ ُ َ َ َ َ ْ َ ُّ َّ ‫َرأَى‬
ُ َ‫الطَّيِّب‬
.}‫ات‬
Diantara beberapa dasar yang dijadikan rujukan mengenai kehalalan
dan keharaman sesuatu adalah perihal bagus dan kotor. Imam Syafi'i
memperhatikan dasar utama itu, dan menetapkannya berdasarkan
(kalimat dalam ayat dengan arti) "Katakan, telah dihalalkan bagimu,
segala sesuatu yang baik".

3. Abdur Rahman ibn Abi Bakr, Jalaluddin Al-Suyuthi di dalam Al-


Asybah wa Al-Nadzair, Bairut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Cet. I, Th.1411
H / 1990 M, Hlm 60 menjelaskan binatang yang sulit diketahui
kehalalan dan keharamannya.

‫ قَ َال‬..... ‫الرافِعِ ُّي‬


َّ ‫اَلِ ُّل َك َما قَ َال‬
ْ ‫َص ُّح ُه َما‬ ِ ِِ ِ
َ ‫ أ‬:‫ َوفيه َو ْج َهان‬،ُ‫اَلَيَ َوا ُن الْ ُم ْشك ِل أ َْم ُر‬ ْ
‫ب الْ ُم َوافِ ُق لِْل َم ْح ِك ِّي َع ْن‬
ُ ‫ "اْألَقْ َر‬:‫ي َوقَ َال‬ُّ ‫الْ ُممَ َوَِّل َُْي ُرُم أَ ْكلُهُ َو َخالََفهُ الن ََّوِو‬
ْ ‫الشَّافِعِ ِّي ِِف الَِّت قَ ْب لَ َها‬
."‫اَلِ ُّل‬
Hewan yang sulit diketahui kehalalan dan keharamannya, ada dua
pendapat; Suatu pendapat yang lebih kuat di antara dua pendapat
adalah halal hukumnya sebagaimana dikatakan oleh Ar-Rafi'i. ..... Al-
Mutawalli berkata, bahwa memakannya adalah haram. Imam
berselisih pendapat, bahwa yang lebih dekat dan selaras mengenai apa
yang hikayatkan dari Imam As-Syafi'i sebagaimana sebelumnya
adalah halal".

4. Pendapat Muhyiddin Yahya ibn Syaraf al-Nawawi, di dalam Raudlah


al-Thalibin wa 'Umdah al-Muftin, Bairut, Al-Maktab al-Islami, Th.
1991 / 1412 H, Jilid 3, Halaman 271 tentang diharamkannya
binatang bertaring karena taringnya kuat untuk memangsa.

‫ َما يَ ْع ُدو‬:‫ َوالْ ُمَر ُاف‬.‫ب ِم َن الطَّائِِر‬ ٍ َ‫ وِذي ِِمْل‬،‫السبَ ِاع‬ ِ ٍ ِ


َ ِّ ‫َوَُْي ُرُم أَ ْك ُل ُك ِّل ذي نَاب م َن‬
ِ ‫الذئْب والن‬ ِِ ِ ِ ْ ‫علَى‬
‫ُّب‬
ُّ ‫َّم ُر َوالد‬ َ ُ ِّ ‫َس ُد َو‬ َ ‫ب َواْأل‬ ُ ‫ فَيَ ْح ُرُم الْ َك ْل‬،‫اَلَيَ َوان َويَمَ َق َّوى هنَاهه‬ َ
.‫يل َوالْبَْب ُر‬ ِ ِ
ُ ‫َوالْ َف ْه ُد َوالْق ْرُف َوالْف‬
"Haram memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan binatang
unggas yang bercengkeram'. Yang dimaksud binatang buas ialah
binatang yang memangsa binatang lain, dan menaklukkannya dengan

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Mengonsumsi Daging Kanguru 6

taringnya. Oleh karena itu haram hukumnya; anjing, singa, srigala,


harimau, beruang, macan tutul, kera, gajah dan macan kumbang.

5. Pendapat Abu Muhammad al-Husain ibn Mas'ud ibn Muhammad ibn


al-Farra' al-Baghawi di dalam Al-Tahdzib fi Fiqh al-Imam Asy-Syafi'i,
Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, Cetakan I, Th.1997 M/1418 H, Jilid 8,
Halaman 65-66 mengenai binatang pemakan kotoran.

‫الذي يَأْ ُك ُل اْ َلع َذ َرةَ؛ نِذَا َكا َن قَ ْد ظَ َهَر‬ ِّ ‫اَلَيَ وا ُن‬ ِ ِ ْ ‫ولَ َُِي ُّل أَ ْكل ََل ِم‬
َ ْ ‫ َوه َي‬،‫اجلَالَّلَة‬ ْ ُ َ
‫صلَّى اللُ َعلَ ِيه‬ ِ ُ ‫ "نَهى رس‬:‫المَّ ْغيِْي علَى ََل ِمها؛ رِوي عن اه ِن عمر قَ َال‬
َ ‫ول الل‬ َُ َ ََ ُ ْ َ َ ُ َ ْ َ ُ
ِ ِ
‫ك‬ َ ‫ َوَك َذل‬،‫اجلَالَّلَِة َوأَلْبَاِنَا"؛ فَِإ ْن ََلْ يَظْ َه ْر َعلَْي ِه َما المَّ ْغيِْيُ َُِي ُّل‬
ْ ‫َو َسلَّ َم َع ْن أَ ْك ِل‬
َّ‫ب لَ ََِت ُّل؛ َونِل‬ ِ ‫ْت ََلْ ِم اْل َك ْل‬ ِ
ُ ْ َ‫ نِ ْن ظَ َهَر َعلَيه ن‬،‫ب‬ ِ ‫ْب ال َك ْل‬ ِ َ َ‫الس ْخلَةُ الْمرهَّاةُ هِل‬
َُ َّ
.ُ‫اب ََلْ ُم َها َُِي ُّل أَ ْكلُه‬ ِ ْ ‫ فَِإ ْن أَطْ َع َم‬،‫فَمَ ِح ُّل‬
َ َ‫َّت ط‬ َّ ‫ َح‬،ً‫اجلَالَّلَةَ َعلَفاً طَاهرا‬
"Tidak halal memakan "jallalah", yaitu binatang pemakan kotoran,
jika terjadi perubahan pada rasa dagingnya. Diriwayatkan dari Ibnu
Umar, ia berkat: "Rasulullah SAW mencegah memakan "jallalah" dan
meminum air susunya. Apabila tidak terjadi perubahan, maka
hukumnya halal. Demikian pula anak kambing yang diberi minum
dengan air susu anjing, jika anak kambing terdapat bau daging anjing,
maka menjadi tidak halal. Dan jika tidak terdapat bau anjing, maka
halal. Apabila jallalah diberi makan makanan suci, sehingga sedap
baunya, maka halal dimakan.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG HUKUM MENGONSUMSI DAGING KANGURU

Pertama : Ketentuan Umum


1. Yang dimaksud kanguru dalam fatwa ini ialah binatang meyusui
(mamalia), berkantung (marsupialia), dan memiliki dua kaki
belakang lebih panjang dari dua kaki depan.
2. Kanguru sebagaimana di atas merupakan binatang:
a. pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivora).
b. tidak termasuk binatang buas.

Kedua : Ketentuan Hukum


1. Kanguru sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan umum
merupakan hewan yang halal untuk dikonsumsi (ma’kul al-lahmi).
2. Kanguru sebagaimana dimaksud pada angka 1 hukumnya halal
setelah dilakukan penyembelihan secara syar’i.
3. Kanguru di daerah yang ditetapkan sebagai satwa langka, wajib
dilindungi.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Mengonsumsi Daging Kanguru 7

Ketiga : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan
diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 03 Oktober 2018 M
23 Muharam 1440 H

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. H. HASANUDDIN AF., MA Dr.HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA


Mengetahui,

DEWAN PIMPINAN HARIAN


MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum, Sekretaris Jenderal

Prof. Dr. KH. MA’RUF AMIN Dr. H. ANWAR ABBAS MM., M.Ag.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Larva Lalat Tentara Hitam (Hermetia Illucens / Black Soldier Fly)1

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 24 Tahun 2019
Tentang
LARVA LALAT TENTARA HITAM
(HERMETIA ILLUCENS / BLACK SOLDIER FLY)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :


Menimbang : 1. bahwa Larva Lalat Tentara Hitam (Hermetia Illucens / Black Soldier
Fly) telah banyak dibudidayakan dan dimanfaatkan oleh
masyarakat.
2. bahwa masyarakat memerlukan penjelasan tentang hukum
mengonsumsi, membudidayakan, dan memanfaatkan Larva Lalat
Tentara Hitam.
3. bahwa oleh karena itu Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum
mengonsumsi, membudidayakan serta memanfaatkan larva lalat
Tentara Hitam.
Mengingat : 1. Firman Allah SWT; antara lain :
a. QS. Al-Maidah: 4 tentang segala sesuatu yang baik adalah halal;

ُ َّ ُ َ ُ ُ َ ُ َ َ َ َُ ْ َ
َ )4َ:‫كَ َماذاَؤ ِح َّلَل ُه ْمَق ْلَؤ ِح َّلَلك ُمَالط ُِّ َباثَ(اإلاائدة‬
َ ‫ٌظإلىن‬
“Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi
mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang segala yang
baik".
b. QS. Al-A'raf: 157 tentang segala sesuatu yang baik adalah halal,
dan yang buruk adalah haram;
َ َ ْ َ َّ ُ ُ َ ُّ ُ َ
َ )151َ:‫اث ََو ٍُ َح ّ ِس ُم ََعل ْي ِه ُمَالخ َبا ِئثَ(ألاعساف‬ َ ُّ ‫َالط‬
ِ ِ ‫وٍ ِحلَلهم‬
‫ب‬
"Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik, dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk".
c. QS. Al-Baqarah: 29 tentang apa yang telah diciptakan oleh Allah
SWT adalah untuk manusia:
َ ْ َ ْ َُ َ ََ َّ
َ ‫يَألا ْزض‬
ً ‫َحم‬
َ )22َ:‫ُعاَ(البقسة‬ ِ ِ ‫ُه َىَال ِريَخلقَلكمَم ِاَف‬
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Larva Lalat Tentara Hitam (Hermetia Illucens / Black Soldier Fly)2

d. QS. Al-Baqarah: 172 tentang perintah untuk memakan makanan


yang halal serta bersyukur kepada Allah SWT:
ُُْ ْ ُ ْ ُ َْ َ َ ْ ُ ُ ُ َ َ َ َّ َ ُّ َ َ
َ ِ َ‫اث ََما َ َزشقناك ْم ََواشك ُسوا‬
َ‫ِلل َِن َكنخ ْم‬ ‫ب‬
ِ ِ
َ ُّ ‫َط‬ ‫ن‬ ‫ىاَم‬
ِ ‫ًاؤيهاَال ِرًن َءامنىاَك‬
‫ل‬
َ َ
َ )112َ:‫ِن ًَّ ُاهَح َْع ُب ُدو َ(البقسة‬
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah".
e. QS. Al-An'am: 145 tentang perintah Allah SWT kepada
Rasulullah SAW. untuk mengatakan, bahwa di dalam wahyu
yang telah diterima tidak ada penegasan haram kecuali
beberapa hal:
َ ً َ َ ُ ْ َ َّ ْ َ ََ ً َ ُ َ ُ ُ َ ُ
َ‫اع ٍم ًََط َع ُم ُه َِن َلَؤ ًََكى ََم ُْختَؤ ْو‬ ِ ‫ق ْلَ َلَؤ ِحد َِفيَمأَؤ‬
ِ ‫وح َي َِنل َّيَمح َّس َماَعلىَط‬
َ ُ ً َ ٌ ْ ُ َّ َ ْ َ ْ َ ْ َ ً ُ ْ َ ً َ
َِ ‫ع َؤ َْو َ ِف ْظقا َؤ ِه َّل َِلؼ ْي ِر‬
َ.‫َللا َِه ِ َه‬ ‫دما َمظفىحا َؤو َل َحم َِخن ِز ًٍس َف ِإنه َ ِزح‬
َ )145َ:‫(ألانعام‬
"Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang
yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai,
atau darah yang mengalir atau daging babi karena
sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih
atas nama selain Allah".
2. Hadis-hadis Nabi SAW berikut ini:
a. HR. Bukhari dan Ahmad dari Abu Hurairah yang mengandung
dalalah pula tentang halalnya lalat karena perintah mengenai
lalat yang jatuh di bejana berair untuk membenamkannya (yang
bisa menyebabkan mati).

َ ‫ىَللا ََع َل ُْ ِه ََو َط َّل َم ََق‬


َ:‫ال‬ ُ ‫َص َّل‬ َ ‫َللا ََع ْن ُه ََؤ َّ َ َز ُطى َل َللا‬
ُ ‫يَه َسٍْ َس َة َ َ ض َي‬
‫ز‬
ُ ‫َع ْن ََؤب‬
ِ ِ ِ
َ ْ ُ َّ ُ ْ ْ َ ُ َ َ ُّ َ َ ‫«ن َذ‬
َ‫ َف ِإ َّ َِفي‬،‫َث َّم َ ِل َُط َس ْح ُه‬،‫يَنن ِاء َؤ َح ِدك ْم َفل َُؼ ِم ْظ ُه َ كل ُه‬ ‫َف‬
ِ ِ ‫اب‬ُ ‫اَوق َع َالر َه‬
ِ
َ )‫اء»َ(زواهَالبخازيَوؤحمد‬
َ
ًَ ‫َو ِفي َآلاخ ِس ََد‬،
َ
َ ‫اح ُْهَشف ًاء‬ َ َ َ َ
َ
ِ ِ ‫ؤح ِدَحن‬
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda:
"Apabila lalat jatuh ke dalam bejana (berair) di antara kamu,
maka hendaklah ia membenamkan seluruh organnya, kemudian
hendaklah ia membuangnya karena sesungguhnya pada satu
sayapnya terdapat obat, sedangkan pada sayap yang lain
terdapat penyakit". (HR. Bukhari)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Larva Lalat Tentara Hitam (Hermetia Illucens / Black Soldier Fly)3

b. HR. Muslim mengenai apa yang diterima oleh Allah adalah


sesuatu yang baik sebagaimana dahulu telah diperintahkan
kepada para Rasul:

ُ ‫اَالن‬َّ َ ُّ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ُ ُ َ ‫َ َق‬:‫ال‬ َ ‫َق‬، َ َ َ َْ ُ َ ْ َ


َ،‫اض‬ ‫َ"ؤ َيه‬:‫َللاَصلىَللاَعلُ ِهَوطلم‬ ِ ‫الَ َزطىل‬ ‫عنَؤ ِبيَهسٍسة‬
َ َ ْ ُْ َ َ َّ ‫ ََون‬،‫َل َ ًَ ْق َب ُل َن ََّل َ َط ُّ ًبا‬
َ َ َ َّ
َ‫َللا َؤ َم َس َاإلاؤ ِم ِني َِه َما َؤ َم َس َِه ِه‬ ِ ِ ِ َ ‫َللا َط ُِّ ٌب‬ ‫ِن‬
َ ُْ
َ )‫اإلا ْس َط ِلي َ"َ(زواهَمظلم‬
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah adalah baik yang tidak
menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah telah
memerintahkan orang-orang beriman sesuai apa yang pernah
diperintahkan kepada para utusan-Nya".
c. HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Daru Quthni dari Ibnu Umar
mengenai kehalalan beberapa hal termasuk bangkai belalang.
َ َ ْ َّ ُ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ َ َ َ ََُ ْ َ
َ‫نا‬
َ ‫ذ َل‬ َ ‫َ«ؤ ِحل‬:‫للا َعلُ َِه َوطل َم‬ َ َ ‫صلى‬ َِ َ ‫ال َ َز ُطى َُل‬
َ ‫للا‬ ََ ‫ َق‬:‫ال‬
َ ‫ن َعم َس َق‬ َ ِ ‫ن َاه‬
َِ ‫ع‬
َْ َ َّ َ ‫ َ َو َؤ َّما‬،‫ىث َ َو ْال َج َس ُاد‬
َ‫َفالك ِب َُد‬:َ ِ ‫الد َما‬
ُ ْ َ َ َ َْ َ َ ََ
َ ‫َفال ُح‬:َ ِ ‫َفإ َّما َاإلا ُْدخا‬.َ ِ ‫ َ َو َد َما‬، ِ ‫َم ُْدخا‬
ّ َ
)‫ال»َ(زواهَؤحمدَواهنَماحهَوالبيهقي‬ َُ ‫الط َح‬ ِ ‫و‬
Dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah SAW bersabda, dihalalkan
bagi kami dua jenis bangkai dan dua jenis darah, dua jenis
bangkai meliputi ikan dan belalang, dan dua jenis darah meliputi
hati dan limpa ( HR Ahmad, Ibnu Majah dan al-Baihaqi)
3. Kaidah Fiqhiyah; antara lain :
َّ َ ُ َّ َّ ُ َ َّ َ ُ َ َ َ ْ ُ ْ َ
َ ‫يَألا ْش‬
َ .‫ُل ََعلىَالخ ْح ِس ٍِم‬ ‫َؤلاهاحتَحتىًَدلَالد ِل‬
ِ ِ‫اء‬ُ ‫ألاصل َِف‬
"Asal segala sesuatu adalah boleh (mubah) sehingga ada dalil yang
menunjukkan hukum haram".
ُ ُ َّ َّ ْ َ ْ ُ َ َ َ َّ َ ْ َ ْ ُ ْ َ
َ .‫الح ْس َمت‬ َ‫احت ََو ِفيَألاش َُ ِاءَالظاز َِة‬‫َؤلاه‬
ِ ‫ألاصل َِفيَألاشُ ِاءَالنا ِفع ِت‬
"Pada dasarnya segala sesuatu yang bermanfaat adalah boleh
(mubah), dan segala sesuatu yang membahayakan adalah haram".
Memperhatikan : 1. Abul Hasan ibnu Muhammad ibnu Habib al-Bashri al-Baghdadi (Al-
Mawardi) di dalam Al-Hawi al-Kabir Bairut, Dar al-Kutub al-Ilmiah,
Cet. I, Th.1419 H. / 1999 M, menjelaskan tiga kelompok binatang
terkait hukum halal dan haram.
َ ‫اب ٌََ ْش َخم ُل ََع َلى ََما‬ ْ َ َ َ ٌ َ َ ُّ َ َ ْ َّ َ َ
َ ‫َال َب ّر ُّي ََف‬
َ‫َح َّل َِم ْن َها‬ ِ
ُ ‫َال َب‬ ‫ا‬ ‫ر‬‫ه‬ ‫َو‬ ،‫س‬ ‫ئ‬
ِ ‫ا‬‫ط‬‫َو‬ ‫اب‬‫و‬ ‫َد‬ : ِ ‫ا‬‫ب‬َ‫ظ ْس‬
ِ ‫وؤما‬
َ َ ْ ‫ص َه َخ‬ َّ َ ‫َ َ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ ُ َ َ َ َز‬
َ‫اب َؤ ْو‬ ‫خ‬ ‫َك‬ ‫ي‬‫َف‬
ٍ ِ ِ ِِ ِ ِ ‫ه‬‫ُل‬ ‫ل‬ ‫ح‬ ُّ ‫َالن‬ ‫ َؤحدها َما َو د‬.‫َوهىَعلىَثَل َث ِت َؤطس ٍب‬،‫وحسم‬
َّ ُ ْ َ َ ْ ‫ص َه َخ‬ َّ َ ‫ُ َّ َ ُ َ َ َ ٌ َ َّ ْ ُ َّ َ َ َز‬
ُّ ‫َالن‬
َ‫َطن ٍت‬ ‫اب َؤو‬ ‫خ‬ ‫يَك‬ ‫َف‬
ٍ ِ ِ ِِ ِ ِ ‫ه‬ ‫ٍم‬ ‫س‬ ‫ح‬ ‫َوالظسب َالثا ِنيَماَو د‬.‫َفهىَحَلل‬،‫طن ٍت‬
َ َ ٌّ َ
َ‫ص َِهخ ْح ِل ٍُل ََول‬
َ ً َْ َ َ ُ َّ
َِ ‫ ََما َكا َػفَل َل ْم ًََ ِس ْد َ ِف‬:‫الظ ْس ُب َالث ِالث‬
‫ُه َن‬ َّ ‫ ََو‬.‫ام‬ ٌ ‫َح َس‬ َ ‫َف ُه َى‬

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Larva Lalat Tentara Hitam (Hermetia Illucens / Black Soldier Fly)4

َ َ َُ َ ُ ً ْ َ َُ َ َ َ ُ َ َ َ ْ ََ َ
َ ِ ‫يَآًاجي‬ ‫ َ ِف‬،‫َحَلل ُه ََو َح َس ُام َُه‬ ‫صَل ٌَُ ْع َسف َِه ِه‬ ‫َفقد َحعل َللا َحعالىَله َؤ‬،‫ج ْح ِس ٍٍم‬
ً َّ َ
َ .‫ِم ْن َِكخ ِاه ِه ََو ُطنت ََع ْنَ َز ُط ِىل ِه‬
Adapun binatang darat ada dua macam, hidup di tanah dan terbang.
Pembahasan dalam bab ini mencakup binatang halal dan haram
yang terbagai menjadi tiga bagian. Pertama, binatang yang
ketentuan kehalalannya ada di dalam Al-Qur'an atau As-Sunnah.
Kedua, binatang yang ketentuan keharamannya ada di dalam nash
Al-Qur'an atau As-Sunnah. Ketiga, binatang yang ketentuan
kehalalan atau keharamannya tidak ditentukan oleh nash Al-Qur'an
atau As-Sunnah. Dalam hal ini, dua ayat (al Maidah ayat 4 dan al
A’raf ayat 157) dan hadis Nabi saw bisa dijadikan sebagai dasar
untuk menetukan kehalalan atau keharamannya.
َُ ُ ُ َ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ َ َ ْ َّ َ َ
َ‫َ{ٌ ْظإلىن َك ََماذاَؤ ِح َّلَل ُه ْمَق ْلَؤ ِح َّلَلك ُم‬:‫ى‬ ‫فإماَآلاًخا ِ َف ِإحداهماَقىلهَحعال‬
ُ َّ َ ً َ َ ُ ّ َّ َ ُ َ
َ :‫ُت ََق ْىله ََح َع َالى‬ ُ َّ
َ‫َ{و ٍُ ِح ُّل‬ ‫ والثا ِن‬.‫) َفج ِعل َالط ُِب َحَل َل‬4َ :‫اث} َ(إلاائدة‬ َ ‫الط ُِّ َب‬
َّ َ َ َ َ َ ّ َّ َ
َ‫ َف َج َع َل َالط ُِّ َب‬.)151َ :‫اث ََو ٍُ َح ّ ِس ُم ََعل َْي َِه ْم َالخ َبا ِئث} َ(ألاعساف‬
ِ ‫ل ُه ُم َالط ُِب‬
َ ‫َو ْال َخ َب َث‬،
َ .‫َح َس ًاما‬ َ ‫َح ََل ًل‬
Ayat yang dimaksud adalah dalam surat al-Maidah ayat 4, yang
menyebutkan bahwa standar kehalalan sesuatu makanan/minuman
itu tergantung thayyib atau tidak. Ayat yang kedua adalah dalam
surat al-A’raf ayat 157 yang menyebutkan bahwa halalnya
makanan/minuman itu karena thayyib dan sebaliknya
makanan/minuman itu haram karena khabits.
2. Abdul Malik ibn Abdullah ibn Yusuf ibn Muhammad al-Juwaini di
dalam Nihayah al-Mathlab Fi Dirayah al-Madzhab, Dar al-Minhaj,
Cet. I, Th.1428 H / 2007 M, Jilid 18, Hlm 213 menjelaskan, bahwa
lalat dapat disamakan dengan belalang.
ُ
َ‫ َول ًَخفى َجحلُل َالجساد‬،‫وذواث َألاحنحت َمن َالحشساث َكالرهاب َمحسمت‬َ
َّ ّ ّ
َ‫َوفيَألاصحابَمن‬، ‫والرها‬ ِ َ‫َوألاظهسَنلحاقهاَهالخنافع‬،‫وفيَالص َّسازةَجسدد‬
َ .‫ َوهراَمصٍفَلَحعىٍلَعلُه‬،‫ؤلحقهاَهالجساد‬
Serangga-serangga bersayap seperti lalat hukumnya haram, bukan
menjadi rahasia tentang hukum halanya belalang, dalam hal (status
hukum) burung pemangsa terdapat keraguan, jelasnya burung
pemangsa disamakan dengan serangga dan lalat, Dalam sebagian
pendapat, ada yang menyamakan lalat dengan belalang, hal ini tidak
tepat dan bukan pendapat yang kuat

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Larva Lalat Tentara Hitam (Hermetia Illucens / Black Soldier Fly)5

3. Pendapat Abdul Malik ibn Abdullah ibn Yusuf al-Juwaini (Imam al-
Haramain) di dalam Nihayah al-Mathlab Fi Dirayah al-Madzhab, Dar
al-Minhaj, Cetakan I, Th.2007/1428 H, Jilid 18, Halaman 209-110
mengenai halal dan haram binatang itu berdarkan Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi SAW.
ُ ْ َ ْ َُ ُ َ َ ْ ُ َ َّ َّ َ َ ْ ُ َّ ُ ْ َ َ
َ،‫ث‬َ ‫خ ََب‬
َ ‫ظ َخ‬
َ َ‫ابَ َو‬
َ ‫ط‬ َ ‫ظ َخ‬
َ ٌَ‫ا‬ َ ‫ٍمَ َم‬ َ ِ ‫ح َِس‬ َْ ‫الخ‬
َ ‫ُلَ ََو‬ َْ ‫يَالخ‬
َ ِ ‫ح َِل‬ َ ‫اَف‬ َِ ‫ح ُ َعَ َِن َل ََيه‬
َ ‫صى ِ َلَ َال ِ َتيًَ َس‬ َُ ‫ألا‬
َ َ‫ن‬ َ ‫َو َِم‬
ُ َ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ ْ ْ َ َ ُّ َ َ َّ َ َ
َ‫َ{ق ْل َؤ ِح َّل َلك ُم‬:‫َوَؤ َث ََب َخ َُه َ َِه َق َْىَِل ِ َه َ َح ََع َالى‬،
َ ‫ظ َم‬َ ‫َألا َع‬ َ ‫صل‬ َ ‫ألا‬ َ َ‫ك‬ َ ‫يَالشا َِف ِ َع َي َ َذ َِل‬
َ ‫ََو َق ْ َد َ ََزَؤ‬
ُ َّ
َ .}‫الط ُِّ َباث‬
Diantara beberapa dasar yang dijadikan rujukan mengenai
kehalalan dan keharaman sesuatu adalah perihal thoyyib (baik) dan
khabits (buruk). Imam Syafi'i menjadikannya sebagai dasar utama,
dan menetapkannya berdasarkan ayat: "Katakan, telah dihalalkan
bagimu, segala sesuatu yang thoyyib (baik)".
4. Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Dimasyqy al-Nawawi dalam kitab
al-Majmu syarh al-Muhadzdzab, jilid 9 hlm 15 menyatakan bahwa
seluruh serangga dianggap kotor dan hukumnya haram.
ٌ ُّ ُ ٌ َ ْ َ ُّ ُ َ ُ َ َ َ ْ َّ َ َ
َُ ‫اث َفكل َها َ ُم ْظخخ َبث َت َ َوكل َها َ ُم َح َّس َم َت َ ِط َىيَ َ َما َ ًَ ْد ُز‬
َ‫ج َ( ِم ْن َها)َ َو َما‬ َ ‫(وؤما)َالحشس‬
ْ ْ ْ ُ َ َ ُ َ
ََ ِ ‫ن َال َح َُ َىا‬َ ‫ىم َ َو ِؤلا َه َِس َكالحُت َوالعقسب َوالرنبىزَ ِم‬ َ ِ ‫الظ ُم‬ ُّ َ ‫اث‬ َ ‫ير َف ِم ْن َها َذ َو‬َ ‫ً ِط‬
َ َ ْ َ َ َ َ ُ ُ ْ َ ُّ َ َ َ ََْ َ
َ‫ع َوالعقازب َوالحُاث‬ َ ِ ‫ك َكالخنا ِف‬ َ ‫َل ًَ ِص َح َهُ َع َه َوذ ِل‬ َ ‫َما َ َل َ ًُنخف َُع َ ِه َِه َف‬
َ َ َ َ ْ َّ
}40‫ص‬/َ2َ‫اثَ َون ْح ِى َهاَ{املجمىعَج‬ َ ِ ‫لَ َو َطا ِئ َِسَالحشس‬ َ ِ ‫والدًدا َوالفإزَ َوالن ْم‬
Adapun serangga-serangga, semuanya dianggap kotor dan
seluruhnya diharamkan, kecuali serangga yang meloncat dan
serangga yang terbang. Jenis serangga terbang ini ada di antaranya
beracun dan berkuku tajam, seperti ular, kalajenking, kumbang, di
mana ia merupakan serangga yang tidak dapat dimanfaatkan dan
tidak halal dijual belikan. Demikian halnya serangga sejenis
kumbang, kalajengking, ular, cacing, tikus, semut dan serangga-
serangga lain yang sejenis
5. Ahmad ibn Idris ibn Abdur Rahman (Al-Qarafi), di dalam Al-
Dzakhirah, Dar al-Arab al-Islami, Cet. I, Th.1994, Jilid 4, Hlm 103-
104 menjelaskan, bahwa lalat dapat disamakan belalang.
ْ
ََ‫يَال ُب َخاز ّي َن َذا َ َو َقع‬ ُ َ َّ ْ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ُ َّ َ ْ َ َ َّ َ
ِِ ِ ‫ىَنهاح ِت َالجس ِاد َِلقى ِل ِه َعلُ ِه َالظَلم َ ِف‬ ِ ‫ق َألا ِئم َت َعل‬ َ ‫واجف‬
َ ْ َ َ ‫َح َن‬ َ َ
َ ‫اب َفيَن َناء َؤ َحد ُك ْم ََف ْل َُ ْؼم ْظ ُه َُك َّل ُه ََفإ َّ َفيَؤ َحد‬
ُ َ ُّ
َ‫اح ُْ ِه َِشف ًاء ََو ِفيَآلاخ ِس‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫الره‬
َّ ً ْ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ْ َ َ ُ ُ ْ َ ُ َ ْ َ ً َ
َ‫اَللط َع ِام ََع ِن‬ ِ ‫َوالؼ ِالب َمىَجه َفلىَكا ًَنجع َِهاإلاى ِث َإلااَؤمس َِهر ِلك َصىن‬.‫داء‬
َ َ ْ َ َ ً ْ َ ُ ُ َ َ َ َ َّ
َ .‫عَل ُه‬ ‫النجاط ِتَفُكى َؤصَلَلَنف‬

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Larva Lalat Tentara Hitam (Hermetia Illucens / Black Soldier Fly)6

Para imam madzhab sepakat tentang kehalalan belalang didasarkan


atas sabda Nabi SAW dalam shahih al-Bukhari, bahwa jika ada
seekor lalat jatuh pada wadah berisi air milik salah seorang di
antara kalian, maka tenggelamkan seluruh tubuh lalat itu, sebab
pada salah satu dari kedua sayapnya terdapat obat, sedang pada sisi
sayap lainnya terdapat penyakit. Pada umunya lalat itu akan mati,
seandainya lalat itu dihukumi najis akibat mati, tentu saja tidak akan
diperintahkan untuk menenggelamkan, agar makanan dapat
terhindar dari najis, maka kembali pada hukum asal yaitu lalat itu
tidak bernyawa.
6. Hukum memakan hasyarat adalah haram menurut jumhur ulama
(Hanafiyah, Syafiiyah, Hanabilah, Zahiriyah), sedangkan Imam Malik
menyatakan kehalalannya jika ada manfaat dan tidak
membahayakan.
َ َ َُ ْ َْ َ َّ ْ ٌ ََ
َ ‫اء َ َوؤ ْح َمد َفي َؤحد َقىلُه‬ َ‫ َ ِعن ََد َالشا ِف ِع ّ ِي‬:‫َم ْظإل َت‬
َّ َ
َِ ‫والصٍْ ِد ًَّت َو ؤكثر َالعلم‬
َ‫ًحسم َؤكل َحشساث َألازض َكالفإزة َوالحُت َوالعقسب َوالخنفظاء َوالعناكب‬
َ ‫َوػيرَذلك‬،‫َوهيَدوٍبتَكالظمكتٌَظكنَ السمل‬،‫والىشغَوالعظاءَواللحكاء‬
َ‫َ{حمالَالدًنَدمحمَهنَعبد‬.‫َوعندَمالكًَكسه َذلكَ ولًَحسم‬.‫منَالحشساث‬
َ‫ َ َاإلاعاني َالبدٌعت َفي َمعسفت َاخخَلف َؤهل‬:،َ ‫للا َهن َؤبي َهكس َالحثُثي‬
}َ‫َص‬1َ‫الشسَعتَج‬
Suatu masalah: Menurut ulama Syafiiah, Zaidiah dan ulama pada
umumnya, termasuk salah satu riwayat Imam Ahmad, diharamkan
memakan serangga-serangga tanah, seperti tikus, ular, kalajengking,
kumbang, laba-laba, tokek, kadal, keong pasir dll. Menurut Imam
Malik hukum memakan jenis-jenis binatang tersebut makruh, bukan
haram
7. Penjelasan Dr. Purnama Hidayat tentang Larva dan Lalat Tentara
Hitam dalam Sidang Pleno Komisi Fatwa MUI tanggal 10 April 2019
8. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang
Pleno Komisi Fatwa MUI tanggal 15 Mei 2019.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG LARVA LALAT TENTARA HITAM (HERMETIA
ILLUCENS / BLACK SOLDIER FLY)
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan :
1. Larva adalah anakan yang baru menetas dari telur lalat tentara hitam.
2. Lalat tentara hitam atau disebut hermetia illucens adalah jenis serangga
yang darahnya tidak mengalir, hidup di kebun, dan pemakan sari bunga.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa MUI tentang Larva Lalat Tentara Hitam (Hermetia Illucens / Black Soldier Fly)7

Kedua : Ketentuan Hukum


1. Larva lalat tentara hitam merupakan salah satu jenis hewan yang
masuk kategori hasyarat.
2. Mengonsumsi hasyarat adalah haram
3. Mengonsumsi larva lalat tentara hitam adalah haram.
4. Membudidayakan larva lalat tentara hitam untuk diambil manfaatnya,
misalnya untuk pakan hewan, boleh (mubah).
Ketiga : Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika
di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 10 Ramadhan 1440 H
15 Mei 2019 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA PUSAT
Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. H. HASANUDDIN AF., MA Dr.HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA


Mengetahui,
DEWAN PIMPINAN HARIAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA PUSAT
Ketua Umum, Sekretaris Jenderal,

Prof. Dr. KH. MA’RUF AMIN Dr. H. ANWAR ABBAS MM., M.Ag

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 10 Tahun 2018
Tentang
PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN YANG MENGANDUNG ALKOHOL/ETANOL

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah:


Menimbang : a. bahwa ajaran Islam bertujuan memelihara keselamatan agama,
jiwa, akal, keturunan, dan harta, dan karena itu, segala sesuatu
yang memberi manfaat bagi tercapainya tujuan tersebut
diperintahkan, dianjurkan atau diizinkan untuk dilakukan, sedang
yang merugikan bagi tercapainya tujuan tersebut dilarang atau
dianjurkan untuk dijauhi;
b. bahwa saat ini alkohol banyak digunakan sebagai bahan baku,
bahan tambahan, dan/atau bahan penolong dalam produksi
makanan dan minuman, baik skala rumahan maupun industri;
c. bahwa Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa Nomor 11
Tahun 2009 Tentang Hukum Alkohol, namun banyak pertanyaan
masyarakat, khususnya dari produsen pangan tentang
penerapannya dalam produk makanan dan minuman;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu adanya fatwa tentang
produk makanan dan minuman yang mengandung alkohol/etanol
untuk dijadikan pedoman.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT; antara lain :

a. Firman Allah SWT yang memerintahkan untuk mengonsumsi


pangan halal, antara lain:

...‫طَيِّبا‬ ِ ‫َّاس ُكلُوا ِِمَّا ِِف ْاْل َْر‬


ً ‫ض َح ََلًًل‬ ُ ‫يَاأَيُّ َها الن‬
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi…” (QS Al-Baqarah: 168).

b. Firman Allah SWT yang menjelaskan bahaya dan keharaman


khamr, antara lain :

ِ ‫اْلَ ْم ِر َوالْ َمْي ِس ِر قُ ْل فِي ِه َما إِ ْْثٌ َكبِريٌ َوَمنَافِ ُع لِلن‬


‫َّاس َوإِْْثُُه َما أَ ْكبَ ُر‬ ْ ‫ك َع ِن‬ َ َ‫يَ ْسأَلُون‬
‫ِم ْن نَ ْفعِ ِه َما‬

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung
Alkohol/Etanol 2

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.


Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya". (QS. Al-Baqarah[2] :219)

‫الص ََل َة َوأَنْتُ ْم ُس َك َارى َح ََّّت تَ ْعلَ ُموا َما تَ ُقولُو َن‬
َّ ‫ين آَ َمنُوا ًَل تَ ْقَربُوا‬ ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang
kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang
kamu ucapkan” (QS. An-Nisa[4]: 43)

‫س ِم ْن َع َم ِل‬ ‫ج‬
ْ ِ ‫اب و ْاْل َْزًَل ُم‬
‫ر‬ ُ ‫ص‬
َ ‫ن‬
ْ ‫اْل‬
َ ْ ‫و‬ ‫ر‬ ِ ‫اْلمر والْمي‬
‫س‬ ْ ْ َ ْ ‫ا‬ َِّ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذين آَ َمنُوا إ‬
‫َّن‬
َ
ٌ َ َ ُ َ َ ُ َ
‫اجتَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن‬ ِ
ْ َ‫الشَّْيطَان ف‬
”Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib
dengan panah adalah rijs dan termasuk perbuatan syetan. Maka,
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keuntungan.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 90)

c. Firman Allah SWT yang menjelaskan larangan untuk


menjerumuskan diri dalam kebinasaan, antara lain:

‫َوًَل تُ ْل ُقوا بِأَيْ ِدي ُك ْم إِ ََل الت َّْهلُ َك ِة‬


Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan… (QS Al-Baqarah [2]: 195)

2. Hadis Nabi SAW; antara lain :


a. Hadis Nabi saw yang menerangkan keharaman khamr dan
setiap yang memabukkan, antara lain:

)‫ُك ُّل ُم ْس ِك ٍر َخٌَْر َوُك ُّل ُم ْس ِك ٍر َحَر ٌام (رواه مسلم عن ابن عمر‬
”Semua yang memabukkan adalah khamar dan semua yang
memabukkan adalah haram. (HR. Muslim dan Ibnu Umar,
sebagaimana dalam Kitab Shahih Muslim juz 3 halam 1587, hadis
nomor 2003).

)‫َس َكَر فَ ُه َو َحَر ٌام (رواه البخاري عن عائشة‬ ٍ ‫ُك ُّل َشر‬
ْ ‫اب أ‬َ
"Setiap minuman yang memabukkan adalah haram" (HR.
Bukhari, sebagaimana dalam kitab shahih al-Bukhari juz 1
halaman 95 hadis nomor 239)

‫َس َكَر َكثِْي ُرهُ فَ َقلِْي لُوُ َحَر ٌام (رواه أمحد وأبو داوود والتمذي والنسائي وابن‬
ْ ‫َما أ‬
)‫ماجة وابن حبان وحسنو التمذي‬
Sesuatu yang jika banyak memabukkan, maka meskipun sedikit
adalah haram.” (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu
Majah, dan Ibnu Hibban. Perawi dalam sanad Hadis ini
terpercaya, dan at-Tirmidzi menganggapnya hasan).
b. Hadis nabi SAW yang memerintahkan menjauhi khamr karena ia
sumber kejahatan, sebagaimana sabdanya:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung
Alkohol/Etanol 3

ِ ِ ِ
ُ َ‫اجتَنبُوا اْلَ ْمَر فَإنَّ َها م ْفت‬
)‫اح ُك ِّل َشر (رواه احلاكم عن ابن عباس‬ ْ
”jauhilah khamar, karena ia adalah kunci segala keburukan.” (HR.
Al-Hakim dan Ibnu Abbas).
ِ ِ‫اْلَبائ‬
)‫ث (رواه الطرباين والدار قطين وصححو ابن حبان‬ َ ْ ‫اْلَ ْم ُر أ ُُّم‬
ْ
”Khamar itu sumber kejahatan.” (HR. at-Tabrani, ad-Daru Quthni,
dan Ibnu Hibban menganggapnya shahih)
c. Hadis Nabi saw yang menerangkan ancaman bagi setiap orang
yang terlibat dalam rantai produksi khamr, sebagaimana
sabdanya:

ِ َ‫اصرىا ومعت‬ِ ِ ِ
‫صَرَىا‬ َ َ‫اْلَ ْمَر َو َشا ِربَ َها َو َساقيَ َها َوبَائ َع َها َوُمْبت‬
ْ ُ َ َ َ ‫اع َها َو َع‬ ْ ُ‫لَ َع َن اللَّو‬
)‫َو َح ِاملَ َها َوالْ َم ْح ُمولَةَ إِلَْي ِو (رواه أمحد و الطرباين عن ابن عمر‬
”Allah melaknat (mengutuk) khamar, peminumnya, penyajinya,
pedagangnya, pembelinya, pemeras bahannya, penahan atau
penyimpannya, pembawanya, dan penerimanya.” (HR. Ahmad dan
Thabrani dari Ibnu Umar, sebagaimana dalam Kitab Musnad
Ahmad, juz 2 halaman 97, hadis nomor 5716 dan kitab al-Mu'jam
al-Ausath juz 8 halaman 16 hadis nomor 7816.
d. Hadis Nabi saw yang menjelaskan sumber khamr bisa
bermacam-macam, sebagaimana sabdanya:

‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو‬ ِ ِ ِ ِ


ِّ ِ‫َع ْن َعْبد اللَّو بْ ِن عُ َمَر َع ْن أَبِيو َرض َي اهللُ َعْن ُه َما َع ْن الن‬
َ ‫َِّب‬
‫يب‬ِ ِ‫الزب‬َّ ‫احلِْنطَِة َخٌَْر َوِم َن الت َّْم ِر َخٌَْر َوِم َن الشَّعِ ِري َخٌَْر َوِم َن‬
ْ ‫َو َسلَّ َم أَنَّوُ قَ َال ِم َن‬
)‫َخٌَْر َوِم َن الْ َع َس ِل َخٌَْر (رواه أمحد‬
”Dari Abdillah ibn Umar dari ayahnya dari Nabi SAW beliau
bersabda: Dari gandum dapat dibuat khamr, dari kurma dapat
dibuat khamr, dari jewawut dapat dibuat khamr, dari kismis
dapat dibuat khamr, dan dari madu terdapat khamr”. (HR.
Ahmad)
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ سئِل رس‬:‫عن عائِ َشةَ رضي اهلل عنها قَالَت‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ ُ ْ َ َْ
‫اب‬ٍ ‫َعن الْبِْت ِع والْبِْتع نَبِي ُذ الْعس ِل وَكا َن أ َْىل الْيم ِن ي ْشربونَوُ فَ َق َال ُك ُّل َشر‬
َ َُ َ َ َ ُ َ ََ ُ َ ْ
)‫َس َكَر فَ ُه َو َحَر ٌام (رواه مسلم وأمحد‬ ْ‫أ‬
”Dari Aisyah ra beliau berkata : Rasulullah SAW ditanya tentang
al-Bit’ – yaitu perasaan kurma, sementara penduduk Yaman
sering meminumnya, maka beliau bersabda: “Setiap minuman
yang memabukkan maka hukumnya haram”. (HR. Muslim dan
Ahmad)
e. Hadis Nabi SAW yang menjelaskan aktifitas beliau meminum air
perasan kismis dan jika tersisa hingga hari ketiga maka dibuang:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung
Alkohol/Etanol 4

ِ َّ ‫الزبِيب ِِف‬ ِ ِ ُ ‫َكا َن رس‬


ُ‫الس َقاء فَيَ ْشَربُو‬ ُ َّ ُ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم يُْنبَ ُذ لَو‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ
ِِ ِ
ٌ‫ض َل َش ْيء‬ َ َ‫يَ ْوَموُ َوالْغَ َد َوبَ ْع َد الْغَد فَِإ َذا َكا َن َم َساءُ الثَّالثَة َش ِربَوُ َو َس َقاهُ فَِإ ْن ف‬
ٍ َّ‫أ ََىَراقَوُ (رواه مسلم َع ْن ابْ ِن َعب‬
)‫اس‬
Rasulullah saw pernah dibuatkan rendaman kismis (infus water)
dalam mangkok, kemudian beliau meminumnya pada hari itu dan
besoknya dan besoknya lagi. Pada sore hari ketiga, jika masih ada
sisanya, beliau saw. membuangnya. (H.R. Muslim, dari Ibn ‘Abbas
ra)
ِ ِ ُ ‫َكا َن رس‬
ْ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم يُْنتَبَ ُذ لَوُ أ ََّوَل اللَّْي ِل فَيَ ْشَربُوُ إِذَا أ‬
‫َصبَ َح‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ
‫ص ِر فَِإ ْن‬ ِ ِ
ْ ‫ُخَرى َوالْغَ َد إِ ََل الْ َع‬ ْ ‫ك َواللَّْي لَةَ الَِِّت ََتيءُ َوالْغَ َد َواللَّْي لَةَ ْاْل‬
َ ‫يَ ْوَموُ َذل‬
ِ ِ ْ ‫ب ِقي َشيء س َقاه‬
ٍ َّ‫ب (رواه مسلم َع ْن ابْ ِن َعب‬
)‫اس‬ َّ ‫ص‬ُ َ‫اْلَاد َم أ َْو أ ََمَر بِو ف‬ ُ َ ٌْ َ َ
Rasulullah saw dibuatkan rendaman kismis (infus water)
diwaktu petang, kemudian pada pagi harinya beliau
meminumnya, kemudian meminumnya lagi pada pagi dan
malam berikutnya (hari kedua). Demikian juga pada pagi dan
petang hari berikutnya lagi (hari ketiga) yaitu pada ashar. JIka
masih ada sisanya, beliau memberikannya kepada pembantu,
atau menyuruhnya untuk membuangnya (H.R.Muslim dari Ibn
‘Abbas ra).
f. Atsar Shahabat, dari Ibnu Abbas ra :

،‫اْلَ ْم ُر بِ َعْينِ َها‬


ْ ‫ت‬ ِ ‫حِّرم‬:‫ قَ َال‬،‫اس ر ِضي اللَّو تَع َاَل عْن هما‬
َُ ُ َ َ ُ َ َ ٍ َّ‫َع ِن ابْ ِن َعب‬
ٍ ‫والْمس ِكر ِمن ُك ِّل َشر‬
.‫اب‬َ ْ ُ ُْ َ
"Ibnu Abbas RA. berkata: diharamkan khamr karena zatnya, dan
yang memabukkan dari setiap minuman". (HR. Al-Nasa’i, hadits
nomor 6748)

3. Kaidah Fiqhiyyah; antar lain :

‫الضََّرُر يَُز ُال‬


“Bahaya itu harus dihilangkan”

‫صالِ ِح‬ ِ ‫َّم َعلَى َج ْل‬


َ ‫ب الْ َم‬
ِِ
ٌ ‫َد ْرءُ الْ َم َفاسد ُمقد‬
“Menolak kerusakan didahulukan daripada mengambil
kemashlahatan”.

ِ ‫اْلم َك‬
‫ان‬ ْ ِْ ‫الضََّرُر يُ ْدفَ ُع بَِق ْد ِر‬
Bahaya dihindarkan semaksimum mungkin

ِ‫اجةُ قَ ْد تَ ْن ِزُل َمْن ِزلَةَ الضَّرْورة‬


َ َ‫احل‬
ْ
َُ
“Kondisi hajat (keperluan sekunder) terkadang dapat menempati
kondisi darurat (yang mengancam kebutuhan primer)”.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung
Alkohol/Etanol 5

Memperhatikan : 1. Pendapat Syaikh Khathib as-Syarbaini dalam Mughni al-Muhtaj


yang menegaskan bahwa makna Rijs adalah najis.

،‫ت ِى َي‬ ِ
ْ َ‫اْل ْْجَاعُ فَبَقي‬ِْ ‫ص َّد َع َّما َع َد َاىا‬ َ ‫َّجس‬
ِ
ُ ‫س ِف عُْرف الش َّْرِع ُى َو الن‬
ِ ‫الر ْج‬
ُ ِّ ‫َو‬
، ‫الص َحابَِة‬
َّ ‫إْجَ ِاع‬ ْ ‫ َو َمحَ َل َعلَى‬،‫اْل ْْجَ ِاع‬ِْ ِ‫استِ َها الشَّْي ُخ أَبُو َح ِام ٍد ب‬َ َ‫استَ َد َّل َعلَى َّم‬
ْ ‫َو‬
ِ ٍِ ِ ِ ‫فَِفي الْ َم ْج ُم‬
‫ض ُه ْم َع ْن‬
ُ ‫ َونَ َقلَوُ بَ ْع‬،‫ب َإَل طَ َه َارِتَا‬ َ ‫وع َع ْن َرب َيعةَ َشْي ِخ َمالك أَنَّوُ َذ َى‬
ِ ِ ‫ واستَ َد َّل ب عضهم علَى َّم‬،‫ث‬ ِ
‫ات‬
َ ‫ت طَاىَرًة لََف‬ ْ َ‫است َها بِأَن ََّها لَ ْو َكان‬
َ َ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ َ ‫احلَ َس ِن َواللَّْي‬ ْ
. ‫اب ْاْل ِخَرةِ طَ ُه ًورا‬ِ ‫ِاًل ْمتِنَا ُن بِ َكو ِن َشر‬
َ ْ
“Kata “rijs” dalam terminologi syariat pada umumnya adalah “najis”,
sebagaimana ijma’ ulama cenderung berpendapat demikian. Syaikh
Abu Hamid al-Ghazali mendasarkan (pendapatnya) bahwa khamr
adalah najis berdasarkan ijma’ ulama, dan bahkan ada kemungkinan
merupakan ijma’ sahabat. Disebutkan dalam kitab al-Majmu’ bahwa
imam Rabi’ah, guru imam Malik, berpendapat bahwa khamr tidaklah
najis (suci), dan sebagian ulama melansir pendapat tidak najisnya
khamar dari al-Hasan dan al-Laits. Dan pihak yang menyatakan
khamr adalah najis beralasan bahwa jika khamr suci maka hilanglah
keraguan, karena minuman surga haruslah suci”. (Al-Khathib al-
Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, jld. 1, hlm. 222)

2. Penjelasan Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu' tentang


pandangan ulama mengenai kenajisan khamr:
ِ ِ ٍ ِ‫اْلَمر َّمَسةٌ ِعْن َدنَا و ِعْن َد مال‬
ْ ‫ك َوأَِِب َحنِي َفةَ َوأ‬
ُ‫َمحَ َد َو َسائ ِر الْعُلَ َماء َّإًل َما َح َكاه‬ َ َ َ ُْ
ِ َ‫ك وداود أَنَّهما قَ َاًل ِىي ط‬
ٌ‫اىَرة‬ ٍ ِ‫ب و َغي ره َعن ربِيعةَ َشي ِخ مال‬ ِ ِّ‫اضي أَبُو الطَّي‬ِ ‫الْ َق‬
َ َ ُ ُ َ َ َ ْ َ َ ْ ُ ُ ْ َ
‫يش الْ ُم ْس ِك ِر َونَ َق َل الشَّْي ُخ أَبُو‬ِ ‫احلَ ِش‬ ِ ُّ ‫وإِ ْن َكانَت ُُمَّرمةً َك‬
ْ ‫ات َوَك‬ ٌ َ‫الس ِّم الَّذي ُى َو نَب‬ ََ ْ َ
‫استِ َها‬
َ َ‫اع َعلَى َّم‬ ِْ ‫َح ِام ٍد‬
َ َ‫اْل ْْج‬
“Khamr itu najis menurut pendapat kami (Syafi’iyyah), Imam Malik,
Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan para ulama lainnya, kecuali
pendapat yang dilansir oleh qadhi Abu Thayyib dan lainnya
berdasarkan pendapat Imam Rabi’ah, guru Imam Malik, dan Imam
Daud al-Dzahiri yang menyatakan khamar tidak najis (suci)
walaupun tetap haram, seperti racun dari tumbuhan, seperti hasyisy
yang memabukkan. Dan syaikh Abu Hamid al-Ghazali melansir
pendapat bahwa najisnya khamar merupakan ijma`” (Al-Nawawi, al-
Majmu` Syarh al-Muhadhab, juz II, hlm. 563)

3. Pendapat Imam al-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ tentang nabidz,


yang belum menjadi muskir :

‫ك َكالْ َم ِاء‬ ِ
َ ‫ص ْر ُم ْس ِكًرا َوذَل‬ ِ ‫ وََل ي‬:َّ‫يذ فَهو ما ََل ي ْشتَد‬
َ َْ
ِ
َ ْ َ َ ُ ِ‫َّاين م ْن النَّب‬
ِ ِ ‫وأ ََّما الْ ِقسم الث‬
ُْ َ
ِ ِ ِِ ِ ِ
‫ص َار ُح ْل ًوا‬َ َ‫ش أ َْو َع َس ٌل أ َْو َْْم ُوَىا ف‬ ٌ ‫يب أ َْو م ْشم‬ٌ ِ‫ات َتٍَْر أ َْو َزب‬
ُ َّ‫الَّذي ُوض َع فيو َحب‬
‫ات فِ ِيو َوقَ ْد‬ ِ َ‫اْل ْْج ِاع ََيوز ُشربو وب ي عو وسائِر التَّصُّرف‬
َ ُ َ َ ُ ُ َْ َ ُ ُ ْ ُ ُ َ ِْ ِ‫َوَى َذا الْق ْس ُم طَاىٌر ب‬
ِ ِ
‫ْي ِم ْن طُُرٍق ُمتَ َكاثَِرةٍ َعلَى طَ َه َارتِِو َو َج َوا ِز ُش ْربِِو‬
ِ ْ ‫يح‬ ِ َّ ‫يث ِِف‬ ِ ‫تَظَاىرت ْاْل‬
َ ‫الصح‬ ُ ‫َحاد‬ َ ْ ََ

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung
Alkohol/Etanol 6

َ‫ص ْر ُم ْس ِكًرا َوإِ ْن َج َاوَز ثَََلثَة‬


ِ ‫اْلمهوِر جوا ُز ُشربِِو ما ََل ي‬
َ ْ َ ْ َ َ ُ ْ ُْ ‫ب‬ َّ َّ‫ُْث‬
َ ‫إن َم ْذ َىبَ نَا َوَم ْذ َى‬
‫وز بَ ْع َد ثَََلثَِة أَيَّ ٍام‬ ِ ْ ‫أَيَّ ٍام وقَ َال أ‬
ُ ُ‫َمحَ ُد َرمحَوُ اللَّوُ ًَل ََي‬ َ
“… Adapun jenis rendaman kismis yang kedua, maka selama
kondisinya tidak belebihan dan tidak berubah menjadi memabukkan
(maka boleh diminum). Hal iituu seperti air yang dimasukkan
kedalamnya biji kurma atau kismis, atau madu atau yang sejenisnya,
sehingga membuatnya menjadi manisan. Jenis kedua ini, berdasarkan
ijma’ adalah suci, boleh diminum dan dijual. Sungguh, menurut
mazhab kami dan jumhur, booleh meminumnya, selama tidak
berubah menjadi memabukkan, meskipun lebih dari tiga hari.
Sementara Imam Ahmad ra. berpendapat, tidak boleh (meminumnya)
setelah tiga hari. (Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, juz II, hlm. 565)

4. Pendapat Imam al-Mawardi mengenai definisi dan batasan mabuk


sebagai berikut:

ُ‫الس ْك ِر َما َز َال َم َعو‬ َّ ‫ب أَبُو َحنِي َفةَ َإَل أ‬ ِ ِ َ ِ‫اختُل‬


ُّ ‫َن َح َّد‬ َ ‫ف ِف َح ِّد الْ ُم ْسك ِر فَ َذ َى‬ ْ ‫َو‬
ِِ ِ
ُ‫ َو َحدَّه‬، ‫ف أَُّموُ م ْن َزْو َجتو‬ َ ‫الس َم ِاء َوًَل يَ ْع ِر‬
َّ ‫ض َو‬ ِ ‫ْي ْاْل َْر‬َ ْ َ‫الْ َع ْق ُل َح ََّّت ًَل يُ َفِّر َق ب‬
ٍ ‫احبِ ِو َإَل أَ ْن ي تَ َكلَّم بِلِس‬
‫ان ُمْن َك ِس ٍر َوَم ْع َن‬ ِ ‫أَصحاب الشَّافِعِي بِأَنَّو ما أَفْضى بِص‬
َ َ َ َ َ َ ُ ِّ ُ َْ
‫اب‬ِ ‫اض ِطر‬ ٍ ِ ِ َ ‫َغ ِري مْنتَ ِظ ٍم وي تَصَّر‬
َ ْ َ‫ف ِبََرَكة ُمُْتَبِط َوَم ْش ِي ُمتَ َمايِ ٍل َوإِ َذا َْجَ َع ب‬
َ ْ ‫ْي‬ َ ََ ُ ْ
ِ ‫احلرَك ِة م ْشيا وقِياما صار د‬ ِ ‫اض ِطر‬
‫اخ ًَل ِِف َح ِّد‬ َ َ َ ً َ َ ً َ ََْ ‫اب‬ َ ْ ‫ْي‬ َ ْ َ‫الْ َك ََلِم فَ ْه ًما َوإِفْ َه ًاما َوب‬
ُّ ‫ َوَما َز َاد َعلَى َى َذا فَ ُه َو ِزيَ َادةٌ ِِف َح ِّد‬، ‫الس ْك ِر‬
‫الس ْك ِر‬ ُّ
“dan ulama berbeda pendapat tentang batasan mabuk. Menurut
Imam Abu Hanifah batasan mabuk ialah hilangnya akal sehingga
tidak bisa membedakan antara langit dan bumi dan tidak bisa
membedakan antara ibunya dan istrinya. Menurut ulama Syafi’iyah,
batasan mabuk ialah jika orang yang mabuk tersebut bicaranya tidak
karuan sehingga tidak bisa dipahami dan berjalan dengan
sempoyongan. Sedangkan jika kondisinya lebih dari itu maka orang
tersebut telah sangat mabuk”. (Al-Mawardi, al-Ahkam as-
Sulthaniyah, Juz I, hlm. 462)

5. Pendapat Imam al-Syaukani tentang batasan fermentasi tiga hari:

‫ص َار َم ِظنَّةً لِ َك ْونِِو‬ ِ


َ ‫َن النَّبِي َذ بَ ْع َد الثََّلث قَ ْد‬
َّ ‫يل َعلَى أ‬ِ ِِ ِ ِ
ٌ ‫ (ِف ثََلث) فيو َدل‬:ُ‫قَ ْولُو‬
ِ ‫مس ِكرا فَيتَ و َّجو‬
ُ‫اجتنَابُو‬
ْ ُ ََ ً ُْ
Kata-kata (pada hari ketiga yang terdapat dalam teks hadis)
menunjukkan bahwa rendaman kismis setelah tiga hari diduga kuat
telah berubah menjadi memabukkan, sehingga diarahkan untuk
menjauhinya/tidak meminumnya. (Al-Syaukani, Nail al-Authar, jld 3,
hlm, 183)

6. Pendapat Ulama mengenai alkohol/etanol:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung
Alkohol/Etanol 7

‫اىٌر ِعْن َد‬ ِ َ‫ وأ ّن النَّبِي َذ ط‬،‫أَ َّن اْلمر ُمُْت لَف ِِف َّماستِها ِعْن َد علَم ِاء الْمسلِ ِمْي‬....
ْ َْ ْ ُ َ ُ َ َ َ ْ ٌ َ َ َْ
‫ َوأَ َّن ْاْلَ ْعطَ َار ا ِْلفْ ِرِّْميَّ َة‬،ً‫س َخَْرا‬ ِِ ِ ِ
َ ‫ َوأَ َّن ال ُك ُح ْوَل لَْي‬،‫أَِب َحنْي َفةَ َوفْيو ال ُك ُح ْو ُل قَطْ ًعا‬
‫ َوإََِّّنَا يُ ْو َج ُد فِْي َها ال ُك ُح ْو ُل َك َما يُ ْو َج ُد ِِف َغ ِْريَىا ِمن الْ َم َو ِّاد‬،ً‫ت ُك ُح ْوًل‬ ْ ‫لَْي َس‬
‫اس ِة‬ ِ َ ْ ِ‫ وأَنَّوُ ًَل و ْجوَ لِْل َقوِل بِنَجاستِ َها ح ََّّت ِعْن َد الْ َقائِل‬،‫اىرةِ باِ ِْل ْْجَ ِاع‬ ِ َّ
َ ‫ْي بنَ َج‬ َ َ َ ْ َ َ َ ‫الط‬
‫اْلَ ْم ِر‬
ْ
“... Bahwa status najis tidaknya khamr terdapat perbedaan di antara
ulama. Dan nabiz menurut Imam Abu Hanifah adalah suci, demikian
pula alkohol. Alkohol tidaklah sama dengan khamr. Parfume Eropa
tidak (hanya) berbahan alkohol saja, tapi di dalamnya terdapat
alkohol dan juga beberapa bahan lainnya yang suci. Sehingga tidak
ada alasan bagi pendapat yang menyatakan alkohol adalah najis,
bahkan bagi orang yang menyatakan najisnya khamr” ( Fatawa Dar
al-Ifta’ al-Mishriyyah, juz VIII, hlm. 413)

‫ َوُى َو َغْي ُر‬،‫ب ُمتَ َفا ِوتٍَة‬ ٍ ‫والْ ُك ُح ْو ُل َم ْو ُج ْوٌد ِِف َكثِ ٍْري ِمن الْمو ِّاد الْغَ َذائِيَّ ِة بِنَس‬
َ ََ َ َ
‫اض الطِّبِّيَِّة‬ ِ ‫استِ ْع َمالِِو ِِف ْاْلَ ْغَر‬ ِ ِ
ْ ُ‫ َو ُشيُ ْوع‬... ‫ ْلَنَّوُ يُ ْستَ ْع َم ُل ل ْلتَّطْ ِه ِْري‬،‫ُم ْستَ ْق َذ ٍر‬
.‫آن‬ ِ ‫ص الْ ُقر‬ ِ ِ ِ ‫والنَّظَافَِة و َغ ِْريَىا ََْيعل الْ َقوَل بِنَجاستِ ِو ِمن ب‬
ْ ِّ َ‫ َوُى َو َمْنفي بن‬،‫ج‬ ِ ‫احلََر‬
ْ ‫اب‬ َ ْ َ َ ْ َُ َ َ
“Alkohol terdapat di banyak bahan makanan dan minuman dengan
kadar yang berbeda-beda. Alkohol itu bukanlah zat yang kotor,
karena ia dipergunakan untuk bahan pembersih.. dan seringnya
alkohol dipakai untuk kepentingan medis, kebersihan dan lainnya
menjadikan pendapat yang menajiskan alkohol sebagai sesuatu yang
berat, dan itu bertentangan dengan nash al-Quran” (Fatawa Dar al-
Ifta’ al-Mishriyyah, juz VIII, hlm. 413)
ِ َّ‫صي ِل لِتَت‬ ِ ٍِ ْ ‫َى ِذهِ ِى َي َم ْع ِرَكةُ الْ ُك ُح ْوِل َعَر‬
‫ َوُى َو‬،ُ‫الص ْوَرةُ َعْنو‬ُّ ‫ض َح‬ ْ ‫ضتُ َها بِ َش ْيء م َن التَّ ْف‬
‫ َولَ َع َّل ِم َن‬،‫ف ِِف طَ َه َارتِِو ُى َو َوالْعُطُْوُر الْ َم ْخلُ ْوطَةُ بِِو‬ ٌ َ‫ ُمُْتَل‬،‫ُمتَّ َف ٌق َعلَى ُح ْرَم ِة ُش ْربِِو‬
‫ب َوالتَّطْ ِه ِْري َوالتَّ َحالِْي ِل الْ ُم ْختَلِ َف ِة َوالْ ُعطُْوِر‬
ِّ ِّ‫التَّ ْي ِس ِْري بَ ْع َد ُشيُ ْوِع ا ْستِ ْع َمالِِو ِِف الط‬
‫ َوإِ ْن َكا َن‬،ِ‫الض َّارة‬َّ ‫الس َّام ِة َو‬
َّ ‫ الْ َمْي ُل إِ ََل الْ َق ْوِل بِطَ َه َارتِِو َوإِ ْن عُ َّد ِم َن الْ َم َو ِّاد‬،‫َو َغ ِْريَىا‬
‫ت ِم ْن‬ ِ ٍ َّ ‫ وِب‬،‫يست عمل أَحياناً كاَ ْْلم ِر فَِإ ّن َّماستِها َغي ر متَّف ٍق علَي ها‬
ْ َ‫اصة ا ْن َكان‬ َ َ َ ْ َ َ ُ ُْ َ َ َ َْ َْ ُ َ ْ َْ ُ
)‫ اْلسَلم ومشاكل احلياة‬،‫ب (عطية صقر‬ ِ َ‫ص ِْري الْعِن‬ِ ‫َغ ِري ع‬
َ ْ
“Saya telah menjelaskan secara rinci alasan perbedaan pendapat
terhadap najis-tidaknya alkohol. Walaupun semua ulama sepakat
bahwa alkohol haram diminum tapi dalam hal najis-tidaknya para
ulama berbeda pendapat, termasuk minyak wangi yang tercampur
alkohol. Dengan alasan sering dipakainya alkohol dalam medis,
kebersihan, minyak wangi, dan sebagainya maka menurut saya lebih
meringankan apabila memakai pendapat yang menyatakan alkohol
tidak najis. Dengan begitu alkohol disamakan dengan zat beracun
yang membahayakan. Dan jika alkohol difungsikan sama dengan
khamr, maka dalam hal inipun para ulama tidak semua sepakat

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung
Alkohol/Etanol 8

tentang kenajisan khamr, khususnya yang terbuat dari selain perasan


anggur.” (Athiyyah Shaqar, al-Islam wa Masyakil al-Hayah, hlm. 45)

7. Pendapat Ulama tentang cuka yang berasal dari khamr:


Semua ulama sepakat bahwa cuka yang berasal dari khamr yang
terjadi secara alamiah adalah suci dan halal. Hal ini sejalan dengan
sabda Rasulullah saw:

ْ ‫ نِ ْع َم ْاْل ُُد ُم‬،‫اْلَ ُّل‬


‫اْلَ ُّل‬ ْ ‫نِ ْع َم ْاْل ُُد ُم‬
“Sebaik-baik lauk adalah cuka; sebaik-baik lauk adalah cuka” (HR.
Muslim, nomor 3824)

Dalam hal perubahan khamr menjadi cuka dengan cara rekayasa,


misalnya, dengan cara menambahkan bawang atau garam atau
dengan cara dipanaskan, terdapat perbedaan pendapat ulama.
Ulama mazhab Syafi’i, Hanabilah dan sebagian ulama Maliki
berpendapat hukumnya haram. Tetapi mazhab Hanafi (kecuali Abu
Yusuf) dan sebagian besar mazhab Maliki berpendapat hukumnya
haalal. (Al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, juz II, hlm. 596)

8. Penjelasan dari LP POM MUI dalam rapat Tim Gabungan Komisi


Fatwa dan LP POM bahwa :
a. Alkohol adalah istilah yang umum untuk senyawa organic
apapun yang memiliki gugus fungsional
b. yang disebut gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom
karbon. Rumus umum senyawa alkohol tersebut adalah R-OH
atau Ar-OH dimana R adalah gugus alkil dan Ar adalah gugus aril.
c. Secara kimiawi, alkohol tidak hanya terdiri dari etanol,
melainkan juga mencakup senyawa lain, seperti metanol,
propanol, butanol, dan sebagainya. Hanya saja etanol (dengan
rumus kimia C2H5OH) banyak digunakan untuk produksi produk
pangan, obat-obatan dan kosmetika. Namun etanol (atau etil
alkohol) di dunia perdagangan dikenal dengan nama dagang
alkohol.
d. Dilihat dari proses pembuatannya, etanol dapat dibedakan
menjadi etanol hasil samping industri khamr dan etanol hasil
industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi dari
[petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr).

9. Penjelasan dari LP POM MUI dalam rapat Tim Gabungan Komisi


Fatwa dan LP POM bahwa buah berikut ketika didiamkan di wadah
tertutup bersuhu 29 derajat celcius selama tiga hari mempunyai
kadar alkohol/etanol sbb:
a. pada perasan anggur ialah 0.76 %,
b. perasan apel ialah 0.32 %,
c. perasan kurma ialah 0.33 % (dan di penelitian lain 0.51 %).

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung
Alkohol/Etanol 9

Sehingga dari data penelitian tersebut dibuat kesimpulan bahwa


rata-rata kandungan alkohol/etanol di dalam perasan jus buah
selama tiga hari ialah 0.5 %.

10. Keputusan Muzakarah Nasional tentang Alkohol yang


diselenggarakan oleh MUI pada tanggal 13-14 Rabiul Akhir 1414
Hijriah bertepatan dengan tanggal 30 September 1993 di Jakarta

11. Keputusan Rapat koordinasi Komisi Fatwa dan LP POM MUI serta
Departemen Agama RI, pada 25 Mei 2003 di Jakarta.

12. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 tentang


Standarisasi Fatwa Halal.

13. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang


Hukum Alkohol.

14. Hasil Rapat Kelompok Kerja Komisi Fatwa MUI Bidang Pangan,
Obatan-obatan dan Kosmetika beserta Tim LPPOM MUI pada 8
Januari 2017, 23 Maret 2017, 4 Desember 2017, 18 Januari 2018,
dan 10 Februari 2018.

15. Pendapat peserta rapat pleno komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia
pada 28 Februari 2018.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT


MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN YANG


MENGANDUNG ALKOHOL/ETANOL
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1. Khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari anggur
maupun yang lainnya, baik dimasak maupun tidak.
2. Alkohol adalah etil alkohol atau etanol, suatu senyawa kimia dengan
rumus (C2H5OH).
3. Minuman beralkohol adalah:
a) Minuman yang mengandung etanol dan senyawa lainnya, antara
lain, metanol, asetaldehida, dan etil asetat yang dibuat secara
fermentasi dengan rekayasa dari berbagai jenis bahan baku nabati
yang mengandung karbohidrat, atau
b) Minuman yang ditambahkan etanol dan/atau metanol dengan
sengaja.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman
yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minimal 0.5 %. Minuman
beralkohol yang masuk kategori khamr adalah najis dan hukumnya
haram, sedikit ataupun banyak.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung
Alkohol/Etanol 10

2. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan


hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri
fermentasi non khamr) untuk bahan produk makanan hukumnya
mubah, apabila secara medis tidak membahayakan.
3. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan
hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri
fermentasi non khamr) untuk bahan produk minuman hukumnya
mubah, apabila secara medis tidak membahayakan dan selama kadar
alkohol/etanol (C2H5OH) pada produk akhir kurang dari 0.5%.
4. Penggunaan produk-antara (intermediate product) yang tidak
dikonsumsi langsung seperti flavour yang mengandung alkohol/etanol
non khamr untuk bahan produk makanan hukumnya mubah, apabila
secara medis tidak membahayakan.
5. Penggunaan produk-antara (intermediate product) yang tidak
dikonsumsi langsung seperti flavour yang mengandung alkohol/etanol
non khamr untuk bahan produk minuman hukumnya mubah, apabila
secara medis tidak membahayakan dan selama kadar alkohol/etanol
(C2H5OH) pada produk akhir kurang dari 0.5%.
Ketiga : Ketentuan Terkait Produk Minuman yang Mengandung Alkohol
1. Produk minuman yang mengandung khamr hukumnya haram.
2. Produk minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol
minimal 0.5%, hukumnya haram.
3. Produk minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol
kurang dari 0.5% hukumnya halal jika secara medis tidak
membahayakan.
4. Produk minuman non fermentasi yang mengandung alkohol/etanol
kurang dari 0.5% yang bukan berasal dari khamr hukumnya halal,
apabila secara medis tidak membahayakan, seperti minuman ringan
yang ditambahkan flavour yang mengandung alkohol/etanol.

Keempat : Ketentuan Terkait Produk Makanan yang Mengandung Alkohol/Etanol


1. Produk makanan hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol
hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan
haram dan apabila secara medis tidak membahayakan.
2. Produk makanan hasil fermentasi dengan penambahan alkohol/etanol
non khamr hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak
menggunakan bahan haram dan apabila secara medis tidak
membahayakan.
3. Vinegar/cuka yang berasal dari khamr baik terjadi dengan sendirinya
maupun melalui rekayasa, hukumnya halal dan suci.
4. Produk makanan hasil fermentasi susu berbentuk pasta/padat yang
mengandung alkohol/etanol adalah halal, selama dalam prosesnya
tidak menggunakan bahan haram dan apabila secara medis tidak
membahayakan.
5. Produk makanan yang ditambahkan khamr adalah haram.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung
Alkohol/Etanol 11

Kelima : Rekomendasi

1. Masyarakat dihimbau untuk memilih makanan dan minuman yang suci


dan halal serta menghindari penggunaan produk makanan dan
minuman yang haram dan najis, serta yang menggunakan bahan yang
tidak jelas kehalalan serta kesuciannya.
2. Pelaku usaha diminta menjadikan fatwa ini sebagai pedoman untuk
memastikan kesucian dan kehalalan makanan dan minuman yang
diproduksi dan diperjualbelikan kepada umat Islam.
3. Pihak otoritas menjadikan fatwa ini sebagaai pedoman dalam
menjalankan proses sertifikasi halal terhadap produk makanan,
minuman, obat-obatan dan kosmetika.

Keenam : Ketentuan Penutup

1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan


jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki
dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Jumadil Akhir 1439 H
28 F e b r u a r i 2018 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. H. HASANUDDIN AF., MA Dr.HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA


Mengetahui,

DEWAN PIMPINAN HARIAN


MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum, Sekretaris Jenderal

Prof. Dr. KH. MA’RUF AMIN Dr. H. ANWAR ABBAS, MM., M.Ag.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


MEMAKAN DAN MEMBUDIDAYAKAN KODOK

Rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, yang diperluas dengan beberapa utusan Majelis
Ulama Daerah, beberapa Dekan Fakultas Syari'ah IAIN dan tenaga-tenaga ahli dari Institut
Pertanian Bogor, yang diselenggarakan pada hari senin, 18 Shafar 1405 H. (12 Nopember 1984
M.) di Masjid Istiqlal Jakarta, setelah :

Menimbang :
Bahwa akhir-akhir ini telah tumbuh dan berkembang usaha pembudidayakan kodok oleh
sebagian para petani ikan.

Mendengar :

a. Pengarahan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan Ketua Komisi Fatwa Majelis
Ulama Indonesia.
b. Keterangan para ahli perikanan tentang kehidupan kodok dan peternakannya.
c. Makalah-makalah dari Majelis Ulama Daerah Sumatera Barat, NTB, IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, IAIN Walisongo Semarang.
d. Pembahasan para peserta dan pendapat-pendapat yang berkembang dalam sidang
tersebut.

Memperhatikan dan memahami :

a. Ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah, serta kaidah-kaidah fiqhiyah antara lain :


1. Surat al-An’am ayat 145
“Katakanlah : Tiada aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau
makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena
sesungguhnya semua itu adalah kotor atau binatang yang disembelih atas nama
selain Allah.”
2. Surat al-Mai’dah ayat 96
“Dahalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut
sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang orang yang dalam perjalanan.
3. Surat Al-A’raf, ayat 157
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk”.
b. Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW :
“Dari Abdurrahman bin Utsman Al Quraisy bahwanya seorang tabib (dokter) bertanya
kepada Rasulullah SAW, tentang kodok yang dipergunakan dalam campuran obat, maka
Rasulullah SAW melarang membunuhnya.” (Ditakharijkan oleh Ahmad dan dishahihkan
Hakim, ditakhrijkannya pula Abu Daud dan Nasa’I).
c. Memanfaatkan kulit bangkai selain anjing dan babi, melalui proses penyamakan,
dibolehkan menurut ajaran agama.
d. Semua binatang yang hidup menurut jumhur ulama hukumnya tidak najis kecuali anjing
dan babi.
e. Khusus mengenai memakan daging kodok, jumhur ulama berpendapat tidak halal,
sedangkan sebagian ulama yang seperti Imam Malik menghalalkan.
f. Menurut keterangan tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor Dr. H. Mahammad Eidman
M.Sc. bahwa dari lebih kurang 150 jenis kodok yang berada di Indonesia baru 10 jenis
yang diyakini tidak mengandung racun, yaitu :
1. Rana Macrodon
2. Rana Ingeri
3. Rana Magna
4. Rana Modesta
5. Rana Canerivon
6. Rana Hinascaris
7. Rana Glandilos
8. Hihrun Arfiki
9. Hyhrun Pagun
10. Rana Catesbiana

Maka dengan bertawakal kepada Allah SWT, sidang :

MEMUTUSKAN

1. Membenarkan adanya pendapat Mazhab Syafii/jumhur Ulama tentang tidak halalnya


memakan daging kodok, dan membenarkan adanya pendapat Imam Maliki tentang
halalnya daging kodok tersebut.
2. Membudidayakan kodok hanya untuk diambali manfaatnya, tidak untuk dimakan. Tidak
bertentang dengan ajaran Islam.

Jakarta, 18 Shafar 1405 H


12 Nopember 1984 M

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua Sekretaris

PROF.KH.IBRAHIM H.MAS’UD

 
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

28

HUKUM ALKOHOL

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 11 Tahun 2009
Tentang
HUKUM ALKOHOL

Majelis Ulama Indonesia, setelah :

Menimbang : 1. bahwa ajaran Islam bertujuan memelihara


keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan,
dan harta. Untuk itu, segala sesuatu yang
memberi manfaat bagi tercapainya tujuan
tersebut diperintahkan, dianjurkan atau
diizinkan untuk dilakukan, sedang yang
merugikan bagi tercapainya tujuan tersebut
dilarang atau dianjurkan untuk dijauhi;
2. bahwa saat ini alkohol banyak digunakan
sebagai bahan baku, bahan tambahan,
ataupun bahan penolong dalam pembuatan
makanan, minuman, obat-obatan, dan
kosmetika, serta kepentingan lainnya;
3. bahwa oleh karena itu dipandang perlu
adanya fatwa tentang alkohol sebagai
upaya memberikan kepastian hukum
bagi para produsen dan konsumen dalam
memanfaatkan dan mengunsumsi produk
yang menggunakan bahan atau perantara
dari alkohol.

683
‫‪BIDANG POM DAN IPTEK‬‬

‫‪Mengingat :‬‬ ‫ ‪1.‬‬ ‫‪Firman Allah SWT:‬‬


‫ﻳ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻳﻦ‪‬ﺁَﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮﺍ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺴِﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﻧ‪‬ﺼ‪‬ﺎﺏ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﺯ‪‬ﻟﹶﺎﻡ‪‬‬
‫ﺭﹺﺟ‪‬ﺲ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻞﹺ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﻄﹶﺎﻥ‪‬ﻓﹶﺎﺟ‪‬ﺘ‪‬ﻨﹺﺒ‪‬ﻮﻩ‪‬ﻟﹶﻌ‪‬ﻠﱠﻜﹸﻢ‪‬ﺗ‪‬ﻔﹾﻠ‪‬ﺤ‪‬ﻮﻥﹶ‪‬‬
‫‪”Hai‬‬ ‫‪orang-orang‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫!‪beriman‬‬ ‫‪‬‬
‫‪Sesungguhnya‬ﻊ‪‬‬
‫)‪(meminum‬ﻞﹾ ‪‬ﻓ‪‬ﻴﻬﹺﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺇﹺﺛﹾﻢ‪ ‬ﻛﹶﺒﹺﲑ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺎﻓ‪‬‬ ‫‪khamar,‬ﻋ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺴِﺮﹺ ‪‬ﻗﹸ‬ ‫ﻳ‪‬ﺴ‪‬ﺄﹶﻟﹸﻮﻧ‪‬ﻚ‪ ‬‬
‫‪berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan‬‬
‫‪mengundi nasib dengan‬‬ ‫‪panah‬ﻧ‪‬ﻔﹾﻌ‪‬ﻬﹺﻤ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫‪adalah‬ﺃﹶﻛﹾﺒ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫‪rijs‬ﺱﹺ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﺛﹾﻤ‪‬ﻬ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‬ ‫ﻟ‪‬ﻠﻨ‪‬ﺎ‬
‫ﻳ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻳﻦ‪‬ﺁَﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮﺍ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺴِﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﻧ‪‬ﺼ‪‬ﺎﺏ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﺯ‪‬ﻟﹶﺎﻡ‪‬‬
‫‪dan‬‬ ‫‪termasuk‬‬ ‫‪perbuatan‬‬ ‫‪syetan.‬‬ ‫‪Maka,‬‬
‫‪jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar‬‬
‫‪‬ﻰ‪‬‬ ‫‪kamu‬‬‫‪mendapat‬ﻜﹶﺎﻥﹶﺭ‪‬ﻯ ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‬ ‫ﺼ‪‬ﻠﻟﹶﹶﺎﻌ‪‬ﺓﹶﻠﱠ‪‬ﻜﹸﻭ‪‬ﺃﹶﻢﻧ‪‬ﺘ‪‬ﺗ‪‬ﻢ‪‬ﻔﹾﻠ‪‬ﺳ‪‬ﺤ‪‬ﻮ‬ ‫‪(QS.‬ﻋ‪‬ﻦ‪‬ﻤ‪‬ﺁَﻞﹺﻣ‪‬ﻨﺍﻟ‪‬ﻮﺍﺸ‪‬ﻴ‪‬ﻟﹶﺎﻄﹶﺎ‪‬ﺗ‪‬ﻥ‪‬ﻘﹾ‪‬ﺮ‪‬ﻓﺑﹶﺎ‪‬ﻮﺍﺟ‪‬ﺘ‪‬ﻨﹺﺒﺍﻟ‬
‫”‪keuntungan.‬ﻮﻩ‪‬‬ ‫ﺲ‪‬ﺎ‪‬ﻣ‪‬ﺍﻟﱠﻦ‪‬ﺬ‪‬ﻳ‬ ‫‪Al-‬ﻳ‪‬ﻬ‬ ‫ﻳﺭﹺ‪‬ﺎ ‪‬ﺟ‪‬ﺃﹶ‬
‫)‪Ma’idah [5]: 90‬‬ ‫ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﻮﺍ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﺗ‪‬ﻘﹸﻮﻟﹸﻮﻥﹶ‪‬‬
‫ﻳ‪ ‬ﺴ‪‬ﺄﹶﻟﹸﻮﻧ‪‬ﻚ‪ ‬ﻋ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺴِﺮﹺ ‪‬ﻗﹸﻞﹾ ‪‬ﻓ‪‬ﻴﻬﹺﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺇﹺﺛﹾﻢ‪ ‬ﻛﹶﺒﹺﲑ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺎﻓ‪‬ﻊ‪‬‬
‫ﻳ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻳﻦ‪‬ﺁَﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮﺍ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺴِﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﻧ‪‬ﺼ‪‬ﺎﺏ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﺯ‪‬ﻟﹶﺎﻡ‪‬‬
‫ﻟﹶ‪‬ﻠﻌ‪‬ﻨ‪‬ﺎﻦ‪‬ﺱﹺ‪‬ﺍﻟﻭ‪‬ﻠﱠﺇﹺﻪ‪‬ﺛﹾﻤ‪‬ﺍﻬ‪‬ﻟﹾﻤ‪‬ﺎﺨ‪‬ﺃﹶﻤ‪‬ﺮ‪‬ﻛﹾﺒ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺷﻦ‪‬ﺎ‪‬ﻧ‪‬ﺭﹺﺑ‪‬ﻔﹾﻬﻌ‪‬ﺎﻬﹺ ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻭ‪‬ﺳ‪‬ﺎﻗ‪‬ﻴ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬ﺎﺋ‪‬ﻌ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺒ‪‬ﺘ‪‬ﺎﻋ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬‬
‫ﺭﹺﺟ‪‬ﺲ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻞﹺ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﻄﹶﺎﻥ‪‬ﻓﹶﺎﺟ‪‬ﺘ‪‬ﻨﹺﺒ‪‬ﻮﻩ‪‬ﻟﹶﻌ‪‬ﻠﱠﻜﹸﻢ‪‬ﺗ‪‬ﻔﹾﻠ‪‬ﺤ‪‬ﻮﻥﹶ‪‬‬
‫ﺃﲪﺪ‪‬‬ ‫‪Mereka‬‬ ‫‪bertanya‬ﻟﹶﻴ‪‬ﻪ‪) ‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬‬ ‫‪kepadamu‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺤ‪‬ﻤ‪‬ﻮﻟﹶﺔﹶ ‪‬ﺇﹺ‬ ‫‪tentang‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﺘ‪‬ﺼ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺎﻣ‪‬ﻠﹶ‬ ‫ﻭ‪‬ﻋ‪‬ﺎﺻ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﺎ‬
‫‪khamar dan judi. Katakanlah: “Pada‬‬ ‫‪‬‬
‫‪‬ﻰ‪‬‬ ‫‪terdapat‬ﺘ‪‬ﻢ‪ ‬ﺳ‪‬ﻜﹶﺎﺭ‪‬ﻯ ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‬ ‫‪dosa‬ﺑ‪‬ﻮﺍ ‪‬ﺍﻟﺼ‪‬ﻠﹶﺎﺓﹶ ‪‬ﻭ‪‬ﺃﹶﻧ‪‬‬ ‫ﻋﻤﺮ‪‬ﺗ‪(‬ﻘﹾ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫‪‬ﻮﺍ ‪‬ﻟﹶﺎ‬ ‫ﺍﺑﻦ‪‬‬ ‫ﻋﻦ‪‬ﺁَﻣ‪‬ﻨ‬ ‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐﺬ‪‬ﻳﻦ‪‬‬ ‫‪besar‬ﺍﻟﱠ‬ ‫ﻳﻭ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‬
‫ﺼ‪‬ﺎﻛﹶﺒﹺﺏ‪‬ﲑ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻭ‪‬ﻟﹾﺄﹶﻣ‪‬ﻨﺯ‪‬ﺎﻟﻓ‪‬ﹶﺎﻡ‪‬ﻊ‪‬‬
‫‪keduanya‬‬ ‫ﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺴِﺮ‪‬ﺮﹺ‪‬ﻭﻗﹸ‪‬ﺍﻟﹾﻞﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻓ‪‬ﻴﺴِﻬﹺﺮ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻭ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﺇﹺﺛﹾﺄﹶﻧ‪‬ﻢ‪ ‬‬ ‫ﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﺮﹺﻤ‪‬ﺎﻭ‪‬ﺍﺍﻟﹾﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫ﻚ‪‬ﺬ‪‬ﻳﻋ‪‬ﻦ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍﻟﹾ‬
‫‪yang‬‬ ‫ﻳ‪‬ﻳ‪‬ﺎ‪‬ﺴ‪‬ﺃﹶﺄﹶﻳ‪‬ﻟﻬﹸﻮ‪‬ﺎﻧ‪‬‬
‫‪dan beberapa‬‬ ‫‪manfaat‬‬ ‫‪bagi‬‬ ‫‪manusia,‬ﹸﻮ‪‬ﻟﺁَﹸﻮﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻥﹶﻮﺍ‪‬‬
‫‪‬ﻮﺍ‪‬ﺍﻣﻟﱠ‪‬ﺎ‪‬ﺗ‪‬ﻘ‬ ‫ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﻠﹶﻤ‬
‫‪‬ﻮﻥﹶ‪tetapi‬‬ ‫‪dosa‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩﻔﹾ‪‬ﻠ‪‬ﺤ‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻬ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻌ‬
‫‪‬‬ ‫ﻔ‬
‫ﹾ‬ ‫ﻧ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻦ‬
‫‪‬‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﺒ‬
‫‪‬‬ ‫ﻛ‬
‫ﹾ‬
‫ﺲ‪‬ﺴ‪‬ﻣ‪‬ﻜ‪‬ﻦ‪‬ﺮﹴ ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﺧ‪‬ﻞﹺﻤ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻟ‪‬ﻭ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬ﻛﹸﻄﻞﱡﹶﺎ ‪‬ﻥ‪‬ﻣ‪‬ﻓﹶﺎﺴ‪‬ﻜ‪‬ﺟ‪‬ﺘ‪‬ﺮﹴﻨﹺﺒ‪‬ﻮﺣ‪‬ﻩ‪‬ﺮﻟﹶ‪‬ﺍﻌ‪‬ﻡ‪‬ﻠﱠ‪)‬ﻜﹸﻢ‪‬ﺗ‪‬‬
‫‪keduanya‬‬ ‫‪lebih‬‬ ‫ﺃ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬
‫‪besar‬‬‫ﻤ‬ ‫ﻬ‬
‫‪‬‬ ‫ﻤ‬
‫‪‬‬ ‫ﺛ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺇ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺱ‬
‫ﹺ‬
‫‪dari‬‬ ‫ﻟﺭﹺ‪‬ﻠﻨ‪‬ﺎﺟ‪‬‬
‫ﺍﺑﻦ‪‬‬ ‫ﻣﺴﻠﻢ ‪‬ﻋﻦ ‪‬‬
‫‪manfaatnya”.‬‬ ‫ﻛﹸ‪‬ﻞﱡ ‪‬ﻣ‪(QS. Al-Baqarah[2] :219)‬‬
‫‪‬‬
‫ﻋﻤﺮ ‪(‬ﺍﻟﻠﱠ‪‬ﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬ﻭ‪‬ﺷ‪‬ﺎﺭﹺﺑ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺳ‪‬ﺎﻗ‪‬ﻴ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬ﺎﺋ‪‬ﻌ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺒ‪‬ﺘ‪‬ﺎﻋ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﻟﹶﻌ‪‬ﻦ‪‬‬
‫‪‬ﻯﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨﺣ‪‬ﺎﺘﻓ‪‬ﻰﻊ‪‬‬ ‫ﺼ‪‬ﻞﹾﻠﻤ‪‬ﹶﺎﻓﺓﹶ‪‬ﻴﺤ‪‬ﻬﹺﻤﻭ‪‬ﻤﺃﹶ‪‬ﻮ‪‬ﺎﻧ‪‬ﻟﹶﺘ‪‬ﺔﹶ‪‬ﺇﹺﻢ‪‬ﺛﹾﺇﹺﻟﹶ‪‬ﻢ‪‬ﻴ‪‬ﻪ‪‬ﺳ‪‬ﻛﹶﻜ‪)‬ﺒﹺﹶﺎﺭﲑ‪ ‬‬ ‫ﻳ‪‬ﻳ‪‬ﺎﺴ‪‬ﺃﹶﺄﹶﻟﻳ‪‬ﹸﻮﻬﻧ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻳﻦ‪ ‬ﺁَﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮﺍ ‪‬ﻟﹶﺎ ‪‬ﺗ‪‬ﻘﹾﺮ‪‬ﺑ‪‬ﻮﺍ ‪‬ﺍﻟ‬
‫ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﺃﲪﺪ‪‬‬ ‫ﻚ‪‬ﺎ‪‬ﻋ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻦﹺﻌ‪‬ﺘ‪‬ﺍﻟﹾﺼ‪‬ﺨ‪‬ﺮ‪‬ﻤ‪‬ﻫ‪‬ﺎﺮﹺ‪‬ﻭ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺣ‪‬ﺎﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻣ‪‬ﻠﹶﺴِﻬ‪‬ﺎﺮﹺ‪‬ﻗﹸﻭ‪‬ﺍﻟﹾ‬ ‫ﻭ‪‬ﻋ‪‬ﺎﺻ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‬
‫ﻋﻤﺮﻦ‪(‬ﺣ‪‬ﻧ‪‬ﺮﻔﹾ‪‬ﺍﻌ‪‬ﻡ‪‬ﻬﹺ‪)‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻥ‬
‫ﹶ‬ ‫ﹸﻮ‬ ‫ﻟ‬‫ﹸﻮ‬ ‫ﻘ‬ ‫ﺗ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﻮﺍﺷ‪‬ﺮﻭ‪‬ﺍﻣﺇﹺﺛﹾ‬
‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻟﺗ‪‬ﻭ‪‬ﻠﻛﹸﻌ‪‬ﻨ‪‬ﻠﹶ‪‬ﺎﻞﱡﻤ‪‬ﺱﹺ‬
‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‪‬ﻋﻦ‪‬ﻋﺎﺋﺸﺔ(‪‬‬ ‫ﺍﺑﻦ‪‬ﺒ‪‬ﻓﹶﺮ‪‬ﻬ‪‬ﻣ‪‬ﻮ‪‬‬
‫ﻋﻦﺳ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹶﻜﹶﺮ‪‬ﻛﹾ‬
‫ﺏﹴ‪‬ﻬ‪‬ﺃﹶﻤ‬ ‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐﻤ‪‬‬
‫‪“Hai orang-orang yang beriman, janganlah‬‬ ‫‪‬‬
‫‪kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan‬‬ ‫‪‬‬
‫‪‬ﻰ‪‬ﺎ‪‬‬‫‪sehingga‬ﺎﻜﹶﺎ ‪‬ﺭﻭ‪‬ﻯﻣ‪‬ﺒ‪‬ﺘ‪‬ﺎﺣ‪‬ﻋ‪‬ﺘﻬ‬ ‫‪kamu‬ﺎﻠﻗ‪‬ﹶﺎﻴ‪‬ﺓﹶﻬ‪‬ﺎﻭ‪‬ﺃﹶ‪‬ﻧ‪‬ﺘ‪‬ﻭ‪‬ﺑﻢ‪‬ﺎﺋ‪‬ﻌ‪‬ﺳ‪‬ﻬ‬ ‫‪mengerti‬ﺑ‪‬ﺮ‪‬ﺑﻬ‪‬ﺎ‪‬ﻮﺍ ‪‬ﻭ‪‬ﺳ‬ ‫‪apa‬ﻦ‪ ‬ﺨ‪‬ﺁَﻤ‪‬ﻣ‪‬ﻨﺮ‪‬ﻮﺍ‪‬ﻟﻭ‪‬ﹶﺎﺷ‪‬ﺎﺗ‪‬ﺭﹺ‬ ‫ﻟﹶﻳ‪‬ﺎﻌ‪ ‬ﻦ‪‬ﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾ‬
‫ﺍﺑﻦ‪‬‬
‫ﺩﺍﻭﻭﺩ‬
‫‪mabuk,‬‬ ‫ﻭﺃﺑﻮ‪ ‬ﻋﻦ ‪‬‬ ‫ﻣﺴﻠﻢ‬ ‫ﺃﲪﺪ ‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪ )‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬‬ ‫ﺼ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪‬‬ ‫‪‬ﺍﻡ‪‬ﺍﻟﺣ‪)‬‬ ‫‪‬ﻴﻠﻪ‪‬ﻘﹾﻣ‪‬ﺴ‪‬ﺣ‪‬ﺮﻜ‪‬ﺮﹴ‬ ‫‪‬ﲑﻩﺮ‪ ‬ﻭ‪‬ﻓﹶﻘﹶﻛﹸﻠﻞﱡ‬ ‫‪yang‬ﺴ‪‬ﻜﹶﺍﻟﱠﺮ‪‬ﻜ‪‬ﺬﺮﹴ‪‬ﻳ‪‬ﻛﹶﺜﺧ‪‬ﻤ‪‬‬ ‫ﻣﻛﹸ‪‬ﺎﻞﱡ‪‬ﺃﹶ‪‬ﻣ‪‬ﺳ‪‬‬
‫ﺃﲪﺪ‪‬‬ ‫‪kamu‬‬ ‫”‪ucapkan‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬‬ ‫‪(QS.‬ﺤ‪‬ﻤ‪‬ﻮﻟﹶﺔﹶ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻴ‪‬ﻪ‪) ‬‬ ‫‪An-Nisa[4]:‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬‬ ‫ﺼ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺎﻣ‪‬ﻠﹶﻬ‬ ‫ﺘ‬
‫‪‬‬‫ﻌ‬
‫‪‬‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬
‫)‪43‬‬
‫ﻣﺬﻱ‪‬ﺗ‪ ‬ﻘﹸﻮﻟﹸﻮﻥﹶ‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬‬
‫‪‬ﻮﺍ(‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬ ‫ﺗ‪‬ﻭ‪‬ﻌ‪‬ﻠﹶﻋ‪‬ﺎﻤﺻ‪‬‬
‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ‪‬ﻭﺍﺑﻦ ‪‬ﻣﺎﺟﺔ ‪‬ﻭﺍﺑﻦ ‪‬ﺣﺒﺎﻥ ‪‬ﻭﺣﺴﻨﻪ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻟﺘﺮ‬
‫ﻋﻤﺮ‬
‫ ‪2.‬‬ ‫‪Hadis Rasulullah s.a.w.; antara‬‬ ‫‪lain:‬ﺍﺑﻦ‪‬ﻋﻤﺮ(‬ ‫ﻭ‪‬ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ‪‬ﻋﻦ‪‬‬
‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ(‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻋﺎﺋﺸﺔ‪‬ﺎ(ﻋ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﻋﻦ‪‬ﺎ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺒ‪‬ﺘ‬ ‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‪‬ﺎﺋ‪‬ﻌ‪‬ﻬ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺎ‪‬ﻗ‪‬ﻴ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‬ ‫ﻟﹶﻌ‪‬ﻛﹸ‪‬ﻦ‪‬ﻞﱡ‪ ‬ﺷ‪‬ﺍﻟﺮﻠﱠ‪‬ﺍﻪ‪‬ﺏﹴ‪‬ﺍﺃﹶﻟﹾﺳ‪‬ﺨ‪‬ﻜﹶﻤ‪‬ﺮ‪‬ﺮ‪‬ﻓﹶ‪‬ﻬ‪‬ﻭ‪‬ﻮ‪‬ﺷ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺭﹺﺑ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻬﻡ‪‬ﺎ‪)‬ﻭ‪‬ﺳ‬
‫‪‬‬
‫ﺍﺑﻦ‪‬‬
‫ﻋﻦ ‪‬ﺃﲪﺪ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ ‪‬‬ ‫ﻣﺴﻠﻢ ‪‬‬ ‫‪)‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺇﹺ‪‬‬
‫ﻟ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺔ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻟ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬ﻮ‬ ‫ﺼ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻫ‪‬ﺎﻛﹸ‪‬ﻞﱡﻭ‪‬ﺣﻣ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺴ‪‬ﻠﹶﻜ‪‬ﻬ‪‬ﺎﺮﹴ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺣ‪‬ﻟﹾﺮﻤ‪‬ﺍﻡ‪‬ﺤ‪)‬‬
‫ﻤ‬ ‫ﺻ‪‬ﺮ‪‬ﺴ‪‬ﻫ‪‬ﺎﻜ‪‬ﺮﹴﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺧ‪‬ﻌ‪‬ﺘ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻛﹸﻋﻞﱡ‪‬ﺎ ‪‬ﻣ‪‬‬
‫ﺍ ‪‬ﺟﺘﻨﺒﻮﺍ ‪‬ﺍﳋﻤﺮ ‪‬ﻓﺈ‪‬ﺎ ‪‬ﻣﻔﺘﺎﺡ ‪‬ﻛﻞ ‪‬ﺷﺮ ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﺍﳊﺎﻛﻢ‪‬‬
‫‪‬ﻴﻠﻪ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﺃﲪﺪ ‪‬ﻭﺃﺑﻮ ‪‬ﺩﺍﻭﻭﺩ‪‬‬ ‫ﻋﻤﺮ(‬ ‫‪‬ﲑﻩﺍﺑﻦ‪‬ﻓﹶﻘﹶﻠ‬ ‫ﻋﻦﺜ(‪‬‬ ‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ‪‬ﻛﹶ‬
‫ﻋﺒﺎﺱ‬ ‫ﺍﺑﻦ‪‬ﻜﹶﺮ‪‬‬ ‫ﻋﻤﺮﺃﹶ(‪‬ﺳ‪‬‬ ‫ﻋﻦ‪‬‬ ‫ﻣﻭ‪‬ﺎ‪‬‬
‫‪‬‬
‫‪‬‬
‫‪”Allah melaknat (mengutuk) khamar,‬‬
‫ﻭﺣﺴﻨﻪ‪‬‬ ‫‪peminumnya,‬‬
‫‪penyajinya,‬ﻭﺍﺑﻦ ‪‬ﺣﺒﺎﻥ ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ‪‬ﻭﺍﺑﻦ ‪‬ﻣﺎﺟﺔ ‪‬‬ ‫‪pedagangnya,‬‬
‫ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ‪‬‬
‫ﺍﺑﻦ‪‬‬ ‫ﻋﺎﺋﺸﺔ‪(‬‬ ‫ﻗﻄﲏ‪‬ﻋﻦ‬ ‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‪‬ﻋﻦ‪‬‬ ‫‪pemeras‬ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩﺮ‪‬ﺍ‬
‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐﻡ‪) ‬‬ ‫‪bahannya,‬ﻡ‪ ‬ﻜ‪)‬ﺮﹴ ‪‬ﺣ‪‬‬ ‫ﻛﹸﻛﹸﻞﱡﻞﱡ‪‬ﻣ‪‬ﺷ‪‬ﺮﺴ‪‬ﺍﻜ‪‬ﺏﹴﺮﹴ‪‬ﺃﹶﺧ‪‬ﺳ‪‬ﻤ‪‬ﻜﹶﺮ‪‬ﺮ‪‬ﻓﹶﻭ‪‬ﻬ‪‬ﻛﹸﻮ‪‬ﻞﱡ ‪‬ﺣ‪‬ﻣ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‬
‫ﺭﻭﺍﻩﺴ‪‬‬
‫‪pembelinya,‬‬ ‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ ‪‬‬ ‫‪penahan‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺚ‪) ‬‬ ‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱﺃﹸ(ﻡ‪‬‬‫ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬‬
‫‪atau penyimpannya, pembawanya,(dan‬‬ ‫ﻋﻤﺮ‬ ‫‪‬‬
‫ﺣﺒﺎﻥ(‪‬‬ ‫ﺍﺑﻦ‪‬‬ ‫ﻭﺻﺤﺤﻪ‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﺳ‪‬ﻜﹶﺮ‪ ‬ﻛﹶﺜ‪‬ﲑﻩ ‪‬ﻓﹶﻘﹶﻠ‪‬ﻴﻠﻪ ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﺃﲪﺪ ‪‬ﻭﺃﺑﻮ ‪‬ﺩﺍﻭﻭﺩ‪‬‬
‫”‪penerimanya.‬‬ ‫‪(HR.‬‬ ‫‪Ahmad‬‬ ‫‪dan‬‬ ‫‪Thabrani‬‬
‫‪dari Ibnu‬‬ ‫‪Umar,‬ﺍﳊﺎﻛﻢ‬ ‫ﺷﺮ ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬‬ ‫‪sebagaimana‬‬‫‪dalam‬ﻓﺈ‪‬ﺎ ‪‬ﻣﻔﺘﺎﺡ ‪‬ﻛﻞ ‪‬‬ ‫‪Kitab‬ﺍﳋﻤﺮ ‪‬‬ ‫ﺍ ‪‬ﺟﺘﻨﺒﻮﺍ‬
‫ﻭﺣﺴﻨﻪ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺣﺒﺎﻥ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﺍﺑﻦ‬ ‫‪‬‬
‫ﻋﺒﺎﺱ‪‬ﻳﺳ‪(‬ﻜﹸﻜﹶ‪‬ﻢ‪‬ﺮ‪‬ﺇﹺﻓﹶﻟﻬ‪‬ﹶﻰﻮ‪‬ﺍﻟﺘ‪‬ﺣ‪‬ﻬ‪‬ﺮﻠﹸ‪‬ﺍﻡ‪‬ﻜﹶﺔ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‪‬ﻋﻦ‪‬ﻋﺎﺋﺸﺔ(‪‬‬ ‫ﻣﺎﺟﺔ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﺍﺑﻦ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻣﺬﻱ‬ ‫ﻛﹸﻭﺍﻟﺘﺮ‬
‫ﹸﻮﺍ‪‬ﺑﹺﺏﹴﺄﹶﻳ‪‬ﺃﹶﺪ‬ ‫ﻋﻦﻞﱡ‪‬ﺗ‪‬ﻠﹾﺷ‪‬ﻘ‬
‫ﺍﺑﻦﺮ‪‬ﺍ‬
‫‪Musnad‬‬ ‫‪Ahmad,‬‬ ‫‪juz‬‬ ‫‪2‬‬ ‫‪halaman‬‬ ‫‪97,‬‬ ‫‪hadis‬‬
‫ﻭ‪‬ﻟﹶﺎ‬
‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ(‪‬‬
‫‪‬‬
‫‪684‬‬ ‫ﻗﻄﲏ‪‬ﺩﺍﻭﻭﺩ‪‬‬ ‫ﻭﺃﺑﻮ‬‫ﻗﻄﲏ‪(‬‬ ‫ﺃﲪﺪ‬
‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‬ ‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‪‬‬‫ﺭﻭﺍﻩ‪ ‬‬ ‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ‬ ‫ﻣﺎﺟﻪ‪)‬‬ ‫ﺍﺑﻦﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‬‫‪‬ﻴﻠﻪ‪ ‬‬ ‫ﺚ‪‬ﻘﹶﻠ‪)‬‬
‫ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫‪‬ﲑﻩﺋ‪‬ﺭ‪)‬ﻓﹶ‬ ‫ﺿ‪‬ﻤ‪ ‬ﺮ‪‬ﺳ‪‬ﺭ‪‬ﻜﹶﺃﹸﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻡ‪‬ﻟﹶﺎ‪‬ﺍﻟﹾﻛﹶﺜ‬
‫ﺿ‪‬ﺨ‪‬ﺮﺒ‪‬ﺍ‪‬ﺎ‬ ‫ﺍﻟﻣﻟﹾﹶﺎ‪‬ﺎ‪‬ﺨ‪‬ﺃﹶ‬
‫ﺍﳊﺎﻛﻢ‪‬ﻭﺣﺴﻨﻪ‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﺣﺒﺎﻥ‬ ‫ﻣﺎﺟﺔﺷﺮ ‪)‬ﻭﺍﺑﻦ‬ ‫ﻭﺍﺑﻦ‪ ‬ﻛﻞ ‪‬‬ ‫ﻣﻔﺘﺎﺡ‬ ‫ﺍﳋﻤﺮ ‪‬ﻓﺈ‪‬ﺎ ‪‬‬
‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ‪ ‬‬
‫ﺍﺑﻦ‪‬ﺣﺒﺎﻥ(‬ ‫ﻣﺬﻱ‪ ‬‬ ‫ﺟﺘﻨﺒﻮﺍ ‪‬‬
‫ﻭﺻﺤﺤﻪ‬ ‫ﻭﺍﻟﺘﺮ‬ ‫‪‬‬
‫ﺍ‬
‫‪‬‬
‫‪‬ﻮﺍﻤ‪‬ﺎﺍﻟ‪‬ﺼ‪‬ﻠﹶﺎﺓﹶ ‪‬ﻭ‪‬ﺃﹶﻧ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪ ‬ﺳ‪‬ﻜﹶﺎﺭ‪‬ﻯ ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻰ‪‬‬ ‫‪‬ﻮﺍﺮ‪‬ﻟﻣ‪‬ﹶﺎ ‪‬ﻦ‪‬ﺗ‪‬ﻧ‪‬ﻘﹾﻔﹾﺮ‪‬ﺑﻌ‪‬ﻬﹺ‬ ‫ﻟﻳ‪‬ﻠ‪‬ﺎ‪‬ﻨ‪‬ﺎﺃﹶﻳ‪‬ﺱﹺﻬ‪‬ﺎﻭ‪‬ﺍﺇﹺﻟﱠﺛﹾﺬﻤ‪‬ﻳﻬ‪‬ﻦ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺁَ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﻨﻛﹾﺒ‪‬‬
‫‪‬ﻮﺍ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻣﻪ‪‬ﺎ‪‬ﺗ‪‬ﻘﺍﻟﹾﹸﻮﻟﺨ‪‬ﹸﻮﻤ‪‬ﻥﹶﺮ‪ ‬ﻭ‪‬ﺷ‪‬ﺎﺭﹺﺑ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺳ‪‬ﺎﻗ‪‬ﻴ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬ﺎﺋ‪‬ﻌ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺒ‪‬ﺘ‪‬ﺎﻋ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﻟﹶﺗ‪‬ﻌ‪‬ﻌ‪‬ﻠﹶﻦ‪‬ﻤ ‪‬‬
‫ﺃﲪﺪ‪‬‬
‫ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻰ‬ ‫‪)HIMPUNAN‬ﹶﺎﺭ‪‬ﻯ‬
‫‪FATWA‬ﺓﹶﺤ‪‬ﻤﻭ‪‬ﺃﹶ‪‬ﻮﻧ‪‬ﻟﹶﺘ‪‬ﺔﹶﻢ‪‬ﺇﹺﻟﹶ‪‬ﻴ‪‬ﻪ‪‬ﺳ‪‬ﻜ‬
‫ﺼ‪‬ﻠﻤ‪‬ﹶﺎ‬
‫‪‬ﻮﺍﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻟﻭ‪‬ﺍﻟﹾ‬ ‫‪ULAMA‬ﻫ‪‬ﺎﻟ‪‬ﹶﺎﻭ‪‬ﺗ‪‬ﺣﻘﹾ‪‬ﺎﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺑﻠﹶ‬
‫‪MAJELIS‬‬ ‫‪‬ﻮﺍ‬ ‫ﺼ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫‪INDONESIA‬ﻭ‪‬ﻦ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﺘ‪‬ﺁَﻣ‪‬ﻨ‬ ‫ﺻ‪‬ﺎﺮ‪‬ﺍﻫﻟﱠ‪‬ﺎ ‪‬ﺬ‪‬ﻳ‬ ‫ﻳﻭ‪‬ﺎ‪‬ﻋ‪‬ﺃﹶ‪‬ﺎﻳ‪‬ﻬ‬
‫‪nomor‬ﺎ‪‬‬
‫‪ 5716‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺒ‪‬ﺘ‪‬ﺎﻋ‪‬ﻬ‬ ‫‪dan‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬ﺎﺋ‪‬ﻌ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‬ ‫‪kitab‬ﻗ‪‬ﻴ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫‪al-Mu’jam‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺳ‪‬ﺎ‬ ‫ﻋﻤﺮﺷ‪‬ﺎ(ﺭﹺ‪‬ﺑ‪‬ﻬ‬ ‫ﺍﺑﻦ‪ ‬ﻭ‪‬‬ ‫ﻋﻦﻟﺨ‪‬ﹸﻮﻤ‪‬ﻥﹶﺮ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ‪‬ﺗ‪‬ﻘﺍﻟﹾﹸﻮ‬
‫‪al-Ausath‬‬
‫‪‬ﻮﺍ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻣﻪ‪‬ﺎ‬ ‫ﻟﹶﺗ‪‬ﻭﻌ‪‬ﻌ‪‬ﻠﹶﻦ‪‬ﻤ ‪‬‬
‫ﺭﻭﺍﻩ‪juz8‬‬
‫ﺃﲪﺪ‪‬‬ ‫‪halaman‬‬
‫‪16‬ﻤ‪‬ﻮﻟﹶﺔﹶ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻴ‪‬ﻪ‪) ‬‬ ‫‪hadis‬ﻤ‪‬ﺤ‪‬‬ ‫‪nomor‬ﻣ‪‬ﻠﹶﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾ‬ ‫‪7816.‬ﺼ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺎ‬ ‫ﻭ‪‬ﻋ‪‬ﺎﺻ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﺘ‪‬‬
‫ﺍﺑﻦ‪‬‬
‫ﻋﻦ‪‬ﺎ‪‬ﻋ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‬‫ﻣﺴﻠﻢ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺒ‪‬ﺘ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺎﺋ‪‬ﻌ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‬‫ﺴ‪‬ﻪ‪‬ﻜ‪‬ﺮﹴ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﺧ‪‬ﺨ‪‬ﻤ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻭ‪‬ﻛﹸﻞﱡﺷ‪‬ﺎ‪‬ﺭﹺﻣ‪‬ﺑ‪‬ﻬﺴ‪‬ﺎﻜ‪ ‬ﺮﹴ ‪‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺳ‪‬ﺎﺮﻗ‪‬ﺍﻴ‪‬ﻡ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪ )‬ﻭ‪‬ﺑ‬ ‫ﻟﹶﻌ‪‬ﻛﹸﻦ‪‬ﻞﱡ ‪‬ﻣ‪‬ﺍﻟﻠﱠ‬
‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ‪‬ﻋﻦ‪‬ﺍﺑﻦ‪‬ﻋﻤﺮ(‪‬‬ ‫ﻭ‪‬‬
‫ﺃﲪﺪﻡ‪‬‬
‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﺄﹶﺯ‪‬ﻟﹶﺎ‬
‫ﻋﻤﺮﻬﺻ‪(‬ﺎﺮ‪‬ﺍ‪‬ﻫﻟﱠ‪‬ﺎﺬ‪‬ﻳﻭ‪‬ﻦ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﺁَﺘ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺼ‪‬ﻮﺍﺮ‪‬ﻫﺇﹺ‪‬ﺎﻧ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻭ‪‬ﺍﺣﻟﹾ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺨ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﻬ‪‬ﺎﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺤ‪‬ﺴِﻤﺮ‪‬ﻮ‪‬ﻟﹶﻭﺔﹶ‪‬ﺍﻟﹾ‪‬ﺄﹶﺇﹺﻟﹶﻧ‪‬ﻴ‪‬ﻪ‪‬ﺼ‪‬ﺎ‪)‬ﺏ‪‬ﻭ‬ ‫ﻳﻭ‪‬ﺎﻋ‪‬ﺃﹶ‪‬ﺎﻳ‪‬‬
‫‪”Semua yang memabukkan adalah khamar‬‬
‫‪‬‬
‫ﺍﺑﻦ‪‬‬
‫‪dan‬‬ ‫‪‬‬
‫‪semua‬ﻋﻦ ‪‬‬ ‫ﻥ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬ﻮ‬‫ﺤ‬ ‫ﻠ‬
‫‪‬‬
‫‪yang‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﻣﺴﻠﻢ‬‫ﻔ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺗ‬
‫‪‬‬‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﻜ‬
‫ﹸ‬ ‫ﻠ‬
‫ﱠ‬ ‫ﻌ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻩ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﻮ‬‫ﺒ‬‫ﻨ‬
‫ﹺ‬
‫‪memabukkan‬ﺮﹴ ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪) ‬‬‫ﺘ‬
‫‪‬‬‫ﺟ‬
‫‪‬‬ ‫ﹶﺎ‬‫ﻓ‬ ‫‪‬‬
‫‪‬‬ ‫ﻥ‬
‫‪‬‬ ‫(‬ ‫ﹶﺎ‬
‫ﻄ‬
‫ﻋﻤﺮ‬
‫‪adalah‬ﻜ‪‬ﺮﹴ ‪‬ﺧ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬ﻭ‪‬ﻛﹸﻞﱡ ‪‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﻜ‪‬‬‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺸ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﻟ‬
‫ﺍﺑﻦ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻞ‬
‫ﹺ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻤ‬
‫‪‬‬‫ﻋﻦ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬‫‪‬‬ ‫ﻦ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭﺭﹺﻛﹸﻞﱡ ‪‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫ﺲ‬
‫‪‬‬ ‫ﺟ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫‪(HR.‬ﻋﻦ‪‬ﻋﺎﺋﺸﺔ(‪‬‬
‫‪haram.‬‬ ‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‪‬‬ ‫‪Muslim‬‬ ‫‪dan‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬‬ ‫‪Ibnu‬ﺮ‪‬ﻓﹶﻬ‪‬ﻮ‪‬‬ ‫‪Umar,‬ﺏﹴ‪‬ﺃﹶﺳ‪‬ﻜﹶ‬ ‫ﻋﻤﺮ‪(‬ﺷ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‬ ‫ﻛﹸ‪‬ﻞﱡ‬
‫‪sebagaimana dalam Kitab Shahih Muslim‬‬
‫ﺍﺑﻦﻊ‪‬‬
‫ﻋﻦﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺎﻓ‪‬‬
‫‪juz‬‬
‫‪halam‬ﲑ‪3 ‬ﻭ‪‬‬
‫ﺭﻭﺍﻩﺛﹾ‪‬ﻢ‪ ‬ﻛﹶﺒﹺ‬
‫ﻣﺴﻠﻢ‬ ‫‪1587,‬ﺇﹺ‬
‫‪hadis‬ﻞﹾﺮ‪‬ﺍ‪‬ﻡ‪‬ﻓ‪‬ﻴﻬﹺ‪)‬ﻤ‪‬ﺎ‬ ‫ﺴ‪‬ﻜ‪‬ﺴِ ﹴﺮﹺ ‪‬ﻗﹸﺣ‪‬‬ ‫‪nomor‬ﻤ‪‬ﻴ‬ ‫‪2003).‬ﺮ‪ ‬ﺨ‪‬ﻭ‪‬ﻤ‪‬ﺮﹺﻛﹸ ‪‬ﻞﱡﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻣ‪‬‬ ‫ﹸﻮﻧ‪‬ﺴ‪‬ﻚ‪‬ﻜ‪‬ﺮﹴﻋ‪‬ﻦﹺﺧ‪‬ﻤ‪‬ﺍﻟﹾ‬ ‫ﻳ‪‬ﻛﹸ‪‬ﺴ‪‬ﻞﱡﺄﹶﻟ‪‬ﻣ‪‬‬
‫ﺩﺍﻭﻭﺩ‪‬‬
‫ﻋﺎﺋﺸﺔ(‪‬‬ ‫ﻋﻦ‪‬ﻭﺃﺑﻮ ‪‬‬ ‫ﺃﲪﺪ ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬‬ ‫‪‬ﺍﻡ‪‬ﺎ‪)‬‬
‫‪‬ﻴﻠﻪ‪‬ﺣ‪‬ﻧ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻔﹾﻡ‪‬ﻌ‪‬ﺣ‪‬ﻬﹺﺮ‪)‬ﻤ‬ ‫‪‬ﲑﻩﺮ‪‬ﻛﹾ‪‬ﺒ‪‬ﻓﹶﻓﹶﺮ‪‬ﻬ‪‬ﻘﹶ‪‬ﻠﻮ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫ﻋﻤﺮ‪‬ﺃﹶﺱﹺ(‪‬ﺷ‪‬ﺳ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻜﹶﺇﹺﺛﹾﺮ‪‬ﺏﹴﻤ‪‬ﻬ‪‬ﺃﹶﻛﹶﻤﺜﺳ‪‬ﺎ‪‬ﻜﹶﺃﹶ‬ ‫ﻟﻣ‪‬ﻠﻛﹸ‪‬ﺎﻨ‪‬ﺎﻞﱡ‪‬‬
‫ﻭﺣﺴﻨﻪ‪‬‬
‫‪“Setiap‬‬ ‫ﺣﺒﺎﻥ ‪‬‬ ‫‪minuman‬‬ ‫‪ yang‬ﻭﺍﺑﻦ ‪‬‬ ‫‪ memabukkan‬ﻣﺎﺟﺔ‬ ‫ﻣﺬﻱ ‪‬ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ‪‬ﻭﺍﺑﻦ‬ ‫‪adalah‬‬ ‫ﻭﺍﻟﺘﺮ‬ ‫‪‬‬
‫‪‬ﻰ‪‬‬ ‫ﻋﺎﺋﺸﺔ(ﺣ‪‬ﺘ‪‬‬
‫”‪haram‬‬
‫ﺩﺍﻭﻭﺩ‬ ‫‪‬ﻯ ‪‬‬ ‫ﻋﻦﻜ‪‬ﹶﺎﺭ‬
‫ﻭﺃﺑﻮ ‪‬‬ ‫ﺃﲪﺪ‪‬ﺳ‪‬‬
‫‪(HR.‬‬ ‫‪Bukhari,‬ﺃﹶﻧ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬‬
‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫ﺼ‪‬ﻠﹶﺎﺓﹶ‬ ‫‪‬ﺍﻡﺍﻟ‪)‬‬
‫ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫‪‬ﻮﺍ‪)‬‬ ‫‪sebagaimana‬ﺑﻡ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‬
‫‪‬ﻴﻠﻪﺗ‪‬ﺣ‪‬ﻘﹾ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺮ‪‬‬
‫‪‬ﻮﺍﻓﹶﻬ‪‬ﻘﹶ‪‬ﻟﻠﻮ‪‬ﹶﺎ‪‬‬
‫‪‬ﲑﻩﻣ‪‬ﺮ‪‬ﻨ‪‬ﻓﹶ‬ ‫‪(dalam‬ﻟﱠﺮ‪‬ﺏﹴﺬ‪‬ﻳ‪‬ﺃﹶﻛﹶﻦ‪‬ﺜﺳ‪‬ﺁَﻜﹶ‬ ‫ﻳﻣ‪‬ﺎﻛﹸ‪‬ﺎ ‪‬ﻞﱡﺃﹶ‪‬ﺃﹶﻳ‪‬ﻬﺷ‪‬ﺳ‪‬ﺎﺮ‬
‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ‪‬ﺍﻜﹶﺍ‬
‫‪kitab shahih al-Bukhari juz 1 halaman 95‬‬
‫ﻭﺣﺴﻨﻪ‪‬‬
‫‪hadis nomor‬‬ ‫ﻭﺍﺑﻦ ‪‬ﺣﺒﺎﻥ‬ ‫)‪239‬‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ‪‬ﻭﺍﺑﻦ ‪‬ﻣﺎﺟﺔ ‪‬‬ ‫ﻣﺬﻱ‪‬ﺗ‪‬ﻘﹸﻮﻟﹸﻮﻥﹶ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻟﺘﺮ‪‬ﻮﺍ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬ ‫ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﻠﹶﻤ‬
‫ﺍﳊﺎﻛﻢ‪‬ﺩﺍﻭﻭﺩ‪‬‬ ‫ﺃﲪﺪ ‪‬ﻭﺃﺑﻮ‬ ‫ﻛﻞ ‪)‬ﺷﺮﺭﻭﺍﻩ‪ )‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬‬ ‫ﻣﻔﺘﺎﺡ ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‬ ‫ﻓﺈ‪‬ﺎﻓﹶ‪‬ﻘﹶﻠ‪‬ﻴﻠﻪ ‪‬‬ ‫ﺍﳋﻤﺮﺜ‪‬ﲑﻩ ‪‬‬ ‫ﺟﺘﻨﺒﻮﺍ ‪‬ﻜﹶﺮ‪ ‬ﻛﹶ‬ ‫ﺍﻣ‪‬ﺎ‪ ‬ﺃﹶﺳ‪‬‬
‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ(‪‬‬
‫ﻭﺣﺴﻨﻪ‪‬ﺎ‪‬‬
‫ﺣﺒﺎﻥ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺒ‪‬ﺘ‪‬ﺎﻋ‪‬ﻬ‬ ‫ﻭﺍﺑﻦﻭ‪‬ﺑ‪‬ﺎﺋ‪‬ﻌ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‬ ‫ﻣﺎﺟﺔ‪‬ﺎﻗ‪‬ﻴ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫ﻭﺍﺑﻦﻬ‪‬ﺎ ‪ ‬ﻭ‪‬ﺳ‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲﻭ‪ ‬ﺷ‪‬ﺎﺭﹺﺑ‪‬‬ ‫ﻋﺒﺎﺱ(ﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬‬ ‫ﻣﺬﻱ ‪‬ﺍﻟﹾ‬ ‫ﺍﺑﻦﺍﻟ‪‬ﻠﱠﻪ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻟﺘﺮ ‪‬‬ ‫ﻋﻦﻦ‪‬‬ ‫ﻟﹶﻌ‪‬‬
‫‪‬‬
‫ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﺃﲪﺪ‪‬‬ ‫ﺍﻭ‪‬ﺟﺘﻨﺒﻮﺍ ‪‬ﺍﳋﻤﺮ ‪‬ﻓﺈ‪‬ﺎ ‪‬ﻣﻔﺘﺎﺡ ‪‬ﻛﻞ ‪‬ﺷﺮ ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﺍﳊﺎﻛﻢ‪‬‬
‫‪)‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺇ‬
‫ﹺ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺔ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻟ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬ﻮ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫‪‬ﺍ‬
‫ﻭ‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬
‫ﻬ‬ ‫ﻠ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﺼ‬
‫‪‬‬ ‫ﺘ‬
‫‪‬‬ ‫ﻌ‬
‫‪‬‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻫ‬
‫(‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬‬
‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ‬‫ﺻ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻋ‬
‫‪Sesuatu‬‬ ‫‪yang‬ﻗﻄﲏ‪‬‬ ‫‪jika‬ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‬ ‫‪banyak‬ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ ‪‬‬ ‫ﻋﻤﺮ(‪‬‬ ‫ﺚ‪) ‬‬ ‫ﺍﺑﻦ‪‬‬
‫‪memabukkan,‬‬ ‫ﻋﻦ(ﺨ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺋ‪‬‬ ‫ﻋﺒﺎﺱ‬ ‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ‪‬ﺍﻟﹾ‬ ‫ﻋﻦﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺑﻦ‪‬ﺃﹸﻡ‪‬‬ ‫ﺍﻟﹾﻭ‪‬‬
‫”‪maka meskipun sedikit adalah haram.‬‬
‫ﺣﺒﺎﻥ(‪‬ﻣﻔﺘﺎﺡ ‪‬ﻛﻞ ‪‬ﺷﺮ ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﺍﳊﺎﻛﻢ‪‬‬ ‫ﺍﳋﻤﺮ‪ ‬ﻓﺈ‪‬ﺎ‬ ‫ﻭﺻﺤﺤﻪ‪‬ﺍﺑﻦ‬ ‫ﺍ ‪‬ﺟﺘﻨﺒﻮﺍ ‪‬‬
‫‪(HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai,‬‬
‫ﺍﺑﻦ‪‬‬‫‪Ibnu‬‬ ‫‪Majah,‬ﻋﻦ ‪‬‬‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‪ ‬ﻣﺴﻠﻢ‬
‫ﻗﻄﲏ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫‪dan‬‬ ‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐﻡ‪) ‬‬
‫‪Hibban.‬ﻜ‪‬ﺮﹴ ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‬
‫‪Ibnu‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩﺴ‪‬‬ ‫ﺚ‪‬ﻛﹸ‪)‬ﻞﱡ ‪‬ﻣ‪‬‬ ‫‪Perawi‬ﻭ‪‬‬ ‫ﻋﺒﺎﺱﺧ‪(‬ﺨ‪‬ﺒﻤ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫‪dalam‬ﺃﹸﻡ‪‬ﻜ‪‬ﺮﹴ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾ‬ ‫ﺍﺑﻦ‪‬ﺴ‪‬‬ ‫ﻋﻦﺨ‪‬ﻞﱡ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬‬ ‫ﺍﻟﹾﻛﹸ‪‬‬
‫‪sanad Hadis ini terpercaya, dan at-Tirmidzi‬‬
‫ﻭﺻﺤﺤﻪ‪‬ﺍﺑﻦ‪‬ﺣﺒﺎﻥ(‪menganggapnya hasan). ‬‬
‫ﹸﻮﺍ‪‬ﺑﹺﺄﹶﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻳﻜﹸﻢ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻬ‪‬ﻠﹸﻜﹶﺔ‪‬‬ ‫ﻋﻤﺮﻠﹾﻘ(‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻟﹶﺎ‪‬ﺗ‪‬‬
‫ﺍﻟﹾ ‪‬ﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬ﺃﹸﻡ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺚ‪) ‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ ‪‬ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ ‪‬ﻗﻄﲏ‪‬‬
‫ ‪3.‬‬ ‫ﻋﻦ‪‬ﻋﺎﺋﺸﺔ(‪‬‬
‫‪Dampak‬‬
‫ﻗﻄﲏ(‬ ‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‪‬‬
‫‪buruk‬‬
‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‪‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬‬ ‫ﻣﺎﺟﻪ‬ ‫ﺍﺑﻦﻡ‪‬ﻜﹶ‪‬ﺔ‪)‬‬
‫‪ditimbulkan‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩﺍﻟﺘ‪‬ﺣ‪‬ﻬ‪‬ﺮﻠﹸ‪‬ﺍ‬
‫ﹶﻰ‪‬ﻮ‪‬‬‫ﺣﺒﺎﻥ)ﻟﻓﹶ(ﻬ‪‬‬
‫‪oleh‬ﻳﺿ‪‬ﺳ‪‬ﺮﻜﹸ‪‬ﺍﻜﹶﺭ‪‬ﻢ‪‬ﺮ‪‬ﺇﹺ‬ ‫ﺍﺑﻦﺪ‬ ‫ﻭﺻﺤﺤﻪ‪‬ﻭ‪‬ﺑﹺﻟﺄﹶﹶﺎ‬
‫ﺏﹴﻳ‪‬ﺃﹶ‬ ‫ﺿ‪‬ﻠﹾﺮ‪‬ﻘﺷ‪‬ﺭ‪‬ﺮ‪‬‬
‫ﹸﻮﺍ‪‬ﺍ‬ ‫ﻟﻭ‪‬ﹶﺎﻟﻛﹸ‪‬ﹶﺎ‪‬ﻞﱡﺗ‪‬‬
‫‪minuman beralkohol, yakni :‬‬ ‫‪‬‬
‫‪e. Dapat mangakibatkan lupa kepada‬‬
‫‪ Allah‬ﺩﺍﻭﻭﺩ‪‬‬ ‫ﻭﺃﺑﻮ‬ ‫ﻗﻄﲏ‪(‬‬ ‫ﺃﲪﺪ‬ ‫‪dan‬‬
‫ﺭﻭﺍﻩ ‪‬‬
‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‪‬‬ ‫ﻣﺎﺟﻪ‪)‬‬
‫‪merupakan‬‬
‫‪‬ﺍﻡ‬
‫‪‬ﻴﻠﻪ‪‬ﻬ‪‬ﻠﹸﺍﺑﻦﺣ‪‬ﻜﹶ‪‬ﺔ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫ﹶﻰﻠ‪‬‬
‫ﺭﻭﺍﻩﺍﻟﺘ‪‬‬ ‫‪sumber‬ﻓﹶﻘﹶ‬
‫‪‬ﲑﻩﺭ‪‬ﻢ‪‬ﺇﹺ‪)‬ﻟ‬ ‫ﹸﻮﺍﻜﹶ‪‬ﻭ‪‬ﺮ‪‬ﺑﹺﻟﺄﹶﹶﺎﻳ‪‬ﺪﻛﹶ‪‬ﻳﺿ‪‬ﺜﺮﻜﹸ‪‬ﺍ‬ ‫ﺿ‪‬ﺃﹶﻠﹾﺮ‪‬ﻘﺳ‪‬ﺭ‪‬‬
‫‪segala‬‬ ‫ﻟﻭ‪‬ﹶﺎﻣﻟ‪‬ﺎ‪‬ﹶﺎ‪‬ﺗ‪‬‬
‫‪kejahatan,‬ﻭﺣﺴﻨﻪ‪‬‬ ‫ﻣﺎﺟﺔ ‪‬ﻭﺍﺑﻦ ‪‬ﺣﺒﺎﻥ‬ ‫‪karena‬‬ ‫‪ alkohol‬ﻭﺍﺑﻦ ‪‬‬ ‫ﻣﺬﻱ ‪‬ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ‬ ‫‪dapat‬‬ ‫ﻭﺍﻟﺘﺮ‬ ‫‪‬‬
‫‪menimbulkan‬‬ ‫‪dampak‬‬ ‫‪negatif‬‬
‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‪‬ﻗﻄﲏ(‪‬‬
‫‪terhadap‬‬ ‫‪kehidupan‬‬ ‫‪pribadi,‬ﺍﺑﻦ‪‬ﻣﺎﺟﻪ‪‬‬ ‫‪keluarga,‬ﺿ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺭ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ(ﻭ‪‬ﻟﹶﺎ‪‬‬ ‫ﻟﹶﺎ‪‬ﺿ‪‬ﺮ‪‬ﺭ‪‬‬
‫‪masyarakat, bangsa dan negara.‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍ ‪‬ﺍﳋﻤﺮ ‪‬ﻓﺈ‪‬ﺎ ‪‬ﻣﻔﺘﺎﺡ ‪‬ﻛﻞ ‪‬ﺷﺮ ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﺍﳊﺎﻛﻢ‪‬‬
‫ﻋﻦ‪‬ﺍﺑﻦ‪‬ﻋﺒﺎﺱ(‪‬‬
‫‪”jauhilah khamar, karena ia adalah‬‬ ‫‪‬‬
‫‪kunci‬‬ ‫‪segala‬‬ ‫”‪keburukan.‬‬ ‫‪(HR.‬‬
‫ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬ﺃﹸﻡ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺚ‪) ‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ ‪‬ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ ‪‬ﻗﻄﲏ‪‬‬ ‫‪Al-‬‬
‫‪Hakim dan Ibnu Abbas).‬‬
‫ﻭﺻﺤﺤﻪ‪‬ﺍﺑﻦ‪‬ﺣﺒﺎﻥ(‪‬‬
‫‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﻟﹶﺎ‪‬‬
‫‪685‬ﺗ‪‬ﻠﹾﻘﹸﻮﺍ‪‬ﺑﹺﺄﹶﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻳﻜﹸﻢ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻬ‪‬ﻠﹸﻜﹶﺔ‪‬‬
‫‪‬‬
‫ﻟﹶﺎ‪‬ﺿ‪‬ﺮ‪‬ﺭ‪‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺎ‪‬ﺿ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺭ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﺑﻦ‪‬ﻣﺎﺟﻪ‪‬ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‪‬ﻗﻄﲏ(‪‬‬
(‫ﻋﺎﺋﺸﺔ‬‫ﻋﻦ‬‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬‫ﻮ‬‫ﻓﹶﻬ‬‫ﻜﹶﺮ‬‫ﺃﹶﺳ‬‫ﺍﺏﹴ‬‫ﺮ‬‫ﺷ‬‫ﻞﱡ‬‫ﻛﹸ‬
‫ﺍﺑﻦ‬ ‫ﻋﻦ‬‫ﺍﳊﺎﻛﻢ‬
 ‫ﻣﺴﻠﻢ‬ ‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﺷﺮﻡ‬ ‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻛﻞ‬
 ‫ﺮﹴ‬‫ﻜ‬‫ﻣﻔﺘﺎﺡﺴ‬
‫ﻣ‬ ‫ﻛﹸﻞﱡ‬ ‫ﺎﻭ‬‫ﻓﺈ‬
 ‫ﺮ‬‫ﻤ‬ ‫ﺍﳋﻤﺮﺧ‬  ‫ﺮﹴ‬‫ﻜ‬‫ﺟﺘﻨﺒﻮﺍﺴ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻞﱡ‬‫ﺍﻛﹸ‬
BIDANG POM DAN IPTEK ‫ﺩﺍﻭﻭﺩ‬ ‫ﻭﺃﺑﻮ‬ ‫ﺃﲪﺪ‬ ‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻴﻠﻪ‬‫ﻓﹶﻘﹶﻠ‬ ‫ﲑﻩ‬ ‫ﻛﹶﺜ‬ ‫ﺮ‬‫ﻜﹶ‬‫ﺍﺑﻦ‬‫ﺳ‬(‫ﻋﻤﺮﺃﹶ‬
(‫ﻋﺒﺎﺱ‬ ‫ﺎﻋﻦ‬‫ﻣ‬
‫ﻭﺣﺴﻨﻪ‬ ‫ﺣﺒﺎﻥ‬ ‫ﻭﺍﺑﻦ‬ ‫ﻣﺎﺟﺔ‬ ‫ﻭﺍﺑﻦ‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ‬ ‫ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ‬ 
‫ﻗﻄﲏ‬‫ﻋﻦ‬
(‫ﻋﺎﺋﺸﺔ‬  ‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‬  ‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ‬
‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬ ‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩﻡ‬ ‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫)ﺣ‬‫ﻮ‬‫ﻬ‬‫ﻓﹶﺚ‬‫ﺋ‬‫ﺎﺮ‬‫ﻜﹶﺒ‬‫ﺨ‬‫ﺃﹶﺍﻟﹾﺳ‬‫ﺏﹴ‬‫(ﺃﹸﻡ‬‫ﺍ‬‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ‬
‫ﺮ‬‫ﺮ‬‫ﺷ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﻛﹸﻞﱡﺨ‬
(‫ﺣﺒﺎﻥ‬‫ﺍﺑﻦ‬‫ﻭﺻﺤﺤﻪ‬
‫ﺩﺍﻭﻭﺩ‬”Khamar
‫ﻭﺃﺑﻮ‬ ‫ﺃﲪﺪ‬
‫ﺍﳊﺎﻛﻢ‬  ‫ﺭﻭﺍﻩ‬ )‫ﺭﻭﺍﻩ‬
itu ‫)ﺷﺮ‬sumber
‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻣﻔﺘﺎﺡ‬
 ‫ﻛﻞ‬  ‫ﻴﻠﻪ‬kejahatan.”
‫ﻘﹶﻠ‬‫ﺎﻓﹶ‬‫ﻓﺈ‬
 ‫ﲑﻩ‬‫ﺍﳋﻤﺮﺜ‬ ‫ﻛﹶ‬ ‫ﻜﹶﺮ‬ ‫ﺟﺘﻨﺒﻮﺍ‬ ‫ﺃﹶ‬‫ﺎ‬‫ﺍﻣ‬
‫(ﺳ‬HR.
at-Tabrani, ad-Daru Quthni, dan Ibnu
‫ﻭﺣﺴﻨﻪ‬Hibban‫ﺣﺒﺎﻥ‬ ‫ﻭﺍﺑﻦ‬  ‫ﻣﺎﺟﺔ‬
menganggapnya
‫ﺔ‬‫ﻭﺍﺑﻦﻜﹶ‬
‫ﻠﹸ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲﹶﻰ‬
‫ﺇﹺﻟ‬‫ﻢ‬shahih)
‫ﻳ(ﻜﹸ‬‫ﻋﺒﺎﺱﺪ‬‫ﻳ‬‫ﺑﹺﺄﹶ‬‫ﻣﺬﻱ‬
‫ﹸﻮﺍ‬‫ﺍﺑﻦ‬ ‫ﻋﻦﹶﺎ‬
‫ﻠﹾﻘ‬‫ﻭﺍﻟﺘﺮﺗ‬ ‫ﻟ‬‫ﻭ‬
f. Dapat merusak kesehatan, (karena ‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ‬ 
alkohol dapat merusak organ hati,
(‫ﻗﻄﲏ‬
saluran
‫ﻗﻄﲏ‬ ‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‬
 ‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‬ ‫ﻣﺎﺟﻪ‬‫ﺍﺑﻦ‬
 ‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ‬
pencernaan, ‫ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‬
sistem ‫ﻟﹾ‬‫ﺍ‬‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭ‬‫ﻡ‬‫ﺃﹸ‬‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺮ‬‫ﺿ‬‫ﻤ‬‫ﺨ‬‫ﹶﺎ‬‫ﺍﻟﹾﻟ‬
) )‫ﺚ‬‫ﺭ‬‫ﺍﺋ‬‫ﺎ‬‫ﺒﺮ‬‫ﺨ‬‫ﺿ‬peredaran
darah,
‫ﺍﳊﺎﻛﻢ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‬dan ) ‫ﺷﺮ‬pada ‫ﻛﻞ‬ ‫ﻣﻔﺘﺎﺡ‬ (‫ﺣﺒﺎﻥ‬
‫ﺎ‬‫ﻓﺈ‬ ‫ﺍﳋﻤﺮ‬
gilirannya
‫ﺍﺑﻦ‬‫ﻭﺻﺤﺤﻪ‬ dapat
‫ﺟﺘﻨﺒﻮﺍ‬ ‫ﺍ‬
mengakibatkan kematian. Berkenaan
dengan hal ini Allah berfirman: (‫ﻋﺒﺎﺱ‬‫ﺍﺑﻦ‬‫ﻋﻦ‬ 
‫ﻠﹸﻜﹶﺔ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﺇﹺﻟﹶﻰ‬‫ﻳﻜﹸﻢ‬‫ﺪ‬‫ﺑﹺﺄﹶﻳ‬‫ﻠﹾﻘﹸﻮﺍ‬‫ﺗ‬‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭ‬
”dan
‫ﻗﻄﲏ‬ ‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‬  ‫ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ‬ kamu
janganlah ‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﺚ‬menjatuhkan ‫ﺎﺋ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﺃﹸﻡ‬ ‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺨ‬ ‫ﺍﻟﹾ‬
dirimu sendiri kedalam kebinasaan...”
(‫ﻗﻄﲏ‬
(QS. ‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‬‫[ﻣﺎﺟﻪ‬2]:
Al-Baqarah ‫ﺍﺑﻦ‬‫ﺭﻭﺍﻩ‬ ()‫ﺣﺒﺎﻥ‬
195). ‫ﺍﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺿ‬‫ﺍﺑﻦ‬ ‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭﺻﺤﺤﻪﻭ‬
‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺿ‬‫ﻟﹶﺎ‬
g. Dapat menghancurkan potensi sosial 
ekonomi, karena peminum alkohol
‫ﻠﹸﻜﹶﺔ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﺇﹺﻟﹶﻰ‬‫ﻳﻜﹸﻢ‬‫ﺪ‬‫ﺑﹺﺄﹶﻳ‬‫ﻠﹾﻘﹸﻮﺍ‬‫ﺗ‬‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭ‬
produktifitasnya akan menurun. Nabi
SAW bersabda: 
(‫ﻗﻄﲏ‬‫ﻭﺍﻟﺪﺍﺭ‬‫ﻣﺎﺟﻪ‬‫ﺍﺑﻦ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﺍﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺿ‬‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭ‬‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺿ‬‫ﻟﹶﺎ‬
”Janganlah membuat mudarat pada 
diri sendiri dan pada orang lain.” (HR.
Ibnu majah dan Daruqutni).
h. Dapat merusak keamanan dan
ketertiban masyarakat, karena
peminum minuman beralkohol sering
melakukan perbuatan kriminalitas
yang meresahkan dan menggelisahkan
masyarakat serta sering terjadi
kecelakaan lalu lintas karena
mengendarai mobil dalam keadaan
mabuk. Allah berfirman:
‫ﺐ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬ ‫ﻟﹶﺎ‬ ‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬ ‫ﺇﹺﻥﱠ‬ ‫ﺽﹺ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﺎﺩ‬‫ﺍﻟﹾﻔﹶﺴ‬ ‫ﻎﹺ‬‫ﺒ‬‫ﺗ‬ ‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭ‬
‫ﻳﻦ‬‫ﻔﹾﺴِﺪ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬
”...Dan janganlah kamu berbuat 
kerusakan di (muka) ‫ﺍﻝﹸ‬‫ﺰ‬‫ﻳ‬bumi.‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﻀ‬
Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.” 
‫ﺢﹺ‬‫ﺎﻟ‬‫ﺼ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻠﹾﺐﹺ‬‫ﺟ‬77)
(QS. Al-Qasas[28]: ‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬‫ﻡ‬‫ﻘﹶﺪ‬‫ﻣ‬‫ﺪ‬‫ﻔﹶﺎﺳ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ُ‫ﺀ‬‫ﺭ‬‫ﺩ‬

686 ‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﺖ‬‫ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬:‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬،‫ﻤﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬‫ﺎﻟﹶﻰ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻲ‬‫ﺿ‬‫ﺭ‬ ‫ﺎﺱﹴ‬‫ﺒ‬‫ﻋ‬‫ﻦﹺ‬‫ﺍﺑ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻋ‬
.‫ﺍﺏﹴ‬‫ﺮ‬‫ﺷ‬‫ﻛﹸﻞﱢ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﻜ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬،‫ﺎ‬‫ﻨﹺﻬ‬‫ﻴ‬‫ﺑﹺﻌ‬

‫‪HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA‬‬

‫ ‪i.‬‬ ‫‪Dapat membahayakan kehidupan‬‬


‫‪bangsa dan negara karena minuman‬‬
‫‪beralkohol‬‬ ‫‪dapat‬‬ ‫‪mengakibatkan‬‬
‫‪rusaknya persatuan dan kesatuan yang‬‬
‫‪pada gilirannya merusak stabilitas‬‬
‫ﺐ‪‬‬ ‫‪mentalitas‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﻟﹶﺎ ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬‬
‫‪nasional,‬‬ ‫‪dan‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‪‬ﺽﹺ ‪‬ﺇﹺﻥﱠ‬
‫‪moralitas‬ﻔﹶﺴ‪‬ﺎﺩ‪ ‬‬
‫ﻭ‪‬ﻟﹶﺎ ‪‬ﺗ‪‬ﺒ‪‬ﻎﹺ ‪‬ﺍﻟﹾ‬
‫‪manusia Indonesia masa depan.‬‬
‫‪Berkenaan dengan hal ini, kaidah‬‬
‫ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻔﹾﺴِﺪ‪‬ﻳﻦ‪‬‬
‫‪Fiqhiyah menegaskan:‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﻟﺍﻟﹶﺎﻀ‪‬ﺗ‪‬ﺮ‪‬ﺒ‪‬ﺭ‪‬ﻎﹺ‪‬ﻳ‪‬ﺰ‪‬ﺍﺍﻟﹾﻝﹸﻔﹶ‪‬ﺴ‪‬ﺎ ‪‬ﺩ ‪‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‪‬ﺽﹺ ‪‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﻟﹶﺎ ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﺐ‪‬‬
‫ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻔﹾﺴِﺪ‪‬ﻳﻦ‪‬‬
‫‪”Kemudaratan‬‬
‫‪ itu‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪ ‬ﻟﹶﺎ ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﺐ‪‬‬ ‫‪harus‬ﺭ‪‬ﺽﹺ‬ ‫”‪dihilangkan.‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶ‬ ‫ﻭ‪‬ﻟﹶﺎ‪ ‬ﺗ‪‬ﺒ‪‬ﻎﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﻔﹶﺴ‪‬ﺎﺩ‪‬‬
‫‪‬ﺩ‪‬ﺭ‪‬ﺀُ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻔﹶﺎﺳ‪‬ﺪ‪‬ﻣ‪‬ﻘﹶﺪ‪‬ﻡ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﺟ‪‬ﻠﹾﺐﹺ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺼ‪‬ﺎﻟ‪‬ﺢﹺ‪‬‬
‫ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻔﹾﺴِﺪ‪‬ﻳﻦ‪‬‬
‫)‪”Mencegah mafsadat (kerusakan‬‬ ‫‪lebih‬ﻳ‪‬ﺰ‪‬ﺍﻝﹸ‪‬‬ ‫ﺍﻟ ‪‬ﻀ‪‬ﺮ‪‬ﺭ‪‬‬
‫‪‬‬
‫ﺖ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫‪didahulukan‬‬
‫ﹶﻰ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﻤﺎ‪،‬ﻗﹶﺎﻝﹶ‪:‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬‬ ‫‪daripada‬‬
‫‪mengambil‬ﺭ‪‬ﺿ‪‬ﻲ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﺎﻟ‬ ‫‪‬ﻋ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍﺑ‪‬ﻦﹺ‪‬ﻋ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺱﹴ‬
‫”‪kemaslahatan.‬‬ ‫ﺍﻟﻀ‪‬ﺮ‪‬ﺭ‪‬ﻳ‪‬ﺰ‪‬ﺍﻝﹸ‪‬‬
‫ﺐﹺ‪‬ﺍ‪‬ﺍﻟﹾﺏﹴﻤ‪.‬ﺼ‪‬ﺎﻟ‪‬ﺢﹺ‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‪،‬ﻔﹶﺎﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺳ‪‬ﻤ‪‬ﺪ‪‬ﺴ‪‬ﻣ‪‬ﻘﹶﻜ‪‬ﺪ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪‬ﻣ‪‬ﻋ‪‬ﻦ‪‬ﻠ‪‬ﹶﻰﻛﹸ‪‬ﻞﱢﺟ‪‬ﻠﹾﺷ‪‬ﺮ‬ ‫ﺩ‪‬ﺑﹺﺭ‪‬ﻌ‪‬ﻴ‪‬ﺀُﻨﹺ‪‬ﺍﻬﻟﹾﻤ‪‬‬
‫‪‬‬
‫‪Memperhatikan :‬‬ ‫‪1. Pendapat Ibn Abbas‬‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺐﹺ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﺇﹺﻤ‪‬ﻥﱠﺼ‪‬ﺎﺍﻟﻟ‪‬ﻠﱠﻪ‪‬ﺢﹺ‪‬ﻟ‪‬ﹶﺎ ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﺐ‪‬‬ ‫ﹶﻰﺍﻟﹾ‪‬ﺄﹶﺭ‪‬ﺟ‪‬ﻠﹾﺽﹺ‬ ‫‪‬ﻲﻠ ‪‬‬ ‫ﻭﺩ‪‬ﻟﹶﺎﺭ‪‬ﺀُ‪‬ﺍﺗ‪‬ﻟﹾﺒ‪‬ﻤ‪‬ﻎﹺﻔﹶﺎ‪‬ﺍﻟﹾﺳ‪‬ﻔﹶﺪ‪‬ﺴﻣ‪‬ﺎﻘﹶﺩ‪‬ﺪ‪‬ﻡ‪‬ﻓ‪‬ﻋ‪‬‬
‫ﻣﻦ‪‬‬ ‫ﻣﺴﻜﺮ‪،‬ﺖ‪‬ﺍﻟﹾﻭﻟﻮﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫ﻛﻞ ‪‬ﻝﹶ‪:‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬‬ ‫‪‬ﻤﺎ‪،‬ﻗﹶﺎ‬ ‫ﻓﻬﻲ ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‬ ‫ﺣﻘﻴﻘﺘﻬﺎﺍﻟﻠﱠ‪‬ﻪ‪‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﺎﻟﹶﻰ‬ ‫ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭﺱﹴ‪‬ﺭ‪‬ﺿ‪‬ﻲ‪‬‬ ‫ﻭﺃﻣﺎﺑ‪‬ﻦﹺ‪‬ﻋ‪‬ﺒ‪‬ﺎ‬ ‫ﻋ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍ‬
‫ﺍﻟﹾ‪‬ﻤ‪‬ﻔﹾﺴِﺪ‪‬ﻳﻦ‪‬‬
‫ﺍﻟﻘﺼﺐ‪‬ﻛﹸﺃﻭﻞﱢ‪‬ﺷ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺏﹴ‪.‬‬ ‫ﺍﻟﺘﻤﺮ‪‬ﻤ‪‬ﺃﻭﺴ‪‬ﻜ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫ﺑﹺﻌ‪‬ﻴ‪‬ﻨﹺﻬ‪‬ﺎ‪،‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾ‬
‫ﻏﲑﻫﺎ‪،‬ﻝﹶ‪:‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺖ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻌﺴﻞ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺃﻭﻬ‪‬ﻤﺎ‪،‬ﻗﹶﺎ‬ ‫ﺱﹴ‪‬ﺭ‪‬ﺿ‪‬ﻲ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ‪‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﺎﻟﹶﻰ‬ ‫ﻧﺒﻴﺬﺍﺑ‪‬ﻦﹺ‪‬ﻋ‪‬ﺒ‪‬ﺎ‬ ‫ﻋ‪‬ﻦﹺ ‪‬‬
‫‪‬‬
‫ﺑﹺﺍﻟﻌ‪‬ﻴ‪‬ﻀ‪‬ﻨﹺﺮ‪‬ﻬﺭ‪‬ﺎ‪،‬‬
‫‪“Ibnu Abbas RA. berkata: diharamkan‬‬
‫‪zatnya,‬ﺏﹴ‪.‬‬ ‫‪dan‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻛﹸﻞﱢ‪‬ﺷ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‬ ‫‪yang‬ﻳ‪‬ﺰﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻝﹸﻤ‪‬ﺴ‪‬ﻜ‪‬‬
‫ﻣﻦﻫ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﻭﻟﻮﻋ‪‬ﺪ‪‬ﺍ‬ ‫ﻣﺴﻜﺮ‪،‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫ﺲ‪‬ﺻ‪‬ﺪ‪ ‬‬ ‫ﻓﻬﻲﺍﻟﻨ‪‬ﺠ‪‬ﻛﻞ‬ ‫ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ‪ ‬ﻫ‪‬‬ ‫ﺣﻘﻴﻘﺘﻬﺎ ‪‬ﺍﻟ‬ ‫ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭﻓ ‪‬‬ ‫ﻭﺃﻣﺎﺮ‪‬ﺟ‪‬ﺲ‪ ‬‬
‫‪khamr‬‬ ‫‪karena‬‬
‫‪setiap‬ﻮ‪ ‬‬ ‫‪minuman”.‬ﺸ‪‬ﺮ‪‬ﻉﹺ‬ ‫‪‬ﻲ ‪‬ﻋ‪‬ﺮ‪‬ﻑ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺍﻟ‬
‫‪memabukkan‬‬ ‫‪dari‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻣﻦ‪‬ﻮ‪‬‬ ‫ﻭﻟﻮﺦ‪‬ﺃﹶﺑ‬ ‫ﻣﺴﻜﺮ‪،‬ﺍﻟ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫ﺠ‪‬ﺎ‪‬ﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫ﻏﲑﻫﺎ‪،‬‬
‫ﻛﻞ‪‬‬ ‫ﻧ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺼ‪‬ﺎ‪‬ﻟ‪‬ﺢﹺ‪‬‬‫ﹶﻰ‬ ‫ﻠ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﻌﺴﻞ‪‬ﻝﱠ ‪‬ﺃﻭ‪‬‬
‫ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﻤ‪‬ﻓﻬﻲ‬ ‫ﺪ‬
‫‪‬‬ ‫ﺘ‬
‫‪‬‬ ‫ﺳ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺍ‬‫ﻭ‬ ‫ﺍﻟﻘﺼﺐ‪‬ﻲ‪،‬ﺃﻭ‪‬‬
‫ﺣﻘﻴﻘﺘﻬﺎﻠ ‪‬ﹶﻰ‪‬ﺟ‪‬ﻠﹾﺐﹺ‬ ‫ﻫ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺖ‬
‫‪‬‬
‫ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭﺪ‪‬ﻣ‪‬ﻘﹶﺪ‪‬ﻡ‪‬ﻋ‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬‫ﻘ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﺘﻤﺮ‪‬ﻓﹶﺃﻭﺒ‪‬‬ ‫ﻉ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬‫ﻤ‬
‫ﻭﺃﻣﺎ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﻤ‪‬ﻔﹶﺎﺳ‪‬‬ ‫ﺟ‬
‫‪‬‬‫ﻧﺒﻴﺬ‪‬‬
‫ﺩ‪‬ﺍﺭ‪‬ﺀُ‬
‫ﺈ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬
‫ﻏﲑﻫﺎ‪،‬ﺍﻟ‪‬ﺼ‪‬ﺤ‪‬ﺎﺑ‪‬ﺔ‪ ، ‬ﻓﹶﻔ‪‬ﻲ‪‬‬ ‫ﹶﻰﺃﻭ‪‬ﺇﺟ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻉﹺ‬ ‫ﺍﻟﻘﺼﺐﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺃﻭ‪‬ﻤ‪‬ﻞﹶ ‪‬ﻋ‪‬ﻠ‬
‫ﺍﻟﻌﺴﻞ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺘﻤﺮﹺﺎﻟﹾ‪‬ﺈﹺﺃﻭﺟ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻉﹺ‪ ،‬‬ ‫ﻧﺒﻴﺬ‪‬ﻣ‪‬ﺪ‪ ‬ﺑ‬ ‫‪‬ﺣ‪‬ﺎ‬
‫ﻭ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺟ‪‬ﺲ‪ ‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﻋ‪‬ﺮ‪‬ﻑ‪ ‬ﺍﻟﺸ‪‬ﺮ‪‬ﻉﹺ ‪‬ﻫ‪‬ﻮ‪ ‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺠ‪‬ﺲ‪ ‬ﺻ‪‬ﺪ‪ ‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻋ‪‬ﺪ‪‬ﺍﻫ‪‬ﺎ‪‬‬
‫‪‬ﺎ‪،‬‬ ‫ﺖ‪‬ﻃﹶ‪‬ﺍﻬﻟﹾ‪‬ﺎﺨﺭ‪‬ﺗ‪‬ﻤ‪‬ﻬﺮ‪‬‬ ‫ﹶﻰ ‪‬‬ ‫‪ ketentuan‬ﺣ‪‬ﺇﻟﺮ‪‬ﻣ‪‬‬
‫ﺐ‪‬‬‫‪‬ﻤﺎ‪،‬ﺫﹶﻗﹶﺎﻫ‪‬ﻝﹶ‪:‬‬ ‫ﻚ‪‬ﻬ‪‬ﺃﹶﻧ‪‬ﻪ‪‬‬ ‫ﹶﻰ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬‬ ‫‪khamr‬ﻲﻌ‪‬ﺔﹶﺍﻟ‪‬ﻠﱠﻪ‪‬ﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺗ‪‬ﻌﺦﹺ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻣ‬ ‫ﺱﹴ ‪‬ﻦ‪‬ﺭ‪‬ﺭ‪‬ﺿ‪‬ﺑﹺﻴ‬ ‫ﻋ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﻦﹺﻤ‪‬ﺍﺑ‪‬ﺠ‪‬ﻦﹺﻤ‪‬ﻮﻋ‪‬ﺒﻉﹺ‪‬ﺎ‪‬ﻋ‪‬‬
‫‪Menurut‬ﻮ‪‬‬
‫‪setiap‬ﺑ‬
‫‪minuman‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺦ‪ ‬ﺃﹶ‬ ‫‪yang‬ﻠﹶﻰ ‪‬ﻧ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫’‪syara‬ﻝﱠ ‪‬ﻋ‪‬‬ ‫‪adalah‬ﻓﹶﺒ‪‬ﻘ‪‬ﻴ‪‬ﺖ‪ ‬ﻫ‪‬ﻲ‪ ،‬ﻭ‪‬ﺍ‬
‫‪memabukkan,‬ﺳ‪‬ﺘ‪‬ﺪ‪‬‬ ‫‪baik‬ﺎﻉ‪‬‬ ‫ﺍﻟﹾﺈﹺﺟ‪‬ﻤ‬
‫ﺲ‪‬ﺳ‪‬ﺘ‪‬ﺪ‪‬ﺻ‪‬ﻝﱠﺪ‪‬ﺑ‪‬ﻌ‪‬ﻋ‪‬ﻤﻀ‪‬ﺎﻬ‪‬ﻢ‪‬ﻋ‪ ‬ﺪ‪‬ﺍﻋ‪‬ﻠﻫ‪‬ﺎﹶﻰ‪‬‬ ‫ﺚﻨ‪،‬ﺠ‪‬ﻭ‪‬ﺍ‬ ‫ﺏﹴﻮ‪‬ﻴ‪.‬ﺍﻟ‪‬‬
‫‪‬ﻲﺴ‪‬ﻢ‪‬ﻜ‪‬ﻋ‪‬ﺮ‪‬ﺮ‪‬ﻋ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻑ‪‬ﻦ‪‬ﺍﻟﹾ‪‬ﺍﻟﻛﹸﺤ‪‬ﺸ‪‬ﻞﱢﺴ‪‬ﺮ‪‬ﻦﹺﺷ‪‬ﻉﹺ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻭﻫ‪‬ﺍﻟﻠﱠ‬ ‫ﻀ‪‬ﻬ‪‬‬ ‫ﺲ‪‬ﺍﻌ‪‬ﻟﹾ‪‬ﻓﻤ‬ ‫‪‬ﺎ‪ ،‬ﺑ‪‬ﻭ‬ ‫ﺑﹺﻭﻌ‪‬ﻭ‪‬ﻴ‪‬ﺍﻟﻧ‪‬ﻨﹺﺮ‪‬ﻘﹶﻬﻠﹶﺟ‪‬ﻪ‪‬‬
‫‪‬ﻲ‪‬‬ ‫‪dari‬ﺤ‪‬ﺎﺑ‪‬ﺔ‪ ، ‬ﻓﹶﻔ‬
‫‪terbuat‬‬ ‫‪perasan‬ﻉﹺ ‪‬ﺍﻟﺼ‪‬‬ ‫‪kurma,‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ ‪‬ﺇﺟ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‬ ‫‪tebu,‬ﻉﹺ‪ ،‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﻤ‪‬ﻞﹶ‬ ‫‪madu‬ﹺﺎﻟﹾﺈﹺﺟ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‬ ‫ﺣ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺪ‪ ‬ﺑ‬
‫‪atau‬ﻮﻥ‪‬‬ ‫‪lainnya.‬ﺸ‪‬ﻥﹸﻴ‪ ‬ﺦ‪‬ﺑﹺ ‪‬ﻜﹶﺃﺑﻮ‪‬‬
‫)’‪(al-Majmu‬ﻔﹶﺎﺠ‪‬ﺎﺕ‪‬ﺳ‪‬ﺘ‪‬ﺍﻬﻟ‪‬ﺎ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻨﺍﻟ‪‬ﺎ‬
‫ﺖ‪‬ﺘ‪ ‬ﺪ‪‬ﻃﻝﱠﹶﺎ‪‬ﻫ‪‬ﻋ‪‬ﺮ‪‬ﻠﺓﹰﹶﻰ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻧ‪‬‬ ‫ﺖ‪ ‬ﻟﹶﻫ‪‬ﻮ‪‬ﻲ‪،‬ﻛ‪‬ﹶﺎﻧ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺳ‬ ‫ﺍﻟﹾﻧ‪‬ﺈﹺﺠﺟ‪‬ﺎﻤ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻉ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬ﻓﹶ‪‬ﺒ‪‬ﺑﹺﻘ‪‬ﺄﹶﻴ‪‬ﻧ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‬
‫‪‬ﺎ‪،‬‬ ‫ﻭﻟﻮﺭ‪‬ﺗ‪‬ﻓﹶﻬﻔﻣﻦ‬‫ﻣﺴﻜﺮ‪ ،‬ﻃﹶﻬ‪‬ﺎ‬ ‫ﻛﻞﻫ‪‬ﺐ‪ ‬ﺇﻟﹶﻰ‬ ‫ﻓﻬﻲﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﺫﹶ‬ ‫ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔﻟ‪‬ﻚ‪ ‬ﺃﹶ‬ ‫ﺣﻘﻴﻘﺘﻬﺎ‪‬ﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺦﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬ ‫ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭﻋ‪‬ﻦ‪ ‬ﺭ‪‬ﺑﹺﻴﻌ‪‬ﺔﹶ‬ ‫ﻭﺃﻣﺎﺠ‪‬ﻤ‪‬ﻮﻉﹺ ‪‬‬ ‫ﺍﻟﹾﻤ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﻲ‬ ‫‪،‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺔ‬
‫‪‬‬
‫‪2. Pendapat Syaikh Khathib as-Syarbaini‬‬
‫ﺑ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﺤ‬ ‫ﺼ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﻟ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻉ‬
‫ﹺ‬ ‫‪‬ﺎ‬‫ﻤ‬ ‫ﺟ‬
‫‪‬‬ ‫ﺇ‬ ‫‪‬‬ ‫ﹶﻰ‬ ‫ﻠ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻞ‬
‫ﹶ‬ ‫‪.‬‬
‫ﻤ‬
‫‪‬‬ ‫ﺣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺍ‬
‫ﺭ‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬‫‪‬ﻮ‬ ‫‪‬‬‫ﻬ‬ ‫ﻃ‬
‫ﹶ‬
‫ﹺ‪،‬‬ ‫ﻉ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺓ‬
‫‪‬‬‫‪‬ﺎ‬‫ﺮ‬
‫‪‬‬
‫ﻤ‬ ‫ﺧ‬
‫‪‬‬ ‫ﺟ‬
‫‪‬‬ ‫ﹾﺂ‬‫ﺈ‬
‫ﹺ‬‫ﻟ‬‫ﹾ‬‫ﺍ‬‫ﹺﺎ‬‫‪‬‬‫ﺑ‬ ‫ﺏ‬
‫ﹺ‬
‫‪‬‬ ‫ﺪ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺍ‬
‫ﺮ‬
‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫ﺷ‬
‫‪‬‬
‫‪‬ﺎ‬ ‫ﺣ‬
‫ﹶﻰ‪‬‬ ‫ﻠ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﻬ‬
‫‪‬‬ ‫ﻀ‬
‫‪‬‬ ‫ﻌ‬
‫‪‬‬ ‫ﺑ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻝ‬
‫ﱠ‬ ‫ﺪ‬
‫‪‬‬ ‫ﺘ‬
‫‪‬‬ ‫ﺳ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺍ‬
‫ﻭ‬ ‫‪‬‬ ‫‪،‬‬ ‫ﺚ‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﱠ‬ ‫‪‬ﺍﻟ‬ ‫ﻭ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻦ‬
‫ﹺ‬ ‫ﺴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻦ‬
‫‪‬‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﻬ‬
‫‪‬‬ ‫ﻀ‬
‫‪‬‬ ‫ﻌ‬
‫‪‬‬ ‫ﺑ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻘ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻧ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‪‬‬
‫‪‬ﺎ‪،‬‬ ‫‪dalam‬‬‫‪Mughni‬ﻃﹶﻬ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺗ‪‬ﻬ‬ ‫ﻏﲑﻫﺎ‪،‬ﺐ‪ ‬ﺇﻟﹶﻰ‬ ‫‪al-Muhtaj‬ﺫﹶﻫ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻌﺴﻞ‪‬ﻚ‪‬ﺃﻭ‪‬ﺃﹶﻧ‪‬ﻪ‪‬‬ ‫‪bahwa‬ﻴ‪‬ﺦﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻟ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻘﺼﺐﺔﹶ‪‬ﺃﻭﺷ‪‬‬ ‫‪makna‬ﺭ‪‬ﺑﹺﻴﻌ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺘﻤﺮﻉﹺ‪‬ﺃﻭﻋ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫‪Rijs‬ﻤ‪‬ﻮ‬ ‫ﻧﺒﻴﺬ‪‬ﺠ‪‬‬ ‫ﺍﻟﹾﻤ‪‬‬
‫ﻭﺳﺎﺋﺮ‪‬‬
‫‪adalah‬ﻥ‪‬‬‫‪najis.‬ﻨ‪‬ﺎﻥﹸ ‪‬ﺑﹺﻜﹶﻮ‪‬‬
‫ﻭﺃﲪﺪﻢ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ‬
‫ﻭﺃﰉﻔ‪‬ﹶﺎﺕ‪ ‬ﺍﻟ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺘ‪‬‬
‫ﺣﻨﻴﻔﺔ ‪‬ﺑ‪‬ﻌ‪‬ﻀ‪‬ﻬ‪‬‬ ‫ﻣﺎﻟﻚ ‪‬ﺚ‪ ،‬ﻭ‪‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ﺪ‪‬ﻝﱠ‬
‫ﻭﻋﻨﺪﺖ‪ ‬ﻃﹶﺎﻫ‪‬ﺮ‪‬ﺓﹰ ‪‬ﻟﹶ‬
‫ﻋﻨﺪﻧﺎ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﺤ‪‬ﺴ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻴ‪‬‬
‫ﳒﺴﺔﻧ‪ ‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻟﹶﻮ‪ ‬ﻛﹶﺎﻧ‪‬‬
‫ﺍﳋﻤﺮ‪‬ﺑ‪‬ﻌ‪‬ﻀ‪‬ﻬ‪‬ﻢ‪ ‬ﻋ‪‬ﻦ‪‬‬
‫ﻧ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺑﹺﺄﹶ‬
‫ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻘﹶﻠﹶﻪ‪‬‬
‫‪‬‬
‫ﺭﺑﻴﻌﺔ‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬‫ﻫ‬ ‫‪‬ﺍ‬
‫ﺪ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬‫ﻤ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺪ‬
‫‪‬‬ ‫ﺻ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺲ‬
‫‪‬‬ ‫ﺠ‬
‫‪‬‬ ‫ﻨ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﻟ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻮ‬
‫‪‬‬ ‫ﻫ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻉ‬
‫ﹺ‬ ‫‪‬‬‫ﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﺸ‬
‫‪‬‬‫‪.‬‬ ‫ﺍﻟ‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﺍ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻑ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﻮ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﻃ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬‫ﺓ‬
‫‪‬‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬‬‫‪‬ﻲ‬ ‫ﺧ‬
‫‪‬‬ ‫ﻓ‬ ‫‪‬‬‫ﹾﺂ‬ ‫ﻟ‬‫ﺲ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺏ‬
‫ﹺ‬ ‫ﺟ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭﺷ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺍ‬
‫ﻋﻦﺑﹺ‪‬ﻜﹶﻮ‪‬ﻥ‪‬‬ ‫ﻭﻏﲑﻩ‪‬ﺎ‪‬ﻥﹸ ‪‬‬ ‫ﺕ‪‬ﺍﻟ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻨ‬ ‫ﺍﻟﻄﻴﺐ‬ ‫ﺃﺑﻮﺓﹰ‪ ‬ﻟﹶﻔﹶﺎ‬ ‫ﺍﻟﻘﺎﺿﻰﻃﹶﺎ‪‬ﻫ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫ﺣﻜﺎﻩﻛ‪‬ﹶﺎﻧ‪‬ﺖ‪ ‬‬ ‫ﺍﻻﺄﹶ‪‬ﻧ‪‬ﻬﻣﺎ‪‬ﺎ‪‬ﻟﹶﻮ‪ ‬‬ ‫ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀﻬ‪‬ﺎ‪ ‬ﺑﹺ‬ ‫ﻧ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬‬
‫ﳏﺮﻣﺔ‪‬‬‫ﻛﺎﻧﺖﺦ‪ ‬ﺃﹶﺑ‪‬ﻮ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻥ‪‬ﺎ‪ ‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫ﻃﺎﻫﺮﺓ‪‬ﺎ‪‬ﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‬ ‫ﻫﻲﻋ‪‬ﻠ‪‬ﹶﻰ ‪‬ﻧ‪‬ﺠ‬ ‫ﻗﺎﻻﺪ‪‬ﻝﱠ ‪‬‬ ‫ﺍ‪‬ﻤﺎﻭ‪‬ﺍ‪‬ﺳ‪‬ﺘ‪‬‬ ‫ﻣﺎﻟﻚﻘ‪‬ﻴ‪‬ﺖ‪ ‬ﻫ‪‬ﻲ‪ ،‬‬ ‫ﺍﻟﹾﺈﹺ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻉ‪ ‬ﻓﹶﺒ‪‬‬
‫ﻭﺩﺍﻭﺩ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺍ‪.‬‬ ‫ﺷﻴﺦﺏﹺ‪‬ﺍﻟﹾﺂﺧ‪‬ﺮ‪‬ﺓ‪‬ﻃﹶﻬ‬ ‫ﺷ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‬
‫ﻭﺳﺎﺋﺮ‪‬‬ ‫‪‬ﻲ‬ ‫ﻔ‬ ‫ﻓ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﺃﲪﺪ‪‬‬
‫‪،‬‬ ‫ﺔ‬
‫‪‬‬ ‫ﺑ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﺤ‬ ‫ﺣﻨﻴﻔﺔﺼ‪‬‬ ‫ﺍﻟ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻉ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻭﺃﰉﻤ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﺟ‬
‫‪‬‬ ‫ﺇ‬ ‫ﻣﺎﻟﻚ ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫ﹶﻰ‬ ‫ﻠ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﻋﻨﺪﻞﹶ‪‬‬ ‫ﻤ‬
‫‪‬‬ ‫ﺣ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫ﻋﻨﺪﻧﺎ‪‬‬ ‫ﹺ‪،‬‬ ‫ﻉ‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﳒﺴﺔﺟ‪ ‬‬
‫ﻤ‬ ‫ﺈ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﹺﺎ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﺍﳋﻤﺮ ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫ﺪ‬
‫‪‬‬ ‫ﺣ‪‬ﺎﻣ‪‬‬
‫ﻛﺎﻟﺴﻢ ‪‬ﺍﻟﺬﻯ ‪‬ﻫﻮ ‪‬ﻧﺒﺎﺕ ‪‬ﻭﻛﺎﳊﺸﻴﺶ ‪‬ﺍﳌﺴﻜﺮ ‪‬ﻭﻧﻘﻞ ‪‬ﺍﻟﺸﻴﺦ‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺭﺑﻴﻌﺔ‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‪،‬‬ ‫ﻬ‬ ‫ﺗ‬
‫‪‬‬‫ﺭ‬
‫‪‬‬ ‫ﻋﻦ‪‬ﺎ‪‬‬
‫ﻬ‬ ‫ﻃ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬‫ﻭﻏﲑﻩ ‪‬‬‫ﹶﻰ‬ ‫ﻟ‬ ‫ﺇ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺐ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﻄﻴﺐ ‪‬‬
‫ﻫ‬
‫‪‬‬ ‫ﺫ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻧ‬
‫‪‬‬ ‫ﺃ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺃﺑﻮ‪‬‬ ‫ﻚ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﻘﺎﺿﻰ‪‬ﺎﻟ‪‬‬
‫ﻣ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺦ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺷ‬
‫‪‬‬ ‫ﺣﻜﺎﻩ ‪‬‬
‫ﺔ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻌ‬
‫‪‬‬ ‫ﹺﻴ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﺭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬‫ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ‪‬ﻮ‪‬ﻉﹺﺍﻻ‪‬ﻋ‪‬ﻣﺎﻦ‪‬‬ ‫ﻤ‬
‫ﳒﺎﺳﺘﻬﺎ‪‬ﻭﺃﰉ ‪‬ﺣﻨﻴﻔﺔ ‪‬ﻭﺃﲪﺪ ‪‬ﻭﺳﺎﺋﺮ‪‬‬ ‫ﻭﻋﻨﺪ ‪‬ﻣﺎﻟﻚ‬ ‫ﺍﻻﲨﺎﻉ‪‬ﻋﻠﻰ‪‬‬ ‫ﳒﺴﺔ ‪‬ﻋﻨﺪﻧﺎ‬ ‫ﺣﺎﻣﺪ‪‬‬ ‫ﺍﳋﻤﺮ ‪‬‬ ‫ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺃﺑﻮ‪‬‬
‫ﺠ‬
‫‪‬‬
‫ﳏﺮﻣﺔ‪‬‬ ‫ﻋﻦﻢ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ‬ ‫ﻛﺎﻧﺖ‬ ‫ﻭﻏﲑﻩ ‪‬ﻀ‪‬ﻬ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻥ‪‬ﺑ‪‬ﻌ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻄﻴﺐﺘ‪‬ﺪ‪‬ﻝﱠ‬
‫ﻃﺎﻫﺮﺓﺳ‪‬‬‫ﺚ‪ ،‬ﻭ‪‬ﺍ‬ ‫ﻫﻲ ‪‬‬ ‫ﻗﺎﻻﻭ‪‬‬ ‫ﺍ‪‬ﻤﺎﺴ‪‬ﻦﹺ ‪‬‬ ‫ﻭﺩﺍﻭﺩ‪‬ﺍﻟﹾ‬‫ﻣﺎﻟﻚ‪‬ﻬ‪‬ﻢ‪‬ﻣﺎ‪‬ﻋ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫ﺷﻴﺦﻪ‪‬‬
‫ﺭﺑﻴﻌﺔ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻘﺎﺿﻰ‪‬ﺍﻟ‪‬ﻠﱠﻴ‪‬ﺃﺑﻮ‬ ‫ﺣﻜﺎﻩ ‪‬ﺤ‪‬‬ ‫ﻀ‪‬‬
‫ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀﺑ‪ ‬ﻌ‪‬ﺍﻻ‬ ‫ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻘﹶ‪‬ﻠﹶ‬
‫ﳏﺮﻣﺔ‪‬ﻡ‪‬‬
‫ﺍﻟﺸﻴﺦ‬
‫ﻛﺎﻧﺖ‪‬ﺑﹺ‪‬ﻭﺍﻷَﻜﹶﺯﻮ‪‬ﻥ‪‬‬
‫‪‬ﻻ‬ ‫ﻭﻧﻘﻞ‪‬‬
‫َﻧﺼﺎﺘ‪‬ﻨ‪‬ﺎﺏ‪‬ﻥﹸ‬ ‫ﺍﳌﺴﻜﺮ‪‬ﺎ‪‬ﻣ‪‬‬
‫ﻭﺍﻥﻟ‬‫ﺕ‪‬ﻷ‪‬ﺍ‬‫ﻃﺎﻫﺮﺓ ‪‬ﻭﺍ‬ ‫ﻭﻛﺎﳊﺸﻴﺶﻟﹶ ‪‬ﻔ‬
‫ﻭﺍﳌﻴﺴﺮﹶﺎ‪‬‬ ‫ﻫﻲﺮ‪‬ﺓﹰ ‪‬‬ ‫ﺍﳋﻤﺮﻃﹶﺎ‪‬ﻫ‪‬‬ ‫ﻧﺒﺎﺕ ‪‬‬
‫ﺍ‪‬ﻤﺎﻧ‪‬ﺖ‪‬ﻗﺎﻻ‪‬‬ ‫ﹺﳕﺎ‬
‫ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ‪ ‬ﺇﻛﹶﺎ‬ ‫ﻫﻮﻮ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺬﻯ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪ ‬ﻟﹶ‬
‫ﻭﺩﺍﻭﺩ‬ ‫ﺍﻟﺘﱰﻳﻞ‪‬ﻧ‪‬‬
‫ﻣﺎﻟﻚﺄﹶ‬‫ﻛﺎﻟﺴﻢﻬ‪‬ﺎ‪ ‬ﺑﹺ‬ ‫ﺷﻴﺦﺳ‪‬ﺘ‪‬‬
‫ﻭﰲ‬
‫‪687‬‬ ‫ﻧ‪‬ﺠ‪‬ﺎ‬
‫ﺍﻟﺸﻴﺦﺲ‪‬‬ ‫ﻭﻧﻘﻞ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺟ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺰﺟﺎﺝ‬ ‫ﻓﺎﺟﺘﻨﺒﻮﻩ ‪‬ﻗﺎﻝ ‪‬‬ ‫ﳒﺎﺳﺘﻬﺎ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ‪‬‬ ‫ﻧﺒﺎﺕ‪ ‬‬
‫ﻋﻠﻰ‬ ‫‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺍ‬‫ﺍﻻﲨﺎﻉ‪‬‬ ‫ﺣﺎﻣﺪﹾﺂ‪‬ﺧ‪‬‬ ‫ﺃﺑﻮﺮ‪‬ﺍ‪‬ﺟ‪‬ﺏﹺ‬
‫ﺍﳌﺴﻜﺮ ‪‬‬ ‫ﻭﻛﺎﳊﺸﻴﺶ‬ ‫‪.‬‬ ‫ﻋﻤﻞ ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺬﻯﺓ‪‬ﻃﹶﻫﻮﻬ‬ ‫ﻣﻦﺮ‪‬‬ ‫ﺲ‪‬ﺍ‪‬ﻟ‪‬‬
‫ﻛﺎﻟﺴﻢ‬ ‫ﺷ‪‬ﺭﹺ‬
‫ﰲ ‪‬ﺍﻟﻠﻐﺔ ‪‬ﺍﺳﻢ ‪‬ﻟﻜﻞ ‪‬ﻣﺎ ‪‬ﺍﺳﺘﻘﺬﺭ ‪‬ﻣﻦ ‪‬ﻋﻤﻞ ‪‬ﻓﺒﺎﻟﻎ ‪‬ﺍﻟﻠﱠﻪ ‪‬ﺗﻌﺎﱃ ‪‬ﰲ‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺎ‬‫ﺍﻫ‬‫ﺪ‬‫ﻋ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﺪ‬‫ﺻ‬ ‫ﺲ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻮ‬‫ﻫ‬ ‫ﻉﹺ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﺸ‬ ‫ﻑ‬‫ﺮ‬‫ﻋ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﺲ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬‫ﻭ‬
‫ﻮ‬‫ﺃﹶﺑ‬ ‫ﺦ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺸ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺘ‬‫ﺎﺳ‬‫ﺠ‬‫ﻧ‬ ‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ ‫ﻝﱠ‬‫ﺪ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬‫ﻭ‬ ،‫ﻲ‬‫ﻫ‬ ‫ﺖ‬‫ﻴ‬‫ﻘ‬‫ﻓﹶﺒ‬ ‫ﺎﻉ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺈﹺﺟ‬
BIDANG POM DAN IPTEK
‫ﻲ‬‫ﻓﹶﻔ‬ ، ‫ﺔ‬‫ﺎﺑ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻟﺼ‬ ‫ﺎﻉﹺ‬‫ﻤ‬‫ﺇﺟ‬ ‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ ‫ﻞﹶ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺎﻉﹺ‬‫ﻤ‬‫ﺑﹺﺎﻟﹾﺈﹺﺟ‬ ‫ﺪ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺣ‬
،‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺗ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻃﹶﻬ‬ ‫ﺇﻟﹶﻰ‬ ‫ﺐ‬‫ﺫﹶﻫ‬ ‫ﻪ‬‫ﺃﹶﻧ‬ ‫ﻚ‬‫ﺎﻟ‬‫ﻣ‬ ‫ﺦﹺ‬‫ﻴ‬‫ﺷ‬ ‫ﺔﹶ‬‫ﺑﹺﻴﻌ‬‫ﺭ‬ ‫ﻦ‬‫ﻋ‬ ‫ﻮﻉﹺ‬‫ﻤ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬
‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ ‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻀ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬ ‫ﻝﱠ‬‫ﺪ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺚ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬ ‫ﻦ‬‫ﻋ‬ ‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻀ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬ ‫ﻘﹶﻠﹶﻪ‬‫ﻧ‬‫ﻭ‬
‫ﻥ‬‫ﺑﹺﻜﹶﻮ‬ ‫ﺎﻥﹸ‬‫ﻨ‬‫ﺘ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺍﻟ‬ ‫ﻟﹶﻔﹶﺎﺕ‬ ‫ﺓﹰ‬‫ﺮ‬‫ﻃﹶﺎﻫ‬ ‫ﺖ‬‫ﻛﹶﺎﻧ‬ ‫ﻟﹶﻮ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺑﹺﺄﹶﻧ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺘ‬‫ﺎﺳ‬‫ﺠ‬‫ﻧ‬
.‫ﺍ‬‫ﻮﺭ‬‫ﻃﹶﻬ‬‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺂﺧ‬‫ﺍﺏﹺ‬‫ﺮ‬‫ﺷ‬
“Kata “rijs” dalam terminologi syariat pada 
umumnya adalah “najis”, sebagaimana
‫ﻭﺳﺎﺋﺮ‬
ijma’ ‫ﻭﺃﲪﺪ‬  ‫ﺣﻨﻴﻔﺔ‬ ‫ﻭﺃﰉ‬
ulama  ‫ﻣﺎﻟﻚ‬ ‫ﻭﻋﻨﺪ‬ ‫ﻋﻨﺪﻧﺎ‬
cenderung  ‫ﳒﺴﺔ‬ ‫ﺍﳋﻤﺮ‬
berpendapat
‫ﺭﺑﻴﻌﺔ‬  ‫ﻋﻦ‬ ‫ﻭﻏﲑﻩ‬Syaikh
demikian.  ‫ﺍﻟﻄﻴﺐ‬ ‫ﺃﺑﻮ‬  ‫ﺍﻟﻘﺎﺿﻰ‬
Abu  ‫ﺣﻜﺎﻩ‬al-Ghazali
Hamid ‫ﻣﺎ‬ ‫ﺍﻻ‬ ‫ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ‬
mendasarkan (pendapatnya) bahwa khamr
‫ﳏﺮﻣﺔ‬
adalah ‫ﻛﺎﻧﺖ‬  ‫ﻭﺍﻥ‬berdasarkan
najis ‫ﻃﺎﻫﺮﺓ‬ ‫ﻫﻲ‬ ‫ﻗﺎﻻ‬ ‫ﻤﺎ‬‫ﺍ‬
ijma’ ‫ﻭﺩﺍﻭﺩ‬  ‫ﻣﺎﻟﻚ‬dan
ulama,  ‫ﺷﻴﺦ‬
bahkan ada kemungkinan merupakan
‫ﺍﻟﺸﻴﺦ‬
ijma’ ‫ﻭﻧﻘﻞ‬  ‫ﺍﳌﺴﻜﺮ‬Disebutkan
sahabat. ‫ﻭﻛﺎﳊﺸﻴﺶ‬ ‫ﻧﺒﺎﺕ‬  ‫ﻫﻮ‬ ‫ﺍﻟﺬﻯ‬
dalam kitab ‫ﻛﺎﻟﺴﻢ‬
al-
Majmu’ bahwa imam ‫ﳒﺎﺳﺘﻬﺎ‬‫ﻋﻠﻰ‬‫ﺍﻻﲨﺎﻉ‬‫ﺣﺎﻣﺪ‬‫ﺃﺑﻮ‬
Rabi’ah, guru imam
Malik, berpendapat bahwa khamr tidaklah
najis (suci), dan sebagian ulama melansir 
‫ﻻﻡ‬‫ﻭﺍﻷَﺯ‬ ‫ﻭﺍﻷَﻧﺼﺎﺏ‬ ‫ﻭﺍﳌﻴﺴﺮ‬ ‫ﺍﳋﻤﺮ‬ ‫ﺇﹺﳕﺎ‬ ‫ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ‬ ‫ﺍﻟﺘﱰﻳﻞ‬ ‫ﻭﰲ‬
pendapat tidak najisnya khamar dari
al-Hasan dan al-Laits. Dan pihak yang
‫ﺲ‬ ‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﺍﻟﺰﺟﺎﺝ‬ ‫ﻗﺎﻝ‬
menyatakan  ‫ﻓﺎﺟﺘﻨﺒﻮﻩ‬
khamr  ‫ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ‬
adalah  ‫ﻋﻤﻞ‬
najis  ‫ﻣﻦ‬ ‫ﺲ‬‫ﺭﹺﺟ‬
beralasan
bahwa jika khamr suci maka hilanglah
‫ﰲ‬keraguan,
 ‫ﺗﻌﺎﱃ‬ ‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬ ‫ﻓﺒﺎﻟﻎ‬ ‫ﻋﻤﻞ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﺍﺳﺘﻘﺬﺭ‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﻟﻜﻞ‬ ‫ﺍﺳﻢ‬ ‫ﺍﻟﻠﻐﺔ‬ ‫ﰲ‬
karena minuman surga haruslah
‫ﺴ‬‫ﺟ‬‫ﺭ‬‫ﺍﻟﺮﺟﻞ‬‫ﺲ‬‫ﺟ‬‫ﺭ‬‫ﻭﻳﻘﺎﻝ‬‫ﺴﺎﹰ‬‫ﺭﹺﺟ‬‫ﻭﲰﺎﻫﺎ‬‫ﺍﻷَﺷﻴﺎﺀ‬‫ﻫﺬﻩ‬‫ﺫﻡ‬
‫ﺎﹰ‬suci”.
3. Pendapat dalam kitab al-Majmu’ yang
menerangkan pandangan mengenai
kenajisan khamr:
‫ﺪ‬‫ﻤ‬‫ﺃﹶﺣ‬‫ﻭ‬ ‫ﻔﹶﺔﹶ‬‫ﻨﹺﻴ‬‫ﺣ‬ ‫ﺃﹶﺑﹺﻰ‬‫ﻭ‬ ‫ﻚ‬‫ﺎﻟ‬‫ﻣ‬ ‫ﺪ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﻧ‬‫ﺪ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬ ‫ﺔﹲ‬‫ﺴ‬‫ﺠ‬‫ﻧ‬ ‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬
‫ﺮﹺﻩ‬‫ﻏﹶﻴ‬‫ﻭ‬ ‫ﺐﹺ‬‫ﺍﻟﻄﱠﻴ‬ ‫ﻮ‬‫ﺃﹶﺑ‬ ‫ﻰ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﺎﺿ‬ ‫ﻜﹶﺎﻩ‬‫ﺣ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﻟﱠﺎ‬‫ﺍ‬ ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬ ‫ﺮ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬
‫ﻥﹾ‬‫ﺍ‬‫ﻭ‬ ‫ﺓﹲ‬‫ﺮ‬‫ﻃﹶﺎﻫ‬ ‫ﻲ‬‫ﻫ‬ ‫ﹶﻗﺎﻟﹶﺎ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﺍﹶﻧ‬ ‫ﺩ‬‫ﺍﻭ‬‫ﺩ‬‫ﻭ‬ ‫ﻚ‬‫ﺎﻟ‬‫ﻣ‬ ‫ﺦﹺ‬‫ﻴ‬‫ﺷ‬ ‫ﺔﹶ‬‫ﻌ‬‫ﺑﹺﻴ‬‫ﺭ‬ ‫ﻦ‬‫ﻋ‬
‫ﺶﹺ‬‫ﻴ‬‫ﺸ‬‫ﻛﹶﺎﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﺒ‬‫ﻧ‬ ‫ﻮ‬‫ﻫ‬ ‫ﻯ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ ‫ﻢ‬‫ﻛﹶﺎﻟﺴ‬ ‫ﺔﹰ‬‫ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﻣ‬ ‫ﺖ‬‫ﻛﹶﺎﻧ‬
‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺘ‬‫ﺎﺳ‬‫ﺠ‬‫ﻧ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬‫ﺎﻉ‬‫ﻤ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻻ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺣ‬‫ﻮ‬‫ﺃﹶﺑ‬‫ﺦ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ﻘﹶﻞﹶ‬‫ﻧ‬‫ﻭ‬‫ﺮﹺ‬‫ﻜ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬
“Khamr itu najis menurut pendapat kami
(Syafi’iyyah),
‫ﺎﺏ‬‫ﺼ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﻧ‬‫ﻭ‬ ‫ﺴِﺮ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬Imam  ‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ Malik,
‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﺇﹺﻧ‬ ‫ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ‬Imam
 ‫ﻞﹺ‬‫ﺰﹺﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﺘ‬Abu‫ﻲ‬‫ﻓ‬‫ﻭ‬
Hanifah, Imam Ahmad dan para ulama
lainnya,
‫ﺎﺝ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺰ‬ ‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬kecuali
‫ﻩ‬‫ﻮ‬‫ﻨﹺﺒ‬‫ﺘ‬‫ﻓﹶﺎﺟ‬‫ﻥ‬pendapat
‫ﻄﹶﺎ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ﻞﹺ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﻦ‬yang‫ﻣ‬‫ﺲ‬‫ﺟ‬dilansir
‫ﺭﹺ‬‫ﻟﹶﺎﻡ‬‫ﺍﻷَﺯ‬‫ﻭ‬
oleh qadhi Abu Thayyib dan lainnya
‫ﺎﻟﹶﻎﹶ‬‫ﻓﹶﺒ‬ ‫ﻞﹴ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﻘﹾﺬﹶﺭ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﻜﹸﻞﱢ‬‫ﻟ‬ ‫ﻢ‬‫ﺳ‬‫ﺍ‬ ‫ﺔ‬‫ﺍﻟﱡﻠﻐ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﺲ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬
berdasarkan pendapat Imam Rabi’ah,
guru
‫ﻘﹶﺎﻝﹸ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ Imam
‫ﺴﺎﹰ‬‫ﺭﹺﺟ‬ ‫ﺎ‬‫ﻫ‬Malik,‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬ ِ‫ﺎﺀ‬dan
‫ﻴ‬‫ﺍﻷَﺷ‬ Imam
‫ﻩ‬‫ﺬ‬‫ﻫ‬ ‫ﺫﹶﻡ‬Daud
‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﺗﻌﺎﱃ‬adh-  ‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬
Dhohiri yang menyatakan khamar tidak
najis
‫ﻼﹰ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬ ‫(ﻞﹶ‬suci)
‫ﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﺇﹺﺫﺍ‬walaupun
 ‫ﺲ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ﻳ‬ ‫ﺟﹺﺲ‬tetap ‫ﻭﺭ‬ ‫ﺴﺎﹰ‬haram,
‫ﺟ‬‫ﺭ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬seperti
 ‫ﺲ‬‫ﺟ‬‫ﺭ‬
racun dari tumbuhan, (‫ﺹ‬seperti‫ﺝ‬‫ﺍﻟﻌﺮﺏ‬ hasyisy
‫)ﻟﺴﺎﻥ‬yang ‫ﺤﺎﹰ‬‫ﻗﹶﺒﹺﻴ‬
memabukkan. Dan syaikh Abu Hamid al-

688
‫ﻣﺎ‬ ‫ﻛﹸﻞﱡ‬ : ‫ﺲ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬ : ‫ﺎﺝ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺰ‬ ‫ﻭﻗﺎﻝ‬ . ‫ﺍﳌﹶﺄﹾﺛﹶﻢ‬ : ‫ﺲ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬
ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻷَﺷ‬ ‫ﻩ‬‫ﻫﺬ‬ ‫ﺫﹶﻡ‬ ‫ﰲ‬ ‫ﺗﻌﺎﻟﹶﻰ‬ ُ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺑﺎﻟﹶﻎﹶ‬ ‫ﻞﹺ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﻌ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺭ‬‫ﻘﹾﺬ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬
(‫ﺹ‬‫ﺝ‬‫ﺍﻟﻌﺮﻭﺱ‬‫)ﺗﺎﺝ‬‫ﺴﺎﹰ‬‫ﺭﹺﺟ‬‫ﺎ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻤ‬‫ﻓﺴ‬
‫ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬ﻧ‪‬ﺠ‪‬ﺴ‪‬ﺔﹲ ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪‬ﻧ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻚ‪ ‬ﻭ‪‬ﺃﹶﺑﹺﻰ ‪‬ﺣ‪‬ﻨﹺﻴ‪‬ﻔﹶﺔﹶ ‪‬ﻭ‪‬ﺃﹶﺣ‪‬ﻤ‪‬ﺪ‪‬‬
‫‪HIMPUNAN‬ﺐﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺﻩ‪‬‬ ‫‪FATWA‬ﻰ ‪‬ﺃﹶﺑ‪‬ﻮ ‪‬ﺍﻟﻄﱠﻴ‪‬‬ ‫‪MAJELIS‬ﻩ‪ ‬ﺍﻟﹾﻘﹶﺎﺿ‪‬‬ ‫‪ULAMA‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺣ‪‬ﻜﹶﺎ‬ ‫‪INDONESIA‬ﻤ‪‬ﺎﺀِ ‪‬ﺍ‪‬ﻟﱠﺎ ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺳ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺮ‪ ‬ﺍﻟﹾﻌ‪‬ﻠﹶ‬
‫ﻋ‪‬ﻦ‪ ‬ﺭ‪‬ﺑﹺﻴ‪‬ﻌ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺦﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻚ‪ ‬ﻭ‪‬ﺩ‪‬ﺍﻭ‪‬ﺩ‪ ‬ﺍﹶﻧ‪‬ﻬ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﹶﻗﺎﻟﹶﺎ ‪‬ﻫ‪‬ﻲ‪ ‬ﻃﹶﺎﻫ‪‬ﺮ‪‬ﺓﹲ ‪‬ﻭ‪‬ﺍ‪‬ﻥﹾ‪‬‬
‫‪Ghazali melansir pendapat bahwa najisnya‬‬
‫‪khamar‬‬ ‫‪merupakan‬ﻭ‪‬ﻛﹶﺎﻟﹾﺤ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺶﹺ‬ ‫”`‪ijma‬ﻟﱠﺬ‪‬ﻯ‪ ‬ﻫ‪‬ﻮ‪ ‬ﻧ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺕ‪‬‬ ‫`‪ (al-Majmu‬ﻛﹶﺎﻟﺴ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍ‬ ‫ﻛﹶﺎﻧ‪‬ﺖ‪ ‬ﻣ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺔﹰ‬
‫‪Syarh‬‬ ‫)‪al-Muhadhab‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‬ ‫ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺴ‪‬ﻜ‪‬ﺮﹺ‪‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻘﹶﻞﹶ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺦ‪‬ﺃﹶﺑ‪‬ﻮ‪‬ﺣ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺪ‪‬ﺍﻻ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻉ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﻧ‪‬‬
‫ ‪4.‬‬ ‫‪Pengertian Rijs dalam‬‬ ‫‪ kitab Lisan al-Arab:‬‬
‫ﻭ‪‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻨ‪‬ﺰﹺﻳ‪‬ﻞﹺ ‪‬ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺴِﺮ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﻧ‪‬ﺼ‪‬ﺎﺏ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﺍﻷَﺯ‪‬ﻟﹶﺎﻡ‪‬ﺭﹺﺟ‪‬ﺲ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻞﹺ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﻄﹶﺎﻥ‪‬ﻓﹶﺎﺟ‪‬ﺘ‪‬ﻨﹺﺒ‪‬ﻮ‪‬ﻩ‪‬ﻗﹶﺎﻝﹶ ‪‬ﺍﻟﺰ‪‬ﺟ‪‬ﺎﺝ‪‬‬
‫ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬ﻧ‪‬ﺠ‪‬ﺴ‪‬ﺔﹲ ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪‬ﻧ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻚ‪ ‬ﻭ‪‬ﺃﹶﺑﹺﻰ ‪‬ﺣ‪‬ﻨﹺﻴ‪‬ﻔﹶﺔﹶ ‪‬ﻭ‪‬ﺃﹶﺣ‪‬ﻤ‪‬ﺪ‪‬‬
‫ﺍﻟﺮ‪‬ﺟ‪‬ﺲ‪ ‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺍﻟﱡﻠﻐ‪‬ﺔ‪ ‬ﺍ‪‬ﺳ‪‬ﻢ‪ ‬ﻟ‪‬ﻜﹸﻞﱢ ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻘﹾﺬﹶﺭ‪ ‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻞﹴ ‪‬ﻓﹶﺒ‪‬ﺎﻟﹶﻎﹶ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﺳ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺮ‪ ‬ﺍﻟﹾﻌ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﺎﺀِ ‪‬ﺍ‪‬ﻟﱠﺎ ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺣ‪‬ﻜﹶﺎﻩ‪ ‬ﺍﻟﹾﻘﹶﺎﺿ‪‬ﻰ ‪‬ﺃﹶﺑ‪‬ﻮ ‪‬ﺍﻟﻄﱠﻴ‪‬ﺐﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺﻩ‪‬‬
‫ﺍﻟﻠﱠﻪ ‪‬ﺗﻌﺎﱃ ‪‬ﻓ‪‬ﻲ‪ ‬ﺫﹶﻡ‪ ‬ﻫ‪‬ﺬ‪‬ﻩ‪ ‬ﺍﻷَﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺎﺀِ ‪‬ﻭ‪‬ﺳ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻫ‪‬ﺎ ‪‬ﺭﹺﺟ‪‬ﺴﺎﹰ ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻘﹶﺎﻝﹸ‪‬‬
‫ﻋ‪‬ﻦ‪ ‬ﺭ‪‬ﺑﹺﻴ‪‬ﻌ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺦﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻚ‪ ‬ﻭ‪‬ﺩ‪‬ﺍﻭ‪‬ﺩ‪ ‬ﺍﹶﻧ‪‬ﻬ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﹶﻗﺎﻟﹶﺎ ‪‬ﻫ‪‬ﻲ‪ ‬ﻃﹶﺎﻫ‪‬ﺮ‪‬ﺓﹲ ‪‬ﻭ‪‬ﺍ‪‬ﻥﹾ‪‬‬
‫ﺭ‪‬ﺟ‪‬ﺲ‪ ‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺟ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺭ‪‬ﺟ‪‬ﺴﺎﹰ ‪‬ﻭﺭ‪‬ﺟﹺﺲ‪ ‬ﻳ‪‬ﺮ‪‬ﺟ‪‬ﺲ‪ ‬ﺇﹺﺫﺍ ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻞﹶ ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻼﹰ‪‬‬
‫ﻛﹶﺎﻧ‪‬ﺖ‪ ‬ﻣ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺔﹰ ‪‬ﻛﹶﺎﻟﺴ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻯ‪ ‬ﻫ‪‬ﻮ‪ ‬ﻧ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻛﹶﺎﻟﹾﺤ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺶﹺ‪‬‬
‫ﻗﹶﺒﹺﻴ‪‬ﺤﺎﹰ‪)‬ﻟﺴﺎﻥ‪‬ﺍﻟﻌﺮﺏ‪‬ﺝ‪‬ﺹ‪(‬‬
‫ﺴ‪‬ﺔﹲﻞﹶ‪‬ﺍﻟﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺸ‪‬ﺪ‪‬ﻴ‪‬ﻧ‪‬ﺎﺦ‪‬ﺃﹶﻭ‪‬ﺑ‪‬ﻮ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪‬ﺣ‪‬ﺎ‪‬ﻣ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺪﻟ‪‬ﺍﻚ‪‬ﻻ‪‬ﺟ‪‬ﻭ‪‬ﹶﺃﻤ‪‬ﺑﹺﺎﻰﻉ‪‬ﻋ‪‬ﺣ‪‬ﻠﹶﻨﹺﻴ‪‬ﻰﻔﹶ‪‬ﺔﹶﻧ‪ ‬ﺠ‪‬ﻭ‪‬ﺎﺃﹶﺳ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻤ‪‬ﻬ‪‬ﺎﺪ‪‬‬ ‫ﺍﺍﻟﹾﻟﹾﻤ‪‬ﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺴ‪‬ﺮ‪‬ﻜ‪‬ﺮﹺﻧ‪‬ﺠ‪‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻘﹶ‬
‫‪“arti “rijs” dalam ayat yang artinya:‬‬ ‫‪‬‬
‫‪“sesungguhnya‬‬‫ﺲ‪‬ﻴ‪:‬ﺐﹺ‪‬ﻛﹸﻭ‪‬ﻞﱡﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺﻩﻣﺎ‪‬‬ ‫)‪(meminum‬ﻘﹶ‪‬ﺎﺎ‪‬ﺝ‪‬ﺿ‪:‬ﻰ ‪‬ﺃﹶﺍﻟﺑ‪‬ﺮ‪‬ﻮ ‪‬ﺟ‪‬ﺍﻟﻄﱠ‬ ‫ﻭﻗﺎﻝﻜﹶ‪‬ﺎﺍﻟﻩ‪‬ﺰ‪‬ﺍﻟﺟﹾ‬ ‫‪khamar,‬ﻤ‪‬ﺍﺎﳌﹶﺄﹾﺀِﺛﹶ‪‬ﺍ‪‬ﻢ‪‬ﻟﱠﺎ‪.‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺣ‪‬‬ ‫ﺲ‪‬ﺍﻟﹾﻌ‪:‬ﻠﹶ‬ ‫ﻭ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺳ‪‬ﺎﺟ‪‬ﺋ‪‬ﺮ‪ ‬‬
‫‪berjudi,‬‬
‫ﺏ‪‬‬
‫ﺼ‪‬ﺎﺷ‪‬ﻭ‪‬ﺍ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻥﺀِ‪‬ﹾ‬ ‫‪nasib‬ﺫﹶﻫ‪‬ﻡ‪‬ﺴِﻲ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻃﹶﺬﺎﻭ‪‬ﻩﺍﻟﹾﻫ‪‬ﺄﹶﺍﺮ‪‬ﻧ‪‬ﺓﹲﻷَ‪‬‬
‫‪(berkorban‬‬ ‫ﺨ‪‬ﻬ‪‬ﻤ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬ﺎ ‪‬ﹶﻗﻭ‪‬ﺎﺍﻟﹶﻟﹾﺎﻤ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫ﻧ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬‫)‪untuk‬ﺍﺩ‪‬ﻟﹾ‬
‫ﺍﻟﻌﺰﻳﺰﻚ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻭ‪‬ﻤ‪‬ﺩ‪‬ﺎﺍﻭ‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫‪‬‬ ‫ﺎ‬
‫‪berhala,‬‬
‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺦ‬
‫ﹺ‬‫‪dan‬ﺭ‪‬ﺑﹺ‪‬ﻴ‪‬ﺍﻟﻌ‪‬ﺘ‪‬ﻨ‪‬ﺔﹶﺰﹺ‪‬ﻳ‪‬ﺷ‪‬ﻞﹺﻴ‪ ‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻓ‪‬ﻲ‬
‫‪mengundi‬‬ ‫‪adalah‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻞﹺ ‪‬ﺑﺎﻟﹶﻎﹶ ‪‬ﺍﷲُ ‪‬ﺗﻌﺎﻟﹶﻰ ‪‬ﰲ ‪‬‬
‫‪dengan‬‬ ‫‪panah‬‬ ‫ﺍﻋ‪‬ﺳ‪‬ﻦ‪‬ﺘ‪‬ﻘﹾﺬ‪‬ﺭ‪ ‬‬
‫‪rijis‬‬ ‫ﺤ‪‬ﺰ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺟ‪‬ﺎﺶﹺﺝ‪‬‬ ‫‪dan‬ﺍﻟ‬ ‫‪‬ﻗﹶﺎ(ﻛﹶﺎﻝﹶﻟﹾ‬
‫ﺕ‪‬ﻮ‪‬ﻩ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫‪perbuatan‬ﻟﱠﺍﻟﺬ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬ﻯ‪‬ﻄﹶ‪‬ﺎﻫ‪‬ﻥ‪‬ﻮ‪‬ﻓﹶ‪‬ﺎ‪‬ﻧﺒ‪‬ﺟ‪‬ﺎﺘ‪‬ﻨﹺﺒ‪‬‬
‫‪termasuk‬‬ ‫ﺲ‪‬ﻣ‪‬ﻛﹶﻦ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻋ‪‬ﺴ‪‬ﻤ‪‬ﻢ‪‬ﻞﹺ‪‬ﺍ‪‬‬ ‫‪syetan.‬ﺭﹺﺤ‪‬ﺟ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺔﹰ‬ ‫ﺖ‪‬ﺎ ‪‬ﻡ‪‬ﻣ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻛﹶﺍﺎﻧ‪‬ﻷَﺯ‪‬ﻟﹶ‬
‫‪Maka, jauhilah‬‬ ‫‪perbuatan-perbuatan‬ﺹ‪‬‬
‫”‪itu‬ﺎﻫ‪‬ﺎ‪‬ﺭﹺﺟ‪‬ﺴﺎﹰ‪)‬ﺗﺎﺝ‪‬ﺍﻟﻌﺮﻭﺱ‪‬ﺝ‪‬‬ ‫ﻓﺴ‪‬ﻤ‬
‫‪menurut‬‬
‫‪az-Zujaj‬ﻠﹶﻦ‪ ‬ﻰ‪‬ﻋ‪‬ﻧ‪‬ﻤ‪‬ﺠ‪‬ﺎﻞﹴ ‪‬ﺳ‪‬ﻓﹶﺘ‪‬ﺒ‪‬ﺎﻬ‪‬ﻟﹶﺎﻎﹶ‬ ‫‪adalah‬ﺪﺎ‪‬ﺍ‪‬ﺍﻻ‪‬ﺳ‪‬ﺘ‪‬ﺟ‪‬ﻘﹾ‪‬ﻤﺎﺬﹶﺭ‪‬ﻉ‪‬ﻣ‪‬ﻋ‪‬‬ ‫‪sebutan‬ﺦ‪‬ﺳ‪‬ﺃﹶﻢ‪‬ﺑ‪‬ﻮ‪‬ﻟ‪‬ﻜﹸﺣ‪‬ﺎﻞﱢﻣ‪‬ﻣ‪‬‬ ‫‪untuk‬ﺮﹺ‪‬ﻓ‪‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻲﻘﹶ‪‬ﺍﻞﹶﻟﱡ‪‬ﻠﺍﻟﻐ‪‬ﺔ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺍ‪‬‬ ‫ﺲ‪‬‬ ‫ﺴ‪‬ﻜ‪‬‬ ‫ﺍﻟﹾﺍﻟﺮ‪‬ﻤ‪‬ﺟ‪‬‬
‫‪‬‬
‫‪setiap‬‬ ‫‪perbuatan‬ﺟ‪‬ﺴﺎﹰ ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻘﹶﺎﻝﹸ‬ ‫‪yang‬ﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺎﺀِ‪‬ﻭ‪‬ﺳ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻫ‪‬ﺎ ‪‬ﺭﹺ‬ ‫‪tidak‬ﻫ‪‬ﺬ‪‬ﻩ‪ ‬ﺍﻷَ‬ ‫ﺗﻌﺎﱃ ‪‬ﻓ‪‬ﻲ‪ ‬ﺫﹶﻡ‪‬‬ ‫‪terpuji,‬‬ ‫ﺍﻟﻠﱠﻪ ‪‬‬
‫‪kemudian‬‬ ‫‪Allah‬ﻛﹶﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻪ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬‬ ‫‪‬ﻄﻪ‪‬ﺍﷲ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫‪SWT‬‬ ‫‪sangat‬ﻦ‪‬ﺳ‪‬ﺨ‬ ‫ﻳﻘﻮﻝ‪:‬ﺇﹺﺛﹾﻢ‪‬ﻭﻧ‪‬ﺘ‪‬‬ ‫‪membenci‬‬ ‫"ﺭﺟ‪‬ﺲ"‪،‬‬
‫‪hal-hal‬‬ ‫‪tersebut‬ﻋ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻤ‪‬ﻟﹾﺄﹶﻞﹶﻧ‪ ‬ﺼ‪‬ﻋ‪‬ﺎﻤ‪‬ﺏ‪‬ﻼﹰ‬ ‫ﹺﺫﺍﺮ‪‬‬ ‫ﺲ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺴِﺇ‬ ‫ﺟ‬
‫‪‬‬
‫‪dan‬ﺮ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾ‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﻳ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺲ‬
‫‪‬‬
‫‪menyebutnya‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬‬‫ﺟ‬
‫ﹺ‬ ‫ﺭ‬
‫‪‬‬ ‫‪“rijs”.‬ﺘ‪‬ﻨ‪‬ﺍﻟﺰﹺﺮ‪‬ﻳ‪‬ﻞﹺ ‪‬ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‬
‫ﻭ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺎ‬
‫ﹰ‬ ‫‪‬ﺴ‬ ‫ﺟ‬ ‫ﺭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻞ‬
‫ﹸ‬ ‫ﺟ‬
‫‪‬‬ ‫ﺲ‪‬ﺍﻟ‬‫ﻭ‪‬ﺭ‪‬ﻓ‪‬ﺟ‪‬ﻲ ‪‬‬
‫‪Seseorang dikatakan‬‬ ‫‪melakukan‬‬ ‫‪rijs jika‬‬ ‫‪ia‬‬
‫ﻋﻠﻲ‪‬ﺍﻟﺰ‪‬ﺑﻦ ‪‬ﺟ‪‬ﺃﹶﺎﺑﹺﺝ‪‬ﻲ‪‬‬
‫‪melakukan‬‬ ‫‪perbuatan‬ﺎﻮ‪‬ﻩ‪‬ﻝﹶ‪‬ﻗﹶﺎﻝﹶ‬ ‫ﺹﻴ‪‬ﺸ‪‬ﻄﹶﻴ‪‬ﺎ‪‬ﻄﻥ‪‬ﹶﺎ(‪‬ﻓﹶﻥ‪‬ﺎﺟ‪‬ﺘ‪‬‬
‫‪{‬ﻨﹺﺒ‪‬ﻗﹶ‬ ‫”‪tercela‬ﻞﹺﺍﻟ‪‬ﺍﻟ‬
‫ﺸ‪‬‬ ‫ﺝﻋ‪‬ﻞﹺﻤ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻌﺮﺏﻦ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬‬
‫ﺲ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻣ‪‬‬ ‫ﺲ‪‬‬ ‫ﻟﺴﺎﻥ‪‬ﺟ‪‬‬
‫‪(Lisan‬‬ ‫}‪‬ﺟ‪‬ﺭﹺ‬ ‫‪:‬ﺭﹺ‬ ‫ﺤﺯ‪‬ﺎﹰﻪ‪‬ﻟﹶﺎ‪)‬ﻡ‪‬‬‫ﻗﹶﻭ‪‬ﺒﹺﺍﻗﹶﻴ‪‬ﻷَﻮ‪‬ﻟﹸ‬
‫‪an-‬‬
‫‪.‘Arab,‬‬ ‫‪Juz‬ﺍﻟﻤ‪‬ﻞﹴﺸ‪‬ﻴ‪‬ﻓﻄﹶﺒ‪‬ﺎﻟﹶﻥ‪‬ﻎﹶ‬ ‫‪6,‬ﻤ‪‬ﻦ‪ ‬ﻞﹺﻋ‪‬‬ ‫‪hal.‬ﺭ‪ ‬ﻣ‪‬ﻋ‪‬‬ ‫‪‬ﻂﺘ‪‬ﻘﹾﻣ‪‬ﺬﹶﻦ‪‬‬ ‫)‪94‬ﺳ‪‬‬ ‫ﺱﹴ‪‬ﻟ‪:‬ﺃﹶﻜﹸﻱ‪‬ﻞﱢ ‪‬ﻣ‪‬ﺳ‪‬ﺎ ‪‬ﺍ‬
‫ﺨ‬ ‫ﺲ‪ ‬ﻓ‪‬ﻋ‪‬ﻲﻦ‪ ‬ﺍﻟﱡﺑ‪‬ﻠﻐ‪‬ﻦﹺﺔ‪ ‬ﻋ‪‬ﺍ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺳ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻃﹶﺮ‪‬ﻠﹾ‪‬ﺟ‪‬ﺤ‪‬ﺔﹶ‪،‬‬
‫‪‬ﺴﺎﹰ‪‬ﻛﹸﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻞﱡﻘﹶﺎ‪‬ﻝﹸﻣﺎ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺍﻟﻠﺮ‪‬ﱠﻪ ‪‬ﺟ‪‬ﺲ‪ : ‬ﺍﳌﹶﺄﹾﺛﹶﻢ‪ . ‬ﻭﻗﺎﻝ ‪‬ﺍﻟﺰ‪‬ﺟ‪‬ﺎﺝ‪ : ‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺟ‪‬ﺲ‪: ‬‬
‫ﺗﻌﺎﱃﻴ‪‬ﺪﻓ‪‬ﺑﻲ‪‬ﻦ‪‬ﺫﹶﻡ‪‬ﺟ‪‬ﺒ‪‬ﻴ‪‬ﻫ‪‬ﺮﺬ‪:‬ﻩ‪‬ﺇﹺﺛﹾ‪‬ﺍﻢ‪‬ﻷَ‪.‬ﺷ‪‬ﻭﻴ‪‬ﻗﹶﺎﺎﺀِﻝﹶ‪‬ﻭ‪‬ﺯ‪‬ﻳ‪‬ﺳ‪ ‬ﺪﻤ‪‬ﺎﺑ‪‬ﻫ‪‬ﻦ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﺭﹺﺳ‪‬ﻠﹶﺟﻢ‪:‬ﺃﹶﻱ‪ ‬ﺷ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻗﹶﺎﻝﹶ ‪‬ﺳ‪‬ﻌ‪‬‬
‫ﹺﺫﺍ‪‬ﻫﻋ‪‬ﺬﻤ‪‬ﻩﻞﹶ‪‬ﺍ‪‬ﻷَﻋ‪‬ﺷ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻼﹰﺀِ‪‬‬ ‫ﺲ‪‬ﺇﺫﹶﻡ‪‬‬ ‫ﺲ‪‬ﺗﻌ‪‬ﺎﻳ‪‬ﻟﺮ‪‬ﹶﻰﺟ‪‬ﰲ‬ ‫‪‬ﺴﺎﹰﺑﺎﻟﹶ‪‬ﻎﹶﻭ ‪‬ﺭ‪‬ﺍﺟﹺﷲُ ‪‬‬ ‫ﺍﺭ‪‬ﺳ‪‬ﺟ‪‬ﺘ‪‬ﻘﹾﺲ‪‬ﺬ‪‬ﺭ‪ ‬ﺍﻟﻣ‪‬ﺮ‪‬ﻦ‪‬ﺟ‪ ‬ﻞﹸﺍﻟ‪‬ﻌ‪‬ﺭ‪‬ﻤ‪‬ﺟﻞﹺ ‪‬‬
‫ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻞﹺ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﻄﹶﺎﻥ‪.‬‬
‫ﺹ‪‬ﺝ‪(‬ﺹ‪(‬‬ ‫ﺍﻟﻌﺮﻭﺱ‬ ‫ﺗﺎﺝ‪‬ﺝ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﻌﺮﺏ‬ ‫‪‬ﺴﺎﹰ‪)‬‬ ‫ﻟﺴﺎﻥ‪‬‬ ‫ﻗﹶﻓﺒﹺﻴ‪‬ﺴ‪‬ﺤﻤﺎﹰ‪‬ﺎﻫ‪)‬ﺎ‪‬ﺭﹺﺟ‬
‫‪“artinya rijs adalah perbuatan dosa. Az-‬‬ ‫‪‬‬
‫‪Zujaj‬‬ ‫‪berpendapat‬ﻜﹸ‪‬ﻳ‪‬ﻢ‪‬ﺬﹾ‪‬ﻫ‪‬ﺐ‪‬‬ ‫ﺍﷲ‪‬ﺍﻟﻭ‪‬ﺴ‪‬ﻛﹶﺮ‪‬ﻜﹶﻫ‪‬ﺮﹺﻪ‪‬ﺃﹶﻟﹶﻥﹾ‬ ‫‪‬ﻄﻪﺃﹶ‪‬ﻗﹶﻞﱡ‬ ‫ﺨﻡ‪ ‬‬ ‫‪bahwa‬ﺎ‬
‫ﺍﷲﻧ‪‬ﺘ‪‬ﻓ‪‬ﻦ‪‬ﻲ ‪‬ﺳ‪‬ﺍﻟﹶ‬ ‫‪‬‬
‫ﺭﲪﻪﻢ‪‬ﻭ‬ ‫‪،adalah‬ﻓ‪‬ﻌ‪‬ﻲ‪ ‬‬ ‫‪‬ﺲﺸ‪"‬ﺎ‬ ‫ﻗﹶ"ﺎﺭﻝﹶﺟ‪‬ﺍﻟ‬
‫‪arti rijs‬‬
‫‪:SAW‬ﺇﹺﺛﹾ‬ ‫ﻳﻘﻮﻝ‬
‫‪membencinya‬‬
‫ﺍﻟﺸﺎ‪‬ﻓ‪‬ﻌ‪‬ﻛﹸﻲ‪‬ﻞﱡ‪‬ﻓ‪‬ﻣﺎﻲ‬ ‫ﺲ‪: ‬‬ ‫ﺐ‪‬ﺍﻟﻭ‪‬ﺮ‪‬ﻗﹶﺎﺟ‪‬ﻝﹶ ‪‬‬ ‫ﻭﻗﺎﻝﻳ‪‬ﻜﹸﺍﻟﺰ‪‬ﻦ‪ ‬ﺟﻳ‪‬ﺎﺬﹾﺝ‪‬ﻫ‪: ‬‬ ‫ﺾ‪. ‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻟﹶﻢ‪ ‬‬ ‫ﺲ‪‬ﻠﹶﺒ‪‬ﺘ‪:‬ﻪ‪ ‬ﺍﺑ‪‬ﳌﹶﻌ‪‬ﺄﹾﺛﹶﻢ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻋ‪‬ﺮ‪‬ﻨ‪‬ﻪ‪‬ﺟ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬‬
‫‪setiap‬‬ ‫‪perbuatan‬‬ ‫‪tercela.‬‬ ‫‪Allah‬‬ ‫‪sangat‬‬
‫)‪((meminum‬‬ ‫‪khamar,‬‬
‫‪berjudi,‬‬ ‫‪(berkorban‬ﻫﻤ‪‬ﺬﻨ‪‬ﻩ ‪‬ﺍﻷَﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺎﺀِ‬
‫ﻋﻠﻲﻈﹸ‪‬ﻮ‪‬ﻡ‪‬ﺑﻦ‪‬ﺑ‪‬ﺃﹶﺎﺑﹺﺡ‪‬ﻲ‪‬‬ ‫‪{‬ﺎﻗﹶﺫﹶﻣ‪‬ﺎﻪ‪‬ﻡ‪‬ﻝﹶ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾ‬ ‫)‪untuk‬ﻦ‪‬ﺍﺗﻌﺎﺧ‪‬ﻟﺘ‪‬ﹶﻰﻞﱠ‪‬ﰲﻛﹶﻠﹶ‪‬‬
‫ﺴ‪‬ﻦ‪‬ﻜﹾ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻋ‪‬ﻥﹸﻤ‪‬ﻞﹺﻣ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﻄﹶﺎﻥ‪‬‬
‫‪berhala,‬ﻞﹺ ‪‬ﺑﺎﻟﹶﻎﹶ ‪‬ﺍﷲُ‬
‫ﺲ‪‬ﺍﻟ‪‬ﻣ‪‬‬
‫‪dan‬ﺬ‪‬ﻊﹴﺭ‪‬ﺁﻣ‪‬ﺧ‪‬ﻦ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻟ‪"‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬‬
‫ﻣ‪‬ﻭﻗﹶﻮ‪‬ﻮ‪‬ﻟﹸﺿ‪‬ﻪ‪}:‬ﺭﹺﺟ‪‬‬
‫ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻘﹾ‬
‫‪mengundi nasib dengan panah), sehingga‬‬
‫‪.menyebutnya‬‬ ‫‪‬ﻞﱠﻞﹺ(‪‬ﺃﹶ‪‬ﺍﻟﺣ‪‬ﺸ‪‬ﻮ‪‬ﻴ‪‬ﺍﻟﹸﻄﹶﻪ‪‬ﺎ‪‬ﻓﹶﻥ‪‬ﻠﹶﺎ‬ ‫‪dengan‬ﻥﹾﻦ‪‬ﺗ‪‬ﻋ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﻤ‬
‫ﺹ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻌﺮﻭﺱ‪‬ﺝ‪‬‬
‫ﻱ‪‬ﺤ‪‬ﺎﺑ‪‬ﻨ‪‬ﺳ‪‬ﺎ ‪‬ﺨﻫ‪‬ﻂﻮ‪ ‬ﹶﺃﻣ‪‬‬ ‫‪rijs.‬‬‫ﺱﹴ‪‬ﺃﹶ‪:‬ﺃﹶﺻ‪‬‬ ‫‪"‬ﺗﺎﺝ‪‬‬
‫ﻭﻗﺎﻝ‬
‫‪(Taj‬‬ ‫‪al-‘Arus,‬ﻋ‪‬ﺒ‪‬ﺎ‬
‫‪‬ﺴﻡ‪‬ﺎﹰ‪)‬‬ ‫‪Juz‬ﺎﻫ‪‬ﺎ‪‬ﺭﹺﺟ‬
‫ﺤ‪‬ﻩ‪‬ﺔﹶ‪‬ﺍ‪،‬ﻟﹾ‪‬ﻤ‪‬ﻋ‪‬ﻜﹾﻦ‪‬ﺘ‪ ‬ﻮ‪‬ﺍﺑ‪‬ﻦﹺ‬
‫ﻓﺑﹺﺴ‪‬ﺴِﺮ‪‬ﻤ‬
‫ﻃﹶﻠﹾ‬
‫)‪1 hal. 3957‬‬ ‫‪‬‬
‫‪:‬ﺇﹺﺛﻥﹾ‪‬ﻢ‪‬ﻛﹶ‪.‬ﺎﻭ‪‬ﻥﹶﻗﹶ‪‬ﺎﻟﹶﻪ‪‬ﻝﹶ‪‬ﺑ‪‬ﺯ‪‬ﻘ‪‬ﻳ‪‬ﻴ‪‬ﺔﹸ‪‬ﺪ‪‬ﺗ‪‬ﺑ‪‬ﻤ‪‬ﻦ‪‬ﻴﹺﻴ‪‬ﺃﹶﺰﹴ‪‬ﺳ‪‬ﻠﹶﻭ‪‬ﻓﹶﻢﻬ‪:‬ﻢ‪‬ﺃﹶ‪‬ﻱ‪‬ﻛﹶ‪‬ﻠﹶﺎﺷ‪‬ﻡﹴﺮ‪،‬‬ ‫ﺗ‪‬ﻭ‪‬ﻨ‪‬ﺘ‪‬ﻗﹶﺎﻈ‪‬ﻝﹶﻢ‪‬ﺃﹶﺳ‪‬ﻓﹾ ‪‬ﻌ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻟﹸﺪﻪ‪‬ﺑﻭ‪‬ﻦ‪‬ﺃﹶﻗﹾ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺟ‪‬ﻟﹸﺒ‪‬ﻴ‪‬ﻪ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍ‪‬‬
‫"ﺭﺟ‪‬ﺲ"‪،‬ﻳﻘﻮﻝ‪:‬ﺇﹺﺛﹾﻢ‪‬ﻭﻧ‪‬ﺘ‪‬ﻦ‪‬ﺳ‪‬ﺨ‪‬ﻄﻪ‪‬ﺍﷲ‪‬ﻭ‪‬ﻛﹶﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻪ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬‬
‫ﺼ‪‬ﻄﻞﹶﺎ‪‬ﻟﹶﻥ‪‬ﻪ‪ .‬ﺑﹺﺸ‪‬ﺮ‪‬ﺏﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻧ‪‬ﺸ‪‬ﺎﻁﹲ ‪‬ﻭ‪‬ﻫ‪‬ﺰ‪‬ﺓﹲ ‪‬ﻟ‪‬ﺪ‪‬ﺑﹺﻴ‪‬ﺐﹺ‪‬‬ ‫ﻓﹶﻣ‪‬ﺎﹶ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﺎ‪ ‬ﻋ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﻦ‪‬ﻞﹺ‪‬ﺍﻟﺣ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬‬
‫‪“Rijis artinya adalah dosa dan bau busuk,‬‬
‫‪Allah‬‬ ‫‪SWT‬ﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺑﻦﺊﹲ‪‬ﺃﹶ‪‬ﺑﹺﻣ‪‬ﻲ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫ﻋﻠﻲ‬ ‫‪membencinya‬ﻝﹶﺨ‪‬ﺘ‪‬ﻞﱠ ‪‬‬ ‫‪{‬ﻢ‪‬ﻗﹶ‪‬ﺎﻳ‪‬‬ ‫‪dan‬ﻤ‪‬ﻝﹺ ‪‬ﻞﹺ ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﺍﻟﻴ‪‬ﻪ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺑ‪‬ﻄﻌ‪‬ﹶﺎﺪ‪‬ﻥ‪‬ﻭ‪‬ﻟﹶ‬ ‫‪melarangnya‬ﻣ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻮ‪‬ﻋ‪‬‬
‫}‪‬ﻜ‪‬ﺭﹺﻦ‪‬ﺟ‪‬ﻟﹶﺲ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﺨ‪‬ﻟﹸﻤ‪‬ﻪ‪‬ﺮﹺ‪:‬ﻭ‪‬ﻟﹶ‬ ‫ﺍﻭ‪‬ﻟﹾﻗﹶ‪‬ﻮ‪‬‬
‫ﺼ‪‬ﻣ‪‬ﺢ‪‬ﻦ‪‬ﺍﻟ‪‬ﺴ‪‬ﻋ‪‬ﺻ‪‬ﻜﹶﻠﹶﻤ‪‬ﺎﺮﹺﺗ‪‬ﻞﹺ‪‬ﻪ‪‬ﺃﹶﺍﻟ‪‬ﻥﹾﻓ‪‬ﺸ‪‬ﻳ‪‬ﻴ‪‬ﻲ‪‬ﺬﹾ‪‬ﻄﹶﺎﻫ‪‬ﻫ‪‬ﻥ‪‬ﺬ‪‬ﺐ‪‬ﻩ‪.‬‬ ‫‪‬ﻂ ‪‬ﻞﱡ‬ ‫ﻱ‪ ‬ﺣ‪‬ﺍﻟﹶﺳ‪‬ﺎﻲﻡ‪‬ﺨ‪‬ﻓﹶﺃﹶﺘ‪‬ﻗﹶ‬ ‫‪:‬ﺃﹶﻓ‪‬ﺼ‪‬ﺎﻲ‬ ‫ﺍﷲﺍﻟ‬ ‫ﺭﲪﻪﺎﻜﹾ‪‬ﻢﹺﺱﹴ‪‬‬ ‫ﻗﹶﻃﹶﻋ‪‬ﺎﻠﹾﻘﹾﻠ‪‬ﻝﹶﺤ‪‬ﻪ‪‬ﺔﹶﺍﻟ‪،‬ﻓﹶ‪‬ﺸ‪‬ﻬ‪‬ﺎﻋ‪‬ﻮ‪‬ﻓ‪‬ﻌ‪‬ﻦ‪‬ﻓ‪‬ﻲ‪‬ﺍﺑ‪‬ﻲ‪‬ﻦﹺ‪‬ﺣ‪‬ﻋ‪‬ﺒ‪‬‬
‫ﺍﻟﺸﺎ‪:‬ﻓ‪‬ﺃﹶﻌ‪‬ﻱ‪‬ﻲ‪‬ﻓ‪‬ﺷ‪‬ﺮ‪‬ﻲ‪‬‬ ‫ﺐ‪‬ﺪ ‪‬ﺑ‪‬ﻭ‪‬ﻗﹶﻦ‪‬ﺎ‪‬ﺃﻝﹶ ‪‬ﺳ‪‬ﻠﹶﻢ‬ ‫ﻑ‪‬ﺯ‪‬ﻳ‪‬‬ ‫ﺾ‪‬ﺟ‪‬ﺼ‪‬ﺒ‪‬ﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺮ‪‬ﺎﻓﹶﺮ‪‬ﺎﻟﹶﺗ‪:‬ﻪ‪‬ﻢ‪‬ﺇﹺ‪‬ﺛﹾ‪‬ﺑﹺﻳ‪‬ﻠﹶﻢ‪‬ﺎﻜﹸ‪.‬ﻦ‪‬ﻭ‪‬ﺧ‪‬ﻗﹶ‪‬ﺎﻳ‪‬ﻼﹶﺬﹾﻝﹶ ‪‬ﻫ‪‬‬ ‫‪689‬ﻝﹶ‪‬ﻟ‪‬ﻝﹺﻐ‪‬ﻠﹶﺳ‪‬ﺒ‪‬ﻭ‪‬ﺘﻌ‪‬ﻴ‪‬ﻪ‪‬ﺟ‪‬ﺪ‪‬ﻤ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﺑﻌ‪‬ﻊﹺﻦ‪‬ﺗ‪‬‬
‫ﺤ‪‬ﺎ‬ ‫ﺍﻭ‪‬ﻟﹾﻋ‪‬ﻗﹶﻨ‪‬ﺎﻪ‪‬‬
‫‪‬ﻣ‪ ‬ﻮﻦ‪‬ﺿ‪‬ﻋ‪‬ﻊﹴﻤ‪ ‬ﻞﹺﺁ‪‬ﺍﻟﺧ‪‬ﺮ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪"‬ﻄﹶ‪‬ﺎﺍﻟﻥ‪.‬ﺴ‪‬ﻜﹾﺮ‪‬ﺍﻥﹸ ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﺧ‪‬ﺘ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﻛﹶﻠﹶﺎﻣ‪‬ﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻨ‪‬ﻈﹸﻮ‪‬ﻡ‪ ‬ﺑ‪‬ﺎﺡ‪‬‬
‫ﺎﺀِﻎﹶ‬‫ﺎﻴﻟﹶ‬‫ﺷ‬‫ﻷَﻓﹶﺒ‬ ‫ﺍﻞﹴ‬‫ﻩﻤ‬‫ﺬﻋ‬‫ﻫ‬‫ﻦ‬ ‫ﻣ‬‫ﻡ‬‫ﺫﹶ‬‫ﺭ‬ ‫ﻘﹾﰲﺬﹶ‬‫ﺘ‬‫ﻟﺍﹶﻰﺳ‬‫ﺎﺗﻌﺎ‬‫ﻣ‬ ُ‫ﷲ‬ ‫ﺍﻜﹸﻞﱢ‬‫ﻎﹶﻟ‬ ‫ﺑﺎﻟﹶﻢ‬‫ﺳ‬ ‫ﻞﹺﺍ‬ ‫ﺔ‬‫ﻤ‬‫ﻐ‬‫ﺍﻟﱡﺍﻟﻠﻌ‬ ‫ﻲﻦ‬‫ﻓﻣ‬ ‫ﺲ‬‫ﺭ‬‫ﺬ‬‫ﻘﹾﺟ‬‫ﺘ‬‫ﺳ‬‫ﺍﺍﻟﺮ‬
‫ﻘﹶﺎﻝﹸ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﺴﺎﹰ‬ (‫ﺟ‬‫ﺭﹺ‬ ‫ﺎ‬‫ﻫ‬‫ﺹﺎ‬ ‫ﻤ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬‫ﺝ‬ ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﻌﺮﻭﺱﺷ‬
َ‫ﺍﻷ‬ ‫ﻩ‬‫ﺬ‬‫ﺗﺎﺝﻫ‬  ‫)ﻡ‬ ‫ﺫﹶ‬‫ﺴﺎﹰ‬ ‫ﻲ‬‫ﺟﻓ‬ ‫ﺗﻌﺎﱃﺭﹺ‬
‫ﺎ‬‫ﺎﻫ‬‫ﱠﻪﻤ‬‫ﻓﺍﻟﻠﺴ‬
BIDANG POM DAN IPTEK
‫ﻼﹰ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﻞﹶ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﺇﹺﺫﺍ‬ ‫ﺲ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ﻳ‬ ‫ﺟﹺﺲ‬‫ﻭﺭ‬ ‫ﺴﺎﹰ‬‫ﺟ‬‫ﺭ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﺲ‬‫ﺟ‬‫ﺭ‬
‫ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻪ‬‫ﻫ‬‫ﻛﹶﺮ‬‫ﻭ‬‫ﺍﷲ‬(‫ﻄﻪ‬ ‫ﺨ‬ ‫ﺹ‬ ‫ﺳ‬‫ﻦ‬‫ﺘ‬‫ﺝﻧ‬
‫ﻭ‬‫ﺍﻟﻌﺮﺏﻢ‬ ‫ﺇﹺﺛﹾ‬:‫ﻳﻘﻮﻝ‬ ‫ﻟﺴﺎﻥ‬ ،") ‫ﺲ‬‫ﺤﺎﹰ‬ ‫ﺭﺟ‬‫ﻗﹶ"ﺒﹺﻴ‬
bagi kalian” (Tafsir at-Thabari)

‫ﺑﹺﻣﺎﻲ‬‫ﺃﹶ‬‫ﻛﹸﺑﻦﻞﱡ‬‫ﻋﻠﻲ‬ : ‫ﺲ‬‫ﻝﹶ‬‫ﻗﹶﺎﺟ‬‫ﺮ‬{ ‫ﺍﻟ‬ :‫ﹶﺎﻥ‬‫ﺎﻄﺝ‬‫ﺟﻴ‬‫ﺸ‬‫ﺍﻟﺍﻟﺰ‬‫ﻭﻗﺎﻝﻞﹺ‬
‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﻦ‬ ‫ﻣ‬.‫ﺲ‬ ‫ﺄﹾﺛﹶﻢ‬‫ﺭﹺﺍﳌﹶﺟ‬}: :‫ﺲ‬‫ﻪ‬‫ﻟﹸﺟ‬‫ﻮ‬‫ﻗﹶﺮ‬‫ﺍﻟﻭ‬
.ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻴﻥ‬‫ﻷَﻄﹶﺎﺷ‬‫ﻴ‬‫ﺍﺸ‬ ‫ﻩﺍﻟ‬‫ﻫﻞﹺﺬ‬‫ﻤ‬ ‫ﻡ‬‫ﺫﹶﻋ‬‫ﰲﻦ‬‫ﻣ‬‫ﻂ‬ ‫ﺨﹶﻰ‬‫ﺗﻌﺎﻟ‬‫ﺳ‬ُ‫ﷲ‬‫ﺃﹶﺍﻱ‬:‫ﺱﹴﻎﹶ‬ ‫ﺑﺎﻟﹶ‬‫ﺎ‬‫ﻞﹺﺒ‬‫ﻋ‬‫ﻤ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﺍﻟﻌ‬‫ﺍﺑ‬‫ﻦ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﻋ‬‫ﺭ‬،‫ﺔﹶﺬ‬‫ﻘﹾﺤ‬‫ﺘ‬‫ﺍﻃﹶﻠﹾﺳ‬
‫ﺮ‬‫ﺷ‬ ‫ﺃﹶﻱ‬:‫ﻠﹶ(ﻢ‬ ‫ﺃﹶﺳ‬ ‫ﻦ‬‫ﺑ‬‫ﺹ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻳ‬‫ﺯ‬‫ﻗﹶﺎﺝﻝﹶ‬‫ﺍﻟﻌﺮﻭﺱﻭ‬
.‫ﺇﹺﺛﹾﻢ‬:‫ﺗﺎﺝﺮ‬ ‫ﻴ‬‫ﺒ‬‫)ﺟ‬ ‫ﺴﺎﹰﻦ‬‫ﺑ‬‫ﺭﹺﺪﺟ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺳ‬‫ﻫ‬‫ﺎ‬‫ﺎﻤﻝﹶ‬‫ﻗﹶﺴ‬‫ﻓﻭ‬
.‫ﻄﹶﺎﻥ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ﻞﹺ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬
“Arti ‫ﻢ‬rijs ‫ﻟﹶﻜﹸ‬‫ﻪ‬menurut
‫ﻫ‬‫ﻛﹶﺮ‬‫ﻭ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻄﻪ‬ Ali ‫ﺨ‬‫ﺳ‬bin ‫ﻦ‬‫ﺘ‬Abu ‫ﻭﻧ‬‫ﺇﹺﺛﹾﻢ‬Thalhah,
:‫ﻳﻘﻮﻝ‬،"‫ﺲ‬dari ‫ﺭﺟ‬"
Ibnu Abbas adalah sesuatu yang dimurkai
(Allah)
‫ﺐ‬‫ﺬﹾﻫ‬‫ﻳ‬ ‫ﻥﹾ‬dan ‫ﺃﹶ‬ ‫ﻜﹶﺮﹺ‬termasuk‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﺃﹶﻗﹶﻞﱡ‬ ‫ﺍﻟﹶﺎﻡ‬perbuatan ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺭﲪﻪ‬setan.  ‫ﻲ‬‫ﻌ‬‫ﺎﻓ‬‫ﺸ‬Sa’id ‫ﺍﻟ‬ ‫ﻝﹶ‬‫ﻗﹶﺎ‬
bin
‫ﻲﻲ‬‫ﺃﹶﺑﹺﻓ‬‫ﺑﻦﻲ‬Jabir ‫ﻌ‬‫ﻋﻠﻲﻓ‬
‫ﺍﻟﺸﺎ‬mengartikannya
‫ﻗﹶﻗﹶﺎﺎﻝﹶﻝﹶ‬{
‫ﻭ‬ ‫ﺐ‬‫ﹶﺎﻥ‬‫ﺬﹾﻄﻫ‬‫ﻴ‬‫ﻳ‬‫ﺸ‬ ‫ﺍﻟﻦ‬‫ﻞﹺﻜﹸ‬‫ﻳ‬‫ﻤ‬ ‫ﻋ‬‫ﻢ‬‫ﻟﹶ‬‫ﻦ‬dengan ‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻣ‬‫ﺲ‬‫ﺾ‬‫ﺟ‬‫ﻌ‬‫ﺭﹺﺑ‬} ‫ﺘ‬‫ﺒ‬:‫ﻠﹶ‬‫ﻐ‬‫ﻪ‬‫ﻟ‬‫ﻟﹸ‬‫ﻮ‬‫ﻗﹶﻪ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬
‫“ﻪ‬dosa”,
dan Zaid bin Aslam mengartikannya
.dengan
‫ﺡ‬‫ﺎﺎﻥ‬‫ﻄﹶﺑ‬ ‫ﻡ‬‫ﻴ‬‫ﺸ‬ ‫ﺍﻟﻈﹸﻮ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﻞﹺﻤ‬‫“ﻤ‬keburukan
 ‫ﻋ‬‫ﻪ‬‫ﻣ‬‫ﺎ‬‫ﻛﹶﻠﹶﻦ‬‫ﻣ‬‫ﻂ‬ ‫ﻞﱠ‬‫ﺨﺘ‬‫ﺧ‬‫ﺍﺳ‬‫ﻦ‬‫ﻱ‬‫ﻣ‬‫ﺃﹶ‬yang :‫ﺱﹴﺍﻥﹸ‬ ‫ﺎﻜﹾﺮ‬‫ﺒ‬‫ﺴ‬‫ﻋ‬‫ﺍﻟ‬‫ﻦﹺ‬merupakan
"‫ﺍﺑ‬‫ﺮ‬‫ﻦ‬‫ﺧ‬‫ﺁﻋ‬،‫ﺔﹶﻊﹴ‬‫ﺿ‬ ‫ﺤ‬‫ﻃﹶﻠﹾﻮ‬‫ﻣ‬
bagian dari ‫ﺃﹶ‬ ‫ﻦ‬‫ﺗ‬perbuatan
‫ﻥﹾﺑ‬ ‫ﺪ‬‫ﹶﺃ‬‫ﻳ‬‫ﻮ‬‫ﺯ‬‫ﻫ‬ ‫ﻝﹶ‬ ‫ﺎﺎ‬‫ﻗﹶﻨ‬‫ﺑ‬‫ﺎﻭ‬‫ﺤ‬.‫ﺻ‬‫ﻢ‬setan” ‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﺒ‬‫ﺟ‬"(Tafsir
‫ﻦ‬‫ﺑﻡ‬‫ﻮ‬‫ﻜﹾﺪﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺳ‬Ibnu
Katsir)
‫ﺎ‬‫ﻠﹶﺮ‬‫ﻓﹶﺷ‬‫ﻪ‬‫ﺍﻟﹸﻱ‬‫ﺃﹶﻮ‬:‫ﻢﺃﹶﺣ‬‫ﻞﱠﻠﹶ‬‫ﺳ‬‫ﺘ‬‫ﺨ‬ ‫ﺇﹺﺃﹶﺛﹾ‬:‫ﻭﻗﺎﻝ‬ ‫ﻝﹶﻩ‬‫ﻗﹶﺴِﺎﺮ‬‫ﺑﹺﻭ‬
،‫ﻛﹶﻠﹶﺎﻡﹴ‬ ‫ﻢ‬‫ﻓﹶﻬ‬‫ﻭ‬‫ﺰﹴ‬‫ﻴﹺﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺗ‬ ‫ﺔﹸ‬‫ﻴ‬‫ﻘ‬‫ﺑ‬‫ﻟﹶﻪ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﻥﹾ‬‫ﺍ‬‫ﻭ‬‫ﻪ‬.‫ﻟﹸ‬‫ﺍﻥ‬‫ﺃﹶﻄﹶﻗﹾﺎﻮ‬‫ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﺸ‬‫ﺎﻟﹸﺍﻟﻪ‬‫ﺃﹶﻓﹾﻞﹺﻌ‬‫ﻤ‬ ‫ﻢ‬‫ﻋ‬‫ﻈ‬‫ﻦ‬‫ﺘ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ﺗ‬
5. Pendapat Ulama mengenai definisi dan
batasan
‫ﺐﹺ‬‫ﺑﹺﻴ‬‫ﺪ‬‫ﻟ‬ ‫ﺓﹲ‬‫ﺰ‬‫ﻫ‬mabuk ‫ﻭ‬ ‫ﺎﻁﹲ‬‫ﺸ‬‫ﻧ‬sebagai  ‫ﺮﹺ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﺏﹺ‬berikut: ‫ﺮ‬‫ﺑﹺﺸ‬ ‫ﻟﹶﻪ‬ ‫ﻞﹶ‬‫ﺼ‬‫ﺣ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻓﹶﺎﹶ‬
‫ﻦ‬‫ﺐ‬‫ﻣ‬‫ﻫ‬ ‫ﺬﹾﺊﹲ‬‫ﻳ‬‫ﻴ‬‫ﻥﹾﺷ‬‫ﻞﱠﺃﹶ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﺘ‬‫ﻜﹶﺨ‬‫ﻳ‬‫ﺴ‬ ‫ﺍﻟﻢ‬‫ﻟﹶ‬‫ﻞﱡﻭ‬‫ﻗﹶ‬‫ﺃﹶﺪ‬‫ﻌ‬‫ﻡ‬‫ﺑ‬‫ﻟﹶﺎ‬‫ﺍﻪ‬‫ﻴ‬‫ﻲﻠﹶ‬‫ﻋ‬‫ﻓ‬‫ﺍﷲﻝﹺ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻟﹶﻢ‬ ‫ﻦ‬‫ﻜﻲ‬‫ﻌ‬‫ﺎﻟﹶﻓ‬‫ﻭ‬‫ﺸ‬ ‫ﺍﻟﺮﹺ‬‫ﻤ‬ ‫ﻝﹶ‬‫ﺍﻗﹶﻟﹾﺎﺨ‬
‫ﻮ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬ ‫ﺭﲪﻪ‬
 ‫ﻪ‬‫ﺎﺗ‬‫ﻝﹶﻠﹶ‬‫ﺎﺻ‬‫ﻗﹶ‬‫ﻭ‬‫ﺢ‬ ‫ﺼ‬
‫ﻲﻩ‬‫ﺬ‬‫ﻓ‬‫ﻫ‬ ‫ﻲ‬‫ﻲ‬‫ﻌ‬‫ﻓ‬‫ﺍﻟﺸﺎﻓ‬ ‫ﺐ‬‫ﺘ‬‫ﻓﹶﻫ‬‫ﻲﺬﹾ‬‫ﻳ‬‫ﺣ‬‫ﻜﹸﺎﻦ‬‫ﺼ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻟ‬‫ﻢ‬ ‫ﻢﹺﻟﹶ‬ ‫ﺎﻜﹾ‬‫ﻣ‬‫ﺣ‬ ‫ﺾ‬  ‫ﻲ‬‫ﻌ‬‫ﻓ‬‫ﺑ‬ ‫ﻮ‬‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﻬ‬‫ﻓﹶﻠﹶﺒ‬‫ﻐ‬‫ﻟ‬‫ﻪ‬‫ﻠ‬‫ﻘﹾﻪ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬‫ﻋ‬
‫ﺎﺡ‬‫ﺑ‬ ‫ﻡ‬‫ﻈﹸﻮ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﻪ‬‫ﻛﹶﻠﹶﺎﻣ‬‫ﻞﱠ‬‫ﻑ‬ ‫ﺘ‬‫ﺍﻼﹶﺧ‬‫ﺧ‬‫ﻦ‬‫ﺎﻣ‬‫ﻥﹸﺑﹺﻠﹶ‬‫ﺍﻪ‬‫ﺮ‬‫ﻓﹶﻜﹾﺎﺗ‬‫ﺮ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﺼ‬‫ﺗ‬"‫ﻊﹺ‬‫ﻴ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺧ‬‫ﺁﺟ‬‫ﻭ‬‫ﻝﹺﻊﹴ‬‫ﺎﺿ‬‫ﺤ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻣ‬
‫ﻓﹶﻠﹶﺎ‬ ‫ﺍﻟﹸﻪ‬‫ﻮ‬‫ﺃﹶﺣ‬ ‫ﻞﱠ‬‫ﺘ‬‫ﺨ‬‫ﺗ‬ ‫ﹶﺃﻥﹾ‬ ‫ﻮ‬‫ﻫ‬ ‫ﺎ‬‫ﻨ‬‫ﺎﺑ‬‫ﺤ‬‫ﺃﹶﺻ‬ ‫ﻭﻗﺎﻝ‬"‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ﻜﹾﺘ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﻩ‬‫ﺴِﺮ‬ ‫ﺑﹺ‬
،‫ﻛﹶﻠﹶﺎﻡﹴ‬ ‫ﻢ‬‫ﻓﹶﻬ‬‫ﻭ‬‫ﺰﹴ‬‫ﻴﹺﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺗ‬ ‫ﺔﹸ‬‫ﻴ‬‫ﻘ‬‫ﺑ‬‫ﻟﹶﻪ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﻥﹾ‬‫ﺍ‬‫ﻭ‬‫ﺍﻟﹸﻪ‬‫ﺃﹶﻗﹾﻮ‬‫ﻭ‬‫ﺎﻟﹸﻪ‬‫ﺃﹶﻓﹾﻌ‬ ‫ﻢ‬‫ﻈ‬‫ﺘ‬‫ﻨ‬‫ﺗ‬
‫ﺐﹺ‬‫ﺑﹺﻴ‬‫ﺪ‬‫ﻟ‬ ‫ﺓﹲ‬‫ﺰ‬‫ﻫ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﻁﹲ‬‫ﺸ‬‫ﻧ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﺏﹺ‬‫ﺮ‬‫ﺑﹺﺸ‬ ‫ﻟﹶﻪ‬ ‫ﻞﹶ‬‫ﺼ‬‫ﺣ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺎ‬‫ﻓﹶﺎﹶﻣ‬
‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺊﹲ‬‫ﻴ‬‫ﺷ‬ ‫ﻞﱠ‬‫ﺘ‬‫ﺨ‬‫ﻳ‬ ‫ﻟﹶﻢ‬‫ﻭ‬ ‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﻝﹺ‬‫ﻮ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬ ‫ﻟﹶﻢ‬ ‫ﻦ‬‫ﻟﹶﻜ‬‫ﻭ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬
‫ﻩ‬‫ﺬ‬‫ﻫ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﺎﺗ‬‫ﺻ‬ ‫ﺢ‬‫ﺼ‬‫ﻓﹶﺘ‬ ‫ﻲ‬‫ﺎﺣ‬‫ﺍﻟﺼ‬ ‫ﻜﹾﻢﹺ‬‫ﺣ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﻮ‬‫ﻓﹶﻬ‬ ‫ﻪ‬‫ﻘﹾﻠ‬‫ﻋ‬
‫ﻼﹶﻑ‬‫ﺧ‬‫ﺑﹺﻠﹶﺎ‬‫ﻪ‬‫ﻓﹶﺎﺗ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﺗ‬‫ﻊﹺ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺟ‬‫ﻭ‬‫ﺎﻝﹺ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬
“Imam as-Syafi’i berkata dalam kitab 
al-Umm bahwa batasan mabuk adalah
jika hilang akalnya sehingga tidak bisa
berjalan. Dan di tempat lain as-Syafi’i
menyatakan: orang mabuk itu adalah
orang yang bicaranya tidak teratur dan
membuka rahasianya yang tersembunyi.
Para ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa
orang mabuk itu ialah orang yang tingkah
lakunya tidak karuan sehingga perbuatan
dan perkataannya tidak teratur, walaupun

690
‫ﻗﺎﻝ ‪‬ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ‪‬ﺭﲪﻪ ‪‬ﺍﷲ ‪‬ﰲ ‪‬ﺍﻻﻡ ‪‬ﺃﻗﻞ ‪‬ﺍﻟﺴﻜﺮ ‪‬ﺃﻥ ‪‬ﻳﺬﻫﺐ ‪‬ﻋﻨﻪ‪‬‬
‫ﻟﻐﻠﺒﺘﻪ ‪‬ﺑﻌﺾ ‪‬ﻣﺎ ‪‬ﱂ ‪‬ﻳﻜﻦ ‪‬ﻳﺬﻫﺐ ‪‬ﻭﻗﺎﻝ ‪‬ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ‪‬ﰲ ‪‬ﻣﻮﺿﻊ‪‬‬
‫ﺑﺴﺮﻩ‪‬ﺍﳌﻜﺘﻮﻡ‪‬‬ ‫ﺍﳌﻨﻈﻮﻡ‪‬ﺑﺎﺡ‪‬‬
‫‪HIMPUNAN‬‬ ‫ﻛﻼﻣﻪ‪‬‬
‫‪FATWA‬‬ ‫‪ULAMA‬ﺍﺧﺘﻞ‪‬‬
‫‪MAJELIS‬‬ ‫ﺍﻟﺴﻜﺮﺍﻥ‪‬ﻣﻦ‬ ‫ﺁﺧﺮ‪"‬‬
‫‪INDONESIA‬‬

‫ﺃﻓﻌﺎﻟﻪ‪‬‬ ‫" ‪‬ﻭﻗﺎﻝ ‪‬ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ‪‬ﻫﻮ ‪‬ﺃﻥ ‪‬ﲣﺘﻞ ‪‬ﺃﺣﻮﺍﻟﻪ ‪‬ﻓﻼ ‪‬ﺗﻨﺘﻈﻢ ‪‬‬
‫‪masih punya sedikit kesadaran dan daya‬‬
‫ﺣﺼﻞ‪‬‬ ‫ﻛﻼﻡ‪ ،‬ﻓﺎﻣﺎ ‪‬ﻣﻦ‪‬‬
‫‪pengertian.‬‬ ‫‪Adapun‬‬‫ﲤﻴﻴﺰ ‪‬ﻭﻓﻬﻢ ‪‬‬
‫‪orang‬‬ ‫‪yang‬ﻟﻪ ‪‬ﺑﻘﻴﺔ ‪‬‬
‫ﻭﺍﻥ ‪‬ﻛﺎﻥ ‪‬‬ ‫ﻭﺃﻗﻮﺍﻟﻪ ‪‬‬
‫‪menjadi‬‬
‫‪bersemangat dan agak pening-pening,‬‬
‫‪tetapi‬ﱂ‪‬‬
‫‪masih‬ﻭﻟﻜﻦ ‪‬‬ ‫ﻟﺪﺑﻴﺐ ‪‬ﺍﳋﻤﺮ‬‫‪dapat‬‬ ‫ﻭﻫﺰﺓ ‪‬‬ ‫ﺍﳋﻤﺮ ‪‬ﻧﺸﺎﻁ ‪‬‬
‫‪menguasai‬‬ ‫ﺑﺸﺮﺏ ‪‬‬
‫‪diri,‬‬ ‫‪akibat‬‬ ‫ﻟﻪ ‪‬‬
‫ﰲ ‪dari‬‬
‫ﺣﻜﻢ‪‬‬ ‫‪minuman‬‬
‫‪ khamar,‬ﻋﻘﻠﻪ ‪‬ﻓﻬﻮ ‪‬‬
‫‪maka‬ﳜﺘﻞ ‪‬ﺷﺊ ‪‬ﻣﻦ‬ ‫ﺑﻌﺪ ‪‬ﻭﱂ ‪‬‬ ‫‪ia termasuk‬‬
‫ﻳﺴﺘﻮﻝ ‪‬ﻋﻠﻴﻪ‬
‫‪orang yang tidak mabuk. Orang yang‬‬
‫ﺑﻼ‪‬‬ ‫ﻭﲨﻴﻊ ‪‬ﺗﺼﺮﻓﺎﺗﻪ ‪‬‬
‫‪demikian‬‬ ‫ﺍﳊﺎﻝ ‪itu‬‬ ‫ﺻﻼﺗﻪ ‪‬ﰲ ‪‬ﻫﺬﻩ ‪‬‬
‫‪wudunya,‬‬ ‫ﺍﻟﺼﺎﺣﻲ ‪‬ﻓﺘﺼﺢ ‪‬‬
‫‪shalatnya‬‬ ‫‪dan‬‬
‫‪seluruh amal perbuatannya adalah sah‬‬
‫‪menurut ijma’ para ulama” (al-Majmu’,‬‬ ‫ﺧﻼﻑ‪‬‬‫‪Juz‬‬
‫)‪3, hal. 7‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﺍﺧ‪‬ﺘ‪‬ﻠ‪‬ﻒ‪ ‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺴ‪‬ﻜ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻓﹶﺬﹶﻫ‪‬ﺐ‪ ‬ﺃﹶﺑ‪‬ﻮ ‪‬ﺣ‪‬ﻨﹺﻴﻔﹶﺔﹶ ‪‬ﺇﻟﹶﻰ ‪‬ﺃﹶﻥﱠ ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪‬‬
‫ﺍﻟﺴ‪‬ﻜﹾﺮﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺯ‪‬ﺍﻝﹶ ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾﻌ‪‬ﻘﹾﻞﹸ ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻰ ‪‬ﻟﹶﺎ ‪‬ﻳ‪‬ﻔﹶﺮ‪‬ﻕ‪ ‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‪‬ﺽﹺ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺀِ ‪‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺎ ‪‬ﻳ‪‬ﻌ‪‬ﺮﹺﻑ‪ ‬ﺃﹸﻣ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺯ‪‬ﻭ‪‬ﺟ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‪ ، ‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪‬ﻩ‪ ‬ﺃﹶﺻ‪‬ﺤ‪‬ﺎﺏ‪‬‬
‫ﺍﻟﺸ‪‬ﺎﻓ‪‬ﻌ‪‬ﻲ‪ ‬ﺑﹺﺄﹶﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻓﹾﻀ‪‬ﻰ ‪‬ﺑﹺﺼ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺒﹺﻪ‪ ‬ﺇﻟﹶﻰ ‪‬ﺃﹶﻥﹾ ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﻜﹶﻠﱠﻢ‪ ‬ﺑﹺﻠ‪‬ﺴ‪‬ﺎﻥ‪‬‬
‫ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻜﹶﺴِﺮﹴ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﻨ‪‬ﻰ ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺘ‪‬ﻈ‪‬ﻢﹴ ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﺼ‪‬ﺮ‪‬ﻑ‪ ‬ﺑﹺﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻛﹶﺔ‪ ‬ﻣ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻂ‪‬‬
‫ﺿﻄ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺏﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﻜﹶﻠﹶﺎﻡﹺ ‪‬ﻓﹶﻬ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ﻲﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻳﹺﻞﹴ ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﺫﹶﺍ ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻊ‪ ‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍ ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﺇﹺﻓﹾﻬ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﺿ‪‬ﻄ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺏﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻛﹶﺔ‪ ‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻗ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺻ‪‬ﺎﺭ‪ ‬ﺩ‪‬ﺍﺧ‪‬ﻠﹰﺎ‪‬‬
‫ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪ ‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻜﹾﺮﹺ ‪ ،‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺯ‪‬ﺍﺩ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ ‪‬ﻫ‪‬ﺬﹶﺍ ‪‬ﻓﹶﻬ‪‬ﻮ‪ ‬ﺯﹺﻳ‪‬ﺎﺩ‪‬ﺓﹲ ‪‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪‬‬
‫ﻒ‪‬ﻓ‪‬ﻲ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺴ‪‬ﻜ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻓﹶﺬﹶﻫ‪‬ﺐ‪‬ﺃﹶﺑ‪‬ﻮ ‪‬ﺣ‪‬ﻨﹺﻴﻔﹶﺔﹶ ‪‬ﺇﻟﹶﻰ‪‬ﺃﹶﻥﱠ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻭ‪‬ﺍﺴ‪‬ﺧ‪‬ﺘ‪‬ﻜﹾﻠ‪‬ﺮﹺ‪‬‬
‫‪“dan ulama berbeda pendapat tentang‬‬
‫‪batasan‬‬
‫‪mabuk.‬ﻕ‪ ‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‪‬ﺽﹺ‬ ‫‪Menurut‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻰ ‪‬ﻟﹶﺎ ‪‬ﻳ‪‬ﻔﹶﺮ‪‬‬ ‫‪Imam‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾﻌ‪‬ﻘﹾﻞﹸ ‪‬‬ ‫‪Abu‬ﺮﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺯ‪‬ﺍﻝﹶ‬ ‫ﺍﻟ‪‬ﺴ‪‬ﻜﹾ‬
‫‪Hanifah‬ﻥﹼ‪‬‬
‫ﺏ‪‬‬ ‫ﺍﳌﺴﻠﻤﲔ‪،‬ﺤ‪‬ﺎﻭﺃ‬ ‫ﻋﻠﻤﺎﺀﻭ‪‬ﺣ‪‬‬
‫‪batasan‬ﺪ‪‬ﻩ‪ ‬ﺃﹶﺻ‪‬‬ ‫ﻋﻨﺪﺟ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‪ ، ‬‬ ‫ﳒﺎﺳﺘﻬﺎ‪‬ﺯ‪‬‬
‫‪mabuk‬ﻭ‪‬‬ ‫‪ialah‬ﺃﹸﻣ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬‬
‫ﳐﺘﻠﻒﺮﹺ ‪‬ﻑ‪‬ﰲ ‪‬‬ ‫ﺍﳋﻤﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺎ‬
‫‪hilangnya‬ﻳ‪‬ﻌ‪‬‬ ‫ﺃﻭﻥﹼ‪‬ﺍﻟ‪‬ﺴ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺀِ‬
‫‪akal sehingga tidak bisa membedakan‬‬
‫‪antara‬ﻥﹼ‪‬‬
‫ﻗﻄﻌﺎ‪ ،‬ﺴ‪‬ﺎﻭﺃﻥ‪‬‬
‫‪langit‬ﻜﹶﻠﱠﻢ‪ ‬ﺑﹺﻠ‪‬‬
‫ﺍﻟﻜﺤﻮﻝﺘ‪‬‬
‫‪dan‬ﹶﻰ ‪‬ﺃﹶﻥﹾ ‪‬ﻳ‪‬‬ ‫ﻭﻓﻴﻪﺇﻟ‬
‫‪ bumi‬ﺣ‪‬ﺒﹺﻪ‪ ‬‬‫ﺣﻨﻴﻔﺔ‪‬ﺎ‬
‫‪‬ﻰ ‪‬ﺑﹺﺼ‬ ‫ﺃﰊﻀ ‪‬‬‫‪dan‬‬ ‫ﻋﻨﺪ ‪‬ﺃﹶ‪‬ﻓﹾ‬ ‫ﻃﺎﻫﺮﻧ‪‬ﻪ‪‬‬
‫‪tidak‬ﻣ‪‬ﺎ‬ ‫‪bisa‬ﻌ‪‬ﻲ‪ ‬ﺑﹺﺄﹶ‬‫ﺍﻟﻨﺒﻴﺬﻓ‪‬‬
‫ﺍﻟﺸ‪‬ﺎ‬
‫ﻛﺤﻮﻻ‪،‬‬ ‫ﻟﻴﺴﺖ‪‬ﻣ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻂ‪‬‬
‫‪membedakan‬‬
‫‪Menurut‬‬ ‫‪ulama‬ﺮ‪‬ﻛﹶﺔ‪‬‬‫ﺍﻹﻓﺮﳒﻴﺔﺑﹺ‪‬ﺤ‪‬‬ ‫‪antara‬‬
‫ﺍﻷﻋﻄﺎﺭﺘ‪‬ﺼ‪‬‬
‫‪Syafi’iyah,‬ﺮ‪‬ﻑ‪ ‬‬ ‫ﻭﺃﻥﺘ‪‬ﻈ‪‬ﻢﹴ ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬‬
‫‪ibunya‬‬
‫ﲬﺮﺍ‪،‬ﺮﹺ‬
‫‪ batasan‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬‬‫ﻟﻴﺲﻨ‪‬ﻰ ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬‬
‫‪dan‬‬ ‫ﺍﻟﻜﺤﻮﻝ‪‬‬
‫‪istrinya.‬‬
‫‪mabuk‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬‬ ‫ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻜﹶﺴِﺮﹴ‬
‫ﺍﳌﻮﺍﺩ‪‬‬ ‫‪jika‬ﻠ‪‬ﹶﺎﻡﹺﻣﻦ‪‬ﻓﹶﻬ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‬
‫‪ialah‬‬ ‫ﻏﲑﻫﺎﻜﹶ‬
‫‪orang‬ﺏﹺ ‪‬ﺍﻟﹾ‬‫ﻳﻮﺟﺪﻄ‪‬ﺮ‪‬ﺍﰲ‬
‫‪yang‬ﻦ‪ ‬ﺍﺿ‪‬‬ ‫ﻛﻤﺎ‬
‫ﺍﻟﻜﺤﻮﻝﻤ‪‬ﻊ‪ ‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬‬
‫‪mabuk‬ﺟ‪‬‬ ‫ﻓﻴﻬﺎ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﺫﹶﺍ‬ ‫‪tersebut‬ﻤ‪‬ﺎﻳﹺﻞﹴ‬
‫ﻳﻮﺟﺪ‬
‫ﻭﺇﳕﺎﺸ‪‬ﻲﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻣ‪‬‬
‫‪bicaranya tidak karuan sehingga tidak‬‬
‫ﻋﻨﺪ‪‬‬
‫‪bisa‬‬‫‪dipahami‬ﺎ‪‬ﺭ‪‬ﺣ‪‬ﺩﱴ‪‬ﺍ‪‬ﺧ‪‬ﻠﹰﺎ‬
‫ﺻ‬‫ﺑﻨﺠﺎﺳﺘﻬﺎ‬
‫ﻟﻠﻘﻮﻝ‪‬ﻭ‪‬ﻗ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺎ ‪‬‬‫‪dan‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺎ‬ ‫ﻭﺟﻪﺔ‪‬‬
‫‪berjalan‬ﺍﻟﹾﻻ ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻛﹶ‬
‫ﺏﹺ‪‬‬‫ﺑﺎﻹﲨﺎﻉ‪،‬ﻄ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻭﺃﻧ‪‬ﻪ‬
‫‪dengan‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﺿ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻄﺎﻫﺮﺓ‪‬ﻭ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﺇﹺﻓﹾﻬ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺎ‬
‫‪،sempoyongan.‬‬
‫‪‬ﻲ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫‪،‬‬ ‫‪Sedangkan‬ﹶﺍ ‪‬ﺝﻓﹶ ‪‬ﻬ‪‬ﻮ‪‬ﺯﹺﻳ‬
‫ﺹ‪‬ﺎ ‪‬ﺩ‪‬ﺓﹲ ‪‬ﻓ‬ ‫ﺍﳌﻨﺎﺭﺬ‬
‫ﺗﻔﺴﲑﻠ‪‬ﹶﻰ ‪‬ﻫ‪‬‬
‫ﺍﳋﻤﺮ‪‬ﺎ ‪)‬ﺯ‪‬ﺍﺩ‪ ‬ﻋ‪‬‬
‫ﺑﻨﺠﺎﺳﺔ ‪ ،‬ﻭ‪‬‬
‫‪jika‬ﻣ‬ ‫ﺍﻟﻘﺎﺋﻠﲔﺪ‪‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻜﹾ‬
‫‪kondisinya‬ﺮﹺ‬‫ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺣ‪‬‬
‫‪lebih dari itu maka orang tersebut telah‬‬
‫‪(‬ﻜﹾﺮﹺ‪‬‬
‫‪sangat mabuk”. (al-Ahkam as-Sulthaniyah,‬‬ ‫ﺍﻟﺴ‪‬‬
‫)‪Juz 1 hal. 462‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺑﻨﺴﺐ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﻐﺬﺍﺋﻴﺔ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﳌﻮﺍﺩ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻛﺜﲑ‬ ‫‪‬‬ ‫ﰲ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻣﻮﺟﻮﺩ‬
‫ﺃﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬ﻣ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﻠﹶﻒ‪ ‬ﻓ‪‬ﻲ‪ ‬ﻧ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪ ‬ﺪ ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﺎﺀِ ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺴ‪‬ﻠ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪،‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﺍﻟﻜﺤﻮﻝ‬
‫‪...‬‬
‫ﻟﻠﺘﻄﻬﲑﻄﹾﻌ‪‬ﺎ‪،‬‬
‫ﻳﺴﺘﻌﻤﻞﻜﹸ ‪‬ﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹸ ‪‬ﻗﹶ‬ ‫ﻷﻧﻪ‪‬ﻭ‪‬ﻓ‪‬ﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾ‬
‫ﻣﺴﺘﻘﺬﺭ‪،‬ﺣ‪‬ﻨﹺﻴ‪‬ﻔﹶﺔﹶ‬
‫ﻏﲑﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪ ‬ﺃﹶﺑﹺﻲ ‪‬‬
‫ﻭﻫﻮﺎ ‪‬ﻫ‪‬ﺮ‪ ‬‬
‫ﻣﺘﻔﺎﻭﺗﺔ‪،‬ﺒﹺﻴ‪‬ﺬﹶ ‪‬ﻃﹶ‬
‫ﻭ‪‬ﺃﹶﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬‬
‫ﳚﻌﻞ‪‬‬
‫ﻭﻏﲑﻫﺎ‪‬ﺴ‪‬ﺖ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﻈﺎﻓﺔﻓﹾ‪‬ﺮﹺﳒ‪‬ﻴ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﻟﹶﻴ‪‬‬
‫ﺍﻟﻄﺒﻴﺔﻋ‪ ‬ﹶﻄﺎﺭ‪ ‬ﺍﻹِ‬
‫ﺍﻷﻏﺮﺍﺽﺃﹶ‪‬ﻥﱠ ‪‬ﺍﻷَ‬
‫ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ‪‬ﺲ‪‬ﰲ‪‬ﺧ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‪ ،‬ﻭ‪‬‬
‫ﻭﺷﻴﻮﻉﻜﹸ‪‬ﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹶ ‪‬ﻟﹶﻴ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺃﹶﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﹾ‬
‫ﻟﻘﺮﺁﻥﻓ‪.‬ﻲ‪‬‬
‫ﺑﻨﺺ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺟ‪‬ﺪ‪ ‬‬ ‫ﻣﻨﻔﻲﻛﹶ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻳ‪‬‬
‫ﻭﻫﻮﻮ‪‬ﻝﹸ ‪‬‬‫ﺍﳊﺮﺝ‪،‬ﻟﹾ‪‬ﻜﹸﺤ‪‬‬
‫ﺑﺎﺏ‪‬ﻓ‪‬ﻴ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍ‬
‫ﻣﻦ‪‬ﻮ‪‬ﺟ‪‬ﺪ‪‬‬
‫ﺑﻨﺠﺎﺳﺘﻪﻤ‪‬ﺎ‪ ‬ﻳ‪‬‬
‫ﺍﻟﻘﻮﻝﻮ‪‬ﻟﹰ‪‬ﺎ‪ ،‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬‬
‫ﻛﹸﺤ‪‬‬
‫‪691‬ﻫ‪‬ﺎ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺩ‪‬ﺍﻟﻄﱠﺎﻫ‪‬ﺮ‪‬ﺓ‪‬ﺑﹺﺎﻹِﺟ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻉﹺ‪،‬ﻭ‪‬ﺃﹶﻧ‪ّ‬ﻪ‪‬ﻟﹶﺎ‪‬ﻭ‪‬ﺟ‪‬ﻪ‪‬ﻟ‪‬ﻠﹾﻘﹶﻮ‪‬ﻝﹺ‪‬‬ ‫ﻏﹶ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ‬
‫ﻫﺬﻩ ‪‬ﻫﻲ ‪‬ﻣﻌﺮﻛﺔ ‪‬ﺍﻟﻜﺤﻮﻝ ‪‬ﻋﺮﺿﺘﻬﺎ ‪‬ﺑﺸﻲﺀ ‪‬ﻣﻦ ‪‬ﺍﻟﺘﻔﺼﻴﻞ‪‬‬
‫ﺑﹺﻨ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻰ ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪ ‬ﺍﻟﹾﻘﹶﺎﺋ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺑﹺﻨ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺔ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮﹺ ‪)‬ﺗﻔﺴﲑ‪‬‬
‫ﻟﺘﺘﻀﺢ ‪‬ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ‪‬ﻋﻨﻪ‪ ،‬ﻭﻫﻮ ‪‬ﻣﺘﻔﻖ ‪‬ﻋﻠﻰ ‪‬ﺣﺮﻣﺔ ‪‬ﺷﺮﺑﻪ‪ ،‬ﳐﺘﻠﻒ‪‬‬
‫ﺍﳌﻨﺎﺭ‪‬ﺝ‪‬ﺹ‪(،،‬‬
‫‪‬‬
‫ﺍﻟﺸ‪‬ﺎﻓ‪‬ﻌ‪‬ﻲ‪ ‬ﺑﹺﺄﹶﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻓﹾﻀ‪‬ﻰ ‪‬ﺑﹺﺼ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺒﹺﻪ‪ ‬ﺇﻟﹶﻰ ‪‬ﺃﹶﻥﹾ ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﻜﹶﻠﱠﻢ‪ ‬ﺑﹺﻠ‪‬ﺴ‪‬ﺎﻥ‪‬‬
‫ﺃﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬ﻣ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﻠﹶﻒ‪ ‬ﻓ‪‬ﻲ‪ ‬ﻧ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪ ‬ﺪ ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﺎﺀِ ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺴ‪‬ﻠ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪،‬‬
‫ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻜﹶﺴِﺮﹴ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﻨ‪‬ﻰ ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺘ‪‬ﻈ‪‬ﻢﹴ ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﺼ‪‬ﺮ‪‬ﻑ‪ ‬ﺑﹺﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻛﹶﺔ‪ ‬ﻣ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻂ‪‬‬
‫‪BIDANG POM DAN IPTEK‬‬
‫ﻭ‪‬ﺃﹶﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺒﹺﻴ‪‬ﺬﹶ ‪‬ﻃﹶﺎﻫ‪‬ﺮ‪ ‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪ ‬ﺃﹶﺑﹺﻲ ‪‬ﺣ‪‬ﻨﹺﻴ‪‬ﻔﹶﺔﹶ ‪‬ﻭ‪‬ﻓ‪‬ﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾﻜﹸﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹸ ‪‬ﻗﹶﻄﹾﻌ‪‬ﺎ‪،‬‬
‫ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ﻲﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻳﹺﻞﹴ ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﺫﹶﺍ ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻊ‪ ‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﺿ‪‬ﻄ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺏﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﻜﹶﻠﹶﺎﻡﹺ ‪‬ﻓﹶﻬ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬‬
‫‪‬ﻮﺎ‪‬ﺭ‪ ‬ﺣ‪‬ﺍﻨﹺﻴﻹِﻔﹶﻓﹾﺔﹶﺮﹺ‪‬ﺇﻟﳒ‪‬ﻴ‪‬ﹶﻰﺔﹶ ‪‬ﺃﻟﹶﻴ‪‬ﻥﱠ‪‬ﺴ‪‬ﺣ‪‬ﺖ‪‬ﺪ‪‬‬ ‫ﺴ‪‬ﺮ‪‬ﻜ‪‬ﺍ‪،‬ﺮﹺ ‪‬ﻓﹶﻭ‪‬ﺃﹶﺬﹶﻥﱠﻫ‪‬ﺍﺐ‪‬ﻷَ‪‬ﺃﹶﻋ‪‬ﺑ ﹶﻄ‬ ‫ﺲ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﻤ‪‬ﺧ‪‬ﻤ‬ ‫ﺤ‪‬ﻓﻮ‪‬ﻲﻝﹶ‪‬ﻟﹶﻴ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪ ‬‬ ‫ﻒ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻭﺃﹶ‪‬ﺍﻥﱠﺧ‪‬ﺘ‪‬ﺍﻠ‪‬ﻟﹾﻜﹸ‬
‫ﻭ‪‬ﺇﹺﻓﹾﻬ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﺿ‪‬ﻄ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺏﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻛﹶﺔ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻗ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺻ‪‬ﺎﺭ‪ ‬ﺩ‪‬ﺍﺧ‪‬ﻠﹰﺎ‪‬‬
‫ﺽﹺ‪‬‬ ‫ﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻜﹾﻟﹰﺮﹺﺎ‪ ،‬ﻣ‪‬ﺎﻭ‪‬ﺇﹺ‪‬ﻧ‪‬ﺯﻤ‪‬ﺍﺎﻝﹶ‪‬ﻳ‪‬ﻣ‪‬ﻮ‪‬ﻌ‪‬ﺟ‪‬ﻪ‪‬ﺪ‪‬ﺍﻟﹾ‪‬ﻌ‪‬ﻓ‪‬ﻴ‪‬ﻘﹾﻬ‪‬ﻞﹸﺎ ‪‬ﺍﻟﹾﺣ‪‬ﺘﻜﹸ‪‬ﻰﺤ‪‬ﻟﻮ‪‬ﹶﺎﻝﹸ‪‬ﻳ‪‬ﻔﹶﺮ‪‬ﻛﹶﻤ‪‬ﻕ‪‬ﺎ ‪‬ﺑ‪‬ﻳ‪‬ﻴ‪‬ﻮ‪‬ﻦ‪‬ﺟ‪‬ﺍﻟﹾﺪ‪‬ﺄﹶ ‪‬ﺭ‪‬ﻓ‪‬ﻲ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻛﹸﺴ‪‬‬
‫ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪ ‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻜﹾﺮﹺ ‪ ،‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺯ‪‬ﺍﺩ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ ‪‬ﻫ‪‬ﺬﹶﺍ ‪‬ﻓﹶﻬ‪‬ﻮ‪ ‬ﺯﹺﻳ‪‬ﺎﺩ‪‬ﺓﹲ ‪‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪‬‬
‫ﺏ‪‬‬ ‫ﺻ‪‬ﻠﹾﻘﹶﺤ‪‬ﺎﻮ‪‬ﻝﹺ‬ ‫ﻏﹶﻭﻴ‪‬ﺍﻟﺮﹺﻫ‪‬ﺴ‪‬ﺎ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺀِﻦ‪‬ﺍﻭ‪‬ﹾﻟﹶﺎﻤ‪‬ﻮﻳ‪‬ﺍﻌ‪‬ﺩ‪‬ﺮﹺﺍﻟﻑ‪‬ﻄﱠﺎ‪‬ﺃﹸﻫ‪‬ﻣ‪‬ﺮ‪‬ﻪ‪‬ﺓ‪ ‬ﺑﹺﻣ‪‬ﺎﻦ‪‬ﻹِ ‪‬ﺟ‪‬ﺯ‪‬ﻤ‪‬ﻭ‪‬ﺎﺟ‪‬ﻉﹺﺘ‪،‬ﻪ‪‬ﻭ‪،‬ﺃﹶﻧ‪ّ‬ﻪ‪‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺎﺣ‪‬ﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻩ‪ ‬ﺟ‪‬ﺃﹶﻪ‪‬ﻟ‪‬‬
‫ﺍﻟﺴ‪‬ﻜﹾﺮﹺ‪‬‬
‫ﺗﻔﺴﲑﻥ‪‬‬ ‫ﺠ‪‬ﻟﺎﹶﻰﺳ‪‬ﺔ‪‬ﺃﹶ‪‬ﺍﻥﹾﻟﹾ‪‬ﻳ‪‬ﺨﺘ‪‬ﻤ‪‬ﻜﹶﺮﹺﻠﱠﻢ‪)‬ﺑﹺﻠ‪‬ﺴ‪‬ﺎ‬ ‫ﺼ‪‬ﺎﻦ‪‬ﺣ‪‬ﺒﹺﺑﹺﻪ‪‬ﻨ‪ ‬ﺇ‬ ‫‪‬ﻰﻘﹶ‪‬ﺎﺑﹺﺋ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫ﺑﹺﻨ‪‬ﺍﻟﺠ‪‬ﺸﺎ‪‬ﺎﻓ‪‬ﺳ‪‬ﻌﺘ‪‬ﻬ‪‬ﻲ‪‬ﺎ‪‬ﺑﹺ‪‬ﺄﹶﻧ‪‬ﺣ‪‬ﻪ‪‬ﺘ‪ ‬ﻰﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻋ‪‬ﺃﹶﻨ‪‬ﻓﹾﺪ‪‬ﻀ‪‬ﺍﻟﹾ‬
‫‪‬‬
‫‪‬ﻭ‪(‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﺼ‪‬ﺮ‪‬ﻑ‪ ‬ﺑﹺﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻛﹶﺔ‪ ‬ﻣ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻂ‪‬‬ ‫‪‬ﺘ‪،‬ﻈ‪‬ﻢﹴ ‪‬‬ ‫‪‬ﻴ‪،‬ﺮﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬‬ ‫‪‬ﻰ ‪‬ﻏﹶ‬ ‫ﺹ‪‬‬ ‫ﺍﳌﻨﺎﺭ‪‬ﺴِﺝﺮﹴ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﻨ‬ ‫ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻜﹶ‬
‫‪najis‬ﻤ‪‬ﺴ‪‬ﻠ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪،‬‬ ‫‪khamr‬ﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪ ‬ﺪ ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﺎﺀِ ‪‬ﺍﻟﹾ‬ ‫ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﻠﹶﻒ‪ ‬ﻓ‪‬ﻲ‪ ‬ﻧ‪‬ﺠ‪‬ﺎ‬ ‫ﺃﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬ﻣ‪‬‬
‫‪“status‬ﺎ‪‬‬ ‫‪tidaknya‬ﺏﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﻜﹶﻠﹶﺎﻡﹺ ‪‬ﻓﹶﻬ‪‬ﻤ‬ ‫‪ada‬ﺫﹶﺍ ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻊ‪ ‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﺿ‪‬ﻄ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‬ ‫‪perbedaan‬ﻞﹴ ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺ‬ ‫ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ﻲﹺ ‪‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻳﹺ‬
‫‪di‬‬ ‫‪antara‬ﻌ‪‬ﺎ‪،‬‬ ‫‪ulama.‬ﻜﹸﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹸ ‪‬ﻗﹶﻄﹾ‬ ‫‪ Dan‬ﻭ‪‬ﻓ‪‬ﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾ‬ ‫‪nabiz‬ﺣ‪‬ﻨﹺﻴ‪‬ﻔﹶﺔﹶ‬ ‫‪menurut‬ﻨ‪‬ﺪ‪ ‬ﺃﹶﺑﹺﻲ‬ ‫‪Imam‬ﺒﹺﻴ‪‬ﺬﹶ ‪‬ﻃﹶﺎﻫ‪‬ﺮ‪ ‬ﻋ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺃﹶﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬‬
‫‪Abu‬ﹰﺎ‪‬‬‫ﺐﹴ‬ ‫ﺴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻨ‬
‫ﹺ‬ ‫ﺑ‬
‫ﹺ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺔ‬
‫‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺋ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍ‬ ‫ﺬ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻐ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺩ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍ‬ ‫ﻮ‬
‫‪‬‬ ‫ﻤ‬
‫‪‬‬
‫‪demikian‬ﻄ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺏﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻛﹶﺔ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻗ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺻ‪‬ﺎﺭ‪ ‬ﺩ‪‬ﺍﺧ‪‬ﻠ‬
‫‪Hanifah‬‬ ‫‪tidaklah‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻦ‬
‫‪‬‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺮ‬
‫ﹴ‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺜ‬
‫‪‬‬‫ﻛ‬
‫ﹶ‬
‫‪najis,‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻲ‬
‫‪‬‬ ‫ﻓ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺿ‪‬ﺩ‪‬‬‫‪pula‬ﺤ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻮ‪‬ﻝﹸﻭ‪‬ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺟ‪‬ﻮ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺍﻭ‪‬ﻟﹾﺇﹺﻓﹾﻜﹸﻬ‪‬ﺎ‬
‫‪alkohol.‬‬ ‫‪Alkohol‬ﻓﹾﺮﹺﳒ‪‬ﻴ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﻟﹶﻴ‪‬ﺴ‪‬ﺖ‪‬‬ ‫‪tidaklah‬ﺍﻷَﻋ‪ ‬ﹶﻄﺎﺭ‪ ‬ﺍﻹِ‬ ‫‪sama‬ﺧ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‪ ،‬ﻭ‪‬ﺃﹶﻥﱠ ‪‬‬ ‫‪dengan‬ﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹶ ‪‬ﻟﹶﻴ‪‬ﺲ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺃﹶﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﹾﻜﹸ‬
‫‪...‬‬
‫‪‬ﻲ ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪‬‬ ‫‪minyak‬ﻌ‪‬ﻬ‪‬ﻤ‪‬ﻮ‪‬ﻞﹸ‪ ‬ﺯﹺﻟ‪‬ﻳﻠ‪‬ﺎﺘ‪‬ﺩ‪‬ﺓﹲﻄﹾ ‪‬ﻬﹺﻓﻴ‪‬ﺮﹺ‬
‫ﹶﻰﻧ‪‬ﻪ‪‬ﻫ‪‬ﻳ‪‬ﺬﹶﺍﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻓﹶ‬ ‫‪،wangi‬ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻟ‪‬ﺄﹶ‬
‫‪tidak‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻘﹾﺯ‪‬ﺍﺬ‪‬ﺩ‪‬ﺭﹴ‪‬‬ ‫ﺴ‪‬ﻮ‪‬ﻜﹾ‪‬ﺮﹺﻏﹶ‪‬ﻴ‪،‬‬ ‫‪‬ﻲﺎ‪‬ﻭﹺﺗ‪‬ﺣ‪‬ﺔ‪‬ﺪ‪،‬ﺍﻟﻭ‪‬ﻫ‪‬‬ ‫ﻣ‪‬ﻓﺘ‪‬ﻔﹶ‬
‫‪khamr,‬‬
‫‪dan‬ﻳ‪‬ﻮ‪‬ﺟ‪‬ﺪ‪ ‬ﻓ‪‬ﻲ‬
‫‪berbahan‬‬ ‫‪alkohol‬ﻤ‪‬ﺎ‬
‫‪saja,‬ﻜﹸﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹸ ‪‬ﻛﹶ‬ ‫‪tapi‬ﻓ‪‬ﻴ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﹾ‬ ‫‪di‬ﻳ‪‬ﻮ‪‬ﺟ‪‬ﺪ‪‬‬ ‫)‪(hanya‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬‬
‫‪dalamnya‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫ﻛﹸﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻟﹰﺎ‪ ،‬‬
‫ﻭ‪‬ﺍﻟﺷ‪‬ﺴ‪‬ﻴ‪‬ﻮ‪‬ﻜﹾﺮﹺﻉ‪‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻪ‪ ‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﻏﹾﺮ‪‬ﺍﺽﹺ ‪‬ﺍﻟﻄﱢﺒ‪‬ﻴ‪‬ﺔ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻈﹶﺎﻓﹶﺔ‪ ‬ﻭ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺﻫ‪‬ﺎ‪‬‬
‫‪terdapat‬‬‫‪alkohol‬ﻭ‪‬ﺟ‪‬ﻪ‪‬ﻟ‪‬ﻠﹾﻘﹶﻮ‪‬ﻝﹺ‬ ‫‪dan‬ﻉﹺ‪،‬ﻭ‪‬ﺃﹶﻧ‪ّ‬ﻪ‪‬ﻟﹶﺎ‬ ‫‪juga‬ﻹِﺟ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‬ ‫‪beberapa‬ﻫ‪‬ﺮ‪‬ﺓ‪‬ﺑﹺﺎ‬ ‫‪bahan‬ﻦ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺩ‪‬ﺍﻟﻄﱠﺎ‬ ‫ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺﻫ‪‬ﺎ‪‬ﻣ‪‬‬
‫‪lainnya‬‬
‫‪yang‬ﻮ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻔ‪‬ﻲ‪‬ﺑﹺﻨ‪‬ﺺ‪‬‬ ‫‪suci.‬ﺮ‪‬ﺝﹺ‪،‬ﻭ‪‬ﻫ‪‬‬ ‫‪Sehingga‬ﺏﹺ‪‬ﺍﻟﹾﺤ‪‬‬ ‫‪tidak‬ﺑﹺﻨ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﺑ‪‬ﺎ‬ ‫‪ada‬ﻞﹸ‪‬ﺍﻟﹾﻘﹶﻮ‪‬ﻝﹶ‪‬‬ ‫ﻳ‪ ‬ﺠ‪‬ﻌ‪‬‬
‫‪alasan‬‬ ‫‪bagi‬ﻤ‪‬ﺮﹺ ‪)‬ﺗﻔﺴﲑ‬ ‫‪pendapat‬ﺔ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬‬ ‫‪yang‬ﻘﹶﺎﺋ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺑﹺﻨ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬‬ ‫‪menyatakan‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪ ‬ﺍﻟﹾ‬ ‫ﺑﹺﻨ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺣ‪‬ﺘ‪‬ﻰ‬
‫ﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮ‪ ‬ﻣ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﻠﹶﻒ‪ ‬ﻓ‪‬ﻲ‪ ‬ﻧ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻤ‪‬ﺎﺀِ ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺴ‪‬ﻠ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪،‬‬ ‫ﺍﻟﹾﺃﻘﹸﻥﱠﺮ‪‬ﺁﺍﻟﹾﻥ‪.‬‬
‫‪alkohol adalah najis,‬‬ ‫‪bahkan‬‬
‫ﺍﳌﻨﺎﺭ‪‬ﺝ‪‬ﺹ‪(،،‬‬ ‫‪bagi‬‬ ‫‪orang‬‬
‫‪yang‬ﺎ‪،‬‬ ‫‪menyatakan‬ﻝﹸ ‪‬ﻗﹶﻄﹾﻌ‪‬‬‫‪najisnya‬ﻴ‪‬ﻔﹶﺔﹶ ‪‬ﻭ‪‬ﻓ‪‬ﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾﻜﹸﺤ‪‬ﻮ‪‬‬ ‫”‪khamr‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪ ‬ﺃﹶﺑﹺﻲ ‪‬ﺣ‪‬ﻨﹺ‬ ‫‪(Tafsir‬ﻴ‪‬ﺬﹶ ‪‬ﻃﹶﺎﻫ‪‬ﺮ‪ ‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺃﹶﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺒﹺ‬
‫ﺖ‪‬‬
‫)‪al-Manar‬‬ ‫ﺿ‪‬ﺍﺘ‪‬ﻬ‪‬ﻷَﺎﻋ‪‬ﹺﺑﻄﹶﺎﺸ‪‬ﺭ‪ ‬ﻲ‪‬ﺍﺀٍﻹِ‪‬ﻓﹾﻣ‪‬ﺮﹺﻦ‪‬ﳒ‪‬ﻴ‪‬ﺍﻟﺔﹶﺘ‪‬ﻟﹶﻔﹾﻴ‪‬ﺼ‪‬ﺴ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹺ‬ ‫ﺲ‪‬ﻟﹾ‪‬ﻜﹸﺧ‪‬ﺤ‪‬ﻤ‪‬ﻮ‪‬ﺮ‪‬ﻝﹺﺍ‪،‬ﻭ‪‬ﻋ‪‬ﺃﹶﺮ‪‬ﻥﱠ ‪‬‬ ‫ﻫ‪‬ﻭ‪‬ﺃﹶﺬ‪‬ﻩ‪‬ﻥﱠ‪‬ﺍﻟﹾﻫ‪‬ﻜﹸﻲ‪ ‬ﺤ‪‬ﻣ‪‬ﻮ‪‬ﻌ‪‬ﺮ‪‬ﻝﹶ ‪‬ﻛﹶﻟﹶﻴ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﺍ‬
‫ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻜﹸﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹸ ‪‬ﻣ‪‬ﻮ‪‬ﺟ‪‬ﻮ‪‬ﺩ‪ ‬ﻓﹶﻲ‪ ‬ﻛﹶﺜ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹴ ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﹾ ‪‬ﻤﻮ‪‬ﺍﺩ‪ ‬ﺍﻟﹾﻐ‪‬ﺬﹶﺍﺋ‪‬ﻴ‪‬ﺔ‪ ‬ﺑﹺﻨﹺﺴ‪‬ﺐﹴ‪‬‬
‫ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﻳ‪‬ﺔ‪‬ﻮ‪ ‬ﺟ‪‬ﺷ‪‬ﺪ‪‬ﺮ‪‬ﺑﹺ‪‬ﻓ‪‬ﻪ‪،‬ﻲ‪‬‬ ‫ﺼ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻮ‪‬ﻤ‪‬ﺭ‪‬ﺎﺓﹸ ‪‬ﻳ‪‬ﻋ‪‬ﻮ‪‬ﻨ‪‬ﻪ‪‬ﺟ‪،‬ﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻓ‪‬ﻴ‪‬ﻫ‪‬ﻬ‪‬ﻮ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻣ‪‬ﻟﹾﺘ‪‬ﻔﹶﻜﹸﻖ‪‬ﺤ‪ ‬ﻮﻋ‪‬ﻝﹸﻠﹶ ‪‬ﻰﻛﹶ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‬ ‫ﺤ‪‬ﻮ‪‬ﺢ‪‬ﻟﹰ ‪‬ﺎ‪،‬ﺍﻟ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫ﻟ‪‬ﺘ‪‬ﺘ‪‬ﻛﹸﻀ‪‬‬
‫ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻔﹶﺎﻭﹺﺗ‪‬ﺔ‪ ،‬ﻭ‪‬ﻫ‪‬ﻮ‪ ‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮ‪ ‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻘﹾﺬ‪‬ﺭﹴ‪ ،‬ﻟ‪‬ﺄﹶﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻳ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﻟ‪‬ﻠﺘ‪‬ﻄﹾﻬﹺﻴ‪‬ﺮﹺ ‪...‬‬
‫ﻉﹺﹾﻟ‪،‬ﻤ‪‬ﻭ‪‬ﺃﹶﺨ‪‬ﻧ‪ّ‬ﻠﹸﻪ‪‬ﻮ‪‬ﻟﹶﻃﹶﺎﺔ‪ ‬ﻭ‪‬ﺑﹺﻪ‪‬ﺟ‪،‬ﻪ‪‬ﻟ‪‬ﻠﹾﻭ‪‬ﻟﹶﻘﹶﻌ‪‬ﻮ‪‬ﻞﱠﻝﹺ‪‬‬ ‫ﻒ‪‬ﻣ‪‬ﻓ‪‬ﻦ‪‬ﺍﻲ‪‬ﻟﹾ‪‬ﻤ‪‬ﻃﹶﻮ‪‬ﺍﻬ‪‬ﺩ‪‬ﺎ‪‬ﺭ‪‬ﺗ‪‬ﺍﻟﻪ‪‬ﻄﱠ‪‬ﺎﻫ‪‬ﻫ‪‬ﻮ‪‬ﺮ‪‬ﺓ‪‬ﺑﹺﻭ‪‬ﺍﺎﻟﹾﻌ‪‬ﻹِﻄﹸﺟ‪‬ﻮ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺭﹺ ‪‬ﺍ‬ ‫ﻣ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﺮﹺﻠﹶﻫ‪‬ﺎ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﺷ‪‬ﻴ‪‬ﻮ‪‬ﻉ‪ ‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻪ‪ ‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺍﻟﹾﺄﹶﻏﹾﺮ‪‬ﺍﺽﹺ ‪‬ﺍﻟﻄﱢﺒ‪‬ﻴ‪‬ﺔ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻈﹶﺎﻓﹶﺔ‪ ‬ﻭ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺﻫ‪‬ﺎ‪‬‬
‫ﺗﻔﺴﲑ‪‬‬ ‫ﺐ‪‬ﻤ‪‬ﺮﹺﻭ‪‬ﺍﻟ‪)‬ﺘ‪‬ﻄﹾﻬﹺﻴ‪‬ﺮﹺ‬ ‫ﻣ‪‬ﺑﹺﻨ‪‬ﻦ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺍﻟﺘ‪‬ﺳ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺴِﺎﻴ‪‬ﺮﹺ‪ ‬ﺣ‪‬ﺑ‪‬ﺘ‪‬ﻌ‪‬ﻰﺪ‪ ‬ﻋ‪‬ﺷ‪‬ﻨ‪‬ﻴ‪‬ﺪ‪‬ﻮ‪ ‬ﻉﹺﺍﻟﹾ‪‬ﻘﹶﺍﺎﺋ‪‬ﺳ‪‬ﻠ‪‬ﺘ‪‬ﻴ‪‬ﻌ‪‬ﻦ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﻟ‪‬ﺑﹺﻨ‪‬ﻪ‪ ‬ﺠ‪‬ﻓ‪‬ﺎﻲ‪‬ﺳ‪‬ﺔ‪‬ﺍﻟ‪‬ﺍﻟﹾﻄﹼﺨ‪‬‬
‫ﻳ‪‬ﺠ‪‬ﻌ‪‬ﻞﹸ‪‬ﺍﻟﹾﻘﹶﻮ‪‬ﻝﹶ‪‬ﺑﹺﻨ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﺑ‪‬ﺎﺏﹺ‪‬ﺍﻟﹾﺤ‪‬ﺮ‪‬ﺝﹺ‪،‬ﻭ‪‬ﻫ‪‬ﻮ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻔ‪‬ﻲ‪‬ﺑﹺﻨ‪‬ﺺ‪‬‬
‫‪‬ﻭ‪(‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺﻫ‪‬ﺎ‪ ،‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹶ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ ‪‬ﺍﻟﹾﻘﹶﻮ‪‬ﻝﹺ‪‬‬ ‫‪‬ﻄﹸ‪،‬ﻮ‪‬ﺭﹺ ‪‬‬ ‫‪،‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻟﻌ‪‬‬ ‫ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﻠ‪‬ﻔﹶﺔﹾ‬ ‫ﺹ‪‬‬ ‫ﺍﳌﻨﺎﺭﺤ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻴ‪‬ﺝ‪‬ﻞﹺ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﻤ‪‬‬ ‫ﻭﹺﺍﻟﺘ‪‬‬
‫ﺍﻟﹾﻘﹸﺮ‪‬ﺁﻥ‪.‬‬
‫‪“alkohol‬‬ ‫‪terdapat‬ﺭ‪ّ‬ﺓ‪ ،‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﹾ ‪‬ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫‪ di‬ﺍﻟﺴ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺔ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻀ‪‬ﺎ‬ ‫‪banyak‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺩ‪‬‬ ‫‪bahan‬ﺃﹶﻥ ‪‬ﻋﺪ‪ ‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬‬ ‫ﺑﹺﻄﹶ‪‬ﻬ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺗ‪‬ﻪ‪‬‬
‫‪‬‬
‫ﺐﹴ‪‬‬ ‫‪dan‬ﺍﺮ‪‬ﻟﹾ‪‬ﻐ‪‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﺬﹶﺍﻔﹶﺋ‪‬ﻴ‪‬ﻖﹴﺔ‪‬ﺑﹺﻋ‪‬ﻨﹺﻠﹶﻴ‪‬ﺴﻬ‪‬ﺎ‪،‬‬
‫‪makanan‬‬ ‫‪minuman‬ﺍﺳ‪‬ﻟﹾﺘ‪‬ﻬ‪‬ﻤﺎﻮ‪‬ﺍﺩ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬‬
‫ﺨ‪‬ﻤﻲ‪‬ﺮﹺ‪‬ﻓﻛﹶﺈﹺﺜ‪‬ﻴ‪‬ﻥﱠﺮﹴ‪‬ﻧ‪‬ﻣ‪‬ﺠ‪‬ﻦ‪‬ﺎ‬ ‫‪dengan‬ﻓﹶ‬
‫‪kadar‬ﻞﹸﻮ‪‬ﺃﹶﻝﹸﺣ‪‬ﻴ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻧ‪‬ﻮ‪‬ﺎ ‪‬ﺟ‪‬ﻮ‪‬ﻛﹶﺎﺩ‪‬ﻟﹾ‬ ‫ﻳ‪‬ﻭ‪‬ﺍﺴ‪‬ﻟﹾﺘ‪‬ﻌ‪‬ﻜﹸﻤ‪‬ﺤ‪‬‬
‫‪yang‬‬ ‫‪berbeda-beda.‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻔﹾﺼ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹺ‬
‫‪Alkohol‬ﻋ‪‬ﺮ‪‬ﺿ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﹺﺑﺸ‪‬ﻲ‪‬ﺀٍ ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬‬ ‫‪itu‬ﺍﻟﹾﻜﹸﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹺ ‪‬‬ ‫‪bukanlah‬ﻌ‪‬ﺮ‪‬ﻛﹶﺔﹸ‬ ‫ﻫ‪‬ﺬ‪‬ﻩ‪ ‬ﻫ‪‬ﻲ‪ ‬ﻣ‪‬‬
‫‪...‬‬
‫‪zat‬‬ ‫‪yang‬ﺮﹺﺻﻘﺮ‪،‬‬ ‫ﻋﻄﻴﺔﻬﹺ‪‬ﻴ‪‬‬
‫‪kotor,‬ﻞﹸ‪)‬ﻟ‪‬ﻠﺘ‪‬ﻄﹾ‬ ‫‪karena‬ﻴ‪‬ﻪ‪‬ﺮﹺ‪‬ﻳ‪‬ﺍﹾﻟﺴ‪‬ﻌ‪‬ﺘﻨ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬‬
‫ﺐﹺ‬ ‫ﺖ‪  ‬ﻣ‪ia‬ﻦ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻘﹾﻏﹶﻴ‪‬ﺬ‪‬ﺮﹺﺭﹴ‪،‬ﻋ‪‬ﻟ‪‬ﺄﹶﺼ‪‬ﻧ‪‬‬ ‫‪dipergunakan‬ﺮ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺑﹺﺘ‪‬ﻔﹶﺨ‪‬ﺎﺎﻭﹺﺗ‪‬ﺻ‪‬ﺔ‪‬ﺔ‪،‬ﺍ‪‬ﻭ‪‬ﻥﹾﻫ‪‬ﻮ‪‬ﻛﹶﺎ‪‬ﻧ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬‬
‫‪bahan‬ﻣ‪‬ﺔ‪ ‬ﺷ‪‬ﺮ‪‬ﺑﹺﻪ‪،‬‬ ‫‪dan‬ﻪ‪ ،‬ﻭ‪‬ﻫ‪‬ﻮ‪ ‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻔﹶﻖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫‪seringnya‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺓﹸ ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬‬ ‫ﻟ‪‬ﺘ‪‬ﺘ‪‬ﻀ‪‬ﺢ‪ ‬ﺍﻟﺼ‪‬‬
‫‪untuk‬ﺎ‪‬‬ ‫‪pembersih..‬ﺒ‪‬ﻴ‪‬ﺔ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻈﹶﺎﻓﹶﺔ‪ ‬ﻭ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺﻫ‪‬‬ ‫ﺽﹺ ‪‬ﺍﻟﻄﱢ‬ ‫‪‬‬ ‫(‬ ‫‪‬ﺍ‬
‫ﳊﻴﺎﺓ‪،‬ﻟﹾﺄﹶ‪‬ﻏﹾﺮ‪‬‬ ‫ﻭﻣﺸﺎﻛﻞﻪ‪‬ﺍ‪‬ﻓ‪‬ﻲ ‪‬ﺍ‬ ‫ﺍﻹﺳﻼﻡﻉ‪‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻟ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺷ‪‬ﻴ‪‬ﻮ‪‬‬
‫‪alkohol‬‬ ‫‪ dipakai‬ﺑﹺﻪ‪ ،‬ﻭ‪‬ﻟﹶﻌ‪‬ﻞﱠ‬ ‫‪untuk‬ﺍﹾﻟﻤ‪‬ﺨ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﻃﹶﺔ‪‬‬ ‫‪kepentingan‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻌ‪‬ﻄﹸﻮ‪‬ﺭﹺ‬ ‫‪medis,‬ﻓ‪‬ﻲ‪ ‬ﻃﹶﻬ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺗ‪‬ﻪ‪ ‬ﻫ‪‬ﻮ‪‬‬ ‫ﻣ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﻠﹶﻒ‪‬‬
‫ﺺ‪‬‬ ‫‪kebersihan‬‬ ‫‪dan‬ﺝﹺ‪،‬ﻭ‪‬ﻫ‪‬ﻮ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻔ‪‬ﻲ‪‬ﺑﹺﻨ‪‬‬ ‫‪lainnya‬ﺏﹺ‪‬ﺍﻟﹾﺤ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫‪menjadikan‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﺑ‪‬ﺎ‬ ‫ﻳ‪‬ﺠ‪‬ﻌ‪‬ﻞﹸ‪‬ﺍﻟﹾﻘﹶﻮ‪‬ﻝﹶ‪‬ﺑﹺﻨ‪‬‬
‫‪pendapat‬‬
‫‪yang‬ﺐ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻄﹾﻬﹺﻴ‪‬ﺮﹺ‬ ‫‪menajiskan‬ﻓ‪‬ﻲ‪ ‬ﺍﻟﻄﹼ‬ ‫‪alkohol‬ﻴ‪‬ﻮ‪‬ﻉﹺ ‪‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻪ‪ ‬‬ ‫‪sebagai‬ﺮﹺ ‪‬ﺑ‪‬ﻌ‪‬ﺪ‪ ‬ﺷ‪‬‬ ‫ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻴ‪‬ﺴِﻴ‪‬‬
‫‪sesuatu yang berat, dan itu bertentangan‬‬ ‫ﺍﻟﹾﻘﹸﺮ‪‬ﺁﻥ‪.‬‬
‫ﻭﹺﺍﻟﺘ‪‬ﺤ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﻠ‪‬ﻔﹶﺔﹾ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻟﻌ‪‬ﻄﹸﻮ‪‬ﺭﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺﻫ‪‬ﺎ‪ ،‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹶ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ ‪‬ﺍﻟﹾﻘﹶﻮ‪‬ﻝﹺ‪‬‬
‫”‪dengan nash al-Quran‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺑﹺﻄﹶﻬ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺗ‪‬ﻪ‪ ‬ﺃﹶﻥ ‪‬ﻋﺪ‪ ‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺩ‪ ‬ﺍﻟﺴ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺔ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻀ‪‬ﺎﺭ‪ّ‬ﺓ‪ ،‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﹾ ‪‬ﻛﹶﺎﻥﹶ‪‬‬
‫ﻫ‪‬ﺬ‪‬ﻩ‪ ‬ﻫ‪‬ﻲ‪ ‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﺮ‪‬ﻛﹶﺔﹸ ‪‬ﺍﻟﹾﻜﹸﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹺ ‪‬ﻋ‪‬ﺮ‪‬ﺿ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺑﹺﺸ‪‬ﻲ‪‬ﺀٍ ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻔﹾﺼ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹺ‪‬‬
‫ﻳ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺃﹶﺣ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻧ‪‬ﺎ ‪‬ﻛﹶﺎﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ ‪‬ﻧ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪ ‬ﻬﺎ ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮ‪ ‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻔﹶﻖﹴ ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪،‬‬
‫ﻟ‪‬ﺘ‪‬ﺘ‪‬ﻀ‪‬ﺢ‪ ‬ﺍﻟﺼ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺓﹸ ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻪ‪ ،‬ﻭ‪‬ﻫ‪‬ﻮ‪ ‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻔﹶﻖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺔ‪ ‬ﺷ‪‬ﺮ‪‬ﺑﹺﻪ‪،‬‬
‫ﻭ‪‬ﺑﹺﺨ‪‬ﺎﺻ‪‬ﺔ‪ ‬ﺍ‪‬ﻥﹾ ‪‬ﻛﹶﺎﻧ‪‬ﺖ‪ ‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻋ‪‬ﺼ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﺍﹾﻟﻌ‪‬ﻨ‪‬ﺐﹺ ‪)‬ﻋﻄﻴﺔ ‪‬ﺻﻘﺮ‪،‬‬
‫ﻣ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﻠﹶﻒ‪ ‬ﻓ‪‬ﻲ‪ ‬ﻃﹶﻬ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺗ‪‬ﻪ‪ ‬ﻫ‪‬ﻮ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻌ‪‬ﻄﹸﻮ‪‬ﺭﹺ ‪‬ﺍﹾﻟﻤ‪‬ﺨ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﻃﹶﺔ‪ ‬ﺑﹺﻪ‪ ،‬ﻭ‪‬ﻟﹶﻌ‪‬ﻞﱠ‪‬‬
‫ﺍﻹﺳﻼﻡ‪‬ﻭﻣﺸﺎﻛﻞ‪‬ﺍﳊﻴﺎﺓ‪(،‬‬
‫ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻴ‪‬ﺴِﻴ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﺑ‪‬ﻌ‪‬ﺪ‪ ‬ﺷ‪‬ﻴ‪‬ﻮ‪‬ﻉﹺ ‪‬ﺍﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻪ‪ ‬ﻓﻲ‪ ‬ﺍﻟﻄﹼﺐ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻄﹾﻬﹺﻴ‪‬ﺮﹺ‪‬‬
‫ﻭﹺﺍﻟﺘ‪‬ﺤ‪‬ﺎﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺨ‪‬ﺘ‪‬ﻠ‪‬ﻔﹶﺔﹾ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻟﻌ‪‬ﻄﹸﻮ‪‬ﺭﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺﻫ‪‬ﺎ‪ ،‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹶ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ ‪‬ﺍﻟﹾﻘﹶﻮ‪‬ﻝﹺ‪‬‬
‫ﺑﹺﻄﹶﻬ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺗ‪‬ﻪ‪ ‬ﺃﹶﻥ ‪‬ﻋﺪ‪ ‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺩ‪ ‬ﺍﻟﺴ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺔ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻀ‪‬ﺎﺭ‪ّ‬ﺓ‪ ،‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﹾ ‪‬ﻛﹶﺎﻥﹶ‪‬‬
‫‪692‬‬ ‫ﻳ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺃﹶﺣ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻧ‪‬ﺎ ‪‬ﻛﹶﺎﻟﹾﺨ‪‬ﻤ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ ‪‬ﻧ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺳ‪‬ﺘ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮ‪ ‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻔﹶﻖﹴ ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪،‬‬
‫ﻭ‪‬ﺑﹺﺨ‪‬ﺎﺻ‪‬ﺔ‪ ‬ﺍ‪‬ﻥﹾ ‪‬ﻛﹶﺎﻧ‪‬ﺖ‪ ‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻋ‪‬ﺼ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﻌ‪‬ﻨ‪‬ﺐﹺ ‪)‬ﻋﻄﻴﺔ ‪‬ﺻﻘﺮ‪،‬‬
،‫ﺑﹺﻪ‬‫ﺮ‬‫ﺷ‬ ‫ﺔ‬‫ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ ‫ﻔﹶﻖ‬‫ﺘ‬‫ﻣ‬ ‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ﻭ‬ ،‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬ ‫ﺓﹸ‬‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﺼ‬ ‫ﺢ‬‫ﻀ‬‫ﺘ‬‫ﺘ‬‫ﻟ‬
‫ﻞﱠ‬‫ﻟﹶﻌ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺑﹺﻪ‬ ‫ﻃﹶﺔ‬‫ﻠﹸﻮ‬‫ﺨ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﺭﹺ‬‫ﻄﹸﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻭ‬ ‫ﻮ‬‫ﻫ‬ ‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻃﹶﻬ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﻠﹶﻒ‬‫ﺘ‬‫ﺨ‬‫ﻣ‬
‫ﺍﻟﻄﹼﺐ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬FATWA
‫ﺮﹺ‬‫ﻄﹾﻬﹺﻴ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﻭ‬HIMPUNAN ‫ﻪ‬‫ﺎﻟ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺘ‬‫ﺳ‬MAJELIS
‫ﺍ‬ ‫ﻉﹺ‬‫ﻮ‬‫ﻴ‬‫ﺷ‬ULAMA
 ‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬ INDONESIA
‫ﺮﹺ‬‫ﺴِﻴ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺘ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬
‫ﻝﹺ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﻮ‬ ‫ﺇﹺﻟﹶﻰ‬ ‫ﻞﹶ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ،‫ﺎ‬‫ﺮﹺﻫ‬‫ﻏﹶﻴ‬‫ﻭ‬ ‫ﺭﹺ‬‫ﻄﹸﻮ‬‫ﺍﹾﻟﻌ‬‫ﻭ‬ ‫ﻔﹶﺔﹾ‬‫ﻠ‬‫ﺘ‬‫ﺨ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﻞﹺ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻟ‬‫ﺤ‬‫ﻭﹺﺍﻟﺘ‬
‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬‫ﻭ‬ ،‫ّﺓ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻭﺍﻟﻀ‬  ‫ﺔ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﺍﺩ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﻋﺪ‬ ‫ﺃﹶﻥ‬ ‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺑﹺﻄﹶﻬ‬
،‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﻔﹶﻖﹴ‬‫ﺘ‬‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬‫ﻏﹶﻴ‬ ‫ﻬﺎ‬ ‫ﺘ‬‫ﺎﺳ‬‫ﺠ‬‫ﻧ‬ ‫ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﻤ‬‫ﻛﹶﺎﻟﹾﺨ‬ ‫ﺎ‬‫ﺎﻧ‬‫ﻴ‬‫ﺃﹶﺣ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬
،‫ﺻﻘﺮ‬ ‫)ﻋﻄﻴﺔ‬ ‫ﺐﹺ‬‫ﻨ‬‫ﺍﹾﻟﻌ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﻴ‬‫ﺼ‬‫ﻋ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﻏﹶﻴ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺖ‬‫ﻛﹶﺎﻧ‬ ‫ﻥﹾ‬‫ﺍ‬ ‫ﺔ‬‫ﺎﺻ‬‫ﺑﹺﺨ‬‫ﻭ‬
(،‫ﺍﳊﻴﺎﺓ‬‫ﻭﻣﺸﺎﻛﻞ‬‫ﺍﻹﺳﻼﻡ‬
“Saya telah menjelaskan secara rinci
alasan perbedaan pendapat terhadap
najis-tidaknya alkohol. Walaupun semua
ulama sepakat bahwa alkohol haram
diminum tapi dalam hal najis-tidaknya
para ulama berbeda pendapat, termasuk
minyak wangi yang tercampur alkohol.
Dengan alasan sering dipakainya alkohol
dalam medis, kebersihan, minyak wangi,
dan sebagainya maka menurut saya lebih
meringankan apabila memakai pendapat
yang menyatakan alkohol tidak najis.
Dengan begitu alkohol disamakan dengan
zat beracun yang membahayakan. Dan
jika alkohol difungsikan sama dengan
khamr, maka dalam hal inipun para ulama
tidak semua sepakat tentang kenajisan
khamr, khususnya yang terbuat dari selain
perasan anggur.” (Syeikh Athiyyah Shaqar,
al-Islam wa Masyakil al-Hayah, hal. 45)
6. Penjelasan dari LP POM MUI dalam rapat
Tim Gabungan Komisi Fatwa dan LP POM
bahwa :
2) Secara kimiawi, alkohol tidak hanya
terdiri dari etanol, melainkan juga
mencakup senyawa lain, seperti metanol,
propanol, butanol, dan sebagainya.
Hanya saja etanol (dengan rumus kimia
C2H5OH) banyak digunakan untuk
produksi produk pangan, obat-obatan
dan kosmetika. Namun etanol (atau etil
alkohol) di dunia perdagangan dikenal
dengan nama dagang alkohol. 
3) Dilihat dari proses pembuatannya,
etanol dapat dibedakan menjadi etanol
hasil samping industri khamr dan
etanol hasil industri non khamr (baik
merupakan hasil sintesis kimiawi dari

693
BIDANG POM DAN IPTEK

[petrokimia] ataupun hasil industri


fermentasi non khamr).

1. Keputusan Muzakarah Nasional tentang


Alkohol yang diselenggarakan oleh MUI
pada tanggal 13-14 Rabiul Akhir 1414 Hijriah
bertepatan dengan tanggal 30 September
1993 di Jakarta
2. Keputusan Rapat koordinasi Komisi Fatwa
dan LP POM MUI serta Departemen Agama
RI, pada 25 Mei 2003 di Jakarta.
3. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4
Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa
Halal.
4. Hasil Rapat Kelompok Kerja Komisi Fatwa
MUI Bidang Pangan, Obatan-obatan dan
Kosmetika beserta Tim LPPOM MUI pada
12 November 2009.
5. Pendapat peserta rapat-rapat komisi fatwa
Majelis Ulama Indonesia, mulai tanggal 7
Mei 2008 hingga terakhir pada tanggal 18
November 2009.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT,

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG ALKOHOL

Pertama : Ketentuan Umum


Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1. Khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari
anggur atau yang lainnya, baik dimasak ataupun tidak.
2. Alkohol adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apapun
yang memiliki gugus fungsional yang disebut gugus hidroksil (-OH)
yang terikat pada atom karbon. Rumus umum senyawa alkohol
tersebut adalah R-OH atau Ar-OH di mana R adalah gugus alkil
dan Ar adalah gugus aril.
3. Minuman beralkohol adalah :
a. minuman yang mengandung etanol dan senyawa lain di

694
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

antaranya metanol, asetaldehida, dan etilasetat yang dibuat


secara fermentasi dengan rekayasa dari berbagai jenis bahan
baku nabati yang mengandung karbohidrat; atau
b. minuman yang mengandung etanol dan/atau metanol yang
ditambahkan dengan sengaja.

Kedua : Ketentuan Hukum


1. Meminum minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan umum hukumnya haram.
2. Khamr sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah
najis.
3. Alkohol sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum yang
berasal dari khamr adalah najis. Sedangkan alkohol yang tidak
berasal dari khamr adalah tidak najis.
4. Minuman beralkohol adalah najis jika alkohol/etanolnya berasal
dari khamr, dan minuman beralkohol adalah tidak najis jika
alkohol/ethanolnya berasal dari bukan khamr.
5. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri khamr untuk produk
makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya
haram.
6. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik
merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil
industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk
makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya:
mubah, apabila secara medis tidak membahayakan.
7. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik
merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil
industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk
makanan, minuman, kosmetika dan obat-obatan, hukumnya:
haram, apabila secara medis membahayakan.

Ketiga : Rekomendasi
4. Pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di
tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik
yang memproduksi minuman tersebut, dan tidak memberikan izin
untuk memperdagangkannya, serta menindak secara tegas pihak
yang melanggar aturan tersebut.
5. Para cendekiawan agar mengembangkan ilmu dan teknologi
sehingga penggunaan alkohol sebagai pelarut obat dalam dan luar,
escense, pewarna, dan kosmetika dapat digantikan dengan bahan
alternatif lain.

695
BIDANG POM DAN IPTEK

6. Semua pihak agar bekerjasama meningkatkan usaha membebaskan


masyarakat terutama kaum remaja, dari pengaruh minuman
beralkohol.

Ditetapkan : Jakarta, 29 Dzul Qa’idah 1430 H


18 November 2009 M

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua Sekretaris

ttd ttd

DR. KH. Anwar Ibrahim Dr. H. Hasanuddin, M.Ag

696
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 40 Tahun 2018
Tentang
PENGGUNAAN ALKOHOL/ETANOL UNTUK BAHAN OBAT

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah:


Menimbang : a. bahwa ajaran Islam bertujuan memelihara keselamatan agama,
jiwa, akal, keturunan, dan harta, dan karena itu, segala sesuatu
yang memberi manfaat bagi tercapainya tujuan tersebut
diperintahkan, dianjurkan atau diizinkan untuk dilakukan, sedang
yang merugikan bagi tercapainya tujuan tersebut dilarang atau
dianjurkan untuk dijauhi;
b. bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, Islam mensyari’atkan
pemeliharaan kesehatan dan berobat ketika sakit. Namun saat ini
banyak dari obat-obatan yang beredar di pasaran belum diketahui
kehalalannya;
c. bahwa saat ini alkohol/etanol banyak digunakan sebagai bahan
baku, bahan tambahan, dan/atau bahan penolong dalam produksi
obat-obatan, terutama obat-obatan cair yang cara konsumsinya
dengan diminum;
d. bahwa oleh karena itu muncul pertanyaan, bagaimana hukum
penggunaan alkohol/etanol untuk bahan produk obat-obatan,
terutama obat cair;
e. bahwa oleh karena itu dipandang perlu adanya fatwa tentang
Penggunaan Alkohol/Etanol untuk Bahan Obat untuk dijadikan
pedoman.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT; antara lain :

ِ ‫اا ُ َا ْاَأ َْزَما ُ ِر ْس ٌ ِم ْن َم َرْم‬ ِ ْ ‫ين آَ َمنُوا إََِّّنَا‬ ِ َّ


َ ْ‫الَ ْرْم ُ َاالْ َرْمْسر ُ َا ْاَأَص‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
‫استَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن‬ ِ
ْ َ‫الشَّْسطَان ف‬
”Hai orang-orang yang beriman Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan
panah adalah rijs dan termasuk perbuatan syetan. Maka, jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan.” (QS.
Al-Ma’idah [5]: 90)

ِ ‫َّاس ُكلُوا ِِمَّا ِِف ْاَأ َْر‬


...‫ض َح ََلًما طَسِّبًا‬ ُ ‫يَاأَيُّ َها الن‬
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi…” (QS Al-Baqarah: 168).
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Fatwa tentang Penggunaan Alkohol/Etanol Untuk Bahan Obat 2

‫َاَما تُ ْل ُقوا بِأَيْ ِدي ُك ْم إِ ََل الت َّْهلُ َك ِة‬


“…Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan…” (QS Al-Baqarah [2]: 195)
ِ ‫ت فَ ُهو يَ ْش ِف‬
‫ي‬ ْ ِ ‫َاإِ َذا َم‬
َ ُ‫ض‬
Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku [Qs al-
Syu’ârâ (26): 80].

2. Hadis Nabi SAW; antara Lain:


ِ ‫"تَ َداااا فَإِ َّن اللَّو مَّز اس َّ ََل يضع داء إَِّما اضع لَو دااء َغس د ٍاء ا‬
"ُ ََ‫ ا ْْل‬:‫اح ٍد‬ َ َ َْ ً ََ ُ َ َ َ ً َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َْ
)‫(رااه أبو داااد االرتمذي االنرائي اابن ماسو من أسامة ابن ش يك‬
“Berobatlah, karena Allah tidak menjadikan penyakit kecuali
menjadikan pula obatnya, kecuali satu penyakit yaitu pikun (tua)”.
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah)

‫صلَّى اللَّوُ َملَْس ِو َا َسلَّ َم َم ِن‬ ِ ِ ْ ‫َن طَا ِر َق بن سوي ٍد‬ َّ ‫أ‬
َّ ِ‫اْلُ ْعف َّي َرض َي اهللُ َمْنوُ َسأ ََل الن‬
َ ‫َّب‬ َْ ُ َ ْ
‫س‬
َْ‫ل‬ ‫َّو‬
ُ ‫ص‬ِ‫ "إ‬:‫ فَ َق َال‬،‫َصنَ عُ َها لِلدَّا ِاء‬
ْ ‫ إََِّّنَا أ‬:‫ فَ َق َال‬،‫انَ َع َها‬
ْ َ‫الَ ْرْم ِ فَنَ َهاهُ أ َْا َك َِه أَ ْن ي‬
ْ
َ َ
"ٌ‫بِ َد َا ٍاء َالَ ِكنَّوُ َداء‬
“Sesungguhnya Thariq bin Suwaid al-Ju’fiy R.A bertanya kepada
Nabi SAW tentang Khamr, kemudian Nabi melarangnya untuk
membuatnya. Kemudian dia berkata: sesungguhnya saya
membuatnya untuk obat. Kemudian Nabi SAW bersabda:
“Sesunggunya (khamar) itu bukan obat, melainkan penyakit”. (HR.
Muslim)
ِ َ‫اص ىا امعت‬ِ ِ ِ
‫اَ َىا‬ َ َ‫الَ ْرْمَ َا َشا ِربَ َها َا َساقسَ َها َابَائ َع َها َاُمْبت‬
ْ ُ َ َ َ ‫ام َها َا َم‬ ْ ُ‫لَ َع َن اللَّو‬
) ‫َا َح ِاملَ َها َاالْ َرْم ْح ُرْمولَةَ إِلَْس ِو (رااه أمحد ا الطرباين من ابن مرْم‬
”Allah melaknat (mengutuk) khamar, peminumnya, penyajinya,
pedagangnya, pembelinya, pemeras bahannya, penahan atau
penyimpannya, pembawanya, dan penerimanya.” (HR. Ahmad dan
Thabrani dari Ibnu Umar, sebagaimana dalam Kitab Musnad
Ahmad, juz 2 halaman 97, hadis nomor 5716 dan kitab al-Mu'jam al-
Ausath juz 8 halaman 16 hadis nomor 7816.

) ‫ُك ُّ ُم ْر ِك ٍ َخٌَْ َاُك ُّ ُم ْر ِك ٍ َحَا ٌ (رااه مرلم من ابن مرْم‬


”Semua yang memabukkan adalah khamar dan semua yang
memabukkan adalah haram. (HR. Muslim dan Ibnu Umar,
sebagaimana dalam Kitab Shahih Muslim juz 3 halam 1587, hadis
nomor 2003).

ْ ‫ُك ُّ َشَا ٍ أ‬
)‫َس َكَ فَ ُه َو َحَا ٌ (رااه البخاري من مائشة‬
"Setiap minuman yang memabukkan adalah haram" (HR. Bukhari,
sebagaimana dalam kitab shahih al-Bukhari juz 1 halaman 95 hadis
nomor 239)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Alkohol/Etanol Untuk Bahan Obat 3

‫َس َكَ َكثِريه فَ َقلِسلو َحَا (رااه أمحد اأبو داااد االرتمذي االنرائي اابن‬
ْ ‫َما أ‬
)‫ماسة اابن حبان احرنو الرتمذي‬
“Sesuatu yang jika banyak memabukkan, maka meskipun sedikit
adalah haram.” (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah,
dan Ibnu Hibban. Perawi dalam sanad Hadis ini terpercaya, dan at-
Tirmidzi menganggapnya hasan).
ِ ِّ ‫الزبِسب ِِف‬ ِ ِ ُ ‫َكا َن رس‬
ُ‫الر َقاء فَسَ ْشَبُوُ يَ ْوَمو‬ ُ َّ ُ‫صلَّى اللَّوُ َملَْسو َا َسلَّ َم يُْنبَ ُذ لَو‬َ ‫ول اللَّو‬ َُ
ِِ ِ
ُ‫ض َ َش ْيءٌ أ َْىَاقَو‬ َ َ‫َاالْغَ َد َابَ ْع َد الْغَد فَِإ َذا َكا َن َم َراءُ الثَّالثَة َش ِبَوُ َا َس َقاهُ فَِإ ْن ف‬
)‫اس‬ٍ َّ‫(رااه مرلم َم ْن ابْ ِن َمب‬
“Rasulullah saw pernah dibuatkan rendaman kismis (infus water)
dalam mangkok, kemudian beliau meminumnya pada hari itu dan
besoknya dan besoknya lagi. Pada sore hari ketiga, jika masih ada
sisanya, beliau saw. membuangnya.” (H.R. Muslim, dari Ibn ‘Abbas
ra)
ِ ِ ُ ‫َكا َن رس‬
ْ ‫صلَّى اللَّوُ َملَْسو َا َسلَّ َم يُْنتَبَ ُذ لَوُ أ ََّاَل اللَّْس ِ فَسَ ْشَبُوُ إِ َذا أ‬
‫َصبَ َح‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ
ِ
‫ا ِ فَِإ ْن بَق َي‬ ِ ِ
ْ ‫ُخَى َاالْغَ َد إِ ََل الْ َع‬ ْ ‫ك َااللَّْس لَةَ الَِِّت ََتيءُ َاالْغَ َد َااللَّْس لَةَ ْاَأ‬
َ ‫يَ ْوَموُ ذَل‬
ِ ِ ِ ْ ‫َشيء س َقاه‬
ُ‫ب (رااه مرلم َم ْن ابْ ِن َمبَّاس َرض َي اهلل‬ َّ ‫ا‬ َ َ‫الَاد َ أ َْا أ ََمَ بِو ف‬ ُ َ ٌْ
)ُ‫َمْنو‬
“Rasulullah saw dibuatkan rendaman kismis (infus water) diwaktu
petang, kemudian pada pagi harinya beliau meminumnya, kemudian
meminumnya lagi pada pagi dan malam berikutnya (hari kedua).
Demikian juga pada pagi dan petang hari berikutnya lagi (hari
ketiga) yaitu pada ashar. JIka masih ada sisanya, beliau
memberikannya kepada pembantu, atau menyuruhnya untuk
membuangnya” (H.R.Muslim dari Ibn ‘Abbas ra).

‫صلَّى اللَّوُ َملَْس ِو‬ ِ ِ ‫َمن َمب ِد اللَّ ِو ب ِن مُرْم ر‬


ِّ ِ‫أَبِسو َم ْن الن‬
َ ‫َّب‬ ‫ضي اهللُ َمْن ُه َرْما َم ْن‬
َ َ ََ ْ ْ ْ
‫سب‬ِ ِ‫الزب‬َّ ‫َاِم َن الشَّعِ ِري َخٌَْ َاِم َن‬ ِ ِ ِْ ‫اسلَّم أَصَّو قَ َال ِمن‬
ٌَْ‫اْلْنطَة َخٌَْ َام َن الت َّْرْم ِ َخ‬ َ ُ َ ََ
)‫َخٌَْ َاِم َن الْ َع َر ِ َخٌَْ (رااه أمحد‬
”Dari Abdillah ibn Umar R.A dari ayahnya dari Nabi SAW beliau
bersabda: Dari gandum dapat dibuat khamr, dari kurma dapat
dibuatkhamr, dari jewawut dapat dibuat khamr, dari kismis dapat
dibuat khamr, dan dari madu terdapat khamr”. (HR. Ahmad)
‫صلَّى اللَّوُ َملَْس ِو َا َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ سئِ رس‬:‫من مائِ َشةَ رضي اهلل منها قَالَت‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ ُ ْ َ َْ
ٍ ‫َمن الْبِْت ِع االْبِْتع صَبِس ُذ الْعر ِ اَكا َن أ َْى الْسرْم ِن ي ْش بوصَوُ فَ َق َال ُك ُّ َش ا‬
َ َُ َ َ َ ُ َ ََ ُ َ ْ
)‫َس َكَ فَ ُه َو َحَا ٌ (رااه مرلم اأمحد‬ ْ‫أ‬
”Dari Aisyah ra beliau berkata : Rasulullah SAW ditanya tentang al-
Bit’ – yaitu perasaan kurma, sementara penduduk Yaman sering
meminumnya, maka beliau bersabda: “Setiap minuman yang
memabukkan maka hukumnya haram”. (HR. Muslim dan Ahmad)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Alkohol/Etanol Untuk Bahan Obat 4

3. Kaidah Fiqhiyyah:

‫ما ض ر اما ض ار‬


”Janganlah membuat mudarat pada diri sendiri dan pada orang
lain.”

‫إذا استرْمع اْلَلل ااْل ا غلب اْل ا‬


”Jika bercampur (bahan) halal dan haram, maka dimenangkan
(hukumnya) yang haram.”

‫الض ر يزال‬
”Kemudaratan itu harus dihilangkan.”

‫درء املفاسد مقد ملى سلب املااحل‬


”Mencegah mafsadat (kerusakan) lebih didahulukan daripada
mengambil kemaslahatan.”

Memperhatikan : 1. Pendapat para Ulama, antara lain:


a. Pendapat Ibn Abbas

،‫الَ ْرْم ُ بِ َعْسنِ َها‬


ْ ‫ت‬ِ ‫حِّم‬:‫ قَ َال‬،‫اس ر ِضي اللَّو تَع َاَل مْن هرْما‬
َُ ُ َ َ ُ َ َ ٍ َّ‫َمب‬ ‫َم ِن ابْ ِن‬
. ٍ ‫ِم ْن ُك ِّ َشَا‬ ِ
ُ ‫َاالْ ُرْم ْرك‬
"Ibnu Abbas RA. berkata: diharamkan khamr karena zatnya, dan
yang memabukkan dari setiap minuman".

‫ الو من صبسذ الترْم أا‬، ‫اأما بامتبار حقسقتها الش مسة فهي ك مرك‬
،‫القاب أا العر أا غريىا‬
Menurut ketentuan syara' khamr adalah setiap minuman yang
memabukkan, baik terbuat dari perasan kurma, tebu, madu atau
lainnya. (al-Majmu')

b. Pendapat Syaikh Khathib as-Syarbaini dalam Mughni al-Muhtaj


bahwa makna Rijs adalah najis.

‫ت‬ ِ ِْ ‫ص َّد َم َّرْما َم َد َاىا‬ ِ ‫االِّس ِِف م‬


ْ َ‫اْل ْْجَاعُ فَبَقس‬ َ ُ ‫َّج‬ َ ‫الش ْ ِع ُى َو الن‬َّ ‫ف‬ ُْ ُ ْ َ
‫إْجَ ِاع‬ْ ‫ َا َمحَ َ َملَى‬،‫اْل ْْجَ ِاع‬ ِْ ِ‫استِ َها الشَّْس ُخ أَبُو َح ِام ٍد ب‬
َ َ‫استَ َد َّل َملَى َّم‬
ْ ‫ َا‬،‫ى َي‬
ِ
،‫ب َإَل طَ َه َارِِتَا‬ ٍِ ِ
َ ‫وع َم ْن َرب َسعةَ َشْس ِخ َمالك أَصَّوُ ذَ َى‬ ِ ‫ فَِفي الْ َرْم ْج ُرْم‬، ‫الا َحابَِة‬
َّ
‫استِ َها بِأَص ََّها‬
َ َ‫ض ُه ْم َملَى َّم‬ ُ ‫استَ َد َّل بَ ْع‬ ِ
ْ ‫ َا‬،‫اْلَ َر ِن َااللَّْسث‬ْ ‫ض ُه ْم َم ْن‬ ُ ‫َاصَ َقلَوُ بَ ْع‬
. ‫ات ِاما ْمتِنَا ُن بِ َك ْو ِن َشَا ِ ْاْل ِخَةِ طَ ُه ًورا‬ ِ
َ ‫ت طَاىًَة لََف‬ ْ َ‫لَ ْو َكاص‬
“Kata “rijs” dalam terminologi syariat pada umumnya adalah
“najis”, sebagaimana ijma’ ulama cenderung berpendapat
demikian. Syaikh Abu Hamid al-Ghazali mendasarkan
(pendapatnya) bahwa khamr adalah najis berdasarkan ijma’
ulama, dan bahkan ada kemungkinan merupakan ijma’ sahabat.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Alkohol/Etanol Untuk Bahan Obat 5

Disebutkan dalam kitab al-Majmu’ bahwa imam Rabi’ah, guru


imam Malik, berpendapat bahwa khamr tidaklah najis (suci),
dan sebagian ulama melansir pendapat tidak najisnya khamar
dari al-Hasan dan al-Laits. Dan pihak yang menyatakan khamr
adalah najis beralasan bahwa jika khamr suci maka hilanglah
keraguan, karena minuman surga haruslah suci”.

c. Pendapat dalam kitab al-Majmu' yang menerangkan pandangan


mengenai kenajisan khamr:

‫الرْم ّمرة مندصا امند مالك اأىب حنسفة اأمحد اسائ العلرْماء اما ما‬
‫حكاه القاضى أبو الطسب اغريه من ربسعة شسخ مالك ادااد اهنرْما قاما‬
‫ىي طاى ة اان كاصت حم مة كالرم الذى ىو صبات اكاْلشسش املرك‬
‫اصق الشسخ أبو حامد اماْجاع ملى ّماستها‬
“Khamr itu najis menurut pendapat kami (Syafi’iyyah), Imam
Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan para ulama lainnya,
kecuali pendapat yang dilansir oleh qadhi Abu Thayyib dan
lainnya berdasarkan pendapat Imam Rabi’ah, guru Imam Malik,
dan Imam Daud adh-Dhohiri yang menyatakan khamar tidak
najis (suci) walaupun tetap haram, seperti racun dari tumbuhan,
seperti hasyisy yang memabukkan. Dan syaikh Abu Hamid al-
Ghazali melansir pendapat bahwa najisnya khamar merupakan
ijma`” (al-Majmu` Syarh al-Muhadhab)

d. Pendapat Ulama mengenai definisi dan batasan mabuk sebagai


berikut:

‫الر ْك ِ َما َز َال‬ َّ ‫ب أَبُو َحنِس َفةَ َإَل أ‬ ِ ِ َ ِ‫اختُل‬


ُّ ‫َن َح َّد‬ َ ‫ف ِف َح ِّد الْ ُرْم ْرك ِ فَ َذ َى‬ ْ ‫َا‬
، ‫ف أ َُّموُ ِم ْن َزْا َستِ ِو‬ َ ِ ‫الر َرْم ِاء َاَما يَ ْع‬
َّ ‫ض َا‬ ِ ‫ي ْاَأ َْر‬ َ ْ َ‫َم َعوُ الْ َع ْق ُ َح ََّّت َما يُ َفِّ َق ب‬
ٍ ‫احبِ ِو َإَل أَ ْن ي تَ َكلَّم بِلِر‬
‫ان‬ ِ ‫احدَّه أَصحا الشَّافِعِي بِأَصَّو ما أَفْضى بِا‬
َ َ َ َ َ َ ُ ِّ ُ َ ْ ُ ََ
‫ف ِِبَََك ِة ُمُْتَبِ ٍط َاَم ْش ِي ُمتَ َرْمايِ ٍ َاإِ َذا َْجَ َع‬ َ َّ‫ا‬ ِ ِ
َ َ‫ُمْن َكر ٍ َاَم ْع ًًن َغ ِْري ُمْنتَظ ٍم َايَت‬
‫اْلَََك ِة َم ْشسًا َاقِسَ ًاما‬ْ ِ ‫اض ِطَا‬ ْ ‫ي‬ َ ْ َ‫اضطَا ِ الْ َك ََلِ فَ ْه ًرْما َاإِفْ َه ًاما َاب‬
ِ ْ ‫بي‬
َ َْ
ُّ ‫ َاَما َز َاد َملَى َى َذا فَ ُه َو ِزيَ َادةٌ ِِف َح ِّد‬، ِ ‫الر ْك‬
ِ ‫الر ْك‬ ُّ ‫اخ ًَل ِِف َح ِّد‬ ِ ‫صار د‬
َ ََ
“dan ulama berbeda pendapat tentang batasan mabuk. Menurut
Imam Abu Hanifah batasan mabuk ialah hilangnya akal
sehingga tidak bisa membedakan antara langit dan bumi dan
tidak bisa membedakan antara ibunya dan istrinya. Menurut
ulama Syafi’iyah, batasan mabuk ialah jika orang yang mabuk
tersebut bicaranya tidak karuan sehingga tidak bisa dipahami
dan berjalan dengan sempoyongan. Sedangkan jika kondisinya
lebih dari itu maka orang tersebut telah sangat mabuk”. (al-
Ahkam as-Sulthaniyah, Juz 1 hal. 462)

e. Pendapat Imam al-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’tentang


nabidz, yang belum menjadi muskir :

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Alkohol/Etanol Untuk Bahan Obat 6

ِ ِ ِ ِ ‫اأ ََّما الْ ِقرم الث‬


‫ك‬ َ ‫ا ْ ُم ْر ِكًا َاذَل‬ ِ ‫ اََل ي‬:َّ‫سذ فَهو ما ََل ي ْشتَد‬
َ َْ َ ْ َ َ ُ ِ‫َّاين م ْن النَّب‬ ُْ َ
ِ ِ ِِ ِ ِ ِ
‫ش أ َْا َم َر ٌ أ َْا َْْم ُوَىا‬ ٌ ‫سب أ َْا م ْشرْم‬ٌ ِ‫ات َتٍَْ أ َْا َزب‬ ُ َّ‫َكالْ َرْماء الَّذي ُاض َع فسو َحب‬
ِ َ‫اْل ْْج ِاع ََيوز ُش بو اب س عو اسائِ التَّاُّف‬ ِ ِ
‫ات‬ َ ُ َ َ ُ ُ َْ َ ُُ ْ ُ ُ َ ِْ ِ‫ا َار ُح ْل ًوا َاَى َذا الْق ْر ُم طَاىٌ ب‬ َ َ‫ف‬
‫ي ِم ْن طُُ ٍق ُمتَ َكاثَِةٍ َملَى طَ َه َارتِِو‬ ِ ْ ‫سح‬ ِ َّ ‫يث ِِف‬ ِ ‫فِ ِسو اقَ ْد تَظَاى ت ْاَأ‬
َ ‫الاح‬ ُ ‫َحاد‬ َ ْ ََ َ
ِ
‫ا ْ ُم ْركًا‬ ِ
ِ ‫اْلرْمهوِر سو ُاز ُش بِو ما ََل ي‬ ِ
َّ َّ‫َا َس َوا ِز ُش ْبِو ُُث‬
َ ْ َ ْ َ َ ُ ْ ُْ ‫ب‬ َ ‫إن َم ْذ َىبَ نَا َاَم ْذ َى‬
ٍ‫وز ب ْع َد ثَََلثَِة أَيَّا‬ ِ ْ ‫اإِ ْن سااز ثَََلثَة أَيَّاٍ اقَ َال أ‬
َ ُ ُ‫َمحَ ُد َرمحَوُ اللَّوُ َما ََي‬ َ َ ََ َ َ
“… Adapun jenis rendaman kismis yang kedua, maka selama
kondisinya tidak belebihan dan tidak berubah menjadi
memabukkan (maka boleh diminum). Hal iituu seperti air yang
dimasukkan kedalamnya biji kurma atau kismis, atau madu atau
yang sejenisnya, sehingga membuatnya menjadi manisan. Jenis
kedua ini, berdasarkan ijma’ adalah suci, boleh diminum dan
dijual. Sungguh, menurut mazhab kami dan jumhur, booleh
meminumnya, selama tidak berubah menjadi memabukkan,
meskipun lebih dari tiga hari. Sementara Imam Ahmad ra.
berpendapat, tidak boleh (meminumnya) setelah tiga hari. (Al-
Majmu’Syarh al-Muhazzab, juz II, hlm. 565)
f. PendapatImam al-Mawardi mengenai definisi dan batasan
mabuk sebagai berikut:

‫الر ْك ِ َما َز َال‬ َّ ‫ب أَبُو َحنِس َفةَ َإَل أ‬ ِ ِ َ ِ‫اختُل‬


ُّ ‫َن َح َّد‬ َ ‫ف ِف َح ِّد الْ ُرْم ْرك ِ فَ َذ َى‬ ْ ‫َا‬
،‫ف أ َُّموُ ِم ْن َزْا َستِ ِو‬ َ ِ ‫الر َرْم ِاء َاَما يَ ْع‬
َّ ‫ض َا‬ ِ ‫ي ْاَأ َْر‬ َ ْ َ‫َم َعوُ الْ َع ْق ُ َح ََّّت َما يُ َفِّ َق ب‬
ٍ ‫احبِ ِو َإَل أَ ْن ي تَ َكلَّم بِلِر‬
‫ان‬ ِ ‫احدَّه أَصحا الشَّافِعِي بِأَصَّو ما أَفْضى بِا‬
َ َ َ َ َ َ ُ ِّ ُ َ ْ ُ ََ
‫ف ِِبَََك ِة ُمُْتَبِ ٍط َاَم ْش ِي ُمتَ َرْمايِ ٍ َاإِ َذا َْجَ َع‬ َ َّ‫ا‬ ِ ِ
َ َ‫ُمْن َكر ٍ َاَم ْع ًًن َغ ِْري ُمْنتَظ ٍم َايَت‬
‫اْلَََك ِة َم ْشسًا َاقِسَ ًاما‬ْ ِ ‫اض ِطَا‬ ْ ‫ي‬ َ ْ َ‫اضطَا ِ الْ َك ََلِ فَ ْه ًرْما َاإِفْ َه ًاما َاب‬
ِ ْ ‫بي‬
َ َْ
ُّ ‫ َاَما َز َاد َملَى َى َذا فَ ُه َو ِزيَ َادةٌ ِِف َح ِّد‬، ِ ‫الر ْك‬
ِ ‫الر ْك‬ ُّ ‫اخ ًَل ِِف َح ِّد‬ ِ ‫صار د‬
َ ََ
“dan ulama berbeda pendapat tentang batasan mabuk. Menurut
Imam Abu Hanifah batasan mabuk ialah hilangnya akal
sehingga tidak bisa membedakan antara langit dan bumi dan
tidak bisa membedakan antara ibunya dan istrinya. Menurut
ulama Syafi’iyah, batasan mabuk ialah jika orang yang mabuk
tersebut bicaranya tidak karuan sehingga tidak bisa dipahami
dan berjalan dengan sempoyongan. Sedangkan jika kondisinya
lebih dari itu maka orang tersebut telah sangat mabuk”. (Al-
Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyah, Juz I, hlm. 462)
g. Pendapat Imam al-Syaukani tentang batasan fermentasi tiga
hari:

ً‫ص َار َم ِظنَّة‬ ِ َّ ‫َلث) فِ ِسو َدلِس ٌ َملَى أ‬


َ ‫َن النَّبِس َذ بَ ْع َد الثََّلث قَ ْد‬
ِ َ‫ ِ(ِف ث‬:‫قَولُو‬
ُْ
ِ ‫لِ َكوصِِو مر ِك ا فَستَ و َّسو‬
ُ‫استنَابُو‬
ْ ُ ََ ً ُْ ْ
Kata-kata (pada hari ketiga yang terdapat dalam teks hadis)
menunjukkan bahwa rendaman kismis setelah tiga hari diduga
kuat telah berubah menjadi memabukkan, sehingga diarahkan

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Alkohol/Etanol Untuk Bahan Obat 7

untuk menjauhinya/tidak meminumnya. (Al-Syaukani, Nail al-


Authar, jld 3, hlm, 183)
h. Pendapat Ulama mengenai alkohol:
ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫ف ِِف َّم‬ َّ ‫أ‬....
ٌ‫ اأ ّن النَّبْس َذ طَاى‬،‫ي‬ َ ْ ‫است َها مْن َد مُلَ َرْماء الْ ُرْم ْرلرْم‬َ َ ْ ٌ َ‫َن الَ ْرْمَُمُْتَ ل‬
َّ ‫ َاأ‬،ً‫َن ال ُك ُح ْوَل لَْس َ َخَْ ا‬
‫َن ْاَأ َْمطَ َار‬ َّ ‫ َاأ‬،‫ِمْن َد أَِِب َحنِْس َفةَ َافِْس ِو ال ُك ُح ْو ُل قَطْ ًعا‬
‫ َاإََِّّنَا يُ ْو َس ُد فِْس َها ال ُك ُح ْو ُل َك َرْما يُ ْو َس ُد ِِف َغ ِْريَىا ِمن‬،ً‫ت ُك ُح ْوما‬ ِ
ْ ‫ا ِْلفْ ِّْمسَّةَ لَْس َر‬
‫ي‬ ِِ ِ ِ ‫ اأَصَّو َما اسو لِْل َقوِل بِنَج‬،‫اى ةِ باِ ِْل ْْج ِاع‬ ِ َّ
َ ْ ‫است َها َح ََّّت مْن َد الْ َقائل‬َ َ ْ َْ َ ُ َ َ َ ‫الْ َرْم َو ِّاد الط‬
ْ ‫اس ِة‬
ِ ‫الَ ْرْم‬ َ ‫بنَ َج‬
ِ
“... Bahwa status najis tidaknya khamr terdapat perbedaan di
antara ulama. Dan nabiz menurut Imam Abu Hanifah adalah
suci, demikian pula alkohol. Alkohol tidaklah sama dengan
khamr. Parfume Eropa tidak (hanya) berbahan alkohol saja, tapi
di dalamnya terdapat alkohol dan juga beberapa bahan lainnya
yang suci. Sehingga tidak ada alasan bagi pendapat yang
menyatakan alkohol adalah najis, bahkan bagi orang yang
menyatakan najisnya khamr” (Fatawa Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah,
juz VIII, hlm. 413)
ٍِ ٍ ِ ِِ ِ ٍِ ِ
ُ ‫ َاُى َو َغْس‬،‫َاالْ ُك ُح ْو ُل َم ْو ُس ْوٌد ِف َكث ْري م َن الْ َرْم َو ِّاد الْغَ َذائسَّة بنَ َرب ُمتَ َفااتَة‬
ِ َ‫استِ ْع َرْمالِِو ِِف ْاَأَ ْغ‬
‫اض الطِّبِّ سَّ ِة‬ ِ ِ
ْ ُ‫ َا ُشسُ ْوع‬... ‫ َأَصَّوُ يُ ْرتَ ْع َرْم ُ ل ْلتَّطْ ِه ِْري‬،‫ُم ْرتَ ْق َذ ٍر‬
‫ص‬ِّ َ‫ َاُى َو َمْن ِف ٌّي بِن‬،‫ج‬ ْ ِ ‫استِ ِو ِم ْن بَا‬
ِ ََ‫اْل‬ ِ ِ
َ ‫َاالنَّظَافَة َا َغ ِْريَىا ََْي َع ُ الْ َق ْوَل بنَ َج‬
.‫آن‬ِ ‫الْ ُق‬
ْ
“Alkohol terdapat di banyak bahan makanan dan minuman
dengan kadar yang berbeda-beda. Alkohol itu bukanlah zat yang
kotor, karena ia dipergunakan untuk bahan pembersih.. dan
seringnya alkohol dipakai untuk kepentingan medis, kebersihan
dan lainnya menjadikan pendapat yang menajiskan alkohol
sebagai sesuatu yang berat, dan itu bertentangan dengan nash
al-Quran”(Fatawa Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah, juz VIII, hlm. 413)
ِ ‫اس ِ لِتَت‬ ِ ٍِ ْ َ‫َى ِذهِ ِى َي َم ْع َِكةُ الْ ُك ُح ْوِل َم‬
،ُ‫الا ْوَرةُ َمْنو‬ ُّ ‫َّض َح‬ ْ ‫ضتُ َها بِ َش ْيء م َن التَّ ْف‬
،‫ف ِِف طَ َه َارتِِو ُى َو َاالْعُطُْوُر الْ َرْم ْخلُ ْوطَةُ بِِو‬ ٌ َ‫ ُمُْتَ ل‬،‫َاُى َو ُمتَّ َف ٌق َملَى ُح ْ َم ِة ُش ْبِِو‬
ِ ‫َّحالِْس‬ َ ‫ب َاالتَّطْ ِه ِْري َاالت‬ ِّ ِّ‫استِ ْع َرْمالِِو ِِف الط‬ ِ ِ ِ
ْ ‫َالَ َع َّ م َن الت َّْسر ِْري بَ ْع َد ُشسُ ْوم‬
‫ الْ َرْمْس ُ إِ ََل الْ َق ْوِل بِطَ َه َارتِِو َاإِ ْن مُ َّد ِم َن الْ َرْم َو ِّاد‬،‫الْ ُرْم ْختَلِ َف ِة َاالْ ُعطُْوِر َا َغ ِْريَىا‬
‫استِ َها َغْس ُ ُمتَّ َف ٍق‬ ِ َّ ‫الر َّام ِة َاالض‬
ْ ‫ َاإِ ْن َكا َن يُ ْرتَ ْع َرْم ُ أ‬،ِ‫َّارة‬
َ َ‫َحسَاصاً كاَ ْلَ ْرْم ِ فَإ َّن َّم‬ َّ
‫ اْلسَل‬، ‫ب (مطسة صق‬ ِ َ‫ا ِْري الْعِن‬ِ ‫ت ِمن َغ ِري م‬ ِ ٍ َّ ‫ اِِب‬،‫ملَس ها‬
َ ْ ْ ْ َ‫اصة ا ْن َكاص‬ َ َ َْ َ
)55 ،‫امشاك اْلساة‬
“Saya telah menjelaskan secara rinci alasan perbedaan pendapat
terhadap najis-tidaknya alkohol. Walaupun semua ulama
sepakat bahwa alkohol haram diminum tapi dalam hal najis-
tidaknya para ulama berbeda pendapat, termasuk minyak wangi

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Alkohol/Etanol Untuk Bahan Obat 8

yang tercampur alkohol. Dengan alasan sering dipakainya


alkohol dalam medis, kebersihan, minyak wangi, dan sebagainya
maka menurut saya lebih meringankan apabila memakai
pendapat yang menyatakan alkohol tidak najis. Dengan begitu
alkohol disamakan dengan zat beracun yang membahayakan.
Dan jika alkohol difungsikan sama dengan khamr, maka dalam
hal inipun para ulama tidak semua sepakat tentang kenajisan
khamr, khususnya yang terbuat dari selain perasan anggur.”
(Athiyyah Shaqar, al-Islam wa Masyakil al-Hayah, hlm. 45)
2. Fatwa-Fatwa MUI, antara lain:
a. Fatwa MUI Nomor 30 Tahun 2013 tentang Obat dan
Pengobatan. Ketentuan Hukum:
1. Islam mensyariatkan pengobatan karena ia bagian dari
perlindungan dan perawatan kesehatan yang merupakan
bagian dari menjaga Al-Dharuriyat Al-Kham.
2. Dalam ikhtiar mencari kesembuhan wajib menggunakan
metode pengobatan yang tidak melanggar syariat.
3. Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan wajib
menggunakan bahan yang suci dan halal.
4. Penggunaan bahan najis atau haram dalam obat-obatan
hukumnya haram.
5. Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk
pengobatan hukumnya haram kecuali memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. digunakan pada kondisi keterpaksaan (al-dlarurat),
yaitu kondisi keterpaksaan yang apabila tidak
dilakukan dapat mengancam jiwa manusia, atau
kondisi keterdesakan yang setara dengan kondisi
darurat (al-hajat allati tanzilu manzilah al-dlarurat),
yaitu kondisi keterdesakan yang apabila tidak
dilakukan maka akan dapat mengancam eksistensi
jiwa manusia di kemudian hari;
b. belum ditemukan bahan yang halal dan suci; dan
c. adanya rekomendasi paramedis kompeten dan
terpercaya bahwa tidak ada obat yang halal.
6. Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk
pengobatan luar hukumnya boleh dengan syarat dilakukan
pensucian.

b. Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol.


Ketentuan Hukum
1. Meminum minuman beralkohol sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan umum hukumnya haram.
2. Khamr sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum
adalah najis.
3. Alkohol sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum
yang berasal dari khamr adalah najis. Sedangkan alkohol
yang tidak berasal dari khamr adalah tidak najis.
4. Minuman beralkohol adalah najis jika alkohol/etanolnya
berasal dari khamr, dan minuman beralkohol adalah tidak
najis jika alkohol/etanolnya berasal dari bukan khamr.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Alkohol/Etanol Untuk Bahan Obat 9

5. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri khamr untuk


produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan
hukumnya haram.
6. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik
merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia]
ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk
proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika,
dan obat-obatan hukumnya mubah, apabila secara medis
tidak membahayakan.
7. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik
merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia]
ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk
proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika
dan obat-obatan hukumnya haram, apabila secara medis
membahayakan.

c. Fatwa MUI No. 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan


Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol.
d. Fatwa MUI No. 12 Tahun 2018 tentang Produk Kosmetika yang
Mengandung Alkohol/Etanol.
3. Penjelasan dari LP POM MUI :
a. Secara kimiawi, alkohol tidak hanya terdiri dari etanol,
melainkan juga mencakup senyawa lain, seperti metanol,
propanol, butanol, dan sebagainya. Hanya saja etanol (dengan
rumus kimia C2H5OH) banyak digunakan untuk produksi
produk pangan, obat-obatan dan kosmetika. Namun etanol
(atau etil alkohol) di dunia perdagangan dikenal dengan nama
dagang alkohol.
b. Dilihat dari proses pembuatannya, etanol dapat dibedakan
menjadi etanol hasil samping industri khamr dan etanol hasil
industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi dari
[petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr).
4. Penjelasan dari LP POM MUI dalam rapat Tim Gabungan Komisi
Fatwa dan LP POM bahwa buah berikut ketika didiamkan di wadah
tertutup bersuhu 29 derajat celcius selama tiga hari mempunyai
kadar alkohol/etanol sbb:
a. pada perasan anggur ialah 0.76 %,
b. perasan apel ialah 0.32 %,
c. perasan kurma ialah 0.33 % (dan di penelitian lain 0.51 %).
Sehingga dari data penelitian tersebut dibuat kesimpulan bahwa
rata-rata kandungan alkohol/etanol di dalam perasan jus buah
selama tiga hari ialah 0.5 %.
5. Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia VI Tahun
2018 tentang Penggunaan Alkohol/Etanol untuk bahan Obat-
Obatan.
6. Pendapat peserta rapat pleno komisi fatwa Majelis Ulama
Indonesia pada 26 September 2018.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Alkohol/Etanol Untuk Bahan Obat 10

Dengan bertawakal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PENGGUNAAN ALKOHOL/ETANOL UNTUK BAHAN


OBAT

Pertama : Ketentuan Umum


Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:

1. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan).
2. Makanan adalah barang yang digunakan sebagai makanan atau
minuman, tidak termasuk obat.
3. Khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari
anggur atau yang lainnya, baik dimasak ataupun tidak.
4. Alkohol adalah etil alkohol atau etanol, suatu senyawa kimia
dengan rumus (C2H5OH).
5. Minuman beralkohol adalah:

a) Minuman yang mengandung etanol atau senyawa


lainnya, antara lain, metanol, asetaldehida, dan etil asetat
yang dibuat secara fermentasi dengan rekayasa dari
berbagai jenis bahan baku nabati yang mengandung
karbohidrat, atau

b) Minuman yang mengandung etanol dan atau metanol yang


ditambahkan dengan sengaja.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Pada dasarnya berobat wajib menggunakan metode yang tidak
melanggar syariat, dan obat yang digunakan wajib menggunakan obat
yang suci dan halal.
2. Obat-obatan cair berbeda dengan minuman. Obatan-obatan digunakan
untuk pengobatan sedangkan minuman digunakan untuk konsumsi.
Dengan demikian, ketetuan hukumnya berbeda dengan minuman.
3. Obat-obatan cair atau non cair yang berasal dari khamr hukumnya
Haram.
4. Penggunaan alkohol/etanol yang bukan berasal dari industri khamr
(baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun
hasil industri fermentasi non khamr) untuk bahan obat-obatan cair
ataupun non cair hukumnya boleh dengan syarat:

a. Tidak membahayakan bagi kesehatan.


b. Tidak ada penyalahgunaan.
c. Aman dan sesuai dosis.
d. Tidak digunakan secara sengaja untuk membuat mabuk.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Alkohol/Etanol Untuk Bahan Obat 11

Ketiga : Rekomendasi
1. Meminta kepada Pemerintah untuk menjamin ketersediaan obat-
obatan yang suci dan halal sebagai bentuk perlindungan terhadap
keyakinan keagamaan.
2. Pelaku usaha dan pihak-pihak terkait untuk memperhatikan unsur
kehalalan obat dan tidak serta-merta menganalogikan penggunaan
obat sebagai kondisi darurat.
3. Untuk mengetahui secara pasti kehalalan obat-obatan harus melalui
sertifikasi halal.
4. LPPOM harus menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam
pelaksanaan sertifikasi halal obat.
5. LPPOM diminta untuk tidak mensertifikasi halal obat-obatan yang
berbahan haram dan najis.
6. Menghimbau kepada masyarakat agar dalam dalam pengobatan
senantiasa menggunakan obat yang suci dan halal.
Keempat : Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki
dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 16 Muharram 1440 H
26 September 2018 M

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. H. HASANUDDIN AF., MA Dr.HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA


Mengetahui,

DEWAN PIMPINAN HARIAN


MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum, Sekretaris Jenderal

Prof. Dr. KH. MA’RUF AMIN Dr. H. ANWAR ABBAS MM., M.Ag.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Partikel Emas Dalam Produk
Kosmetika Bagi Laki-laki 1

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 47 Tahun 2018
Tentang
PENGGUNAAN PARTIKEL EMAS DALAM PRODUK KOSMETIKA
BAGI LAKI-LAKI

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :


Menimbang : a. bahwa ajaran Islam menganjurkan untuk berhias
(tazayyun), dan kosmetika telah menjadi salah satu
kebutuhan manusia pada umumnya;
b. bahwa kosmetika yang akan digunakan oleh setiap muslim
harus berbahan halal dan suci;
c. bahwa perkembangan teknologi telah mampu
menghasilkan berbagai produk kosmetika yang
menggunakan partikel emas;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa
tentang penggunaan partikel emas dalam produk kosmetika
bagi laki-laki;

Mengingat : 1. Firman Allah SWT; antara lain:


a. Firman Allah SWT tentang perintah untuk berhias:

‫آد َيم ُخ ُذوا ِزينَتَ ُك ْيم ِعْن َيد ُك ٍّيل َم ْس ِج ٍيد َوُكلُوا َوا ْشَربُوا َوَيل تُ ْس ِرفُوا‬
َ ‫ن‬ ‫يَابَِ ي‬
]13 :‫ي [األعراف‬ ‫إِن يَّوُ َيل ُُِيبي الْ ُم ْس ِرفِ َي‬
Wahai anak cucu Adam, pakailah perhiasan yang bagus
pada setiap masuk mamsjid, makan dan minumlah
tetapi janganberlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf, 7: 13)

b. Firman Allah SWT tentang manfaat ciptaan Allah


secara umum untuk kepentingan manusia, termasuk
perhiasan:

ٍّ ‫ات ِم َين‬
‫الرْزِي‬
‫ق قُ ْلي‬ ‫ج لِعِبَ ِاديهِ َوالطَّيٍّبَ ِي‬
‫َخَر َي‬
ْ‫تأ‬ ‫قُ ْيل َم ْين َحَّرَيم ِزينَيةَ اللَِّيو الَِّ ي‬
‫ص يةً يَ ْوَيم الْ ِقيَ َام ِية َك َذلِ َي‬
‫ك‬ ِ ِ ْ ‫ف‬
َ ‫اْلَيَ ياة الدنْيَا َخال‬ ‫ين َآمنُوا ِ ي‬ ‫ِى َيي لِلَّ ِذ َي‬
]13 :‫ات لَِق ْوٍيم يَ ْعلَ ُمو َين [األعراف‬ ‫ص ُيل ْاْليَ ِي‬ ٍّ ‫نُ َف‬
"Katakanlah: 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan
dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba -

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Partikel Emas Dalam Produk
Kosmetika Bagi Laki-laki 2

hamba-Nya dan (siapakah yang mengharamkan) rezki


yang baik?' Katakanlah: 'Semuanya itu (disediakan) bagi
orang-orang yang beriman dalam kehidupan, khusus
(untuk mereka saja) di hari kiamat.' Demikianlah Kami
menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang
mengetahui" (QS. al-A`raf [7]: 32)

‫َج ًيعا ِمْنويُ إِ َّين ِفي‬


َِ ‫ض‬ ‫الس َم َاو ِي‬
‫ات َوَما ِ ي‬
‫ف ْاأل َْر ِي‬ َّ ‫ف‬ ‫َو َس َّخَير لَ ُك ْيم َما ِ ي‬
]31 :‫ات لَِق ْوٍيم يَتَ َف َّك ُرو َين [اجلاثية‬ ‫َذلِ َي‬
‫ك َْليَ ٍي‬
"Dan Dia (Allah) telah menundukkan untuk kamu apa
yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya
(sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir" (QS. al-
Jasiyah [45]: 13)

c. Firman Allah SWT yang menjelaskan larangan untuk


menjerumuskan diri dalam kebinasaan, antara lain:

‫َوَيل تُ ْل ُقوا بِأَيْ ِدي ُك ْيم إِ َي‬


]391 :‫ [البقرة‬... ‫ل الت َّْهلُ َك ِية‬
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan… (QS Al-Baqarah [2]: 195)

‫اْلَبَائِ َي‬
]317 :‫ [األعراف‬... ‫ث‬ ‫َوُُِيلي ََلُُيم الطَّيٍّبَ ِي‬
ْ ‫ات َوُُيٍَّرُيم َعلَْي ِه ُيم‬
..." dan ia (Nabi) mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk..." (QS. al-A`raf [7]: 157).

2. Hadis Nabi SAW; antara lain:


a. Hadis yang diriwayatkan Imam Muslim:

‫أنيرسولياهلليصلَّىياهللُي‬
َ ‫عنيعبدياهلليبنيعباسير ِض َي ي‬
‫ياهللُ َعْن ُه َما‬ َ
‫ يفنزعو يفطرحوي‬،‫يسلَّ َم يرأى يخادتا يمن يذىب يف ييد يرجل‬ ِ
َ ‫َعلَْيو َيو‬
‫ (يعمد يأحدكم يإليَجرة يمن ينار يفيجعلهايفييده) فقيلي‬:‫وقال‬
‫ خذي‬:‫يسلَّ َيم‬ ِ ‫للرجل يبعد يما يذىب يرسول ياهلل يصلَّى ياهلل‬
َ ‫يعلَْيو َيو‬
َ ُ َ
‫يوقديطرحويرسولياهلليصلَّىي‬،‫ليآخذهيأبدا‬
َ :‫يقال‬،‫خادتكيانتفعيبو‬
‫يسلَّ َيم‬ ِ ‫اهلل‬
َ ‫يعلَْيو َيو‬
َُ
Dari Ibnu Abbas ra disebutkan bahwa Rasulullah saw
melihat seorang laki-laki memakai cincin emas. Beliau
mencabut cincin emas itu lalu membuangnya seraya
berkata; “Apakah salah seorang diantara kamu sudi
meletakkan bara api ditangannya?” Setelah Rasulullah
saw pergi, ada yang berkata kepada lelaki itu; “Ambillah
cincinmu! Engkau dapat memanfaatkannya!” Ia berkata ;
“Demi Allah, aku tidak akan mengambilnya lagi, sebab
Rasulullah telah membuangnya.” (HR. Muslim)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Partikel Emas Dalam Produk
Kosmetika Bagi Laki-laki 3

b. Hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad:

‫ول ياللَّ ِوي‬


ِ ‫يعْن يو ي َعن يرس‬ ِ ِ ِ ِ ‫عن‬
ُ َ ْ ُ َ ُ‫يع ْم ِر يبْ ِن يالْ َعاصي َرض َي ياهلل‬ َ ‫يعْبد ياللَّو يبْ ِن‬ َ َْ
ِ ‫يالذى‬ َّ ِ‫ َم ْن يلَب‬:‫يعلَْي ِو َيو َسلَّم يأَنَّوُ يقَال‬
‫اتي‬َ ‫ب يم ْن يأ َُّم ِت يفَ َم‬ َ َ ‫س‬ َ َ َ ُ‫صلَّىياللَّو‬
َ
‫ياْلَ ِر َير ِيم ْن يأ َُّم ِتي‬
ْ ‫س‬ ِ ِ ْ ‫وىو يي ْلبسو يحَّرم ياللَّو يعلَي ِو ي َذىب‬
َ ‫ياجلَنَّة َيوَم ْن يلَب‬ َ َ ْ َ ُ َ َ ُُ َ َ ََُ
ْ ‫يح ِر َير‬ ِ
.‫ياجلَنَّة‬ َ ‫يحَّرَمياللَّوُي َعلَْيو‬
َ ُ‫ات َيوُى َوييَ ْلبَ ُسو‬
َ ‫فَ َم‬
“Barangsiapa diantara umatku yang memakai perhiasan
emas, lalu ia wafat sedang ia masih memakainya, pasti
Allah haramkan emas-emas surga atasnya. Dan
barangsiapa yang memakai sutra dari umatku, lalu ia
wafat sedang ia masih memakainya, niscaya Allah
haramkan atasnya sutra-sutra surga. (HR. Ahmad)

c. Hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad:

َّ ‫يع َّما ٍر يأ‬


‫َن يعُ َمَر يبْ َني‬ َ ‫ايع َّم ُار يبْ ُن يأَِِب‬
َ َ‫اد يأَنْبَأَن‬
ٌ َّ‫ايَح‬
َ َ‫يحدَّثَن‬
َ ‫ايعفَّا ُن‬
َ َ‫َحدَّثَن‬
‫يعلَْي ِوي‬
َ ُ‫يصلَّى ياللَّو‬
ِ َ ‫ (إِ َّين يرس‬: ‫اب ير ِضي ياللَّو يعْنو يقَال‬
َ ‫ول ياللَّو‬ َُ ُ َ ُ َ َ ِ َّ‫اْلَط‬ ْ
ِ ً‫َىيفيي ِديرج ٍليخ َادت‬
ٍ ‫ايم ْنيذَ َى‬
ِ ْ‫بيفَ َق َاليأَل‬
‫َّمي‬
َ ‫ت‬ ‫خ‬
َ ‫ت‬
َ ‫يف‬
َ ‫اه‬
ُ ‫ق‬
َ ‫ل‬
َْ‫أ‬َ‫ف‬‫اي‬‫ذ‬
َ ‫ي‬ ‫ق‬ َ ُ َ َ ِ ‫َو َسلَّ َم َيرأ‬
ٍ ِ ِ ٍَ َ‫ايشٌّر ِيمْنو يفَتَختَّم ِيِب‬ ٍ ِ ‫اَت ِيمن‬ ِ
‫تي‬ َ ‫اَت يم ْن يفضَّة يفَ َس َك‬ َ َ ُ َ ‫يحديد يفَ َق َال ي َذ‬ َ ْ ٍَ َ‫ِب‬
)ُ‫َعْن يو‬
Dari Umar bin Khattab ra disebutkan bahwa Rasulullah
saw melihat seorang Shahabat memakai cincin emas, lalu
ia berpaling darinya. Shahabat itu pun membuang
cincinnya dan menggantinya dengan cincin dari besi.
Maka Rasulullah saw berkata kepadanya; “Ini lebih buruk
lagi! Ini adalah perhiasan penduduk neraka! “Shahabat itu
membuangnya dan menggantinya dengan cincin dari
perak. Setelah itu Rasulullah membiarkannya. (HR.
Ahmad)

d. Hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad:

‫اير ِض َيي‬ ِ ‫يَسعت‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ‫عن‬


َ ًّ‫يعلي‬
َ ُ ْ َ ‫يعْين يوُيقَ َال‬ َ ُ‫يعْبدياللَّويبْ ِن ُيزَريْ ٍريالْغَافق ٍّيي َرض َيياهلل‬
َ َْ
‫يعلَْي ِو َيو َسلَّ َم يذَ َىبًايبِيَ ِمينِ ِوي‬
َ ُ‫يصلَّىياللَّو‬
ِ ُ ‫ول يأَخ َذ يرس‬
َ ‫ول ياللَّو‬ ُ َ َ ُ ‫يعْنوُ ييَ ُق‬ َ ُ‫اللَّو‬
‫يعلَىيذُ ُكوِري‬ َ ‫يحَر ٌام‬
ِ ِ ِِ
َ ‫ ( َى َذان‬:‫يُثَّ َيرفَ َع يِب َماييَ َديْو يفَ َقال‬ ُ ‫َو َح ِر ًيرايبِ ِش َمالِِو‬
)‫ت‬ ‫أ َُّم ِ ي‬
Dari Ali bin Abi Thalib ra ia berkata : Aku telah melihat
Rasulullah saw mengambil sutra dan meletakkannya
ditangan kanannya dan mengambil emas lalu
meletakkannya ditangan kirinya. Kemudian beliau
bersabda : “Sesungguhnya dua hal ini (sutra dan emas)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Partikel Emas Dalam Produk
Kosmetika Bagi Laki-laki 4

diharamkan atas kaum laki-laki dari umatku”. (HR.


Ahmad)
e. Hadis yang diriwayatkan Imam At Turmudzi:

‫يصلَّىياللَّوُي‬ ِ َ ‫َنيرس‬
َ ‫ولياللَّو‬ ُ َ َّ ‫ي رضيياهلليعنهمايأ‬ ‫ىياألَ ْش َع ِر ٍّي‬
ْ ‫وس‬ ُ ‫َع ْنيأَِِب‬
َ ‫يم‬
‫يعلَى يذُ ُكوِر يأ َُّم ِتي‬ ِ ‫الذ َى‬
َّ ‫ياْلَ ِري ِر َيو‬ ِ َّ ِ
َ ‫ب‬ ْ ‫اس‬ ُ َ‫ ( ُحٍّرَم يلب‬:‫َعلَْيو َيو َسل َم يقَالي‬
‫يص ِح ٌي‬
‫يح‬ َ ‫يح َس ٌن‬
َ ‫يث‬ٌ ‫ايح ِد‬
َ ‫ىيى َذ‬ َ ‫يس‬
ِ
َ ‫َوأُح َّليإلناثهم) قَ َاليأَبُويع‬
ِ
Dari Abu Musa Al-Asy’ary ra sesungguhnya Rasulullah saw
telah bersabda : “Telah diharamkan pakaian sutra dan
emas atas kaum laki-laki dari umatku dan dihalalkan atas
wanita-wanita muslimah mereka”. (HR. At-Turmudzi)

f. Hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari:


ِ ‫بيو‬
‫الفض َِّة َيولَي‬ ِ َّ ‫ايفيآنِيَ ِة‬
ِ ‫اجيولَيتَ ْشربُو‬ ِ
َ ‫يالذ َى‬ َ َ َ َ‫لَيتَ ْلبَ ُسواياْلَر َير َيولَيالدٍّيب‬
ِ ِ
ِ‫ياْلخرية‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫تَأْ ُكلُوايفيص َحاف َهايفَإن ََّهاي ََلُ ْميفيالدنْي‬
َ ‫ايولَنَايف‬
Janganlah kalian memakai sutra, jangan kalian minum
dari bejana terbuat dari emas dan perak, dan janganlah
kalian makan di atas piring yang terbuat dari emas dan
perak. Karena semua itu adalah untuk mereka (orang-
orang kafir) di dunia, dan untuk kita di akhirat kelak”.
(HR. Bukhari)

g. Hadis-hadis tentang perintah untuk menggunakan yang


halal dan meninggalkan yang haram dan berhati-hati
dalam perkara yang belum jelas hukumnya:

‫ات يلَيَ ْعلَ ُم ُه َن ي َكثِْي ٌري‬


ٌ ‫يم ْش تَبِ َه‬ ٌ َِ‫اْلََر ُام يب‬
ُ ‫ي َيوبَْي نَ ُه َما يأ ُُم ْوٌر‬ ٌ َِ‫اَ ْْلَ ََل ُل يب‬
ْ ‫ي َيو‬
‫ياستَ ْب َرأَيلِ ِديْنِ ِو َيو ِع ْر ِض ِو ي)رواهي‬ ِ ِ
ْ ‫ىيالش بُ َهات يفَ َقد‬ ُ ‫يفَ َم ِن ياتَ َق‬،‫اس‬ ِ َ‫ِم َن يالن‬
(‫مسلم‬
"Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah
jelas; dan di antara keduanya ada hal-hal yang
musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal
haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui
hukumnya. Barang
siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah
menyelamatkan agama dan harga dirinya..." (HR.
Muslim).

‫ي‬،‫يف يكِتَابِِو‬
ْ ِ ‫احَّرَم ياهلل‬
َ ‫يم‬ ْ ‫ َيو‬،‫يف يكِتَابِِو‬
َ ‫اْلََر ُام‬ ْ ِ ‫َح َل ياهلل‬ َ ‫يماأ‬
َ ‫اَ ْْلََلَ ُل‬
‫ايع َفا َعْنوُي)أخرجويالرتمذييوابنيماجويعني‬ ِ
َ َ‫يعْنوُيفَ ُه َو يِم‬
َ ‫ت‬َ ‫اس َك‬
َ ‫َوَم‬
(‫سلمانيالفارسي‬
"Yang halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah
dalam Kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang
diharamkan oleh Allah dalam Kitab-Nya; sedang yang

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Partikel Emas Dalam Produk
Kosmetika Bagi Laki-laki 5

tidak dijelaskan-Nya adalah yang dimaafkan" (HR.


Tirmidzi dan Ibnu Majah)
ِ
‫يو َحَّرَمي‬،‫ا‬
َ‫َّيح ُد ْوًدايفََلَتَ ْعتَد ْوَى ي‬
ُ ‫يو َحد‬،‫ا‬ ِ َ ُ‫ضيفََلَت‬
َ ‫ضيعُ ْوَى‬ َ ‫ضيفَ َرائ‬َ ‫إِ َنياهلليفَ َر‬
ٍ ‫ وس َكت يعن يأَ ْشياء ير َْح يةً لَ ُكم ي َغي ر ينِسي‬،‫أَ ْشياء يفََلتَ ْنتَ ِه ُكوىا‬
‫اني‬ َْ َْ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ََ
)‫قطنيوحسنويالنّووي‬
ّ ‫ايعْن َهاي(رواهيال ّدار‬
َ ‫فَ ََلتَ ْب َحثُ ْو‬
“Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban; janganlah
kamu abaikan, telah menetapkan beberapa batasan,
jangalah kamu langgar, telah mengharamkan beberapa
hal, janganlah kamu rusak, dan tidak menjelaskan
beberapa hal sebagai kasih sayang kepadamu, bukan
karena lupa, maka janganlah kamu tanya-tanya
hukumnya” (HR. Daraquthni dan dinilai sahih oleh Imam
Nawawi).

h. Hadis nabi saw yang menerangkan tentang dorongan


untuk berhias dan menjaga kebersihan diri, antara
lain :

‫لنيبيصلى اهلليعليويوسلمي‬ ّ‫ا‬ ‫رضيياهلليعنهمايعني‬ ‫ي‬ ٍ ‫وعنيابنيم‬


‫سعود‬
ّ ّ
‫ال ي َذ َرةٍ ِيم ْن يكِ ٍْْب"يفَ َق َالي‬
ُ ‫يم ْينيي َكا َين ِف يقَ ْلبِ ِو ِيمثْ َق‬
َ َ‫"لييَ ْد ُخ ُل ياجلَنَّة‬:‫قَ َال ي‬
ُِ ‫يالرجل‬
،‫يح َسنةً ي‬َ ُ‫يونَ ْعلُو‬،‫ي‬
َ ً‫يح َسنا‬ َ ُ‫يُيب يأَ ْن ييَ ُكو َن يثَ ْوبُو‬ َ ُ َّ ‫يإ َن‬:‫َر ُج ٌل ي‬
‫طي‬
ُ ‫يو َغ ْم‬،‫ي‬ ِ ِ ُِ ‫ياهلليَجيل‬
ِ
َ ‫يبَطَُر ياْلَق‬:‫يالكْب ُر ي‬،‫ب ياجلَ َم َال‬ ُ ‫يُي‬ ٌ َ ‫ي"إ َن‬:‫فَ َق َال ي‬
(‫الرتمذي‬ ّ ‫ي)رواهيمسلميويأَحديوي‬."‫َّاس‬ ِ ‫الن‬
Dari Ibn Mas’ud ra dari Nabi saw beliau bersabda: “Tidak
masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat setitik
kesombongan”, kemudian salah seorng sahabat bertanya,
“Seseorang suka pakainnya bagus serta sendalnya baik.
Rasulullah pun menjawab: “Allah SWT itu indah dan
menyukai keindahan. Kesombongan adalah menghinakan
kebenaran dan merendahkan orang lain” (HR. Imam
Muslim, Ahmad, dan al-Turmudzi)

i. Hadis Nabi saw yang menegaskan adanya larangan


beberapa jenis aktifitas berhias, antara lain:

‫يلعنياهلل الوامشاتي‬:‫عنيعبد اهلليبنيمسعوديرضيياهلليعنهمايقال‬


‫و املستومشات يواملتنمصات يو ياملتفلجات للحسن ياملغريات يخلقي‬
)‫اهللي(رواهيالبخاري‬
Dari Abdullah ibn Mas’ud ra. Ia berkata: “Allah SWT
melaknat orang-orang perempuan yang membuat tato
dan yang meminta membuat tato, memendekkan rambu,
serta yang berupaya merenggangkan gigi supaya

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Partikel Emas Dalam Produk
Kosmetika Bagi Laki-laki 6

kelihatan bagus, yang merubah ciptaan Allah. (HR.


Bukhari)

‫ يلعن يرسول ياهللي‬:‫عن يعبد ياهلل يبن يعباس يرضي ياهلل يعنهما يقال‬
.‫املتشبهييمنيالرجاليبالنساءيوياملتشبهاتيمنيالنساءيبالرجال‬
‫(رواهيالبخارييويأبويداوديويالرتمذييويابنيماجو)ي‬
Dari Abdillah ibn ‘Abbas ra. Ia berkata: “Rasulullah saw
melaknat kaum laki-laki yang menyerupakan diri dengan
perempuan, juga kaum perempuan yang menyerupakan
diri dengan laki-laki” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, al -
Turmuzi dan Ibn Majah)

j. Hadis Urfujah bin As’ad yang diriwayatkan Imam Al


Nasa’i:

‫ي‬..‫يأنويأذنيلشخصيأصيبيأنفويأنييضع‬:‫وقديثبتيعنو ﷺ‬
‫يبأمرهيعليوي‬،ً‫أنييتخذيمكانويفضةيفأنتنتيعليويفاختذيمكانويذىبا‬
‫ يفدل يذلك يعلى يجواز يمثل يىذا ياألنف يمني‬،‫الصَلة يوالسَلم‬
.‫ينعم‬.‫يرباطيالذىبيليحرج‬،‫يسنيالذىب‬،‫الذىبيعندياْلاجة‬
Dalam satu riwayat Arjafah bin As’ad hidungnya
terpotong di hari peperangan Al-Kullab, maka dia
membuat hidung dari perak namun perak itu berbau dan
mengganggu dirinya, maka Nabi memerintahkannya
untuk mengganti dengan yang terbuat dari emas. (HR.
Abu Daud)

1. Kaidah fiqhiyyah :

ْ ِ‫َّارية‬
.ُ‫اْلُْرَم ية‬ ‫ف ا األَ ْشيَ ِي‬
َّ ‫اء الض‬ ‫ َو ِي‬،ُ‫احة‬ ِ ِ ‫ف األَ ْشي ِي‬
َ َ‫اء النَّاف َع ية ا ِإلب‬َ ‫َص ُيل ِي‬
ْ ‫اَأل‬
" Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan
hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram ."

ْ ‫ َما َيلْ يَ ُق ْيم َدلِْي ٌيل ُم ْعتَبَ ٌير َعلَى‬،ُ‫احة‬


‫اْلُْرَمة‬ ‫ف األَ ْشيَ ِي‬
َ َ‫اء ا ِإلب‬ ‫َص ُيل ِي‬
ْ ‫اَأل‬
"Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak
ada dalil muktabar yang mengharamkanya ".

‫اص ِد َىا‬
ِ ‫األموير ِِبََق‬
ُُْ
“(Hukum) Segala sesuatu tergantung pada tujuannya ”
ِ ‫َص ُيل ِ ي‬
َ َ‫ف الْ ُم َع َاملَية ا ِإلب‬
ُ‫اح ية‬ ْ ‫اَأل‬
“Hukum asal pada masalah mu’amalah adalah boleh ”
ِ ‫اَألَص يل ِ ي‬
َ َ‫ف الْ َمنَاف ِيع ا ِإلب‬
ُ‫احية‬ ُْ
“Hukum asal pada setiap yang bermanfaat adalah boleh”

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Partikel Emas Dalam Produk
Kosmetika Bagi Laki-laki 7

‫اص ِدي‬
ِ ‫ْم الْم َق‬ ِ ِ
َ ‫ل ْل َو َسائ ِيل ُحك ُي‬
“Pada wasilah (hukumnya) sebagaimana hukum pada yang
ditujunya ”

Memperhatikan : 1. Pendapat Imam An-Nawawi dalam Majmu’ syarh Al-


Muhazzab 1/312

,‫ إن اضطر إل الذىب جاز استعمالو فمتفق عليو‬:‫أما قول املصنف‬


‫ وكذا‬،‫ فيباح لو األنف والسن من الذىب ومن الفضة‬:‫وقال أصحابنا‬
‫شد السن العليلة بذىب وفضة جائز‬
“Adapun perkataan penulis, ‘jika terpaksa menggunakan
emas maka boleh digunakan’, maka (pendapat ini)
disepakati (oleh ulama). Para ulama mazhab kami
(Syafi’iyyah) berkata, ’diperbolehkan baginya hidung dan
gigi dari emas dan perak’. Demikian juga mengikat
(menambal) gigi yang sakit dengan emas dan perak,
hukumnya boleh

2. Pendapat Ibnu Hajar al Haitami dalam Kitab Tuhfatul


Muhtaj Jilid 1 hal. 123:

‫َّة َوأَ ْكلِ ِه َما ُمْن َف ِرَديْ ِين أ ْيَو َم َعي‬ ‫ب َوالْ ِفض ِي‬ ‫الذ َى ِي‬َّ ‫ق‬ ‫ال َع ْين َد ٍّي‬ ‫َوقَ َيع الس َؤ ُي‬
‫ك َكغَ ِْرييهِ ِم ْين َسائِِير ْاأل َْد ِويَِية‬‫وز ذَلِ َي‬‫ض َم ِام َها لِغَ ِْريِِهَا ِم ْين ْاأل َْد ِويَِية َى ْيل ََيُ ُي‬ِ ْ‫ان‬
‫اىَير أَ ْين يُ َق َي‬
‫ال‬ ِ َّ‫َن الظ‬
‫اب أ َّي‬ ْ ‫ َو‬،‫اع ِية الْ َم ِال‬
‫اجلََو ُي‬ ِ ِ ِ ِ ‫أ يَم َيل ََي ي‬
َ ‫إض‬َ ‫وز ل َما ف ييو م ْين‬ ُُ ْ
‫ص ْيل‬ ِ ‫ث تَرت ي‬ ِِ ‫فِ ِييو أ َّي‬
ُ ‫ َوَك َذا إ ْين َيلْ َُْي‬،‫َّب َعلَْييو نَ ْف ٌع‬ َ َ ‫اجلََو َياز َيل َشكَّي ف ييو َحْي ُي‬ ْ ‫َن‬
‫اْلِ َج َارةيَ َوََْن َوَىا َيل َُْي ُرُيم ِمْن َها َّي‬
‫إل‬ ْ ‫َن‬ ‫ف ْاألَطْعِ َم ِية بِأ َّي‬ ‫ص ِر ُِي ِه ْيم ِ ي‬ ِ ‫ِمْن يو ذَلِ ي‬
ْ َ‫ك لت‬َ ُ
‫ حتفة احملتاج ف شرح املنهاج وحواشي‬.‫ضَّير بِالْبَ َد ِين أ ْيَو الْ َع ْق ِيل‬ َ ‫َما‬
)123/ 1) ‫الشرواين والعبادي‬

Ada pertanyaan tentang penggunaan serbuk emas dan


perak (baik emas dan perak digunakan secara bersama-
sama atau tidak) untuk keperluan pengobatan. Apakah
diperbolehkan atau tidak (ada unsur menyia-nyiakan
harta). Ibnu Hajar berpendapat: “bahwa penggunaan
serbuk emas dan perak boleh jika ada unsur kemanfaatan
seperti untuk pengobatan, tetapi bisa menjadi haram bila
membahayakan badan dan akal”.

3. Fatwa Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia


Nomor: 2/MUNAS VI/MUI/2000 tentang Penggunaan
Organ Tubuh, Ari -Ari, Dan Air Seni Manusia Bagi
Kepentingan Obat-Obatan Dan Kosmetika;

4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003


tentang Standarisasi Fatwa Halal;

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Partikel Emas Dalam Produk
Kosmetika Bagi Laki-laki 8

5. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 30 Tahun 2011


tentang Penggunaan Plasenta Hewan Halal untuk
Kosmetika dan Obat Luar;

6. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam


Sidang Komisi Fatwa pada Rapat-Rapat Komisi pada
tanggal 23 Oktober 2018.

7. Penjelasan LPPOM MUI bahwa:

a. Hasil riset industri kosmetik modern mampu


memproduksi kosmetik yang mengandung mengandung
partikel emas. Adapun prosesnya adalah berasal dari
bentuk garam emas (yang biasa ditemukan di alam),
kemudian direduksi sehingga didapatkan partikel emas
murni (Au), kemudian diproses lanjut sehingga
dihasilkan partikel emas murni (Au) dalam ukuran yang
sangat kecil (nano partikel). Partikel emas ini kemudian
dilarutkan dalam bahan cair. Larutan itulah yang
disebut dengan colloidal gold (koloid emas). Koloid
emas ini dipakai sebagai bahan kosmetik, misalnya
cream. Namun, pemakaiannya sangat kecil, yaitu
0,005% - 0,01% saja. Yang lainnya adalah bahan lain
yang umum dipakai untuk pembuatan cream. Dengan
penambahan partikel emas dalam kosmetik terbukti
dapat mencegah efek penuaan di kulit karena senyawa
bahan ini dapat menstimulasi pertumbuhan kolagen
secara alami.

b. Disengaja atau tidak, manusia (baik laki-laki maupun


perempuan) juga dapat terpapar emas dalam bentuk
mineral dari alam dalam kehidupan sehari-hari.

8. Menurut Uji dilakukan oleh pabrik kosmetik penggunaan


partikel emas dalam bahan kosmetik dipastikan aman
karena sudah melalui uji safety human patch test dan
memiliki Product Safety Assessment (PSA) certificate.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PENGGUNAAN PARTIKEL EMAS DALAM PRODUK KOSMETIK
BAGI LAKI-LAKI

Pertama : Ketentuan Umum


Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:

1. Partikel emas adalah bagian terkecil dari emas.

2. Partikel emas berasal dari garam emas (yang biasa ditemukan di


alam), kemudian direduksi sehingga didapatkan partikel emas
murni (Au). Partikel emasi ini kemudian diproses lanjut
sehingga dihasilkan partikel emas dalam ukuran yang sangat
kecil (nano partikel). Partikel emas ini kemudian dilarutkan

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Partikel Emas Dalam Produk
Kosmetika Bagi Laki-laki 9

dalam bahan cair. Larutan yang berisi partikel emas ini


kemudian digunakan sebagai bahan kosmetik.

Kedua : Ketentuan Hukum


Penggunaan kosmetika yang mengandung bahan partikel emas
bagi laki-laki hukumnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut;

a. dimaksudkan untuk kepentingan yang dibolehkan secara


syar’i.
b. ada kemanfaatan dan aspek bahaya (madlarrat) dalam
penggunaan partikel emas telah hilang (tidak
membahayakan).
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 15 S a f a r 1440 H
24 Oktober 2018 M

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. H. HASANUDDIN AF., MA Dr.HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA


Mengetahui,

DEWAN PIMPINAN HARIAN


MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum, Sekretaris Jenderal

Prof. Dr. KH. MA’RUF AMIN Dr. H. ANWAR ABBAS, MM., M.Ag.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 30 Tahun 2013
Tentang
OBAT DAN PENGOBATAN

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah:


Menimbang : 1. bahwa ajaran Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk
memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta;
2. bahwa dalam rangka melindungi dan menjaga jiwa, akal, dan keturunan,
Islam mensyari’atkan pemeliharaan kesehatan;
3. bahwa perkembangan dunia medis dewasa ini kurang memperhatikan
aspek kehalalan bahan baku obat-obatan;
4. bahwa sebagian masyarakat belum memiliki pemahaman tentang perlunya
kehalalan obat, karena mereka menganggap bahwa pengobatan masuk ke
dalam kategori darurat;
5. bahwa masyarakat memerlukan penjelasan tentang hukum praktek
pengobatan dan penggunaan obat-obatan untuk dijadikan pedoman.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT, antara lain:


‫وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَّنَمَا أَحْيَا الّنَاسَ جَمِيعًا‬
“Barang siapa yang menghidupkan seseorang, maka dia bagaikan
menghidupkan manusia semuanya” QS. Al-Maidah [5]: 32
‫ضطُّرَ غَيّْرَ بَاٍ وَلَا عَاٍ فَلَا‬
ْ ‫إِّنَمَا حَّرَمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالّدَمَ وَلَحْمَ الْخِّنْزِيّرِ وَمَا أُهِّلَ بِهِ لِغَيّْرِ اللَهِ فَمَنِ ا‬
ٌ‫إِثْمَ عَلَيْهِ إِّنَ اللَهَ غَفُورٌ رَحِيم‬
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain
Allah. Akan tetapi, barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun,
lagi Maha Penyayang” QS. Al-Baqarah [2] : 173

َ‫ضطُّرِرْتُمْ إِلَيْهِ وَإِّنَ كَثِيّرًا لَيُضِلُوّنَ بِأَ ْهوَائِهِمْ بِغَيّْرِ عِلْم إِّنَ رََبك‬
ْ ‫وَقَّدْ فَّصَّلَ لَكُمْ مَا حَّرَمَ عَلَيْكُمْ إِلَا مَا ا‬
َ‫ُهوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَّدِين‬
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.
Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak
menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan.
Sesungguhnya Tuhanmu, dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
melampaui batas” QS Al-An’am[6]: 119.
ِ‫وَلَا تُلْقُوا بِأَيّْدِيكُمْ إِلَى التَهْلُكَة‬
…Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan… QS Al-Baqarah [2]: 195
ِ‫ضتُ فَ ُهوَ َيشْفِين‬ ْ ِ‫وَإِذَا مَّر‬
Fatwa tentang Obat dan Pengobatan 2

Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku [Qs al-Syu’ârâ
(26): 80].
2. Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:
ُ‫عَنْ أَبِي هُّرَيْ َّرةَ رَضِيَ اللَهُ عَّنْهُ عَنْ الّنَبِيِ صَلَى اللَهُ عَلَيْهِ َوسَلَمَ قَالَ مَا أَّنْزَلَ اللَهُ ٍَاءً إِلَا أَّنْزَلَ لَه‬
ً‫شِفَاء‬
“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW: Sesungguhnya Allah tidak
menurunkan suatu penyakit kecuali menurunkan (pula) obatnya”. HR.
Bukhari,
ْ‫ "تَّدَا َووْا فَإِّنَ اللَهَ عَزَ وَجَّلَ لَمْ يَضَع‬:َ‫عَنْ ُأسَامَةَ بْنِ شَّرِيك أَّنَ َرسُولَ اللَهِ صَلَى اللَهُ عَلَيْهِ َوسَلَمَ قَال‬
"ُ‫ الْهَّرَم‬:‫ٍَاءً إِلَا وَضَعَ لَهُ ٍَوَاءً غَيّْرَ ٍَاء وَاحِّد‬
“Berobatlah, karena Allah tidak menjadikan penyakit kecuali menjadikan
pula obatnya, kecuali satu penyakit yaitu pikun (tua)”. HR. Abu Dawud,
Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah
،‫سوَيّْد الْجُعْفِيَ سَأَلَ الّنَبِيَ صَلَى اللَهُ عَلَيْهِ َوسَلَمَ عَنْ الْخَمّْرِ فَّنَهَاهُ َأوْ كَ ِّرهَ أَّنْ يَّصّْنَعَهَا‬ ُ َ‫أَّنَ طَا ِرقَ بْن‬
"ٌ‫ "إِّنَهُ لَ ْيسَ بِ َّدوَاء وَلَكِّنَهُ ٍَاء‬:َ‫ فَقَال‬،ِ‫ إِّنَمَا أَصّْنَعُهَا لِل َّدوَاء‬:َ‫فَقَال‬
“Sesungguhnya Thariq bin Suwaid al-Ju’fiy bertanya kepada Nabi SAW
tentang Khamr, kemudian Nabi melarangnya untuk membuatnya.
Kemudian dia berkata: sesungguhnya saya membuatnya untuk obat.
Kemudian Nabi SAW bersabda: “Sesunggunya (khamar) itu bukan obat,
melainkan penyakit”. HR. Muslim
ِ‫ "إِّنَ اللَهَ أَّنْزَلَ الّدَا َء وَال َّدوَا َء وَجَعَّلَ لِكُّل‬:َ‫ قَالَ َرسُولُ اللَهِ صَلَى اللَهُ عَلَيْ ِه َوسَلَم‬:َ‫عَنْ أَبِي الّدَرٍَْاءِ قَال‬
"‫ٍَاء ٍَوَاءً فَتَّدَا َووْا وَلَا تَّدَا َووْا بِحَّرَام‬
“Dari Abu Darda’, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya
Allah telah menurunkan penyakit dan obat bagi setiap penyakit, maka
berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Abu
Dawud)
ِ‫ قَّدِمَ أُّنَاسٌ مِنْ عُكّْل َأوْ عُّرَيّْنَةَ فَاجْ َت َووْا الْمَّدِيّنَةَ فَأَمَّرَهُمْ الّنَبِيُ صَلَى اللَهُ عَلَيْه‬:َ‫عَنْ أَ َّنسِ بْنِ مَالِك قَال‬
‫َوسَلَمَ بِلِقَاح وَأَّنْ َيشّْرَبُوا مِنْ أَ ْبوَالِهَا وَأَلْبَاّنِهَا‬
“Dari Sahabat Anas bin Malik RA: Sekelompok orang ‘Ukl atau Urainah
datang ke kota Madinah dan tidak cocok dengan udaranya (sehingga
mereka jatuh sakit), maka Nabi SAW memerintahkan agar mereka
mencari unta perah dan (agar mereka) meminum air kencing dan susu
unta tersebut”. (HR. al-Bukhari)
‫ لَا ضَّرَرَ وَلَا ضِّرَارَ (رواه أحمّد‬:َ‫ل قَالَ َرسُولُ اللَهِ صَلَى اللَهُ عَلَيْهِ َوسَلَم‬
َ ‫عَنِ ابْنِ عَبَاس قَا‬
)‫ومالك وابن ماجه‬
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: Tidak
boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula)
membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain)
dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya).” (HR. Ahmad,
Malik, dan Ibn Majah)

3. Kaidah-Kaidah fiqh:
ُ‫الضَّرَرُ يُزَال‬
“Bahaya itu harus dihilangkan”
‫ٍرء المفاسّد مقّدم على جلب المّصالح‬
“Meninggalkan kerusakan diutamakan daripada mengambilkan
kemashlahatan”.
‫إذا تعارضت مفسّدتاّن روعي أعظمهما ضّررا بارتكاب أخفهما‬
“Apabila ada dua mafsadah yang bertentangan maka dijaga bahaya
yang lebih besar di antara keduanya dengan jalan mengambil resiko
bahaya yang lebih ringan”
‫الضّرر األشّد يزال بالضّرر األخف‬

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Obat dan Pengobatan 3

“Bahaya yang lebih besar dihilangkan sekalipun mengakibatkan adanya


bahaya yang lebih ringan”.
‫يتحمّل الضّرر الخاص لمّنع الضّرر العام‬
“Beban dari bahaya yang bersifat khusus dipikul demi tercegahnya
bahaya yang bersifat umum”.

‫الضّرورات تبيح المحظورات‬


“Keadaan darurat itu membolehkan sesuatu yang dilarang”
‫الضّرورة تقّدر بقّدرها‬
“Keadaan yang bersifat darurat dilakukan sesuai kebutuhan/ kadarnya”.
‫الحاجة قّد تّنزل مّنزلة الضّرورة‬
“Kondisi hajat (keperluan mendesak) terkadang dapat menempati kondisi
darurat (yang mengancam kesalamatan emergency)”.

Memperhatikan : 1. Pendapat Imam Al-‘Izz ibn ‘Abd Al-Salam dalam Kitab “Qawa’id Al-
Ahkam” :
‫ ألّن مّصلحة العافية والسالمة أكمّل من‬، ‫جاز التّداوي بالّنجاسات إذا لم يجّد طاهّرا مقامها‬
‫مّصلحة اجتّناب الّنجاسة‬
“Boleh berobat dengan benda-benda najis jika belum menemukan benda
suci yang dapat menggantikannya, karena mashlahat kesehatan dan
keselematan lebih diutamakan daripada mashlahat menjauhi benda
najis”.

2. Pendapat Imam al-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ (9/55) :

‫ فإّن وجّده حّرمت‬، ‫ وإّنما يجوز التّداوي بالّنجاسة إذا لم يجّد طاهّرا يقوم مقامها‬: ‫قال أصحابّنا‬
‫ فهو‬، " ‫ " إّن اهلل لم يجعّل شفاءكم فيما حّرم عليكم‬: ‫ وعليه يحمّل حّديث‬، ‫الّنجاسات بال خالف‬
‫ وإّنما يجوز إذا كاّن‬: ‫ قال أصحابّنا‬. ‫ وليس حّراما إذا لم يجّد غيّره‬، ‫حّرام عّنّد وجوٍ غيّره‬
. ‫ أو أخـبّر بذلك طبيب مسلم‬، ‫ يعّرف أّنه ال يقـوم غيّر هذا مقامه‬، ‫المتّداوي عارفا بالطب‬
“Sahabat-sahabat kami (Pengikut Madzhab Syafi’i) berpendapat :
Sesungguhnya berobat dengan menggunakan benda najis dibolehkan
apabila belum menemukan benda suci yang dapat menggantikannya,
apabila telah didapatkan – obat dengan benda yang suci – maka haram
hukumnya berobat dengan benda-benda najis. Inilah maksud dari hadist
“ Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesehatan kalian pada sesuatu
yang diharamkan atas kalian “, maka berobat dengan benda najis
menjadi haram apabila ada obat alternatif yang tidak mengandung najis
dan tidak haram apabila belum menemukan selain benda najis tersebut.
Sahabat-sahabat kami (Pengikut Madzhab Syafi’i) berpendapat :
Dibolehkannya berobat dengan benda najis apabila para ahli kesehatan –
farmakologi- menyatakan bahwa belum ada obat kecuali dengan benda
najis itu, atau obat – dengan benda najis itu – direkomendasikan oleh
dokter muslim”.

3. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi


Fatwa pada Rapat-Rapat Komisi Fatwa, yang terakhir pada tanggal 20 Juli
2013

Dengan bertawakal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG OBAT DAN PENGOBATAN


Pertama : Ketentuan Hukum:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Obat dan Pengobatan 4

1. Islam mensyariatkan pengobatan karena ia bagian dari perlindungan dan


perawatan kesehatan yang merupakan bagian dari menjaga Al-Dharuriyat Al-
Kham.
2. Dalam ikhtiar mencari kesembuhan wajib menggunakan metode pengobatan
yang tidak melanggar syariat.
3. Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan wajib menggunakan
bahan yang suci dan halal.
4. Penggunaan bahan najis atau haram dalam obat-obatan hukumnya haram.
5. Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan hukumnya
haram kecuali memenuhi syarat sebagai berikut:
a. digunakan pada kondisi keterpaksaan (al-dlarurat), yaitu kondisi
keterpaksaan yang apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa
manusia, atau kondisi keterdesakan yang setara dengan kondisi darurat
(al-hajat allati tanzilu manzilah al-dlarurat), yaitu kondisi keterdesakan
yang apabila tidak dilakukan maka akan dapat mengancam eksistensi jiwa
manusia di kemudian hari;
b. belum ditemukan bahan yang halal dan suci; dan
c. adanya rekomendasi paramedis kompeten dan terpercaya bahwa tidak ada
obat yang halal.
6. Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan luar
hukumnya boleh dengan syarat dilakukan pensucian.

Kedua : Rekomendasi
1. Meminta kepada Pemerintah untuk menjamin ketersediaan obat-obatan yang
suci dan halal sebagai bentuk perlindungan terhadap keyakinan keagamaan, di
antaranya dengan menyusun regulasi dengan menjadikan fatwa ini sebagai
pedoman.
2. Menghimbau kepada pelaku usaha dan pihak-pihak terkait untuk
memperhatikan unsur kehalalan obat dan tidak serta-merta menganalogikan
penggunaan obat sebagai kondisi darurat.
3. LPPOM diminta untuk tidak mensertifikasi halal obat-obatan yang berbahan
haram dan najis.
4. Menghimbau kepada masyarakat agar dalam dalam pengobatan senantiasa
menggunakan obat yang suci dan halal.

Ketiga : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya,
menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 11 Ramadhan 1434 H
20 J u l i 2013 M

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Obat dan Pengobatan 5

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,

PROF.DR.H. HASANUDDIN AF., MA DR.H. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 30 Tahun 2011
Tentang
PENGGUNAAN PLASENTA HEWAN HALAL
UNTUK BAHAN KOSMETIKA DAN OBAT LUAR

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :


MENIMBANG : 1. bahwa saat ini plasenta hewan seringkali dijadikan bahan
pembuatan kosmetika dan obat yang digunakan di luar tubuh
misalnya parfum, cream wajah, salep, lotion pelembab kulit,
pewarna rambut, shampoo, sabun mandi, sabun wajah (facial
foam), dan bedak;
2. bahwa terhadap masalah tersebut, muncul pertanyaan di tengah
masyarakat mengenai hukum penggunaan plasenta hewan halal
untuk kosmetika dan obat luar;
3 bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa
tentang penggunaan plasenta hewan halal untuk kosmetika dan
obat luar guna dijadikan pedoman.

MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:

“.....dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan


mengharamkan bagi mereka segala yang buruk...” QS. Al-
A’raf[7]: 157

"Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu;


padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai
manfa`at, dan sebahagiannya kamu makan" (Q.S. al-Nahl[16]:
5).

"Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi


untuk kamu..." (QS. al-Baqarah [2]: 29).
Fatwa tentang Penggunaan Plasenta Hewan Halal untuk Bahan Kosmetika dan Obat Luar 2

"Katakanlah: 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari


Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya
dan (siapakah yang mengharamkan) rezki yang baik?'
Katakanlah: 'Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang
yang beriman dalam kehidupan, khusus (untuk mereka saja) di
hari kiamat.' Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi
orang-orang yang mengetahui" (QS. al-A`raf [7]: 32).

2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:

"Wahai umat manusia! Sesungguhnya Allah adalah thayyib


(baik), tidak akan menerima kecuali yang thayyib (baik dan
halal); dan Allah memerintahkan kepada orang beriman segala
apa yang Ia perintahkan kepada para rasul. Ia berfirman, 'Hai
rasul-rasul! Makanlah dari makanan yang baik-baik (halal)
dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan' (QS. al-Mu'minun [23]:
51), dan berfiman pula, 'Hai orang yang beriman! Makanlah di
antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu...'
(QS. al-Baqarah [2]: 172). Kemudian Nabi menceritakan
seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang,
rambutnya acak-acakan, dan badannya berlumur debu. Sambil
menengadahkan tangan ke langit ia berdoa, 'Ya Tuhan, Ya
Tuhan...' (Berdoa dalam perjalanan, apalagi dengan kondisi
seperti itu, pada umumnya dikabulkan oleh Allah--pent.).
Sedangkan, makanan orang itu haram, minumannya haram,
pakaiannya haram, dan ia selalu menyantap yang haram.
(Nabi memberikan komentar), 'Jika demikian halnya,
bagaimana mungkin ia akan dikabulkan doanya?'" (HR.
Muslim dari Abu Hurairah).

"Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas;
dan di antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat
(syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya),
kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang
siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah
menyelamatkan agama dan harga dirinya..." (HR. Muslim).

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Plasenta Hewan Halal untuk Bahan Kosmetika dan Obat Luar 3

"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh (pula)


membahayakan orang lain" (HR. Ahmad dan Ibn Majah dari
Ibn 'Abbas dan `Ubadah bin Shamit).

"Yang halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah dalam


Kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang di-haramkan oleh
Allah dalam Kitab-Nya; sedang yang tidak dijelaskan-Nya
adalah yang dimaafkan" (Nail al-Authar, 8: 106).

“Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban; janganlah


kamu abaikan, telah menetapkan beberapa batasan, jangalah
kamu langgar, telah mengharamkan beberapa hal, janganlah
kamu rusak, dan tidak menjelaskan beberapa hal sebagai kasih
sayang kepadamu, bukan karena lupa, maka janganlah kamu
tanya-tanya hukumnya” (HR. Daraquthni dan dinilai hasan
oleh Imam Nawawi).

3. Qaidah fiqhiyyah

"Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan


hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram".

"Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada


dalil muktabar yang mengharamkanya."

MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Ibnu Hajar al-Haitsami dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj


Fi Syarhi al-Minhaj, Maktabah Syamilah, Juz: 11, halaman:
204:

“Sedangkan plasenta, yang oleh orang Arab disebut al-


Khalash, yang dipotong dari janin adalah merupakan bagian
dari janin. Sedangkan plasenta yang janin ada di dalamnya
adalah tidak bagian dari induk, bukan pula bagian dari janin”

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Plasenta Hewan Halal untuk Bahan Kosmetika dan Obat Luar 4

2. Pendapat Ahmad bin Ahmad al-Qolyubi dan Syihabuddin


Ahmad al-Burlisi dalam kitab Hasyiyata Qalyubi Wa Umairah,
Maktabah Syamilah, Juz: 4, halaman: 407:

“termasuk pengertian „udhwun/organ ialah kuku dan rambut,


walaupun satu helai rambut menurut pendapat yang kuat.
Sedangkan plasenta, yang oleh orang Arab disebut al-Khalash,
adalah sama dengan organ karena ia dipotong dari janin,
sehingga ia adalah bagian dari janin. Sedangkan plasenta
yang janin ada di dalamnya tidaklah bagian dari induk, bukan
pula bagian dari janin ”

3. Pendapat Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin


Muhammad bin Abdurrahman at-Tharablusi al-Maghribi dalam
kitab Mawahib al-Jalil Fi Mukhtashari al-Khalil, Maktabah
Syamilah, Juz: 1, halaman: 289, dan juz: 9 halaman: 22:

“Plasenta (yang oleh orang Arab disebut juga as-sala) yang


merupakan pelindung janin menurut Ibnu Rusyd adalah suci,
seperti daging unta yang disembelih. Ia menyebutkannya di
dalam pendengaran Musa dari bab shalat, menjawab terhadap
orang yang memakai dalil hadis adanya plasenta yang
menimpa punggung rasulullah SAW sebagai dalil bahwa
terjatuhnya najis kepada orang shalat tidak membatalkan
shalat. Pendapat yang sama sebagaimana pendapat Ibnu al-
Imam. Dari pendapat itu Ibnu Arafah menyatakan bolehnya
memakan plasenta, dengan mengaitkannya dengan
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Fatwa tentang Penggunaan Plasenta Hewan Halal untuk Bahan Kosmetika dan Obat Luar 5

pendengaran sebagaimana disebutkan tadi. Al-Burzuli


berpendapat bahwa pendapat ini adalah pendapat yang benar
sebagaimana termaktub dalam kitab al-Mudawwanah. Dan
Ibnu Arafah dan al-Burzuli menceritakan dari as-Shaigh yang
mengatakan plasenta tidak boleh dimakan, karena terpisah
dari hewan sehingga hukumnya najis. Kemudian Ibnu Arafah
menceritakan pendapat ketiga dari sebagian gurunya, al-
Burzuli dan Ibnu Jama‟ah berkata: hukum plasenta mengikuti
(hukum) janin: jika janin halal dimakan maka plasentanya pun
halal, jika janinnya tidak boleh dimakan maka plasentanyapun
tidak boleh. Al-Burzuli berkata: Ibnu Arafah lebih condong
dengan pendapat terakhir ini. Wallahu a‟lam”

“Ibnu Rusyd melansir pendapat Musa dari bab shalat tentang


bolehnya memakan plasenta. Sedangkan as-Shoigh
memfatwakan melarang memakannya. Dan sebagian guru Ibnu
Arafah memfatwakan bahwa jika janinnya (halal) dimakan
maka hukum plasentanya juga halal”

4. Pendapat Muhammad bin Ahmad bin Irfah al-Maliki ad-Dasuqi


dalam kitab Hasyiyah ad-Dasuqi „Ala as-Syarhi al-Kabiri,
Maktabah Syamilah, Juz: 1, halaman: 142:

“…dan di antara bagian hewan adalah plasenta, yaitu tali


penghubung janin. Plasenta adalah suci dan boleh
memakannya, seperti pendapat Ibnu Rusyd dan dibenarkan
oleh al-Burzuli, katanya: pendapat ini seperti terdapat dalam
kitab al-Mudawwanah, berbeda dengan pendapat Abdul Hamid
as-Shaigh, yang menyatakan: tidak boleh memakan plasenta.
Dan pendapat Ibnu Jama‟ah: hukum plasenta mengikuti
(hukum) janinnya”.

5. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 tentang


Standarisasi Fatwa Halal;

6. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang


Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal;

7. Penjelasan dari ahli kedokteran hewan, Dr. Drh. Ita Djuwita,


M.Phil yang menjelaskan bahwa plasenta hewan merupakan
suatu kesatuan (struktur dan hubungan) antara selaput embrionik
(fetus/janin) dalam hal ini korion atau korioalantois dengan

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Plasenta Hewan Halal untuk Bahan Kosmetika dan Obat Luar 6

endometrium rahim induk. Plasenta merupakan organ karena


terdiri dari jaringan induk dan jaringan anak yang secara
bersama-sama menjalankan fungsi tertentu. Organ plasenta
menghubungkan janin ke dinding rahim induk melalui
pembuluh darah untuk mendapatkan nutrisi, mengeluarkan sisa-
sisa metabolisme serta pertukaran gas. Plasenta berkembang
setelah embrio/mudigah (yang terbentuk sebagai hasil
pertemuan sperma dan sel telur) mengalami implantasi
(bersarang) pada dinding rahim. Secara umum fungsi plasenta
adalah sebagai sarana nutrisi, pembuangan (ekskresi),
pernafasan, organ dan barrier bagi pencampuran langsung antara
darah induk dengan darah janin. Plasenta dikeluarkan dari induk
pada saat induk melahirkan anak, dimana semua bagian yang
berasal dari janin akan dikeluarkan dari induk, sedangkan bagian
jaringan induk yang membesar pada saat kebuntingan akan
berangsur kembali ke ukuran semula setelah melahirkan.
Plasenta merupakan jaringan, jadi bukan darah ataupun kotoran.
Plasenta yg keluar pada saat anak lahir bukan merupakan bagian
tubuh induk maupun anak.

8. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang


Komisi Fatwa pada Rapat-Rapat Komisi Fatwa yang terakhir
pada tanggal 3 Maret 2011 dan Rapat Pleno Komisi Fatwa
tanggal 20 Juli 2011.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PENGGUNAAN PLASENTA HEWAN
HALAL UNTUK BAHAN KOSMETIK DAN OBAT LUAR

Pertama : Ketentuan Umum


Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1. Plasenta atau tembuni atau ari-ari adalah suatu organ yang
terbentuk pada masa kehamilan/kebuntingan yang
menghubungkan janin ke dinding rahim induk melalui
pembuluh darah untuk mendapatkan nutrisi, mengeluarkan
sisa-sisa metabolisme serta pertukaran gas.
2. Kosmetik Luar adalah jenis kosmetik yang hanya digunakan di
luar tubuh misalnya parfum, cream wajah, lotion pelembab
kulit, pewarna rambut, shampoo, sabun mandi, sabun wajah
(facial foam), dan bedak.
3. Obat luar adalah jenis obat-obatan yang digunakan di luar
tubuh seperti salep, cairan pencuci, cairan kompres, dan
sebagainya.
4. Bangkai hewan adalah binatang yang mati dengan tanpa
disembelih atau yang disembelih dengan cara yang tidak
sesuai dengan ketentuan syar’i.

Kedua : Ketentuan Hukum


1. Penggunaan plasenta yang berasal dari hewan halal untuk
bahan kosmetik luar dan obat luar hukumnya boleh (mubah).
2. Penggunaan plasenta yang berasal dari bangkai hewan halal
untuk bahan kosmetik dan obat luar hukumnya haram.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Fatwa tentang Penggunaan Plasenta Hewan Halal untuk Bahan Kosmetika dan Obat Luar 7

Ketiga : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata membutuhkan penyempurnaan,
akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 18 Sya’ban 1432 H
20 Juli 2011M

MAJELIS ULAMA INDONESIA


KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 33 Tahun 2011
Tentang
HUKUM PEWARNA MAKANAN DAN MINUMAN
DARI SERANGGA COCHINEAL

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah:


Menimbang : 1. bahwa pewarna makanan dan minuman yang banyak dipakai selama
ini bukan hanya berasal dari bahan kimiawi tapi juga berasal dari
bahan nabati dan hewani, di antaranya dari serangga Cochineal;
2. bahwa masyarakat memerlukan penjelasan tentang hukum
menggunakan pewarna makanan dan minuman yang berasal dari
serangga Cochineal;
3. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
memandang perlu menetapkan fatwa tentang Hukum Pewarna
Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal untuk dijadikan
pedoman oleh masyarakat.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT, antara lain:

”Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk


kamu ” QS. Al-Baqarah[2]: 29.

“Katakanlah: "Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang


diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir atau daging babi - Karena Sesungguhnya
semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain
Allah". QS. Al-An’am [6]: 145.

“.....dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan


mengharamkan bagi mereka segala yang buruk...” QS. Al-A’raf
[7]: 157

2. Hadits-hadits Nabi SAW, antara lain:


Fatwa tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal 2

“Salman al-Farisi berkata: Rasulullah SAW ditanya tentang


margarine dan keju dan bulu, beliau bersabda: halal adalah apa
yang dihalalkan Allah dalam KitabNya, haram adalah apa yang
diharamkanNya dalam KitabNya, sedang yang tidak disebut dalam
keduanya maka dibolehkan” HR. Ibnu Majah, al-Baihaqi, al-Hakim,
at-Thabrani, dan at-Tirmidzi

“dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Tidak


boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula)
membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain)
dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya).” HR. Ahmad

“Dari Abdullah ibnu Umar RA, ia berkata: Rasulullah SAW


bersabda: dihalalkan bagi orang muslim dua bangkai dan dua
darah; sedang dua bangkai ialah ikan dan belalang, sedang dua
darah ialah hati dan limpa” HR. Ahmad

“bercerita Malqam bin at-Talami, dari ayahnya, ia berkata: saya


menemani nabi SAW dan tidak mendengar darinya tentang
haramnya binatang kecil bumi” HR. Abu Daud dan al-Baihaqi

“Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: jika lalat jatuh
di minuman kalian maka masukkan sekalian, kemudian angkat (dan
buanglah), karena di salah satu sayapnya ada penyakit dan di
sayap lainnya ada obat” HR. al-Bukhari dan Abu Dawud.

3. Kaidah fiqh:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal 3

“Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh/mubah”

"Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan hukum


asal sesuatu yang berbahaya adalah haram".

"Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil
muktabar yang mengharamkanya."

Memperhatikan : 1. Pendapat para ulama mengenai definisi al-hasyarat; antara lain:


a. Pendapat An-Nawawi dalam kitab ”Al-Majmu‟ Syarh Al-
Muhadzab”, Maktabah Syamilah, Juz 9, hal. 13, sbb:

“Hasyarat adalah kutu/serangga dan binatang kecil di bumi”

b. Pendapat Zakaria al-Anshari dalam kitab ”Tuhfatu at-Thullab”,


Penerbit: Maktabah Usaha Keluarga Semarang, hal. 128, sbb:

“…. Seperti hasyarat yaitu binatang kecil tanah seperti


kumbang, ulat, ,,, tawus, lalat, dan uget-uget (sindat) yang ada
di buah dan lainnya”

2. Pendapat para ulama tentang hukum mengkonsumsi al-hasyarat,


antara lain:

a. Pendapat An-Nawawi dalam kitab ”Al-Majmu‟ Syarh Al-


Muhadzab” Maktabah Syamilah, Juz 9, hal. 13 dan hal. 16, sbb:

“tidak halal memakan binatang kecil di bumi seperti ular,


kalajengking, tikus, kumbang, binatang lembut, kecoa, laba-
laba, tokek, cacing, orong-orong, karena firman Nya SWT: dan
diharamkan kepada kalian al-khobaits”

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal 4

“Pendapat ulama mazhab tentang binatang kecil bumi seperti


ular, kalajengking, kecoa, tikus dan sejenisnya, mazhab Syafi‟i
mengharamkannya, demikian pula Imam Abu Hanifah dan
imam Ahmad, sedangkan imam Malik berpendapat halal ”

b. Pendapat dalam kitab “Al-Iqna‟”, Maktabah Syamilah, Juz: 2,


Hal: 236, sbb:

“Tidak halal binatang kecil bumi (al-hasyarat) seperti


kumbang, ulat dan bianatang yang lahir di dalam makanan,
dan lainnya”

c. Pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab “As-Syarh Al-Kabir‟”,


Maktabah Syamilah, Juz: 11, hal. 73, sbb:

“serupa dengan masalah ini tentang hukum hewan yang


menjijikkan adalah al-hasyarat seperti cacing, kumbang (jenis
scarabs), kecoa, kumbang, tikus, tokek, bunglon, ad-„adha, tikus
(jenis rattus), kalajengking, dan ular, semuanya menurut imam Abu
Hanifah dan imam as-Syafi‟i hukumnya haram. Sedangkan menurut
imam Malik, Ibnu Abu Laila dan al-Auza‟i hukumnya boleh, kecuali
hewan tokek, karena imam Ibnu Abdul Bar mengatakan
kesepakatan ulama tentang keharamannya”

3. Pendapat para ulama tentang hukum hewan yang darahnya tidak


mengalir, antara lain:

a. Pendapat Al-Bakri dalam kitab ”I‟anah at-Thalibin”, Maktabah


Syamilah, Juz: 1, hal.: 108, sbb:

“Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpendapat sucinya


binatang yang darahnya tidak mengalir. Imam al-Qufal
sependapat dengan keduanya”

b. Pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab “Al-Mughni”, Maktabah


Syamilah, Juz: 3, hal: 238, sbb:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal 5

“Darah binatang yang darahnya tidak mengalir seperti kutu,


lalat dan sejenisnya ada dua pendapat, salah satunya
mengatakan suci. Di antara orang yang membolehkan darah
kutu adalah a-„Atha‟, Thawus, al-Hasan, as-Sya‟bi, al-hakim
dan Habib bin Abi Tsabit, Hamad, as-Syafi‟i dan Ishaq,
dengan alasan jika darahnya najis maka menjadi najis air
sedikit yang kecemplungan bangkainya”

4. Keterangan LP POM MUI dalam rapat komisi fatwa tanggal 4 Mei


2011 yang menyatakan bahwa serangga cochineal yang dijadikan
bahan pembuatan pewarna makanan dan minuman tidak
mengandung bahaya. Pada bagian tertentu, serangga cochineal
sejenis dengan belalang. Serangga chocineal juga masuk kategori
serangga yang darahnya tidak mengalir.

5. Makalah DR. KH. Munif Suratmaputra berjudul Pewarna dari


Cochineal untuk Obat-Obatan, Kosmetika dan Makanan dalam
Kajian Fiqh yang disampaikan dalam rapat komisi fatwa tanggal 4
Mei 2011, yang menyimpulkan halalnya pewarna makanan dari
serangga Cochineal.

6. Pendapat peserta rapat Komisi Fatwa pada tanggal 3 Maret 2011, 7


April 2011, 14 April 2011, 4 Mei 2011, dan 12 Mei 2011, 6 Juli
2011, serta rapat Pleno Komisi Fatwa tanggal 10 Agustus 2011.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

Menetapkan : HUKUM PEWARNA MAKANAN DAN MINUMAN DARI


SERANGGA COCHINEAL
Pertama : Ketentuan Umum:
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
Serangga cochineal yaitu serangga yang hidup di atas kaktus dan makan
pada kelembaban dan nutrisi tanaman.
Serangga cochineal merupakan binatang yang mempunyai banyak
persamaan dengan belalang dan darahnya tidak mengalir.

Kedua : Ketentuan Hukum


Pewarna makanan dan minuman yang berasal dari serangga Cochineal
hukumnya halal, sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.

Ketiga : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata membutuhkan penyempurnaan, akan diperbaiki
dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal 6

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat


mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa
ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 10 Ramadhan 1432 H
10 Agustus 2011 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,

PROF.DR.H. HASANUDDIN AF., MA DR.H. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 24 Tahun 2012
Tentang
PEMANFAATAN BEKICOT UNTUK KEPENTINGAN NON-PANGAN

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah:


Menimbang : 1. bahwa seiring dengan dinamika yang terjadi di masyarakat,
beberapa perusahaan dan masyarakat memanfaatkan bekicot sebagai
bahan untuk kepentingan non-konsumtif seperti obat luar;
2. bahwa masyarakat memerlukan penjelasan tentang hukum
memanfaatkan bekicot sebagai bahan untuk produk non-pangan;
3. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
memandang perlu menetapkan fatwa tentang pemanfaatan bekicot
untuk kepentingan non-pangan guna dijadikan pedoman.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT, antara lain:

”Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk


kamu ” QS. Al-Baqarah[2]: 29.

”Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah


menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa
yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan
batin. (QS. Lukman: 20)

”Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan


bagimu apa yang ada di bumi”. (QS Al-Hajj [22]:65)

2. Hadits-hadits Nabi SAW, antara lain:

a. Hadis nabi saw yang menerangkan pencegahan terhadap bahaya,


antara lain:

:
Fatwa tentang Pemanfaatan Bekicot untuk Kepentingan Non-Pangan 2

“dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Tidak


boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula)
membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain)
dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya).” (HR. Imam
Ahmad, Malik, dan Ibn Majah)

b. Hadis nabi saw yang menegaskan kesucian cairan yang keluar


dari

Dari Jabir ibn Abdillah ra dari Nabi saw beliau ditanya: “apakah
kami boleh berwudlu dari air yang bekas (minumnya) keledai?
Nabi menjawab: “Ya, boleh juga dari bekas binatang buas” (HR.
al-Baihaki)
3. Kaidah fiqh:

“Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh/mubah”

"Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan hukum


asal sesuatu yang berbahaya adalah haram".

"Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil
muktabar yang mengharamkanya."

Memperhatikan : 1. Pendapat jumhur Ulama yang menyatakan bahwa semua binatang


yang hidup hukumnya tidak najis kecuali anjing dan babi, antara
lain pendapat Imam an-Nawawi sebagaimana termuat dalam kita al-
Majmu’ Juz I halaman 172:

Madzhab kami berpendapat bahwa liur kucing itu suci dan tidak
makruh, demikian juga liur seluruh binatang seperti kuda, keledai,
binatang buas, tikus, ular, tokek dan semua hewan, baik yang dapat
dimakan atau tidak boleh dimakan. Untuk itu, liur dan keringat
seluruh jenis binatang adalah suci, tidak makruh kecuali anjing dan
babi serta yang turunan salah satu dari keduanya.
Imam al-Mawardi dalam Kitab al-Hawi Juz I halaman 56:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Pemanfaatan Bekicot untuk Kepentingan Non-Pangan 3

Seluruh jenis hewan itu suci kecuali lima hal, anjing, babi, yang
terlahir dari anjing dan babi, yang terlahir dari anjing dan hewan
suci, serta yang terlahir dari babi dan hewan suci. Akan dijelaskan
dalil kenajisannya. Hewan selain yang lima itu, baik yang melata
maupun yang terbang hukumnya suci ketika ia hidup.
Dalam Kitab Tuhfah al-Ahwadzi Juz 1 halaman 262:

Perkataannya: “Itu merupakan pendapat mayoritas ulama dari


kalangan para shahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam, tabi’in
dan generasi sesudahnya, seperti Syafi’i, Ahmad dan Ishaq. Mereka
berpendapat bolehnya liur kucing”. Artinya, liur kucing itu suci dan
tidak makruh menurut para imam. Dan ini merupakan pendapat
Malik dan ulama Madinah lainnya, Al-Laits dan ulama Mesir
lainnya, Al-Auza’i dan ulama Syam lainnya, Ats-Tsauri dan ulama
Irak yang sependapat dengannya, Syafi’i dan pengikutnya, Ahmad,
Ishaq, Abu Tsaur, Abu Ubaid, ‘Alqamah, Ibrahim an-Nakha’i, ‘Atha
bin Yasar, Hasan al-Bashri sebagaimana diriwayatkan oleh
Asy’ats, Ats-Tsauri sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Abdillah
Muhammad bin Nashr al-Marwazi. Demikian dijelaskan oleh al-
Hafizh Ibnu Abdil Barr. Begitu pula pendapat Abu Yusuf
sebagaimana diceritakan oleh al-‘Aini dan at-Thahawi. Dan ini
merupakan riwayat dari Muhammad bin Sirin sebagaimana
diterangkan oleh az-Zahidi dalam Syarh Mukhtashor al-Qaduri dan
at-Thahawi dalam at-Ta’liq al-Mumajjad. Madzhab Hanafi
berpendapat bahwa liur kucing itu suci tapi makruh.

Imam Ibn Qudamah dalam al-Mughni juz 1 halaman 82:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Pemanfaatan Bekicot untuk Kepentingan Non-Pangan 4

Kucing dan hewan yang lebih kecil seperti tikus, musang, dan
sejenisnya yang tergolong hasyarat, bekas jilatannya suci boleh
meminum dan berwudlu dengannya, tidak makruh. Ini pendapat
kebanyakan ulama dari golongan shahabat dan tabi’in, dari ulama
Madinah, Syam, dan Kufah, kecuali Abi Hanifah. Ia berpendapat
makruh berwudlu dari bekas jilatan kucing. Tetapi jika dilakukan,
diperbolehkan.

Dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (1/298), Wahbah al-Zuhaili


merujuk kitab al-Muhadzdzab dan al-Majmu’, menjelaskan:

“Cairan yang keluar dari setiap jenis hewan seperti keringat, air
liur, ingus, dan lendir adalah suci kecuali diyakini keluarnya dari
perut….”

2. Pendapat para ulama tentang hukum hewan yang darahnya tidak


mengalir, antara lain pendapat Al-Bakri dalam kitab ”I’anah at-
Thalibin”, Maktabah Syamilah, Juz: 1, hal.: 108, sbb:

“Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpendapat sucinya


binatang yang darahnya tidak mengalir. Imam al-Qufal sependapat
dengan keduanya”

Pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab “Al-Mughni”, Maktabah


Syamilah, Juz: 3, hal: 238, sbb:

“Darah binatang yang darahnya tidak mengalir seperti kutu, lalat


dan sejenisnya ada dua pendapat, salah satunya mengatakan suci.
Di antara orang yang membolehkan darah kutu adalah a-‘Atha’,
Thawus, al-Hasan, as-Sya’bi, al-hakim dan Habib bin Abi Tsabit,
Hamad, as-Syafi’i dan Ishaq, dengan alasan jika darahnya najis
maka menjadi najis air sedikit yang kecemplungan bangkainya”
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Fatwa tentang Pemanfaatan Bekicot untuk Kepentingan Non-Pangan 5

2. Penjelasan Ahli dan Keterangan LP POM MUI dalam rapat Komisi


Fatwa mengenai bekicot dan pemanfaatannya.

3. Pendapat peserta rapat-rapat Komisi Fatwa yang terakhir pada


tanggal 31 Mei 2012.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG BEKICOT UNTUK KEPENTINGAN NON-


PANGAN

Pertama : Ketentuan Hukum


1. Bekicot merupakan salah satu jenis hewan yang suci.
2. Pemanfaatan bekicot untuk kepentingan non-pangan, seperti untuk
obat dan kosmetika luar, hukumnya mubah, sepanjang bermanfaat
dan tidak membahayakan.

Kedua : Rekomendasi
Agar LPPOM MUI dapat menjadikan Fatwa ini sebagai pedoman dalam
melakukan sertifikasi halal produk terkait.

Ketiga : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata membutuhkan penyempurnaan, akan
diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 10 Rajab 1433 H
31 Mei 2012 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA


KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 47 Tahun 2012
Tentang
PENGGUNAAN BULU, RAMBUT DAN TANDUK DARI HEWAN HALAL
YANG TIDAK DISEMBELIH SECARA SYAR’I UNTUK BAHAN PANGAN,
OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :


MENIMBANG : 1. Bahwa sejumlah obat-obatan dan kosmetika disinyalir
mengandung unsur yang berasal dari bulu, rambut, dan tanduk
bangkai hewan halal;
2. Bahwa menurut para ahli kesehatan, bulu, rambut dan tanduk
hewan halal mengandung protein dan zat yang dapat menjadi
bahan obat-obatan dan kosmetika;
3. Bahwa masyarakat sangat memerlukan penjelasan tentang
hukum menggunakan bulu, rambut dan tanduk yang berasal
dari hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i untuk
bahan pangan, obat-obatan dan kosmetika;
4. Bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa
tentang penggunaan bulu, rambut dan tanduk dari hewan halal
yang tidak disembelih secara syar’i untuk bahan pangan, obat-
obatan dan kosmetika guna dijadikan pedoman.

MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT, antara lain:


a. Firman Allah SWT yang menjelaskan pemanfaatan bulu
hewan :

“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai


tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah
(kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa
ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu
kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba,
bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan
perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)”. (QS.
An-Nahl [16] : 80)
Berdasarkan ayat ini, jumhur ulama kecuali Syafi`iy, bulu dari
hewan yang halal dimakan statusnya tidak najis tanpa
memandang apakah pencukuran bulu tersebut dilakukan
ketika hewan masih hidup (seperti domba yang digunduli
Fatwa tentang Penggunaan Bulu, Rambut dan Tanduk dari Hewan Halal yang Tidak Disembelih
secara Syar’i untuk Bahan Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika 2

untuk diambil bulunya sebagai bahan wol) atau disembelih


atau telah mati tanpa disembelih.
Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa bulu dari bangkai yang
dapat dimanfaatkan adalah bangkai hewan halal seperti
domba, onta dan kambing.
b. Firman Allah SWT yang menjelaskan segala yang ada di
muka bumi dijadikan untuk manusia :

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi


untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu
dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu”. (QS. Al-Baqarah [2]: 29)
2. Hadis Nabi, antara lain:
a. Hadis Nabi tentang kulit bangkai yang suci apabila telah
disamak sehingga dapat dimanfaatkan :

Dari Ibn Syihab dari ibn Mas`ud dari ibn Abbas ia berkata
bahwa suatu saat Rasulullah mendapati seekor kambing yang
telah mati, yang kemudian diberikan kepada bekas budaknya
Maimunah, isteri Nabi shallallahu alaihi wasallam. Lalu
beliau bersabda, “Mengapa tidak kalian ambil manfaat dari
kulitnya?” Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, kambing
itu (telah menjadi) bangkai”. Maka Rasulullah bersabda: “
Yang diharamkan itu memakannya” (HR al-Bukhari dari Ibnu
Abbas)

“Dari Ibnu Abbas berkata, aku mendengar Rasulullah SAW


bersabda: ‘Kulit apa saja yang disamak maka ia menjadi
suci” (HSR Ibnu Majah, at-Tirmidzi dan an-Nasa’i dari Ibnu
Abbas)
b. Hadis Nabi tentang perintah untuk berobat dengan cara
yang syar’i, antara lain:

"Berobatlah, karena Allah tidak membuat penyakit kecuali


membuat pula obatnya selain satu penyakit, yaitu pikun"
(HSR. Abu Daud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban
dari Usamah bin Syarik)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Bulu, Rambut dan Tanduk dari Hewan Halal yang Tidak Disembelih
secara Syar’i untuk Bahan Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika 3

Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan


obat bagi setiap penyakit; oleh karena itu, berobatlah dan
janganlah berobat dengan benda yang haram" (HR. Abu Daud
dari Abu Darda’)
3. Qaidah fiqhiyyah :

Hukum asal pada hal-hal yang bermanfaat adalah boleh dan


pada hal-hal yang menimbulkan madharat adalah terlarang.

"Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada


dalil muktabar yang mengharamkanya."

MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Jami’ li Ahkam


Al-Qur’an 10/154 ketika menafsirkan firman Allah dalam QS
An-Nahl: 80

2. Pendapat Syaikh Dr. Wahbah al-Zuhailiy dalam Tafsir Al-


Munir 14/200 ketika menafsirkan firman Allah dalam QS An-
Nahl: 80

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penggunaan Bulu, Rambut dan Tanduk dari Hewan Halal yang Tidak Disembelih
secara Syar’i untuk Bahan Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika 4

3. Fatwa Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia no.


2/Munas VI/ MUI/2000 Tentang Penggunaan Organ Tubuh,
Ari-Ari, dan Air Seni manusia Bagi Kepentingan Obat-Obatan
dan Kosmetika
4. Pendapat dan saran peserta sidang Komisi Fatwa MUI pada
hari Rabu, 28 Maret 2012
5. Makalah anggota Komisi Fatwa MUI, Dra.Hj. Mursyidah
Thahir, MA berjudul “Status Kenajisan Bulu dan Tulang dari
Bangkai” yang dipresentasikan pada tgl 28 Maret 2012.
6. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang
Komisi Fatwa pada tanggal 26 September 2012 dan 7
November 2012.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PENGGUNAAN BULU, RAMBUT DAN
TANDUK DARI HEWAN HALAL YANG TIDAK
DISEMBELIH SECARA SYAR’I UNTUK BAHAN
PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1. Hewan Halal adalah jenis hewan yang dagingnya boleh
dimakan (ma’kul al-lahm) dengan syarat terpenuhi ketentuan
syar’i, seperti disembelih secara syar’i.
2. Bangkai hewan adalah hewan yang mati dengan tanpa
disembelih atau yang disembelih dengan cara yang tidak
sesuai dengan ketentuan syar’i.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Bulu, rambut dan seluruh bagian dari anggota tubuh manusia
adalah suci, tetapi haram dimanfaatkan untuk kepentingan
pangan, obat-obatan dan kosmetika.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Fatwa tentang Penggunaan Bulu, Rambut dan Tanduk dari Hewan Halal yang Tidak Disembelih
secara Syar’i untuk Bahan Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika 5

2. Bulu, rambut dan tanduk dari hewan halal (ma’kul al-lahm)


yang disembelih secara syar’i hukumnya halal untuk
kepentingan pangan, obat-obatan dan kosmetika.
3. Kulit dari bangkai hewan halal setelah dilakukan
penyamakan, statusnya suci dan boleh dimanfaatkan untuk
barang gunaan non pangan, termasuk untuk obat luar dan
kosmetika luar.
4. Bulu, rambut dan tanduk dari bangkai hewan halal, termasuk
yang tidak disembelih secara syar’i statusnya suci dan boleh
dimanfaatkan untuk barang gunaan non pangan, termasuk
untuk obat luar dan kosmetika luar, tetapi haram untuk
dikonsumsi, termasuk untuk bahan pangan.
Ketiga : Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini berlaku mulai pada tanggal ditetapkan, dengan
ketentuan jika di kemudian hari ternyata membutuhkan
penyempurnaan, akan diperbaiki dan disempurnakan
sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 22 Dzulhijjah 1433 H
7 November 2012 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


I\,IAJELIS ULAIVIA IND ONE SIA
WADAH MUSYAWARAH PARA ULAMA ZU'AMA DAN CENDEKIAWAN MUSLIM
Jalan proklamasi No. 5l lrlenteng Jakarts Pusat 10320Te|p. 31902666-3917853, Fax' 31905266
Website : httpl/www.mui.or.id E'mail : mui-online@mui.or.id

FATWA
MAIELIS UU\MA INDONESIA
Nomor: 9 Tahun z0lt
Tentang
PENSUCIAN ALAT PRODUI$I YANG TERKENA NAIIS TWUTAWASSITHAH
(NAIIS SEDANG) DENGAN SETAIN AIR

Komisi Fatwa Maielis Ulama Indonesia IMUIJ setelah:


MENIMBANG : a. bahwa alat produksi (mesinJ yang digunakan untuk
memproduksi suatu produk halal, di dalam prakteknya
dimungkinkan juga digunakan untuk memproduksi produk
lain yang berbahan naiis dan/atau haram sehingga alat
produksi tersebut meniadi mutanaiiis (terkena naiisJ;
b. dicuci dengan menggunakan air akan merusak produk atau
merusak alat tersebut, sementara penyucian bisa
menggunakan bahan selain air yang dapat menghilangkan
sifat-sifat najis;
c. bahwa terhadap hal di atas, muncul pertanyaan di masyarakat
mengenai hukum pensucian alat produksi dengan
menggunakan selain air;
d. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu
menetapkan fatwa tentang hukum pensucian alat produksi
yang terkenanaiis mutawassithalr (naiis sedang) dengan selain
air, sebagai pedoman.
MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT, antara lain:

{rn :ru/J'F'i,i! -s J:J;t'it 6}?:


"den Aku turunkan dari langit air yang st)ci", {QS. Al'Furqon
[25J: 4B)

{r \ :Jtiiv'F y)t";eeiuo[L] t'a'{'k JT')


"dan diturunkan atas kalian air dari langit agar kaltan bersuci
dengannya" (QS. AI-Anfal [8]: 11)
2. Hadits-hadits Nabi sAW, antara lain:

#i #! # "-11 *'r
,;it ;"'tt'r;oJ.,7ji
t:"'"lt;i {:'; e
4dF 3,sF #t
{
Fatwa tentang Pensucian AIat Produksi yang Terkena Najis Mutawassithah 2
(Najis Sedang) dengan Selain Air

Anas bin Maltk M. berkata: datang searqng dari pedalaman


kemudian kencing di pojokan masjid, orang.orang
menghardiknya tapi dilarang oleh nabi SAW. Ketika orang
tersebut selesat dari kencingnya Nabi SAW memerintahkan
untuk mengambil air satu ember, kemudian menyiramkannya dt
tempat kencing orang tersebut" HR Bukhari-Muslim

ULn *t itt ilt *r*Ut jtif;r *ie Ud i;f V


'V tX
Jv y:Lhi |ry ablst f 'a q;; i#:- rlt.t-1
(d.-, otst)F, ,kp'^:ZX - "*i,.. A,3
Asma M berkata: datang searang perempuan b"rtinyo kepada
Nabi SAW: di antara kami (para wanita) terkena darah haidh di
b aju, b ag aimana mensu cikannyaT N abi menj awab : meng g osol<,

membersihkan kemudian membasahinyo dengan air lalu shalat


dengan baju tersebut" HR. Muslim
Hadis ini menunjukkan bahwa cara mensucikan tempat yang
terkena najis sedang(najis mutawasslthah) adalah dengan air.

tj!4 6rt *r r& ^ist ,k 4;i a6bi oi'{,


*tsr
,wroi;:rt{#; *At.r#;J,
Para sahabat Nabi SAW berperang melawan (membunuh)
orang kafir dengsn menggunakan pedang, kemudian mereka
mengusap pedongnya lalu shalat .dengan tetap membawa
pedangnya"
Hadis ini menuniukkan bahwa cara mensucikan barang yang
keras yang terkena najis sedang adalah cukup dilap saja.
MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat para ulama; antara lain:
a. Pendapat Ibnu Rusyd, ulama rnazhab Maliki, dalam
kitabnya " Bidayah al-Muj tahid' sbb:
W;j #Jl ,.:l.t't*l_l l:rLt[ll dJ,. .:[Ji $y t**o lJ,^iLrlJ
*,dtf t*it" a.",td.Jl ;rys lr^t.b Jtt L" 0i JI I,o .--6ii
'J*;
*l**it czi^> ji Jti t: rcitf tf -t' si ,t l-r,.b )i
-b.ai JL*"d-,!l ,t Y! s.tlt 6y tr a-",toJt Jlj Y :f,s JU_r
(Ft"-r4.*l
ail*i) **+t;ltf ellt" JU il.J (d+e dctt
Artinya: "fpere ulama] berbeda pendapat terhadap
pensucian najis selain dengan air, baik berupa cair ataupun
padat. Satu kelompok berpendapat boleh selagi sesuatu
tersebut suci dan bisa menghilangkan barang najisnya {'ain
an-naiasah) baik cair atau padat, sebagaimana pendopat
Abu Hanifah dan pengikutnya, Dan kelampok lainnya
berpendopat tidak boleh menghilangkan najis dengan selain
air, kecuali dalarn hal istijmar {cebok dengan batu) yang
disepakati para ulama, sebagaimana pendapat imam trfialik
dan imam Syaf i* ,
b. Pendapat lbnu al-Humam, rrlama mazhab Flanafi, dalam
kitabnya Fatltu al-Qadir sbb:

Kntnici Fnhnn ilfniolie f flnrnn f-rln-.noirt 9


Fatwa tentang Pensucian Alat Produlcsi yang Terkena Najis Mutanassithah 3
(Nqik Sedang) dengan Selain Air

dJhtr i6 . $h)t *'l* :dtqfr;di*e


*; *b,'irr
/&
"'l
tt" *irr .-r a;eiLi &:
.,fu ,l*rtat;*:;: *#Uludt tt-{d"1;g
lJ: -J / Ja
/
J * J

Artinya, "woiis jika terkena cermin atau pedang maka untuk


mensacikannya cukup dengan diusap, karena tidak
menyerap najis, Artinya, na"lis yang terkena bagian luarnya
cukup dihilangkan dengan diusap. Kalimat "kerene tidak
menyerap najis" menjelaskan bchwa alasan bolehnya
adalah karena merupakan benda mengkilap, keras dan
kedap air (shaqil), sehingga seandsinya harrya kedap air
saja maka tetap tidak suci kecuali dengan eir, Pendapat
penulis ini didasarkan atas hadis shahih bahwa parct
sahahat nabi SAW perang dengan orang-orung kafir dengan
menggunakan pedang, kemudian mereka mengusap
pedangnya kemudian sholat dengan tetap membawanye"
c. Pendapat al-Kasani, ulama mazhab Hanafi, dalam kitabnya
B adae-i' as-.9h anag,-{ Fi Tartib asy-Syeroe-i' sbb:

ir*Jtr *bk &


, df ,# ztt;3r Uei'-t,
't)# d lfu r a*,l;")tl i:,tt *:, ( lr;iq ,tl / t/Lo*-*j-:
o (/
U'/ .&-
,,/
*r*t'ct ,"g'f)?i e
Artinya: "jika suatu najis (baik kering ataupun basah)
mengenai benda yang mengkilap, keras dan kedap air
{shulban shaqiilcn}, seperti pedang, cermin dan sejenisnya
maka bisa sucf dengan dilap, karena najisnya tidqk bisa
menyerap ke dalamnyo"
d. Pendapat Ar-Ramli, ulama mazhab Syafi'i, dalam kitabnya
Nihayah al-ltduhtaj IIa Syarh al-fuIinhaj sbb:

,pt {,6,,*t of ,efr ( W Jtit )'-#.d if , i'y )


o
/
r'/ r' a t " r'
q* *;Lt*-t
!ao. c/ 1.r...
d{;f d'J" 6 Fit,i;Jt $t '-;'J la ?l
a*r\>
"!
*;: c

':
,# a:u;r *",*i rit c*ii : *"fli.,+,
a , 4 / et ;

I
Uf 6"vr,
f;ll "fu-
il 6T"ri v.','n5. *,-'e
"[ f JrJ
4
? J

LAk"u
Artinya: "jelasnya, benda mengkilap, keras dan kedap air
{shaqil), yang t;erkena najis wulaupun belum kering
hukumnya najis hukrni. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya
tepat, karena sesungguhnya hukumnya adalah nojis 'eini,
Pendapat tersebut dimaksudkan untuk mengcounter
pendapat yang menyatakan bahwa untuk mensucikannya
Fatws tentang Pensucian AIat Prodului yang Terkena Najis Mutawassithah 4
(Najis Sedang) dengan Selsin Air

cukup dengan diusap. Pendapst {imam Nawawi) dalam


kitab Raudhafit a*Thalibin menyatakan: saya berpendapat
bahwa menurut mazha'b Syafi'i'jika najis terkena benda
yang mengkilap, keras dan kedap air (shaqil] sepertl pedang
dan cermin tidak bfsa sucf hanya dengan diusap, tapi harus
disiram (dengan air)"
e. Pendapat al-lmam an-Nawawi, ulama mazhab Syaf i,
dalam kitabnya al-Majmu' Syarh al-tr4uhadzdzab sbb:

*5, tt *bk W r#,r-,,*r {.tbl ti!


if,€JtJ
i6 *t';t f4 q fu v3d;I'frs il 6;{)
# \ fu * i?r UI'J$r !'rr;r ili
Artinya: "jika najis terkena bendct mengkilap, keras dan
kedap atr (shaqil) seperti pedang, cermin dan sejenisnya
maka tidak suci harrya dengan diusap, Benda tersebut tidak
bisa suci kecuali dengan dicuci dengan air seperti benda
Iainnya, sebaguimana pendapat imam Ahmad ibnu Hambal
dan imam Daud Az-Zhohirf, Sedangksn imam Malik dan
imam Abu Hantfah berpendapat benda tersebut suci dengan
diusap"
f. Pendapat lbnu Qudamah, ulama mazhab Hanbali dalam
kitabnya as-Syarh al-Kabir Li lbni Qudamah sbb:
'*')th.*-*i\'-dr- :*;63t {\bi/ 'rlt/ )
^Wr iGVl
lr. / l'{,
# y:l tt 1;l:u,*-;I'iok'{, 4,*9
oJ / 6t, or trzol o ,1, cro
.ft.d"ii :.. t/
atu=3r ,; l ro .

otrt:k g:,Jr g
Artinya: "Jika najis terkena benda yang mengkilap, keras
dan kedap air (shaqil) seperti cermin dan sejenisnya maka
harus mencucinya dengan air dan tidak suci honya dengan
diusap, karens benda yang terkena najis, tidak cukup hanyo
diusop seperti bejana lainnya"
g. Pendapat ad-Dardir, ulama mazhab Maliki, dalam kitabnya
os-Syarh ol-Kabir Li ad-Dardir sbb:

G w1a 6:r6J! J'i (W ,f ,-* (:)


"tW)
Q?vr;it,b * tt ;pi ;?, if.ci {-s asvilt
,li *|1; ;l',y W a, *tt' *. r? i,Nt ;:r*,
,l;r1^-\ ,,tn'l aK 91t3.iu}ft r$-iit, Glfilg)
Artinya: "dan dimaafkan (mensucikan deigan ielain air)
terhadap benda semisal pedang yang mengkilap dan keras
(shaqil). Yang dimaksud "sernisal pedang" adalqh benda
sejenisnyu seperti pisau, cermin kaca, berlian, dqn benda-
benda lain yang mengkilap, keras dan kedap air (shiqalah
wa shalabah) yang bisa rusak jika dicuci dengan air.
Kemudian menjelaskan tentang alasan (illah)
dimaafkannya, karena ada perbedaan pendapal yalmi
"kerena bisa rusak" jika dicuci dengan air".
2. Keputusan Fatwa MUI tanggal 23 Mei 2003 tentang
Standarisasi Fatwa Halal, khususnya tentang tidak bolehnya
Fatwa tentang Pensucian Alat Produlesi yang Terlwna Najis Mutanassithah 5
(Najts Sedang) dengan SelainAir

mempergunakan suatu peralatan bergantian antara produk


babi dan non babi meskipun sudah melalui proses pencucian.
3. Keterangan LP POM MUI dalam rapat komisi fatwa tanggal 28
Desember 20L0, yakni: Tidak semua fasilitas produksi suatu
produk yang terkena najis bisa disucikan dengan
menggunakan air karena ada kemungkinan akan
mempengaruhi kualitas produk Fasilitas tersebut terkena
najis mutowassithah (najis sedangJ karena bahan padat atau
cair yang bukan berasal dari babi. Pada dunia industri bahan
yang digunakan sebagai bahan pembersih sama dengan
produh Misalnya Produk cair dibersihkan dengan bahan cair
sejenis seperti fasilitas pengolahan minyak dibilas dengan
minyak iuga (tanpa melibatkan panasJ. Najis yang
terkandungan pada fasilitas tersebut adalah bahan yang larut
minyah Sedangkan produk padat (contohnya whey powder
atau lactose, non dairy creamer) fasilitas produksinya
dibersihkan dengan bahan powder baik berupa produk jadi,
ataupun salah satu bahan yang terkandung dalam produk
Whey powder dan lacfose kemungkinan mengandung najis
sejumlah kecil enzim hewan yang tidak bersertifikat halal. Non
Dairy Creamer mengandung bahan pengemulsi yang mungkin
berasal dari hewan yang tidak bersertifikat halal
4. Pendapat peserta rapat Komisi Fatwa pada tanggal 23
Desember 2010, 30 Desember 2010, dan 5 lanuari 2010.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN
MENETAPI(AN FATWA TENTANG PENSUCIAN AIAT PRODUKSI YANG
TERKENA NAJIS MUTAWASSITHAH INAJIS SEDANG) DENGAN
SELAIN AIR
Pertama Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
L. Najis mutawassithah adalah najis sedang yaitu najis yang
ditimbulkan karena bersentuhan dengan barang najis selain
najis mukhaffafah (najis air seni bayi laki-laki sebelum usia
dua tahun yang hanya mengonsumsi ASI), dan najis
mughallazhah fnajis babi, aniingatau turunan keduanyaJ.
2. Alat produksi adalah semua peralatan yang bersentuhan
langsung dengan bahan produk yang apabila dicuci dengan air
bisa rusak
Kedua Ketentuan Hukum
t. Menegaskannsuatu
kembali fatwa MUI nomor 4 tahun 2003 yang
berbunyi: peralatan tidak boleh digunakan bergantian
antara produk babi dan non babi meskipun sudah melalui
proses pencucien".
2. Pada prinsipnya, pensucian suatu benda, termasuk alat
produksi, yang terkena najis mutawassithah (najis sedangJ
dilakukan dengan menggunakan air.
3. Alat produksi yang terbuat dari benda keras dan tidak
menyerap naiis (tosyarub), misalnya terbuat dari besi atau
baia apabila terkena najis mutawassithah fnaiis sedang), jika
disucikan dengan menggunakan air akan merusak alat
l{n*mic'i Enlttrrt d,{.-iolin T fl'.*nt.t fntr|nr-nnJrt
Fatwa tentang Pensucian Alat Produksi yang Terkena Najis Mutawassithah 6
(Najis Sedang) dengan Selain Air

dan/atau proses produksinya, maka dapat disucikan dengan


menggunakan selain air, selama barang tersebut suci serta
bekas najis berupa bau, rasa dan warnanya telah hilang.
4. Suatu alat produksi boleh digunakan bergantian antara
produk halal dengan pruduk non halal yang terkena najis
mutawassithah apabila sebelum proses produksi dilakukan
pensucian sebagaimana ketentuan nomor dua dan tiga di aas.
Ketiga : KetentuanPenutup
1. Fatwa ini berlaku seiak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan
diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di : |akarta
Pada tanggal : SB.Rabi'Ul,,AWWal_1432 H
3 Maret 2OL1 M

MATE NDONESIA
A
Ketua Sekretaris

PROF. DR, H. HASANUDDINAF., HIU.ASRORUN NI'AM SHOLEH, MA


FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 56 Tahun 2014
Tentang

PENYAMAKAN KULIT HEWAN DAN PEMANFAATANNYA

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :


MENIMBANG : a. bahwa salah satu bahan yang digunakan untuk kepentingan
tas, sabuk, sepatu, dan barang gunaan lain adalah kulit hewan;
b. bahwa barang-barang yang digunakan untuk kepentingan tas,
sabuk, sepatu yang digunakan oleh setiap muslim harus
berbahan halal dan suci;
c. bahwa barang gunaan yang berasal dari kulit hewan yang
digunakan oleh masyarakat bisa jadi berasal dari hewan yang
tidak jelas status kesuciannya;
d. bahwa terhadap masalah tersebut, muncul pertanyaan dari
masyarakat mengenai hukum pemanfaatan kulit hewan untuk
kepentingan barang gunaan bagi umat Islam dan
ketentuannya;
e. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa
tentang penyamakan kulit hewan dan pemanfaatannya guna
dijadikan pedoman.
MENGINGAT : 1. Al-Quran al-Karim
a. Firman Allah SWT tentang tentang manfaat ciptaan
Allah secara umum untuk kepentingan manusia,
antara lain :

ِ ‫ُه َو الَّ ِذ ْي َخلَ َق لَ ُك ْم َما ِ ِْف اْأل َْر‬


َِ ‫ض‬
‫َجْي ًعا‬
"Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu..." (QS. al-Baqarah [2]: 29)

‫ قُ ْل ِه َي‬،‫الرْزِق‬
ِّ ‫ات ِم ّن‬ِ ‫قُل من حَّرم ِزي نَةَ اهللِ الَِِّت أَخرج لِعِب ِاده والطَّيِب‬
َّ َ َ َ َ ْ ْ ْ َ َ َْ ْ
ِ ِ ِ ِ ْ ‫لِلَّ ِذين آمنُوا ِِف‬
‫ص ُل‬ َ ‫ َكذل‬،‫صةً يَ ْوَم الْقيَ َام ِة‬
ِّ ‫ك نُ َف‬ َ ‫اْلَيَاة الدُّنْيَا َخال‬ ْ َ َْ
‫آليت لَِق ْوٍم يَ ْعلَ ُم ْو َن‬
ِ ْ‫ا‬
"Katakanlah: 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan
dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-
hamba-Nya dan (siapakah yang mengharamkan) rezki
yang baik?' Katakanlah: 'Semuanya itu (disediakan) bagi
orang-orang yang beriman dalam kehidupan, khusus
(untuk mereka saja) di hari kiamat.' Demikianlah Kami
menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang
mengetahui" (QS. al-A`raf [7]: 32)
Fatwa tentang Penyamakan dan Pemanfaatannya 2

‫ إِ َّن ِ ِْف‬،ُ‫َجْي ًعا ِمْنه‬


َِ ‫ض‬ ِ ‫السماو‬
ِ ‫ات َوَما ِِف اْأل َْر‬ ِ
َ َ َّ ‫ َو َس َّخَر لَ ُك ُم َما ِف‬.
‫آليت لَِق ْوٍم يَتَ َف َّك ُرْو َن‬
ِ ‫ك‬ ِ
َ ‫ذل‬
"Dan Dia (Allah) telah menundukkan untuk kamu apa yang
ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai
rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berfikir" (QS. al-Jasiyah [45]: 13)
b. Firman Allah SWT tentang beberapa jenis barang yang
diharamkan, antara lain:

ِ َ‫َل ُُمَّرما علَى ط‬


‫اع ٍم يَطْ َع ُمهُ إِالَّ أَ ْن يَ ُك ْو َن‬ ِ ِ
َ ً َ ََّ ِ‫قُ ْل الَأَج ُد ِِف َماأ ُْوح َي إ‬
‫س أ َْو فِ ْس ًقا أ ُِه َّل لِغَ ِْْي‬ ِ ِ ٍِ ِ
ٌ ‫َمْيتَةً أ َْو َد ًما َم ْس ُف ْو ًحا أ َْو َْلْ َم خْنزيْر فَإنَّهُ ر ْج‬
‫ك َغ ُف ْوٌر َرِحْي ٌم‬ ٍ ْ ‫ فَ َم ِن‬،‫اهللِ بِِه‬
َ َّ‫اضطَُّر َغْي َر بَ ٍاغ َوالَ َعاد فَِإ َّن َرب‬
"Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan
itu bangkai, darah yang mengalir, atau daging babi --
karena sesungguhnya semua itu kotor-- atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang
dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka
sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun, Maha
Penyayang" (QS. al-An'am [6]: 145).

َ ِ‫اْلَبَائ‬
‫ث‬ ْ ‫َوُُِيِّرُم َعلَْي ِه ُم‬
"... dan ia (Nabi) mengharamkan bagi mereka segala yang
buruk..." (QS. al-A`raf [7]: 157). Maksud buruk (khaba'its) di
sini menurut ulama adalah najis.
2. Hadis Nabi SAW
a. Hadis-hadis Nabi berkenaan dengan kesucian kulit
bangkai yang telah disamak, antara lain:

‫صلى اهلل عليه‬- ‫ " وجد النيب‬:‫عن ابن عباس رضي اهلل عنهما قال‬
- ‫شاة ميتة أعطيتها موالة مليمونة من الصدقة قال النيب‬- ‫وسلم‬
‫ قال‬.‫ إهنا ميتة‬:‫هال انتفعتم جبلدها ؟ قالوا‬- ‫صلى اهلل عليه وسلم‬
)‫إمنا حرم أكلها (رواه البخاري‬
Dari Ibn Abbas ra ia berkata: Nabi saw menemukan
kambing yang merupakan sedekah kepada Maimunah
dalam keadaan mati. Nabi saw bersabda: mengapa kalian
tidak mengambil manfaat dengan kulitnya? Para sahabat
menjawab: Kambing itu telah jadi bangkai. Kemudian Rasul
saw pun menjawab: Hanya haram memakannya” (HR. Al-
Bukhari)

‫صلى اهلل عليه‬- ‫ول اللَّ ِه‬


ُ ‫ قَ َال َر ُس‬:‫اس رضي اهلل عنه قَ َال‬ ٍ َّ‫َع ْن ابْ ِن َعب‬
ٍ ‫ "أَُُّّيَا إِ َه‬:‫وسلم‬
)‫اب ُدبِ َغ فَ َق ْد طَ ُهَر"(رواه الرتمذي‬
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Fatwa tentang Penyamakan dan Pemanfaatannya 3

"Dari Ibn Abbas ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda:


Setiap kulit hewan yang disamak maka ia telah menjadi
suci " (HR. al-Turmudzi).

‫صلى‬- ‫يب اللَّ ِه‬ َّ ‫ أ‬،‫ َع ْن َسلَ َمةَ بْ ِن الْ ُم َحبِّ ِق‬،َ‫َع ْن َج ْو ِن بْ ِن قَتَ َادة‬
َّ َِ‫َن ن‬
ٍ ِ ٍ َ ُ‫اهلل عليه وسلم ِِف َغ ْزَوةِ تَب‬
‫ َما‬:‫ت‬ ْ َ‫ فَ َقال‬،‫وك َد َعا ِِبَاء عْن َد ْامَرأَة‬
ِ ِ ِ ِ َِّ ِِ
:‫ت‬ ْ َ‫س قَ ْد َدبَ ْغت َها؟" قَال‬ َ ‫ "أَلَْي‬:‫ قَ َال‬،ً‫عْندي َماءٌ إال ِف ق ْربَةً َل َمْيتَة‬
. "‫ "فَِإ ِّن ذَ َكاتَ َها ِدبَاغُ َها‬:‫ قَ َال‬.‫بَلَى‬
Dari Jauh ibn Qatadah dari Salmah ibn Muhabbiq bahwa
rasulullah saw pada saat perang Tabuk meminta air
kepada seorang perempuan, kemudian perempuan itu
menjawab: saya tidak punya air kecuali air yang dalam
bejana kulit bangkai ini. Nabi bertanya: “Bukankah kamu
sudah menyamaknya?”, perempuan itupun menjawab:
“Tentu”. Rasulpun bersabda: “Sesungguhnya penyembelihan
kulit bangkai itu dengan menyamaknya”

‫ َوِِف‬،‫غ ُمطَ ِّهٌر ِلِِْل ِد َمْيتَ ِة ُك ِّل َحيَ َو ٍان‬ َّ ‫يل َعلَى أ‬
َ ‫َن الدِّبَا‬ ِ
ٌ ‫يث َدل‬
ِْ
ُ ‫اْلَد‬
‫غ ِِف التَّطْ ِه ِْي ِِبَْن ِزلَِة تَذْكِيَ ِة‬ َ ‫َن الدِّبَا‬ َّ ‫إع َال ٌم بِأ‬ ِ َّ ِ‫غ ب‬ َ ‫تَ ْشبِي ِه ِه الدِّبَا‬
ْ ‫الذ َكاة‬
.‫الذبْ َح يُطَ ِّه ُرَها َوُُِي ُّل أَ ْكلَ َها‬ ِْ ‫الشَّاةِ ِِف‬
َّ ‫اْل ْح َال ِل؛ ِأل‬
َّ ‫َن‬
Hadis di atas sebagai dalil bahwa penyamakan itu
mensucikan kulit bangkai seluruh jenis hewan. Dalam hal
perumpamaan penyamakan dengan penyembelihan
merupakan pemberitahuan bahwa penyamakan dalam hal
mensucikan itu sama kedudukannya dengan
penyembelihan kambing dalam penghalalan, karena
penyembelihan mensucikan kambingnya dan menghalalkan
memakannya.

b. Hadis-hadis Nabi berkenaan dengan kebolehan


pemanfaatan kulit bangkai yang telah disamak, antara
lain:

‫أن ينتفع‬- ‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫" أمر الرسول‬:‫عن عائشة قالت‬
."‫جبلود امليتة إذا دبغت‬
Dari Aisyah ra, rasulullah saw memerintahkan untuk
mengambil manfaat terhadap kulit bangkai apabila telah
disamak

- ‫ول اللَّ ِه‬ َّ ‫صلى اهلل عليه وسلم "أ‬- ‫َّيب‬


َ ‫َن َر ُس‬ ِ
ِّ ِ‫ َزْو ِج الن‬،َ‫َع ْن َعائ َشة‬
ِ ِ
‫ت") رواه‬ ْ َ‫صلى اهلل عليه وسلم أ ََمَر أَ ْن يُ ْستَ ْمتَ َع ِجبُلُود الْ َمْيتَة إِ َذا ُدبِغ‬
(‫داود‬
Dari Aisyah ra istri nabi saw bahwasanya rasulullah saw
memerintahkan untuk mengambil manfaat terhadap kulit
bangkai apabila telah disamak. (HR. Abu Dawud)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penyamakan dan Pemanfaatannya 4

c. Hadis nabi saw yang menerangkan tentang dorongan


untuk berhias dan menggunakan barang gunaan yang
baik, antara lain:

‫النيب صلى اهلل عليه وسلم قَ َال‬ ٍ


ّ ‫وعن ابن مسعود رضي اهلل عنه عن‬
: ‫ال َذ َّرةٍ ِم ْن كِ ٍْب" فَ َق َال َر ُج ٌل‬
ُ ‫"ال يَ ْد ُخ ُل اِلَنَّةَ َم ْن َكا َن ِِف قَ ْلبِ ِه ِمثْ َق‬:
َّ " : ‫ فَ َق َال‬، ً‫ َونَ ْعلُهُ َح َسنة‬،ً‫ب أَ ْن يَ ُكو َن ثَ ْوبُهُ َح َسنا‬
‫إن‬ ُّ ‫الر ُج َل ُُِي‬ َّ
َّ ‫إن‬
‫ (رواه‬."‫َّاس‬ِ ‫ط الن‬ ُ ‫ َو َغ ْم‬،‫ بَطَُر اْلَ ِّق‬: ‫الكْب ُر‬ ِ ، ‫ب اِلم َال‬ ِ ‫َج‬ ِ
َ َ ُّ ‫يل ُُي‬ ٌ َ َ‫اهلل‬
)‫مسلم و أمحد و الرتمذي‬
Dari Ibn Mas’ud ra dari Nabi saw beliau bersabda: “Tidak
masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat setitik
kesombongan”, kemudian salah seorng sahabat bertanya:
“Seseorang suka pakainnya bagus serta sendalnya baik.
Rasulullah pun menjawab: “Allah SWT itu indah dan
menyukai keindahan. Kesombongan adalah menghinakan
kebenaran dan merendahkan orang lain” (HR. Imam
Muslim, Ahmad, dan al-Turmudzi)
d. Hadis Nabi saw yang menerangkan soal larangan
terhadap hal yang membahayakan, antara lain:

‫ضَرَر َوالَ ِضَر َار (رواه أمحد وابن ماجه عن ابن عباس وعبادة بن‬
َ َ‫ال‬
)‫الصامت‬
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
(pula) membahayakan orang lain" (HR. Ahmad dan Ibn
Majah dari Ibn 'Abbas dan `Ubadah bin Shamit).
3. Kaidah fiqh:

.ُ‫اْلُْرَمة‬ َّ ‫ َو ِِف اْألَ ْشيَ ِاء الض‬،ُ‫احة‬


ْ ِ‫َّارة‬ ِِ ِ
َ َ‫َص ُل ِِف اْألَ ْشيَاء النَّاف َعة اْ ِْلب‬
ْ ‫اَأل‬
"Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan hukum
asal sesuatu yang berbahaya adalah haram".
ِ
َ َ‫َص ُل ِِف الْ َمنَاف ِع ا ِْلب‬
ُ‫احة‬ ْ ‫األ‬
“Hukum asal pada setiap yang bermanfaat adalah boleh”

‫اص ِد‬
ِ ‫لِْلوسائِ ِل حكْم الْم َق‬
َ ُ ُ ََ
“Ketentuan hukum pada sarana (wasilah) sebagaimana hukum
pada yang ditujunya (maqashid)”

MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Imam al-Mawardi dalam Kitab al-Hawi al-Kabiir, juz 1


halaman 87, sebagai berikut:

‫س َوأَنَّهُ بَ ْع َد الدِّبَا َغ ِة‬ ِ ِ ِ َّ ‫ ِِب ي ُكو ُن الدِّباغُ فَِإذَا تَ َقَّرر أ‬: ‫فَصل‬
ٌ ‫َن ج ْل َد الْ َمْيتَة ََن‬ َ َ ََ ٌْ
ِّ ‫اْلَبَ ُر بِالن‬
‫َّص‬ ْ َ‫اهٌر انْتَ َق َل الْ َك َال ُم فِ ِيه إِ ََل َما تَ ُكو ُن بِِه الدِّبَا َغةُ فَ َق ْد َجاء‬
ِ َ‫ط‬
َّ ‫اه ِر إِ ََل أ‬
‫َن‬ ِ َّ‫َّث والْ َقر ِظ فَاخت لَف الْ ُف َقهاء فِ ِيه فَ َذهب أَهل الظ‬
ُْ َ َ ُ َ َ َْ َ َ ِّ ‫َعلَى الش‬

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penyamakan dan Pemanfaatannya 5

ٌ‫صة‬ َّ ‫ ِأل‬: ‫ص ُّح إَِّال بِِه‬


َ ‫َن الدِّبَا َغةَ ُر ْخ‬
ِ ‫ وأَنَّه َال ي‬، ‫حكْم الدِّبا َغ ِة م ْقصور علَي ِه‬
َ ُ َ َْ ٌ ُ َ َ َ ُ
. ‫َّص‬ ُ ‫ضى أَ ْن يَ ُكو َن ُحك‬
ِّ ‫ْم َها َم ْوقُوفًا َعلَى الن‬ َ َ‫فَاقْ ت‬
Pasal, dengan apa penyamakan itu? Apabila sudah jelas bahwa
kulit bangkai itu najis dan setelah penyamakan menjadi suci,
pembahasan beralih ke proses penyamakan. Dalam hadis
diriwayatkan secara nash, yaitu dengan menggunakan “syats”
dan “qarazh” (daun pohon yang biasa dibuat menyamak). Para
fuqaha berbeda pendapat tentang sarana yang digunakan.
Ulama Ahli Zhahir membatasi diri atas hal tersebut dan hanya
sah dengan hal itu, karena status penyamakan adalah rukhshah
maka kebolehannya terbatas pada petunjuk yang diberikan
nash.

‫َّف بِ ُك ِّل‬
ٌ ‫َّف ُُمَف‬ ٌ ‫َّث َوالْ َقَر ِظ أَنَّهُ ُمنَش‬ ِّ ‫ الْ َم ْع ََن ِِف الش‬: َ‫َوقَ َال أَبُو َحنِي َفة‬
‫س‬ ِ ‫َّم‬ ِ ِِ ْ ‫اِلِلْ ِد وََْت ِفي ُفه جاز‬ ِ ِِ ٍ
ْ ‫ت به الدِّبَا َغةُ َح ََّّت بالش‬ َ َ ُ َ ْ ‫يف‬ ُ ‫َش ْيء َكا َن فيه تَْنش‬
ِ ِّ ‫َن الْ َم ْع ََن ِِف الش‬
ُ‫َّث َوالْ َقَرظ أَنَّه‬ َّ ‫ أ‬- ُ‫ َرِمحَهُ اللَّه‬- ‫ب الشَّافِعِ ُّي‬ ِ
َ ‫ َو َذ َه‬، ‫َوالنَّار‬
ِ‫اهرة‬ ِ َّ ِِ ُ‫ تَ ْن ِشيف ف‬: ‫ أَح ُدها‬: ‫اف‬ ٍ ‫اِلِْل ِد أَرب عةَ أَوص‬ ِ
َ ‫ضوله الط‬ ُ ُ َ َ َ ْ َ َ ْ ْ ‫ث ِِف‬ ُ ‫ُُْيد‬
‫يب ِر ُِي ِه َوإَِزالَةُ َما ظَ َهَر َعلَْي ِه ِم ْن ُس ُهوَك ٍة‬ ِ ِ ِ ِ ِِ
ُ ‫ تَطْي‬: ‫ َوالثَّاِن‬. ‫َوُرطُوبَته الْبَاطنَة‬
ِ ‫السب‬ ِ ِ ‫اْل َه‬ ِْ ‫اْس ِه ِم َن‬ ِْ ‫ نَ ْقل‬: ‫ث‬ ِ
. ‫ت َوالدَّا ِر ِش‬ ْ ِّ ‫اب إِ ََل ْاألَد ِمي َو‬ ُ ُ ‫ َوالثَّال‬. ‫َت‬ ٍ َ َ‫ون‬
َ
‫ فَ ُك ُّل َش ْي ٍء أَثََّر ِِف‬، ‫َح َو ِال بَ ْع َد ِاال ْستِ ْع َم ِال‬ ِِ
ْ ‫ بَ َق ُاؤهُ َعلَى َهذه ْاأل‬: ‫الرابِ ُع‬َّ ‫َو‬
‫ت بِِه‬ ِ ‫ص وقُ ُشوِر الُّرَّم‬ ِ ِ ِ ِ ِْ
ْ ‫ان َج َاز‬ َ ِ ‫اف ْاأل َْربَ َعةَ م َن الْ َع ْف‬ َ ‫ص‬ َ ‫اِل ْلد َهذه ْاأل َْو‬
‫َّث َوالْ َقَر ِظ‬
ِّ ‫ ِألَنَّهُ ِِف َم ْع ََن الش‬، ُ‫الدِّبَا َغة‬
Abu Hanifah berkata: pengertian dari “syats” dan “qarazh”
adalah proses pembersihan dan pengeringan kulit hewan
dengan dengan setiap hal yang dapat membersihkan dan
mengeringkan, boleh untuk proses penyamakan hingga terik
matahari dan api.
Imam Syafii berpendapat bahwa makna “syatsts” dan “Qarazh”
itu adalah aktifitas yang dapat menjadikan kulit bangkai
memiliki empat kondisi: pertama, pengeringan sisa kotoran di
bagian luar dan basahnya kulit di bagian dalam; kedua,
mewangikan baunya dan menghilangkan bau busuk dan anyir
di permukannya; ketiga, pemindahan nama dari “ihab” (tulang
basah sebelum disamak) ke “adiim”, “as-sibt” dan al-darisy
(tulang bersih); keempat, tetap dalam kondisi semula setelah
penggunaan. Segala sesuatu yang dapat mewujudkan empat
sifat ini pada kulit hewan, seperti dedaunan dan kulit buah
delima maka boleh digunakan sebagai sarana penyamakan.
Karena hal ini satu pengertian dengan “syatsts” dan “Qarazh”.

‫ال الْ َم ِاء َش ْرطًا ِف الدباغة فِ َيها ؟‬ ُ ‫استِ ْع َم‬


ْ ‫َص َحابُنَا َه ْل يَ ُكو ُن‬
ْ‫فأ‬ َ َ‫اختَ ل‬
ْ ‫َو‬
‫ال الْ َم ِاء َش ْرطًا فِ َيها َوََْي ِري‬ ُ ‫استِ ْع َم‬
ْ ‫س‬ َ ‫ لَْي‬: ‫َح ُد ُُهَا‬
َ ‫ أ‬: ‫ْي‬ ِ ْ ‫َعلَى و ْج َه‬
َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ فَِإذَا ُدبِ َغ‬، ‫ص ُار ف َيها َعلَى َم ْذ ُر َورات الدِّبَا َغة م َن ْاألَ ْشيَاء الْ ُمْن َش َّقة‬ ِ ِ
َ ‫االقْت‬
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Fatwa tentang Penyamakan dan Pemanfaatannya 6

" : - ‫الس َال ُم‬ َّ ‫ َعلَْي ِه‬- ‫استِ ْع َمالُهُ ِم ْن َغ ِْْي َغ ْس ٍل لَِق ْولِِه‬ ْ ‫اِل ْل ُد طَ ُهَر َو َج َاز‬
ِْ
‫َّث‬ِّ ‫ب ِر ْج َسهُ َوََنَ َسهُ " فَ َج َع َل ُُمََّرَد الش‬ ِ ِ ِّ ‫س ِِف الش‬
ُ ‫َّث َوالْ َقَرظ َما يُ ْذه‬ َ ‫أ ََولَْي‬
‫س‬ ِِ ِ ِ ٍ َّ ‫َوالْ َقَر ِظ ُم ْذ ِهبًا لِ ِر ْج ِس ِه َوََنَ ِس ِه َوِأل‬
َ ‫ فَلَْي‬، ‫َن ُك َّل َش ْيء يَطْ ُه ُر بانْق َالبه‬
‫َّاِن‬ِ ‫ والْو ْجهُ الث‬. ‫اْلَ ْم ِر إِذَا انْ َقلَب َخ اال‬ ْ ‫اح ٌد يَطْ ُه ُر بِِه َك‬ ِ ‫لِطَهارتِِه إَِّال وجه و‬
ََ َ َ ٌْ َ ََ
:‫ت‬ ِ ِ ِ
ْ َ‫ط ِِف ِص َّحت َها ل ِرَوايَة َمْي ُمونَةَ قَال‬ ٌ ‫استِ ْع َم َال الْ َم ِاء ِِف الدِّبَا َغ ِة َش ْر‬ ْ ‫َن‬ َّ ‫ أ‬:
‫ش ََيُُّرو َن‬ ٍ ْ‫ال ِم ْن قَُري‬ ٌ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم} ِر َج‬ ِ ِ
َ { ‫َمَّر َعلَى َر ُسول اللَّه‬
ِ ِْ ‫َشا ًة ََلم ِمثْل‬
َ ‫ " لَ ْو أ‬: ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
‫َخ ْذ ُُْت‬ َ ‫َّيب‬ُّ ِ‫ فَ َق َال الن‬. ‫اْل َما ِر‬ َ ُْ
ُ‫َح َال تَطْ ِه َْيه‬ َ ‫ظ " فَأ‬ ُ ‫ يُطَ ِّه ُر الْ َماءُ َوالْ َقَر‬: ‫ فَ َق َال‬. ٌ‫ إِن ََّها َمْيتَة‬: ‫إِ َهابَ َها فَ َقالُوا‬
‫يسا َوالْ َماءَ أَقْ َوى تَطْ ِه ًْيا‬ ِ ُ َ‫َن ِج ْل َد الْميت ِة أَ ْغل‬
ً ‫ظ تَ ْنج‬ َْ َ َّ ‫ َوِأل‬، ‫َعلَى الْ َم ِاء َوالْ َقَر ِظ‬
،‫ص‬ َّ ‫َخ‬ ِِ ِ ‫ فَ َكا َن‬،
َ ‫است ْع َمالُهُ فيه أ‬ ْ
ِ ِ ِ ِ ‫فَعلَى ه َذا ِِف َكي ِفيَّ ِة‬
ُ‫ أَنَّه‬: ‫َح ُد ُُهَا‬ َ ‫ أ‬: ‫است ْع َمال الْ َماء ِف الدباغة َو ْج َهان‬ ْ ْ َ َ
‫َّث َوالْ َقَر ِظ‬ ِ ‫ فَي‬، ‫اِلِْل ُد بِالْم ِاء‬ ِِ ِ ِ
ِّ ‫ص ُل َع َم ُل الش‬ َ َ ْ ‫ْي‬ َ ‫يُ ْستَ ْع َم ُل ِِف إِنَاء الدِّبَا َغة ليَل‬
ِ ِِ ِِ ِ ِ ِْ ‫َجي ِع أَجز ِاء‬ ِِ ‫إِ ََل‬
ُ‫ فَيَصْي‬، ‫ فَيَ ُكو ُن أَبْلَ َغ ِف تَ ْنشيف َها َوتَطْهْيَها‬، ‫اِل ْلد‬ َْ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِْ ُ‫ِدبا َغة‬
َ‫ أَنَّهُ يَ ْستَ ْعم ُل الْ َماء‬: ‫ َوالْ َو ْجهُ الثَّاِن‬. ‫اِل ْلد َوتَطْهْيُهُ ِبَا ََج ًيعا َم ًعا‬ َ
، ِ‫ص الْ َماءُ بِتَطْ ِه ِْيه‬ َّ َ‫ظ بِ ِدبَا َغتِ ِه َوََيْت‬ ُ ‫َّث َوالْ َقَر‬
ُّ ‫ص الش‬ َّ َ‫بَ ْع َد الدِّبَا َغ ِة لِيَ ْخت‬
. ‫س يَطْ ُه ُر بِالْغَ ْس ِل‬ ِ ‫َّج‬ِ ‫ب الن‬ ِ ‫الدبا َغ ِة وقَ ْبل الْغَس ِل َكالثَّو‬ ِ
ْ ْ َ َ َ ِّ ‫فَيَصْيُ بَ ْع َد‬
Ulama Syafi’iyyah berbeda bendapat apakah penggunaan air
itu menjadi syarat dalam proses penyamakan? Ada dua
pendapat. Pertama, penggunaan air tidak menjadi syarat dalam
penyamakan, dan cukup dengan hal-hal yang dapat
mengeringkan. Apabila tulang hewan sudah disamak maka ia
menjadi suci dan boleh digunakan tanpa harus dicuci dulu
karena didasarkan pada sabda nabi saw : “tidakkah dalam
syats dan qarazh itu sesuatu yang menghilangkan kotor dan
najisnya?”. Rasul saw menjadikan hanya sekedar syats dan
qarzh sebagai penghilang kotor dan najisnya kulit yang
disamak, dan karena segala sesuatu itu bisa suci dengan
perubahannya. Maka tidak terjadi proses sucinya kecuali
karena satu faktor yang menyebabkan suci, seperti khamr
apabila berubah jadi cuka. Kedua, penggunaan air merupakan
syarat sahnya proses penyamakan, didasarkan pada riwayat
Maimunah ra ia berkata: “Berpapasan dengan rasulullah saw
sekelompok orang Qurasih yang menarik kambing mereka
seperti keledai, maka Rasulullah saw bersabda: “mengapa tidak
kalian manfaatkan kulitnya”?, mereka menjawab: kambing ini
bangkai. Rasul pun menjawab: “air dan qarzh mensucikannya”.
Dengan demikian, Rasul menegaskan perubahan kesuciannya
atas air dan qarazh, dan karena kulit bangkai itu sangat kuat
penajisannya, sementara air itu sangat kuat dalam hal
pensuciannya. Untuk itu penggunaan air dalam penyamakan ini
lebih bersifat khusus.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Fatwa tentang Penyamakan dan Pemanfaatannya 7

Atas hal ini, ada dua cara penggunaan air dalam proses
penyamakan; pertama, digunakan di bejana tempat
penyamakan agar tulang melunak dengan air, lalu sampai
aktifitas pembersihan “syats” dan “qarazh” sampai seluruh
bagian kulit, sehingga bisa sangat baik dalam pembersihan dan
pensuciannya. Dengan demikian, penyamakan kulit dan
pensuciannya dilakukan secara bersama-sama. Kedua,
menggunakan air setelah proses penyamakan, tahap pertama
khusus disamak dengan “syats” dan “qarazh”, dan tahap kedua
disucikan dengan menggunakan air. Maka, status kulit setelah
penyamakan dan sebelum pensucian itu ibarat baju yang
terkena najis dapat suci setelah dibasuk untuk pensucian.
2. Pendapat Imam Ibn Nujaim dalam al-Bahr al-Raiq Syarh Kanz al-
Daqaiq” Beirut: Darul Ma’rifah, sebagai berikut:

ِ ُ‫اِلِْل ُد َغْي ُر الْ َم ْدب‬


‫وغ‬ ْ ‫اب‬ ُ ‫اْل َه‬ ِْ ‫ َو‬.... ) ‫اب ُدبِ َغ فَ َق ْد طَ ُهر‬
َ
ٍ ‫قَولُهُ ( وُك ُّل َإه‬
َ ْ
ُ‫اِل ْل ُد الْ َم ْدبُوغ‬ ِ ِ
ْ ‫اس ٌم له َوأ ََّما ْاألَدميُ فَ ُه َو‬ ِ ْ َ‫ْي وبَِفْت َحت‬ِ َ ِ‫ب ب‬
ْ ‫ْي‬ َ ْ َ‫ض َّمت‬ ٌ ‫اِلَ ْم ُع أ ُُه‬
ْ ‫َو‬
‫ب َوَك َذا يُ َس َّمى ِص ْرًما َوِجَرابًا َك َذا‬ ِ ‫ْي َك َذا ِف الْم ْغ ِر‬
ُ
ِ ْ َ‫وَجَْعُهُ أ ََد ٌم بَِفْت َحت‬
َ
‫اب يَتَ نَ َاو ُل ُك َّل ِج ْل ٍد َُْيتَ ِم ُل الدِّبَا َغةَ َال ما َال‬ ٍ ‫ِف النِّهاي ِة وقَولُهُ ُك ُّل َإه‬
َْ ََ
‫ي أَنَّهُ كان يَْنبَغِي‬ ُّ ‫استِثْ نَائِِه َوبِِه يَْن َدفِ ُع ما ذَ َكَرهُ ا َْلِْن ِد‬ ْ ‫اجةَ َإَل‬
ِ
َ ‫َُْيتَملُهُ فَ َال َح‬
‫اْلَيَّ ِة َوالْ َفأَْرةِ بِِه َكاللَّ ْح ِم َوَك َذا َال يَطْ ُه ُر‬ ْ ‫اْلَيَّ ِة فَ َال يَطْ ُه ُر ِج ْل ُد‬ ْ ‫استِثْ نَاءُ ِج ْل ِد‬ ْ
‫يما َُْيتَ ِملُهُ َك َذا ِف التنجيس‬ ِ َّ َّ ‫الذ َكاةِ ِأل‬ َّ ِ‫ب‬
َ ‫َن الذ َكا َة َّإمنَا تُ َق ُام َم َق َام الدِّبَ ِاغ ف‬
ِ ِ ٍ ٍ ِِ
ُ‫ص َالتُهُ ألَنَّه‬ َ ‫ت‬ ْ ‫صلَّى َوه َي معه َج َاز‬ َ َ‫َصلَ َح أ َْم َعاءَ َشاة َميِّتَة ف‬ ْ ‫َوفيه إ َذا أ‬
‫ب كذا لو َدبَ َغ‬ ِ ِ
ُ‫ص‬ َ ‫ب َوالْ َع‬ ُ ‫ك الْ َعق‬ َ ‫َّخ ُذ منها ْاأل َْوتَ ُار وهو َكالدِّبَ ِاغ َوَك َذل‬ َ ‫يُت‬
ِ ِ
‫ش إ ْن كان‬ ُ ‫ك الْ َك ِر‬ َ ‫َب َوَك َذل‬ َُ َّ‫َب َج َاز َوَال يَ ْف ُس ُد الل‬ ٌ ََ‫الْ َمثَانَةَ فَ ُجع َل فيها ل‬
ِ
‫ش َال يَطْ ُه ُر‬ َ ‫إن الْ َك ِر‬َّ ‫ف ِف األمالء‬ َ ‫وس‬ ُ ُ‫يَ ْقد ُر على اصالحه وقال أبو ي‬
ِ َ‫اْليَّ ِة فَهو ط‬ ِ ِ
‫اج‬ِ ‫السَر ِاج الْ َوَّه‬ ِّ ‫اهٌر َك َذا ِف‬ َ ُ َْ ‫يص‬ ُ ‫ألَنَّهُ َكاللَّ ْح ِم ا ه َوأ ََّما قَم‬
‫ول الْ َم ِاء فيه‬ ِ ‫اِلِْل ِد ِعْن َد حص‬
ُ ُ ْ ‫ُُثَّ الدِّبَاغُ هو ما ُّيتنع َع ْوُد الْ َف َس ِاد َإَل‬
‫اْلَِق ِيق ُّي هو أَ ْن يُ ْدبَ َغ بِ َش ْي ٍء له‬ ْ َ‫ْم ٌّي ف‬ِ ‫ْي ح ِق ِيقي وحك‬
ُ َ ٌّ َ ِ ْ َ‫ض ْرب‬ َ ‫َوالدِّبَاغُ على‬
‫َّج ِر َوالْ ِم ْل ِح وما‬ ِ ُّ ‫ص وقُ ُشوِر‬ ِ ِ
َ ‫الرَّمان وْلي الش‬ َ ِ ‫َّب َوالْ َقَرظ َوالْ َع ْف‬ ِّ ‫يمةٌ َكالش‬ َ‫ق‬
َّ ‫ي أ‬
‫َن‬ ُّ ‫َّب بِالْبَ ِاء الْ ُم َو َّح َدةِ َوذَ َكَر ْاأل َْزَه ِر‬ َّ ‫ض ُه ْم الش‬ ُ ‫ط بَ ْع‬ َ َ‫ضب‬ َ ‫أَ ْشبَهَ ذلك َو‬
‫ص ِح‬ ْ َ‫َغْي َرهُ ت‬
3. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Standarisasi Fatwa Halal.
4. Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III di Padang
Panjang tentang Konsumsi Makanan Halal.
5. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang
Komisi Fatwa pada Rapat-Rapat Komisi pada tanggal 31
Dsember 2014.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penyamakan dan Pemanfaatannya 8

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PENYAMAKAN KULIT HEWAN DAN
PEMANFAATANNYA

Pertama : Ketentuan Umum


Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
a. Penyamakan adalah proses pensucian terhadap kulit hewan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jenis hewannya adalah hewan selain babi dan anjing atau
yang terlahir dari keduanya atau salah satunya.
b. Menggunakan sarana untuk menghilangkan lendir dan bau
anyir yang menempel pada kulit.
c. Menghilangkan kotoran yang menempel di permukaan
kulit; dan
d. Membilas kulit yang telah dibersihkan untuk mensucikan
dari najis.
b. Pemanfaatan adalah meliputi; (i) pangan; (ii) barang gunaan
c. Barang Gunaan adalah istilah untuk barang yang menggunakan
bahan kulit hewan yang diperuntukkan sebagai perlengkapan atau
perhiasan seseorang seperti tas, ikat pinggang, sepatu, tempat
handphone dan sejenisnya.

Kedua : Ketentuan Hukum


1. Kulit hewan ma’kul al-lahm (dagingnya boleh dimakan) yang
disembelih secara syar’i adalah suci.
2. Memanfaatkan kulit hewan sebagaimana angka 1 untuk pangan
dan barang gunaan hukumnya mubah (boleh).
3. Kulit bangkai hewan, baik hewan yang ma’kul al-lahm (dagingnya
boleh dimakan) maupun yang ghair ma’kul al-lahm (dagingnya
tidak boleh dimakan) adalah najis, tetapi dapat menjadi suci
setelah disamak, kecuali anjing, babi, dan yang terlahir dari kedua
atau salah satunya.
4. Memanfaatkan kulit bangkai hewan yang telah disamak
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 untuk barang gunaan
hukumnya mubah (boleh).
5. Memanfaatkan kulit bangkai hewan yang telah disamak
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 untuk pangan, terdapat
ikhtilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama. Untuk
kepentingan kehati-hatian (ihtiyath), maka memanfaatkan kulit
bangkai yang telah disamak untuk pangan hukumnya tidak boleh.
6. Kulit hewan dari anjing, babi, dan yang terlahir dari kedua atau
salah satunya hukumnya tetap najis dan haram dimanfaatkan, baik
untuk pangan maupun barang gunaan.

Keempat : Rekomendasi
1. Pemerintah mengatur dan menjamin produk barang gunaan yang
sesuai dengan ketentuan fatwa ini.
2. Pelaku usaha diminta untuk memastikan proses produksi barang
gunaan yang diperjualbelikan kepada umat Islam dengan
menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.
3. Masyarakat yang hendak memanfaatkan kulit untuk kepentingan
barang gunaan hendaknya menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Penyamakan dan Pemanfaatannya 9

4. LPPOM MUI melakukan sertifikasi barang gunaan dengan


menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.

Kelima : Ketentuan Penutup


1. Fatwa ini berlaku mulai pada tanggal ditetapkan, dengan
ketentuan jika di ke mudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan,
akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 08 Rabi’ul Awwal 1436 H
31 Desember 2014 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA


KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

2
PENYEMBELIHAN HEWAN SECARA MEKANIS

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada


hari Senin, tanggal 24 Syawa11396 H/18 Oktober 1976 setelah :

Mendengar : 1. Penjelasan lisan dan kemudian disusul


dengan tertulis (lampiran II) dari
Pimpinan PD Dharma Jaya tentang
cara-cara penyembelihan hewan dengan
sistem mekanisasi pemigsanan yang
menggambarkan :
a. Bahwa penggunaan mesin untuk pem-
ingsanan dimaksudkan mempermudah
roboh dan jatuhnya hewan yang akan
disembelih di tempat pemotongan
dan untuk meringankan rasa sakit he-
wan dan penyembelihannya dilakukan
dengan pisau yang tajam memutus-
kan hulqum (tempat berjalan nafas),
mari’ (tempat berjalan makanan), dan
wadajaain (dua urat nadi) hewan yang
disembelih oleh juru sembelih Islam,
dengan terlebih dahulu membaca bas-
malah.
b. Bahwa hewan yang roboh dipingsankan
di tempat penyembelihan apabila tidak
disembelih akan bangun sendiri lagi
segar seperti semula keadaanya, dan
c. Bahwa penyemelihan dengan sistem
ini tidak mengurangi keluarnya darah
mengalir, bahkan akan lebih banyak
dan lebih lancar sehingga dagingnya
lebih bersih.

553
BIDANG POM DAN IPTEK

Mengingat : 1. Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi


penyembelihan hewan menurut Islam,
menurut empat mazhab dan madzhab para
sahabat, dan
2. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Syaddad
bin Aus tentang ketetapan berbuat ihsan
dalam segala tindakan (lampiran I).

MEMUTUSKAN

Menetapkan / memfatwakan bahwa penyembelihan hewan secara


mekanis pemingsanan merupakan modernisasi berbuat ihsan kepada
hewan yang disembelih sesuai dengan ajaran Nabi dan memenuhi
persyaratan ketentuan syar’i dan hukumnya sah dan halal, dan oleh
karenanya, diharapkan supaya kaum Muslimin tidak meragukannya.

Jakarta 24 Syawal 1396H


18 Oktober 1976 M

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua Sekretaris

ttd ttd

K.H. M. Syukri Ghozali H. Amiruddin Siregar

554
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Lampiran I

1. Yang dimaksud dengan hewan dalam fatwa ini adalah hewan yang
hidup dan halal seperti sapi, kerbau, kambing dan lain-lainnya.
2. Hadits Nabi Riwayat Muslim dari Syaddad bin Aus selengkapnya:

‫ﻮﺍ‬‫ﺴِﻨ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺣ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺤ‬‫ﺫﹶﺑ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬‫ﻭ‬‫ﻠﹶﺔﹶ‬‫ﺘ‬‫ﺍﻟﹾﻘ‬‫ﻮﺍ‬‫ﺴِﻨ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺣ‬‫ﻢ‬‫ﻠﹾﺘ‬‫ﻗﹶﺘ‬‫ﻓﹶﺈﹺﺫﹶﺍ‬ٍ‫ﺀ‬‫ﻰ‬‫ﺷ‬‫ﻛﹸﻞﱢ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬‫ﺎﻥﹶ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻹِﺣ‬‫ﺐ‬‫ﻛﹶﺘ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺇﹺﻥﱠ‬
(‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺫﹶﺑﹺﻴﺤ‬‫ﺮﹺﺡ‬‫ﻓﹶﻠﹾﻴ‬‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﻔﹾﺮ‬‫ﺷ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﺪ‬‫ﺃﹶﺣ‬‫ﺪ‬‫ﺤ‬‫ﻟﹾﻴ‬‫ﻭ‬‫ﺢ‬‫ﺍﻟﺬﱠﺑ‬
“Bahwanya Allah menetapkan ihsan (berbuat baik) atas tiap-
tiap sesuai (tindakan). Apabila kamu ditugaskan membunuh
maka dengan cara baiklah kamu membunuh dan apabila engkau
hendak menyemelih maka sembelihlah dengan cara baik. Dan
hendaklah mempertajam salah seorang kaum akan pisaunya
dan memberikan kesenangan kepada yang disembelinya (yaitu
tidak disiksa dalam penyembelihannya). “

555
18

PRODUK PENYEDAP RASA (MONOSODIUM


GLUTAMATE, MSG) DARI PT. AJINOMOTO
INDONESIA YANG MENGGUNAKAN
BACTO SOYTONE

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rapat


Komisi bersama dengan Pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.POM
MUI), pada hari Sabtu, tanggal 20 Ramadhan 1421 H/16 Desember
2000 M., setelah :

Menimbang : 1. bahwa semua produk makanan, minuman,


obat-obatan, kosmetika, dan lain-lain yang
akan dikonsumsi atau dipergunakan oleh
umat Islam wajib diperhatikan dan diyakini
kesucian dan kehalalannya;
2. bahwa untuk menjamin kehalalan tersebut,
MUI mengeluarkan Sertifikat Halal bagi
setiap produk yang telah memenuhi syarat-
syarat tertentu dan harus diperbaharui
setiap dua tahun;
3. bahwa untuk mengeluarkan Sertifikat Halal
dimaksud, Komisi Fatwa MUI dibantu
oleh LP.POM MUI untuk melakukan audit
sesuai dengan Pedoman untuk Memperoleh
Sertifikat Halal MUI yang hasil auditnya
dilaporkan dalam rapat Komisi Fatwa MUI
untuk ditetapkan status hukumnya;
4. bahwa produk penyedap rasa (MSG) dari
PT. Ajinomoto Indonesia (dan PT. Ajinex
Internasional) yang beralamat di Jl. Raya
Mlirip, Jetis, Mojokerto Jawa Timur,
dalam proses produksinya sejak bulan

616
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Juni 1999 sampai dengan akhir Nopember


2000 diketahui telah menggunakan bahan
penolong berupa bacto soytone yang
ternyata mengandung unsur enzim babi;
5. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI
memandang perlu untuk menetapkan fatwa
tentang status hukum produk penyedap rasa
(MSG) dari PT. Ajinomoto yang diproduksi
dalam kurun waktu tersebut sebagai
pedoman bagi umat Islam dan pihak-pihak
lain yang memerlukannya.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT tentang keharusan


mengkonsumsi yang halal dan baik, antara
lain:

‫ﺎ‬‫ﺒ‬‫ﻃﹶـﻴ‬ ‫ﻼﹶﻻﹰ‬‫ﺣ‬ ‫ﺽﹺ‬‫ﺍﹾﻷَﺭ‬ ‫ﻰ‬‫ﻓ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻣ‬ ‫ﺍ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬ ‫ﺎﺱ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻳ‬


:‫)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫ﻦ‬‫ﺒﹺﻴ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﻋ‬‫ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻪ‬‫ﺇﹺﻧ‬،‫ﻄﹶﺎﻥ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ﺍﺕ‬‫ﻄﹸﻮ‬‫ﺧ‬‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﺒﹺﻌ‬‫ﺘ‬‫ﻻﹶﺗ‬‫ﻭ‬
 .(
“Hai sekalian manusia! Makanlah yang 
halal lagi baik dari apa yang terdapat
‫ﺑﹺﻪ‬bumi,
di ‫ﻞﱠ‬‫ﺎﺃﹸﻫ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﺮﹺ‬dan ‫ﺰﹺﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬janganlah  ‫ﻢ‬‫ﻟﹶﺤ‬‫ﻭ‬ ‫ﻡ‬‫ﺍﻟﺪ‬‫ﻭ‬ ‫ﺔﹶ‬kamu ‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﻜﹸﻢ‬mengikuti ‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺣ‬‫ﻤ‬‫ﺇﹺﻧ‬
‫ﺇﹺﻥﱠ‬ ،‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﻓﹶﻼﹶﺇﹺﺛﹾﻢ‬ ‫ﺎﺩ‬‫ﻻﹶﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﻍﹴ‬‫ﺑ‬syaitan;
langkah-langkah ‫ﺮ‬‫ﻏﹶﻴ‬ ‫ﻄﹸﺮ‬‫ﺍﺿ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻓﹶﻤ‬karena ،ِ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﻴ‬‫ﻐ‬‫ﻟ‬
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
‫ﺎ‬‫ﺒ‬‫ﻃﹶـﻴ‬nyata
yang ‫ﻼﹶﻻﹰ‬‫ﺣ‬ bagimu” ‫ﺽﹺ‬‫ﺍﹾﻷَﺭ‬ ‫ﻰ‬(‫ﻓ‬ (QS.‫ﺎ‬‫ﻤ‬:‫ﻣ‬‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬ ‫ﺍ‬‫)ﻛﹸﻠﹸﻮ‬‫ﻢ‬‫ﺱ‬
al-Baqarah ‫ﻴ‬‫ﺎﺣ‬‫ﺍﻟﻨﺭ‬‫ﺭ‬‫ﺎﻮ‬‫ﻏﹶﻬﻔﹸ‬‫[ﻳ‬2]: ‫ﺃ‬َ‫ﺎﷲ‬‫ﺍﻳ‬
:‫)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫ﻦ‬‫ﺒﹺﻴ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﻋ‬‫ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻪ‬‫ﺇﹺﻧ‬،‫ﻄﹶﺎﻥ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ﺍﺕ‬‫ﻄﹸﻮ‬‫ﺧ‬‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﺒﹺﻌ‬‫ﺘ‬‫ﻻﹶﺗ‬ ‫ﻭ‬
168).
2. Firman Allah SWT tentang beberapa jenis
‫ﺮﹺ‬‫ﻴ‬‫ﻐ‬‫ﻟ‬ ‫ﻞﱠ‬‫ﺎﺃﹸﻫ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﺰﹺﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﻢ‬‫ﻟﹶﺤ‬‫ﻭ‬ ‫ﻡ‬‫ﺍﻟﺪ‬‫ﻭ‬ ‫ﺔﹸ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶ‬‫ﻋ‬.(‫ﺖ‬
makanan (terutama jenis hewani) yang
‫ﻣ‬‫ُﺭ‬
‫ﺎﺃﹶﻛﹶﻞﹶ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺔﹸ‬‫ﺤ‬‫ﻴ‬‫ﻄ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻭ‬antara
diharamkan, ‫ﺔﹸ‬‫ﻳ‬‫ﺩ‬‫ﺮ‬‫ﺘ‬‫ﻟﹾﻤ‬lain: ‫ﺍ‬‫ﻭ‬‫ﺫﹶﺓﹸ‬‫ﻗﹸﻮ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬‫ﻨﹺﻘﹶﺔﹸ‬‫ﺨ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬‫ﺑﹺﻪ‬ِ‫ﷲ‬‫ﺍ‬
‫ﺑﹺ(ﻪ‬ : ‫ﻞﱠ‬‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓﻫ‬
‫ﺎﺃﹸ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬)‫ﺮﹺ‬.. ‫ﺰﹺﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﺐﹺﺨ‬‫ﺼ‬  ‫ﻢ‬‫ﻨ‬‫ﺤ‬
‫ﺍﻟ‬‫ﹶﻰﻟﹶ‬ ‫ﻭ‬‫ﻠ‬‫ﻋ‬‫ﻡ‬‫ﺪ‬‫ﺍﻟﺢ‬‫ﺫﹸﺑﹺﻭ‬‫ﺎﺔﹶ‬‫ﻣ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻤﻭ‬‫ﻟﹾ‬‫ﺍﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻢ‬‫ﺫﹶﻜﹸﻛﱠﻴ‬‫ﺎﻴ‬‫ﻣﻠﹶ‬‫ﻋ‬‫ﻻﱠ‬‫ﺇﹺﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬‫ﻊ‬‫ﺎﺒ‬‫ﻤﺴ‬‫ﺇﹺﺍﻟﻧ‬
‫ﺇﹺﻥﱠ‬ ،‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﻓﹶﻼﹶﺇﹺﺛﹾﻢ‬ ‫ﺎﺩ‬‫ﻻﹶﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﻍﹴ‬‫ﺑ‬ ‫ﺮ‬‫ﻏﹶﻴ‬ ‫ﻄﹸﺮ‬‫ﺍﺿ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻓﹶﻤ‬ ،ِ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﻴ‬‫ﻐ‬‫ﻟ‬
‫ﺇﹺﻻﱠ‬‫ﻪ‬‫ﻤ‬‫ﻄﹾﻌ‬‫ﻳ‬‫ﻢﹴ‬‫ﻃﹶﺎﻋ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﺮ‬‫(ﺤ‬ ‫ﻣ‬‫ﻲ‬:‫ﺇﹺﻟﹶ‬‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬ ‫ﻲ‬‫ﺣ‬‫)ﻭ‬‫ﺎﺃﹸ‬‫ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻰﻴ‬ ‫ﻓﺣ‬‫ﺭ‬‫ﺪ‬‫ﺟﹺﺭ‬‫ﻏﹶﻻﹶﺃﹶﻔﹸﻮ‬َ‫ﷲ‬ ‫ﺍﻗﹸﻞﹾ‬
‫ﻪ‬‫ﻓﹶﺈﹺﻧ‬ ‫ﺮﹴ‬‫ﺰﹺﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺧ‬ ‫ﻢ‬‫ﻟﹶﺤ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﺃﹶ‬Allah
“Sesungguhnya ‫ﺎ‬‫ﺣ‬‫ﻔﹸﻮ‬‫ﺴ‬hanya ‫ﻣ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﺩ‬ ‫ﺃﹶﻭ‬mengharam-  ‫ﺔﹰ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻣ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻜﹸﻮ‬‫ﻳ‬ ‫ﺃﹶﻥﹾ‬
‫ﻍﹴﺮﹺ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻐ‬‫ﺑ‬‫ﻟ‬ bagimu
kan ‫ﻞﱠﺮ‬‫ﻏﹶﻴ‬‫ﻫ‬‫ﺎﺃﹸ‬‫ﻄﹸﻣﺮ‬‫ﻭ‬‫ﺍﺮﹺﺿ‬‫ﻳ‬‫ﺰﹺ‬bangkai,
‫ﻦﹺ‬‫ﻨ‬‫ﺨ‬‫ﺍﻟﹾﻓﹶﻤ‬ ،‫ﻪﻢ‬‫ﺑﹺﺤ‬ ‫ﷲِﻟﹶ‬‫ﻭ‬‫ﺍ‬darah,
‫ﺮﹺﻡ‬‫ﺪ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﻐ‬‫ﻭﻟ‬‫ﺔﹸﻞﱠ‬‫ﻫ‬‫ﺘ‬‫ﺃﹸﻴ‬‫ﻤ‬daging
‫ﻘﺍﹰﺎﻟﹾ‬‫ﺴ‬‫ﻢ‬‫ﻜﹸﻓ‬ ‫ﻠﹶﻭﻴ‬‫ﺃﹶﻋ‬babi,
‫ﺲ‬ ‫ﺖ‬‫ﺟ‬‫ﻣ‬‫ُ ﹺﺭ‬
dan binatang yang (ketika disembelih) dise-
‫(ﻛﹶﻞﹶ‬nama)
but ‫ﺎﺃﹶ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺔﹸ‬‫(ﺤ‬‫ﻴ‬ ‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻭ‬:‫ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ‬
‫ﻄ‬selain ‫ﺘ‬‫)ﻤ‬‫ﺍﻟﹾ‬‫ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﺓﹸﻴ‬‫ﺫﹶﺣ‬Akan
‫ﺔﹸ‬‫ﻳ‬‫ﺩ‬‫ﺮ‬Allah. ‫ﻮ‬‫ﺭ‬‫ﻗﹸ‬‫ﻮ‬‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻔﹸﻤ‬‫ﻭﻏﹶ‬tetapi,
‫ﻚ‬‫ﻨﹺﻘﹶﺔﹸ‬‫ﺑ‬‫ﺭﺨ‬‫ﻥﱠﻨ‬‫ﻤ‬barang
‫ﺍﻓﹶﻟﹾﺈﹺ‬‫ﻭ‬‫ﺩ‬‫ﺎﻪ‬‫ﺑﹺﻋ‬‫ﷲِﻻﹶ‬‫ﺍﻭ‬
siapa dalam keadaan terpaksa (memakan-
nya) (:‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬ sedang )..ia ‫ﺐﹺ‬tidak ‫ﺼ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻠﹶﻰ‬menginginkannya
‫ﻋ‬‫ﺫﹸﺑﹺﺢ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺎﺫﹶﻛﱠﻴ‬‫ﻣ‬‫ﺇﹺﻻﱠ‬‫ﻊ‬dan ‫ﺒ‬‫ﺴ‬ ‫ﺍﻟ‬
‫ﺎ‬‫ﺑ‬‫ﻮ‬‫ﻜﹾﺘ‬‫(ﻣ‬pula)
tidak  ‫ﻪ‬‫ﻧ‬‫ﻭ‬‫ﺠﹺﺪ‬‫ﻳ‬melampaui ‫ﻱ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ ‫ﻲ‬‫ﺍﹾﻷُﻣ‬ ‫ﺒﹺﻲ‬‫ﻨ‬batas, ‫ﺍﻟ‬ ‫ﻝﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺳ‬‫ﺮ‬maka ‫ﺍﻟ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺒﹺﻌ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬tidak  ‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺬ‬ ‫ﺍﻟﱠ‬
ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
‫ﻻﱠ‬‫ﻢ‬‫ﺇﹺﻫ‬‫ﺎ‬‫ﻬﻪ‬‫ﻤ‬‫ﻨ‬‫ﻌﻳ‬‫ﻄﹾﻭ‬‫ﻳ‬‫ﻑ‬ ‫ﻢﹴ‬‫ﻭ‬‫ﻋ‬‫ﻃﹶﺎﺮ‬‫ﻌ‬‫ﻤ‬‫ﹶﻰ‬ ‫ﻠﺑﹺﺎﻟﹾ‬‫ﻋ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺮ‬‫ﻣ‬‫ﺄﹾﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻞﹺﻣ‬‫ﻲ‬‫ﺇﹺﻟﹶﺠﹺﻴ‬‫ﻧ‬ِ‫ﻹ‬‫ﺍﹾﻲ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬‫ﻭ‬‫ﺍﺃﹸﺓ‬‫ﺎ‬‫ﻣﺭ‬‫ﻮ‬‫ﻰﺘ‬ ‫ﺍﻟ‬‫ﻓ‬‫ﻰ‬‫ﺟﹺﻓﺪ‬‫ﻻﹶﺃﹶﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺪ‬‫ﻞﹾ‬‫ﻨ‬‫ﻗﹸﻋ‬
‫ﺚﹶﻪ‬‫ﻓﹶﺈﹺﻧ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺒ‬‫ﺮﹴﺨ‬‫ﺍﺰﹺﻟﹾﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺧ‬‫ﻢ‬‫ﻬﹺ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶﻢ‬‫ﻋ‬‫ﺤ‬‫ﻟﹶ‬‫ﻡ‬‫ﻭﺮ‬‫ﺃﹶﺤ‬‫ﻳ‬‫ﺎﻭ‬‫ﺣ‬ ‫ﺕ‬‫ﺎﻔﹸﻮ‬‫ﺒﺴ‬‫ﻄﱠﻴ‬‫ﻣ‬‫ﺍﻟ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﺩ‬‫ﻬ‬‫ﻟﹶ‬‫ﺃﹶﻞﱡﻭ‬‫ﺔﹰﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻭﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻣ‬‫ﻥﻜﹶﺮﹺ‬‫ﻨﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻜﹸﻤ‬‫ﻳ‬ ‫ﻥﹾﻦﹺ‬‫ﺃﹶﻋ‬
617
،‫ﺎﻢﻍﹴ‬‫ﺑﻬﹺ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﺮ‬‫ﻋ‬‫ﻏﹶﻴ‬ ‫ﺖ‬ ‫ﻄﹸﺮ‬‫ﹶﺎﻧ‬‫ﺍﻛﺿ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻲ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻓﹶﻟﱠﺘ‬ ،‫ﻼﹶﺑﹺﻪﻝﹶ‬ ِ‫ﺍﻷَﻏﹾﷲ‬‫ﺮﹺﺍﹾ‬‫ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﻐ‬‫ﻟ‬‫ﻢ‬ ‫ﻞﱠ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﻫ‬‫ﺃﹸﺻ‬ ‫ﹰﺎﺇﹺ‬‫ﻘ‬‫ﺴ‬‫ﻢ‬‫ﻓ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬‫ﺃﹶﻭ‬ ‫ﺲ‬ ‫ﻊ‬‫ﻀ‬‫ﺟ‬‫ﻳ‬‫ﺭﹺﻭ‬
‫ﻱ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ ‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫(ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬:‫ﺍﺗ‬‫ﺍﻷﻧﻌﺎﻡﻭ‬  ‫ﻩ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬ )‫ﻢ‬‫ﻧ‬‫ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬ ‫ﻩ‬‫ﺭ‬‫ﻭ‬‫ﺭ‬ ‫ﺰ‬‫ﻮ‬‫ﻔﹸﻋ‬‫ﻏﹶﻭ‬ ‫ﻚ‬ ‫ﺑﹺﻪ‬‫ﺑ‬‫ﺍﺭ‬‫ﻮ‬‫ﻥﱠ‬‫ﻨ‬‫ﻓﹶﺁﺈﹺﻣ‬ ‫ﺩ‬‫ﺎﻦ‬‫ﻋ‬‫ﻳ‬‫ﹶﺎﻟﱠﻻﹶﺬ‬‫ﻓﻭ‬
‫‪‬‬
‫ﺇﹺﻧ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﺪ‪‬ﻡ‪ ‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺤ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻨ‪‬ﺰﹺﻳ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹸﻫ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﺑﹺﻪ‪‬‬
‫‪BIDANG POM DAN IPTEK‬‬
‫ﹶـﺇﹺﻴ‪‬ﺒﻥﱠ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﺽﹺ‪‬ﻓﹶ‪‬ﻼﹶﺇﹺﺣ‪‬ﺛﹾﻼﹶﻢ‪ ‬ﻻﹰﻋ‪‬ﻠﹶ‪‬ﻴ‪‬ﻪﻃ‪ ،‬‬ ‫‪‬ﻰ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻻﹶﻷَﺭ‪‬ﻋ‪‬ﺎﺩ‪‬‬ ‫ﺿ‪‬ﻠﹸﻄﹸﻮ‪‬ﺍﺮ‪ ‬ﻣ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﻤﺮ‪‬ﺎ‪‬ﺑ‪‬ﺎﻓﻍﹴ‬ ‫ﺱ‪ ‬ﺍ‪‬ﻛﹸ‬ ‫ﻟ‪‬ﻳ‪‬ﺎﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺﺃﻳ‪‬ﺍﻬ‪‬ﺎﷲِ‪ ،‬ﺍﻟﻨﻓﹶ‪‬ﺎﻤ‪‬ﻦﹺ‬
‫‪:Maha‬‬ ‫‪)Pengampun,‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬ ‫‪Maha‬ﻧ‪‬ﻪ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬ﻋ‪‬ﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺒﹺﻴ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫‪‬ﺇﹺ(‬
‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﻴ‪‬ﻄ‪:‬ﹶﺎﻥ‪،‬‬ ‫”‪Penyayang‬ﺸ‪‬‬
‫ﺕ‪‬ﺍﻟ‬ ‫‪(QS.‬ﻏﹶﺒﹺﻔﹸﻌ‪‬ﻮ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺭ‪‬ﺭ‪‬ﺧ‪‬ﺣ‪‬ﻄﹸﻴ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻢ‪)‬‬ ‫ﺍﻭ‪‬ﷲَﻻﹶ‪‬ﺗ‪‬ﺘ‪‬‬
‫‪al-Baqarah [2]: 173).‬‬
‫‪ .(‬‬ ‫‪‬‬
‫ُﺭ‪‬ﻣ‪‬ﺖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﺪ‪‬ﻡ‪ ‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺤ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻨ‪‬ﺰﹺﻳ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹸﻫ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ‪‬‬
‫‪‬‬
‫ﺍﷲِ‪‬ﺑﹺﻪ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻨ‪‬ﺨ‪‬ﻨﹺﻘﹶﺔﹸ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻮ‪‬ﻗﹸﻮ‪‬ﺫﹶﺓﹸ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺘ‪‬ﺮ‪‬ﺩ‪‬ﻳ‪‬ﺔﹸ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬ﺤ‪‬ﺔﹸ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹶﻛﹶﻞﹶ‪‬‬
‫ﺇﹺﻧ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﺪ‪‬ﻡ‪ ‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺤ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻨ‪‬ﺰﹺﻳ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹸﻫ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﺑﹺﻪ‪‬‬
‫ﺼﺐﹺ‪)..‬ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪ (:‬‬ ‫ﺍﻟﺴ‪‬ﺒ‪‬ﻊ‪‬ﺇﹺﻻﱠ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺫﹶﻛﱠﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﺫﹸﺑﹺﺢ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﺍﻟﻨ‪ ‬‬
‫ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﺍﷲِ‪ ،‬ﻓﹶﻤ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍﺿ‪‬ﻄﹸﺮ‪ ‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮ‪ ‬ﺑ‪‬ﺎﻍﹴ ‪‬ﻭ‪‬ﻻﹶﻋ‪‬ﺎﺩ‪ ‬ﻓﹶﻼﹶﺇﹺﺛﹾﻢ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪ ،‬ﺇﹺﻥﱠ‪‬‬
‫‪“Diharamkan‬‬ ‫‪bagimu‬‬ ‫)‪(memakan‬‬ ‫‪‬‬
‫‪bangkai,‬‬ ‫‪darah,‬‬ ‫‪ daging‬‬‫‪babi,‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪(:‬‬ ‫‪(daging‬ﺭ‪‬ﺣ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪)‬‬ ‫ﺍﷲَ‪‬ﻏﹶﻔﹸﻮ‪‬ﺭ‪‬‬
‫ﻗﹸﻞﹾ‪‬ﻻﹶﺃﹶﺟﹺﺪ‪‬ﻓ‪‬ﻰ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹸﻭ‪‬ﺣ‪‬ﻲ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻲ‪‬ﻣ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﻃﹶﺎﻋ‪‬ﻢﹴ‪‬ﻳ‪‬ﻄﹾﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻪ‪‬ﺇﹺﻻﱠ‪‬‬
‫ﺃﹶﻳ‪‬ﺎﻥﹾ‪‬ﺃﻳ‪‬ﻳ‪‬‬
‫‪hewan) yang disembelih atas nama selain‬‬
‫‪Allah,‬‬
‫ﹶـﺈﹺﻴ‪‬ﻧ‪‬ﺒ‪‬ﺎﻪ‪‬‬ ‫‪yang‬ﻨ‪‬ﻻﹰﺰﹺﻳ‪‬ﺮﹴﻃ ‪‬ﻓﹶ‬ ‫ﺽﹺﺤ‪‬ﻢ‪‬ﺣ‪ ‬ﻼﹶﺧ‪‬‬ ‫‪‬ﻰﺣ‪‬ﺍﹾ‪‬ﺎ ‪‬ﻷَﺃﹶﺭ‪‬ﻭ‪ ‬‬
‫‪tercekik,‬ﻟﹶ‬ ‫‪yang‬ﻣ‪ ‬ﺴ‪‬ﻓﻔﹸﻮ‪‬‬
‫‪dipukul,‬ﻛﹸﻭ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﺍﺩ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻣ‪ ‬ﻤ‪‬ﺎ‬
‫ﺱ‪‬ﺔﹰ ‪‬ﺃﹶ‬ ‫‪yang‬ﻬﻜﹸ‪‬ﺎﻮ‪ ‬ﻥﹶﺍﻟﻨ‪‬ﺎﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬‬
‫‪jatuh,‬‬ ‫‪yang‬ﻫ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ‬ ‫‪ditanduk,‬ﺰﹺﻳ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹸ‬ ‫‪dan‬ﻡ‪ ‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺤ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻨ‪‬‬ ‫‪yang‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﺪ‪‬‬ ‫‪diterkam‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬‬ ‫ُﺭ‪‬ﻣ‪‬ﺖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬‬
‫‪:binatang‬‬ ‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﻍﹴ‬
‫‪buas,‬ﻭ‪‬ﺿ‪‬ﻣ‪‬ﺒﹺﻄﹸﻴ‪‬ﺮ‪‬ﻦ‪‬ﻏﹶ‪)‬ﻴ‪‬ﺮ‪ ‬ﺑ‪‬ﺎ‬ ‫‪kecuali‬ﻪ‪‬ﺑﹺ‪‬ﻪﻟﹶ‪،‬ﻜﹸ‪‬ﻓﹶﻢ‪‬ﻤ‪‬ﻋ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺪ‪‬ﺍ‬
‫‪yang‬ﻫ‪‬ﺍﻟﻞﱠ ‪‬ﺸ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﻄﹶﺎﺮﹺﻥ‪‬ﺍ‪،‬ﷲِﺇﹺﻧ‪‬‬‫ﺕ‪‬‬
‫‪sempat‬ﻭ‪ ‬ﺧ‪‬ﻓ‪‬ﻄﹸﺴ‪‬ﻮﻘ‪‬ﺍﹰﺎ ‪‬ﺃﹸ‬ ‫ﺲ‪‬ﻌ‪‬ﻮﺃﹶ‪‬ﺍ‬‫ﺭﹺﻭ‪‬ﻻﹶﺟ‪‬ﺗ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺ‬
‫ﺍﷲِ‪‬ﺑﹺﻪ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻨ‪‬ﺨ‪‬ﻨﹺﻘﹶﺔﹸ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻮ‪‬ﻗﹸﻮ‪‬ﺫﹶﺓﹸ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺘ‪‬ﺮ‪‬ﺩ‪‬ﻳ‪‬ﺔﹸ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬ﺤ‪‬ﺔﹸ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹶﻛﹶﻞﹶ‪‬‬
‫‪kamu menyembelihnya,‬‬ ‫‪dan‬ﺭ‪‬ﺣ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪)‬ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ‪ (:‬‬ ‫‪(diharamkan‬ﻏﹶﻔﹸﻮ‪‬ﺭ‪‬‬ ‫‪‬ﻋ‪‬ﺎ(‪.‬ﺩ‪‬ﻓﹶ‪‬ﺈﹺﻥﱠ‪‬ﺭ‪‬ﺑ‪‬ﻚ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻻﹶ‬
‫‪ bagimu‬‬ ‫‪memakan‬ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪(:‬‬ ‫ﺼﺐﹺ‪)..‬‬ ‫ﹶﻰ‪‬ﺍﻟﻨ‪ ‬‬ ‫‪yang‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﺫﹸﺑﹺﺢ‪‬ﻋ‪‬ﻠ‬
‫)‪hewan‬‬ ‫‪disembelih‬ﻛﱠﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺴ‪‬ﺒ‪‬ﻊ‪‬ﺇﹺﻻﱠ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺫﹶ‬
‫‪untuk berhala...” (QS. al-Ma’idah [5]: 3). ‬‬
‫‪‬‬
‫ﺍﺇﹺﻟﱠﻧ‪‬ﺬ‪‬ﻤﻳ‪‬ﺎﻦ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﻡ‪‬ﺒﹺ‪‬ﻌ‪‬ﻋ‪‬ﻮ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻥﹶ ‪‬ﻜﹸﺍﻟﻢ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺳ‪‬ﻟﹾﻮ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻝﹶﺔﹶ‪‬ﺍﻟ‪‬ﻨ‪‬ﺒﹺﻭ‪‬ﺍﻟﻲ‪‬ﺪ‪‬ﺍﹾﻡ‪ ‬ﻷُﻣ‪‬ﻭ‪‬ﻟﹶﻲ‪‬ﺤ‪‬ﺍﻟﱠﻢ‪ ‬ﺬ‪‬ﺍﻟﹾﻱ‪‬ﺨ‪‬ﻨ‪‬ﻳ‪‬ﺰﹺﻳ‪‬ﺠﹺﺮﹺﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻭﻧ‪‬ﻪ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹸﻣ‪‬ﻫ‪‬ﻜﹾﻞﱠﺘ‪ ‬ﻮ‪‬ﹺﺑ‪‬ﺎﻪ‪‬‬
‫ﻗﹸﻞﹾ‪‬ﻻﹶﺃﹶﺟﹺﺪ‪‬ﻓ‪‬ﻰ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹸﻭ‪‬ﺣ‪‬ﻲ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻲ‪‬ﻣ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﻃﹶﺎﻋ‪‬ﻢﹴ‪‬ﻳ‪‬ﻄﹾﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻪ‪‬ﺇﹺﻻﱠ‪‬‬
‫‪‬ﻰﻓﹶ‪‬ﻤ‪‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻦﹺﻮ‪‬ﺭﺍ‪‬ﺍﺓ‪‬ﺿ‪‬ﻭ‪‬ﻄﹸﺍﹾﺮ‪‬ﻹِ‪‬ﻧ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺠﹺﻴ‪‬ﺮ‪ ‬ﻞﹺﺑ‪‬ﺎﻳ‪‬ﺄﹾﻍﹴﻣ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻫ‪‬ﻻﹶﻢ‪‬ﻋﺑ‪‬ﺎﹺﺎﺩ‪‬ﻟﹾ ‪‬ﻤ‪‬ﻓﹶﻌ‪‬ﺮ‪‬ﻼﹶﺇﹺﻭ‪‬ﺛﹾﻢ‪‬ﻑ‪‬ﻋ‪‬ﻭ‪‬ﻠﹶﻳ‪‬ﻴ‪‬ﻨ‪‬ﻪﻬ‪،‬ﺎ‪‬ﺇﹺﻫ‪‬ﻥﱠﻢ‪‬‬ ‫ﷲﻓِ‪ ،‬‬ ‫ﻟ‪‬ﻋ‪‬ﻐ‪‬ﻨﻴ‪‬ﺪ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻫ‪‬ﺍﻢ‪‬‬
‫ﺃﹶﻥﹾ ‪‬ﻳ‪‬ﻜﹸﻮ‪‬ﻥﹶ ‪‬ﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺔﹰ ‪‬ﺃﹶﻭ‪ ‬ﺩ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﻔﹸﻮ‪‬ﺣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻭ‪ ‬ﻟﹶﺤ‪‬ﻢ‪ ‬ﺧ‪‬ﻨ‪‬ﺰﹺﻳ‪‬ﺮﹴ ‪‬ﻓﹶﺈﹺﻧ‪‬ﻪ‪‬‬
‫‪‬ﺎ(ﺕ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬﹺﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺚﹶ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ‪:‬ﺍﻟﻄﱠﻴ‪‬ﺒ‬ ‫ﺍﻋ‪‬ﷲَﻦﹺ‪‬ﺍﻏﹶﻟﹾﻔﹸﻤ‪‬ﻮﻨ‪‬ﺭ‪‬ﻜﹶ‪‬ﺮﹺﺭ‪‬ﺣ‪‬ﻭ‪‬ﻴ‪‬ﻳ‪‬ﻢ‪‬ﺤ‪)‬ﻞﱡ ‪‬ﻟﹶﻬ‪‬ﻢ‪‬‬
‫ﺭﹺﺟ‪‬ﺲ‪ ‬ﺃﹶﻭ‪ ‬ﻓ‪‬ﺴ‪‬ﻘﹰﺎ ‪‬ﺃﹸﻫ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﺍﷲِ ‪‬ﺑﹺﻪ‪ ،‬ﻓﹶﻤ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍﺿ‪‬ﻄﹸﺮ‪ ‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮ‪ ‬ﺑ‪‬ﺎﻍﹴ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻀ‪‬ﻊ‪ ‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﻢ‪ ‬ﺇﹺﺻ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻷَﻏﹾﻼﹶﻝﹶ ‪‬ﺍﻟﱠﺘ‪‬ﻲ‪ ‬ﻛﹶﺎﻧ‪‬ﺖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬﹺﻢ‪،‬‬
‫ﻭ‪‬ﻻﹶﻋ‪‬ﺎﺩ‪‬ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ‪‬ﺭ‪‬ﺑ‪‬ﻚ‪‬ﻏﹶﻔﹸﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺭ‪‬ﺣ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪)‬ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ‪ (:‬‬
‫‪“Katakanlah:‬‬
‫ﻱ‪‬‬ ‫ﺖ‪‬ﻦ‪ ‬ﻋ‪‬ﺁﻠﹶﻴ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻜﹸﻮ‪‬ﺍﻢ‪ ‬ﺑﹺﺍﻟﹾﻪ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻭ‪‬ﺔﹸﻋ‪‬ﺰ‪‬ﻭﺭ‪‬ﺍﻟﻭ‪‬ﺪ‪‬ﻩ‪‬ﻡ‪‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺼ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻢ‪‬ﻭ‪‬ﻩ‪‬ﺍﻟﹾ‪‬ﻭﺨ‪‬ﺍﻨ‪‬ﺗ‪‬ﺒ‪‬ﺰﹺﻳ‪‬ﻌ‪‬ﺮﹺﻮ‪‬ﺍ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻣﻨ‪‬ﺎﺃﹸﻮ‪‬ﻫ‪‬ﺭ‪‬ﻞﱠ‪‬ﺍﻟﱠ‪‬ﻟ‪‬ﺬ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ‬
‫‪Tiadalah aku peroleh dalam‬‬ ‫ُﻓﺭ‪‬ﹶﺎﻟﱠﻣ‪‬ﺬ‪‬ﻳ‪‬‬
‫‪wahyu‬‬ ‫‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹶﻛﹶﻞﹶ‬ ‫‪yang‬ﺔﹸ‬
‫‪diwahyukan‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬ﺤ‪‬‬ ‫ﺤ‪‬ﻭﻮ‪‬ﺍﻟﹾﻥﹶﻤ‪‬ﺘ‪‬ﺮ‪‬ﺩ‪‬ﻳ‪‬ﺔﹸ‪‬‬ ‫‪kepadaku‬ﻮ‪‬ﻟﹾﻗﹸﻤ‪‬ﻮ‪‬ﺫﹶﺓﹸ‪‬‬
‫ﹸﻭﻟﺌﻨﹺﻘﹶﺔﹸ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬‬ ‫‪sesuatu‬ﻟﹾﻤ‪‬ﻨ‪‬ﺨ‪‬‬ ‫ﷲِ‪‬ﻝﹶﺑﹺ‪‬ﻪ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﻭ‪‬ﺍ‬ ‫ﺍ‬
‫‪yang‬‬ ‫‪(diharamkan‬ﻣ‪ ‬ﻜﹾﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺑ‪‬ﺎ‬ ‫ﺍﻷﻋﺮﺍﻑﺠﹺ‪:‬ﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻪ‪‬‬ ‫‪bagi‬ﻲ‪)‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ‪ ‬ﻳ‪‬‬ ‫‪orang‬ﻔﹾﻠ‪‬ﻲ‪ ‬ﺍﹾﻷُﻣ‪‬‬
‫ﻚ‪‬ﺳ‪‬ﻫ‪‬ﻮ‪‬ﻢ‪‬ﻝﹶ‪‬ﺍ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺒﹺ‬ ‫‪hendak‬ﻪﻌ‪،‬ﻮ‪‬ﺃﻥﹶ ‪‬ﺍﻟ‬
‫‪yang‬ﺮ‪‬‬ ‫ﺍﺃﹸﻟﱠﻧ‪‬ﺰﹺﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪ ‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺ‬
‫‪ memakannya,‬‬ ‫ﺼﺐﹺ‪)..‬ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪(:‬‬ ‫‪kalau‬ﺎ‪‬ﺫﹸﺑﹺﺢ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﺍﻟﻨ‪ ‬‬ ‫ﺍﻟ ‪‬ﺴ‪‬ﺒ‪‬ﻊ‪‬ﺇﹺﻻﱠ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺫﹶﻛﱠﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‬
‫‪kecuali‬ﻢ‪‬ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‪‬ﻌ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻑ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﺎﻫ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫‪makanan‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺍﺓ‪‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻹِﻧ‪‬ﺠﹺﻴ‪‬ﻞﹺ‪‬ﻳ‪‬ﺄﹾﻣ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬‬ ‫ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪‬ﻓ‪‬ﻰ‪‬‬
‫‪atau‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱ‪!‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺐ‪ ‬ﻻﹶﻳ‪‬ﻘﹾﺒ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺇﹺﻻﱠ ‪‬ﻃﹶـﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎ‪.‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ‪‬‬
‫‪itu‬‬ ‫‪bangkai,‬‬ ‫‪darah‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫‪mengalir,‬‬ ‫ﺃﹶﻳ‪ ‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬‬
‫‪daging‬‬ ‫‪babi‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺚﹶ‬ ‫‪--karena‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬﹺ‬ ‫‪sesungguhnya‬ﺒ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪‬‬ ‫‪semua‬ﻨ‪‬ﻜﹶﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﻞﱡ ‪‬ﻟﹶﻬ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻄﱠﻴ‪‬‬ ‫ﻋ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬‬
‫‪itu‬‬‫‪kotor--‬ﺮ‪‬ﻪ‪‬ﺇﹺﺳ‪‬ﻞﹸﻻﱠ‬ ‫‪atau‬ﻃﹶﺎ‪:‬ﻋ‪‬ﻳ‪‬ﺎﻢﹴﺃﹶ‪‬ﻳ‪‬ﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎﻄﹾ ‪‬ﻌ‪‬ﺍﻟﻤ‪‬‬
‫ﹶﻰﹶﺎ‪‬ﻝﹶ‬ ‫‪yang‬ﺮ‪‬ﻲ‪‬ﺑﹺ‪‬ﺇﹺﻪ‪‬ﻟﹶ‪‬ﺍﻲ‪‬ﻟﹾ‪‬ﻤ‪‬ﻣ‪‬ﺮ‪‬ﺤ‪‬ﺳ‪‬ﺮ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻦ‪‬ﻋ‪.‬ﻠﻓﹶﻘ‬
‫‪‬ﻰ‪‬ﺑﹺﻣﻤ‪‬ﺎﺃﹸ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺣ‪‬‬ ‫ﺃﹶﻗﹸﻣ‪‬ﻞﹾﺮ‪‬ﺍﻻﹶﻟﹾﺃﹶﻤ‪‬ﺟﹺﺆ‪‬ﺪ‪‬ﻣ‪‬ﻨﹺ‪‬ﻴ‪‬ﻓﻦ‪‬‬
‫‪atas‬‬ ‫‪nama‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬﹺﻢ‪،‬‬ ‫‪selain‬ﻛﹶﺎﻧ‪‬ﺖ‪ ‬‬ ‫‪binatang‬ﺍﻟﱠﺘ‪‬ﻲ‪ ‬‬ ‫‪Allah.‬ﹶ‬
‫‪Barang‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻷَﻏﹾﻼﹶﻝ‬ ‫‪ siapa‬ﺇﹺﺻ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪ ‬‬ ‫‪disembelih‬‬
‫‪yang‬ﻊ‪ ‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻀ‪‬‬
‫‪‬ﺎ‪،‬ﻟﹶ‪‬ﺇﹺﺤ‪‬ﻧ‪‬ﻢ‪‬ﻲ‪‬ﺑﹺﺧ‪‬ﻤﻨ‪‬ﺎ‪‬ﺰﹺﺗ‪‬ﻳ‪‬ﻌ‪‬ﺮﹴﻤ‪‬ﻠﹸﻓﹶﺈﹺﻮ‪‬ﻧ‪‬ﻥﹶﻪ‪‬‬ ‫ﺕ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻭ‪‬ﺍ‪‬ﻣ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﺴ‪‬ﻠﹸﻔﹸﻮ‪‬ﺍﻮ‪‬ﺣ‪‬ﺎﺻ‪‬ﺎ‪‬ﻟ‪‬ﺃﹶﻭ‪‬ﺤ ‪‬‬ ‫‪‬ـﻭ‪‬ﺒ‪‬ﺎ‪‬ﺩ‪‬‬ ‫ﱠـﺔﹰﻴ ‪‬ﺃﹶ‬ ‫ﺃﹶﻛﹸﻥﹾﻠﹸﻮ‪‬ﺍﻳ‪‬ﻜﹸﻣ‪‬ﻮ‪‬ﻦ‪‬ﻥﹶﺍﻟ‪‬ﻄﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬‬
‫‪dalam‬‬ ‫‪keadaan‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ‪‬‬ ‫‪terpaksa‬ﻭ‪‬ﻩ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﺒ‪‬ﻌ‪‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﺍﻟ‬ ‫)‪(memakannya‬ﻋ‪‬ﺰ‪‬ﺭ‪‬ﻭ‪‬ﻩ‪ ‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﺼ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫ﻓﹶﺎﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪ ‬ﺁﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﺑﹺﻪ‪ ‬ﻭ‪‬‬
‫‪sedang‬‬‫ﺕ‪‬‬ ‫‪‬ـ‪‬ﺒﺑ‪‬ﺎ‪‬ﺎﻍﹴ‬ ‫‪tidak‬ﻮ‪‬ﺍﺍ ‪‬ﺿ‪‬ﻣ‪ia‬ﻄﹸﻦ‪‬ﺮ‪‬ﻃﹶﻏﹶﻴﻴ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫‪menginginkannya‬ﺑﹺﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻪ‪،‬ﻮ‪‬ﺍ‪‬ﻓﹶ‪‬ﻤ‪‬ﻛﹸﻠﹸﻦﹺ‬
‫ﺲ‪ ‬ﺃﹶﻭ‪‬ﻭ‪‬ﻗﹶﺎ‪‬ﻓ‪‬ﻝﹶ‪:‬ﺴ‪ ‬ﻘﻳﹰﺎ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹸ‪‬ﺃﻫ‪‬ﻳ‪‬ﻬﻞﱠ‪‬ﺎ‪‬ﻟ‪‬ﺍﻐ‪‬ﻟﱠﻴ‪‬ﺮﹺﺬ‪‬ﻳ‪‬ﺍﻦ‪‬ﷲِ‪‬ﺁ‬ ‫‪dan‬ﻢ‪.‬‬ ‫ﺭﹺﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﺟ‪‬‬
‫‪tidak‬‬ ‫‪ (‬‬ ‫)‪(pula‬‬ ‫ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ‪:‬‬ ‫‪batas,‬ﻫ‪‬ﻢ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻔﹾﻠ‪‬ﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻥﹶ‪)‬‬
‫‪melampaui‬‬ ‫‪maka‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﻪ‪،‬ﺃﹸﻭﻟﺌﻚ‪‬‬ ‫ﺃﹸﻧ‪‬ﺰﹺﻝﹶ‪‬‬
‫‪‬ﺃﹶ(ﺷ‪‬ﻌ‪‬ﺚﹶ ‪‬ﺃﹶﻏﹾﺒ‪‬ﺮ‪،‬‬
‫‪sesungguhnya‬‬ ‫‪:‬ﺮ‪ ،‬‬ ‫ﺍﻷﻧﻌﺎﻡﺴ‪‬ﻔﹶ‬ ‫‪Maha‬ﺮ‪‬ﺭ‪‬ﺟ‪‬ﺣ‪‬ﻞﹶﻴ‪ ‬ﻢ‪‬ﻳ‪)‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺍﻟ‬
‫‪Tuhanmu‬‬
‫ﻚ‪‬ﺫﹶ‪‬ﻏﹶﻛﹶﻔﹸﺮ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺍﻟ‪‬‬ ‫ﻣﻭ‪‬ﺎﻻﹶﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻋ‪‬ﺎﻗﹾﻨﺩ‪‬ﺎ‪‬ﻓﹶﻛﹸﺈﹺﻢ‪‬ﻥﱠ‪.‬ﺭ‪‬ﺛﹸﺑ‪‬ﻢ‪‬‬
‫‪Pengampun,‬‬
‫‪‬‬
‫‪Maha‬‬ ‫‪،‬‬ ‫‪Penyayang” (QS. al-An’am [6]: 145).‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺃﹶﻳ‪‬ﻳ‪‬ﻤ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱ‪!‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺐ‪ ‬ﻻﹶﻳ‪‬ﻘﹾﺒ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺇﹺﻻﱠ ‪‬ﻃﹶـﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎ‪.‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ‬
‫ﻡ‬‫‪‬ﺍ‬‫ﺮ‬ ‫ﺣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻌ‬
‫‪‬‬ ‫ﻄ‬
‫ﹾ‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫!‬ ‫ﺏ‬
‫‪‬‬ ‫ﺭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬‫ﻳ‬ ‫‪‬‬ ‫!‬ ‫ﺏ‬
‫‪‬‬ ‫ﺭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻳ‬ ‫‪‬‬ ‫‪:‬‬ ‫ﺀ‬
‫ِ‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﻟ‬ ‫‪‬‬ ‫ﹶﻰ‬ ‫ﻟ‬‫ﺇ‬
‫ﹺ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻳ‬
‫‪‬‬ ‫ﺪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻳ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺪ‬
‫‪‬‬
‫ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪ ‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻌ‪‬ﻮ‪‬ﻥﹶ ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹶ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺒﹺﻲ‪ ‬ﺍﹾﻷُﻣ‪‬ﻲ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ‪ ‬ﻳ‪‬ﺠﹺﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﻜﹾﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺑ‪‬ﺎ‪‬‬
‫ﺃﹶﻣ‪‬ﺮ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺆ‪‬ﻣ‪‬ﻨﹺﻴ‪‬ﻦ‪ ‬ﺑﹺﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺮ‪ ‬ﺑﹺﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻦ‪.‬ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ‪:‬ﻳ‪‬ﺎﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻞﹸ‪‬‬
‫ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪‬ﻓ‪‬ﻰ‪‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺍﺓ‪‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻹِﻧ‪‬ﺠﹺﻴ‪‬ﻞﹺ‪‬ﻳ‪‬ﺄﹾﻣ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪‬ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‪‬ﻌ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻑ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﺎﻫ‪‬ﻢ‪‬‬
‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﺍﻟﻄﱠـﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎﺕ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﺍ‪‬ﺻ‪‬ﺎﻟ‪‬ﺤ‪‬ﺎ‪،‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻲ‪‬ﺑﹺﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﻥﹶ‪‬‬
‫ﻋ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻨ‪‬ﻜﹶﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﻞﱡ ‪‬ﻟﹶﻬ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻄﱠﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬﹺﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺚﹶ‪‬‬
‫ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪ .‬ﻭ‪‬ﻗﹶﺎﻝﹶ‪ :‬ﻳ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪ ‬ﺁﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﻃﹶﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎﺕ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻀ‪‬ﻊ‪ ‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﻢ‪ ‬ﺇﹺﺻ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻷَﻏﹾﻼﹶﻝﹶ ‪‬ﺍﻟﱠﺘ‪‬ﻲ‪ ‬ﻛﹶﺎﻧ‪‬ﺖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬﹺﻢ‪،‬‬
‫ﻣ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹾﻨ‪‬ﺎﻛﹸﻢ‪.‬ﺛﹸﻢ‪ ‬ﺫﹶﻛﹶﺮ‪ ‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺟ‪‬ﻞﹶ ‪‬ﻳ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻔﹶﺮ‪ ،‬ﺃﹶﺷ‪‬ﻌ‪‬ﺚﹶ ‪‬ﺃﹶﻏﹾﺒ‪‬ﺮ‪،‬‬
‫ﻓﹶﺎﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪ ‬ﺁﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﺑﹺﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﻋ‪‬ﺰ‪‬ﺭ‪‬ﻭ‪‬ﻩ‪ ‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﺼ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻩ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﺒ‪‬ﻌ‪‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ‪‬‬
‫ﻳ‪‬ﻤ‪‬ﺪ‪ ‬ﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻪ‪ ‬ﺇﹺﻟﹶﻰ ‪‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺀِ‪ :‬ﻳ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺏ‪ !‬ﻳ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺏ‪ !‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻄﹾﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪،‬‬
‫ﺃﹸﻧ‪‬ﺰﹺﻝﹶ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﻪ‪،‬ﺃﹸﻭﻟﺌﻚ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻔﹾﻠ‪‬ﺤ‪‬ﻮ‪‬ﻥﹶ‪)‬ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ‪ (:‬‬
‫‪618‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱ‪!‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬ﺐ‪ ‬ﻻﹶﻳ‪‬ﻘﹾﺒ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺇﹺﻻﱠ ‪‬ﻃﹶـﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎ‪.‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ‪‬‬
‫ﻥﱠﻢ‬‫ﺇﹺﻫ‬‫ﺎ‬،‫ﻪﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶﻳ‬‫ﻭ‬‫ﻋ‬‫ﻑ‬‫ﺛﹾﻢ‬‫ﻼﹶﺇﹺﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻓﹶﻌ‬‫ﻤ‬ ‫ﻟﹾ‬‫ﺎﹺﺎﺩ‬‫ﻋﺑ‬‫ﻻﹶﻢ‬‫ﻫ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺄﹾﻍﹴﻣ‬‫ﺎﻳ‬‫ﻞﹺﺑ‬ ‫ﺮ‬‫ﺠﹺﻴ‬‫ﻏﹶﻴ‬‫ﻧ‬ِ‫ﻹ‬‫ﻄﹸﺍﹾﺮ‬‫ﻭ‬‫ﺿ‬‫ﺍﺓ‬‫ﺭﺍ‬‫ﻦﹺﻮ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﻤ‬‫ﻰﻓﹶ‬
 ،ِ‫ﷲﻓ‬‫ﺍﻢ‬‫ﻫ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﺪ‬‫ﻴ‬‫ﻨ‬‫ﻐ‬‫ﻋ‬‫ﻟ‬
‫ﺚﹶ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﻬﹺﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬‫ﺎ(ﺕ‬ ‫ﺒ‬‫ﺍﻟﻄﱠﻴ‬: ‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫ﻢ‬‫ﻟﹶﻬ‬ ‫)ﻞﱡ‬‫ﺤ‬‫ﻢ‬‫ﻳ‬‫ﻴ‬‫ﻭ‬‫ﺣ‬‫ﺮﹺﺭ‬‫ﻜﹶ‬‫ﺭ‬‫ﻨ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻏﹶﻟﹾﻔﹸﻤ‬‫ﷲَﻦﹺ‬‫ﺍﻋ‬

،‫ﻬﹺﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ HIMPUNAN ‫ﺖ‬‫ﻛﹶﺎﻧ‬ ‫ﻲ‬‫ﺍﻟﱠﺘ‬FATWA ‫ﻷَﻏﹾﻼﹶﻝﹶ‬MAJELIS ‫ﺍﹾ‬‫ﻭ‬ ‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬ULAMA ‫ﺇﹺﺻ‬ ‫ﻢ‬‫ﻬ‬INDONESIA ‫ﻨ‬‫ﻋ‬ ‫ﻊ‬‫ﻀ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬
‫ﺮﹺ‬‫ﻴ‬‫ﻐ‬‫ﻟ‬ ‫ﻞﱠ‬‫ﺎﺃﹸﻫ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﺰﹺﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﻢ‬‫ﻟﹶﺤ‬‫ﻭ‬ ‫ﻡ‬‫ﺍﻟﺪ‬‫ﻭ‬ ‫ﺔﹸ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﺖ‬‫ﻣ‬‫ُﺭ‬
‫ﻱ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ ‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬‫ﺍﺗ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﻧ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻭ‬‫ﺭ‬‫ﺰ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﺑﹺﻪ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ﺁﻣ‬ ‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﻓﹶﺎﻟﱠﺬ‬
‫ﺎﺃﹶﻛﹶﻞﹶ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺔﹸ‬‫ﺤ‬‫ﻴ‬‫ﻄ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻭ‬‫ﺔﹸ‬‫ﻳ‬‫ﺩ‬‫ﺮ‬‫ﺘ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬‫ﺫﹶﺓﹸ‬‫ﻗﹸﻮ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬‫ﻨﹺﻘﹶﺔﹸ‬‫ﺨ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬‫ﺑﹺﻪ‬ِ‫ﺍﷲ‬
 (:‫)ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ‬‫ﻥﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺤ‬‫ﻔﹾﻠ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺃﹸﻭﻟﺌﻚ‬،‫ﻪ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬‫ﺰﹺﻝﹶ‬‫ﺃﹸﻧ‬
 (:‫)ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬..‫ﺼﺐﹺ‬  ‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬‫ﺫﹸﺑﹺﺢ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺎﺫﹶﻛﱠﻴ‬‫ﻣ‬‫ﺇﹺﻻﱠ‬‫ﻊ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﺴ‬
“(yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, 
َ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺇﹺﻥﱠ‬‫ﻭ‬.‫ﺎ‬‫ـﺒ‬‫ﻃﹶـﻴ‬ ‫ﺇﹺﻻﱠ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﻘﹾﺒ‬‫ﻻﹶﻳ‬ ‫ﺐ‬‫ﻃﹶﻴ‬ َ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺇﹺﻥﱠ‬!‫ﺎﺱ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬ ‫ﺃﹶﻳ‬
Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati
‫ﺇﹺﻻﱠ‬‫ﻪ‬‫ﻤ‬‫ﻄﹾﻌ‬‫ﻳ‬tertulis ‫ﻢﹴ‬‫ﻃﹶﺎﻋ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬di‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﺮ‬dalam ‫ﺤ‬‫ﻣ‬‫ﺇﹺﻟﹶﻲ‬‫ﻲ‬Taurat ‫ﺣ‬‫ﺎﺃﹸﻭ‬‫ﻣ‬‫ﻰ‬‫ﻓ‬dan ‫ﻻﹶﺃﹶﺟﹺﺪ‬Injil ‫ﻗﹸﻞﹾ‬
yang ‫ﻞﹸ‬‫ﺳ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﺎ‬ada ‫ﻬ‬‫ﺎﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬:di‫ﻘﹶﺎﻝﹶ‬sisi ‫ﻓﹶ‬.‫ﻦ‬mereka, ‫ﻴ‬‫ﻠ‬‫ﺳ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﺑﹺﻪ‬ ‫ﺮ‬yang ‫ﻦ‬‫ﻨﹺﻴ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻣ‬
‫ﺃﹶﻣ‬ ‫ﺎ‬‫ﺑﹺﻤ‬ menyuruh
mereka
‫ﻪ‬‫ﻓﹶﺈﹺﻧ‬ ‫ﺮﹴ‬‫ﺰﹺﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺧ‬mengerjakan ‫ﻢ‬‫ﻟﹶﺤ‬ ‫ﺃﹶﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﺣ‬‫ﻔﹸﻮ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬yang ‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﺩ‬ ‫ﺃﹶﻭ‬ ma’ruf ‫ﺔﹰ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻣ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻜﹸﻮ‬‫ﻳ‬dan  ‫ﺃﹶﻥﹾ‬
melarang
‫ﻥﹶ‬‫ﻠﹸﻮ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬‫ﺎ‬‫ﺑﹺﻤ‬‫ﻲ‬mereka ‫ﺇﹺﻧ‬،‫ﺎ‬‫ﺤ‬‫ﺎﻟ‬‫ﺻ‬dari ‫ﻭ‬‫ﺎﺕ‬‫ـﺒ‬‫ﺍﻟﻄﱠـﻴ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬yang
‫ﺍ‬‫ﻠﹸﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻋ‬mengerjakan ‫ﺍ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬
‫ﺎﻍﹴ‬‫ﺑ‬ ‫ﺮ‬‫ﻏﹶﻴ‬ ‫ﻄﹸﺮ‬‫ﺍﺿ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻓﹶﻤ‬ ،‫ﺑﹺﻪ‬ ِ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﻴ‬‫ﻐ‬‫ﻟ‬ ‫ﻞﱠ‬‫ﺃﹸﻫ‬ ‫ﻘﹰﺎ‬‫ﺴ‬‫ﻓ‬ ‫ﺃﹶﻭ‬ ‫ﺲ‬‫ﺭﹺﺟ‬
munkar‫ﺎﺕ‬‫ـﺒ‬‫ﻃﹶﻴ‬ ‫ﻦ‬dan ‫ﻣ‬ ‫ﺍ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬menghalalkan ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ﺁﻣ‬ ‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﻳ‬ bagi ‫ﺎ‬‫ﻳ‬ :‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬mereka ‫ﻭ‬ .‫ﻢ‬‫ﻴ‬‫ﻠ‬‫ﻋ‬
segala yang (baik :‫ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ‬dan )‫ﻢ‬‫ﻴ‬mengharamkan
‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ﺭ‬‫ﻏﹶﻔﹸﻮ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ‬‫ﺎﺩ‬bagi ‫ﻻﹶﻋ‬‫ﻭ‬
mereka،‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻏﹾﺒ‬ ‫ﺚﹶ‬‫ﻌ‬segala ‫ﺃﹶﺷ‬ ،‫ﻔﹶﺮ‬‫ﺴ‬yang ‫ﺍﻟ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﻴ‬‫ﻄ‬‫ﻳ‬buruk,  ‫ﻞﹶ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﺮ‬dan ‫ﺫﹶﻛﹶ‬ ‫ﻢ‬membuang
‫ﺛﹸ‬.‫ﺎﻛﹸﻢ‬‫ﻗﹾﻨ‬‫ﺯ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻣ‬

dari ،‫ﻡ‬ ‫ﺍ‬
‫ﺮ‬ ‫ﺣ‬
  mereka beban-beban dan belenggu-
‫ﻪ‬
 ‫ﻤ‬
 ‫ﻌ‬

‫ﺎ‬‫ﺑ‬‫ﻮ‬‫ﻜﹾﺘ‬‫ﻣ‬ ‫ﻪ‬‫ﻧ‬‫ﻭ‬‫ﺠﹺﺪ‬yang
belenggu
‫ﻄ‬
‫ﹾ‬ ‫ﻣ‬
 ‫ﻭ‬
  ! ‫ﺏ‬

‫ﻳ‬ ‫ﻱ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ada ‫ﺭ‬
 ‫ﺎ‬‫ﻳ‬  ! ‫ﺏ‬

 ‫ﻲ‬‫ﺍﹾﻷُﻣ‬pada ‫ﺭ‬
 ‫ﺎ‬ ‫ﻳ‬  : ‫ﺀ‬
ِ
 ‫ﺒﹺﻲ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻝﹶ‬mereka. ‫ﺎ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺴ‬
 ‫ﺍﻟ‬  ‫ﹶﻰ‬ ‫ﻟ‬‫ﺇ‬
‫ﹺ‬ 
‫ﻮ‬‫ﺳ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺒﹺﻌ‬‫ﺘ‬Maka, ‫ﻪ‬
 ‫ﻳ‬
 ‫ﺪ‬
‫ﻳ‬ ‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺬ‬‫ﻟﱠﻤ‬‫ﺍﻳ‬
‫ﻳ‬
  ‫ﺪ‬

orang-orang yang beriman kepadanya,
memuliakannya,
‫ﻢ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬‫ﻑ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺄﹾﻣ‬‫ﻳ‬menolongnya, ‫ﻞﹺ‬‫ﺠﹺﻴ‬‫ﺍﹾﻹِﻧ‬‫ﻭ‬‫ﺍﺓ‬‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﻰ‬‫ﻓ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬dan ‫ﺪ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬
mengikuti‫ﺚﹶ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﻬﹺﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬cahaya ‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﺒ‬‫ﻴ‬yang ‫ﺍﻟﻄﱠ‬ ‫ﻢ‬‫ﻟﹶﻬ‬ ‫ﻞﱡ‬terang ‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﻜﹶﺮﹺ‬‫ﻨ‬‫ﻤ‬yang ‫ﺍﻟﹾ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻋ‬
diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka
itulah،‫ﻬﹺﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ orang-orang ‫ﺖ‬‫ﻛﹶﺎﻧ‬ ‫ﻲ‬‫ﺍﻟﱠﺘ‬ ‫ﻏﹾﻼﹶﻝﹶ‬yang َ‫ﺍﹾﻷ‬‫ﻭ‬ ‫ﻢ‬beruntung” ‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺇﹺﺻ‬ ‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬ ‫(ﻊ‬QS. ‫ﻀ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬
al-A`raf [7]: 157).
‫ﻱ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ ‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬‫ﺍﺗ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﻧ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻭ‬‫ﺭ‬‫ﺰ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﺑﹺﻪ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ﺁﻣ‬ ‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﻓﹶﺎﻟﱠﺬ‬
3. Hadis-hadis Nabi berkenaan dengan
kehalalan  (:maupun ‫)ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ‬‫ﻥﹶ‬keharaman ‫ﻮ‬‫ﺤ‬‫ﻔﹾﻠ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﻚ‬sesuatu ‫ﺃﹸﻭﻟﺌ‬،‫ﻪ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬yang ‫ﺰﹺﻝﹶ‬‫ﺃﹸﻧ‬
dikonsumsi, antara lain:

َ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺇﹺﻥﱠ‬‫ﻭ‬.‫ﺎ‬‫ـﺒ‬‫ﻃﹶـﻴ‬ ‫ﺇﹺﻻﱠ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﻘﹾﺒ‬‫ﻻﹶﻳ‬ ‫ﺐ‬‫ﻃﹶﻴ‬ َ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺇﹺﻥﱠ‬!‫ﺎﺱ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﹶﻳ‬
‫ﻞﹸ‬‫ﺳ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬:‫ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ‬.‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻠ‬‫ﺳ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﺑﹺﻪ‬ ‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻣ‬ ‫ﺎ‬‫ﺑﹺﻤ‬ ‫ﻦ‬‫ﻨﹺﻴ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻣ‬
‫ﻥﹶ‬‫ﻠﹸﻮ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬‫ﺎ‬‫ﺑﹺﻤ‬‫ﻲ‬‫ﺇﹺﻧ‬،‫ﺎ‬‫ﺤ‬‫ﺎﻟ‬‫ﺻ‬‫ﺍ‬‫ﻠﹸﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻋ‬‫ﻭ‬‫ﺎﺕ‬‫ـﺒ‬‫ﺍﻟﻄﱠـﻴ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﺍ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬
‫ﺎﺕ‬‫ـﺒ‬‫ﻃﹶﻴ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺍ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ﺁﻣ‬ ‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻳ‬ :‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻭ‬ .‫ﻢ‬‫ﻴ‬‫ﻠ‬‫ﻋ‬
،‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻏﹾﺒ‬ ‫ﺚﹶ‬‫ﻌ‬‫ﺃﹶﺷ‬ ،‫ﻔﹶﺮ‬‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﻴ‬‫ﻄ‬‫ﻳ‬ ‫ﻞﹶ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﺫﹶﻛﹶﺮ‬ ‫ﺛﹸﻢ‬.‫ﺎﻛﹸﻢ‬‫ﻗﹾﻨ‬‫ﺯ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻣ‬
،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻪ‬‫ﻤ‬‫ﻄﹾﻌ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ !‫ﺏ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻳ‬ !‫ﺏ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻳ‬ :ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﺇﹺﻟﹶﻰ‬ ‫ﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻳ‬ ‫ﺪ‬‫ﻤ‬‫ﻳ‬
‫ﻰ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻧ‬ .‫ﺍﻡﹺ‬‫ﺮ‬‫ﺑﹺﺎﻟﹾﺤ‬ ‫ﻱ‬‫ﻏﹸﺬ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻪ‬‫ﺴ‬‫ﻠﹾﺒ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻪ‬‫ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬
 (‫ﻫﺮﻳﺮﺓ‬‫ﺃﰊ‬‫ﻋﻦ‬‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫؟‬‫ﻚ‬‫ﺬﹶﻟ‬‫ﻟ‬‫ﺎﺏ‬‫ﺠ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬
“Wahai umat manusia! Sesungguhnya Allah 
adalah thayyib (baik), tidak akan menerima
kecuali
‫ﺎﺕ‬‫ﺒﹺﻬ‬‫ـﺘ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬yang
 ‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺃﹸﻣ‬ thayyib
‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫(ﺑ‬baik
 ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬dan
 ‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬halal);
‫ﻼﹶﻝﹸ‬‫ﺍﹶﻟﹾﺤ‬
dan
‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬ ‫ﺕ‬Allah
‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ـﺒ‬‫ﺸ‬memerintahkan
‫ﺍﻟ‬ ‫ﻘﹶﻰ‬‫ﺍﺗ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻓﹶﻤ‬ ،‫ﺎﺱﹺ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻦ‬kepada ‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻛﹶﺜ‬ ‫ﻦ‬‫ﻬ‬orang
‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻻﹶﻳ‬
beriman segala apa yang Ia perintahkan
kepada para (rasul. ‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫ﺭﻭﺍﻩ‬Ia)‫ﻪ‬‫ﺿ‬ ‫ﺮ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬‫ﻨﹺﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻟ‬‫ﺃﹶ‬‫ﺮ‬‫ـﺒ‬
berfirman, ‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬
‘Hai
rasul-rasul! Makanlah dari makanan
yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah 
‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬‫ﻭ‬ ،‫ﻩ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺎ‬‫ﻟﹶﻬ‬‫ﻮ‬‫ﺎﺣ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻟﹾﻘﹸﻮ‬ ‫ﺍ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺟ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬
‫ﻋﻦ‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ‬ ‫ﻭﺃﲪﺪ‬ ‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬ ‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﻩ‬‫ﻘﹸﻮ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺭﹺﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺋ‬‫ﻣ‬
619
 (‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬‫ﺍﻟﻨﱯ‬‫ﺯﻭﺝ‬‫ﻣﻴﻤﻮﻧﺔ‬

BIDANG POM DAN IPTEK

amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha


Mengetahui apa yang kamu kerjakan’
(QS. al-Mu’minun [23]: 51), dan berfiman
pula, ‘Hai orang yang beriman! Makanlah
di antara rizki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu...’ (QS. al-Baqarah [2]:
172).
Kemudian Nabi menceritakan seorang laki-
laki yang melakukan perjalanan panjang,
rambutnya acak-acakan, dan badannya
berlumur debu. Sambil menengadahkan
tangan ke langit ia berdoa, ‘Ya Tuhan,
Ya Tuhan...’ (Berdoa dalam perjalanan,
apalagi dengan kondisi seperti itu, pada
umumnya dikabulkan oleh Allah--pen.).
Sedangkan, makanan orang itu haram,
minumannya haram, pakaiannya haram,
dan ia selalu menyantap yang haram.
‫ﻰ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻧ‬ .‫ﺍﻡﹺ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬memberikan
(Nabi ‫ﺑﹺﺎﻟﹾ‬ ‫ﻱ‬‫ﻏﹸﺬ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬komentar),
‫ﻪ‬‫ﺴ‬‫ﻠﹾﺒ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻪ‬‫ﺑ‬‫‘ﺮ‬Jika
‫ﺸ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬
demikian halnya, bagaimana mungkin ia
 (‫ﻫﺮﻳﺮﺓ‬‫ﺃﰊ‬‫ﻋﻦ‬‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫؟‬‫ﻚ‬‫ﺬﹶﻟ‬‫ﻟ‬‫ﺎﺏ‬‫ﺠ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬
akan dikabulkan doanya?’” (HR. Muslim
dari Abu Hurairah). 
‫ﺎﺕ‬‫ﺒﹺﻬ‬‫ـﺘ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬ ‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺃﹸﻣ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬ ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬ ‫ﻼﹶﻝﹸ‬‫ﺍﹶﻟﹾﺤ‬
‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﻬ‬‫ـﺒ‬‫ﺍﻟﺸ‬ ‫ﻘﹶﻰ‬‫ﺍﺗ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻓﹶﻤ‬ ،‫ﺎﺱﹺ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻛﹶﺜ‬ ‫ﻦ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻻﹶﻳ‬
 (‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﻪ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬‫ﻨﹺﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻟ‬‫ﺃﹶ‬‫ﺮ‬‫ـﺒ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬
“Yang halal itu sudah jelas dan yang 
‫ﻰﻥﹶ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻛﻧﹶﺎ‬ ‫ﻥﹾ‬.‫ﺇﹺﻡﹺ‬‫ﺍﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬،‫ﹺﺎﻟﹾﻩ‬‫ﺑﻮ‬‫ﻛﹸﻠﹸ‬‫ﻱ‬‫ﻭ‬‫ﺬ‬ ‫ﻏﹸ‬،‫ﺎ‬‫ﻬﻭ‬‫ﻟﹶ‬‫ﻮ‬،‫ﺍﻡﺣ‬‫ﺎﺮ‬‫ﻣ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬ ‫ﻪ‬‫ﻩ‬‫ﺴ‬‫ﻘﹸﻮ‬‫ﺄﹶﻟﹾﻠﹾﺒ‬‫ﻓﹶﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺍ‬‫ﺪ‬،‫ﻡ‬‫ﺍﻣ‬‫ﺎ‬‫ﺟﺮ‬‫ﺣ‬‫ﻥﹶ‬‫ﹶﺎﻪ‬‫ﻛﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺸ‬ ‫ﻥﹾ‬‫ﻣ‬‫ﺇﹺﻭ‬
haram pun sudah jelas; dan di antara
keduanya ada hal-hal yang musy-tabihat
‫ﻋﻦ‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ‬
(syubhat,  ‫ﻭﺃﲪﺪ‬
 (‫ﻫﺮﻳﺮﺓ‬ ‫ﺃﰊ‬‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱﻋﻦ‬
samar-samar, ‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫)ﺭﻭﺍﻩ‬)‫؟‬‫ﻚ‬‫ﻩ‬jelas
tidak ‫ﻮ‬‫ﻘﹸﺬﹶﻟ‬‫ﻳ‬‫ﺭﹺﻟ‬‫ﺏ‬
‫ﻓﹶﺄﹶ‬halal
‫ﺎ‬‫ﺎﺠ‬‫ﻌ‬‫ﺘ‬‫ﺋ‬‫ﺎﺴ‬‫ﻣ‬‫ﻳ‬
haramnya), kebanyakan manusia tidak
 (‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬‫ﺍﻟﻨﱯ‬‫ﺯﻭﺝ‬‫ﻣﻴﻤﻮﻧﺔ‬
mengetahui hukumnya. Barang siapa
‫ﺎﺕ‬‫ﺒﹺﻬ‬‫ـﺘ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬ ‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺃﹸﻣ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬ ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬ ‫ﻼﹶﻝﹸ‬‫ﺤ‬ ‫ﺍﹶﻟﹾ‬
hati-hati dari perkara syubhat, sungguh
ia telah menyelamatkan agama dan harga
 ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻏﹸﻠﱢﺐ‬‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬‫ﻼﹶﻝﹸ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻊ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺟ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬
‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﻬ‬‫ـﺒ‬(HR.
dirinya...” ‫ﺍﻟﺸ‬ ‫ﻘﹶﻰ‬Muslim).
‫ﺍﺗ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻓﹶﻤ‬ ،‫ﺎﺱﹺ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻛﹶﺜ‬ ‫ﻦ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻻﹶﻳ‬
4. Nabi saw bersabda berkenaan dengan tikus 
 (‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﻪ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬‫ﻨﹺﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻟ‬‫ﺃﹶ‬‫ﺮ‬‫ـﺒ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬
yang jatuh dan mati (najis) ‫ﻚ‬‫ﹺﺎﻟﺸ‬dalam
‫ﺑ‬‫ﺍﻝﹸ‬‫ﺰ‬‫ﻻﹶﻳ‬‫ﻦ‬keju‫ﻴ‬‫ﻘ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻴ‬
(samin): 
‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬‫ﻭ‬ ،‫ﻩ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺎ‬‫ﻟﹶﻬ‬‫ﻮ‬‫ﺎﺣ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻟﹾﻘﹸﻮ‬ ‫ﺍ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺟ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬
‫ﻋﻦ‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ‬ ‫ﻭﺃﲪﺪ‬ ‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬ ‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﻩ‬‫ﻘﹸﻮ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺭﹺﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺋ‬‫ﻣ‬
 (‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬‫ﺍﻟﻨﱯ‬‫ﺯﻭﺝ‬‫ﻣﻴﻤﻮﻧﺔ‬

620  ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻏﹸﻠﱢﺐ‬‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬‫ﻼﹶﻝﹸ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻊ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺟ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬

‫ﻚ‬‫ﺑﹺﺎﻟﺸ‬‫ﺍﻝﹸ‬‫ﺰ‬‫ﻻﹶﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻘ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻴ‬
‫ﻰ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻧ‬ .‫ﻡﹺ‬‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﻫﺮﻳﺮﺓ(ﺤ‬ ‫ﺑﹺﺎﻟﹾ‬ ‫ﻱ‬‫ﻏﹸﺃﰊﺬ‬‫ﻋﻦﻭ‬  ،‫ﻣﺴﻠﻢﻡ‬ ‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩﻪ‬ ‫ﺴ‬‫ﻠﹾﺒ‬‫)ﻣ‬‫؟ﻭ‬ ‫ﻚ‬ ،‫ﻡ‬‫ﺍﻟ‬‫ﺮﺬﹶ‬‫ﺣ‬‫ﻟ‬‫ﺏ‬  ‫ﺎﻪ‬‫ﺠﺑ‬ ‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﻳ‬
 (‫ﻫﺮﻳﺮﺓ‬‫ﺃﰊ‬‫ﻋﻦ‬‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫؟‬‫ﻚ‬‫ﺬﹶﻟ‬‫ﻟ‬‫ﺎﺏ‬‫ﺠ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬
‫ﺎﺕ‬‫ﺒﹺﻬ‬‫ـﺘ‬HIMPUNAN ‫ﺸ‬‫ﻣ‬ ‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺃﹸﻣ‬ ‫ﺎ‬FATWA ‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬MAJELIS ‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬ ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬ULAMA ‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬INDONESIA ‫ﻴ‬‫ﺑ‬ ‫ﻼﹶﻝﹸ‬‫ﺤ‬‫ﺍﹶﻟﹾ‬
‫ﺪ‬‫ﺎﻓﹶﻘﹶﺕ‬‫ﻬ‬‫ﺕ‬
‫ﺒﹺ‬‫ـﺘ‬‫ﺎ‬‫ﺸﻬ‬‫ـﺒ‬
‫ﻣ‬‫ﺸ‬‫ﺍﻟﺭ‬‫ﻮ‬‫ﹶﻰﻣ‬‫ﺃﹸ‬‫ﺎﻘ‬‫ﺍﻤﺗ‬‫ﻦﹺﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺑ‬‫ﻓﹶﻭ‬ ،‫ﹺ‬‫ﺱﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺎﺑ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻡ‬‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﻦ‬‫ﺤ‬‫ﻣ‬‫ﺍﻟﹾ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻛﹶﺜ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻦ‬ ‫ﻝﹸﻬ‬‫ﻠﹶﻼﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺤ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻻﹶﻳ‬
“Jika keju itu keras, buanglah tikus itu
‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬ keju
dan ‫ﺎﺕ‬‫ﻬ‬‫ـﺒ‬ ‫ﺍﻟﺸ‬‫ﻣﺴﻠﻢ(ﻘﹶﻰ‬
sekitarnya, ‫ﺍﺗ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻤ‬‫ﺭﻭﺍﻩﻓﹶ‬ ،‫)ﺱﹺ‬‫ﺎ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﻪ‬makanlah
dan ‫ﺿ‬ ‫ﻦ‬‫ﺮ‬‫ﻣﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﺮ‬‫ﻪ‬‫ﻨﹺﻴ‬‫ﺜ‬‫ﻛﹶﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻟ‬‫ﺃﹶﻦ‬‫ﺮ‬‫(ﻬ‬sisa)
‫ﺒ‬‫ـﻤ‬‫ﻠﹶ‬‫ﺘﻌ‬‫ﺳ‬‫ﺍﻻﹶﻳ‬
keju tersebut; namun jika keju itu cair,
tumpahkanlah”  ((HR. ‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫ﺭﻭﺍﻩ‬ )‫ﻪ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬Ahmad,
Bukhari, ‫ﻨﹺﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻟ‬‫ﺃﹶ‬‫ﺮ‬‫ـﺒ‬ dan ‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬
‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬dari
Nasa’i ‫ﻭ‬ ،‫ﻩ‬‫ﻮ‬Maimunah
‫ﻛﹸﻠﹸ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺎ‬‫ﻟﹶﻬ‬‫ﻮ‬‫ﺎﺣ‬‫ﻣ‬isteri ‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻟﹾﻘﹸﻮ‬Nabi ‫ﻓﹶﺄﹶ‬ ‫ﺍ‬‫ﺪ‬‫ﻣ‬saw). ‫ﺎ‬‫ﺟ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﻥﹾ‬ ‫ﺇﹺ‬
5. ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ‬
Ijma’
‫ﻋﻦ‬ ‫ﻥﹾ‬ulama
‫ﺇﹺ‬‫ﻭ‬ ،‫ﻩ‬‫ﻮ‬‫ﻠﹸ‬bahwa
‫ﻭﺃﲪﺪﻛﹸ‬
‫ﻭ‬ ،‫ﺎ‬‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱﻟﹶﻬ‬‫ﻮ‬daging
‫ﺎﺣ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻮ‬babi ‫ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻟﹾﻘﹸ‬)‫ﺍ‬dan
‫ﺪ‬‫ﻩ‬‫ﻣ‬‫ﺎﻮ‬‫ﺟﻘﹸ‬‫ﺭﹺﻳ‬seluruh
‫ﻓﻥﹶﺄﹶ‬‫ﺎﻛﹶﺎ‬‫ﻌ‬‫ﺎﻥﹾﺋ‬‫ﺇﹺﻣ‬
bagian (unsur) babi adalah najis ‘ain
‫ﻋﻦ‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ‬ ‫ﻭﺃﲪﺪ‬
(zati). (‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬ ‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬ ‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﺍﻟﻨﱯ‬ ) ‫ﻩ‬‫ﺯﻭﺝﻮ‬ ‫ﻘﹸ‬‫ﺄﹶﺭﹺﻳ‬‫ﻧﺔﻓﹶ‬ ‫ﻣﻴﻤﻮ‬ ‫ﺎ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺋ‬‫ﻣ‬
6. Qa’idah fiqhiyyah:  (‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬‫ﺍﻟﻨﱯ‬‫ﺯﻭﺝ‬‫ﻣﻴﻤﻮﻧﺔ‬ 
 ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻏﹸﻠﱢﺐ‬‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬‫ﻼﹶﻝﹸ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻊ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺟ‬‫ﹶﺍ‬‫ﺇﹺﺫ‬
“Manakala bercampur antara yang halal
 ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻏﹸﻠﱢﺐ‬‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬‫ﻼﹶﻝﹸ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻊ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺟ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬
dengan yang haram, maka dimenangkan
yang haram.” ‫ﻚ‬‫ﺑﹺﺎﻟﺸ‬‫ﺍﻝﹸ‬‫ﺰ‬‫ﻻﹶﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻘ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻴ‬
‫ﻚ‬‫ﺑﹺﺎﻟﺸ‬‫ﺍﻝﹸ‬‫ﺰ‬‫ﻻﹶﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻘ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻴ‬
“Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan
keraguan.”
7. Fatwa MUI bulan Juni 1980 M. tentang
keharaman makanan dan minuman yang
bercampur dengan barang haram/najis dan
Fatwa MUI bulan September 1994 tentang
keharaman memanfaat-kan babi dan
seluruh unsur-unsurnya.
8. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah
Tangga MUI periode 2000-2005.
9. Pedoman Penetapan Fatwa MUI.

Memperhatikan : 1. Laporan hasil audit LP.POM MUI terhadap


penyedap rasa (MSG) dari PT. Ajinomoto
Indonesia --yang mengajukan permohonan
perpanjangan Sertifikat Halal-- dalam rapat
Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, 10 Jumadil
Akhir 1421 H/9 September 2000 M. serta
saran dan pendapat seluruh peserta Rapat
pada rapat yang sama.
Isi laporan, antara lain, ditemukan
penggantian penggunaan salah satu bahan
penolong, poly peptone, dengan bacto
soytone (mengandung enzim babi); dan
penggantian tersebut tidak dilaporkan
sebelumnya ke LP.POM MUI.
2. Saran dan pendapat seluruh peserta Rapat

621
BIDANG POM DAN IPTEK

Komisi Fatwa MUI dalam rapat pada Sabtu,


28 Sya’ban 1421 H / 25 Nopember 2000,
berkenaan dengan penyedap rasa (MSG)
dari PT. Ajinomoto Indonesia.
3. Laporan hasil kunjungan (audit) anggota
Komisi Fatwa ke perusahaan PT. Ajinomoto
Indonesia --beralamat di Mojokerto--
pada 4 Desember 2000 yang disampaikan
pada Rapat Komisi Fatwa pada Sabtu, 13
Ramadhan 1421 H/ 9 Desember 2000, serta
saran dan pendapat seluruh peserta Rapat
pada rapat yang sama.
Isi laporan tersebut menegaskan, antara
lain, bahwa dalam proses pembuatan MSG
dari PT. Ajinomoto terjadi percampuran
(pertemuan, persenyawaan, ‫ )ﺍﻻﺧﺘﻼﻁ‬medium
agar-agar, bakteri, dan bacto soytone (yang
mengandung enzim babi) dalam satu
tempat/ wadah, dan sama-sama basah,
untuk mengembang-biakkan bakteri yang
digunakan dalam proses selanjutnya untuk
menghasilkan MSG.
4. Laporan hasil kunjungan (audit) anggota
LP. POM-MUI ke perusahaan PT. Ajinomoto
Mojokerto pada 4 Desember 2000 yang
disampaikan pada Rapat Komisi Fatwa pada
Rabu, 17 Ramadhan 1421 H/ 13 Desember
2000, serta saran dan pendapat seluruh
peserta Rapat pada rapat yang sama.
5. Saran dan pendapat seluruh peserta rapat
dalam rapat bersama dimaksud pada Sabtu,
tanggal 20 Ramadhan 1421 H/16 Desember
2000 M.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT,

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PRODUK PENYEDAP


RASA (MONOSODIUM GLUTAMATE, MSG)
DARI PT. AJINOMOTO INDONESIA YANG
MENGGUNAKAN BACTO SOYTONE

1. Produk penyedap rasa (MSG) dari PT. Ajinomoto Indonesia yang

622
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

menggunakan bacto soytone dalam proses produksinya adalah


haram.
2. Umat Islam yang karena ketidaktahuan telah mengkonsumsi
penyedap rasa (MSG) dimaksud tidak perlu merasa berdosa.
3. Menghimbau kepada umat Islam agar berhati-hati dalam
mengkonsumsi apa pun yang diragukan atau diharamkan oleh
agama.
4. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki
dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Agar setiap muslim dan pihak lain yang memerlukan dapat


mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta, 20 Ramadhan 1421 H


16 Desember 2000 M

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua Sekretaris

ttd ttd

K.H. Ma’ruf Amin Drs. H. Hasanuddin, M.Ag

623
20

PRODUK PENYEDAP RASA (MONOSODIUM


GLUTAMATE, MSG) DARI PT. AJINOMOTO
INDONESIA YANG MENGGUNAKAN
MAMENO

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rapat


Komisi bersama dengan Pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.
POM MUI), pada hari Senin, tanggal 25 Zulqa’dah 1421 H/19 Pebruari
2001 M, setelah :

Menimbang : 1. bahwa semua produk makanan, minuman,


obat-obatan, kosmetika, dan lain-lain yang
akan dikonsumsi atau dipergunakan oleh
umat Islam wajib diperhatikan dan diyakini
kesucian dan kehalalannya;
2. bahwa untuk menjamin kehalalan tersebut,
MUI mengeluarkan Sertifikat Halal bagi
setiap produk yang telah memenuhi syarat-
syarat tertentu dan harus diperbaharui
setiap dua tahun;
3. bahwa untuk mengeluarkan Sertifikat Halal
dimaksud, Komisi Fatwa MUI bersama
LP.POM MUI melakukan audit sesuai
dengan Pedoman untuk Memperoleh
Sertifikat Halal MUI yang hasil auditnya
dilaporkan dalam rapat Komisi Fatwa MUI
untuk ditetapkan status hukumnya;
4. bahwa produk penyedap rasa (MSG) dari
PT. Ajinomoto Indonesia (dan PT. Ajinex
Internasional) yang beralamat di Jl. Raya
Mlirip, Jetis, Mojokerto Jawa Timur, yang

632
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

telah dinyatakan haram dengan fatwa


tanggal 16 Desember 2000 karena diketahui
telah menggunakan bahan penolong berupa
bacto soytone yang ternyata mengandung
unsur enzim babi, kini bahan penolong
tersebut telah diganti dengan
mameno;
5. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI
memandang perlu menetapkan fatwa tentang
status hukum produk penyedap rasa (MSG)
dari PT. Ajinomoto yang diproduksi dengan
menggunakan bahan penolong mameno
tersebut sebagai pedoman bagi umat Islam
dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT tentang keharusan


mengkonsumsi yang halal dan baik, antara
lain:

‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﺒﹺﻌ‬‫ﺘ‬‫ﻻﹶﺗ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﺒ‬‫ﻃﹶـﻴ‬ ‫ﻼﹶﻻﹰ‬‫ﺣ‬‫ﺽﹺ‬‫ﺍﹾﻷَﺭ‬ ‫ﻰ‬‫ﻓ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻣ‬ ‫ﺍ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬ ‫ﺎﺱ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻳ‬


(:‫)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫ﻦ‬‫ﺒﹺﻴ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﻋ‬‫ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻪ‬‫ﺇﹺﻧ‬،‫ﻄﹶﺎﻥ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ﺍﺕ‬‫ﻄﹸﻮ‬‫ﺧ‬
‫ﺮﹺ‬‫ﻴ‬‫ﻐ‬‫ﻟ‬‫ﺑﹺﻪ‬‫ﻞﱠ‬‫ﺎﺃﹸﻫ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺮﹺ‬‫ﺰﹺﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﻢ‬‫ﻟﹶﺤ‬‫ﻭ‬‫ﻡ‬‫ﺍﻟﺪ‬‫ﻭ‬‫ﺔﹶ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺣ‬‫ﻤ‬‫ﺇﹺﻧ‬
‫ﺭ‬‫ﻏﹶﻔﹸﻮ‬َ‫ﺍﷲ‬‫ﺇﹺﻥﱠ‬،‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬‫ﻓﹶﻼﹶﺇﹺﺛﹾﻢ‬‫ﺎﺩ‬‫ﻻﹶﻋ‬‫ﻭ‬‫ﺎﻍﹴ‬‫ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﻏﹶﻴ‬‫ﻄﹸﺮ‬‫ﺍﺿ‬‫ﻦﹺ‬‫ﻓﹶﻤ‬،ِ‫ﺍﷲ‬
 (:‫)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫ﻢ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬
“Hai sekalian manusia! Makanlah yang 
ِ‫ﺍﷲ‬‫ﺮﹺ‬‫ﻴ‬‫ﻐ‬‫ﻟ‬‫ﻞﱠ‬‫ﺎﺃﹸﻫ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺮﹺ‬‫ﺰﹺﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﻢ‬‫ﻟﹶﺤ‬‫ﻭ‬‫ﻡ‬‫ﺍﻟﺪ‬‫ﻭ‬‫ﺔﹸ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬‫ﺖ‬‫ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬
halal lagi baik dari apa yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
‫ﻞﹶ‬langkah-langkah
‫ﺎﺃﹶﻛﹶ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﺔﹸ‬‫ﺤ‬‫ﻴ‬‫ﻄ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻭ‬ ‫ﺔﹸ‬‫ﻳ‬‫ﺩ‬‫ﺮ‬‫ﺘ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬syaitan; ‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬ ‫ﺑﹺﻪ‬
‫ﺫﹶﺓﹸ‬‫ﻗﹸﻮ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬ ‫ﻨﹺﻘﹶﺔﹸ‬‫ﺨ‬karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang (:‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬ nyata )...bagimu” ‫ﺐﹺ‬‫ﺼ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬(QS. ‫ﺫﹸﺑﹺﺢ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬al-Baqarah ‫ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺎﺫﹶﻛﱠﻴ‬‫ﻣ‬‫ﺇﹺﻻﱠ‬‫[ﻊ‬2]: ‫ﺒ‬‫ﺍﻟﺴ‬
168). 
2. Firman Allah SWT tentang beberapa jenis
‫ﻻﱠ‬makanan
‫ﺇﹺ‬ ‫ﻪ‬‫ﻤ‬‫ﻄﹾﻌ‬‫ﻳ‬ ‫ﻢﹴ‬‫(ﻃﹶﺎﻋ‬terutama  ‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﻣ‬ ‫ﻲ‬jenis ‫ﺇﹺﻟﹶ‬ ‫ﻲ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬hewani) ‫ﺎﺃﹸ‬‫ﻣ‬ ‫ﻰ‬‫ﻓ‬ ‫ﺃﹶﺟﹺﺪ‬yang ‫ﻻﹶ‬ ‫ﻗﹸﻞﹾ‬
‫ﺲ‬ ‫ﺭﹺﺟ‬ ‫ﻪ‬‫ﻓﹶﺈﹺﻧ‬ ‫ﺮﹴ‬‫ﺰﹺﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺧ‬antara
diharamkan, ‫ﺤﻢ‬  ‫ﻟﹶ‬ ‫ﺃﹶﻭ‬lain: ‫ﺎ‬‫ﺣ‬‫ﻔﹸﻮ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﺩ‬ ‫ﺃﹶﻭ‬ ‫ﺔﹰ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻣ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻜﹸﻮ‬‫ﻳ‬ ‫ﺃﹶﻥﹾ‬
‫ﻥﱠﺮﹺ‬‫ﺈﹺﻴ‬‫ﻓﹶﻐ‬‫ﻟ‬‫ﺎﻞﱠﺩ‬‫ﻋ‬‫ﺎﺃﹸﻻﹶﻫ‬‫ﻣﻭ‬‫ﻭ‬‫ﻍﹴ‬ ‫ﺎﺮﹺ‬‫ﺰﹺﺑﻳ‬‫ﺮ‬‫ﻨ‬‫ﺨ‬‫ﻟﹾﻏﹶﻴ‬‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﻄﹸﻢ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻟﹶﺿ‬‫ﻭ‬‫ﻦﹺ‬‫ﻡ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﻓﹶﺪ‬‫ﻭ‬،‫ﻪ‬‫ﺔﹶﺑﹺ‬‫ﷲِﺘ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻤ‬‫ﺮﹺﺍﻟﹾ‬‫ﻴ‬‫ﻢ‬‫ﻐ‬‫ﻜﹸﻟ‬‫ﻞﱠ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻫ‬‫ﺃﹸﻋ‬‫ﻘﹰﺎﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺴ‬‫ﺣ‬‫ﺎﻓ‬‫ﻤ‬‫ﻭ‬‫ﺃﹶﺇﹺﻧ‬
‫ﻢ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬ ‫ﺭ‬‫ﻏﹶﻔﹸﻮ‬ َ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ‬ ‫ﺎﺩ‬‫(ﻻﹶﻋ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻍﹴ‬:‫ﺎ‬‫ﺍﻷﻧﻌﺎﻡﺑ‬ ‫ﺮ‬‫ﻏﹶﻴ‬ ) ‫ﻄﹸﺮ‬‫ﻢ‬‫ﺿ‬‫ﻴ‬‫ﺍﺣ‬‫ﻦﹺﺭ‬‫ﺭ‬‫ﻤ‬‫ﻔﹸﻓﹶﻮ‬ ‫ﻏﹶ‬،‫ﻪ‬‫ﺑﹺ‬‫ﻚ‬  ِ‫ﷲ‬‫ﺑ‬‫ﺍﺭ‬
 (:‫ﺍﻟﻨﺤﻞ‬ )
‫ﺎ‬“Sesungguhnya
‫ﺑ‬‫ﻮ‬‫ﻜﹾﺘ‬‫ﻣ‬ ‫ﻪ‬‫ﻧ‬‫ﻭ‬‫ﺠﹺﺪ‬‫ﻳ‬ ‫ﻱ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬Allah ‫ﻲ‬‫ﺍﹾﻷُﻣ‬ ‫ﻲ‬hanya ‫ﺒﹺ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻝﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺳ‬mengharam- ‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺒﹺﻌ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬ ‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺬ‬ ‫ﺍﻟﱠ‬
kan bagimu bangkai, darah, daging babi,
‫ﻢ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﻑ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﹺﺎ(ﻟﹾﻤ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﻢ‬‫ﻫ‬:‫ﺍﻷﻋﺮﺍﻑﺮ‬
‫ﺄﹾﻣ‬‫ﻳ‬ ‫ﻞﹺ‬‫)ﺠﹺﻴ‬‫ﺍﹾﺚﹶﻹِﻧ‬‫ﻭ‬‫ﺋ‬‫ﺎ‬‫ﺒ‬‫ﺓ‬‫ﺍﺨ‬‫ﻟﹾﺭ‬‫ﺍﻮ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﻢ‬‫ﻰﻬﹺ‬ ‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻓﻋ‬‫ﻡ‬‫ﻢ‬‫ﺮ‬‫ﻫ‬‫ﺤ‬‫ﺪ‬‫ﻨ‬‫ﻳ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬
‫ﺚﹶ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﻬﹺﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﻄﱠﻴ‬ ‫ﻢ‬‫ﻟﹶﻬ‬ ‫ﻞﱡ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﻜﹶﺮﹺ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﻦﹺ‬ ‫ﻋ‬
 (:‫)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫ﻠﹸﻜﹶﺔ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﺇﹺﻟﹶﻰ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺑﹺﺄﹶﻳ‬‫ﺍ‬‫ﻠﹾﻘﹸﻮ‬633 ‫ﻻﹶﺗ‬‫ﻭ‬
‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﻓﹶﺎﻟﱠﺬ‬ ،‫ﻬﹺﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﺖ‬‫ﻛﹶﺎﻧ‬ ‫ﻲ‬‫ﺍﻟﱠﺘ‬ ‫ﺍﹾﻷَﻏﹾﻼﹶﻝﹶ‬‫ﻭ‬ ‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺇﹺﺻ‬ ‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬ ‫ﻊ‬‫ﻀ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬

،‫ﻪ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬ ‫ﺰﹺﻝﹶ‬‫ﺃﹸﻧ‬ ‫ﻱ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ ‫ﺭ‬‫ﻨﻮ‬‫ﺍﻟ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬‫ﺍﺗ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﻧ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻭ‬‫ﺭ‬‫ﺰ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﺑﹺﻪ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ﺁﻣ‬
‫‪BIDANG POM DAN IPTEK‬‬
‫ﻳ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱ‪ ‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻓ‪‬ﻰ ‪‬ﺍﹾﻷَﺭ‪‬ﺽﹺ‪‬ﺣ‪‬ﻼﹶﻻﹰ ‪‬ﻃﹶـﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻻﹶﺗ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻌ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‪‬‬
‫‪dan binatang yang (ketika di-sembelih) dise-‬‬
‫)‪but(nama‬‬ ‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪(:‬‬ ‫‪selain‬‬ ‫‪Allah.‬ﺒﹺﻴ‪‬ﻦ‪)‬‬
‫‪Akan‬ﻢ‪‬ﻋ‪‬ﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬‬
‫‪tetapi,‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻪ‪‬ﻟﹶﻜﹸ‬
‫‪barang‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﻄﹶﺎﻥ‪،‬‬
‫ﺧ‪‬ﻄﹸﻮ‪‬ﺍﺕ‪‬‬
‫‪siapa‬ﺮﹺ‪‬‬
‫‪dalam‬ﻞﱠ‪‬ﺑﹺﻪ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬‬
‫‪keadaan‬ﺰﹺﻳ‪‬ﺮﹺ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹸﻫ‪‬‬
‫‪terpaksa‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺤ‪‬ﻢ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻨ‪‬‬
‫‪(memakan-‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺔﹶ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﺪ‪‬ﻡ‪‬‬
‫ﺇﹺﻧ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬‬
‫‪nya) sedang ia tidak menginginkannya dan‬‬
‫‪tidak‬ﺭ‪‬‬
‫)‪(pula‬ﷲَ‪‬ﻏﹶﻔﹸﻮ‪‬‬
‫‪melampaui‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪،‬ﺇﹺﻥﱠ‪‬ﺍ‬
‫‪batas,‬ﻭ‪‬ﻻﹶﻋ‪‬ﺎﺩ‪‬ﻓﹶﻼﹶﺇﹺﺛﹾﻢ‪‬‬
‫‪maka‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮ‪‬ﺑ‪‬ﺎﻍﹴ‬
‫‪tidak‬ﻤ‪‬ﻦﹺ‪‬ﺍﺿ‪‬ﻄﹸﺮ‪‬‬‫ﺍﷲِ‪،‬ﻓﹶ‬
‫‪ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah‬‬
‫‪Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS.‬‬
‫ﺭ‪‬ﺣ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪)‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪ (:‬‬
‫‪al-Baqarah‬ﺍ‪‬‬
‫‪[2]:‬ﻃﹶـﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬ﻭ‪‬ﻻﹶﺗ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻌ‪‬ﻮ‬‫‪173).‬ﺣ‪‬ﻼﹶﻻﹰ ‪‬‬‫ﻳ‪‬ﺎ‪‬ﺃﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱ‪ ‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻓ‪‬ﻰ ‪‬ﺍﹾﻷَﺭ‪‬ﺽﹺ‪‬‬
‫‪‬ﻟ‪(‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ‪‬ﺍﷲِ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﻣ‪‬ﺎﺃﹸ‪:‬ﻫ‪‬ﻞﱠ‪‬‬ ‫ﺕ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﺍﻟﻴ‪‬ﺸ‪‬ﻜﹸﻴ‪‬ﻢ‪‬ﻄ‪‬ﹶﺎﺍﻟﹾﻥﻤ‪،‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺇﹺﺔﹸﻧ‪‬ﻪ‪‬ﻭﻟﹶ‪‬ﺍﻟﻜﹸﺪ‪‬ﻡ‪‬ﻢ‪‬ﻭﻋ‪‬ﻟﹶﺪ‪‬ﺤ‪‬ﻭ‪‬ﻢ‪‬ﻣ‪‬ﺍﺒﹺﻟﹾﻴ‪‬ﻦ‪‬ﺨ‪‬ﻨ‪)‬ﺰﹺﻳ‪‬ﺮﹺ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫ﺣﺧ‪‬ﺮ‪‬ﻄﹸﻣ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺖ‪‬‬
‫ﺑﺇﹺﻧ‪‬ﻪ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﻭﺣ‪‬ﺍﻟﹾﺮ‪‬ﻤ‪‬ﻡ‪‬ﻨ‪‬ﻋﺨ‪‬ﻠﹶﻨﹺﻴ‪‬ﻘﹶﺔﻜﹸﻢ‪‬ﺍﻭﻟﹾ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻤﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺔﹶﻗﹸ‪‬ﻮ‪‬ﻭﺫﹶ‪‬ﺍﻟﺓﹸﺪ‪‬ﻡ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻭ‪‬ﹾﻟﹶﻤ‪‬ﺤ‪‬ﺘ‪‬ﺮﻢ‪‬ﺩ‪‬ﺍﻳ‪‬ﻟﹾﺔﹸﺨ‪‬ﻨ‪‬ﺰﹺﻭﻳ‪‬ﺍﻟﺮﹺﻨ‪‬ﻄ‪‬ﻭ‪‬ﻴ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺤ‪‬ﺃﹸﺔﹸﻫ‪ ‬ﻞﱠ‪‬ﻭ‪‬ﺑﹺﻣﻪ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹶﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻛﹶﻴ‪‬ﻞﹶﺮﹺ‪‬‬
‫ﺍﳌﺎﺋﺪﺓﷲَ‪:‬ﻏﹶ‪‬ﻔﹸ(ﻮ‪‬ﺭ‪‬‬ ‫‪)...‬ﺇﹺﻥﱠ‪‬ﺍ‬ ‫ﺼ‪‬ﺛﹾﻢ‪‬ﺐﹺ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪،‬‬ ‫ﺍﺍﻟﷲﺴ‪،ِ‬ﺒ‪‬ﻊ‪‬ﻓﹶ‪‬ﺇﹺﻤ‪‬ﻻﱠﻦﹺ‪‬ﺍﻣ‪‬ﺎﺿ‪‬ﺫﹶﻄﹸﻛﱠﻴ‪‬ﺮ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬ﻏﹶ‪‬ﻴ‪‬ﻭﺮ‪‬ﻣﺑ‪‬ﺎ‪‬ﺎ‪‬ﺫﹸﻍﹴﺑﹺ‪‬ﺢﻭ‪‬ﻻﹶﻋ‪‬ﻠﻋ‪‬ﺎﹶﻰﺩ‪‬ﺍﻟﻓﹶﻨ‪‬ﻼﹶﺇﹺ‬
‫)‪“Diharamkan bagimu (memakan‬‬ ‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪ (:‬‬ ‫‪bangkai,‬‬ ‫ﺭ‪ ‬ﺣ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪)‬‬
‫‪darah, daging babi, (daging hewan) yang‬‬
‫‪disembelih‬ﻻﱠ‪‬‬ ‫‪atas‬ﻃﹶﺎﻋ‪‬ﻢﹴ ‪‬ﻳ‪‬ﻄﹾﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻪ‪ ‬ﺇﹺ‬ ‫‪ nama‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ ‪‬‬ ‫‪selain‬ﻲ‪ ‬ﻣ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬ ‫‪Allah,‬ﺎﺃﹸﻭ‪‬ﺣ‪‬ﻲ‪ ‬ﺇﹺﻟﹶ‬ ‫‪yang‬ﺟﹺﺪ‪ ‬ﻓ‪‬ﻰ ‪‬ﻣ‬ ‫ﻗﹸﻞﹾ‪ ‬ﻻﹶﺃﹶ‬
‫ﺲ‪‬ﷲِ‪‬‬ ‫‪tercekik,‬‬ ‫‪yang‬ﺎﺮﹴﺃﹸ‪‬ﻫ‪‬ﻓﹶﺈﹺﻧ‪‬ﻞﱠﻪ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﺭﹺﻴ‪‬ﺮﹺﺟ‪‬ﺍ‬
‫‪dipukul,‬ﻨ‪‬ﻢ‪‬ﺰﹺ‪‬ﻳ‪‬ﺮﹺﺧ‪‬ﻨ‪‬ﻭ‪‬ﺰﹺﻳ‪‬ﻣ‬
‫ﺤ‬
‫ﺤ‪‬ﺃﹶﻢ‪‬ﻭ‪‬ﺍ‪‬ﹾﻟﹶ ‪‬‬
‫ﺨ‪‬‬ ‫‪yang‬ﻮ‪‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺣ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫‪jatuh,‬ﻣﺔﹸ‪‬ﺎ‪‬ﻭﻣ‪‬ﺍﻟﺴ‪‬ﺪ‪‬ﻔﹸﻡ‪‬‬ ‫‪yang‬ﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻜﹸﺔﹰﻢ‪‬ﺃﹶﺍﻟﹾﻭ‪ ‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺩﺘ‪‬‬‫‪di-‬ﻳﻣ‪‬ﻜﹸﺖﻮ‪‬ﻥﹶﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬‬ ‫ﺃﹶﺣ‪‬ﻥﹾﺮ‪‬‬
‫‪tanduk, dan yang diterkam binatang buas,‬‬
‫‪kecuali‬ﻥﱠﻞﹶ‪‬‬‫‪yang‬ﺤ‪‬ﻭ‪‬ﺔﹸﻻﹶ‪‬ﻋﻭ‪‬ﺎﻣﺩ‪‬ﺎﺃﹶ‪‬ﻓﹶﺈﹺﻛﹶ‬ ‫‪sempat‬ﻏﹶ‪‬ﻴ‪‬ﻭﺮ‪‬ﺍﻟ‪‬ﻨ‪‬ﺑ‪‬ﺎﻄ‪‬ﻴ‪‬ﻍﹴ‬
‫‪kamu‬ﻤ‪‬ﻭﻦﹺ‪‬ﺍﻟﹾ‪‬ﺍﻤ‪‬ﺘ‪‬ﺿ‪‬ﺮ‪‬ﺩ‪‬ﻄﹸﻳ‪‬ﺮ‪‬ﺔﹸ‪‬‬ ‫‪menyembelih-‬ﺍﻤ‪‬ﷲِﻮ‪‬ﻗﹸﺑﹺﻮ‪‬ﻪ‪،‬ﺫﹶﺓﹸ‪‬ﻓﹶ‬‫ﺨ‪‬ﻨﹺﻞﱠﻘﹶ‪‬ﺔﹸﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺﻭ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾ‬ ‫ﺃﹶﺑﹺﻪ‪‬ﻭ‪‬ﻓ‪‬ﻭﺴ‪‬ﺍﻟﹾﻘﹰﺎﻤ‪‬ﻨ‪‬ﺃﹸﻫ‪‬‬
‫‪nya,‬ﺍ‪‬‬
‫‪dan‬ﻭ‪‬ﻻﹶﺗ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻌ‪‬ﻮ‬ ‫‪(diharamkan‬ﹶـﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫‪bagimu‬ﻰ ‪‬ﺍﹾﻷَﺭ‪‬ﺽﹺ‪‬ﺣ‪‬ﻼﹶﻻﹰ ‪‬ﻃ‬ ‫‪memakan‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻓ‬ ‫ﻳ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺎﺱ‪‬‬
‫)‪hewan‬‬ ‫‪yang‬ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪(:‬‬ ‫ﹶﻰ(‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺼ‪‬ﺐﹺ‪)...‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﻷﻧﻌﺎﻡﺢ‪:‬ﻋ‪‬ﻠ‬ ‫”‪berhala...‬ﻛﱠﺣ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬ﻢ‪)‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﺫﹸﺑﹺ‬ ‫ﻚ‪‬ﻊ‪‬ﻏﹶﺇﹺﻔﹸﻻﱠﻮ‪‬ﺭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺫﹶ‬ ‫ﺭ‪‬ﺍﻟﺑ‪‬ﺴ‪‬ﺒ‪‬‬
‫‪)disembelih‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪(:‬‬ ‫‪untuk‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬ﻋ‪‬ﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺒﹺﻴ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫ﺧ‪‬ﻄﹸﻮ‪‬ﺍﺕ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﻄﹶﺎﻥ‪،‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻪ‪‬‬
‫‪(QS. al-Ma’idah [5]: 3).‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺇﹺﻧ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺔﹶ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﺪ‪‬ﻡ‪‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺤ‪‬ﻢ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻨ‪‬ﺰﹺﻳ‪‬ﺮﹺ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹸﻫ‪‬ﻞﱠ‪‬ﺑﹺﻪ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ‪‬‬
‫ﺍﻗﹸﻟﱠﺬ‪‬ﻞﹾﻳ‪‬ﻦ‪‬ﻻﹶﺃﹶ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﺟﺒﹺﻌﺪ‪ ‬ﻮ‪‬ﻓﻥﹶ‪‬ﻰ‪‬ﺍﻟﻣﺮ‪‬ﺎﺃﹸﺳ‪‬ﻭ‪‬ﻮ‪‬ﺣ‪‬ﻝﹶﻲ‪‬ﺍﻟﺇﹺﻨ‪‬ﻟﹶﺒﹺﻲ‪‬ﻲ‪‬ﺍﹾﻣ‪‬ﻷُﺤ‪‬ﻣ‪‬ﺮ‪‬ﻣﻲ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﱠﻋ‪‬ﻠﺬ‪‬ﹶﻰﻱ‪‬ﻳ‪‬ﻃﹶﺎﺠﹺﻋ‪‬ﺪ‪‬ﻢﹴﻭ‪‬ﻧﻳ‪‬ﻪ‪‬ﻄﹾ‪‬ﻌ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﻪ‪‬ﻜﹾﺘ‪‬ﺇﹺﻮ‪‬ﺑ‪‬ﺎﻻﱠ‪‬‬
‫ﺍﷲِ‪،‬ﻓﹶﻤ‪‬ﻦﹺ‪‬ﺍﺿ‪‬ﻄﹸﺮ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬ﺮ‪‬ﺑ‪‬ﺎﻍﹴ‪‬ﻭ‪‬ﻻﹶﻋ‪‬ﺎﺩ‪‬ﻓﹶﻼﹶﺇﹺﺛﹾﻢ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪،‬ﺇﹺﻥﱠ‪‬ﺍﷲَ‪‬ﻏﹶﻔﹸﻮ‪‬ﺭ‪‬‬
‫ﺲ‪‬‬ ‫ﻑ‪‬ﺈﹺﻧ‪‬ﻪ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻨ‪‬ﺭﹺﻬ‪‬ﺎﺟ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫‪‬ﻰﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺍﻟﺔﹰﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺃﹶﺭﻭ‪‬ﺍ‪‬ﺓ‪‬ﺩ‪‬ﻣﻭ‪‬ﺎﺍﹾ‪‬ﻹِﻣ‪‬ﻧ‪‬ﺴ‪‬ﺠﹺﻔﹸﻴ‪‬ﻮ‪‬ﻞﹺ ‪‬ﺣﻳ‪‬ﺎﺄﹾ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﻭ‪‬ﺮ‪ ‬ﻫ‪‬ﻟﹶﻢ‪‬ﺤ‪‬ﺑﻢ‪‬ﹺﺎ‪‬ﻟﹾﻤ‪‬ﺧ‪‬ﻨﻌ‪‬ﺰﹺﺮ‪‬ﻳ‪‬ﻭ‪‬ﺮﹴ ‪‬ﻓﹶ‬ ‫ﺃﹶﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻥﹾ ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻫ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬ﻮ‪‬ﻓﻥﹶ ‪‬‬
‫ﺭ‪‬ﺣ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪)‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪ (:‬‬
‫ﺃﹶﻋ‪‬ﻭ‪‬ﻦﹺ‪‬ﻓ‪‬ﺍﻟﹾﺴ‪‬ﻘﻤ‪‬ﹰﺎﻨ‪‬ﺃﹸﻜﹶﻫ‪‬ﺮﹺ ‪‬ﻞﱠ‪‬ﻭ‪‬ﻟ‪‬ﻳ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺤ‪‬ﺮﹺﻞﱡ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹶﷲِﻬ‪‬ﺑﹺﻢ‪‬ﻪ‪،‬ﺍﻟﻓﹶﻄﱠﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎﻦﹺ‪‬ﺍﺕ‪‬ﺿ‪‬ﻭ‪‬ﻄﹸﻳ‪‬ﺮ‪‬ﺤ‪‬ﻏﹶﺮ‪‬ﻴ‪‬ﻡ‪‬ﺮ‪‬ﺑﻋ‪‬ﺎﻠﹶﻴ‪‬ﻍﹴﻬﹺ‪‬ﻢ‪‬ﻭ‪ ‬ﺍﻻﹶﻟﹾﻋ‪‬ﺎﺨ‪‬ﺒﺩ‪‬ﺎ‪‬ﺋ‪‬ﻓﹶﺈﹺﺚﹶﻥﱠ‪‬‬
‫‪‬‬
‫‪‬ﺍﻟﱠ(ﺘ‪‬ﻲ‪ ‬ﻛﹶﺎﻧ‪‬ﺖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬﹺﻢ‪ ،‬ﻓﹶﺎﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫ﺍﻷﻧﻌﺎﻡﻏﹾ‪:‬ﻼﹶﻝﹶ ‪‬‬ ‫ﺻ‪‬ﺮ‪‬ﻢ‪‬ﻫ‪)‬ﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻷَ‬ ‫ﻚ‪‬ﻊ‪ ‬ﻏﹶﻔﹸﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﻬ‪‬ﺭ‪‬ﻢ‪‬ﺭ‪‬ﺇﹺﺣ‪‬ﻴ‬ ‫ﻭﺭ‪‬ﻳ‪‬ﺑ‪‬ﻀ‪‬‬
‫ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺖ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺔﹸ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﺪ‪‬ﻡ‪‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺤ‪‬ﻢ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻨ‪‬ﺰﹺﻳ‪‬ﺮﹺ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹸﻫ‪‬ﻞﱠ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ‪‬ﺍﷲِ‪‬‬
‫‪،“Katakanlah:‬‬
‫‪Tiadalah‬ﺭ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ‪ ‬ﺃﹸﻧ‪‬ﺰﹺﻝﹶ ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﻪ‬ ‫‪aku‬ﻩ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﺒ‪‬ﻌ‪‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻮ‪‬‬ ‫‪peroleh‬ﻧ‪‬ﺼ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫‪dalam‬ﻭ‪‬ﻋ‪‬ﺰ‪‬ﺭ‪‬ﻭ‪‬ﻩ‪ ‬ﻭ‪‬‬ ‫ﺁﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﺑﹺﻪ‪‬‬
‫‪wahyu‬ﻞﹶ‪‬‬ ‫‪yang‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹶﻛﹶ‬ ‫‪diwahyukan‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬ﺤ‪‬‬ ‫‪kepadaku‬ﻮ‪‬ﺫﹶﺓﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺘ‪‬ﺮ‪‬ﺩ‪‬ﻳ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‬ ‫‪sesuatu‬ﺨ‪‬ﻨﹺﻘﹶﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻮ‪‬ﻗﹸ‬ ‫ﺑﹺﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻨ‪‬‬
‫‪‬ﻟﱠ(ﺬ‪ ‬ﻱ‪ ‬ﻳ‪‬ﺠﹺﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﻜﹾﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺑ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﺍﻷﻋﺮﺍﻑﻷُﻣ‪‬ﻲ‪ ‬ﺍ‬ ‫ﻚ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﻫ‪‬ﺒﹺﻢ‪‬ﻌ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻟﹾﻥﹶﻤ‪‬ﻔﹾﻠ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺤ‪‬ﺳ‪‬ﻮ‪‬ﻮ‪‬ﻥﹶﻝﹶ‪)‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺒﹺﻲ‪ ‬ﺍﹾ‬ ‫ﹸﻭﻟﺌﻳ‪‬ﻦ‪‬‬‫ﺃﺍﻟﱠﺬ‪‬‬
‫‪yang diharamkan :‬‬ ‫‪bagi orang‬‬ ‫‪yang hendak‬‬
‫‪kecuali‬ﺼ‪‬ﺐﹺ‪)...‬ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‪ (:‬‬ ‫‪makanan‬ﺫﹶﻛﱠﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﺫﹸﺑﹺﺢ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺴ‪‬ﺒ‪‬ﻊ‪‬ﺇﹺﻻﱠ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬
‫‪memakannya,‬ﻢ‪‬‬
‫‪kalau‬ﻹِﻧ‪‬ﺠﹺﻴ‪‬ﻞﹺ ‪‬ﻳ‪‬ﺄﹾﻣ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪ ‬ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‪‬ﻌ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻑ‪ ‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﺎﻫ‪‬‬ ‫ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪ ‬ﻓ‪‬ﻰ ‪‬ﺍﻟﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺍﺓ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﹾ‬
‫‪itu bangkai, darah yang mengalir, atau‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺚﹶ‪‬‬ ‫ﷲَ‪‬ﺎ‪‬ﺋ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬‬
‫‪daging‬ﺮ‪‬‬ ‫‪babi‬ﻭ‪‬ﻢ‪‬ﺇﹺ ‪‬ﻥﱠﺍﻟﹾ‪‬ﺍﺨ‪‬ﺒ‬ ‫‪‬ـﺒﻋ‪‬ﺎﻠﹶﻴ‪.‬ﻬﹺ‬ ‫‪ --karena‬‬
‫ﹶـﺮ‪‬ﻴﻡ‪‬‬ ‫ﺕ‪ ‬ﻻﱠ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻃﺤ‪‬‬ ‫‪sesungguhnya‬ﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎﻞﹸ‪‬ﺇﹺ‬
‫ﺐ‪ ‬ﺍﻟﻻﹶﻳ‪‬ﻄﱠﻘﹾ‬ ‫‪semua‬ﺱ‪‬ﻜﹶﺮﹺ!‪‬ﺇﹺ‪‬ﻥﱠﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺍﺤ‪‬ﷲَﻞﱡ‪ ‬ﻃﻟﹶﻴ‪‬ﻬ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﺃﹶﻳ‪‬ﻋ‪‬ﻬﻦﹺ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﺍﻟﻟﹾﻨ‪‬ﺎﻤ‪‬ﻨ‪‬‬
‫‪kotor--‬ﻤ‪‬ﻪ‪ ‬ﺇﹺﻻﱠ‪‬‬ ‫‪binatang‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ ‪‬ﻃﹶﺎﻋ‪‬ﻢﹴ ‪‬ﻳ‪‬ﻄﹾﻌ‪‬‬ ‫‪yang‬ﻲ‪ ‬ﺇﹺﻟﹶﻲ‪ ‬ﻣ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬ ‫ﻗﹸﻞﹾ ‪‬ﻻﹶﺃﹶﺟﹺﺪ‪ ‬ﻓ‪‬ﻰ ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺃﹸﻭ‪‬ﺣ‪‬‬
‫‪itu‬ﺍﻦ‪‬‬
‫‪ atau‬ﻬ‪‬ﺎﻋ‪‬ﻠﹶ‪‬ﻴ‪‬ﺍﻟﻬﹺﺮ‪‬ﻢﺳ‪ ،‬ﻞﹸﻓ‪‬ﹶﺎﻟﱠﻛﹸﺬ‪‬ﻠﹸﻳ‪‬ﻮ‬ ‫ﺖ‪‬‬
‫ﻼﹶﻦ‪‬ﻝﹶ‪.‬ﺍﻟﱠ‪‬ﺘ‪‬ﻓﹶﻘﻲ‪‬ﹶﺎ‪‬ﻝﹶﻛﹶﺎ‪:‬ﻧ‪‬ﻳ‪‬ﺎﺃﹶﻳ‪‬‬ ‫‪disembelih‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺻ‪‬ﺮ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﺑﹺﻪ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﻭ‪‬ﺍﹾﻤ‪‬ﻷَﺮ‪‬ﻏﹾﺳ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫ﺍﻟﹾﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻤ‪‬ﺆ‪‬ﻀ‪‬ﻣ‪‬ﻨﹺﻊ‪‬ﻴ‪‬ﻦﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺑﹺﻬ‪‬ﻤ‪‬ﻢ‪‬ﺎ‪‬ﺇﹺ‬
‫ﺲ‪‬‬ ‫‪atas‬‬ ‫‪nama‬ﺭﹺﺟ‪‬‬ ‫‪selain‬ﻨ‪‬ﺰﹺﻳ‪‬ﺮﹴ ‪‬ﻓﹶﺈﹺﻧ‪‬ﻪ‪‬‬ ‫ﺤﻢ‪ ‬ﺧ‪‬‬ ‫‪Allah.‬ﻟﹶ ‪‬‬ ‫‪Barang‬ﻔﹸﻮ‪‬ﺣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻭ‪‬‬ ‫‪siapa‬ﺃﹶﻭ‪ ‬ﺩ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬‬ ‫‪yang‬ﻮ‪‬ﻥﹶ ‪‬ﻣ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺔﹰ‬ ‫ﺃﹶﻥﹾ ‪‬ﻳ‪‬ﻜﹸ‬
‫‪.،dalam‬‬
‫‪keadaan‬ﻤ‪‬ﻠﺃﹸﻧﻮ‪‬ﺰﹺﻥﹶﻝﹶ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻣ‪‬ﻴ‪‬ﻌ‪‬ﻢ‪‬ﻪ‬ ‫‪‬ﺎ‪ ،‬ﺇﹺﻧ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻲﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺑﹺ‪‬ﻤﺍﻟﱠ‪‬ﺎ ‪‬ﺬ‪‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﻱ‪‬‬ ‫ﺤﻮ‬ ‫ﺼ‪‬ﻠﹸﺮ‪‬ﻮﻭ‪‬ﺍﻩ‪ ‬ﺻﻭ‪‬ﺎ‪‬ﺍﻟ‪‬ﺗ‪‬ﺒ‪‬ﻌ‪‬‬
‫‪terpaksa‬ﺍ‬ ‫)‪(memakannya‬ﻋ‪‬ﻤ‬
‫ﺕ‪‬ﻩ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻭ‪‬ﻧ‪‬‬ ‫‪‬ـﺒﺰ‪‬ﺎﺭ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫ﱠـﻴﻭ‪‬ﻋ‪‬‬ ‫ﺁﻣ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬ﻨ‪ ‬ﻮ‪‬ﺍﺍﻟ‪‬ﺑﹺﻄﻪ‪ ‬‬
‫‪sedang‬ﻥﱠ‪‬‬ ‫ﻍﹴ‪‬ﻭ‪‬ﻻﹶﻋ‪‬ﺎﺩ‪‬ﻓﹶﺈﹺ‬ ‫‪tidak‬ﺮ‪ ‬ﺑ‪‬ﺎ‪ia‬‬ ‫‪menginginkannya‬ﺿ‪‬ﻄﹸﺮ‪‬ﻏﹶﻴ‪‬‬ ‫‪dan‬ﺴ‪‬ﻘﹰﺎ‪‬ﺃﹸﻫ‪‬ﻞﱠ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ‪‬ﺍﷲِ‪‬ﺑﹺﻪ‪،‬ﻓﹶﻤ‪‬ﻦﹺ‪‬ﺍ‬ ‫ﺃﹶﻭ‪‬ﻓ‪‬‬
‫‪.tidak‬‬ ‫)‪(pula‬ﺎﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹾﻨ‪‬ﺎﻛﹸﻢ‪‬‬ ‫‪‬ـﺒ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻣ‬ ‫‪‬ﻃﹶ(ﻴ ‪‬‬ ‫ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ‪‬ﺍ ‪:‬ﻣ‪‬ﻦ‪‬‬
‫‪melampaui‬‬ ‫‪batas,‬ﻮ‪‬ﻦ‪‬ﻥﹶ‪‬ﺁ‪)‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‬ ‫‪maka‬ﺎﻫ‪ ‬ﻢ‪‬ﺃ‪‬ﻳ‪‬ﺍﻟﹾﻬ‪‬ﺎﻤ‪‬ﻔﹾﺍﻠ‪‬ﻟﱠﺬ‪‬ﺤ‪‬ﻳ‪‬‬ ‫ﹸﻭﻟﺌﻝﹶﻚ‪:‬ﻳ‬ ‫ﺃﻭ‪‬ﻗﹶﺎ‬
‫ﺭ‪‬ﺑ‪‬ﻚ‪‬ﻏﹶﻔﹸﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺭ‪‬ﺣ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪)‬ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ‪ (:‬‬
‫ﹶﻰ‪‬‬ ‫‪Tuhanmu‬ﺃﹶﻏﹾﺒ‪‬ﺮ‪ ،‬ﻳ‪‬ﻤ‪‬ﺪ‪ ‬ﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻪ‪ ‬ﺇﹺﻟ‬
‫‪sesungguhnya‬‬ ‫‪Maha‬ﺴ‪‬ﻔﹶﺮ‪ ،‬ﺃﹶﺷ‪‬ﻌ‪‬ﺚﹶ ‪‬‬ ‫‪Pengampun,‬ﻳ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺍﻟ‬ ‫ﺛﹸﻢ‪‬ﺫﹶﻛﹶﺮ‪ ‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺟ‪‬ﻞﹶ ‪‬‬
‫‪Maha Penyayang” (QS. al-An’am [6]: 145).‬‬ ‫‪‬‬
‫ﷲَ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺃﹶﻡﻣ‪،‬ﺮ‪‬‬ ‫ﺣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ـﺒﻭ‪‬ﺎﻣ‪.‬ﺸ‪‬ﻭ‪‬ﺮ‪‬ﺇﹺﺑ‪‬ﻥﱠﻪ‪ ‬ﺍ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪،‬‬‫ﹶـﻡﻴ‬‫‪‬ﺍ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺐ‪‬ﻭ‪‬ﻻﹶﻳ‪‬ﻣ‪‬ﻘﹾﺒ‪‬ﻄﹾﻌ‪‬ﻞﹸ‪‬ﻤ‪‬ﺇﹺﻪ‪‬ﻻﱠ‪‬ﺣ‪‬ﻃ‬ ‫!‬ ‫ﺏ‬
‫‪‬‬ ‫ﺏ‪!‬ﺍ ‪‬ﷲَﻳ‪‬ﺎ‪‬ﺭ‪‬ﻃﹶﻴ‪‬‬ ‫ﺃﹶﺍﻟﻳ‪‬ﻬﺴ‪‬ﺎ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺍﻟﺀِﻨ‪‬ﺎ‪ :‬ﺱ‪‬ﻳ‪‬ﺎ!‪‬ﺭ‪‬ﺇﹺﻥﱠ‬
‫ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪ ‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﺒﹺﻌ‪‬ﻮ‪‬ﻥﹶ ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹶ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺒﹺﻲ‪ ‬ﺍﹾﻷُﻣ‪‬ﻲ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ‪ ‬ﻳ‪‬ﺠﹺﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻣ‪‬ﻜﹾﺘ‪‬ﻮ‪‬ﺑ‪‬ﺎ‪‬‬
‫ﻚﻮ‪‬؟‪‬ﺍ‪‬‬ ‫ﺤ‪‬ﺮﻦ‪‬ﺍ‪.‬ﻡﹺ‪.‬ﻓﹶ‪‬ﻘﻓﹶﹶﺎﺄﹶﻧﻝﹶ‪:‬ﻳ‪‬ﺎﺃﹶﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺳ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﻛﹸﻠﹸ‬ ‫ﻱ‪‬ﻤ‪‬ﺑﺮ‪‬ﹺﺎﺳ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫ﺍﻟﹾﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹾﺒ‪‬ﺆ‪‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﻨﹺﻴ‪‬ﻪ‪‬ﻦ‪ ‬ﺑﹺﺣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺮ‪ ‬ﺑﹺﻪ‪ ‬ﺍﻟﹾ‬
‫‪‬ﻰﺑﹺﺎﻟﹾ‪‬ﻳ‪‬ﻤ‪‬ﻌ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺠ‪‬ﺎﻑ‪‬ﺏ‪ ‬ﻭ‪‬ﻟ‪‬ﻳ‪‬ﻨ‪‬ﺬﹶﻟ‪‬ﻬ‪‬ﺎﻫ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﺠﹺﻟﹾﻴ‪‬ﻞﹺ ‪‬ﻳ‪‬ﺄﹾﻣ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪ ‬‬ ‫‪‬ﻰﺮ‪‬ﺍﺍﻟﻡﺘ‪،‬ﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺍﻭ‪‬ﺓ‪‬ﻏﹸ‪‬ﺬ‪‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻹِﻧ‪‬‬ ‫ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺪ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪ ‬ﻓ‬
‫ﻫﺮﻳﺮﺓ‪(‬ﺻ‪‬ﺎﻟ‪‬ﺤ‪‬ﺎ‪ ،‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻲ‪ ‬ﺑﹺﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﺗ‪‬ﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﻥﹶ ‪‬ﻋ‪‬ﻠ‪‬ﻴ‪‬ﻢ‪.‬‬ ‫ﺃﰊ‪‬ﺍ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﺍ‬ ‫ﺕ‪ ‬ﻭ‬ ‫ﻋﻦ‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﺒ‬ ‫‪‬ـ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﱠـ‬ ‫)ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﻄ‬
‫ﺤ‪‬ﻞﱡ ‪‬ﻟﹶﻬ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻄﱠﻴ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬﹺﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﺒ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺚﹶ‪‬‬ ‫ﻣﺴﻠﻢ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩﻟﹾ‪‬ﻤ‪‬ﻨ‪‬ﻜﹶﺮﹺ‬ ‫ﻋ‪‬ﻦﹺ ‪‬ﺍ‬
‫‪634‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻗﹶﺎﻝﹶ‪:‬ﻳ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﻳ‪‬ﻬ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪ ‬ﺁﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻛﹸﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﻃﹶﻴ‪‬ـﺒ‪‬ﺎﺕ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺯ‪‬ﻗﹾﻨ‪‬ﺎﻛﹸﻢ‪.‬‬
‫ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻀ‪‬ﻊ‪ ‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﻢ‪ ‬ﺇﹺﺻ‪‬ﺮ‪‬ﻫ‪‬ﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﹾﻷَﻏﹾﻼﹶﻝﹶ ‪‬ﺍﻟﱠﺘ‪‬ﻲ‪ ‬ﻛﹶﺎﻧ‪‬ﺖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬﹺﻢ‪ ،‬ﻓﹶﺎﻟﱠﺬ‪‬ﻳ‪‬ﻦ‪‬‬
‫ﺛﹸﻢ‪ ‬ﺫﹶﻛﹶﺮ‪ ‬ﺍﻟﺮ‪‬ﺟ‪‬ﻞﹶ ‪‬ﻳ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬ﻞﹸ ‪‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻔﹶﺮ‪ ،‬ﺃﹶﺷ‪‬ﻌ‪‬ﺚﹶ ‪‬ﺃﹶﻏﹾﺒ‪‬ﺮ‪ ،‬ﻳ‪‬ﻤ‪‬ﺪ‪ ‬ﻳ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻪ‪ ‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬‬
‫ﺁﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﺑﹺﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﻋ‪‬ﺰ‪‬ﺭ‪‬ﻭ‪‬ﻩ‪ ‬ﻭ‪‬ﻧ‪‬ﺼ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﻩ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﺗ‪‬ﺒ‪‬ﻌ‪‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻮ‪‬ﺭ‪ ‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ‪ ‬ﺃﹸﻧ‪‬ﺰﹺﻝﹶ ‪‬ﻣ‪‬ﻌ‪‬ﻪ‪،‬‬
‫ﺍﻟﺴ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺀِ‪ :‬ﻳ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺏ‪ !‬ﻳ‪‬ﺎﺭ‪‬ﺏ‪ !‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻄﹾﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪ ،‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺸ‪‬ﺮ‪‬ﺑ‪‬ﻪ‪ ‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻡ‪،‬‬
(:‫)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺒﹺ‬‫ﻣ‬(‫ﻭ‬ ‫ﺪ‬‫ﻋ‬:‫ﺍﻷﻧﻌﺎﻡﻢ‬ ‫ﻟﹶﻜﹸ‬‫ﻪ‬‫ﺇﹺﻧ‬)،‫ﻥ‬‫ﻢ‬‫ﹶﺎﻴ‬‫ﻄﺣ‬‫ﻴ‬‫ﺭ‬‫ﺸ‬‫ﺍﻟﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺕ‬ ‫ﺍﻏﹶﻔﹸ‬‫ﻮ‬‫ﻄﹸﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺧ‬‫ﺭ‬
‫ﺮﹺ‬‫ﻴ‬‫ﻐ‬‫ﻟ‬‫ﺑﹺﻪ‬‫ﻞﱠ‬‫ﺎﺃﹸﻫ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺮﹺ‬‫ﺰﹺﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﻢ‬‫ﻟﹶﺤ‬‫ﻭ‬‫ﻡ‬‫ﺍﻟﺪ‬‫ﻭ‬‫ﺔﹶ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺣ‬‫ﻤ‬ ‫ﺇﹺﻧ‬
‫ﺎﺭ‬‫ﺑ‬‫ﻮ‬‫ﻔﹸﻮ‬‫ﻏﹶﻜﹾﺘ‬‫ﷲَﻣ‬ ‫ﺍﻪ‬‫ﻧ‬‫ﻥﱠﻭ‬HIMPUNAN
‫ﺇﹺﺪ‬‫ﺠﹺ‬،‫ﻪ‬‫ﻳ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶ‬‫ﻋ‬‫ﻱ‬‫ﺬ‬‫ﺇﹺﺍﺛﹾﻟﱠﻢ‬‫ﻼﹶ‬FATWA
‫ﻓﹶﻲ‬‫ﻣ‬‫ﺎﻷُﺩ‬‫ﺍﹾﻋ‬‫ﻻﹶ‬MAJELIS
‫ﻲ‬‫ﺒﹺﻭ‬‫ﻍﹴﺍﻟﻨ‬‫ﺎ‬‫ﺑﻝﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺮ‬ULAMA ‫ﺳ‬‫ﻏﹶﻴ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟ‬‫ﺮ‬‫ﻥﹶﻄﹸ‬‫ﺿ‬INDONESIA
‫ﺍﻮ‬‫ﻌ‬‫ﺒﹺﻦﹺ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬‫ﻤ‬‫ﻓﹶ‬‫ﻦ‬،ِ‫ﻳ‬‫ﺍﺍﻟﱠﷲﺬ‬
‫ﻢ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﻑ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‬ ‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺄﹾﻣ‬‫ﻳ‬ ‫ﻞﹺ‬‫ﺠﹺﻴ‬‫ﻹِﻧ‬‫ﺍﹾ‬‫(ﻭ‬ ‫ﺍﺓ‬‫ﺭ‬‫ﻮ‬:‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﺍﻟﺘ‬
 ‫ﻰ‬‫ﻓ‬)‫ﻢ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﻴ‬‫ﺪ‬‫ﺣ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬‫ﺭ‬
‫ﺚﹶ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﻬﹺﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﻄﱠﻴ‬ ‫ﻢ‬‫ﻟﹶﻬ‬ ‫ﻞﱡ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﻜﹶﺮﹺ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻋ‬
‫ﷲِﻦ‬‫ﺍﻳ‬‫ﺬ‬‫ﹶﺎﻟﱠﺮﹺ‬‫ﻓﻴ‬‫ﻐ‬‫ﻟ‬،‫ﻬﹺﻢﻞﱠ‬‫ﻫ‬‫ﺎﻠﹶﺃﹸﻴ‬‫ﻣﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﺖ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ﻳ‬‫ﹶﺎﺰﹺﻧ‬‫ﻛﻨ‬‫ﺨ‬‫ﻟﹾ‬‫ﺍﻲ‬‫ﺘ‬‫ﺍﻟﱠﻢ‬‫ﺤ‬ ‫ﻟﹶﻝﹶ‬‫ﻼﹶﻭ‬‫ﻏﹾﻡ‬‫ﺍﻟﻷَﺪ‬‫ﻭﺍﹾ‬ ‫ﺔﹸ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻫ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﻟﹾﺮ‬‫ﺻ‬ ‫ﺍ‬‫ﺇﹺﻢ‬‫ﻜﹸ‬‫ﻢ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶﻬ‬‫ﻋ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬‫ﺖ‬‫ﻊ‬‫ﻀ‬ ‫ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﻳ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬
،‫ﻛﹶﻪﻞﹶ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺃﹶﻣ‬‫ﻝﹶﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺰﹺ‬‫ﺔﺃﹸﻧ‬‫ﺤ‬‫ﻱ‬‫ﻴ‬‫ﺬﻄ‬‫ﺍﻟﺍﻟﱠﻨ‬‫ﻭ‬‫ﺭ‬‫ﻨﻮ‬‫ﺍﻟﺔﹸ‬‫ﻳ‬‫ﺩ‬‫ﺍﺮ‬‫ﻮ‬‫ﺘ‬‫ﻌﻤ‬‫ﻟﹾﺒ‬‫ﺍﺗ‬‫ﺍ‬‫ﻭﻭ‬ ‫ﺓﹸﻩ‬‫ﺫﹶﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻮ‬‫ﺼ‬ ‫ﻗﹸ‬‫ﻮ‬‫ﻤﻧ‬‫ﻟﹾﻭ‬‫ﺍ‬‫ﻭ‬‫ﻩ‬‫ﻭ‬‫ﺔﹸﺭ‬‫ﻘﹶﺰ‬‫ﻨﹺﻋ‬‫ﻭﺨ‬‫ﻨ‬‫ﻤ‬‫ﻟﹾﺑﹺﻪ‬‫ﺍ‬‫ﺍﻭ‬‫ﻮ‬ ‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ﺑﹺﺁﻪ‬
 (:‫)ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬... ‫(ﺐﹺ‬ ‫ﺼ‬‫ﺍﻟﻨ‬:‫ﺍﻷﻋﺮﺍﻑﹶﻰ‬ ‫ﻠ‬‫ﻋ‬‫ﺫﹸﺑﹺﺢ‬)‫ﺎ‬‫ﻥﹶﻣ‬‫ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﻢ‬‫ﺤ‬‫ﺘ‬‫ﻠ‬‫ﻛﱠﻔﹾﻴ‬‫ﺎﻟﹾﺫﹶﻤ‬‫ﻣﺍ‬‫ﻢ‬‫ﻻﱠ‬‫ﺇﹺﻫ‬‫ﻚ‬ ‫ﻊ‬‫ﹸﻭﻟﺌﺒ‬
‫ﺃﺍﻟﺴ‬
“(yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, 
Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
‫ﻻﱠ‬‫ﺮ‬dapati
‫ﺃﹶﺇﹺﻣ‬‫ﷲَﻪ‬‫ﺍﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻥﱠﻄﹾ‬‫ﺇﹺﻳ‬‫ﻭ‬tertulis
‫ﻢﹴ‬.‫ﺎﻋ‬‫ـﻃﺒﹶﺎ‬‫ﹶﻰﻴ‬ ‫ﻠﹶـ‬‫ﻃﻋ‬di ‫ﺎ‬‫ﻣﻻﱠ‬‫ﺇﹺﺮ‬dalam
‫ﻞﹸﺤ‬‫ﻣ‬‫ﻘﹾﺒ‬‫ﻳ‬‫ﻟﹶﻻﹶﻲ‬‫ﺇﹺ‬‫ﺐ‬‫ﻲ‬Taurat‫ﻴ‬‫ﻃﹶﺣ‬‫ﺎﺃﹸﷲَﻭ‬‫ﺍﻣ‬‫ﻰﻥﱠ‬‫ﺇﹺ‬dan ‫ﻓ‬! ‫ﺎﺟﹺﺱﺪ‬‫ﻻﹶﺍﻟﺃﹶﻨ‬Injil
‫ﺎ‬‫ﻞﹾﻬ‬‫ﺃﹶﻗﹸﻳ‬
‫ﺍ‬‫ﺲ‬ ‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬‫ﺟ‬‫ﻞﹸﺭﹺ‬ ‫ﻪ‬‫ﺳ‬‫ﻧ‬ada
yang ‫ﺈﹺ‬‫ﻓﹶﺮ‬‫ﺮﹴﺍﻟ‬ ‫ﺎﻳ‬‫ﻬﺰﹺ‬di
‫ﻨ‬‫ﻳ‬‫ﺎﺃﹶﺧ‬‫ﻳ‬:sisi
‫ﺤﻢ‬ ‫ﹶﺎﻟﹶﻝﹶ‬‫ﻘ‬‫ﻭ‬mereka,
‫ﻓﹶ‬‫ﺃﹶ‬.‫ﺎ‬‫ﺣﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻠ‬‫ﻮ‬‫ﺴﻔﹸﺳ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﻟﹾﻣ‬‫ﺍ‬yang ‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻪ‬‫ﺑﹺﺩ‬ ‫ﺮ‬‫ﻭ‬‫ﺃﹶﻣ‬‫ﺃﹶ‬‫ﺔﹰ‬menyuruh
‫ﺎﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺑﹺﻣ‬‫ﻥﹶ‬‫ﻦ‬‫ﻮ‬‫ﻨﹺﻜﹸﻴ‬‫ﻣ‬‫ﻳ‬‫ﺆ‬‫ﺍﺃﹶﻟﹾﻥﹾﻤ‬
mereka mengerjakan yang ma’ruf dan
.‫ﻥﱠ‬melarang
‫ﻓﹶﺈﹺﻢ‬‫ﻴ‬‫ﻠ‬‫ﻋ‬‫ﺩ‬‫ﺎ‬‫ﻻﹶﻥﹶﻋ‬‫ﻮ‬‫ﻠﹸﻭ‬‫ﻤ‬‫ﻍﹴ‬ ‫ﻌ‬‫ﺗ‬‫ﺎ‬mereka
‫ﺎﺑ‬‫ﻤ‬‫ﺑﹺﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻏﹶ‬‫ﻲ‬‫ﺮ‬‫ﻄﹸﺇﹺﻧ‬ ،‫ﺎ‬
‫ﺤﺿ‬dari‫ﺍ‬‫ﺎﻦﹺﻟ‬‫ﺻ‬‫ﻓﹶﻤ‬mengerjakan
‫ﺍ‬،‫ﺑﹺﻠﹸﻪﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﷲِﻋ‬‫ﺍﻭ‬‫ﺮﹺ‬‫ﺕ‬ ‫ﻴ‬‫ﻐ‬‫ﺎﻟ‬‫ـﻞﱠﺒ‬‫ﱠـﺃﹸﻴﻫ‬ ‫ﻄﻘﹰﺎ‬yang ‫ﺍﻟﺴ‬‫ﻓ‬‫ﻦ‬‫ﻭ‬‫ﺃﹶﻣ‬
.munkar
‫ﺎﻛﹸﻢ‬‫ﻗﹾﻨ‬‫ﺯ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻣ‬ ‫ﺕ‬
segala yang baik dan
dan menghalalkan bagi mereka
‫ﺎ‬‫ـﺒ‬‫ﻃﹶﻴ‬ ‫ﻦ‬‫(ﻣ‬ ‫ﺍ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬mengharamkan
: ‫ﺍ‬‫ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ‬
‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ﺁﻣ‬ ‫)ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺬ‬‫ﻢ‬‫ﺍﻟﱠﻴ‬‫ﺣ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬﺭ‬‫ﻳ‬‫ﺃﺭ‬‫ﺎﻮ‬‫ﻳﻔﹸ‬: ‫ﻝﹶ‬‫ﻗﹶﺎﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺭﻭ‬
‫ﻏﹶ‬bagi
‫ﹶﻰ‬ ‫ﺇﹺﻟ‬ ‫ﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻳ‬ ‫ﺪ‬segala
mereka ‫ﻤ‬‫ﻳ‬ ،‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻏﹾﺒ‬yang ‫ﺚﹶ‬‫ﻌ‬‫ﺃﹶﺷ‬buruk, ،‫ﻔﹶﺮ‬‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﻞﹸ‬dan ‫ﻴ‬‫ﻄ‬‫ﻳ‬ ‫ﻞﹶ‬membuang‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﺫﹶﻛﹶﺮ‬‫ﺛﹸﻢ‬
dari mereka beban-beban dan belenggu-
،‫ﺎ‬belenggu
‫ﻡﺑ‬‫ﺍﻮ‬‫ﺮ‬‫ﻜﹾﺘ‬‫ﺣ‬‫ﻣ‬‫ﻪ‬‫ﻪ‬‫ﺑ‬‫ﺮﻧ‬‫ﻭ‬‫ﺸ‬‫ﺪ‬‫ﺠﹺﻣ‬‫ﻭ‬yang
‫ﻳ‬ ،‫ﺍﻡﻱ‬‫ﻟﱠﺮﺬ‬‫ﺍﺣ‬ada ‫ﻲ‬‫ﻪ‬‫ﻣ‬‫ﻷُﻤ‬‫ﺍﻄﹾﻌ‬pada‫ﻣ‬‫ﻲ‬‫ﺒﹺﻭ‬‫!ﺍﻟﻨ‬‫ﻝﹶﺏ‬mereka.
‫ﺭ‬‫ﺎﻮ‬‫ﻳﺳ‬‫ﺍﻟ!ﺮ‬‫ﺏ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﺭ‬‫ﺎﻮ‬‫ﻳ‬‫ﻌ‬‫ﺒﹺ‬Maka,
‫ﺘ‬:‫ﻳ‬ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻤﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺴ‬‫ﺍﺍﻟﻟﱠﺬ‬
‫؟ﻢ‬orang-orang
‫ﺎﻫ‬‫ﻬ‬‫ﺬﹶﻟ‬‫ﻨ‬‫ﻳ‬‫ﻟ‬‫ﻭ‬ ‫ﺏ‬‫ﺎﻑ‬‫ﺠ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺘ‬‫ﻌﺴ‬‫ﻤ‬‫ﻳ‬‫ﻰﺑﹺﺎﻟﹾ‬
‫ﻚ‬ yang
‫ﻧ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬.‫ﺄﹾﻡﹺﻣ‬‫ﺍﻳ‬‫ﺮ‬ beriman
‫ﻞﹺﺤ‬‫ﺠﹺﻟﹾﻴ‬
‫ﺑﹺﺎ‬‫ﻹِﻧ‬‫ﺍﹾﻱ‬‫ﻭ‬‫ﺬ‬‫ﻏﹸ‬‫ﺓ‬‫ﺍﻭ‬‫ﺭ‬kepadanya,
‫ﻮ‬،‫ﺍﺍﻟﻡﺘ‬‫ﻰﺮ‬
‫ﻓﺣ‬‫ﻪ‬‫ﻢ‬‫ﺴ‬‫ﻫ‬‫ﻠﹾﺪﺒ‬‫ﻣ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬
memulia-kannya, menolongnya, dan
‫ﺚﹶ‬ ‫ﺎﺋ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﻬﹺﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ cahaya
mengikuti ‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﺒ‬‫ﻴ‬yang ‫ﻫﺮﻳﺮﺓﺍﻟ(ﻄﱠ‬
 ‫ﻢ‬‫ﻟﹶﻬ‬‫ﺃﰊ‬terang‫ﻞﱡ‬‫ﺤ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﻳ‬‫ﻭ‬‫ﻣﺴﻠﻢ‬ ‫ﻜﹶﺮﹺ‬‫ﻨ‬‫ﻤ‬yang ‫ﺍ‬ ‫ﻦﹺ‬‫)ﻋ‬
‫ﺭﻭﺍﻩﻟﹾ‬
‫ﻦ‬diturunkan
‫ﻳ‬‫ﻓﹶﺎﻟﱠﺬ‬ ،‫ﻬﹺﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﺖ‬
itulah orang-orang yang beruntung” (QS.
kepadanya (al-Qur’an), mereka
‫ﻛﹶﺎﻧ‬ ‫ﻲ‬‫ﺍﻟﱠﺘ‬ ‫ﺍﹾﻷَﻏﹾﻼﹶﻝﹶ‬‫ﻭ‬ ‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺇﹺﺻ‬ ‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬ ‫ﻊ‬‫ﻀ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬
،al-A`raf
‫ﻪ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬ ‫ﺰﹺﻝﹶ‬‫ﺃﹸﻧ‬ ‫ﻱ‬ [7]:‫ﺍﻟﱠﺬ‬157).‫ﺭ‬‫ﻨﻮ‬‫ﺍﻟ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬‫ﺍﺗ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﻧ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻭ‬‫ﺭ‬‫ﺰ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﺑﹺﻪ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ﺁﻣ‬
3. Hadis-hadis Nabi berkenaan dengan
kehalalan maupun  (:keharaman ‫)ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ‬‫ﻥﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺤ‬sesuatu ‫ﻔﹾﻠ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬yang ‫ﺃﹸﻭﻟﺌﻚ‬
dikonsumsi, antara lain: 
‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻣ‬َ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺇﹺﻥﱠ‬‫ﻭ‬.‫ﺎ‬‫ـﺒ‬‫ﻃﹶـﻴ‬‫ﺇﹺﻻﱠ‬‫ﻞﹸ‬‫ﻘﹾﺒ‬‫ﻻﹶﻳ‬‫ﺐ‬‫ﻃﹶﻴ‬َ‫ﺍﷲ‬‫ﺇﹺﻥﱠ‬!‫ﺎﺱ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﹶﻳ‬
‫ﺍ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﺳ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬:‫ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ‬ .‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻠ‬‫ﺳ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﺑﹺﻪ‬ ‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻣ‬ ‫ﺎ‬‫ﺑﹺﻤ‬ ‫ﻦ‬‫ﻨﹺﻴ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬
.‫ﻢ‬‫ﻴ‬‫ﻠ‬‫ﻋ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻠﹸﻮ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬ ‫ﺎ‬‫ﺑﹺﻤ‬ ‫ﻲ‬‫ﺇﹺﻧ‬ ،‫ﺎ‬‫ﺤ‬‫ﺎﻟ‬‫ﺻ‬ ‫ﺍ‬‫ﻠﹸﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻋ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ـﺒ‬‫ﺍﻟﻄﱠـﻴ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬
.‫ﺎﻛﹸﻢ‬‫ﻗﹾﻨ‬‫ﺯ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻣ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ـﺒ‬‫ﻃﹶﻴ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺍ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ﺁﻣ‬ ‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻳ‬:‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻭ‬
‫ﺇﹺﻟﹶﻰ‬ ‫ﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻳ‬ ‫ﺪ‬‫ﻤ‬‫ﻳ‬ ،‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻏﹾﺒ‬ ‫ﺚﹶ‬‫ﻌ‬‫ﺃﹶﺷ‬ ،‫ﻔﹶﺮ‬‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﻴ‬‫ﻄ‬‫ﻳ‬ ‫ﻞﹶ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﺫﹶﻛﹶﺮ‬ ‫ﺛﹸﻢ‬
،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻪ‬‫ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻪ‬‫ﻤ‬‫ﻄﹾﻌ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ !‫ﺏ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻳ‬ !‫ﺏ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻳ‬ :ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﺴ‬
‫؟‬‫ﻚ‬‫ﺬﹶﻟ‬‫ﻟ‬ ‫ﺎﺏ‬‫ﺠ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬ ‫ﻰ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻧ‬ .‫ﺍﻡﹺ‬‫ﺮ‬‫ﺑﹺﺎﻟﹾﺤ‬ ‫ﻱ‬‫ﻏﹸﺬ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻪ‬‫ﺴ‬‫ﻠﹾﺒ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬
 (‫ﻫﺮﻳﺮﺓ‬‫ﺃﰊ‬‫ﻋﻦ‬‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬
“Wahai umat manusia! Sesungguhnya Allah 
adalah thayyib (baik), tidak akan menerima
kecuali yang thayyib (baik dan halal);
dan Allah memerintahkan kepada orang

635
BIDANG POM DAN IPTEK

beriman segala apa yang Ia perintahkan


kepada para rasul. Ia berfirman, ‘Hai
rasul-rasul! Makanlah dari makanan
yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah
amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan’ (QS.
al-Mu’minun [23]: 51), dan berfiman pula,
‘Hai orang yang beriman! Makanlah di
antara rizki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu...’ (QS. al-Baqarah [2]:
172).
Kemudian Nabi menceritakan seorang laki-
laki yang melakukan perjalanan panjang,
rambutnya acak-acakan, dan badannya
berlumur debu. Sambil menengadahkan
tangan ke langit ia berdoa, ‘Ya Tuhan;
ya Tuhan...’ (Berdoa dalam perjalanan,
apalagi dengan kondisi seperti itu, pada
umum-nya dikabulkan oleh Allah--pen.).
Sedangkan, makanan orang itu haram,
minumannya haram, pakaiannya haram,
dan ia selalu menyantap yang haram.
(Nabi memberikan komentar), ‘Jika
demikian halnya, bagaimana mungkin ia
akan dikabulkan doanya?’” (HR. Muslim
dari Abu Hurairah).
‫ﺎﺕ‬‫ﺒﹺﻬ‬‫ـﺘ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬ ‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺃﹸﻣ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬ ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬ ‫ﻼﹶﻝﹸ‬‫ﺍﹶﻟﹾﺤ‬
‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﻬ‬‫ـﺒ‬‫ﺍﻟﺸ‬ ‫ﻘﹶﻰ‬‫ﺍﺗ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻓﹶﻤ‬ ،‫ﺎﺱﹺ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻛﹶﺜ‬ ‫ﻦ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻻﹶﻳ‬
 (‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﻪ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬‫ﻨﹺﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻟ‬‫ﺃﹶ‬‫ﺮ‬‫ـﺒ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬
“Yang halal itu sudah jelas dan yang 
haram pun sudah jelas; dan di antara
‫ﺎ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺋ‬‫ﻣ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬‫ﻭ‬ ،‫ﻩ‬‫ ﹸﻛﻠﹸﻮ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺎ‬‫ﻟﹶﻬ‬‫ﻮ‬‫ﺎﺣ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻟﹾﻘﹸﻮ‬ ‫ﺍ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺟ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬
keduanya ada hal-hal yang musy-tabihat
‫ﺯﻭﺝ‬  ‫ﻣﻴﻤﻮﻧﺔ‬ ‫ﻋﻦ‬
(syubhat,  ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ‬ ‫ﻭﺃﲪﺪ‬ ‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬
samar-samar, tidak jelas ‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﻩ‬halal
‫ﻘﹸﻮ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺭﹺﻳ‬
haramnya), kebanyakan manusia tidak
mengetahui hukumnya.  (‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻭﺁﻟﻪ‬Barang ‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬ siapa ‫ﺍﻟﻨﱯ‬
‫ﺕ‬ ‫ﺎ‬‫ﺒﹺﻬ‬‫ـﺘ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬ ‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺃﹸﻣ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬ ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﻚ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻟﹾﺸ‬‫ﹺﺎﻟﻭ‬‫ﺑ‬‫ﻝﹸ‬‫ﻦ‬sungguh
hati-hati dari perkara syubhat,
ia telah menyelamatkan agama dan harga
‫ﺍ‬‫ﺰﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻝﹸﻻﹶﻳ‬‫ﻼﹶﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺤ‬‫ﻘ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻴ‬
‫ﺪ‬dirinya...”
‫ﻓﹶﻘﹶ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﻬ‬‫ـﺒ‬‫(ﺸ‬HR.
‫ﺍﻟ‬ ‫ﻘﹶﻰ‬‫ﺗ‬Muslim).
‫ﺍ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻓﹶﻤ‬ ،‫ﺎﺱﹺ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻛﹶﺜ‬ ‫ﻦ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻻﹶﻳ‬
4. Nabi SAW bersabda berkenaan dengan
tikus yang jatuh  dan
(‫ﻣﺴﻠﻢ‬mati ‫)ﺭﻭﺍﻩ‬(najis)
‫ﻪ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬dalam ‫ﻨﹺﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻟ‬‫ﺃﹶ‬‫ﺮ‬‫ـﺒ‬ keju ‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬
(samin): 
‫ﺎ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺋ‬‫ﻣ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬‫ﻭ‬ ،‫ﻩ‬‫ ﹸﻛﻠﹸﻮ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺎ‬‫ﻟﹶﻬ‬‫ﻮ‬‫ﺎﺣ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻟﹾﻘﹸﻮ‬ ‫ﺍ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺟ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬
‫ﺯﻭﺝ‬ ‫ﻣﻴﻤﻮﻧﺔ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ‬ ‫ﻭﺃﲪﺪ‬ ‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬ ‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﻩ‬‫ﻘﹸﻮ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺭﹺﻳ‬
636  (‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻭﺁﻟﻪ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬‫ﺍﻟﻨﱯ‬
 ‫ﻚ‬‫ﺑﹺﺎﻟﺸ‬‫ﺍﻝﹸ‬‫ﺰ‬‫ﻻﹶﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻘ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻴ‬
‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﻬ‬‫ـﺒ‬‫ﺍﻟﺸ‬ ‫ﻘﹶﻰ‬‫ﺍﺗ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻓﹶﻤ‬ ،‫ﺎﺱﹺ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﻛﹶﺜ‬ ‫ﻦ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻻﹶﻳ‬
 (‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﻪ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬‫ﻨﹺﻪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻟ‬‫ﺃﹶ‬‫ﺮ‬‫ـﺒ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

‫ﺎ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺋ‬‫ﻣ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬‫ﻭ‬ ،‫ﻩ‬‫ ﹸﻛﻠﹸﻮ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺎ‬‫ﻟﹶﻬ‬‫ﻮ‬‫ﺎﺣ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻟﹾﻘﹸﻮ‬ ‫ﺍ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺟ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬
‫ﺯﻭﺝ‬
‫ﺕ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺒﹺ‬‫ﻣﻴﻤﻮﻧﺔﺘ‬
‫ـ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬ ‫ﻋﻦ‬
‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﻣ‬ ‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲﺃﹸ‬
 ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻭ‬ ‫ﻭﺃﲪﺪ‬
 ‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬ ‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬
‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻭ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‬
‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫)ﺑ‬ ‫ﻝﹸﻩ‬‫ﻘﹸﻼﹶﻮ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻓﹶﻟﹾﺄﹶﺭﹺﺤ‬
‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬ ‫ﺎﺕ‬‫ﻬ‬‫ـﺒ‬‫ﺍﻟﺸ‬ ‫ﻘﹶﻰ‬‫ﺍﺗ‬ ‫ﻦﹺ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢﻓﹶ(ﻤ‬  ،‫ﺎﺱﹺ‬‫ﻭﺁﻟﻪﻨ‬
‫ﺍﻟ‬ ‫ﻦ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬
‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬‫ﺍﷲﻴ‬ ‫ﻛﹶﺜ‬‫ﺻﻠﻰ‬ ‫ﻦ‬‫ﻬ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﻨﱯﻠﹶ‬ ‫ﻌ‬‫ﻻﹶﻳ‬
“Jika keju itu keras, buanglah tikus itu
 (‫ﻣﺴﻠﻢ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﻪ‬‫ﺿ‬‫ﻚ‬‫ﺮ‬‫ﺸ‬
dan keju sekitarnya, dan makanlah (sisa)
‫ﻋ‬‫ﹺﺎﻟﻭ‬‫ﺑ‬‫ﻪ‬‫ﻝﹸﻨﹺ‬‫ﻳ‬‫ﺍﺪ‬‫ﺰ‬‫ﻟ‬‫ﺃﻻﹶﻳ‬‫ﺮ‬‫ـﺒ‬
‫ﻦ‬‫ﺘﻴ‬‫ﻘ‬‫ﺳ‬‫ﹶﺍﻟﹾﻴ‬
keju tersebut; namun jika keju itu cair, 
tumpahkanlah” (HR. Bukhari, Ahmad, dan
‫ﺎ‬Nasa’i
‫ﻌ‬‫ﺎﺋ‬‫ﻣ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬dari
 ‫ﺇﹺﻥﹾ‬‫ﻭ‬Maimunah
،‫ﻩ‬‫ ﹸﻛﻠﹸﻮ‬‫ﻭ‬ ،‫ﺎ‬‫ﻟﹶﻬ‬‫ﻮ‬‫ﺣ‬isteri
‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﻩ‬‫ﻮ‬Nabi
‫ﻓﹶﺄﹶﻟﹾﻘﹸ‬ ‫ﺍ‬‫ﺪ‬saw).‫ﺎﻣ‬‫ﺟ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬
5. ‫ﺯﻭﺝ‬
Ijma’  ‫ﻣﻴﻤﻮﻧﺔ‬
ulama  ‫ﻋﻦ‬bahwa
‫ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ‬daging ‫ﻭﺃﲪﺪ‬ ‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬
babi dan  ‫ﺭﻭﺍﻩ‬seluruh ) ‫ﻩ‬‫ﻘﹸﻮ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺭﹺﻳ‬
bagian (unsur) babi adalah najis ‘ain (zati).
6. Qa’idah fiqhiyyah:  (‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻭﺁﻟﻪ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬‫ﺍﻟﻨﱯ‬
 ‫ﻚ‬‫ﺑﹺﺎﻟﺸ‬‫ﺍﻝﹸ‬‫ﺰ‬‫ﻻﹶﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻘ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻴ‬
“Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan
keraguan.”
7. Fatwa MUI bulan Juni 1980 M. tentang
keharaman makanan dan minuman yang
bercampur dengan barang haram/najis dan
Fatwa MUI bulan September 1994 tentang
keharaman memanfaat-kan babi dan seluruh
unsur-unsurnya.
8. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah
Tangga MUI periode 2000-2005.
9. Pedoman Penetapan Fatwa MUI.

Memperhatikan : 1. Laporan hasil audit pada tanggal 8 Pebruari


2001 terhadap PT. Ajinomoto Indonesia --
yang mengajukan permohonan perpanjangan
Sertifikat Halal-- yang disampaikan oleh
Ketua MUI Prof. Dr. K.H. Umar Shihab,
selaku pimpinan Tim Audit dalam rapat
Komisi Fatwa MUI pada Senin, 25 Zulqa’dah
1421 H./19 Pebruari 2001; antara lain:
a. Bahan penolong bacto soytone (yang
mengandung enzim babi) dalam proses
produksi MSG Ajinomoto telah diganti
dengan mameno;
b. Produk MSG Ajinomoto yang
menggunakan bacto soytone telah
ditarik peredarannya dari masyarakat;
c. Pihak Pimpinan PT. Ajinomoto telah
menunjuk-kan kesungguhannya dalam
merespon anjuran MUI dan harapan
masyarakat bahwa MSG Ajinomoto

637
BIDANG POM DAN IPTEK

yang telah ditarik itu tidak akan dipasarkan


kembali di Indonesia, namun akan diekspor
ke negara-negara non-Muslim.
1. Saran dan pendapat seluruh peserta Rapat
Komisi Fatwa MUI dalam rapat yang menyatakan
bahwa mameno adalah bahan yang halal dan
suci, sehingga produk MSG Ajinomoto dapat
ditetapkan kehalalannya.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT,

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PRODUK PENYEDAP


RASA (MONOSODIUM GLUTAMATE, MSG)
DARI PT. AJINOMOTO INDONESIA YANG
MENGGUNAKAN MAMENO

1. Produk penyedap rasa (MSG) dari PT. Ajinomoto Indonesia yang


menggunakan mameno adalah halal.
2. Menghimbau kepada umat Islam agar berhati-hati dalam
mengkonsumsi apa pun yang diragukan atau diharamkan oleh
agama.
3. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki
dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan
fatwa ini.

Ditetapkan : Jakarta, 25 Zulqa’dah 1421 H


19 Pebruari 2001 M

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua Sekretaris

ttd ttd

K.H. Ma’ruf Amin Drs. H. Hasanuddin, M.Ag

638
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

29

STANDAR SERTIFIKASI
PENYEMBELIHAN HALAL

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA


Nomor 12 Tahun 2009
Tentang
STANDAR SERTIFIKASI PENYEMBELIHAN HALAL

Majelis Ulama Indonesia, setelah :

Menimbang : 1. bahwa pelaksanaan penyembelihan hewan


di dalam Islam harus mengikuti tata cara
yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam
agar dapat dikunsumsi oleh masyarakat
muslim;
2. bahwa dalam pelaksanaan proses
penyembelihan hewan dewasa ini,
banyak sekali rumah potong hewan yang
memanfaatkan peralatan modern seiring
dengan perkembangan teknologi, sehingga
muncul beragam model penyembelihan dan
pengolahan yang menimbulkan pertanyaan
terkait dengan kesesuaian pelaksanaan
penyembelihan tersebut dengan hukum
Islam;
3. bahwa oleh karena itu dipandang perlu
adanya fatwa tentang standar penyembelihan
halal untuk dijadikan pedoman.

697
‫‪BIDANG POM DAN IPTEK‬‬

‫‪Mengingat :‬‬ ‫‪Firman Allah SWT:‬‬


‫ﻓﹶﻜﹸﻠﹸﻮﺍﹾ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺫﹸﻛ‪‬ﺮ‪‬ﺍﺳ‪‬ﻢ‪‬ﺍﻟﻠﹼﻪ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪‬ﺇﹺﻥ‪‬ﻛﹸﻨﺘ‪‬ﻢ‪‬ﺑﹺﺂﻳ‪‬ﺎﺗ‪‬ﻪ‪‬ﻣ‪‬ﺆ‪‬ﻣ‪‬ﻨﹺﲔ‪‬‬
‫‪”Maka makanlah binatang-binatang (yang‬‬ ‫‪‬‬
‫‪halal) yang disebut nama Allah ketika‬‬
‫‪menyembelihnya,‬ﻴ‪‬ﺮﹺ‪‬‬
‫‪jika‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺤ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﹾﻟﺨ‪‬ﻨ‪‬ﺰﹺﻳﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹸﻫ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬‬ ‫‪kamu‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺪ‪‬ﻡ‪ ‬‬ ‫‪beriman‬ﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺔﹸ‬ ‫ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶ‬
‫‪‬‬ ‫ﲔ‬
‫‪‬‬ ‫ﻨ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫ﺆ‬
‫‪‬‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﺗ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬
‫ﻳ‬‫ﹺﺂ‬ ‫ﺑ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﺘ‬
‫‪‬‬‫ﹸﻨ‬ ‫ﻛ‬ ‫‪‬‬ ‫ﹺﻥ‬ ‫ﺇ‬‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﹼ‬ ‫ﺍﻟ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﺳ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﻛ‬
‫‪‬‬ ‫ﺫ‬
‫ﹸ‬ ‫ﻓﹶﻜﹸﻠﹸﻮﺍﹾ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬‬
‫‪kepada‬ﻞﹶ‪‬‬
‫”‪ayat-ayatNya.‬ﺤ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻛﹶ‬ ‫‪(QS.‬ﻗﹸﻮﺫﹶﺓﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺘ‪‬ﺮ‪‬ﺩ‪‬ﻳ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‬ ‫‪Al-An’am‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻮ‪‬‬ ‫‪[6]:‬ﺑﹺﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻨ‪‬ﺨ‪‬ﻨﹺﻘﹶﺔﹸ‬ ‫ﺍﻟﻠﹼﻪ‪ ‬‬
‫)‪118‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺍﻟﺴ‪‬ﺒ‪‬ﻊ‪ ‬ﺇﹺﻻﱠ ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺫﹶﻛﱠﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺫﹸﺑﹺﺢ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ ‪‬ﺍﻟ‪‬ﻨﺼ‪‬ﺐﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﺃﹶﻥ ‪‬ﺗ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻘﹾﺴِﻤ‪‬ﻮﺍﹾ‪‬‬
‫ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺪ‪‬ﻡ‪ ‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺤ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻨ‪‬ﺰﹺﻳﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹸﻫ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ‪‬‬
‫ﺑﹺﺎﻷَﺯ‪‬ﻻﹶﻡﹺ‪‬ﺫﹶﻟ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬ﻓ‪‬ﺴ‪‬ﻖ‪‬‬
‫ﺍﻟﻠﹼﻪ‪ ‬ﺑﹺﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻨ‪‬ﺨ‪‬ﻨﹺﻘﹶﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻮ‪‬ﻗﹸﻮﺫﹶﺓﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺘ‪‬ﺮ‪‬ﺩ‪‬ﻳ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻄ‪‬ﻴﺤ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻛﹶﻞﹶ‪‬‬
‫‪‬‬
‫ﺍﻟﺴ‪‬ﺒ‪‬ﻊ‪ ‬ﺇﹺﻻﱠ ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺫﹶﻛﱠﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺫﹸﺑﹺﺢ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺼ‪‬ﺐﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﺃﹶﻥ ‪‬ﺗ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻘﹾﺴِﻤ‪‬ﻮﺍﹾ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﻻﹶ ‪‬ﺗ‪‬ﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮﺍﹾ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻟﹶﻢ‪ ‬ﻳ‪‬ﺬﹾﻛﹶﺮﹺ ‪‬ﺍﺳ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﹼﻪ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻟﹶﻔ‪‬ﺴ‪‬ﻖ‪ ‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﱠ‪‬‬
‫ﺑﹺﺎﻷَﺯ‪‬ﻻﹶﻡﹺ‪‬ﺫﹶﻟ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬ﻓ‪‬ﺴ‪‬ﻖ‪‬‬
‫ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻃ‪‬ﲔ‪‬ﻟﹶﻴ‪‬ﻮﺣ‪‬ﻮﻥﹶ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬ﺃﹶﻭ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﺂﺋ‪‬ﻬﹺﻢ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺩ‪‬ﻟﹸﻮﻛﹸﻢ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﹾ‪‬ﺃﹶﻃﹶﻌ‪‬ﺘ‪‬ﻤ‪‬ﻮﻫ‪‬ﻢ‪‬‬
‫‪“Diharamkan‬‬ ‫‪bagimu‬‬ ‫)‪(memakan‬‬ ‫‪‬‬
‫‪bangkai,‬‬ ‫‪darah,‬ﻪ‪‬ﻣ‪‬ﺆ‪‬ﻣ‪‬ﻨﹺﲔ‪‬‬ ‫ﹺﻥ‪‬ﻛﹸﻨﺘ‪‬ﻢ‪‬ﺑﹺﺂﻳ‪‬ﺎﺗ‪‬‬ ‫‪babi,‬ﻢ‪‬ﺍﻟﻠﹼﻪ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪‬ﺇ‬
‫‪daging‬‬ ‫‪(daging‬ﺮﹺﺫﹸﻛ‪‬ﹸﻮﺮ‪‬ﻥﹶﺍ‪‬ﺳ‪‬‬ ‫ﻓﹶﺇﹺﻧ‪‬ﻜﹸﻠﻜﹸﹸﻮﻢ‪‬ﺍﹾ‪‬ﻟﹶﻣ‪‬ﻤ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺸ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﻻﹶ ‪‬ﺗ‪‬ﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮﺍﹾ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻟﹶﻢ‪ ‬ﻳ‪‬ﺬﹾﻛﹶﺮﹺ ‪‬ﺍﺳ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﹼﻪ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻟﹶﻔ‪‬ﺴ‪‬ﻖ‪ ‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﱠ‪‬‬
‫‪hewan) yang‬‬ ‫‪disembelih‬ﺒ‪‬ﺂﺋ‪‬ﺚﹶ‪‬‬ ‫‪atas‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻬﹺﻢ‪‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬‬ ‫‪nama‬ﺎﺕ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬‬ ‫‪selain‬ﻟﹶﻬ‪‬ﻢ‪‬ﺍﻟﻄﱠﻴ‪‬ﺒ‬ ‫ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺤ‪‬ﻞﱡ‪‬‬
‫‪Allah,‬ﺮﹺﻢ‪‬‬
‫‪‬ﻮﻐ‪‬ﻫﻴ‪‬‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺘ‬
‫‪‬‬ ‫ﻌ‬
‫‪‬‬ ‫ﻃ‬
‫ﹶ‬
‫‪jatuh,‬ﺃﹸﻫ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﻟ‪‬‬ ‫ﺃ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻥ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺇ‬
‫ﹺ‬
‫‪yang‬‬‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫‪yang‬ﺰﹺﻳﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬‬‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﻛ‬
‫ﹸ‬ ‫ﹸﻮ‬ ‫ﻟ‬ ‫ﺩ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﺠ‬
‫‪tercekik,‬‬
‫‪ditanduk,‬ﺤ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻨ‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﻬ‬
‫ﹺ‬ ‫ﺋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺂ‬ ‫ﻴ‬‫ﻟ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫ﺃ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﹶﻰ‬
‫‪yang‬‬
‫‪dan‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺪ‪‬ﻡ‪ ‬ﻭ‪‬ﻟﹶ‬ ‫ﻟ‬ ‫ﺇ‬
‫ﹺ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻥ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬ﻮ‬ ‫ﺣ‬
‫‪diterkam‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾ‬‫‪‬ﻮ‬ ‫ﻴ‬
‫‪terpukul,‬‬‫ﻟ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬
‫ﺖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬‬ ‫ﲔ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺸ‪‬ﻴﻣ‪‬ﺎﻃ‪‬‬
‫‪yang‬‬ ‫‪‬‬
‫ﹶﻰﻳ‪‬ﺔﹸﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻜﹸﻨ‪‬ﻢ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‪‬ﺤ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶﻛﹶﻞﹶ‪‬‬
‫‪binatang‬‬ ‫‪buas,‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻥ‬
‫ﹶ‬ ‫ﹸﻮ‬ ‫ﻛ‬ ‫ﺮ‬
‫ﹺ‬
‫ﺖ‪‬ﻟﹶﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻜﻤ‪‬ﹸﻢﻨ‪‬ﺑ‪‬ﺨ‪‬ﻬﻨﹺﹺﻴﻘﹶﻤ‪‬ﺔﹸﺔﹸ‪‬ﺍﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻷَﻧ‪‬ﻤ‪‬ﻌﻮ‪‬ﺎﻗﻡﹺﹸﻮ‪‬ﺇﹺﺫﹶﺓﹸﻻﱠ‪‬ﻭﻣ‪‬ﺍ‪‬ﺎﻟﹾ‪‬ﻳﻤ‪‬ﺘ‪‬ﻠﺮ‪‬ﺩ‪‬‬
‫‪kecuali‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫ﺸ‬
‫‪‬‬
‫‪sempat‬‬‫ﻤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺇﹺﺍﻟﺃﹸﻧ‪‬ﻠﹼﻪﺣ‪‬ﻠﱠ‪‬ﺑﹺﻪ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﻜ‬
‫ﹸ‬
‫‪kamu menyembelihnya,‬‬ ‫‪dan‬ﺤ‪‬ﺮ‪‬ﺫﹸﻡ‪‬ﺑﹺ‪‬ﺢ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶ‪‬ﻴ‪‬ﻋ‪‬ﻬﹺﻠﻢ‪‬‬ ‫‪(diharamkan‬‬
‫‪‬ﻮﺍﹾ‪‬‬ ‫)‪bagimu‬‬ ‫‪yang‬ﺃ‪‬ﹶﻥ ‪‬ﺗ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻘﹾﺴِﻤ‬ ‫ﺚﹶ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫‪disembelih‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺨ‪‬ﺒﺼ‪‬ﺂﺋ‪‬ﺐﹺ‬
‫ﹶﻰ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾ‬ ‫‪untuk‬ﻭ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬
‫‪berhala.‬ﻣ‪‬ﺎﺍﻟ‪‬ﻄﱠﺫﹶﻴ‪‬ﺒﻛﱠ‪‬ﺎﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺕ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺴ‪‬ﺒ‪‬ﺤ‪‬ﻊ‪‬ﻞﱡ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻬ‪‬ﻻﱠ ‪‬ﻢ‪‬‬
‫‪Dan‬‬ ‫‪(diharamkan‬ﹸﻮﻥﹶ‪‬‬
‫)‪juga‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺎﻓ‪‬ﻊ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺗ‪‬ﺄﹾﻛﹸﻠ‬ ‫‪mengundi‬ﻴﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺩ‪‬ﻑ‪‬ﺀٌ‬ ‫‪perbuatan‬ﻬ‪‬ﺎﻓ‪‬ﻟﹶﺴ‪‬ﻜﹸﻖ‪‬ﻢ‪‬ﻓ‪‬‬
‫‪nasib‬ﻡﹺﻡ‪‬ﺫﹶﻟ‪‬ﺧ‪‬ﻠﹶﻜﹸﻘﹶﻢ‪‬‬ ‫ﺑﹺﺎﻭ‪‬ﺍﻷَﻷَﺯ‪‬ﻧ‪‬ﻌﻻﹶ‪‬ﺎ‬
‫‪dengan anak‬‬ ‫ﺃﹸ ‪‬ﺣ‪‬ﻠﱠﺖ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬ﺑ‪‬ﻬﹺﻴﻤ‪‬ﺔﹸ‪‬ﺍﻷَﻧ‪‬ﻌ‪‬ﺎﻡﹺ‪‬ﺇﹺﻻﱠ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬‬
‫‪panah.‬‬ ‫‪Itu‬‬ ‫‪adalah‬‬
‫)‪kefasikan” (QS. Al-Maidah [5] :3‬‬ ‫‪‬‬
‫‪:‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﲔ‬
‫‪‬‬ ‫ﻨ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫ﺆ‬
‫‪‬‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﺗ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬
‫ﻳ‬‫ﹺﺂ‬ ‫ﺑ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﺘ‬
‫‪‬‬‫ﹸﻨ‬ ‫ﻛ‬ ‫‪‬‬ ‫ﹺﻥ‬ ‫ﺇ‬‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﹼ‬ ‫ﺍﻟ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﺳ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﻛ‬
‫‪‬‬ ‫ﺫ‬
‫ﹸ‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍ‬
‫ﹾ‬‫ﹸﻮ‬ ‫ﻠ‬ ‫ﻜ‬
‫ﹸ‬ ‫ﻓﹶ ‪‬‬
‫ﻗﺎﻝﻥﱠ‪‬‬ ‫‪ ‬ﻭ‪‬ﺇﹺ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢﺴ‪‬ﻖ‪‬‬ ‫ﻋﻠﻴﻪﺇﹺﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻟﹶﻔ‪‬‬
‫ﺍﷲﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﻭ‪‬‬ ‫ﺻﻠﻰﻪ‪‬ﻋ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻨﱯﺳ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﹼ‬ ‫ﺃﻥ ‪‬ﻛﹶﺮﹺ ‪‬ﺍ‬ ‫ﺃﻭﺱ ‪‬ﻳ‪‬ﺬﹾ‬ ‫ﺷﺪﺍﺩﺍﹾ‪‬ﺑ‪‬ﻣ‪‬ﻦﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻟﹶﻢ‪‬‬ ‫ﻋﻦ ‪‬ﺗ‪‬ﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮ‬ ‫ﻭ‪‬ﻻﹶ‬
‫ﻭ‪‬ﺍ‪‬ﻷَﻧ‪‬ﻌ‪‬ﺎﻡ‪‬ﺧ‪‬ﻠﹶﻘﹶﻬ‪‬ﺎ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬ﻓ‪‬ﻴﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺩ‪‬ﻑ‪‬ﺀٌ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺎﻓ‪‬ﻊ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺗ‪‬ﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮﻥﹶ‪‬‬
‫ﻓﺄﺣﺴﻨﻮﺍ‪‬‬
‫ﻗﺘﻠﺘﻢ ‪‬ﻃﹶﻌ‪‬ﺘ‪‬ﻤ‪‬ﻮﻫ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﻓﺈﺫﺍ ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﹾ‪‬ﺃﹶ‬
‫ﺷﻲﺀﹸﻮ‪‬ﻛﹸﻢ‪‬‬ ‫ﻛﻞﻴ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺩ‪‬ﻟ‬ ‫ﻋﻠﻰﻬﹺ‪‬ﻢ‪‬ﻟ‪‬‬ ‫ﺍﻹﺣﺴﺎﻥﺃﹶ‪‬ﻭ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﺂﺋ‪‬‬
‫ﻛﺘﺐ ‪‬ﺣ‪‬ﻮﻥﹶ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬‬ ‫ﺍﷲ ‪‬ﲔ‪‬ﻟﹶﻴ‪‬ﻮ‬ ‫ﺍﻟﺇﻥﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻃ‪‬‬
‫ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﺖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺪ‪‬ﻡ‪ ‬ﻭ‪‬ﻟﹶﺤ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﹾﺨ‪‬ﻨ‪‬ﺰﹺﻳﺮﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹸﻫ‪‬ﻞﱠ ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ‪‬‬
‫ﺫﲝﺘﻢ‪‬ﻓﺄﺣﺴﻨﻮﺍ ‪‬ﺍﻟﺬﲝﺔ ‪‬ﻭﻟﻴﺤﺪ ‪‬ﺃﺣﺪﻛﻢ ‪‬ﺷﻔﺮﺗﻪ‪‬‬ ‫ﻭﺇﺫﺍﺮﹺﺑ‪‬ﻛﻦﹸﻮﻥﹶ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻘﺘﻠﺔ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻤ‪‬ﺸ‪‬‬ ‫ﺇﹺﻧ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬‬
‫‪:‬‬
‫‪“Dan‬ﻞﹶ‪‬‬ ‫ﻗﺎﻝﻛﹶ‬‫ﻭﺳﻠﻢﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶ‬ ‫ﻋﻠﻴﻪﻄ‪‬ﻴﺤ‪‬ﺔﹸ‬
‫‪janganlah‬‬ ‫ﺍﷲ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬‬ ‫‪kamu‬ﺩ‪‬ﻳ‪‬ﺔﹸ‬‫ﺻﻠﻰﺮ‪‬‬
‫‪memakan‬ﺓﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺘ‪‬‬
‫ﺍﻟﻨﱯ‬
‫ﺃﻭﺱﻭ‪‬ﺍﻟﹾﺃﻥﻤ‪‬ﻮ‪‬ﻗﹸﻮﺫﹶ‬ ‫‪binatang-‬ﺨ‪‬ﻨﹺﻘﹶﺔﹸ ‪‬‬ ‫ﺷﺪﺍﺩﻟﹾ‪‬ﻤ‪‬ﻨ‪‬‬ ‫ﻋﻦ ‪‬ﺑﹺﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍ‬ ‫ﺍﻟﻠﹼﻪ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺚ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺂ‬ ‫ﺒ‬ ‫‪‬‬
‫ﺨ‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﻬ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﹶ‬‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻡ‬
‫‪‬‬ ‫ﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻳ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺕ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﺫﺑﻴﺤﺘﻪﻄﱠﻴ‪‬ﺒ‪‬‬
‫ﺍﻟ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﻬ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭﻟﲑﺡ‪‬‬
‫ﻟ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻞ‬
‫ﱡ‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻳ‪‬‬
‫ﻓﺄﺣﺴﻨﻮﺍﺍﹾ‪‬‬
‫‪‬ﻮ‬
‫‪binatang‬‬‫ﻗﺘﻠﺘﻢﺗ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻘﹾﺴِﻤ‬ ‫‪yang‬ﻭ‪‬ﺃﹶﻥ ‪‬‬
‫ﻓﺈﺫﺍ‪‬‬‫ﺷﻲﺀﺼ‪‬ﺐﹺ‬ ‫‪tidak‬ﺍﻟﻨ‪‬‬
‫ﹶﻰ ‪‬‬‫ﻛﻞ ‪‬‬ ‫ﻋﻠﻰﺢ‪‬ﻋ‪‬ﻠ‬ ‫ﺍﻹﺣﺴﺎﻥﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺫﹸﺑﹺ‬
‫‪disebut‬‬ ‫‪nama‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪ ‬ﻭ‪‬‬ ‫ﻛﺘﺐ‪‬ﺫﹶﻛﱠ‬ ‫‪Allah‬ﺇﹺ‪‬ﻻﱠ ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬ ‫ﺍﷲ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺇﻥﺴ‪‬ﺒ‪‬ﻊ‪‬‬
‫‪ketika menyembelihnya. Sesungguhnya‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺷﻔﺮﺗﻪ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺃﺣﺪﻛﻢ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﻟﻴﺤﺪ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﺬﲝﺔ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻓﺄﺣﺴﻨﻮﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻖ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺴ‬
‫‪‬‬ ‫ﺫﲝﺘﻢ‬‫ﻓ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﻜ‬
‫ﹸ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭﺇﺫﺍ‬
‫ﺫ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻡ‬
‫ﹺ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻻ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺍﻟﻘﺘﻠﺔ‬
‫ﺯ‬
‫‪‬‬ ‫ﻷ‬
‫َ‬ ‫ﺑﹺﺎ‬
‫ﻋﻠﻴﻪ‪‬‬ ‫‪perbuatan‬‬ ‫‪yang‬ﻜﹸﺍﷲﻢ‪‬ﺻﻠﻰ ‪‬ﺍﷲ ‪‬‬ ‫ﺭﺳﻮﻝﻠﹶﻴ‪‬‬
‫ﻓﺎﻝ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﻋ‪‬‬ ‫ﻗﺎﻝ‪‬ﺇﹺ‪ :‬ﻻﱠ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬
‫‪semacam‬‬ ‫ﺧﺪﻳﺞﻷَﻧ‪‬ﻌ‪‬ﺎﻡﹺ‬ ‫‪itu‬ﻤ‪‬ﺔﹸ‪‬ﺍ‬ ‫ﺑﻦﻬ‪‬ﹺﻴ‬ ‫ﹸﻢ‪‬ﺑ‪‬‬ ‫‪adalah‬ﻜ ‪‬‬
‫ﺭﺍﻓﻊ‬‫ﻋﻦ ‪‬ﺖ‪‬ﻟﹶ‬ ‫ﺃﹸﺣ‪‬ﻠﱠ‬
‫‪suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan‬‬ ‫ﻭﻟﲑﺡ‪‬ﺫﺑﻴﺤﺘﻪ‬
‫‪‬ﻭﺳﻠﻢ‪:‬ﻣﺎ‪‬ﺍ‪‬ﺮ‪‬ﺍﻟﺪﻡ‪‬‬
‫‪itu‬‬
‫ﺴﻦ‪‬‬ ‫‪membisikkan‬‬‫‪kepada‬ﻋﻠﻴﻪ‪‬ﻓﻜﻞ‪‬ﻟﻴﺲ‪‬ﺍﻟ‬ ‫ﻭﺫﻛﺮ ‪‬ﺍﺳﻢ‪‬ﺍﷲ‬ ‫‪kawan-kawannya‬‬
‫‪agar‬ﻥﱠ‪‬‬ ‫‪mereka‬ﺴ‪‬ﻖ‪ ‬ﻭ‪‬ﺇﹺ‬ ‫‪membantah‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻪ‪ ‬ﻟﹶﻔ‪‬‬ ‫;‪kamu‬ﺬﹾﻛﹶﺮﹺ ‪‬ﺍﺳ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﹼﻪ‪ ‬ﻋ‪‬‬ ‫‪dan‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻟﹶﻢ‪ ‬ﻳ‪‬‬ ‫‪jika‬ﺗ‪‬ﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮﺍﹾ‬ ‫ﻭ‪‬ﻻﹶ ‪‬‬
‫ﻓﻤﺪﻯ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻈﻔﺮﻥﹶ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻣﺎ‪‬ﺎ‪‬ﺗ‪‬ﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮ‬ ‫ﻓﻌﻈﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‬ ‫ﺍﻟﺴﻦ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺎﻓ‪‬ﻊ‪‬‬ ‫ﺃﻣﺎ‪‬ﺩ‪‬ﻑ‪‬ﺀٌ‬ ‫ﻭﺳﺄﺣﺪﺛﻚ‪‬ﻓ‪‬ﻴﻬ‪‬ﺎ‬
‫ﻭﺍﻟﻈﻔﺮﻡ‪‬ﺧ‪‬ﻠﹶﻘﹶﻬ‪‬ﺎ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺍﻷَﻧ‪‬ﻌ‪‬ﺎ‬
‫ﻋﻠﻴﻪﻢ‪‬‬
‫‪kamu‬‬‫ﺍﷲﻤ‪‬ﻮﻫ‪‬‬ ‫ﺻﻠﻰﺃﹶ ‪‬ﻃﹶﻌ‪‬ﺘ‪‬‬ ‫ﺭﺳﻮﻝﹸﻮ‪‬ﻛﹸﺍﷲﻢ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﹾ‬
‫‪menuruti‬‬ ‫‪mereka,‬ﻴ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺩ‪‬ﻟ‬ ‫ﻓﺎﻝ‪‬ﻟ‪‬‬
‫ﻗﺎﻝﻟ‪:‬ﻴ‪‬ﺂ‪‬ﺋ‪‬ﻬﹺﻢ‪‬‬‫ﹶﻰ‪‬ﺃﹶﻭ‪‬‬ ‫ﺧﺪﻳﺞ ‪‬‬‫ﺑﻦ ‪‬ﺣ‪‬ﻮﻥﹶ‪‬ﺇﹺ‬
‫‪sesungguhnya‬ﻟ‬ ‫ﺭﺍﻓﻊ‪‬ﻟﹶﻴ‪‬ﻮ‬ ‫ﺍﻟ‪‬ﻋﻦﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻃ‪‬ﲔ‪‬‬
‫‪kamu tentulah menjadi orang-orang‬‬ ‫ﺍﳊﺒﺸﺔ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﳉﻤﺎﻋﺔ(‪‬‬ ‫‪yang‬‬
‫‪:‬‬ ‫ﺴﻦ‬
‫‪musyrik”.‬‬ ‫ﺍﻟ‬‫‪‬‬ ‫ﻟﻴﺲ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻓﻜﻞ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻋﻠﻴﻪ‬
‫ﺷﺪﺍﺩ ‪‬ﺑﻦ ‪‬ﺃﻭﺱ ‪‬ﺃﻥ ‪‬ﺍﻟﻨﱯ ‪‬ﺻﻠﻰ ‪‬ﺍﷲ ‪‬ﻋﻠﻴﻪ ‪‬ﻭﺳﻠﻢ ‪‬ﻗﺎﻝ‬
‫‪(QS.‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﷲ‬
‫‪Al-An’am‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﺳﻢ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﺫﻛﺮ‬ ‫]‪[6‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﺪﻡ‬
‫)‪:121‬‬‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻥ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺍ‪‬ﺮ‬‫ﹸﻮ‬ ‫ﻛ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺮ‬
‫ﹺ‬‫ﻣﺎ‬ ‫ﺸ‬
‫‪‬‬ ‫‪:‬‬
‫ﻤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‪‬ﻟﹶ‬ ‫ﺇﹺﻧ‪‬ﻋﻦﻜﹸ ‪‬ﻢ‪‬‬
‫‪‬‬
‫ﻓﻤﺪﻯ‪‬‬
‫ﻓﺄﺣﺴﻨﻮﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﻈﻔﺮ‬ ‫‪‬‬‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﺍﻣﺎ‬
‫ﺚ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫‪‬ﺂ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻓﻌﻈﻢ‬
‫‪‬‬
‫ﺨ‬ ‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬‫ﻬ‬
‫ﹺ‬ ‫ﺍﻟﺴﻦ‬
‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﹶ‬‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻡ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺮ‬
‫‪‬‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬‫ﺃﻣﺎ‬ ‫ﻳ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﺳﺄﺣﺪﺛﻚ‬
‫ﺕ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻄ‬
‫ﱠ‬ ‫ﺍﻟ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﻬ‬
‫‪‬‬‫‪‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹶ‬‫‪‬‬‫ﻭﺍﻟﻈﻔﺮ‬
‫ﻞ‬
‫ﱡ‬ ‫ﺤ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻳ‪‬‬
‫ﺻﻠﻰ‪‬‬ ‫ﻗﺘﻠﺘﻢ‪‬ﺍﷲ ‪‬‬ ‫ﺭﺳﻮﻝ‬ ‫ﺷﻲﺀ ‪‬ﺃﻥ ‪‬ﻓﺈﺫﺍ ‪‬‬ ‫ﻛﻞ ‪‬ﻋﻨﻪ ‪‬‬ ‫ﺭﺿﻲ‪‬ﺍﷲ‬ ‫ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ‪‬ﻋﻠﻰ‬ ‫ﺃﻣﺎﻣﺔ ‪‬ﺍﻟﺒﺎﻫﻠﻲ‬ ‫ﺃﰊ ‪‬ﻛﺘﺐ ‪‬‬ ‫ﻋﻦ ‪‬ﺍﷲ ‪‬‬ ‫ﺇﻥ ‪‬‬
‫ﺍﳉﻤﺎﻋﺔ(‪“(Yaitu) orang yang‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬‬ ‫ﺍﳊﺒﺸﺔ‪)‬‬
‫‪‬ﺍﷲ ‪‬‬
‫‪menghalalkan‬‬
‫ﻳﻜﻦ‪‬‬ ‫ﺷﻔﺮﺗﻪ‬
‫‪bagi‬‬ ‫ﺃﺣﺪﻛﻢ‪‬ﱂ ‪‬‬‫‪mereka‬ﻣﺎ‬ ‫ﺍﻷﻭﺩﺍﺝ ‪‬‬ ‫ﻭﻟﻴﺤﺪ ‪‬‬ ‫ﺃﻓﺮﻯ ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺬﲝﺔ ‪‬‬
‫‪segala‬‬ ‫ﻛﻞ ‪‬ﻣﺎ ‪‬‬ ‫ﻓﺄﺣﺴﻨﻮﺍ‬ ‫ﺫﲝﺘﻢ‪‬ﻗﺎﻝ ‪:‬‬
‫‪yang‬‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‬ ‫‪baik‬‬
‫ﻭﺇﺫﺍ ‪‬‬ ‫‪ dan‬ﻋﻠﻴﻪ ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻘﺘﻠﺔ‬
‫ﺃﹸ ‪‬ﺣ‪‬ﻠﱠﺖ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬ﺑ‪‬ﻬﹺﻴﻤ‪‬ﺔﹸ‪‬ﺍﻷَﻧ‪‬ﻌ‪‬ﺎﻡﹺ‪‬ﺇﹺﻻﱠ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬‬
‫ﺫﺑﻴﺤﺘﻪﺃﻭ‪‬ﺣﺰ‪‬ﻇﻔﺮ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ(‪‬‬ ‫ﻭﻟﲑﺡ‪‬ﻧﺎﺏ‪‬‬ ‫ﻗﺮﺽ‬
‫‪‬ﻋﻦ ‪‬ﺃﰊ ‪‬ﺃﻣﺎﻣﺔ ‪‬ﺍﻟﺒﺎﻫﻠﻲ ‪‬ﺭﺿﻲ ‪‬ﺍﷲ ‪‬ﻋﻨﻪ ‪‬ﺃﻥ ‪‬ﺭﺳﻮﻝ ‪‬ﺍﷲ ‪‬ﺻﻠﻰ‪‬‬
‫‪698‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻳﻜﻦ‪‬‬ ‫ﺍﻷﻭﺩﺍﺝ‪‬ﺗ‪‬ﺄﹾ‪‬ﻛﹸﻠﻣﺎﹸﻮ‪‬ﻥﹶﱂ‪‬‬ ‫ﺃﻓﺮﻯﻓ‪ ‬ﻊ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‬ ‫ﻛﻞ ‪‬ﻑ‪‬ﻣﺎﺀٌ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺎ‬ ‫ﻗﺎﻝﻓ‪‬ﻴ‪:‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺩ‪‬‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬‬ ‫ﻋﻠﻴﻪ‪‬ﺧ‪‬ﻠﹶﻘﹶﻬ‪‬ﺎ‬ ‫ﺍﷲﻷَ‪‬ﻧ‪‬ﻌ‪‬ﺎﻡ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺍ‬
‫ﻋﻦ ‪‬ﺭﺍﻓﻊ ‪‬ﺑﻦ ‪‬ﺧﺪﻳﺞ ‪‬ﻗﺎﻝ‪ :‬ﻓﺎﻝ ‪‬ﺭﺳﻮﻝ ‪‬ﺍﷲ ‪‬ﺻﻠﻰ ‪‬ﺍﷲ ‪‬ﻋﻠﻴﻪ‬
‫ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ‪(‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻋﻠﻴﻪ‪‬ﻓﻜﻞ‪‬ﻟﻴﺲ‪‬ﺍﻟﺴﻦ‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﺳﻢ‪‬ﺍﷲ‬ ‫ﻭﺫﻛﺮ‬ ‫ﻇﻔﺮ‪)‬‬ ‫ﺍﻟﺪﻡ‪‬‬ ‫ﺍ‪‬ﺮ‪‬ﺣﺰ‪‬‬ ‫ﻧﺎﺏﻣﺎ‪‬ﺃﻭ‪‬‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‪:‬‬ ‫ﻗﺮﺽ‬
‫ﺑﹺﺎﻷَﺣ‪‬ﺯ‪‬ﺮ‪‬ﻣ‪‬ﻻﹶﻡﹺ‪‬ﺫﹶﻟ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬ﻓ‪‬ﺴ‪‬ﻖ‪‬‬
‫‪‬ﺎ‪‬ﺃﹸﻔ‪‬ﻫ‪‬ﺴ‪‬ﻞﻖ‪‬ﱠ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﺮﹺ‪‬ﻥﱠ‪‬‬ ‫ﺖﻠ‪‬ﹸﻮﺍﹾﻋ‪‬ﻠﹶ‪‬ﻴ‪‬ﻣ‪‬ﻜﹸﻤ‪‬ﺎﻢ‪‬ﺍﻟﹶﻟﹾﻢ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻳ‪‬ﺔﺬﹾﹸ‪‬ﻛﹶﻭ‪‬ﺍﺮﹺﻟﹾ ‪‬ﺪ‪‬ﺍﻡ‪‬ﺳ‪‬ﻭ‪‬ﻢ‪‬ﻟﹶ‪‬ﺤ‪‬ﺍﻟﻠﹼﻢﻪ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﻋ‪‬ﻠﹶﺨ‪‬ﻴ‪‬ﻨ‪‬ﻪ‪‬ﺰﹺﻳ‪‬ﺮﻭ‪‬ﹺ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻭ‪‬ﻪ‪‬ﻣ‪‬ﻟﹶ‬ ‫ﻭ‪‬ﻻﹶ ‪‬ﺗ‪‬ﺄﹾﻛﹸ‬
‫ﹸﻮﻴ‪‬ﺩ‪‬ﻳ‪‬ﻪ‪‬ﻛﹸﺔﹸ‪‬ﻢ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻭﻭ‪‬ﻧ‪‬ﺇﹺ‪‬ﺍﻟﻪ‪‬ﻨ‪‬ﻥﹾ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻄﺃﹶ‪‬ﻴﻔ‪‬ﻃﹶﺤ‪‬ﺴ‪‬ﻌ‪‬ﺔﹸﺘ‪‬ﻖ‪‬ﻤ‪‬ﻭ‪‬ﻮﻭ‪‬ﻣﺇﹺﻫ‪‬ﺎ‪‬ﻥﱠﻢ‪‬‬ ‫ﺠ‪‬ﺎﻤ‪‬ﺩ‪‬ﺘ‪‬ﻟﺮ‪‬‬ ‫ﹶﻰﻭ‪‬ﺍﺃﹶﻟﹾﻭ‪‬ﻤ‪‬ﻟ‪‬ﻴﻮ‪‬ﺂﻗﺋ‪‬ﹸﻮﻬﹺﺫﹶﻢ‪‬ﺓﹸ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾ‬ ‫ﺍﻟ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻠﹼﻴﻪ‪‬ﺎ ‪‬ﻃ‪‬ﺑﹺﻪ‪‬ﲔ‪‬ﻟﹶﻭﻴ‪‬ﺍﻟﹾ‪‬ﻮﻤ‪‬ﻨ‪‬ﺣ‪‬ﻮﺨ‪‬ﻨﹺﻥﹶﻘﹶ‪‬ﺇﹺﺔﹸﻟ ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﻻﹶ ‪‬ﺗ‪‬ﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮﺍﹾ ‪‬ﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ ‪‬ﻟﹶﻢ‪ ‬ﻳ‪‬ﺬﹾﻛﹶﺮﹺ ‪‬ﺍﺳ‪‬ﻢ‪ ‬ﺍﻟﻠﹼﻪ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶ‬
‫‪HIMPUNAN‬ﺼ‪‬ﺐﹺ ‪‬ﻭ‪‬ﺃﹶﻥ‪‬‬ ‫‪FATWA‬ﺢ‪ ‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻰ ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬‬ ‫‪MAJELIS‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺫﹸﺑﹺ‬ ‫‪ULAMA‬ﺎ ‪‬ﺫﹶﻛﱠﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﹸﻮﺇﹺﻥﹶﻻﱠ‪ ‬ﻣ‬ ‫‪INDONESIA‬ﻊ‪‬ﻛ ‪‬‬ ‫ﺇﹺﻧ‪‬ﺃﹶﻜﹸﻛﹶﻢ‪‬ﻞﹶﻟﹶﻤ‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﺴ‪‬ﺮﹺﺒ‪‬‬
‫ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻃ‪‬ﲔ‪‬ﻟﹶﻴ‪‬ﻮﺣ‪‬ﻮﻥﹶ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ‪‬ﺃﹶﻭ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﺂﺋ‪‬ﻬﹺﻢ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺩ‪‬ﻟﹸﻮﻛﹸﻢ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﹾ‪‬ﺃﹶﻃﹶﻌ‪‬ﺘ‪‬ﻤ‪‬ﻮﻫ‪‬ﻢ‪‬‬
‫‪mengharamkan‬‬ ‫‪bagi‬ﻟﹾﺨ‪‬ﺒ‪‬ﺂﺋ‪‬ﺚﹶ‪‬‬ ‫‪mereka‬ﻋ‪‬ﻠﹶﺴ‪‬ﻴ‪‬ﻖﻬﹺ‪‬ﻢ‪‬ﺍ‬ ‫ﺕ‪‬ﻡﹺ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺫﹶﻟ‪‬ﺤ‪‬ﻜﹸﺮ‪‬ﻢﻡ‪‬ﻓ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺗ‪‬ﺤ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻞﱡﻘﹾ‪‬ﻟﹶﺴِﻬ‪‬ﻤﻢ‪‬ﻮ‪‬ﺍﺍﻟﹾ‪‬ﺑﹺﺎﻄﱠﻴ‪‬ﺒﻷَ‪‬ﺎﺯ‪‬ﻻﹶ‬
‫‪segala‬‬ ‫‪yang‬ﻤ‪‬ﺸ‪‬ﺮﹺﻛﹸﻮﻥﹶ‪‬‬ ‫ﺇﹺﻧ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬ﻟﹶ‬
‫)‪buruk” (QS. Al-A’raf [7]: 157‬‬ ‫‪‬‬
‫ﹶﻰ‪‬ﺨﻋ‪‬ﻋ‪‬ﺒﻠﹶﻠﹶ‪‬ﺂﻴ‪‬ﻴ‪‬ﺋ‪‬ﻪﻜﹸ‪‬ﺚﹶﻭ‪‬ﻢ‪‬ﺇﹺ‪‬ﻧ‪‬ﻪ‪‬ﻟﹶﻔ‪‬ﺴ‪‬ﻖ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﱠ‪‬‬ ‫‪‬ﺍﻟ‪‬ﻠﹼﺍﻪﻟﹾ‬
‫ﹺ‪‬ﺍﻋ‪‬ﺳ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻢﻬﹺﻢ‪‬‬ ‫ﹸﻮﺍﺍﻟﹾ‪‬ﻣ‪‬ﻄﱠﻴ‪‬ﺒﻤ‪‬ﺎ‪‬ﺎ‪‬ﻟﹶﺕ‪‬ﻢ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻳ‪‬ﺬﹾﺤ‪‬ﻛﹶﺮ‪‬ﺮﻡ‪‬‬
‫ﺃﹸﺣ‪‬ﻠﱠﺖ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬ﺑ‪‬ﻬﹺﻴﻤ‪‬ﺔﹸ‪‬ﺍﻷَﻧ‪‬ﻌ‪‬ﺎﻡﹺ‪‬ﺇﹺﻻﱠ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﻠ‬
‫ﻭ‪‬ﻳ‪‬ﻭ‪‬ﺤ‪‬ﻻﹶ‪‬ﻞﱡﺗ‪‬ﺄﹾﻟﹶﻬ‪‬ﻛﹸﻠﻢ‪‬‬
‫‪“Dihalalkan‬ﹾ‪‬‬
‫‪ bagimu‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺩ‪‬ﻟﹸﻮﻛﹸﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥ‬ ‫‪binatang‬ﹶﻰ ‪‬ﺃﹶﻭ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﺂﺋ‪‬ﻬﹺﻢ‪‬‬ ‫ﲔ‪ ‬ﻟﹶﻴ‪‬ﻮﺣ‪‬ﻮﻥﹶ ‪‬ﺇﹺﻟ‬ ‫‪ternak,‬‬ ‫‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻃ‪‬‬
‫‪kecuali‬‬ ‫‪yang‬ﻣ‪‬ﺆ‪‬ﻣ‪‬ﻨﹺﲔ‪‬‬ ‫‪akan‬ﻴ‪‬ﺑﻜﹸﹺﺂﻳﻢ‪‬ﺎﺗ‪‬ﻪ‪‬‬ ‫ﹺﻥ‪‬ﹶﻰﻛ‪‬ﹸﻨﺘ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻢ‬ ‫‪dibacakan‬ﺇﻳ‪‬ﺘ‪‬ﻠ‬
‫‪‬ﺍﻟ‪‬ﺎﺮﹺﻠﹼﻡﹺﻪﻛ‪‬ﺇﹺ‪‬ﹸﻮﻋ‪‬ﻻﱠﻥﹶﻠﹶ‪‬ﻴ‪‬ﻣﻪ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫‪kepadamu”.‬ﺔﹸ‪‬ﺍ‪‬ﺍﺳ‪‬ﻷَﻢﻧ‪‬ﻌ‬ ‫‪‬ﺎ‪‬ﺑ‪‬ﺫﹸﻬﹺﻴﻛ‪‬ﺮﻤ‪‬‬ ‫ﹸﻮﺍ‪‬ﻤﹾ‪‬ﻟﹶﻣ‪‬ﻜﻤﹸﻢ‪‬‬ ‫ﺃﹸ‪‬ﻓﹶﺣ‪‬ﻠﱠﻜﹸﻠﺖ‪‬‬
‫‪Al-Maidah‬ﻥﹶ‪‬‬ ‫]‪[5‬ﻊ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺗ‪‬ﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮ‬ ‫)‪:1‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺎﻓ‪‬‬ ‫ﻑ‪‬ﺀٌ‪‬‬ ‫‪‬ﻮﻫ‪‬ﺧ‪‬ﻠﹶﻢﻘﹶ‪‬ﺇﹺﻬﻧ‪‬ﺎ‪‬ﻜﹸﻟﹶﻢﻜﹸ‪‬ﻟﹶﻢ‪‬ﻤ‪‬ﻓ‪‬ﻴﺸ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺩ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺍﺃﹶﻷَﻃﹶﻧ‪‬ﻌ‪‬ﻌﺘ‪‬ﺎﻡ‪‬‬
‫‪(QS.‬‬ ‫‪‬‬
‫‪‬‬
‫ﺚ‪‬ﻭ‪‬ﹶ‪‬ﺗ‪‬ﻣﺄﹾ‪‬ﺎ‪‬ﻛﺃﹸﻠﻫ‪‬ﹸﻮﻞﻥﹶﱠ‪‬ﻟ‪‬ﻐ‪‬ﻴ‪‬ﺮﹺ‪‬‬ ‫‪‬ﺍﻟﹾﻟﹾﻊ‪‬ﺨ‪‬ﺨ‪‬ﻨ‪‬ﺒﻭ‪‬ﺰ‪‬ﺂﻣ‪‬ﹺﻳﺋ‪‬ﻨ‪‬ﺮﻬﹺ‪‬ﺎ‬
‫ﻑ‪‬ﺀٌﻭ‪‬ﻋ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻭ‪‬ﺤ‪‬ﻬﹺﻣ‪‬ﻨﻢﻢ‪‬ﺎ‪‬ﻓ‪‬ﺍ‬ ‫ﺕﺘ‪‬ﻓ‪‬ﺔ‪‬ﻴﹸ‪‬ﻭ‪‬ﻬﻳ‪‬ﻭ‪‬ﺎ‪‬ﺍ‪‬ﻟﹾﺤ‪‬ﺩ‪‬ﺪ‪‬ﺮ‪‬ﻡﻡ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺍﻟﻜﹸ‪‬ﺎ‪‬ﻢﻄﱠﻟﹶﻴ‪‬ﺍﺒﻟﹾﻜﹸ‪‬ﺎﻤ‪‬ﻢ‪‬ﻴ‪‬‬
‫ﺤ‪‬ﺎﻞﻡ‪‬ﺖﱡ‪‬ﻟﹶ‪‬ﺧﻬ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻢﻴ‪‬ﻘﹶﻬ‬ ‫ﻭ‪‬ﺍﻭ‪‬ﺣ‪‬ﻳ‪‬ﻷَﻧ‪‬ﺮ‪‬ﻌﻣ‪‬‬
‫‪:“Dan‬‬ ‫‪telah‬ﻋﻠﻴﻪ ‪‬ﻭﺳﻠﻢ ‪‬ﻗﺎﻝ‬ ‫‪binatang‬ﻦ ‪‬ﺃﻭﺱ ‪‬ﺃﻥ ‪‬ﺍﻟﻨﱯ ‪‬ﺻﻠﻰ ‪‬ﺍﷲ ‪‬‬ ‫ﻋﻦ ‪‬ﺷﺪﺍﺩ ‪‬ﺑ‬
‫‪Dia‬ﺤ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫‪menciptakan‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺘ‪‬ﺮ‪‬ﺩ‪‬ﻳ‪‬ﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﻄ‪‬ﻴ‬ ‫‪‬ﺍﻟﻠﹼﻪ‪ ‬ﺑﹺﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻨ‪‬ﺨ‪‬ﻨﹺﻘﹶﺔﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﻮ‪‬ﻗﹸﻮﺫﹶﺓﹸ ‪‬‬
‫ﻓﺄﺣﺴﻨﻮﺍ‪‬‬
‫ﻗﺘﻠﺘﻢ ‪ternak‬‬ ‫‪untuk‬‬ ‫;‪kamu‬ﻓﺈﺫﺍ ‪‬‬ ‫‪padanya‬ﻛﻞ ‪‬ﺷﻲﺀ‬ ‫‪ada‬ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ‪‬ﻋﻠﻰ‬ ‫)‪(bulu‬ﻛﺘﺐ ‪‬‬ ‫ﺇﻥ ‪‬ﺍﷲ ‪‬‬
‫‪:yang‬‬‫ﻗﺎﻝﹶﻥ‪‬‬ ‫ﻭﺳﻠﻢﺐﹺ‪‬ﻭ‪‬ﺃ‬ ‫ﻋﻠﻴﻪﻢ‪‬‬
‫‪menghangatkan‬ﺼ‪‬‬
‫‪‬ﺍﻟﻨ‪‬‬ ‫ﹶﻰ‬ ‫ﻠ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺢ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺑ‬
‫ﹺ‬ ‫ﺻﻠﻰ‬
‫ﺫ‬
‫ﹸ‬ ‫‪‬‬
‫ﹸﻢ‪‬ﺑ‪‬ﻬﹺﻴﻤ‪‬ﺔﹸ‪‬ﺍﻷَﻧ‪‬ﻌ‪‬ﺎﻡﹺ‪‬ﺇﹺﻻﱠ‪ ‬ﺎ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﻠﹶﻰ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻜﹸ‬ ‫‪‬ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﻨﱯ‬
‫ﻢ‬
‫‪‬‬ ‫ﺘ‬
‫‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻛ‬
‫ﱠ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺃﻥ‬
‫ﺫ‬
‫ﹶ‬
‫‪dan‬‬‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺃﻭﺱ‬‫‪‬‬ ‫ﱠ‬‫ﻻ‬ ‫ﺇ‬
‫ﹺ‬‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺷﺪﺍﺩﺴ‪‬ﺒ‪‬ﻜﺑﻊ‪‬ﻦ‬
‫‪berbagai-‬‬ ‫ﻋﻦﻛﹶﺣ‪‬ﻠﱠﻞﹶﺖ‪‬ﺍﻟ‪‬ﻟﹶ‬ ‫ﺃﹶﹸ‬
‫ﺷﻔﺮﺗﻪ‪‬‬ ‫‪bagai‬‬ ‫ﺃﺣﺪﻛﻢ ‪‬‬ ‫‪manfa’at,‬‬ ‫‪dan‬ﻭﻟﻴﺤﺪ ‪‬‬ ‫‪sebahagiannya‬ﺍﻟﺬﲝﺔ ‪‬‬ ‫‪kamu‬ﻭﺇﺫﺍ ‪‬ﺫﲝﺘﻢ ‪‬ﻓﺄﺣﺴﻨﻮﺍ ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻘﺘﻠﺔ ‪‬‬
‫ﻛﻞ‪‬ﺷﻲﺀ ‪‬ﻓﺈﺫﺍ ‪‬ﻗﺘﻠﺘﻢ ‪‬ﻓﺄﺣﺴﻨﻮﺍ‪‬‬ ‫ﻋﻠﻰﻓ‪‬‬ ‫)‪5‬ﻜﹸﻢ‪‬‬ ‫ﺍﻹﺣﺴﺎﻥﻟ‪‬‬
‫ﻛﺘﺐﺑ‪‬ﹺﺎﻷَﺯ‪‬ﻻﹶﻡﹺ‪‬ﺫﹶ‬ ‫ﺍﷲ ‪‬ﺴِﻤ‪‬ﻮﺍﹾ‪‬‬ ‫ﺇﻥ ‪‬ﺴ‪‬ﺘ‪‬ﻘﹾ‬
‫ﺴ‪‬ﻖ‪makan. (QS. Al-Nahl‬‬ ‫‪[16]:‬‬ ‫ﺗ‪‬‬
‫ﺷﻔﺮﺗﻪ‪‬‬ ‫ﺃﺣﺪﻛﻢﻠ ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺫﺑﻴﺤﺘﻪ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﻟﲑﺡ‬
‫ﹸﻮﻥﹶ ‪‬‬ ‫ﻭﻟﻴﺤﺪﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻬ‪‬ﺎ‪‬ﺗ‪‬ﺄﹾﻛﹸ‬ ‫ﺍﻟﺬﲝﺔﻭ‪ ‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬ﺎﻓ‪‬ﻊ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫ﻓﺄﺣﺴﻨﻮﺍﺩ‪‬ﻑ‪‬ﺀٌ‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬ﻓ‪‬ﻴﻬ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﺫﲝﺘﻢ‬ ‫ﻭﺇﺫﺍ ‪‬ﺧ‪‬ﻠﹶﻘﹶﻬ‬ ‫ﺍﻟﻘﺘﻠﺔﻷَﻧ‪‬ﻌ‪‬ﺎﻡ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺍ‬
‫‪Hadis Rasulullah s.a.w.; antara lain:‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺫﺑﻴﺤﺘﻪﻣ‪‬ﻤ‪‬ﺎ‪‬ﻟﹶﻢ‪‬ﻳ‪‬ﺬﹾﻛﹶﺮﹺ‪‬ﺍﺳ‪‬ﻢ‪‬ﺍﻟﻠﹼﻪ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻧ‪‬ﻪ‪‬ﻟﹶﻔ‪‬ﺴ‪‬ﻖ‪‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﱠ‪‬‬ ‫ﻭﻟﲑﺡﺗ‪‬ﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮﺍﹾ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﻻﹶ‪‬‬
‫ﻋﻠﻴﻪ‪‬‬ ‫ﺍﷲﺎ‪‬ﻝﹶ‪:‬‬ ‫ﺻﻠﻰﻢ‪‬ﻗﹶ‬ ‫ﺍﷲﻪ‪‬ﻭ‪‬ﺳ‪‬ﻠﱠ‬ ‫ﻰ‪‬ﺍﷲ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬‬ ‫ﻓﺎﻝﺻ‪‬ﻠﱠﺭﺳﻮﻝ‬ ‫ﻗﺎﻝﻨ‪‬ﺒﹺ‪ :‬ﻲ‪‬‬ ‫ﺧﺪﻳﺞﺃﹶ‪‬ﻥﹶّ‪‬ﺍﻟ‬ ‫ﻦ‪‬ﺃﹶﻭ‪‬ﺱﹴ‪‬‬ ‫ﺭﺍﻓﻊﺍﺩ‪‬ﺑ‪‬ﺑﻦ ‪‬‬ ‫ﻋﻦﻦ‪‬ﺷ‪‬ﺪ‪‬‬ ‫ﻋ‪‬‬
‫‪‬ﺍﻟﺸ‪‬ﻴ‪‬ﺎﻃ‪‬ﲔ‪ ‬ﻟﹶﻴ‪‬ﻮﺣ‪‬ﻮﻥﹶ ‪‬ﺇﹺﻟﹶﻰ ‪‬ﺃﹶﻭ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﺂﺋ‪‬ﻬﹺﻢ‪ ‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﺠ‪‬ﺎﺩ‪‬ﻟﹸﻮﻛﹸﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﺇﹺﻥﹾ‪‬‬
‫ﺴﻦ‪‬‬ ‫ﺍﷲ‪‬ﻗﹶﺘ‪‬ﺍﻟﻠﹾﺘﻢ‪‬‬ ‫ﻟﻴﺲ‪‬‬ ‫ﺻﻠﻰﺫﹶ‪‬ﺍ‬‫ﻓﻜﻞﻓﹶ‪‬ﺈﹺ‬‫ﺍﷲ‪‬ﻲ‪‬ﺀٍ ‪‬‬ ‫‪‬ﺷ‬‫ﺍﷲ‪‬ﻞﱢﻋﻠﻴﻪ‬ ‫ﺍﺳﻢ‪‬ﻛ‬ ‫ﻓﺎﻝ ‪‬ﻰ‬ ‫ﻭﺫﻛﺮ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶ‬ ‫ﺍﻟﺪﻡﺣ‪‬ﺴ‪‬ﺎﻥﹶ‬ ‫ﺐ‪ ‬ﺍﻹِ‬ ‫‪ :‬ﻣﺎﻛﹶ‪‬ﺘ‪‬ﺍ‪‬ﺮ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‪‬ﺍﷲَ‬ ‫ﺇﹺﻥﱠ‬
‫ﻋﻠﻴﻪ‪‬‬ ‫ﺭﺳﻮﻝ ‪‬‬ ‫ﺧﺪﻳﺞ ‪‬ﺸ‪‬ﺮﹺﻗﺎﻝﻛ‪:‬ﹸﻮ‪‬ﻥﹶ ‪‬‬ ‫ﺑﻦﺇﹺﻧ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬ﻟﹶﻤ‪‬‬ ‫ﺭﺍﻓﻊﻫ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﺃﹶﻋﻦﻃﹶ‪‬ﻌ‪‬ﺘ‪‬ﻤ‪‬ﻮ‬
‫ﻓﻤﺪﻯ‪‬‬‫ﻟﻴﺲﻟﹾ‪‬ﻴ‪‬ﺍﻟﺤ‪‬ﺪ‪‬‬
‫ﺴﻦ‬ ‫ﺍﻟﻈﻔﺮ‪ ‬ﻭ‪‬‬ ‫ﻓﻜﻞﺤ‪‬ﺔﹶ‬ ‫‪‬ﺍﻟﺬﱢ‪‬ﺑ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻣﺎ‬
‫ﻋﻠﻴﻪ‪‬‬ ‫ﻓﻌﻈﻢ‪‬ﻨ ‪‬ﻮ‪‬ﺍ‬ ‫ﺍﺳﻢﻓﹶﺄﹶ‪‬ﺣ‪‬ﺍﷲ‪‬ﺴِ‬ ‫ﺍﻟﺴﻦ ‪‬‬ ‫ﺤ‪‬ﺘ‪‬ﻢ‪‬‬ ‫ﻭﺫﻛﺮ‬ ‫ﺃﻣﺎﺫﹶﺑ‪‬‬
‫ﺍﻟﺪﻡﺇﺫﹶ‪‬ﺍ‪ ‬‬ ‫ﻭﺳﺄﺣﺪﺛﻚ‬
‫ﺍ‪‬ﺮﺔﹶ‪ ‬ﻭ‪‬‬ ‫‪:‬ﺍﻣﺎ‪‬ﺍﻟﻘ‪‬ﺘ‪‬ﻠﹶ‬ ‫ﻭﺍﻟﻈﻔﺮﻨ‪ ‬ﻮ‪‬‬‫ﻭﺳﻠﻢﺴِ‬ ‫ﻓﹶﺄﹶﺣ‪‬‬
‫ﻭﺍﻣﺎﺚ‪‬ﹶ‪‬ﺍﻟﻈﻔﺮ ‪‬ﻓﻤﺪﻯ‪‬‬ ‫ﻓﻌﻈﻢﺨ‪‬ﺒ‪‬ﺂﺋ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺴﻦﻠﹶ‪‬ﻴ‪‬ﻬﹺﻢ‪‬ﺍﻟﹾ‬ ‫ﺃﻣﺎ‪‬ﺫﹶﺑﹺﺤ‪‬ﻴ‪‬ﺮ‪‬ﺤ‪‬ﻡﺘ‪‬ﻪ‪‬ﻋ‪‬‬‫ﺡ‪‬ﻭ‪‬ﻳ‪‬‬‫ﺍﳉﻤﺎﻋﺔ‪(‬‬
‫ﺕ‪‬‬ ‫ﻭﺳﺄﺣﺪﺛﻚﺮﹺ‬
‫‪‬ﺍﻟﺗ‪‬ﻪ‪‬ﻄﱠ‪‬ﻴ‪‬ﺒﻭ‪‬ﺎﻟﹾﻴ‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩﺮ‪‬‬
‫ﻭﺍﻟﻈﻔﺮﻞﱡ‪‬ﻢ‪)‬ﻟﹶ‪‬ﻬ‪‬ﺷ‪‬ﻢﻔﹾ‬ ‫ﺍﳊﺒﺸﺔﻛﹸ‬ ‫ﺃﹶﻭ‪‬ﻳ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪‬ﺤ‪‬‬
‫‪”Dari Syidad bin‬‬ ‫‪. Aus ra.‬‬ ‫‪bahwasanya‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺍﳉﻤﺎﻋﺔ(‬ ‫ﺍﳊﺒﺸﺔ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬‬
‫ﺭﺳﻮﻝ‪‬ﺍﷲ ‪‬ﺻﻠﻰ‪‬‬
‫‪rasulullah‬‬
‫ﹶﻰ‪‬ﺃﻥﻋ‪‬ﻠﹶ‪‬ﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬‬
‫‪saw‬‬ ‫ﻋﻨﻪ ‪‬‬ ‫ﺍﷲ ‪‬‬
‫‪bersabda:‬‬
‫‪‬ﺎ‪‬ﻳ‪‬ﺘ‪‬ﻠ‬ ‫‪berbuat‬ﱠ‪‬ﻣ‬ ‫ﺭﺿﻲ ‪‬ﻻ‬ ‫ﺍﻟﺒﺎﻫﻠﻲﻷَ‪‬ﻧ‪‬ﻌ‪‬ﺎﻡﹺ‪‬ﺇﹺ‬ ‫ﹸﻢ‪‬ﺑ‪‬ﻬﹺﻴﻤ‪‬ﺔ‬
‫‪Sesungguhnya‬‬
‫‪baik‬ﹸ‪‬ﺍ‬ ‫ﺃﻣﺎﻣﺔ‬ ‫ﺖ‪‬ﻟﹶﻜ‬ ‫ﺃﹸﻋﻦﺣ‪‬ﻠﱠﺃﰊ‬
‫ﻳﻜﻦ‪‬‬ ‫‪‬‬‫‪Allah‬‬
‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﷲ‬
‫ُ‬
‫‪hal.‬ﻣﺎ ‪‬ﱂ ‪‬‬
‫‪mengharuskan‬‬
‫ﻰ‪‬ﺍ‬ ‫ﻠ‬
‫ﱠ‬ ‫ﺻ‬
‫‪‬‬
‫ﺍﻷﻭﺩﺍﺝ ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﷲ‬
‫ِ‬ ‫‪‬ﺍ‬ ‫ﻝ‬
‫ﹸ‬ ‫ﻮ‬
‫‪‬‬
‫ﺃﻓﺮﻯ ‪‬‬ ‫ﺳ‬
‫‪‬‬ ‫ﺭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻝ‬
‫ﹶ‬ ‫ﹶﺎ‬ ‫ﻗ‬ ‫‪:‬‬ ‫ﻝ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻗ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺞ‬
‫ﹴ‬ ‫ﻳ‬
‫‪‬‬ ‫ﺪ‬
‫‪‬‬ ‫ﺧ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪terhadap‬‬
‫ﻦ‬
‫ﹺ‬ ‫‪‬ﺑ‬ ‫ﻊ‬
‫ﹴ‬ ‫ﻓ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﷲﻦ‪ ‬ﺭ‪‬ﺍ‬ ‫‪‬ﻋ‪‬‬
‫‪segala‬‬ ‫‪Untuk‬‬ ‫‪itu,bila‬‬ ‫‪kalian‬ﻛﻞ ‪‬ﻣﺎ‬ ‫‪membunuh,‬ﻗﺎﻝ ‪:‬‬ ‫ﻋﻠﻴﻪ ‪‬ﻭﺳﻠﻢ‬
‫ﺻﻠﻰ‪‬‬ ‫ﺭﺳﻮﻝﻓﹶ‪‬ﻜﹸﺍﷲﻞﹾ ‪‬ﻟﹶﻴ‪‬ﺲ‪‬‬
‫‪bunuhlah‬‬ ‫‪dengan‬ﻴ‪‬ﻪ‪ ‬‬ ‫ﺃﻥﷲِ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶ‬ ‫ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ‪(‬ﺍ‬
‫‪cara‬ﺳ‪‬ﻋﻨﻪﻢ‪‬‬ ‫ﺍﷲ ‪‬ﺍ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﻛﹶﺮ‪‬‬ ‫ﺭﺿﻲﺫﹶ‬ ‫‪yang‬ﻭ‪‬‬‫ﻇﻔﺮﻡ‪) ‬‬ ‫ﺍﻟﺒﺎﻫﻠﻲﺪ‪‬‬‫‪baik‬ﺍﻟ‬ ‫ﺃﻣﺎﻣﺔﺃﻭ‪‬ﺃﹶ‪‬ﻧ‪‬ﻬ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫‪dan‬ﺎ‬
‫ﻧﺎﺏﻣ‪‬‬ ‫‪bila‬ﻢ‪‬ﺃﰊ‪ :‬‬ ‫ﻋﻦﺳ‪‬ﻠﱠ‬ ‫ﻭ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫ﻥ‬
‫ﹶ‬ ‫ﹸﻮ‬ ‫ﻠ‬ ‫ﻛ‬
‫ﹸ‬ ‫ﺄ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺗ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻨ‬
‫‪‬‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬‫‪‬‬ ‫ﻊ‬ ‫ﻓ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬ ‫ﻭ‬
‫‪‬‬ ‫ٌ‪‬‬ ‫ﺀ‬ ‫ﻑ‬
‫‪‬‬ ‫ﺩ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﻬ‬ ‫‪‬ﻴ‬ ‫ﻓ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻢ‬ ‫ﹸ‬
‫ﻜ‬ ‫ﻟ‬
‫ﹶ‬‫ﺣﺰ‬ ‫‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻘ‬
‫ﹶ‬ ‫ﻠ‬
‫ﹶ‬ ‫ﺧ‬
‫‪‬‬‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻡ‬ ‫‪‬ﺎ‬‫ﻌ‬ ‫ﻧ‬
‫‪‬‬ ‫ﻗﺮﺽ‬
‫ﻷ‬
‫َ‬ ‫‪‬ﺍ‬‫ﻭ‬
‫ﻳﻜﻦ‪‬‬ ‫‪yang‬ﱂ‪‬ﺍﻟ‪‬ﻈﱡﻔﹾﺮ‪‬‬
‫‪kalian‬‬
‫‪cara‬‬ ‫‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﻣﺎﺎ‬ ‫ﺍﻷﻭﺩﺍﺝ ‪‬ﻭ‪‬‬
‫‪menyembelih,‬‬
‫‪baik.‬ﻈﹾﻢ‪‬‬ ‫ﺃﻓﺮﻯ ‪‬ﻦ‪ ‬ﻓﹶﻌ‪‬‬ ‫‪Dan‬ﺴ‪‬‬ ‫ﻚ‪ ‬ﺃﹶﻣﺎﻣ‪‬ﺎ‪ ‬ﺍﻟ‬ ‫ﻗﺎﻝﺣ‪:‬ﺪ‪‬ﺛﹸﻛﻞ‬
‫‪sembelihlan‬‬
‫‪‬ﺳ‪‬ﺄﹸ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫‪satu‬ﻈﱡﻔﹾﺮ‪‬‬ ‫ﻋﻠﻴﻪﻭ‪‬ﺍﻟ‬
‫‪dengan‬‬
‫‪di‬ﺴ‪‬ﻦ‪ ‬‬ ‫ﺍﷲ‬
‫‪hendaknya‬‬ ‫ﺍﻟ‪‬‬
‫‪kalian‬ﺳ‪‬ﻠﱠﻢ‪‬ﻗﹶﺎﻝﹶ‪:‬‬
‫‪antara‬‬ ‫ﻰ‪‬ﺍﷲ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪‬ﻭ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫(‬ ‫ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‬
‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﳉﻤﺎﻋﺔ‪(‬ﺻ‪‬ﻠﱠ‬
‫‪mempertajam‬‬ ‫‪)‬‬ ‫ﻇﻔﺮ‬
‫‪pisaunya‬ﺸ‪‬ﻦ‪‬ﺔ‪‬ﺃﹶﻭ‪)‬ﺱﹴ‪‬ﺃﹶﻥﹶّ‪‬ﺍﻟﻨ‪‬ﺒﹺﻲ‪‬‬‫‪‬‬ ‫ﺣﺰ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺃﻭ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻧﺎﺏ‬
‫ﻯ‪‬ﺍﺍﺩ‪‬ﳊﹶ‪‬ﺒ‪‬ﺑ‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻓﹶﻋ‪‬ﻤ‪‬ﻦ‪‬ﺪ‪‬ﺷ‪‬ﺪ‪‬‬ ‫ﻗﺮﺽ‬
‫ﺇﹺ‪‬ﻥﱠ ‪‬ﺍﷲَ‬
‫‪serta membuat senang hewan yang akan‬‬
‫‪(HR.‬ﺷﻲ‪‬ﺀٍ ‪‬ﻓﹶﺈﹺﺫﹶﺍ ‪‬ﻗﹶﺘ‪‬ﻠﹾﺘﻢ‪‬‬
‫”‪disembelih.‬‬ ‫‪Muslim‬ﻰ ‪‬ﻛﻞﱢ‬ ‫‪dalam‬ﻹِﺣ‪‬ﺴ‪‬ﺎﻥﹶ ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶ‬ ‫‪ Kitab‬ﻛﹶﺘ‪‬ﺐ‪ ‬ﺍ‬
‫ﻰ‪‬‬
‫‪Shahih‬‬ ‫‪juz‬ﻪ‪ ‬ﺃﹶﻥﱠ ‪‬ﺭ‪‬ﺳ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹶ ‪‬ﺍﷲِ ‪‬ﺻ‪‬ﻠﱠ‬ ‫‪1548‬ﺍﻟﹾﺒ‪‬ﺎﻫ‪‬ﻠ‪‬ﻲ‪ ‬ﺭ‪‬ﺿ‪‬ﻲ‪ ‬ﺍﷲُ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬‬ ‫ﻋ‪‬ﻦ‪ ‬ﺃﹶﺑﹺﻲ‪ ‬ﺃﹸﻣ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺔﹶ‬
‫‪Muslim‬ﺔﹶ ‪‬ﻭ‪‬ﻟﹾﻴ‪‬ﺤ‪‬ﺪ‪‬‬ ‫‪halaman‬ﺘ‪‬ﻢ‪3‬ﻓﹶﺄﹶﺣ‪‬ﺴِ‪‬ﻨﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﺍﻟﺬﱢﺑ‪‬ﺤ‪‬‬ ‫‪hadis‬ﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﺍﻟﻘ‪‬ﺘ‪‬ﻠﹶﺔﹶ ‪‬ﻭ‪‬ﺇﺫﹶﺍ ‪‬ﺫﹶﺑ‪‬ﺤ‪‬‬ ‫ﻓﹶﺄﹶﺣ‪‬ﺴِﻨ‪‬‬
‫‪nomor 1955. Diriwayatkan juga oleh Imam‬‬
‫‪Ibn‬‬‫‪Hibban‬ﻳ‪‬ﻜﹸﻦ‪‬‬ ‫‪dalam‬ﺝ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻟﹶﻢ‪ ‬‬ ‫‪Shahihnya‬ﻯ‪‬ﺍﻷَﻭ‪‬ﺩ‪‬ﺍ‬ ‫‪juz‬ﺮﹺﻝﹶ ‪‬ﺡ‪:‬ﻛﹸﺫﹶﺑﹺﻴ‪‬ﻞﹾ ‪‬ﺤ‪‬ﻣ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹶ‪‬ﻓﹾﺮ‪‬‬ ‫‪13‬ﻢ‪‬ﻭ‪‬ﻗﹶﻟﹾﺎﻴ‪‬‬ ‫‪halaman‬ﻔﹾﺮ‪‬ﺳ‪‬ﺗ‪‬ﻠﱠﻪ‪‬‬
‫ﺃﹶﺍﺣ‪‬ﷲُ ‪‬ﺪ‪‬ﻋ‪‬ﻛﹸﻠﹶﻴ‪‬ﻢ‪‬ﻪ‪‬ﺷ‪‬ﻭ‪‬‬
‫‪199, dan Imam‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ‪(‬‬‫‪.‬‬
‫‪al-Turmudzi‬‬ ‫‪dalam‬ﺰ‪‬ﻇﹸﻔﹾﺮﹴ‪)‬‬ ‫‪Sunan‬ﺏﹴ‪‬ﺃﹶﻭ‪‬ﺣ‪‬‬ ‫ﻗﹶﺮ‪‬ﺽ‪‬ﻧ‪‬ﺎ‬
‫)‪al-Turmudzi juz 4 halaman 23‬‬

‫‪‬ﺍﷲ‪‬‬
‫ﻰ‪‬ﺍﺳ‪‬ﷲُﻮ‪‬ﻝﹸﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪‬‬ ‫ﺻﻠﱠﺮ‪‬ﺭ‪‬‬‫ﻋ‪‬ﻦ‪‬ﺭﻋ‪‬ﺍﺒ‪‬ﻓ‪‬ﺪ‪‬ﻊﹴ‪‬ﺍ‪‬ﺑﷲِﻦﹺ‪‬ﺑ‪‬ﺧ‪‬ﻦﹺ‪‬ﺪ‪‬ﻳ‪‬ﻋ‪‬ﻤ‪‬ﺞﹴﺮ‪‬ﻗﹶﺎﺭ‪‬ﻝﹶﺿ‪:‬ﻲ‪‬ﻗﹶﺎ‪‬ﺍﻝﹶﷲُ‪‬ﺭ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺳ‪‬ﻪ‪‬ﻮ‪‬ﻗﹶﻝﹸﺎ‪‬ﺍﻝﹶ‪‬ﷲِ‪:‬ﺃﹶﻣ‪‬‬
‫ﻱ‪ ‬ﻓﹶﻋ‪‬ﻜﹸﻦﹺﻞﹾ‪‬ﺍﻟ‪‬ﺒ‪‬ﻟﹶﻴ‪‬ﻬ‪‬ﺎﺋ‪‬ﺲ‪‬ﻢﹺ‪‬‬
‫ﻰ‪‬ﺍ‪:‬ﷲُ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻋ‪‬ﻠﹶ‪‬ﻴ‪‬ﺃﹶﻪ‪‬ﻧ‪‬ﻬ‪‬ﻭ‪‬ﺮﺳ‪‬ﻠﱠ‪‬ﺍﻟﻢ‪‬ﺪ‪‬ﻡ‪‬ﺑﹺ‪‬ﺤ‪‬ﺪ‪‬ﻭ‪‬ﺫﹶ‪‬ﺍﻟﻛﹶﺸ‪‬ﺮ‪‬ﻔﹶﺎ‪‬ﺍﺭﹺﺳ‪‬ﻢﻭ‪‬ﺃﹶ‪‬ﺍﻥﹾ‪‬ﷲِﺗ‪ ‬ﻮ‪‬ﻋ‪‬ﺍﺭﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪‬‬
‫ﻭ‪‬ﺻ‪‬ﺳ‪‬ﻠﱠﻠﱠﻢ‪‬‬
‫ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ(ﺪ‪‬ﺛﹸ‪‬ﻚ‪ ‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻦ‪ ‬ﻓﹶﻌ‪‬ﻈﹾﻢ‪ ‬ﻭ‪‬ﺃﹶﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺍﻟﻈﱡﻔﹾﺮ‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺃﲪﺪ‪‬ﻭ‪‬ﻭ‪‬ﺳ‪‬ﺄﹸﺣ‪‬‬ ‫ﺍﻟ)ﺴ‪‬ﻦ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻈﱡﻔﹾﺮ‪‬‬
‫ﻓﹶﻤ‪‬ﺪ‪‬ﻯ‪‬ﺍﳊﹶﺒ‪‬ﺸ‪‬ﺔ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﳉﻤﺎﻋﺔ(‪‬‬

‫‪699‬ﺃﹶﺑﹺﻲ‪ ‬ﺃﹸﻣ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﺍﻟﹾﺒ‪‬ﺎﻫ‪‬ﻠ‪‬ﻲ‪ ‬ﺭ‪‬ﺿ‪‬ﻲ‪ ‬ﺍﷲُ‪‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻪ‪ ‬ﺃﹶﻥﱠ ‪‬ﺭ‪‬ﺳ‪‬ﻮ‪‬ﻝﹶ ‪‬ﺍﷲِ ‪‬ﺻ‪‬ﻠﱠﻰ‪‬‬


‫ﻋ‪‬ﻦ‪ ‬‬
‫ﺍﷲُ ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻪ‪ ‬ﻭ‪‬ﺳ‪‬ﻠﱠﻢ‪ ‬ﻗﹶﺎﻝﹶ ‪:‬ﻛﹸﻞﹾ ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﺃﹶﻓﹾﺮ‪‬ﻯ‪‬ﺍﻷَﻭ‪‬ﺩ‪‬ﺍﺝ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻟﹶﻢ‪ ‬ﻳ‪‬ﻜﹸﻦ‪‬‬
‫ﻗﹶﺮ‪‬ﺽ‪‬ﻧ‪‬ﺎﺏﹴ‪‬ﺃﹶﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺰ‪‬ﻇﹸﻔﹾﺮﹴ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ(‪‬‬
:‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻠﱠﻰ‬‫ﺻ‬‫ﺒﹺﻲ‬‫ﺍﻟﻨ‬ّ‫ﺃﹶﻥﹶ‬‫ﺱﹴ‬‫ﺃﹶﻭ‬‫ﻦ‬‫ﺑ‬‫ﺍﺩ‬‫ﺪ‬‫ﺷ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬
‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﺇﹺﻻﱠ‬‫ﺎﻡﹺ‬‫ﻌ‬‫ﺍﻷَﻧ‬‫ﺔﹸ‬‫ﻬﹺﻴﻤ‬‫ﺑ‬‫ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻠﱠﺖ‬‫ﺃﹸﺣ‬
‫ﻠﹾﺘﻢ‬‫ﻗﹶﺘ‬ ‫ﻓﹶﺈﹺﺫﹶﺍ‬ ٍ‫ﺀ‬‫ﺷﻲ‬ ‫ﻛﻞﱢ‬ ‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ ‫ﺎﻥﹶ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻹِﺣ‬ ‫ﺐ‬‫ﻛﹶﺘ‬ َ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺇﹺﻥﱠ‬
BIDANG POM DAN IPTEK ‫ﺪ‬‫ﻥﹶﺤ‬‫ﻟﹾﻴ‬‫ﹸﻮﻭ‬‫ﺄﹾﺔﹶﻛﹸﻠ‬‫ﺤ‬‫ﺗ‬‫ﺎ‬‫ﺍﻟﻬﺬﱢﺑ‬ ‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ﺍﻭ‬‫ﻨﻊﻮ‬ِ‫ﺴ‬
‫ﺎﻓ‬‫ﻨ‬‫ﺣ‬‫ﻣ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻭ‬ٌ‫ﺀ‬‫ﻑ‬ ‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺤ‬‫ﺩ‬‫ﺎ‬‫ﻬﺫﹶﺑ‬‫ﻴ‬‫ﻓ‬‫ﺇﻢﺫﹶﺍ‬‫ﻜﹸﻭ‬‫ﻟﹶ‬‫ﺎ‬‫ﻠﹶﻬﺔﹶ‬‫ﻘﹶﺘ‬‫ﺍﻟﻠﹶﻘ‬‫ﺧ‬‫ﻡﺍ‬‫ﺎﻮ‬‫ﺴِﻌﻨ‬‫ﻷَﻧ‬‫ﺍﺣ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻭ‬
‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺤ‬‫ﺫﹶﺑﹺﻴ‬‫ﺮﹺﺡ‬‫ﻟﹾﻴ‬‫ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﻔﹾﺮ‬‫ﺷ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﺪ‬‫ﺃﹶﺣ‬
“Dari Rafi’
:‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻰ‬ bin Khudaij ra ia berkata:
Rasulullah saw bersabda: “(Hewan yang
. ‫ﻠﱠ‬‫ﺻ‬‫ﺒﹺﻲ‬‫ﺍﻟﻨ‬ّ‫ﺃﹶﻥﹶ‬‫ﺱﹴ‬‫ﺃﹶﻭ‬‫ﻦ‬‫ﺑ‬‫ﺍﺩ‬‫ﺪ‬‫ﺷ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬
‫ﻠﹾﺘﻢ‬‫ﻗﹶﺘ‬ ‫ﻓﹶﺈﹺﺫﹶﺍ‬ ٍ‫ﺀ‬‫ﻲ‬dengan)
disembelih ‫ﺷ‬ ‫ﻛﻞﱢ‬ ‫ﻰ‬alat ‫ﻠﹶ‬‫ﻋ‬ ‫ﻥﹶ‬yang ‫ﺎ‬‫ﺴ‬‫ﻹِﺣ‬mengalirkan‫ﺍ‬ ‫ﺐ‬‫ﻛﹶﺘ‬ َ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺇﹺﻥﱠ‬
darah
‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ُ‫ﺍﷲ‬‫ﻰ‬dan ‫ﻠﱠ‬‫ﺻ‬ ِ‫ﷲ‬disebut ‫ﺍ‬ ‫ ﹸﻝ‬‫ﻮ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬ ‫ﻝﹶ‬nama ‫ﻗﹶﺎ‬:‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬ ‫ﺞﹴ‬Allah ‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺧ‬ ‫ﺑﻦﹺ‬atasnya ‫ﻊﹴ‬‫ﺍﻓ‬‫ﺭ‬ ‫ﻦ‬‫ﻋ‬
‫ﺪ‬‫ﺤ‬‫ﻟﹾﻴ‬‫ﻭ‬ makanlah,
maka ‫ﺔﹶ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻟﺬﱢﺑ‬ ‫ﺍ‬‫ﻨﻮ‬ِ‫ﺴ‬‫ﺄﹶﺣ‬sepanjang ‫ﻓﹶ‬ ‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺤ‬‫ﺫﹶﺑ‬ ‫ﺇﺫﹶﺍ‬‫ﻭ‬alat  ‫ﻠﹶﺔﹶ‬‫ﺘ‬‫ﺍﻟﻘ‬tersebut ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﺴِﻨ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺣ‬
bukan
‫ﺲ‬‫ﻟﹶﻴ‬ ‫ﻓﹶﻜﹸﻞﹾ‬gigi  ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ِ‫ﷲ‬dan ‫ﺍ‬ ‫ﻢ‬‫ﺍﺳ‬kuku. ‫ﺫﹶﻛﹶﺮ‬‫ﻭ‬  ‫ﻡ‬Gigi ‫ﺍﻟﺪ‬ ‫ﺮ‬‫ﻬ‬‫(ﻧ‬dilarang) ‫ﺃﹶ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬ : ‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬
‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺤ‬‫ﺫﹶﺑﹺﻴ‬‫ﺮﹺﺡ‬‫ﻟﹾﻴ‬‫ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﻔﹾﺮ‬‫ﺷ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﺪ‬‫ﺃﹶﺣ‬
karena
‫ﺍﻟﻈﱡﻔﹾﺮ‬ ‫ﺎ‬‫ﺃﹶﻣ‬‫ﻭ‬merupakan  ‫ﻈﹾﻢ‬‫ﻓﹶﻌ‬ ‫ﻦ‬‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬tulang ‫ﺃﹶ‬ ‫ﺛﹸﻚ‬‫ﺪ‬‫ﺄﹸﺣ‬‫ﺳ‬sedang ‫ﻭ‬ ‫ﺍﻟﻈﱡﻔﹾﺮ‬‫ﻭ‬kuku ‫ﻦ‬‫ﺍﻟﺴ‬
adalah alat potongnya . orang habasyah”
(HR. Jama’ah, antara (‫ﺍﳉﻤﺎﻋﺔ‬‫ﺭﻭﺍﻩ‬
lain dalam )‫ﺔ‬‫ﺸ‬‫ﺒ‬Musnad ‫ﺍﳊﹶ‬‫ﻯ‬‫ﺪ‬‫ﻓﹶﻤ‬
‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ُ‫ﺍﷲ‬‫ﻰ‬juz
Ahmad ‫ﻠﱠ‬‫ﺻ‬4 ِ‫ﷲ‬halaman ‫ﺍ‬ ‫ﻝﹸ‬‫ﻮ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬ ‫ﻝﹶ‬142). ‫ﻗﹶﺎ‬:‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬ ‫ﺞﹴ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺧ‬ ‫ﺑﻦﹺ‬ ‫ﻊﹴ‬‫ﺍﻓ‬‫ﺭ‬ ‫ﻦ‬‫ﻋ‬
‫ﻰ‬
‫ﻠﱠﺲ‬‫ﺻ‬‫ﻟﹶﻴ‬‫ﺍﻜﹸﷲِﻞﹾ‬‫ﻝﹶﻓﹶ‬ ‫ﻮ‬‫ﻪ‬‫ﺳ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬‫ﺭ‬ ‫ﺍﺃﹶﷲِﻥﱠ‬ ‫ﻪ‬‫ﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬‫ﺳ‬‫ﺍ‬ُ‫ﷲ‬‫ﺍﺮ‬‫ﻛﹶ‬‫ﺫﹶﻲ‬‫ﺿ‬ ‫ﻭ‬‫ﺭ‬‫ﻡ‬‫ﻲ‬‫ﺪ‬‫ﺍﻟﻠ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﹾﺮ‬‫ﻬ‬‫ﺃﹶﺔﹶﻧ‬‫ﺎﺎﻣ‬‫ﻣ‬‫ﺃﹸﻣ‬:‫ﻲ‬‫ﺑﹺ‬‫ﺃﹶﻢ‬‫ﻠﱠ‬‫ﻦ‬‫ﺳ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬
‫ﻦ‬‫ﻈﱡﻜﹸﻔﹾﺮ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻟ‬‫ﺎﻟﹶﻢ‬‫ﺎ‬‫ﺃﹶﻣ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﻢ‬‫ﺍﻈﹾﺝ‬‫ﺩ‬‫ﻌ‬‫ﻓﹶﻭ‬َ‫ﻷ‬‫ﺍﻦ‬‫ﻯ‬ ‫ﺍﻟﺴ‬‫ﺎﺃﹶﻓﹾﺮ‬‫ﺎ‬‫ﺃﹶﻣ‬‫ﻣ‬ ‫ﻚ‬ ‫ﺛﹸﻛﹸﻞﹾ‬‫ﺪ‬:‫ﺣ‬ ‫ﺄﹸﻝﹶ‬‫ﻗﹶﺎﺳ‬‫ﻭ‬ ‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺮ‬‫ﻈﱡﻔﹾﺳ‬‫ﻭ‬‫ﺍﻟ‬‫ﻪ‬‫ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶ‬‫ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﺍﺍﻟﷲُﺴ‬
(‫ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ‬‫ﺭﻭﺍﻩ‬ (‫ﺍﳉﻤﺎﻋﺔ‬‫ﺭﻭﺍﻩ‬ )‫ﻇﹸﻔﹾﺮﹴ‬‫ﺰ‬‫)ﺣ‬‫ﻭ‬‫ﺔ‬‫ﺃﹶﺸ‬‫ﺏﹴ‬ ‫ﺍﺎﳊﹶﺒ‬‫ﻯ‬‫ﻧ‬‫ﺽ‬‫ﺪ‬‫ﺮ‬‫ﻓﹶﻗﹶﻤ‬
“Dari Abi Umamah al-Bahily ra bahwa
‫ﺍﷲ‬
‫ﻠﱠﻰ‬‫ﻝﹸﺻ‬‫ﷲِﻮ‬‫ﺍﺳ‬‫ﺭ‬alat
rasulullah
‫ﻝﹶ‬‫ﺮ‬‫ﻮ‬‫ﻣ‬‫ﺃﹶﺳ‬‫ﺭ‬:menyembelih)
‫ﺃﹶﺎﻥﱠﻝﹶ‬‫ﻗﹶ‬‫ﻪ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬bersabda:
saw
ُ‫ﺍﷲُﷲ‬‫ﺍ‬‫ﻲ‬‫ﻲ‬‫ﺿ‬‫ﺿ‬‫ﺭ‬‫ﺭ‬‫ﻲ‬setiap
‫ﺮ‬‫ﻠ‬‫ﻤ‬‫ﻫ‬‫ﺎﻋ‬‫ﺒ‬(Dibolehkan
‫ﺍﻦﹺﻟﹾ‬‫ﺔﹶﺑ‬alat
‫ﺎﷲِﻣ‬‫ﺍﻣ‬‫ﺃﹸ‬‫ﺪ‬‫ﻲ‬yang
‫ﺒ‬‫ﺃﹶﺑﹺﻋ‬‫ﻦ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬‫ﻋ‬
sebagai
memotong
‫ﻢﹺ‬‫ﻦ‬‫ﺎﻜﹸﺋ‬‫ﻬ‬‫ﻳ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟ‬‫ﻦﹺﻟﹶﻢ‬‫ﺎ‬‫ﻋ‬‫ﻣ‬‫ﻱ‬‫ﺍﺍﺭﺝ‬‫ﻮ‬‫ﺩ‬urat-urat
‫ﺗ‬‫ﻭ‬‫ﺍﺃﹶﻷَﻥﹾ‬‫ﻯ‬
‫ﻭ‬‫ﺭﹺ‬‫ﻓﹾﻔﹶﺎﺮ‬‫ﺸ‬ ‫ﺃﹶ‬‫ﺍﻟﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻞﹾﺪ‬sepanjang
‫ﺑﹺﻛﹸﺤ‬:‫ﻢ‬ ‫ﻠﱠﻝﹶ‬‫ﻗﹶﺎﺳ‬‫ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻠﱠﻪ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶﺳ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬ُ‫ﷲ‬bukan
‫ﻪ‬‫ﺍﻴ‬‫ﻰ‬
‫ﻠﹶ‬‫ﻋ‬‫ﷲُﻠﱠ‬ ‫ﺍﺻ‬
taring ataupun kuku” (HR. al-Baihaqi,
sebagaimana dalam (‫ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ‬‫ﺭﻭﺍﻩ‬ Sunan )(‫ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲﺮﹴ‬ ‫ﺰ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬‫ﺃﲪﺪ‬‫ﺭﻭﺍﻩ‬
‫ﻇﹸﻔﹾ‬al-Baihaqi ‫ﺃﹶﻭ‬‫ﺎﺏﹴ‬‫ﻧ‬‫ﺽ‬al- ‫ﻗﹶ)ﺮ‬
Kubra juz 9 halaman 278
‫ﺍﷲ‬‫ﻝﹸ‬‫ﻮ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻣ‬:‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬ُ‫ﺍﷲ‬‫ﻲ‬‫ﺿ‬‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﻦﹺ‬‫ﺑ‬ِ‫ﺍﷲ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬
‫ﻢﹺ‬‫ﺎﺋ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﺒ‬‫ﻦﹺ‬‫ﻋ‬‫ﺍﺭﻱ‬‫ﻮ‬‫ﺗ‬‫ﺃﹶﻥﹾ‬‫ﻭ‬‫ﻔﹶﺎﺭﹺ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ﺪ‬‫ﺑﹺﺤ‬‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ُ‫ﺍﷲ‬‫ﻠﱠﻰ‬‫ﺻ‬
(‫ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ‬‫ﻭ‬‫ﺃﲪﺪ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬
“Dari Abdillah bin Umar ra ia berkata:
Rasulullah saw memerintahkan
untuk mempertajam pisau (alat untuk
menyembelih) dan menyembunyikannya
dari binatang ternak (yang akan
disembelih)” (HR. Imam Ahmad dalam
Musnad Ahmad juz 2 halaman 108 hadis
nomor 5864, dan Ibn al-Baihaqi dalam
Sunan al-Baihaqi al-Kubra juz 9 halaman
280)
ُ‫ﺍﷲ‬‫ﻠﱠﻰ‬‫ﺻ‬‫ﺒﹺﻲ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﺃﻥﱠ‬‫ﻋﻨﻬﻤﺎ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻲ‬‫ﺿ‬‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﻦﹺ‬‫ﺑ‬ِ‫ﺍﷲ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬
‫ﺡ‬‫ﻠﹾﺪ‬‫ﺑ‬ ‫ﻔﹶﻞﹶ‬‫ﺑﹺﺄﹶﺳ‬ ‫ﻞﹴ‬‫ﻔﹶﻴ‬‫ﻧ‬ ‫ﺑﻦﹺ‬‫ﺮﹴﻭ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﺑﻦ‬ ‫ﺪ‬‫ﻳ‬‫ﺯ‬ ‫ﻲ‬‫ﻟﹶﻘ‬  ‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬
‫ﻲ‬‫ﺣ‬‫ﺍﻟﻮ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬ ‫ﺻﻠﻰ‬ ‫ﺍﻟﻨﱯ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ ‫ﺰﹺﻝﹶ‬‫ﻨ‬‫ﻳ‬ ‫ﺃﹶﻥﹾ‬ ‫ﻞﹶ‬‫ﻗﹶﺒ‬
‫ﺃﹶﻥﹾ‬‫ﻰ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺑ‬ ‫ﺓﹰ‬‫ﺳﻔﹾﺮ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬ ‫ﺻﻠﻰ‬ ‫ﱯ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺇﱃ‬ ‫ﺖ‬‫ﻣ‬‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬
‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺤ‬‫ﺬﹾﺑ‬‫ﺗ‬‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻣ‬ ‫ﺁﻛﹸﻞﹸ‬ ‫ﺖ‬‫ﻟﹶﺴ‬‫ﻲ‬‫ﺇﹺﻧ‬: ‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬ ‫ﺛﹸﻢ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬ ‫ﺄﹾﻛﹸﻞﹶ‬‫ﻳ‬
‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬  ِ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻢ‬‫ﺍﺳ‬ ‫ﺮ‬‫ﺫﹸﻛ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﺇﹺﻟﱠﺎ‬ ‫ﺁﻛﹸﻞﹸ‬ ‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﺑﹺﻜﹸﻢ‬‫ﺼ‬‫ﺃﹶﻧ‬
700 (‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬
‫ﺡ‬‫ﻠﹾﺪ‬‫ﺑ‬ ‫ﻔﹶﻞﹶ‬‫ﺑﹺﺄﹶﺳ‬ ‫ﻞﹴ‬‫ﻔﹶﻴ‬‫ﻧ‬ ‫ﺑﻦﹺ‬‫ﺮﹴﻭ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﺑﻦ‬ ‫ﺪ‬‫ﻳ‬‫ﺯ‬ ‫ﻲ‬‫ﻟﹶﻘ‬  ‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬
‫ﻲ‬‫ﺣ‬‫ﺍﻟﻮ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬ ‫ﺻﻠﻰ‬ ‫ﺍﻟﻨﱯ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ ‫ﺰﹺﻝﹶ‬‫ﻨ‬‫ﻳ‬ ‫ﺃﹶﻥﹾ‬ ‫ﻞﹶ‬‫ﻗﹶﺒ‬
‫ﺃﹶﻥﹾ‬‫ﻰ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺑ‬HIMPUNAN
‫ﺓﹰ‬‫ﺳﻔﹾﺮ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬ ‫ﺻﻠﻰ‬ ‫ﱯ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺇﱃ‬ ‫ﺖ‬‫ﻣ‬‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺤ‬‫ﺬﹾﺑ‬‫ﺗ‬‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻣ‬ ‫ﺁﻛﹸﻞﹸ‬ ‫ﺖ‬‫ﻟﹶﺴ‬‫ﻲ‬‫ﺇﹺﻧ‬: ‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬ ‫ﺛﹸﻢ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬ ‫ﺄﹾﻛﹸﻞﹶ‬‫ﻳ‬
‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬  ِ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻢ‬‫ﺍﺳ‬ ‫ﺮ‬‫ﺫﹸﻛ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﺇﹺﻟﱠﺎ‬ ‫ﺁﻛﹸﻞﹸ‬ ‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﺑﹺﻜﹸﻢ‬‫ﺼ‬‫ﺃﹶﻧ‬
(‫ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬
“Dari Abdillah Ibn Umar ra bahwa nabi saw
bertemu‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﻱ‬‫ﻓﹶﺎﻟﱠﺬ‬dengan  ‫ﻛﹶﺎﺓﹸ‬‫ﺍﻟﺬ‬ Zaid ‫ﺑﹺﻪ‬ ‫ﻘﹶﻊ‬‫ﻳ‬bin  ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫‘ﻴ‬Amr‫ﻓ‬ ُ‫ﺎﺀ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬bin ‫ﺍﻟﹾ‬ ‫ﻒ‬Nufail ‫ﻠﹶ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺧ‬‫ﻭ‬
di dekat Baldah sebelum turunnya wahyu,
kemudian
‫ﺮ‬‫ﻬ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ﻭ‬  ‫ﺍﺝ‬‫ﺩ‬‫ﺄﹶﻭ‬dihidangkan ‫ﺍﻟﹾ‬ ‫ﻯ‬‫ﺃﹶﻓﹾﺮ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﻛﹸﻞﱠ‬ ‫ﻥﱠ‬makanan ‫ﺃﹶ‬ ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬(berupa ‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﻬ‬‫ﺍﳉﹸﻤ‬
daging) kepada nabi saw, namun beliau
‫ﻰ‬enggan ‫ﻠﹶ‬‫ﻋ‬‫ﻈﹾﻢ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻭ‬memakannya  ‫ﻦ‬‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﻠﹶﺎ‬‫ﺧ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﺬﱠﻛﹶﺎﺓ‬lantas ‫ﺍﻟ‬ ‫ﺁﻟﹶﺎﺕ‬ ‫ﻦ‬bersabda: ‫ﻣ‬ ‫ﻮ‬‫ﻓﹶﻬ‬ ‫ﻡ‬‫ﺍﻟﺪ‬
“Sesungguhnya saya tidak "‫ﺍﻵﺛﹶﺎﺭ‬memakan ‫ﺕ‬‫ﺮ‬‫ﺍﺗ‬‫ﻮ‬‫ﺗ‬‫ﺬﹶﺍ‬‫ﻫ‬
daging yang kalian sembelih atas berhala-
berhalaُ‫ﺍﷲ‬‫ﻠﱠﻰ‬‫ﺻ‬kalian. ‫ﺒﹺﻲ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﺃﻥﱠ‬‫ﻋﻨﻬﻤﺎ‬‫ﺍﷲ‬ Aku tidak ‫ﻲ‬‫ﺿ‬makan‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﻦﹺ‬‫ﺑ‬makanan ِ‫ﺍﷲ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬
yang
‫ﺡ‬ ‫ﻟﹶﻢ‬‫ﺪ‬‫ﻠﹾﺎ‬‫ﻤ‬‫ﺑ‬‫ﻞﹶﻣ‬‫ﺍ‬tidak
‫ﻔﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺄﹾﺑﹺﺄﹶﻛﹸﻠﹸﺳ‬‫ﺗ‬‫ﻞﹴﺎ‬disebut
‫ﻟﹶ‬‫ﻴ‬‫ﻔﹶﻭ‬‫ﻧ‬‫ﺗﻌﺎﱃ‬‫ﺑﻦﹺ‬‫ﻭ‬‫ﻟﹸﺮﹴﻪ‬‫ﻤﻮ‬nama‫ﻗﹶ‬‫ﻋ‬‫ﺑﻦ‬
‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺪﺴ‬‫ﺍﻟﺘ‬Allah
‫ﻳ‬‫ﺭﹺﺯ‬ ‫ﺎ‬‫ﻲ‬‫ﺒ‬‫ﺘ‬‫ﻘ‬‫ﺍﻟﹶﻋ‬‫ﻲ‬  ‫ﻢ‬‫ﻓ‬‫ﻠﱠ‬‫ﻞﹸﺳ‬‫ﺻ‬
 atasnya”. ‫ﻭ‬َ‫ﻷ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﺍﻴ‬‫ﻭ‬‫ﻋ‬
(HR. Al-Bukhari sebagaimana dalam Shahih
al-Bukhari
‫ﻥﹶ‬‫ﺎﻲ‬‫ﻛﹶﺣ‬‫ﺍﻟﻭﻮ‬  ‫ﺍﻡ‬‫ﻭﺳﻠﻢﺮ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬
‫ﺍﳊﹶ‬ juz ‫ﻖ‬‫ﺴ‬‫ﻔ‬3‫ﺍﻟ‬‫ﻭ‬halaman  ‫ﻖ‬‫ﺻﻠﻰﺴ‬‫ﻟﹶﻔ‬ ‫ﻪ‬‫ﺇﻧ‬‫ﺍﻟﻨﱯﻭ‬‫ﻰ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬hadis
1391 ‫ﷲِﻠﹶ‬
‫ﻋ‬‫ﺍ‬‫ﻝﹶ‬‫ﺰﹺﻢ‬‫ﻨﺳ‬‫ﻳ‬nomor‫ﺍ‬‫ﻛﹶﺃﹶﺮﹺﻥﹾ‬ ‫ﺬﹾﻞﹶ‬‫ﺒ‬‫ﻗﹶﻳ‬
3614. Juga diriwayatkan Imam al-Nasai
dalam
‫ﻥﹾ‬‫ﺃﹶﻦ‬‫ﺴ‬‫ﻰ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬‫ﺑ‬......
‫ﻓﹶﺄﹶ‬al-Sunan
‫ﺓﹰ‬‫ﺳﻔﹾﺮ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢﻲ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬
‫ﻤ‬‫ﺳ‬ ‫ﺢ‬al-Kubra ‫ﺫﹶﺑ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬
‫ﺻﻠﻰ‬
juz 5‫ﱯ‬halaman ‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺇﱃ‬ ‫ﺖ‬‫ﻲ‬‫ﻣ‬‫ﺒﹺﺪ‬55 ‫ﻓﹶﺍﻟﻘﹶﻨ‬
‫ﻰ‬‫ﺮ‬‫ﻛﹾﻠﹶﺒ‬‫ﺃﹶﻋ‬‫ﷲُﻥﹶ‬nomor
hadis ‫ﺍﻮ‬‫ﺤ‬‫ﻭ‬‫ﺑ‬‫ﷲِﺬﹾ‬‫ﺗ‬‫ﺍﺎ‬‫ﻢﹺﻤ‬8189). ‫ﻣ‬‫ﺴ‬ ‫ﺑﹺﻞﹸ‬‫ﺁﻝﹺﻛﹸ‬‫ﻘﹶﻮ‬‫ﺖ‬
‫ﺑﹺ‬ ‫ﺔ‬‫ﺴ‬‫ﻴ‬‫ﻟﹶﻤ‬‫ﻲ‬
‫ﺴ‬‫ﺍﻟﺘ‬
‫ﺇﹺﻧ‬:‫ﻊ‬‫ﻝﹶﻣ‬ ‫ﻗﹶﺎﻱ‬‫ﺃﹶ‬‫ﺎ‬‫ﺛﹸﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺎ‬‫ﻌ‬‫ﻬﻣ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﻛﹸﻜﹾﻞﹶﺒﹺﻴ‬‫ﺄﹾﺍﻟﺘ‬‫ﻳ‬
‫ﺭﻭﺍﻩ‬
‫ﻢﹺ‬‫ﺑﹺﺴ‬)‫ﺎﻝﹶ‬‫ﻗﹶﻪ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹶ‬‫ﻋﺢ‬‫ﺫﹶﺑ‬‫ﺍﺇﹺﺫﹶﷲِﺍ‬‫ﻥﹶ‬‫ﺎﻢ‬‫ﺍﻛﹶﺳ‬‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬
‫ﺮ‬‫ﺫﹸﻛ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﺇﹺﻟﱠﺎ‬ ‫ﺁﻛﹸﻞﹸ‬ ‫ﺎ‬‫ﻟﹶﻪ‬‫ﻭ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ﺖ‬ ‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺑﹺﺛﹶﺒ‬‫ﺎﺎ‬‫ﺼ‬‫ﻤ‬‫ﻟ‬‫ﺃﹶﻧ‬
Memperhatikan : 1. Pendapat Imam al-Qurthuby dalam tafsirnya
mengenai
‫ﺑﹺﺄﹶﻥﱠ‬ ‫ﻼﹶﻑ‬‫ﺧ‬ ‫ﻟﹶﺎ‬ketentuan ‫ﻭ‬ ‫ﻮﻟﹸﻪ‬ ‫ﻘﹸ‬‫ﻳ‬ ‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﻦ‬alat ‫ﺍﺑ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬penyembelihan
‫ﻭ‬ ‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻛﹾﺒ‬ُ‫ﺒﺨﺎﺭﻱ(ﷲ‬ ‫ﺍ‬ ‫ﻭ‬ ِ‫ﺍﻟﺍﷲ‬
sebagai berikut: ‫ﺰﹺﺋﹸﻪ‬‫ﺠ‬‫ﻳ‬ِ‫ﺍﷲ‬‫ﻢﹺ‬‫ﺑﹺﺴ‬‫ﻝﹶ‬‫ﻗﹶﻮ‬
‫ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﺃﹶﻴ‬‫ﻋ‬‫ﻩ‬َ‫ﻱﺎﺀ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬‫ﺃﹶﺬ‬‫ﺎﻟﱠ‬‫ﻓﹶﺮ‬‫ﺁﺧ‬‫ﻛﹶﺎﺓﹸ‬‫ﺝ‬‫ﺬ‬‫ﺍﻟﺮ‬‫ﺃﹶﺧ‬‫ﻭ‬‫ﺑﹺﻪ‬ ‫ﺎ‬‫ﻧ‬‫ﺍﻊ‬‫ﻴﻘﹶﻮ‬‫ﺣﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﺺ‬ ‫ﻴ‬‫ﻓ‬‫ﺀُﺨ‬‫ﺎﺷ‬‫ﻤ‬ ‫ﻠﹶ‬‫ﺢ‬‫ﻟﹾﻌ‬‫ﺍﺑ‬‫ﺫﹶ‬‫ﻒ‬ ‫ﻟﹶﻮ‬‫ﻠﹶ‬‫ﺘ‬‫ﻪ‬‫ﺧ‬‫ﺍﺒﹺﻴ‬‫ﻨ‬‫َﺗﻭ‬
‫ﺮ‬‫ﻬ‬‫ﺾﻧ‬ ‫ﺃﹶ‬‫ﻭ‬‫ﺤ‬ ‫ﺝ‬‫ﻤ‬‫ﻳﺍﺘ‬‫ﺩ‬‫ﻟﹾﻟﺄﹶﻢﻭ‬‫ﺍ‬‫ﻯﻒ‬‫ﻴ‬‫ﻓ‬‫ﺃﹶﻓﹾﺬﹾﺮ‬‫ﺘ‬‫ﺍﻟ‬‫ﺎ‬‫ﻥﱠﻣ‬‫ﻞﱠﺄﹶ‬‫ﻟ‬‫ﻛﹸﻞﱠ‬‫ﺤ‬ ‫ﻥﱠ‬‫ﻳ‬‫ﺃﹶ‬‫ﻢ‬ ِ‫ﻟﹶﺀ‬‫ﺎﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻠﹶﻌ‬‫ﻣ‬‫ﻌ‬‫ﻟﹾ‬‫ﺍﻪ‬‫ﺗ‬‫ﺮ‬‫ﻦ‬‫ﺻ‬‫ﻣ‬‫ﺎ‬‫ﺧ‬‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﺲ‬
‫ﻬ‬‫ﻤ‬‫ﳉﹸﺨ‬‫ﺍﻧ‬
‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬‫ﻈﹾﻢ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﻠﹶﺎ‬‫ﺧ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﺍﻟﺬﱠﻛﹶﺎﺓ‬ ‫ﺁﻟﹶﺎﺕ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﻮ‬‫ﻓﹶﻬ‬ ‫ﻡ‬‫ﺍﻟﺪ‬
"‫ﺍﻵﺛﹶﺎﺭ‬‫ﺕ‬‫ﺮ‬‫ﺍﺗ‬‫ﻮ‬‫ﺗ‬‫ﺬﹶﺍ‬‫ﻫ‬
“Para Ulama berbeda pendapat mengenai
bagaimana sahnya sembelihan. Menurut
jumhur
‫ﻟﹶﻢ‬‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻣ‬‫ﺍ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮ‬Ulama
‫ﺄﹾ‬‫ﺗ‬‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭ‬‫ﺗﻌﺎﱃ‬ ‫ﻟﹸﻪ‬‫ﻗﹶﻮ‬‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺴ‬setiap
bahwa ‫ﺍﻟﺘ‬‫ﺎﺭﹺ‬‫ﺒ‬‫ﺘ‬‫ﺍﻋ‬‫ﻲ‬
alat ‫ﻓ‬‫ﻞﹸ‬‫ﺻ‬yang َ‫ﺍﻷ‬‫ﻭ‬
mampu
‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﻭ‬ ‫ﺍﻡ‬‫ﺍﳊﹶﺮ‬ ‫ﻖ‬memotong
‫ﺴ‬‫ﺍﻟﻔ‬‫ﻭ‬ ‫ﻖ‬‫ﺴ‬‫ﻟﹶﻔ‬ ‫ﻪ‬‫ﺇﻧ‬‫ﻭ‬urat-urat
 ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ِ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻢ‬‫ﺍﺳ‬ ‫ﻛﹶﺮﹺ‬dan ‫ﺬﹾ‬‫ﻳ‬
mengeluarkan darah adalah termasuk
alat‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬penyembelihan
......‫ﻲ‬‫ﻤ‬‫ﺳ‬ ‫ﺢ‬‫ﺫﹶﺑ‬‫ﺫﹶﺍ‬selain ‫ﺇﹺ‬‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬
gigi dan kuku. ‫ﺒﹺﻲ‬‫ﺍﻟﻨ‬
Pendapat ini didukung oleh atsar yang
mutawatir”
‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻛﹾﺒ‬ ُ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻭ‬ ِ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻢﹺ‬‫(ﺴ‬Imam‫ﺑﹺ‬ ‫ﻝﹺ‬‫ﺑﹺﻘﹶﻮ‬ ‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬al-Qurthuby
‫ﺴ‬‫ﺍﻟﺘ‬ ‫ﻊ‬‫ﻣ‬ ‫ﺃﹶﻱ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬dalam‫ﺮ‬‫ﻜﹾﺒﹺﻴ‬‫ﺍﻟﺘ‬
Tafsir
‫ﻢﹺ‬‫ﺑﹺﺴ‬‫ﺎﻝﹶ‬al-Qurthubi,
‫ﻗﹶ‬‫ﺢ‬‫ﺫﹶﺑ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬
juz 6, halaman ‫ﻪ‬53). ‫ﺃﹶﻧ‬‫ﺖ‬‫ﺛﹶﺒ‬‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻟ‬
2. Pendapat
‫ﺑﹺﺄﹶﻥﱠ‬ ‫ﻼﹶﻑ‬‫ﺧ‬ ‫ﻟﹶﺎ‬Imam
‫ﻭ‬ ‫ﻮﻟﹸﻪ‬ ‫ﻘﹸ‬‫ﻳ‬ ‫ﺮ‬al-Bahuty
‫ﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﻦ‬‫ﺍﺑ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﻭ‬dalam
‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻛﹾﺒ‬ ُ‫ﺍﷲ‬Kitab
‫ﻭ‬ ِ‫ﺍﷲ‬
Kasysyaf al-Qina tentang persyaratan
tasmiyah dalam penyembelihan hewan
‫ﺰﹺﺋﹸﻪ‬‫ﺠ‬‫ﻳ‬ِ‫ﺍﷲ‬‫ﻢﹺ‬‫ﺑﹺﺴ‬‫ﻝﹶ‬‫ﻗﹶﻮ‬
sebagai
‫ﺃﹶﻭ‬ ‫ﺎﺀَﻩ‬‫ﻌ‬‫ﺃﹶﻣ‬berikut:
‫ﺮ‬‫ﺁﺧ‬ ‫ﺝ‬‫ﺮ‬‫ﺃﹶﺧ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﺍﻧ‬‫ﻮ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬ ‫ﺺ‬‫ﺨ‬‫ﺷ‬ ‫ﺢ‬‫ﺫﹶﺑ‬ ‫ﻟﹶﻮ‬ ‫ﻪ‬‫ﺒﹺﻴ‬‫َﺗﻨ‬
‫ﺾ‬‫ﺤ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬‫ﻟﹶﻢ‬‫ﻒ‬‫ﻴ‬‫ﺬﹾﻓ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﺄﹶﻥﱠ‬‫ﻟ‬‫ﻞﱠ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻟﹶﻢ‬‫ﺎ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺻ‬‫ﺧ‬‫ﺲ‬‫ﺨ‬‫ﻧ‬
701
‫ﺮ‬‫ﻬ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ﻭ‬  ‫ﺍﺝ‬‫ﺩ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﻭ‬ ‫ﻯ‬‫ﺃﹶﻓﹾﺮ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﻛﹸﻞﱠ‬ ‫ﺃﹶﻥﱠ‬ ِ‫ﺎﺀ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺭ‬‫ﻮ‬‫ﻬ‬‫ﺍﳉﹸﻤ‬
‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬‫ﻈﹾﻢ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﻠﹶﺎ‬‫ﺧ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﺍﻟﺬﱠﻛﹶﺎﺓ‬ ‫ﺁﻟﹶﺎﺕ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﻮ‬‫ﻓﹶﻬ‬ ‫ﻡ‬‫ﺍﻟﺪ‬
BIDANG POM DAN IPTEK "‫ﺍﻵﺛﹶﺎﺭ‬‫ﺕ‬‫ﺮ‬‫ﺍﺗ‬‫ﻮ‬‫ﺗ‬‫ﺬﹶﺍ‬‫ﻫ‬

‫ﻟﹶﻢ‬‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻣ‬‫ﺍ‬‫ﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮ‬‫ﺗ‬‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭ‬‫ﺗﻌﺎﱃ‬‫ﻟﹸﻪ‬‫ﻗﹶﻮ‬‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﺎﺭﹺ‬‫ﺒ‬‫ﺘ‬‫ﺍﻋ‬‫ﻲ‬‫ﻓ‬‫ﻞﹸ‬‫ﺍﻷَﺻ‬‫ﻭ‬
‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﻭ‬ ‫ﺍﻡ‬‫ﺍﳊﹶﺮ‬ ‫ﻖ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﻔ‬‫ﻭ‬ ‫ﻖ‬‫ﺴ‬‫ﻟﹶﻔ‬ ‫ﻪ‬‫ﺇﻧ‬‫ﻭ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ِ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻢ‬‫ﺍﺳ‬ ‫ﺬﹾﻛﹶﺮﹺ‬‫ﻳ‬
ُ‫ﺍﷲ‬‫ﻠﱠﻰ‬‫ﺻ‬‫ﺒﹺﻲ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﺃﻥﱠ‬‫ﻋﻨﻬﻤﺎ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻲ‬‫ﺿ‬‫ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﻦﹺ‬‫ﺑ‬ِ‫ﺍﷲ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬
‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬......‫ﻲ‬‫ﻤ‬‫ﺳ‬ ‫ﺢ‬‫ﺫﹶﺑ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬ ‫ﺒﹺﻲ‬‫ﺍﻟﻨ‬
‫ﺡ‬‫ﻠﹾﺪ‬‫ﺑ‬ ‫ﻔﹶﻞﹶ‬‫ﺑﹺﺄﹶﺳ‬ ‫ﻞﹴ‬‫ﻔﹶﻴ‬‫ﻧ‬ ‫ﺑﻦﹺ‬‫ﺮﹴﻭ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬‫ﺑﻦ‬ ‫ﺪ‬‫ﻳ‬‫ﺯ‬ ‫ﻲ‬‫ﻟﹶﻘ‬  ‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬
‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻛﹾﺒ‬ ُ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻭ‬ ِ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻢﹺ‬‫ﺑﹺﺴ‬ ‫ﻝﹺ‬‫ﺑﹺﻘﹶﻮ‬ ‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﺘ‬ ‫ﻊ‬‫ﻣ‬ ‫ﺃﹶﻱ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬‫ﻜﹾﺒﹺﻴ‬‫ﺍﻟﺘ‬
‫ﻲ‬‫ﺣ‬‫ﺍﻟﻮ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬ ‫ﺻﻠﻰ‬ ‫ﺍﻟﻨﱯ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ ‫ﺰﹺﻝﹶ‬‫ﻨ‬‫ﻳ‬ ‫ﺃﹶﻥﹾ‬ ‫ﻞﹶ‬‫ﻗﹶﺒ‬
‫ﻢﹺ‬‫ﺑﹺﺴ‬‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﺢ‬‫ﺫﹶﺑ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬‫ﻪ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ﺖ‬‫ﺛﹶﺒ‬‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻟ‬
‫ﺃﹶﻥﹾ‬‫ﻰ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺑ‬ ‫ﺓﹰ‬‫ﺳﻔﹾﺮ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬ ‫ﺻﻠﻰ‬ ‫ﱯ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺇﱃ‬ ‫ﺖ‬‫ﻣ‬‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬
‫ﺑﹺﺄﹶﻥﱠ‬ ‫ﻼﹶﻑ‬‫ﺧ‬ ‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭ‬ ‫ﻮﻟﹸﻪ‬ ‫ﻘﹸ‬‫ﻳ‬ ‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬ ‫ﻦ‬‫ﺍﺑ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﻭ‬ ‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻛﹾﺒ‬ ُ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻭ‬ ِ‫ﺍﷲ‬
‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻮ‬‫ﺤ‬‫ﺬﹾﺑ‬‫ﺗ‬‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻣ‬ ‫ﺁﻛﹸﻞﹸ‬ ‫ﺖ‬‫ﻟﹶﺴ‬‫ﻲ‬‫ﺇﹺﻧ‬: ‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬ ‫ﺛﹸﻢ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻣ‬ ‫ﺄﹾﻛﹸﻞﹶ‬‫ﻳ‬
‫ﺰﹺﺋﹸﻪ‬‫ﺠ‬‫ﻳ‬ِ‫ﺍﷲ‬‫ﻢﹺ‬‫ﺑﹺﺴ‬‫ﻝﹶ‬‫ﻗﹶﻮ‬
‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬  ِ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻢ‬‫ﺍﺳ‬ ‫ﺮ‬‫ﺫﹸﻛ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﺇﹺﻟﱠﺎ‬ ‫ﺁﻛﹸﻞﹸ‬ ‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﺑﹺﻜﹸﻢ‬‫ﺼ‬‫ﺃﹶﻧ‬
‫ﺃﹶﻭ‬ ‫ﺎﺀَﻩ‬‫ﻌ‬‫ﺃﹶﻣ‬ ‫ﺮ‬‫ﺁﺧ‬ ‫ﺝ‬‫ﺮ‬‫ﺃﹶﺧ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﺍﻧ‬‫ﻮ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬ ‫ﺺ‬‫ﺨ‬‫ﺷ‬ ‫ﺢ‬‫ﺫﹶﺑ‬ ‫ﻟﹶﻮ‬ ‫ﻪ‬‫ﺒﹺﻴ‬‫َﺗﻨ‬
“Dasar keahrusan menyebut nama (‫ﺒﺨﺎﺭﻱ‬
Allah‫ﺍﻟ‬
‫ﺾ‬‫ﺤ‬menyembelih
ketika ‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬‫ﻟﹶﻢ‬‫ﻒ‬‫ﻴ‬‫ﺬﹾﻓ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﺄﹶﻥﱠ‬‫ﻟ‬adalah
‫ﻞﱠ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻟﹶﻢ‬‫ﺎ‬firman
‫ﻌ‬‫ﻣ‬‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺻ‬Allah
‫ﺧ‬‫ﺲ‬‫“ﺨ‬‫ﻧ‬
Dan janganlah kamu memakan binatang-
binatang
‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ‫ﻱ‬‫ﻓﹶﺎﻟﱠﺬ‬yang ‫ﻛﹶﺎﺓﹸ‬‫ﺍﻟﺬ‬tidak‫ﺑﹺﻪ‬ ‫ﻘﹶﻊ‬disebut
‫ﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻴ‬‫ﻓ‬ ُ‫ﺎﺀ‬nama
‫ﻠﹶﻤ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬ ‫ﻒ‬Allah‫ﻠﹶ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺧ‬‫ﻭ‬
ketika menyembelihnya. Sesungguhnya
perbuatan
‫ﺮ‬‫ﻬ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ﻭ‬  ‫ﺍﺝ‬‫ﺩ‬‫ﺄﹶﻭ‬yang
‫ﺍﻟﹾ‬ ‫ﻯ‬‫ﻓﹾﺮ‬semacam
‫ﺃﹶ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﻛﹸﻞﱠ‬ ‫ﺃﹶﻥﱠ‬ituِ‫ﺎﺀ‬‫ﻠﹶﻤ‬adalah
‫ﺍﻟﹾﻌ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺭ‬suatu
‫ﻮ‬‫ﻬ‬‫ﺍﳉﹸﻤ‬
kefasikan”
‫ﻰ‬ ‫ﻠﹶ‬‫ﻋ‬‫ﻈﹾﻢ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬Fisq
‫ﺍﻟﺴ‬ ‫ﻠﹶﺎ‬adalah
‫ﺧ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﻛﹶﺎﺓ‬haram.
‫ﺍﻟﺬﱠ‬ ‫ﺁﻟﹶﺎﺕ‬ ‫ﻦ‬Nabi ‫ﻣ‬ ‫ﻮ‬‫ﻓﹶﻬ‬saw ‫ﻡ‬‫ﺍﻟﺪ‬
ketika menyembelih juga menyebut nama
Allah….. Dan disunnahkan membaca "‫ﺍﻵﺛﹶﺎﺭ‬‫ﺕ‬‫ﺮ‬‫ﺗ‬takbir ‫ﺍ‬‫ﻮ‬‫ﺗ‬‫ﺬﹶﺍ‬‫ﻫ‬
menyetai tasmiyah dengan mengucapkan
“Bismillahi Wallahu Akbar” sebagaimana
hadis
‫ﻟﹶﻢ‬‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻣ‬‫ﺍ‬nabi
‫ﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮ‬‫ﺗ‬‫ﺎ‬saw
‫ﻟﹶ‬‫ﻭ‬‫ﺗﻌﺎﱃ‬
ketika ‫ﻟﹸﻪ‬‫ﻗﹶﻮ‬beliau
‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﺭﹺ‬menyembelih
‫ﺎ‬‫ﺒ‬‫ﺘ‬‫ﺍﻋ‬‫ﻲ‬‫ﻓ‬‫ﻞﹸ‬‫ﺍﻷَﺻ‬‫ﻭ‬
mengucapkan “Bismillahi Wallahu Akbar”,
demikian
‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﻭ‬ ‫ﺍﻡ‬‫ﺍﳊﹶﺮ‬juga ‫ﻖ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﻔ‬yang
‫ﻭ‬ ‫ﻖ‬‫ﺴ‬‫ﻔ‬dilakukan
‫ﻟﹶ‬ ‫ﻪ‬‫ﺇﻧ‬‫ﻭ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ِ‫ﷲ‬Ibn ‫ﺍ‬ ‫ﻢ‬‫ﺳ‬Umar.
‫ﺍ‬ ‫ﺬﹾﻛﹶﺮﹺ‬‫ﻳ‬
Tidak
‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬...... ada‫ﻲ‬‫ﻤ‬perbedaan
‫ﺳ‬ ‫ﺢ‬‫ﺫﹶﺑ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬
bahwa ucapan ‫ﺒﹺﻲ‬‫ﺍﻟﻨ‬
“Bismillah” saja sudah cukup”. (Imam
al-Bahuty
‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻛﹾﺒ‬ ُ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻭ‬ ِ‫ﷲ‬dalam‫ﺍ‬ ‫ﻢﹺ‬‫ﺑﹺﺴ‬ ‫ﻝﹺ‬‫ﻮ‬Kasysyaf
‫ﺑﹺﻘﹶ‬ ‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﺘ‬ ‫ﻊ‬al-Qina’,
‫ﻣ‬ ‫ﺃﹶﻱ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬juz
‫ﺮ‬‫ﻜﹾﺒﹺﻴ‬‫ﺘ‬6‫ﺍﻟ‬
halaman 208).
‫ﻢﹺ‬‫ﺑﹺﺴ‬‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﺢ‬‫ﺫﹶﺑ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬‫ﻪ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ﺖ‬‫ﺛﹶﺒ‬‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻟ‬
3. Pendapat
‫ﺑﹺﺄﹶﻥﱠ‬ ‫ﻼﹶﻑ‬‫ﺧ‬ ‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻭ‬Imam
 ‫ﻮﻟﹸﻪ‬ ‫ﻘﹸ‬‫ﻳ‬ ‫ﺮ‬‫ﻤ‬al-Syarbini
‫ﻋ‬ ‫ﻦ‬‫ﺍﺑ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬‫ﻭ‬ ‫ﺮ‬‫ﻛﹾﺒ‬dan
‫ﺃﹶ‬ ُ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻭ‬Ibn
 ِ‫ﺍﷲ‬
Qudamah mengenai proses penyembelihan
hewan sebagai berikut: ‫ﺰﹺﺋﹸﻪ‬‫ﺠ‬‫ﻳ‬ِ‫ﺍﷲ‬‫ﻢﹺ‬‫ﺑﹺﺴ‬‫ﻝﹶ‬‫ﻗﹶﻮ‬
‫ﺃﹶﻭ‬ ‫ﺎﺀَﻩ‬‫ﻌ‬‫ﺃﹶﻣ‬ ‫ﺮ‬‫ﺁﺧ‬ ‫ﺝ‬‫ﺮ‬‫ﺃﹶﺧ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﺍﻧ‬‫ﻮ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬ ‫ﺺ‬‫ﺨ‬‫ﺷ‬ ‫ﺢ‬‫ﺫﹶﺑ‬ ‫ﻟﹶﻮ‬ ‫ﻪ‬‫ﺒﹺﻴ‬‫َﺗﻨ‬
‫ﺾ‬‫ﺤ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬‫ﻟﹶﻢ‬‫ﻒ‬‫ﻴ‬‫ﺬﹾﻓ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﺄﹶﻥﱠ‬‫ﻟ‬‫ﻞﱠ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻟﹶﻢ‬‫ﺎ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬‫ﻪ‬‫ﺗ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺻ‬‫ﺧ‬‫ﺲ‬‫ﺨ‬‫ﻧ‬
“Barangsiapa yang menyembelih hewan,
kemudian ada orang lain yang mengeluar-
kan isi perutnya atau menyobek lambung-
nya secara bersamaan maka hukumnya
tidak halal karena penyebab kematiannya
tidak tertentu”. (Imam al-Syarbini al-Khatib
dalam Kitab al-Iqna’ juz 2 halaman 578)

702
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

‫ﺡ‬‫ﻭ‬‫ﺍﻟﺮ‬‫ﺝﹺ‬‫ﺮ‬‫ﺨ‬‫ﺗ‬‫ﻓﹶﻠﹶﻢ‬‫ﻞﹺ‬‫ﺍﹾﳌﹸﻘﹶﺎﺗ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬‫ﻰ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺗ‬‫ﺢ‬‫ﺫﹶﺑ‬‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬‫ﻭ‬‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻣﺴﺄﻟﺔ‬
‫ﻛﹶﻞﹾ‬‫ﺆ‬‫ﺗ‬ ‫ﻟﹶﻢ‬ ٌ‫ﺀ‬‫ﻲ‬‫ﺷ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ َ‫ﻰﺀ‬‫ﻃ‬‫ﻭ‬ ‫ﺃﹶﻭ‬ ِ‫ﺎﺀ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﺖ‬‫ﻗﹶﻌ‬‫ﻭ‬ ‫ﱴ‬‫ﺣ‬
‫ﻱ‬‫ﺍﻟﱠﺬ‬ ‫ﺬﹶﺍ‬‫ﻫ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﺒ‬‫ﻏﹶﺎﻟ‬ ‫ﺎ‬‫ﻠﹸﻬ‬‫ﻘﹾﺘ‬‫ﻳ‬ ٌ‫ﺀ‬‫ﻲ‬‫ﺷ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ َ‫ﻰﺀ‬‫ﻃ‬‫ﻭ‬ ‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬ ‫ﻨﹺﻲ‬‫ﻌ‬‫ﻳ‬
‫ﺎ‬‫ﺎﺑﹺﻨ‬‫ﺤ‬‫ﺃﹶﺻ‬ ‫ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮ‬ ‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻭ‬ ‫ﺪ‬‫ﻤ‬‫ﺃﹶﺣ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫َﻋ‬ ‫ﺺ‬‫ﻧ‬ ‫ﻲ‬‫ﻗ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺨ‬ ‫ﻩ‬‫ﺫﹶﻛﹶﺮ‬
‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺄﹶﻧ‬‫ﻟ‬ِ‫ﺎﺀ‬‫ﺍﻟﻔﹸﻘﹶﻬ‬‫ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮﹺ‬‫ﻝﹸ‬‫ﻗﹶﻮ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ﻭ‬‫ﺬﹶﺍ‬‫ﺑﹺﻬ‬‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻟﹶﺎ‬‫ﻦ‬‫ﺮﹺﻳ‬‫ﺄﹶﺧ‬‫ﺘ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬
‫ﻦ‬‫ﺃﹸﺑﹺﻴ‬ ‫ﻟﹶﻮ‬ ‫ﻚ‬‫ﻛﹶﺬﹶﻟ‬‫ﻭ‬ ‫ﺖ‬‫ﺍﳌﹶﻴ‬ ‫ﻜﹾﻢﹺ‬‫ﺣ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﺕ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺻ‬ ‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬ ‫ﺖ‬‫ﺫﹸﺑﹺﺤ‬
‫ﻪ‬‫ﺟ‬‫ﻭ‬‫ﻭ‬.....‫ﺪ‬‫ﻤ‬‫ﺃﹶﺣ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬‫ﺺ‬‫ﻧ‬‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﺗ‬‫ﻟﹶﻢ‬‫ﺢﹺ‬‫ﺍﻟﺬﱠﺑ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺃﹾﺳ‬‫ﺭ‬
‫ﺚ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺣ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬‫ﻭﺳﻠﻢ‬‫ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺻﻠﻰ‬ ‫ﱯ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻝﹸ‬‫ﻗﹶﻮ‬‫ﻲ‬‫ﺍﳋﹶﺮﻗ‬ ‫ﻝﹺ‬‫ﻗﹶﻮ‬
‫ﻦ‬‫ﺍﺑ‬ ‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻭ‬ ‫ﺄﹾﻛﹸﻞﹾ‬‫ﺗ‬ ‫ﻓﹶﻼﹶ‬ ِ‫ﺍﳌﹶﺎﺀ‬‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﺖ‬‫ﻗﹶﻌ‬‫ﻭ‬ ‫ﺇﹺﻥﹾ‬‫ﻭ‬ ‫ﻢﹴ‬‫ﺎﺗ‬‫ﺣ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﺑ‬ ‫ﻱ‬‫ﺪ‬‫ﻋ‬
‫ﺄﹾﻛﹸﻠﹾﻪ‬‫ﺗ‬‫ﻓﹶﻠﹶﺎ‬‫ﻪ‬‫ﻴ‬‫ﻓ‬‫ﻕ‬‫ﺮ‬‫ﻓﹶﻐ‬ِ‫ﺍﳌﹶﺎﺀ‬‫ﻲ‬‫ﻓ‬‫ﻗﹶﻊ‬‫ﻓﹶﻮ‬‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﻃﹶﺎﺋ‬‫ﻰ‬‫ﻣ‬‫ﺭ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﺩ‬‫ﻮ‬‫ﻌ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬
‫ﻊ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺟ‬‫ﻓﹶﻘﹶﺪ‬ ‫ﺢﹺ‬‫ﺍﻟﺬﱠﺑ‬ ‫ﻊ‬‫ﻣ‬‫ﻊ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺟ‬‫ﻓﹶﺈﹺﺫﹶﺍ‬ ‫ﻞﹸ‬‫ﻘﹾﺘ‬‫ﻳ‬ ‫ﺐ‬‫ﺒ‬‫ﺳ‬‫ﻕ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﻐ‬‫ﺄﹶﻥﱠ‬‫ﻟ‬
‫ّﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﻳ‬ ‫ﺃﹶﻥﹾ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﺆ‬‫ﻳ‬ ‫ﻟﹶﺎ‬ ‫ﻪ‬‫ﺄﹶﻧ‬‫ﻟ‬‫ﻭ‬ ‫ﻈﹾﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬ ‫ﻠﱠﺐ‬‫ﻐ‬‫ﻓﹶﻴ‬ ‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﺢ‬‫ﺒﹺﻴ‬‫ﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬
‫ﺢ‬‫ﺒﹺﻴ‬‫ﻣ‬ ‫ﻦﹺ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻌ‬‫ﺑﹺﻔ‬ ‫ﺖ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ﺧ‬ ‫ﻗﹶﺪ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻜﹸﻮ‬‫ﻓﹶﺘ‬ ‫ﺡﹺ‬‫ﻭ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﺝﹺ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺧ‬ ‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬
‫ﺃﹶﻭ‬ ‫ﺓ‬‫ﺪ‬‫ﺍﺣ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎﻝﹴ‬‫ﺣ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﺍﻥ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻷَﻣ‬ ‫ﺟﹺﺪ‬‫ﻭ‬ ‫ﻟﹶﻮ‬‫ﺎ‬‫ﻣ‬ ‫ﻪ‬‫ﺒ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺷ‬ ‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬
‫ﺎﺕ‬‫ﻓﹶﻤ‬‫ﻲ‬‫ﺳ‬‫ﻮ‬‫ﺠ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻠ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬‫ﺎﻩ‬‫ﻣ‬‫ﺭ‬
Apabila ada hewan yang telah disembelih
kemudian tubuhnya bergerak dan belum
mati lantas jatuh ke air atau tertimpa
sesuatu di atasnya maka hewan tersebut
tidak dimakan, yakni tertimpa sesuatu yang
secara umum menyebabkan kematian.
Pendapat ini adalah yang disebutkan
Imam al-Kharqi sebagai pendapat Imam
Ahmad. Sementara, kebanyakan ulama
mutaakhkhirin pengikut madzhab Hanbali
menyatakan yang demikian tidak haram.
Demikian pandangan mayoritas fuqaha.
Hal ini mengingat jika sudah disembelih
maka dihukumi mati. Demikian juga
jika dipenggal kepalanya setelah
penyembelihan hukumnya tidak haram,
sebagaimana pandangan Imam Ahmad.....
Landasan Imam al-Kharqi adalah hadis
nabi saw yang diriwayatkan Imam ‘Adi bin
Hatim “Apabila hewan jatuh ke dalam air

703
BIDANG POM DAN IPTEK

maka jangan dimakan”. Ibnu Mas’ud juga


meriwayatkan “Barang siapa melempar
burung (untuk berburu) kemudian jatuh ke
air dan tenggelam maka jangan dimakan
karena tenggelam (bisa jadi) menjadi
sebab yang mematikan. Apabila berkumpul
sebab ini (tenggelam) beserta sebab
penyembelihan maka berarti berkumpul
antara yang menyebabkan boleh (dimakan)
yang menyebabkan haram. Dalam
kondisi ini dimenangkan yang haram. Di
samping itu, tidak ada jaminan sebab yang
menentukan kematian. Bisa jadi matinya
sebab dua aktifitas, yakni yang boleh dan
yang haram. Hal ini mirip dengan adanya
dua tindakan (subyek) dalam satu hal
(obyek) atau jika ada (hewan buruan)
dilempar oleh orang muslim dan majusi
kemudian mati. (Ibn Qudamah, al-Mughni,
juz 9 halaman 318)

4. Pendapat Imam al-Syarbini dan Imam al-


Nawawi mengenai tanda-tanda “hayah
mustaqirrah” sebagai berikut:

‫ﻗﹶﻄﹾﻊﹺ‬ ‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬ ‫ﻛﹶﺔ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬ ‫ﺓﹸ‬‫ﺪ‬‫ﺷ‬ ‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﻘ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﺎﺓ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬ ‫ﺔﹸ‬‫ﻠﹶﺎﻣ‬‫ﻋ‬ ‫ﻪ‬‫ﺒﹺﻴ‬‫ﻨ‬‫ﺗ‬


‫ﻉﹺ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺍﺋ‬‫ﺰﻭ‬ ‫ﺍﻟ‬‫ﻓﹶﻲ‬‫ﺢ‬‫ﺍﻷَﺻ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ِ‫ﺀ‬‫ﺮﹺﻱ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬‫ﻡﹺ‬‫ﻠﹾﻘﹸﻮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬
Tanda hayah mustaqirrah adalah adanya 
gerakan yang kuat setelah pemotongan
saluranpernafasan
‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬ ‫ﺓﹸ‬‫ﺪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺍﻟﺸ‬ ‫ﻛﹶﺔﹸ‬‫ﺍﳊﹶﺮ‬ ‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﻘ‬‫ﺘ‬dan ‫ﺍﳌﹸﺴ‬ ‫ﺓ‬saluran ‫ﺎ‬‫ﺍﳊﹶﻴ‬ ِ‫ﻘﹶﺎﺀ‬‫ﺑ‬ ‫ﺕ‬ ‫ﺍ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺃﹶﻣ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬
makanan
menurut
‫ﻗﹶﻄﹾﻊﹺ‬ ‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬ ‫ﻛﹶﺔ‬pendapat ‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﺓﹸ‬‫ﻡﹺﺪ‬‫ﺪ‬‫ﺍﻟﺷ‬ ‫ﺭﹺ‬‫ﺓ‬‫ﺎﺮ‬‫ﺠ‬‫ﻘ‬yang ‫ﺘ‬‫ﻔ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻧ‬‫ﻤ‬‫ﻟﹾﻭ‬‫ﺍ‬ِ‫ﺀ‬‫ﻱ‬‫ﺎﺓ‬lebih
‫ﻴﺮﹺ‬‫ﺤ‬
‫ﺍﹾﳌﹶ‬‫ﻭ‬‫ﻡﹺ‬‫ﻮ‬‫ﺎﻘﹸﻣ‬shahih
‫ﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﺍ‬ ‫ﺔ‬
‫ﹸ‬ ‫ﳊﹸﻠﹶﻠﹾ‬‫ﻋ‬‫ﺍ‬‫ﻊﹺ‬‫ﻪ‬‫ﺒﹺﻄﹾﻴ‬‫ﻗﹶﻨ‬‫ﺗ‬
dalam ‫ﻉﹺ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺠ‬‫ﻤ‬al-Zawaid ‫ﺍﻟﹾ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺍﺋ‬‫ﺰﻭ‬ ‫ﺍﻟ‬‫ﻓﹶﻲ‬dan ‫ﺢ‬‫ﺍﻷَﺻ‬‫ﻰ‬ al-Majmu’ ‫ﻠﹶ‬‫ﻋ‬ِ‫ﺀ‬‫ﺮﹺﻱ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬(Imam ‫ﻡﹺ‬‫ﻠﹾﻘﹸﻮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬
al-Syarbini al-Khatib dalam al-Iqna’ juz 2
halaman
‫ﺍﻥ‬‫ﻮ‬‫ﺍﳊﹶﻴ‬ ‫ﺔ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬579). ‫ﻘﹶﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﻌﻒ‬‫ﻀ‬‫ﺗ‬‫ﻞ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬‫ﺍﻡﹺ‬‫ﺪ‬‫ﺨ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬‫ﻦﹺ‬‫ﻣ‬‫ﺎﻧﹺﻊ‬‫ﻣ‬‫ﺎ‬‫ﻟﹶ‬
‫ﻝﹸ‬‫ﺪ‬‫ﻤﺎﻌ‬‫ﺑ‬‫ﺓﹸﻌ‬‫ﺘ‬‫ﺪ‬‫ﺳ‬‫ﺍﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺍﻟﺎﻡﹺﺸ‬
‫ﻠﹶ‬‫ﺍﻛﹶﻹِﺔﹸﺳ‬‫ﻲ‬ ‫ﺍﺐﹴ‬‫ﻳ‬‫ﺭ‬‫ﺎﺬ‬‫ﻣ‬‫ﺃﹶﻌ‬‫ﺗ‬ ‫ﻥﹶﻦ‬‫ﻭ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬‫ﺩ‬
‫ﳊﹶﺮ‬‫ﺍﻓ‬ ‫ﻞﱡ‬‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ﻘ‬‫ﻳﺘ‬‫ﺴ‬ ‫ﳌﹸﻪ‬‫ﺍﻴ‬‫ﻠﹶ‬‫ﻋ‬‫ﺓ‬‫ﺀًﺎ‬‫ﺎﳊﹶﻴ‬‫ﺍﺑﹺﻨ‬ ‫ﺎﺀِﻭ‬‫ﻘﹶ‬‫ﻪ‬‫ﻟﹶﺑ‬‫ﺕ‬
‫ﺢﹺ‬‫ﺍﻟﺬﱠﺑ‬‫ﻞﹸ‬‫ﻗﹶﺒ‬‫ﺔ‬‫ﻡﹺﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﳌﹸﺪ‬‫ﺍ‬‫ﺭﹺﺮ‬‫ﻏﹶﺎﻴ‬‫ﺠ‬‫ﺔﻔ‬‫ﺍﺛﹶﻧ‬‫ﺪ‬‫ﻭ‬‫ﺤ‬ِ‫ﺀ‬‫ﺘ‬‫ﻱ‬‫ﺮﹺﺴ‬‫ﺍﺍﹾﻟﹾﳌﹶﻤ‬‫ﺮﹺﻭ‬‫ﻡﹺ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻮ‬‫ﻠﹾﻘﹸﺨ‬‫ﺍﻟﳊﹸﺘ‬‫ﺍ‬‫ﻊﹺﻕﹺ‬‫ﻗﹶﻃﹸﻄﹾﺮ‬
Di antara tanda adanya hayah mustaqirrah
adalah
‫ﺍﻥ‬‫ﻮ‬‫ﺍﳊﹶﻴ‬ ‫ﺔ‬‫ﻣ‬adanya
‫ﻘﹶﺎﻭ‬‫ﻣ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﻒ‬ ‫ﻌ‬‫ﻀ‬‫ﺗ‬‫ﻞ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺳ‬yang
gerakan ‫ﻭ‬‫ﺍﻡﹺ‬‫ﺪ‬‫ﺨ‬kuat ‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬‫ﻦﹺ‬‫ﻣ‬setelah
‫ﺎﻧﹺﻊ‬‫ﻣ‬‫ﻟﹶﺎ‬
pemotongan saluran pernafasan dan
saluran ِ‫ﺍﻹ‬‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﻞﱡ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬ ‫ﻪ‬serta
‫ﺎﻝﹸ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬ ‫ﻠﹶﺎﻡﹺ‬‫ﺳ‬makanan ‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ً‫ﺎﺀ‬‫ﺑﹺﻨ‬ ‫ﻭ‬terpancarnya
 ‫ﻟﹶﻪ‬ ‫ﺐﹴ‬‫ﻳ‬‫ﺬ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻭ‬‫ﺩ‬
darah. (Imam al-Nawawi, Raudlah al-
‫ﺢﹺ‬‫ﺍﻟﺬﱠﺑ‬‫ﻞﹸ‬‫ﻗﹶﺒ‬‫ﺔ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﺍﳌﹸﻤ‬‫ﺮ‬‫ﻏﹶﻴ‬‫ﺛﹶﺔ‬‫ﺪ‬‫ﺤ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺮﹺ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺨ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﻕﹺ‬‫ﻃﹸﺮ‬
Thalibin, juz 3 halaman 203)

704
‫ﻗﹶﻄﹾﻊﹺ‬ ‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬ ‫ﻛﹶﺔ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬ ‫ﺓﹸ‬‫ﺪ‬‫ﺷ‬ ‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﻘ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﺎﺓ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬ ‫ﺔﹸ‬‫ﻠﹶﺎﻣ‬‫ﻋ‬ ‫ﻪ‬‫ﺒﹺﻴ‬‫ﻨ‬‫ﺗ‬
‫ﻉﹺ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺍﺋ‬‫ﺰﻭ‬ ‫ﺍﻟ‬‫ﻓﹶﻲ‬‫ﺢ‬‫ﺍﻷَﺻ‬‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻋ‬ِ‫ﺀ‬‫ﺮﹺﻱ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬‫ﻡﹺ‬‫ﻠﹾﻘﹸﻮ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬

HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬ ‫ﺓﹸ‬‫ﺪ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺍﻟﺸ‬ ‫ﻛﹶﺔﹸ‬‫ﺍﳊﹶﺮ‬ ‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﻘ‬‫ﺘ‬‫ﺍﳌﹸﺴ‬ ‫ﺎﺓ‬‫ﺍﳊﹶﻴ‬ ِ‫ﻘﹶﺎﺀ‬‫ﺑ‬ ‫ﺍﺕ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺃﹶﻣ‬ ‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬
5. Pendapat Wahbah al-Zuhaily
‫ﻡﹺ‬‫ﺍﻟﺪ‬ ‫ﺎﺭﹺ‬‫ﺠ‬‫ﻔ‬‫ﺍﻧ‬‫ﻭ‬ِ‫ﺀ‬‫ﻱ‬mengenai
‫ﺍﹾﳌﹶﺮﹺ‬‫ﻭ‬‫ﻡﹺ‬‫ﺍﳊﹸﻠﹾﻘﹸﻮ‬tata
‫ﻗﹶﻄﹾﻊﹺ‬
cara penyembelihan dengan alat modern
sebagai berikut:
‫ﺍﻥ‬‫ﻮ‬‫ﺍﳊﹶﻴ‬ ‫ﺔ‬‫ﻣ‬‫ﻘﹶﺎﻭ‬‫ﻣ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﻌﻒ‬‫ﻀ‬‫ﺗ‬‫ﻞ‬‫ﺎﺋ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬‫ﺍﻡﹺ‬‫ﺪ‬‫ﺨ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬‫ﻦﹺ‬‫ﻣ‬‫ﺎﻧﹺﻊ‬‫ﻣ‬‫ﻟﹶﺎ‬
‫ﺎﻝﹸ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺘ‬‫ﺍﺳ‬ ‫ﻠﹶﺎﻡﹺ‬‫ﺍﻹِﺳ‬‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﻞﱡ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬ ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ ً‫ﺎﺀ‬‫ﺑﹺﻨ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻟﹶﻪ‬ ‫ﺐﹴ‬‫ﻳ‬‫ﺬ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬ ‫ﻥﹶ‬‫ﻭ‬‫ﺩ‬
‫ﺢﹺ‬‫ﺍﻟﺬﱠﺑ‬‫ﻞﹸ‬‫ﻗﹶﺒ‬‫ﺔ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﺍﳌﹸﻤ‬‫ﺮ‬‫ﻏﹶﻴ‬‫ﺛﹶﺔ‬‫ﺪ‬‫ﺤ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺮﹺ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺨ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﻕﹺ‬‫ﻃﹸﺮ‬
“Tidak ada halangan untuk menggunakan
sarana-sarana yang memperlemah
gerakan hewan dengan tanpa penyiksaan
terhadapnya (untuk penyembelihan
hewan). Untuk itu, dalam Islam dibolehkan
menggunakan cara pemingsanan modern
(stunning) yang tidak mematikan sebelum
penyembelihan”. (Wahbah al-Zuhaily
dalam al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, juz 4
halaman 2800).
6. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang
Penyembelihan Hewan Secara Mekanis
pada tanggal 18 Oktober 1976;
7. Keputusan Rapat koordinasi Komisi Fatwa
dan LP POM MUI serta Departemen Agama
RI, pada 25 Mei 2003 di Jakarta.
8. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4
Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa
Halal.
9. Hasil Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi
Fatwa se-Indonesia II Tahun 2006 di
Pondok Pesantren Gontor Ponorogo tentang
Masalah-Masalah Kritis dalam Audit Halal.
10. Hasil Rapat Kelompok Kerja Komisi Fatwa
MUI Bidang Pangan, Obatan-obatan dan
Kosmetika beserta Tim LPPOM MUI pada
12 November 2009.
11. Pendapat peserta rapat-rapat Komisi Fatwa,
yang terakhir pada tanggal 17 November
2009 dan 2 Desember 2009.

705
BIDANG POM DAN IPTEK

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT,

MEMUTUSKAN

Menetapkan: FATWA TENTANG STANDAR


PENYEMBELIHAN HALAL

Ketentuan Umum :
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan :
1. Penyembelihan adalah penyembelihan hewan sesuai dengan
ketentuan hukum Islam.
2. Pengolahan adalah proses yang dilakukan terhadap hewan setelah
disembelih, yang meliputi antara lain pengulitan, pencincangan,
dan pemotongan daging.
3. Stunning adalah suatu cara melemahkan hewan melalui
pemingsanan sebelum pelaksanaan penyembelihan agar pada
waktu disembelih hewan tidak banyak bergerak.
4. Gagal penyembelihan adalah hewan yang disembelih dengan tidak
memenuhi standar penyembelihan.

Ketentuan Hukum :
1. Standar Hewan Yang Disembelih
a. Hewan yang disembelih adalah hewan yang boleh dimakan.
b. Hewan harus dalam keadaan hidup ketika disembelih.
c. Kondisi hewan harus memenuhi standar kesehatan hewan
yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan.

2. Standar Penyembelih
a. Beragama Islam dan sudah akil baligh.
b. Memahami tata cara penyembelihan secara syar’i.
c. Memiliki keahlian dalam penyembelihan.

3. Standar Alat Penyembelihan


a. Alat penyembelihan harus tajam.
b. Alat dimaksud bukan kuku, gigi/taring atau tulang

4. Standar Proses Penyembelihan


a. Penyembelihan dilaksanakan dengan niat menyembelih dan
menyebut asma Allah.

706
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

b. Penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah melalui


pemotongan saluran makanan (mari’/esophagus), saluran
pernafasan/tenggorokan (hulqum/trachea), dan dua pembuluh
darah (wadajain/vena jugularis dan arteri carotids).
c. Penyembelihan dilakukan dengan satu kali dan secara cepat.
d. Memastikan adanya aliran darah dan/atau gerakan hewan
sebagai tanda hidupnya hewan (hayah mustaqirrah).
e. Memastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan
tersebut.

5. Standar Pengolahan, Penyimpanan, dan Pengiriman


a. Pengolahan dilakukan setelah hewan dalam keadaan mati oleh
sebab penyembelihan.
b. Hewan yang gagal penyembelihan harus dipisahkan.
c. Penyimpanan dilakukan secara terpisah antara yang halal dan
nonhalal.
d. Dalam proses pengiriman daging, harus ada informasi dan
jaminan mengenai status kehalalannya, mulai dari penyiapan
(seperti pengepakan dan pemasukan ke dalam kontainer),
pengangkutan (seperti pengapalan/shipping), hingga
penerimaan.

6. Lain-Lain
a. Hewan yang akan disembelih, disunnahkan untuk dihadapkan
ke kiblat.
b. Penyembelihan semaksimal mungkin dilaksanakan secara
manual, tanpa didahului dengan stunning (pemingsanan) dan
semacamnya.
c. Stunning (pemingsanan) untuk mempermudah proses
penyembelihan hewan hukumnya boleh, dengan syarat:
1) stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara,
tidak menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan
cedera permanen;
2) bertujuan untuk mempermudah penyembelihan;
3) pelaksanaannya sebagai bentuk ihsan, bukan untuk
menyiksa hewan;
4) peralatan stunning harus mampu menjamin terwujudnya
syarat a, b, c, serta tidak digunakan antara hewan halal dan

707
BIDANG POM DAN IPTEK

nonhalal (babi) sebagai langkah preventif.


5) Penetapan ketentuan stunning, pemilihan jenis, dan teknis
pelaksanaannya harus di bawah pengawasan ahli yang
menjamin terwujudnya syarat a, b, c, dan d.
d. Melakukan penggelonggongan hewan, hukumnya haram.

Rekomendasi (Taushiyah) :
1. Pemerintah diminta menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam
penentuan standar penyembelihan hewan yang dikonsumsi oleh
umat Islam.
2. Pemerintah harus segera menerapkan standar penyembelihan yang
benar secara hukum Islam dan aman secara kesehatan di Rumah
Potong Hewan (RPH) untuk menjamin hak konsumen muslim
dalam mengonsumsi hewan halal dan thayyib.
3. LPPOM MUI diminta segera merumuskan petunjuk teknis
operasional berdasarkan fatwa ini sebagai pedoman pelaksanaan
auditing penyembelihan halal, baik di dalam maupun luar negeri.

Ditetapkan di : Jakarta, 15 Dzulhijjah 1430 H


2 Desember 2009 M

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua Sekretaris

ttd ttd

DR. KH. Anwar Ibrahim Dr. H. Hasanuddin, M.Ag

708
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

14

MAKAN DAN BUDIDAYA CACING


DAN JANGKRIK

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA


Nomor: Kep-139/MUI/IV/2000

Tentang

MAKAN DAN BUDIDAYA CACING DAN JANGKRIK

Majelis Ulama Indonesia, setelah :

Menimbang : 1. bahwa budidaya cacing dan jangkrik


kini banyak dilakukan orang, baik untuk
makanan (pakan) hewan tertentu, obat-
obatan, jamu dan kosmetik, maupun untuk
dikonsumsi (dimakan orang).
2. bahwa masyarakat memerlukan penjelasan
tentang hukum membudidayakan, makan,
dan memanfaatkan kedua jenis binatang
tersebut.
3. bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama
Indonesia memandang perlu menetapkan
fatwa tentang membudidayakan, makan,
dan memanfaatkan kedua jenis binatang
tersebut untuk dijadikan pedoman oleh
masyarakat.

Memperhatikan : 1. Makalah Budidaya Cacing dan Jangkrik


dalam Kajian Fiqh yang dipresentasikan
oleh Dr. KH. Ahmad Munif, pada sidang

589
‫‪BIDANG POM DAN IPTEK‬‬

‫‪Komisi Fatwa MUI, tanggal‬‬


‫ ‪2.‬‬ ‫‪Pandangan ahli budidaya cacing dan‬‬
‫‪jangkrik yang disampaikan pada sidang‬‬
‫‪Komisi Fatwa MUI, tanggal‬‬
‫ ‪3.‬‬ ‫‪Pandangan peserta sidang Komisi Fatwa‬‬
‫‪MUI, tanggal‬‬

‫‪Mengingat :‬‬ ‫ ‪1.‬‬ ‫‪Firman Allah SWT:‬‬

‫ﻫ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬ﻱ‪‬ﺧ‪‬ﻠﹶﻖ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻓ‪‬ﻰ‪‬ﺍﹾﻷَﺭ‪‬ﺽﹺ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻌ‪‬ﺎ‪)‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪ (:‬‬
‫‪“Allah-lah‬ﻪ‪‬‬
‫‪yang‬ﺭ‪‬ﺽﹺ ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻌ‪‬ﺎ ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‪‬‬ ‫‪menjadikan‬ﺎ ‪‬ﻓ‪‬ﻰ ‪‬ﺍﹾﻷَ‬‫‪semua‬ﻓ‪‬ﻰ ‪‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻤﻮ‪‬ﺍﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‬ ‫‪yang‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺳ‪‬ﺨ‪‬ﺮ‪‬‬
‫‪ada di bumi untuk kamu sekalian” QS. al-‬‬
‫‪Baqarah‬‬ ‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪ (:‬‬ ‫‪[2]:‬‬ ‫‪29).‬ﻌ‪‬ﺎ‪)‬‬ ‫‪‬ﻠﹶ(ﻖ‪‬ﻟﹶﻜﹸﻢ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻓ‪‬ﻰ‪‬ﺍﹾﻷَﺭ‪‬ﺽﹺ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫ﺍﳉﺎﺛﻴﺔﻱ‪:‬ﺧ‪‬‬ ‫)ﻫ‪‬ﻮ‪‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬‬
‫‪‬ﻰ‪‬‬
‫ﺽﹺ ‪‬ﺕ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻭ‪‬ﻴ‪‬ﻣﻌ‪‬ﺎ‪‬ﺎ ‪‬ﻓﻣ‪‬ﻨ‪‬ﻪ‪‬‬ ‫‪‬ﻰ‪‬ﺍﹾﺍﻟﻷَﺴﺭ‪‬ﻤﻮ‪‬ﺍ‬ ‫ﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻓﻓ‪‬ﻰ‬ ‫‪‬ﻰ ‪‬ﺳ‪‬ﺍﻟﺨ‪‬ﺴﺮ‪‬ﻤ‪‬ﻟﹶﻮ‪‬ﺍﻜﹸﻢ‪‬‬ ‫ﺃﹶﻟﹶﻭ‪‬ﻢ‪‬ﺳ‪ ‬ﺗ‪‬ﺨ‪‬ﺮ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹶ ‪‬ﻜﹸﺃﹶﻢ‪‬ﻥﱠ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺍﻟﻠﹼ‪‬ﻪ‪‬ﻓ ‪‬‬
‫ﻟﻘﻤﺎﻥ‪ ((::‬‬ ‫ﺽﹺﺓﹰ‪‬ﻭ‪‬ﺟ‪‬ﺑ‪‬ﺎﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻃ‪‬ﻌﻨ‪‬ﺎﺔﹰ‪))‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬ ‫‪‬ﻰﻪ‪‬ﺍﹾ‪‬ﻷَﻇﹶﺎﺭ‪‬ﻫ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫‪‬ﺒ‪‬ﻠﹶ(ﻎﹶﻖ‪‬ﻟﹶﻋ‪‬ﻠﹶﻜﹸﻴ‪‬ﻢ‪‬ﻜﹸ‪‬ﻢ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻧﹺ‪‬ﻓﻌ‪‬ﻤ‪‬‬ ‫ﺍﳉﺎﺛﻴﺔ‪‬ﻱ‪:‬ﻭ‪‬ﺃﹶﺳ‪‬ﺧ‪‬‬ ‫ﺽﹺ‬ ‫ﺍﹾ)ﻫ‪‬ﻷَﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺍﻟﱠﺬ‪‬‬
‫‪‬ﻰ‪‬‬ ‫‪“Allah‬ﻪ‪‬‬
‫ﺕ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻭ‪‬ﻴ‪‬ﻣﻌ‪‬ﺎ‪‬ﺎ ‪‬ﻓﻣ‪‬ﻨ‪‬‬ ‫‪menundukkan untukmu semua yang‬‬
‫ﺽﹺ ‪‬‬ ‫‪‬ﻰ ‪‬ﺍﹾﺍﻟﻷَﺴﺭ‪‬ﻤﻮ‪‬ﺍ‬
‫)‪ada di langit dan di bumi (sebagai rahmat‬‬
‫ﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻣ‪‬ﺎ‪‬ﻓﻓ‪‬ﻰ‬ ‫‪‬ﻰ ‪‬ﺳ‪‬ﺍﻟﺨ‪‬ﺴﺮ‪‬ﻤ‪‬ﻟﹶﻮ‪‬ﺍﻜﹸﻢ‪‬‬ ‫ﺃﹶﻟﹶﻭ‪‬ﻢ‪‬ﺳ‪ ‬ﺗ‪‬ﺨ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍﻟﹶ ‪‬ﻜﹸﺃﹶﻢ‪‬ﻥﱠ‪‬ﻣ‪‬ﺎﺍﻟﻠﹼ‪‬ﻪ‪‬ﻓ ‪‬‬
‫ﻟﻘﻤﺎﻥ‪:‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‪‬ﻡ‪(‬ﻭ‪‬ﻣ‬
‫”‪dari-Nya‬ﺎ‪‬‬ ‫‪(QS.‬ﻓﹶﻬ‪‬ﻮ‪‬‬ ‫‪al-Jasiyah‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻃ‪‬ﻨ‪‬ﺣ‪‬ﺔﹰﺮ‪)‬ﻡ‪‬‬
‫ﻼﹶﺮ‪‬ﻝﹸﺓﹰ‪‬ﻭ‪‬ﺑ‬‫‪13).‬ﻪ‪:‬ﻧﹺﻓﹶﻌ‪‬ﻬ‪‬ﻤ‪‬ﻮ‪‬ﻪ‪‬ﻇﺣ‪‬ﹶﺎﻫ‪‬‬ ‫‪‬ﺒ‪(‬ﻓ‪‬ﻎﹶ‪‬ﻲ‪‬ﻋ‪‬ﻠﹶﻴ‪‬ﻛ‪‬ﺘﻜﹸ‪‬ﺎﺑﹺﻢ‪‬‬ ‫ﺍﳉﺎﺛﻴﺔﻞﱠ‪:‬ﻭ‪‬ﺍﻟﺃﹶﻠﹼﻪ‪‬ﺳ‪‬‬
‫ﺽﹺ‬ ‫ﺍﹾ)ﻣ‪‬ﺎﻷَ‪‬ﺭ‪‬ﺃﹶﺣ‪‬‬
‫ﺕ‪‬ﻥﱠ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻟﻣﻠﹼ‪‬ﺎﻪ‪‬ﻓﻟﹶ‪‬ﻰﻢ‪‬‬ ‫ﺖ‪ ‬ﻭ‪‬ﺍﻋ‪‬ﻨ‪‬ﺃﹶﻪ‪ ‬ﻥﱠﻓﹶ‪‬ﻬ‪‬ﺍﻟﻮ‪‬ﻠﹼ‪‬ﻪ‪‬ﻋ‪‬ﻔﹾﺳ‪‬ﻮ‪،‬ﺨ‪‬ﺮ‪‬ﻓﹶﺎ‪‬ﻗﹾﻟﹶﺒ‪‬ﻠﹸﻜﹸﻮ‪‬ﺍﻢ‪‬ﻣ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻦ‪ ‬ﻓﺍﻟﻠﹼ‪‬ﻰﻪ‪ ‬ﻋﺍﻟ‪‬ﺎﻓ‪‬ﺴﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻤﻪﻮ‪،‬ﺍ‪‬ﻓﹶﺈﹺ‬ ‫ﺃﹶﻟﹶﺳ‪‬ﻢ‪‬ﻜﹶ‪‬ﺗ‪‬ﺮ‬
‫ﻟﻘﻤﺎﻥ‪:‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﺍ‪‬ﻡ‪(‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‪‬‬ ‫ﻼﹶﺮ‪‬ﻝﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪ ‬ﻓﹶﻬ‪‬ﻮ‪‬‬ ‫‪‬ﻰﻮ‪‬ﻪ‪‬ﺍﹾ‪‬ﻷَﻇﺣ‪‬ﹶﺎ‬‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﻧﹺ‪‬ﻓﹶﻓﻌ‪‬ﻬ‪‬ﻤ‪‬‬
‫ﻱ‪‬ﻭ‪‬ﺴ‪‬ﺍﻟﺃﹶﻠﹼ‪‬ﻲﻪ‪‬ﺳ‪‬ﺧ‪‬ﺒ‪‬ﻠﹶ‪‬ﻓ‪‬ﻎﹶﺷ‪‬ﻖ‪‬ﻴ‪‬ﻲ‪‬ﺌﻟﹶﹰﺎﻋ‪‬ﻠﹶ‪‬ﻜﹸﻴ‪)‬ﻛ‪‬ﺘﻢ‪‬ﻜﹸ‪‬ﺎ‪‬ﺑﹺﻢ‪‬ﻣﻪ‪‬ﺎ‪‬‬
‫ﺽﹺﻨ‪‬ﻞﱠ‪‬‬ ‫ﺍﹾﻳ‪‬ﻣﻫ‪‬ﺎﻷَﻜﹸﻮ‪‬ﺭ‪‬ﺃﹶ‪‬ﻦ‪‬ﺍﻟﱠ‪‬ﺣ‪‬ﻟ‪‬ﺬ‪‬ﻴ‪‬‬
‫ﺽﹺﺓﹰ‪‬ﺟ‪‬ﺑﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻃ‪‬ﻌﻨ‪‬ﺎﺔﹰ‪))‬ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‪ (:‬‬ ‫ﺍﳊﺎﻛﻢﺭ‪(‬ﻫ‪‬‬
‫ﻓﻼﻢ‪‬‬ ‫ﻭﺣﺪ‪،‬ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﻠﹼﻪ‪ ‬ﻟﹶ‬ ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ ‪‬ﻋ‪‬ﺎﻓ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‬ ‫‪kamu‬ﻠﹼﻪ‪‬‬
‫ﻓﻼﻮ‪‬ﺍ‪ ‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟ‬ ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‪‬ﻓ‪‬ﹶﺎﻗﹾﺒ‪‬ﻠﹸ‬ ‫ﻓﺮﺽﻬ‪‬ﻮ‪‬ﻋ‪‬ﻔﹾﻮ‪،‬‬ ‫ﺍﻥﻜﹶ‪‬ﺖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻪ‪ ‬ﻓﹶ‬ ‫ﺳ‪‬‬
‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‪‬ﺎ ‪‬ﻣ‪‬ﻨ‬
‫‪“Tidakkah‬ﻪ‪‬‬
‫‪sesungguhnya‬‬ ‫‪‬ﻰ ‪‬ﺍﹾﻷَﺭ‪‬ﺽﹺ ‪‬ﺟ‪‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬ﻌ‬ ‫‪Allah‬ﻓ‬
‫‪telah‬ﺕ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬‬ ‫‪memperhatikan‬ﺍﻟﺴ‪‬ﻤﻮ‪‬ﺍ‬ ‫ﺍﷲ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻜﹸﻢ‪ ‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻓ‪‬ﻰ‬
‫‪ menundukkan‬‬ ‫ﻭ‪‬ﺳ‪‬ﺨ‪‬ﺮ‪‬‬
‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‪‬‬
‫ﻋﻦﺮ‪‬ﺍ‪‬ﻡ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬
‫)‪untuk (kepentingan‬‬
‫ﻭﺳﻜﺖﻮ‪ ‬ﺣ‪‬‬ ‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‪‬ﺎ ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪ ‬ﻓﹶﻬ‪‬‬ ‫ﺍﳊﺎﻛﻢ(ﻼﹶﻝﹸ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﻓﹶﻬ‪‬ﻓﻼﻮ‪ ‬ﺣ‪‬‬
‫ﺍﺷﻴﺎﺀ ‪mu‬‬
‫ﻭﺣﺮﻡﻲ‪‬ﺌﹰﺎ‪)‬ﻛ‪‬ﺘ‪‬ﺎﺑﹺﻪ‪‬‬
‫‪apa  yang‬‬
‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ‪‬ﺴ‪‬ﺍﻟﻠﹼ‪‬ﻲﻪ‪‬ﻓ‪‬ﺷ‪‬ﻴ‪‬‬
‫ﺍﳉﺎﺛﻴﺔ‪(:‬‬
‫ﻳ‪‬ﻣ‪‬ﺎﻜﹸ‪‬ﺃﹶﻦ‪‬ﺣ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻨ‪‬ﻞﱠ‬
‫)‪ada‬‬
‫ﻓﻼﻢ‪‬‬ ‫‪di‬‬ ‫ﻟ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻠ‬
‫ﹼ‬ ‫ﺍﻟ‬
‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‬
‫‪langit‬‬‫‪‬‬ ‫ﻥ‬
‫ﱠ‬ ‫ﺈ‬
‫ﹺ‬ ‫ﻓ‬
‫ﹶ‬ ‫‪‬‬ ‫‪،‬‬‫ﻪ‬ ‫ﺘ‬
‫‪‬‬
‫ﻭﺣﺪ‬
‫‪dan‬‬ ‫ﻴ‬
‫‪‬‬ ‫ﻓ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬ﺎ‬ ‫ﻋ‬‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﻪ‬ ‫ﻠ‬
‫ﹼ‬ ‫ﺍﻟ‬
‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬
‫‪apa‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻦ‬
‫‪‬‬ ‫ﻣ‬
‫‪‬‬
‫‪yang‬‬‫‪‬‬ ‫‪‬‬‫‪‬ﺍ‬
‫ﻮ‬ ‫ﻠ‬
‫ﹸ‬
‫ﻓﻼ‬ ‫ﺒ‬
‫‪‬‬ ‫ﻗ‬
‫ﹾ‬ ‫ﹶﺎ‬
‫‪‬‬‫ﻓ‬ ‫‪‬‬
‫‪ada‬‬ ‫‪،‬‬
‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻔ‬
‫ﹾ‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪di‬‬‫‪‬‬ ‫ﻮ‬
‫‪‬‬
‫‪‬‬ ‫ﻬ‬
‫‪‬‬‫ﻓﺮﺽ‬ ‫ﻓ‬
‫ﹶ‬
‫‪bumi‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻪ‬
‫‪‬‬ ‫ﻨ‬
‫‪‬‬ ‫ﻋ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺖ‬
‫‪‬‬ ‫‪dan‬‬‫ﺳ‪‬ﺍﻥﻜﹶ‪‬‬
‫‪‬ﻰ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻓ‬
‫‪menyempurnakan‬‬ ‫ﻋﻨﻬﺎﺴ‪‬ﻤ)ﻮ‪‬ﺍﺕ‪‬‬ ‫ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‪‬ﻰ‪ ‬ﺍﻟ‬‫‪untukmu‬ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﻓ‬ ‫ﻧﺴﻴﺎﻥ‪‬ﻟﹶ‪‬ﻜﹸﻓﻼﻢ‪‬‬ ‫‪ni’mat-Nya‬ﻠﹼﻪ‪‬ﻏﲑ‪‬ﺳ‪‬ﺨ‪‬ﺮ‪‬‬ ‫ﻣﻦ ‪‬ﺍﻟ‬‫ﺑﻜﻢ‪‬ﺃﹶ‪‬ﻥﱠ ‪‬‬ ‫ﺭﲪﺔﺗ‪‬ﺮ‪‬ﻭ‪‬ﺍ‬ ‫ﺃﹶﻟﹶﻢ‪ ‬‬
‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‪‬‬ ‫ﻭﺳﻜﺖ ‪‬ﻋﻦ ‪‬‬ ‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ ‪‬‬ ‫ﺍﳊﺎﻛﻢ( ‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﻓﻼ ‪‬‬ ‫ﻭﺣﺮﻡﺌﹰﺎ‪)‬ﺍﺷﻴﺎﺀ‬ ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎﺴ‪‬ﻲ‪‬ﺷ‪‬ﻴ‪‬‬ ‫ﻳ‪‬ﻜﹸﻦ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻨ‪‬‬
‫‪ (:dan‬‬
‫‪lahir‬‬ ‫”‪batin‬ﻟﻘﻤﺎﻥ‬ ‫‪(QS.‬ﻭ‪‬ﺑ‪‬ﺎﻃ‪‬ﻨ‪‬ﺔﹰ‪)‬‬ ‫‪Luqman‬ﻇﹶﺎﻫ‪‬ﺮ‪‬ﺓﹰ‪‬‬ ‫‪20).‬ﻋ‪‬ﻠﹶ‪:‬ﻴ‪‬ﻜﹸﻢ‪‬ﻧﹺﻌ‪‬ﻤ‪‬ﻪ‪‬‬ ‫ﻣﺎﺟﺔ(ﺳ‪‬ﺒ‪ ‬ﻎﹶ‪‬‬ ‫ﻭﺃﺑﻮ‪‬ﺽﹺ‪‬ﻭ‪‬ﺃﹶ‬ ‫ﺍﹾﻷَﺭ‪‬‬
‫ﻓﻼ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ‬ ‫ﺣﺪﻭﺩﺍ ‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ ‪‬‬ ‫ﻭﺣﺪ ‪‬‬ ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‪ ‬ﻋﻨﻬﺎ ‪)‬‬ ‫ﻓﻼ ‪‬ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‬ ‫ﻓﻼ ‪‬‬ ‫ﻧﺴﻴﺎﻥ ‪‬‬ ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ ‪‬‬ ‫ﻣﻦ ‪‬ﻏﲑ ‪‬‬ ‫ﻓﺮﺽ‬ ‫ﺑﻜﻢ ‪‬‬ ‫ﺭﲪﺔ ‪‬ﺍﷲ ‪‬‬ ‫ﺍﻥ ‪‬‬
‫ ‪2.‬‬ ‫‪Hadis Nabi saw.:‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‪‬‬
‫ﻋﻦﺮ‪‬ﺍ‪‬ﻡ‪ ‬ﻭ‪‬ﻣ‪‬ﺎ‬ ‫ﻭﺳﻜﺖﻮ‪‬ﺣ‪‬‬ ‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‪‬ﺎ ‪‬ﺣ‪‬ﺮ‪‬ﻡ‪ ‬ﻓﹶﻬ‪‬‬ ‫ﻓﻼﻮ‪ ‬ﺣ‪‬ﻼﹶﻝﹸ ‪‬ﻭ‪‬ﻣ‬ ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔﻓﹶﻬ‪ ‬‬‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‪‬‬‫ﺍﳌﻨﺎﻓﻊ‪‬ﻛ‪‬ﺘ‪‬ﺎﺑﹺﻪ‪‬‬ ‫ﻭﺣﺮﻡﻲ‪‬‬ ‫ﻣﺎﺟﺔ‪‬ﻠﹼ(ﻪ‪ ‬ﻓ‪‬‬ ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ‪‬ﰱ‪‬ﺍﻟ‬
‫ﺍﻻﺻﻞ‪‬ﻞﱠ‬ ‫ﻭﺃﺑﻮ‪‬ﺣ‪‬‬ ‫ﻣ‪‬ﺎ ‪‬ﺃﹶ‬
‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱﻢ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫)‬ ‫‪‬‬
‫ﺳ‪‬ﻜﹶﺖ‪ ‬ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻪ‪ ‬ﻓﹶﻬ‪‬ﻮ‪ ‬ﻋ‪‬ﻔﹾﻮ‪ ،‬ﻓﹶﺎﻗﹾﺒ‪‬ﻠﹸﻮ‪‬ﺍ ‪‬ﻣ‪‬ﻦ‪ ‬ﺍﻟﻠﹼﻪ‪ ‬ﻋ‪‬ﺎﻓ‪‬ﻴ‪‬ﺘ‪‬ﻪ‪ ،‬ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ ‪‬ﺍﻟﻠﹼﻪ‪ ‬ﻟﹶ‬
‫ﻋﻨﻬﺎ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻧﺴﻴﺎﻥ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻏﲑ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺑﻜﻢ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺭﲪﺔ‬
‫ﻣﺎﺟﺔ‪(‬ﺍﳌﻨﺎﻓﻊ‪‬ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ ‪‬‬ ‫ﺍﻻﺻﻞ‪‬ﰱ‬
‫‪‬ﻲ‪ ‬ﺷ‪‬ﻴ‪‬ﺌﹰﺎ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ‪‬ﺍﳊﺎﻛﻢ( ‪‬‬ ‫ﻭﺃﺑﻮﻦ‪‬ﻟ‪‬ﻴ‪‬ﻨ‪‬ﺴ‬ ‫ﻳ‪‬ﻜﹸ‬
‫ﻓﻼ‪‬‬ ‫‪“Apa-apa‬‬ ‫ﻭﺣﺪ ‪‬ﺣﺪﻭﺩﺍ ‪‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ ‪‬‬ ‫‪dihalalkan‬‬ ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ ‪‬ﻓﻼ ‪‬‬ ‫‪oleh Allah‬‬ ‫‪dalam‬ﻓﺮﺽ ‪‬‬ ‫ﺍﻥ ‪‬ﺍﷲ‬ ‫‪‬‬
‫‪kitab-Nya (al-Qur’an) adalah‬‬ ‫ﺍﳌﻨﺎﻓﻊ‪‬ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬ ‫‪halal,‬‬ ‫ﺍﻻﺻﻞ‪‬ﰱ‪‬‬ ‫‪apa-‬‬
‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‪‬‬‫ﻋﻦ ‪apa‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫ﻭﺳﻜﺖ ‪‬‬ ‫ﻭﺣﺮﻡ ‪‬ﺍﺷﻴﺎﺀ ‪‬ﻓﻼ ‪‬ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ ‪‬‬
‫‪diharamkan-Nya,‬‬ ‫‪hukumnya‬‬ ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ ‪‬‬
‫‪haram, dan apa-apa yang Allah diamkan/‬‬
‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ‪‬‬ ‫ﺭﲪﺔ ‪‬ﺑﻜﻢ ‪‬ﻣﻦ ‪‬ﻏﲑ ‪‬ﻧﺴﻴﺎﻥ ‪‬ﻓﻼ ‪‬ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ ‪‬ﻋﻨﻬﺎ ‪)‬ﺭﻭﺍﻩ ‪‬‬
‫‪tidak dijelaskan hukumnya, dimaafkan.‬‬
‫‪Untuk itu terimalah pemaafan-Nya,‬‬ ‫ﻣﺎﺟﺔ( ‪‬‬ ‫‪sebab‬‬ ‫ﻭﺃﺑﻮ‪‬‬
‫‪Allah tidak pernah lupa tentang sesutu apa‬‬
‫‪pun” (HR. al-Hakim).‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺍﻻﺻﻞ‪‬ﰱ‪‬ﺍﳌﻨﺎﻓﻊ‪‬ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ ‪‬‬

‫‪590‬‬

‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﺍﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﻮ‬‫ﻓﹶﻬ‬ ‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﻼﹶﻝﹸ‬‫ﺣ‬ ‫ﻮ‬‫ﻓﹶﻬ‬ ‫ﺎﺑﹺﻪ‬‫ﺘ‬‫ﻛ‬ ‫ﻲ‬‫ﻓ‬ ‫ﺍﻟﻠﹼﻪ‬ ‫ﻞﱠ‬‫ﺃﹶﺣ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬
‫ﻟﹶﻢ‬ ‫ﺍﻟﻠﹼﻪ‬ ‫ﻓﹶﺈﹺﻥﱠ‬HIMPUNAN
 ،‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻓ‬‫ﻋ‬ ‫ﺍﻟﻠﹼﻪ‬FATWA
 ‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮ‬MAJELIS
‫ﻠﹸ‬‫ﻓﹶﺎﻗﹾﺒ‬ ،‫ﻔﹾﻮ‬ULAMA
‫ﻋ‬ ‫ﻮ‬‫ﻓﹶﻬ‬INDONESIA
‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬ ‫ﻜﹶﺖ‬‫ﺳ‬
 (‫ﺍﳊﺎﻛﻢ‬‫)ﺭﻭﺍﻩ‬‫ﺌﹰﺎ‬‫ﻴ‬‫ﺷ‬‫ﻲ‬‫ﺴ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﻟ‬‫ﻜﹸﻦ‬‫ﻳ‬
‫ﻓﻼ‬ ‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‬ ‫ﻭﺣﺪ‬ ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‬ ‫ﻓﺮﺽ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺍﻥ‬
‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﻭﺳﻜﺖ‬ ‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬ ‫ﻭﺣﺮﻡ‬ ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ‬
‫ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ‬ ‫)ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﻋﻨﻬﺎ‬ ‫ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﻧﺴﻴﺎﻥ‬ ‫ﻏﲑ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﺑﻜﻢ‬ ‫ﺭﲪﺔ‬
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan  (‫ﻣﺎﺟﺔ‬‫ﻭﺃﺑﻮ‬
beberapa kewajiban, maka janganlah
‫ﺍﷲ‬ ‫ﺻﻠﻰ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺭﺳﻮﻝ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﻋﻨﻪ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺭﺿﻰ‬ ‫ﺛﻌﻠﺒﺔ‬ ‫ﺃﰉ‬ ‫ﻋﻦ‬ 
kamu sia-siakan, menentukan beberapa
 ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬‫ﺍﳌﻨﺎﻓﻊ‬langgar,‫ﰱ‬‫ﺍﻻﺻﻞ‬
‫ﻓﹶﻼﹶ‬ ‫ﺾ‬‫ﺍﺋ‬‫ﻓﹶﺮ‬ ‫ﺽ‬janganlah
ketentuan, ‫ﻓﹶﺮ‬ ‫ﺎﻟﹶﻰ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬ َ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻥﱠ‬kamu ‫ﺇ‬ : ‫ﻗﺎﻝ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‬ ‫ﻋﻠﻴﻪ‬
mengharamkan beberapa hal, janganlah
‫ﻓﹶﻼﹶ‬ َ‫ﺎﺀ‬rusak;
kamu ‫ﻴ‬‫ﺃﹶﺷ‬ ‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬dan
 ‫ﺎ‬‫ﻫ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬Allah
‫ﺘ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬ ‫ﻓﹶﻼﹶ‬tidak
 ‫ﺍ‬‫ﺩ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺣ‬menjelaskan
 ‫ﺪ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﻫ‬‫ﻮ‬‫ﻌ‬‫ﻴ‬‫ﻀ‬‫ﺗ‬
hukum beberapa hal karena kasih sayang
‫ﺎﻥ‬‫ﻴ‬‫ﻧﹺﺴ‬ ‫ﺮﹺ‬‫ ﻏﹶﻴ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬bukan
kepadamu,  ‫ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺔﹰ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬karena
‫ﺭ‬َ‫ﺎﺀ‬‫ﻴ‬‫ﺃﹶﺷ‬‫ﻦ‬lupa,
‫ﻋ‬‫ﻜﹶﺖ‬janganlah
‫ﺳ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬‫ﻫ‬‫ﻬﹺﻜﹸﻮ‬‫ﺘ‬‫ﻨ‬‫ﺗ‬
‫ﻗﻄﲎ‬ cari-cari
kamu ‫ﺍﻟﺪﺍﺭ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‬ ‫ﺣﺴﻦ‬ hukumnya.” ‫ﺣﺪﻳﺚ‬ –(HR.  ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬Turmuzi
‫ﺍ‬‫ﺜﹸﻮ‬‫ﺤ‬‫ﺒ‬‫ﺗ‬ ‫ﻓﹶﻼﹶ‬
dan Ibn Majah)
‫ﻭﻏﲑﻩ‬
3. Kaidah fiqh:

‫ﺔﹸ‬‫ﺎﺣ‬‫ﺑ‬‫ﺍﻻ‬‫ﻊﹺ‬‫ﺎﻓ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻰ‬‫ﻓ‬‫ﻞﹸ‬‫ﺍﻻﹶﺻ‬
“Pada dasarnya segala sesuatu yang
bermanfaat adalah mubah/halal”

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG MAKAN DAN BUDIDAYA


CACING DAN JANGKRIK

Pertama : Hukum yang berkaitan dengan cacing


1. Cacing adalah salah satu jenis hewan yang masuk kedalam kategori
al-Hasyarãt.
2. Membenarkan adanya pendapat ulama (Imam Malik, Ibn Abi Laila,
dan al-Auza’i) yang menghalalkan memakan cacing sepanjang
bermanfaat dan tidak membahayakan; dan pendapat ulama yang
mengharamkan memakannya.
3. Membudidayakan cacing untuk diambil manfaatnya, tidak untuk
dimakan, tidak bertentangan dengan hukum Islam.
4. Membudidayakan cacing untuk diambil sendiri manfaatnya,
untuk pakan burung misalnya, tidak untuk dimakan atau dijual,
hukumnya boleh (mubah).

Kedua : Hukum yang berkaitan dengan jangkrik.


1. Jangkrik adalah binatang serangga yang sejenis dengan belalang.
2. Membudidayakan jangkrik untuk diambil manfaatnya, untuk
obat/kosmetik misalnya, untuk dimakan atau dijual, hukumnya

591
adalah boleh (mubah, halal), sepanjang tidak menimbulkan
bahaya (mudarat).

Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Jakarta, 18 April 2000

DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDOESIA

Ketua Komisi Fatwa MUI Sekretaris Komisi Fatwa

ttd ttd

Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML Drs. H. Hasanuddin, M.Ag

592
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

PENJELASAN FATWA
TENTANG MAKAN DAN BUDIDAYA CACING & JANGKRIK

A. PENDAHULUAN
Dunia ilmu pengetahuan berkembang begitu pesat. Penelitian
demi penelitian terus dilakukan, dan penemuan-penemuan baru
pun ditemukan. Hal-hal yang dahulu dianggap tidak berguna,
nampak sepele, bahkan mungkin menjijikkan, kini berubah
menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis dan diperlukan.
Sesuai dengan kemajuan zaman dan meningkatnya
kebutuhan kehidupan manusia, otak manusia nampaknya terus
berinovasi dan berkreasi untuk menemukan hal-hal baru dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Adanya krismon dan
krismi membawa hikmah dan berkah. Bukan saja menyadarkan
manusia akan kelemahan dan kekerdilannya di tengah himpitan
dan gempuran badai kehidupan, di hadapan ke-Mahabesar-an
al-Khaliq, tetapi juga memaksa manusia untuk memeras otaknya
agar dapat survive dalam percaturan hidup dan kehidupan ini.
Di antara sekian contoh aktual dari hal tersebut ialah maraknya
budidaya cacing yang kian hari terus bertambah peminatnya.
Cacing kini telah naik derajatnya, dari binatang yang menjijikkan
yang dibenci, menjadi alat komoditas yang dapat mendatangkan
duit. Satwa melata (al-Hasyarat) bertubuh ramping itu kini telah
dinobatkan sebagai hewan multiguna. Produsen farmasi dan
kosmetik konon memakai cacing untuk beberapa produknya.
Bahkan ada obat untuk tifus yang dipopulerkan berbahan baku
cacing. Selain itu, ia pun dimanfaatkan untuk menyuburkan tanah
dan menanggulangi masalah sampah. Subhanallah, Maha Suci
dan Bijaksana Allah yang menjadikan segala sesuatu tiada terlepas
dari hikmah dan faidah.
Contoh lain adalah jangkrik. Serangga yang di malam hari
sering memamerkan kebolehan suaranya yang nyaring, penuh
irama, dan indah yang oleh karenanya disebut Sharikh al-Lail
itu, kini ternyata sangat diperlukan untuk pakan burung-burung
piaraan.
Pada saat belum banyak taman burung dan pencinta yang
gandrung memeliharanya, burung-burung bebas mencari
makanan sendiri sesuai dengan seleranya. Setelah banyak taman
burung dan banyak pencinta binatang menjadikan burung
sebagai piaraan kesayangannya, kini burung-burung itu telah

Onny Untung, Majalah Trubus, No.357, Edisi Agustus 1999, h. 2

Dyah Habib/Ali Akipin, Tabloid Peluang, No. 41/Tahun I/20-26
Agustus 1999, h. 6-9.

593
BIDANG POM DAN IPTEK

menjadi makhluq yang manja, bak raja dan ratu yang tinggal di
istana indah, menyanyi dan bersukaria, dengan memaksa para
pencintanya menjadi pelayan setianya. Mau tidak mau, mereka
harus menyediakan menu makanan yang lezat dan cukup untuk
keperluan hidup kesehariannya.
Di antara jenis serangga yang disajikan sebagai menu istimewa
bangsa burung tersebut adalah jangkrik. Bahkan ada burung
tertentu yang apabila tidak diberi makanan jangkrik, suaranya
parau, tidak bagus, tetapi begitu diberi makanan jangkrik,
langsung berkicau dan manggung/bersuara nyaring dan indah.
Nampaknya kenyaringan suara jangkrik yang dimakannya itu
langsung mempengaruhi kicau dan suara si burung tersebut.
Kondisi tersebut mau tidak mau mendorong manusia untuk
memeras otaknya, agar dengan cara mudah bisa mendapatkan
jangkrik yang cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan
burung-burung piaraan kesayangannya. Dari sini muncullah
budidaya jangkrik. Dengan demikian, jangkrik yang tadinya
hanya dapat dinikmati suaranya, kini telah menjadi sesuatu yang
berharga yang membuka lapangan kerja dan mendatangkan
fulus... Subhanallah... Rabbana Makhalaqta Haza Bathila.

B. ANALISIS FIQH
Sekarang timbul pertanyaan, bagaimanakah hukum budidaya
cacing dan jangkrik tersebut menurut kacamata Fiqh Islam?
Dapatkah hal tersebut dibenarkan sepanjang kajian Fiqh?
Bukankah kedua jenis satwa tersebut termasuk ke dalam kategori
al-Khabaits atau al-Hasyarat yang menurut jumhur fuqaha’
hukumnya haram? Tulisan sederhana ini akan mencoba menjawab
persoalan tersebut.
Imam Syafi’i dalam ar-Risalah menegaskan bahwa tak satu
pun permasalahan kehidupan yang dihadapi oleh umat Islam
kecuali hal itu ada solusinya (dapat diketahui status hukumnya)
dalam al-Quran al-Karim (ada yang langsung/manshush dan ada
yang tidak langsung/ghairu manshush/maskut ‘anhu). Hal yang
sama berlaku pada sunah sejalan dengan penegasan Rasul:
 ‫ﻣﻌﻪ‬‫ﻭﻣﺜﻠﻪ‬‫ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‬‫ﺍﻭﺗﻴﺖ‬‫ﻭﺍﱏ‬‫ﺍﻻ‬
“Ketahuilah, aku diberi kitab suci al-Qur’an, dan sunah yang
kedudukannya sama dengan al-Qur’an”.
 ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬‫ﻓﻊ‬‫ﺍﳌﻨﺎ‬‫ﰱ‬‫ﺍﻻﺻﻞ‬
 ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬‫ﻓﻊ‬‫ﺍﳌﻨﺎ‬‫ﰱ‬‫ﺍﻻﺻﻞ‬

Ibid.
 
Asy-Syafi’i, ar-Risalah, (al-Qahirah: al-Babi al-Halabi, 1947), h. 20

Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Dar al-Fikr, 1955), juz IV,

h. 279.  ‫ﲨﻴﻌﺎ‬‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬‫ﺧﻠﻖ‬‫ﺍﻟﺬﻯ‬‫ﻫﻮ‬
 ‫ﻣﻨﻪ‬‫ﲨﻴﻌﺎ‬‫ﺍﻻﺭﺽ‬‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬‫ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬‫ﰱ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‬
594
‫ﻇﺎﻫﺮﺓ‬‫ﻧﻌﻤﻪ‬‫ﻋﻠﻴﻜﻢ‬‫ﻭﺍﺳﺒﻎ‬‫ﺍﻻﺭﺽ‬‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬‫ﺳﺨﺮ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬‫ﺗﺮﻭﺍ‬‫ﺍﱂ‬
 ‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‬
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Dari penegasan Imam Syafi’i tersebut muncullah teori


dalam kajian Ushul Fiqh bahwa kasus hukum (kasus yang ingin
diketahui hukumnya) yang dihadapi oleh umat manusia itu dapat
diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, kasus yang ingin diketahui
hukumnya itu telah manshush (ditegaskan hukumnya secara
langsung, tegas, dan jelas) oleh teks al-Qur’an atau sunah. Kedua,
ghairu manshush/maskut ‘anhu (belum atau tidak ditegaskan
hukumnya) oleh al-Qur’-an atau sunah.
Untuk kelompok pertama berlaku prinsip La majala lahu lil-
ijitihad (tidak berlaku‫ﺍﷲ‬
dan‫ﺻﻠﻰ‬ tidak ‫ﺍﷲ‬diperlukan
‫ﺭﺳﻮﻝ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﻋﻨﻪ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺭﺿﻰ‬
ijtihad); ‫ﺛﻌﻠﺒﺔ‬ ‫ﺃﰉ‬ ‫ﻋﻦ‬
sementara itu
untuk mengetahui status hukum kelompok kedua berlaku prinsip
La-hu majal li-ijtihad(berlaku
‫ﻓﹶﻼﹶ‬ ‫ﺾ‬‫ﺍﺋ‬‫ﻓﹶﺮ‬dan ‫ﺽ‬‫ﺮ‬diperlukan ‫ﺇ‬ : ‫ﻗﺎﻝ‬ ‫ﻭﺳﻠﻢ‬ ‫ﻋﻠﻴﻪ‬
‫ﻓﹶ‬ ‫ﺎﻟﹶﻰ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬ َ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻥﱠ‬ijtihad).
Menurut hemat ‫ﻼﹶ‬ penulis,
‫ﻓﹶ‬ َ‫ﺎﺀ‬‫ﻴ‬‫ﺃﹶﺷ‬ ‫ﻡ‬‫ﺮ‬masalah
‫ﺣ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﻫ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺘ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬budidaya
‫ﻓﹶﻼﹶ‬ ‫ﺍ‬‫ﺩ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺣ‬ ‫ﺪ‬cacing
‫ﺣ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﻫ‬‫ﻮ‬‫ﻌ‬dan
‫ﻴ‬‫ﻀ‬‫ﺗ‬
jangkrik termasuk kategori ghairu manshush/maskut ‘anhu yang
untuk mengetahui status‫ﺎﻥ‬‫ﻴ‬‫ﻧﹺﺴ‬hukumnya
 ‫ﺮﹺ‬‫ ﻏﹶﻴ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬ ‫ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺔﹰ‬diperlukan
‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬َ‫ﺎﺀ‬‫ﻴ‬‫ﺃﹶﺷ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬ijtihad.
‫ﻜﹶﺖ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬‫ﺎ‬Dengan
‫ﻫ‬‫ﻬﹺﻜﹸﻮ‬‫ﺘ‬‫ﻨ‬‫ﺗ‬
demikian, masalahnya adalah ijtihadi. Menurut hemat penulis,
pemecahan terhadap‫ﻗﻄﲎ‬ masalah ‫ﺍﻟﺪﺍﺭ‬ ‫ﺭﻭﺍﻩ‬ ini ‫ﺣﺴﻦ‬
dapat‫ﺣﺪﻳﺚ‬  – ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬lewat
ditempuh  ‫ﺍ‬‫ﺜﹸﻮ‬‫ﺤ‬‫ﺒ‬‫ﺗ‬tiga
‫ﻓﹶﻼﹶ‬
pendekatan sbb: ‫ﻭﻏﲑﻩ‬
1. Lewat aproarch kaidah yang dipedomani oleh jumhur
fuqaha: 
‫ﺔﹸ‬‫ﺎﺣ‬‫ﺑ‬‫ﺍﻻ‬‫ﻊﹺ‬‫ﺎﻓ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻰ‬‫ﻓ‬‫ﻞﹸ‬‫ﺍﻻﹶﺻ‬
“Pada dasarnya segala sesuatu yang bermanfaat adalah
mubah/halal”
2. Lewat aproarch maslahah mursalah/istishlah.
3. Lewat aproarch maqasid syari’ah (tujuan hukum Islam).10


Ar-Razi, al-Mahshul fi ‘Ilm al-Ushul, (Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmi-
yah, 1988), juz II, h. 39, al-Amidi, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, (Bei-
rut: Dar al-Kutub al-’Imiyah, 1985), juz IV, h. 164, Abd al-Wahhab
al-Khallaf, Mashadir at-Tasyri’ fi Ma la Nashsha Fih, (Damsyiq: Dar
al-Qalam, t.th.), h. 8 - 10.

Ibid.

Al-Asnawi, Nihayah as-Sul fi Syarh Minhaj al-Wusul, (Beirut: ‘Alam
al-Kutub, 1982), juz IV, h. 352.

Al-Ghazali, al-Mustasfa min ‘iIm al-Ushul, (Beirut: Dar al-Fikr, 1967),
juz I, h. 286-287, Asy-Syatibi, al-I’tisham, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
1957), juz II, h. 113-115, al-Muwafaqat fi Ushul asy-Syari’ah, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1977), juz I, h. 16.
10
Abdullah Darraz, Syarh Jalil ‘ala al-Muwafaqat, (Beirut: Dar al-Ma-
layiin, 1987), juz I, h. 5-6.

595
‫‪BIDANG POM DAN IPTEK‬‬

‫‪ad. 1. Pendekatan Kaidah al-Ashlu fi al-Manafi’ al-Ibahah.‬‬


‫‪Budidaya cacing dan jangkrik merupakan kasus baru, hukumnya‬‬
‫‪belum/tidak ditegaskan, bahkan belum disinggung sama sekali oleh‬‬
‫‪al-Qur’an dan sunah. Dengan demikian, masalah tersebut termasuk‬‬
‫‪katagori maskut ‘anhu. Jumhur fuqaha’ berpendapat bahwa untuk‬‬
‫‪menyelesaikan masalah yang maskut ‘anhu hendaklah berpedoman‬‬
‫‪pada kaidah:‬‬
‫ﺍﻻ‪‬ﻭﺍﱏ‪‬ﺍﻭﺗﻴﺖ‪‬ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‪‬ﻭﻣﺜﻠﻪ‪‬ﻣﻌﻪ ‪‬‬
‫‪adalah‬ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ ‪‬‬
‫‪“Pada dasarnya segala sesuatu yang bermanfaat‬‬ ‫‪boleh/‬ﰱ‪‬ﺍﳌﻨﺎ‪‬ﻓﻊ‪‬‬
‫ﺍﻻﺻﻞ‪‬‬
‫‪halal”.‬‬ ‫ﺍﻻ‪‬ﻭﺍﱏ‪‬ﺍﻭﺗﻴﺖ‪‬ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‪‬ﻭﻣﺜﻠﻪ‪‬ﻣﻌﻪ ‪‬‬ ‫ﺍﻻﺻﻞ‪‬ﰱ‪‬ﺍﳌﻨﺎ‪‬ﻓﻊ‪‬ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‪ ‬‬
‫‪Kaidah ini besumber dari:‬‬ ‫ﺍﻻﺻﻞ‪‬ﰱ‪‬ﺍﳌﻨﺎ‪‬ﻓﻊ‪‬ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ ‪‬‬ ‫‪‬‬
‫‪2. Al-Baqarah, 29:‬‬
‫‪‬‬ ‫ﻣﻌﻪ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﻣﺜﻠﻪ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﻭﺗﻴﺖ‬
‫ﺍ ‪‬ﻻﺻﻞ‪‬ﰱ‪‬ﺍﳌﻨﺎ‪‬ﻓﻊ‪‬ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‪ ‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﺍﱏ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﻻ‬
‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‪‬ﲨﻴﻌﺎ ‪‬‬ ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ ‪‬‬
‫ﻟﻜﻢ‪‬ﻣﺎ‪‬‬ ‫ﺧﻠﻖ‪‬ﻓﻊ‪‬‬‫ﺍﻟﺬﻯﰱ‪‬ﺍﳌﻨﺎ‬‫ﺍﻻﺻﻞ‪‬‬ ‫ﻫﻮ‪‬‬‫‪‬‬
‫‪“Allah-lah yang menjadikan‬‬ ‫ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‪‬ﻭﻣﺎ‪‬ﰱ‪‬ﺍﻻﺭﺽ‪‬ﲨﻴﻌﺎ‪‬ﻣﻨﻪ ‪‬‬
‫‪semua‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫ﻓﻊ‪‬ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‪‬‬
‫‪ada‬‬ ‫‪di‬‬ ‫‪bumi‬‬ ‫‪untuk‬‬
‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‪‬ﺍﳌﻨﺎﻣﺎ‪‬ﰱ‬
‫ﺍ ‪‬ﻻﺻﻞ‪‬ﰱ‪‬‬
‫‪kamu sekalian”.‬‬
‫ﻋﻠﻴﻜﻢ‪‬ﻧﻌﻤﻪ‪‬ﻇﺎﻫﺮﺓ‪‬‬
‫‪3. Al-Jasiyah,‬‬ ‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ‪‬ﻭﻣﺎ‪‬ﰱ‪‬ﺍﻻﺭﺽ‪‬ﻭﺍﺳﺒﻎ‪13: ‬‬ ‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‪‬ﲨﻴﻌﺎ ‪‬‬ ‫ﺳﺨﺮ‪‬ﻣﺎ‪‬ﻟﻜﻢ‪‬ﻣﺎ‪‬‬ ‫ﺍﷲ‪‬ﻟﻜﻢ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺬﻯ‪‬ﺍﻥ‪‬ﺧﻠﻖ‬‫ﻫﻮ‪‬ﺗﺮﻭﺍ‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺍﱂ‬
‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‪‬ﻣﺎ‪‬ﰱ‪‬ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‪‬ﻭﻣﺎ‪‬ﰱ‪‬ﺍﻻﺭﺽ‪‬ﲨﻴﻌﺎ‪‬ﻣﻨﻪ ‪‬‬ ‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‪ ‬‬ ‫‪‬‬
‫‪“Allah‬‬
‫ﻣﻦ‪‬‬
‫ﻇﺎﻫﺮﺓ‬ ‫‪menundukkan‬‬
‫ﻧﻌﻤﻪ‪‬‬ ‫ﻋﻠﻴﻜﻢ‪‬‬ ‫ﻭﺍﺳﺒﻎ‪‬‬ ‫‪untukmu‬‬
‫ﺍﻻﺭﺽ‪‬‬ ‫ﺣﺮﺍﻡﰱ‪‬‬ ‫‪yang‬ﲨﻴﻌﺎ ‪‬‬
‫‪semua‬ﻭﻣﺎ‪‬‬
‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‪‬‬ ‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‪‬‬‫‪ada‬ﻣﺎ‪‬‬‫ﻟﻜﻢ‪‬‬ ‫‪di‬ﻣﺎ‪‬‬ ‫ﻟﻜﻢ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺬﻯ‪‬ﺍﻥ‪‬ﺧﻠﻖ‪‬‬
‫‪langit‬‬ ‫ﻫﻮ‪dan‬‬ ‫‪di‬‬
‫‪bumi‬‬ ‫ﻓﺎﻗﺒﻠﻮﺍ‪‬‬ ‫ﻋﻔﻮ‪‬‬
‫‪(sebagai‬‬ ‫)‪rahmat‬ﻓﻬﻮ‪‬‬
‫ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ‪‬ﻋﻨﻪ‬ ‫‪dari-Nya”.‬‬ ‫ﻓﻬﻮ‬ ‫ﺣﻼﻝ‪‬ﻭﻣﺎﺣﺮﻡ‪‬‬ ‫ﺳﺨﺮ‪‬ﻓﻬﻮ‪‬‬‫ﺍﷲ‪‬ﻛﺘﺎﺑﻪ‪‬‬ ‫ﺗﺮﻭﺍ‪‬ﺍﷲ‪‬ﰱ‪‬‬ ‫ﻣﺎﺍﺣﻞ‪‬‬ ‫ﺍﱂ‬
‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‪‬ﻣﺎ‪‬ﰱ‪‬ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‪‬ﻭﻣﺎ‪‬ﰱ‪‬ﺍﻻﺭﺽ‪‬ﲨﻴﻌﺎ‪‬ﻣﻨﻪ ‪‬‬
‫‪4. Luqman, 20:‬‬ ‫ﻋﺎﻓﻴﺘﻪ‪‬ﻓﺎﻥ‪‬ﺍﷲ‪‬ﱂ‪‬ﻳﻜﻦ‪‬ﻟﻴﻨﺴﻲ‪‬ﺷﻴﺌﺎ‪ ‬‬ ‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‪‬‬
‫ﺍﷲ‪‬‬
‫ﻣﻦ‪‬‬
‫ﻇﺎﻫﺮﺓ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻧﻌﻤﻪ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻋﻠﻴﻜﻢ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﺍﺳﺒﻎ‬ ‫‪‬‬
‫ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ‪‬ﻋﻨﻪ‪‬‬‫ﺍﻻﺭﺽ‬ ‫‪‬‬ ‫ﰱ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﻣﺎ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻟﻜﻢ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺳﺨﺮ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﻥ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺗﺮﻭﺍ‬ ‫ﺍﱂ‪‬‬
‫ﻓﺎﻗﺒﻠﻮﺍ‪‬ﻓﻼ‬
‫ﻋﻔﻮ‪ ‬ﺍﺷﻴﺎﺀ‬
‫ﻭﺣﺮﻡ‬ ‫ﻓﻬﻮ‪‬‬
‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ ‪‬‬ ‫ﻭﺣﺪ‪‬ﺣﺮﺍﻡ‪‬‬
‫ﺣﺪﻭﺩﺍ ‪‬ﻓﻼ ‪‬‬ ‫ﻭﻣﺎﺣﺮﻡ‪‬ﻓﻬﻮ‬ ‫ﺣﻼﻝ‪‬ﻣﻌﻪ ‪‬‬
‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ ‪‬‬ ‫ﻓﻬﻮ‪‬ﻓﻼ ‪‬‬
‫ﻭﻣﺜﻠﻪ‪‬‬ ‫ﺍﻭﺗﻴﺖ‪‬ﻛﺘﺎﺑﻪ‪‬‬
‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‬
‫ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‬ ‫ﻓﺮﺽ‪‬‬
‫ﻭﺍﱏ‪‬ﺍﷲ‪‬ﰱ‬ ‫ﺍﷲ‪‬‬
‫ﻣﺎﺍﺣﻞ‬
‫ﺍﻻ‪‬‬‫ﺍﻥ‬
‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‬
‫ﺑﻜﻢ‪‬ﻣﻦ‪‬ﻏﲑ‪‬ﻧﺴﻴﺎﻥ‪‬ﻓﻼ‪‬ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‪‬ﻋﻨﻬﺎ‪ ‬‬
‫‪“Tidakkah kamu memperhatikan sesungguhnya‬‬
‫ﺭﲪﺔ‪‬ﺷﻴﺌﺎ‪‬‬
‫ﻟﻴﻨﺴﻲ‪‬‬ ‫ﻳﻜﻦ‪ ‬‬
‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‪‬‬ ‫ﻋﻦ‪‬‬
‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬ ‫ﻭﺳﻜﺖ‪‬ﱂ‪‬‬
‫ﺍﷲ‪‬‬ ‫ﻓﺎﻥ‪‬‬
‫ﻋﺎﻓﻴﺘﻪﰱ‪‬ﺍﳌﻨﺎ‬
‫‪Allah‬ﻓﻊ‬ ‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‬
‫‪telah‬‬
‫ﺍﻻﺻﻞ‬‫ﺍﷲ‪‬‬
‫‪menundukkan‬‬
‫ﻣﻦ‬‫‪‬‬ ‫ﻓﺎﻗﺒﻠﻮﺍ‬‫‪‬‬ ‫ﻋﻔﻮ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻓﻬﻮ‬
‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ ‪‬ﻭﺣﺮﻡ ‪‬ﺍﺷﻴﺎﺀ ‪‬ﻓﻼ‪‬‬‫‪‬‬ ‫ﻋﻨﻪ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺣﺮﺍﻡ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻓﻬﻮ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﻣﺎﺣﺮﻡ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺣﻼﻝ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻓﻬﻮ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻛﺘﺎﺑﻪ‬ ‫‪‬‬ ‫ﰱ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻣﺎﺍﺣﻞ‬
‫‪untuk‬‬ ‫ﻣﻌﲔ‪ ‬‬
‫ﻧﺺ‪‬ﻓﻼ‬‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‬
‫‪(kepentingan)-mu‬‬ ‫ﻭﻻ‪‬ﻭﺣﺪ ‪‬‬
‫ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‪‬‬ ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬
‫ﺑﺎﻟﺒﻄﻼﻥ‪‬‬
‫‪apa‬‬ ‫ﻓﻼ ‪‬‬ ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ ‪‬‬
‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‪‬‬
‫ﺮﻉ‬
‫‪yang‬‬ ‫ﻓﺮﺽ‪‬ﻣﻦ‬
‫‪ada‬ﺍﻟﺸ‬
‫ﻓﻊ‬ ‫‪di‬ﻟﻪ‬
‫ﺍﳌﻨﺎ‬ ‫‪langit‬ﰱ‬
‫ﻳﺸﻬﺪ‪‬‬ ‫ﺍﷲ‪‬‬ ‫ﻣﺎﱂ‪‬‬
‫ﻻﺻﻞ‬ ‫ﺍﺍﻥ‬
‫‪dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan‬‬ ‫ﺷﻴﺌﺎ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻟﻴﻨﺴﻲ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻳﻜﻦ‬ ‫‪‬‬ ‫ﱂ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻓﺎﻥ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻋﺎﻓﻴﺘﻪ‬
‫‪untukmu‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﷲ‬
‫‪ni’mat-Nya‬‬ ‫ﻋﻨﻬﺎ‪ ‬‬
‫‪lahir‬‬ ‫ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‪‬‬
‫ﻓﻼ‪dan‬‬ ‫ﺑﻜﻢ‪‬ﻣﻦ‪‬ﻏﲑ‪‬ﻧﺴﻴﺎﻥ‪‬‬
‫‪batin”.‬‬ ‫ﺍﷲ‪ ‬‬ ‫ﺭﲪﺔ‪‬‬‫ﺣﻜﻢ‪‬‬ ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‪‬‬‫ﻋﻦ‪‬ﻓﺜﻢ‪‬‬ ‫ﻭﺳﻜﺖ‪‬‬
‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‬ ‫ﻛﺎﻧﺖ‪‬‬‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‪‬‬
‫ﺍ ‪‬ﻳﻨﻤﺎ‪‬‬
‫‪ Wajah‬ﻓﻼ‪‬‬
‫‪istidlal/metode‬ﻭﺣﺮﻡ ‪‬ﺍﺷﻴﺎﺀ‬
‫ﻣﻌﲔ‪ ‬ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ ‪‬‬‫ﻧﺺ‪‬ﻓﻼ‬‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﺣﺪ‬
‫ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬
‫ﻭﻻ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻓﺮﺽ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻣﺎﱂ‪‬‬
‫ﺍﻥ‪‬‬
‫‪pengambilan‬‬ ‫ﺍﳌﻀﺎﺭ‪ ‬‬
‫ﺑﺎﻟﺒﻄﻼﻥ‬ ‫ﺍﻟﺸﺮﻉ‪‬‬
‫ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‪/‬‬
‫‪dalil‬‬ ‫ﻣﻦ‪‬‬
‫ﻭﺩﻓﻊ‪‬‬ ‫ﺟﻠﺐ‪‬ﻳﺸﻬﺪ‪‬ﻟﻪ‬
‫ﺍﳌﺼﺎﱀ‪‬‬
‫‪ketiga‬‬ ‫‪ayat‬‬
‫‪di atas ialah,‬‬ ‫‪bahwa‬ﻋﻨﻬﺎ‪ ‬‬
‫‪semua‬ﻓﻼ‪‬ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‪‬‬‫‪yang‬ﻏﲑ‪‬ﻧﺴﻴﺎﻥ‪‬‬ ‫ﻣﻦ‪‬‬‫ﲨﻴﻌﺎ‪ ‬‬
‫ﺑﻜﻢ‬
‫‪ada‬‬
‫ﺍﳋﻤﺲ‪‬‬
‫ﺍﷲ‪‬‬‫ﺭﲪﺔ‪‬‬ ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‪di‬‬
‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‬
‫ﺣﻜﻢ‪‬‬
‫‪muka‬‬
‫ﻓﺜﻢ‪‬‬‫ﻋﻦﻣﺎ‪‬‬ ‫ﻭﺳﻜﺖ‪‬‬
‫ﻟﻜﻢ‪‬‬
‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‬
‫‪bumi‬‬
‫ﺧﻠﻖ‪‬‬ ‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‪‬‬
‫ﻛﺎﻧﺖ‪‬‬
‫‪dan‬‬
‫ﻳﻨﻤﺎ‪‬ﺍﻟﺬﻯ‬‫ﻫﻮ‪‬‬‫‪di‬‬
‫‪langit itu diciptakan oleh Allah SWT‬‬ ‫‪untuk‬‬ ‫ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻳﺎﺕ‪‬‬
‫‪kepentingan‬‬ ‫ﻋﻠﻰ‪‬‬ ‫ﺍﶈﺎﻓﻈﺔ‬ ‫‪umat‬‬ ‫ﺍ‪‬‬
‫‪manusia. Ini berarti‬‬ ‫ﻣﻌﲔ ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻣﻨﻪ‪‬‬
‫ﲨﻴﻌﺎ‪‬ﻧﺺ‬
‫‪semuanya‬‬ ‫ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‪‬‬
‫‪‬‬ ‫ﻭﻻ‪itu‬‬
‫ﺍﻻﺭﺽ‬ ‫‪‬‬‫‪‬‬‫ﰱ‬‫ﺑﺎﻟﺒﻄﻼﻥ‬
‫ﺍﳌﻀﺎﺭ ‪‬‬
‫‪halal‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻭﻣﺎ‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺮﻉ‬
‫ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬
‫‪bagi‬‬
‫ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‪/‬‬ ‫ﺍﻟﺸ‬ ‫‪‬‬
‫‪umat‬‬
‫ﻭﺩﻓﻊ‪‬‬‫ﻣﻦ‬
‫ﰱ‬ ‫‪‬‬‫‪‬‬ ‫ﻟﻪ‬
‫ﻣﺎ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻳﺸﻬﺪ‬
‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‬
‫‪manusia,‬‬
‫ﺍﳌﺼﺎﱀ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﻣﺎﱂ‬
‫ﻟﻜﻞ‪‬ﺩﺍﺀ‪‬ﺩﻭﺍﺀ‪‬ﻓﺘﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‪‬ﻭﻻ‪‬ﺗﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‪‬ﲝﺮﺍﻡ ‪‬‬
‫‪kecuali bila membahayakan atau ada nashsh yang menyatakan‬‬
‫ﻭﺟﻌﻞ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﺀ‪‬‬ ‫ﺍﻟﺪﺍﺀ‪‬‬ ‫ﺍﷲ‪ ‬ﺍﻧﺰﻝ‪‬‬ ‫ﺟﻠﺐ‬ ‫ﺍﻥ‪‬‬
‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‪‬ﻭﻣﺎ‪‬ﰱ‪‬ﺍﻻﺭﺽ‪‬ﻭﺍﺳﺒﻎ‪‬ﻋﻠﻴﻜﻢ‪‬ﻧﻌﻤﻪ‪‬ﻇﺎﻫﺮﺓ‬
‫‪keharamannya.‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺣﻜﻢ‬
‫‪‬‬
‫ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻳﺎﺕ‪‬ﺍﳋﻤﺲ‪ ‬‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫‪‬‬ ‫ﻓﺜﻢ‬
‫ﻟﻜﻢ‬ ‫‪‬‬ ‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‬
‫‪‬‬ ‫ﺳﺨﺮ‬ ‫‪‬‬
‫ﻋﻠﻰ‪‬‬ ‫ﺍﷲ‬‫‪‬‬ ‫‪‬‬‫ﻛﺎﻧﺖ‬
‫ﺍﻥ‬
‫ﺍﶈﺎﻓﻈﺔ‪‬‬‫‪‬‬ ‫‪‬‬
‫ﺗﺮﻭﺍ‬ ‫ﻳﻨﻤﺎ‬
‫‪‬‬ ‫ﺍﱂ‬ ‫ﺍ‬
‫ﻭﻟﻜﻨﻪ‪‬ﺩﺍﺀ ‪‬‬ ‫ﺑﺪﻭﺍﺀ‪‬‬ ‫ﺍﻧﻪ‪‬ﻟﻴﺲ‪‬‬ ‫‪‬‬
‫‪5. Hadis riwayat‬‬ ‫ﺗﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‪al‬ﲝﺮﺍﻡ ‪‬‬
‫‪hakim:‬‬‫ﻓﺘﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‪‬ﻭﻻ‪‬‬ ‫ﺍﳌﻀﺎﺭ ‪‬‬ ‫ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‪/‬‬ ‫ﻭﺩﻓﻊ‪‬‬ ‫ﺍﳌﺼﺎﱀ‪‬‬ ‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‪ ‬‬
‫ﺟﻠﺐ‬
‫ﻭﺍﻻﺣﻮﺍﻝ ‪‬ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ ‪‬‬ ‫ﺩﻭﺍﺀ‪‬ﺍﻻﺯﻣﻨﺔ‬
‫ﺩﺍﺀ‪ ‬ﺗﻐﲑ‬ ‫ﺴﺐ‬ ‫ﻟﻜﻞ‪‬‬
‫ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ‪‬ﲝ‬
‫ﻭﺟﻌﻞ‬ ‫ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﺀ‪‬‬
‫ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ ‪‬‬‫ﺍﻟﺪﺍﺀ‪‬‬ ‫ﻳﻨﻜﺮﺗﻐﲑ‪ ‬‬
‫ﺍﻧﺰﻝ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻻﺍﻥ‪‬‬
‫ﻭﻣﺎﺣﺮﻡ‪‬ﻓﻬﻮ‪‬ﺣﺮﺍﻡ‪‬ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ‪‬ﻋﻨﻪ‪‬ﻓﻬﻮ‪‬ﻋﻔﻮ‪‬ﻓﺎﻗﺒﻠﻮﺍ‪‬ﻣﻦ‪‬‬ ‫ﺣﻼﻝ‪‬ﺍﳋﻤﺲ‪‬‬ ‫ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻳﺎﺕ‪‬‬
‫ﺩﺍﺀ‪ ‬‬
‫ﻭﻟﻜﻨﻪ‪‬ﻓﻬﻮ‬ ‫ﻋﻠﻰ‪‬‬
‫ﻛﺘﺎﺑﻪ‪‬‬ ‫ﺍﶈﺎﻓﻈﺔ‪‬ﰱ‬
‫ﺑﺪﻭﺍﺀ‪‬‬‫ﻭﺍﻟﻌﻮﺍﺋﺪ‪‬ﺍﷲ‪‬‬
‫ﻣﺎﺍﺣﻞ‪‬‬
‫ﻟﻴﺲ‬ ‫‪‬‬
‫ﺍﻧﻪ‪‬‬
‫ﺗﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‪‬ﲝﺮﺍﻡ ‪‬‬ ‫ﻓﺘﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‪‬ﻭﻻ‪‬‬
‫ﺩﻭﺍﺀ‪‬ﺍﻻﺯﻣﻨﺔ‬
‫ﺩﺍﺀ‪‬ﺗﻐﲑ‬‫ﺴﺐ‪‬‬ ‫ﻟﻜﻞ‪‬‬ ‫ﻳﻜﻦ‪‬ﻭﺟﻌﻞ‬ ‫ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﺀ‬ ‫ﺍﻟﺪﺍﺀﺍﷲ‪‬ﱂ‬ ‫ﻳﻨﻜﺮﺗﻐﲑ‪‬‬
‫ﺍﻧﺰﻝ‬ ‫ﺍﷲ‪‬ﺍﷲ‪‬‬‫ﻻﺍﻥ‬
‫ﻭﺍﻻﺣﻮﺍﻝ ‪‬ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ ‪‬‬ ‫ﺷﻴﺌﺎ‪‬‬ ‫ﻟﻴﻨﺴﻲ‪‬‬
‫ﻭﻋﺪﻣﺎﲝ‪‬‬ ‫ﻋﻠﺘﻪ‪‬ﻭﺟﻮﺩﺍ‪‬‬
‫ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ‬ ‫ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ‬‫ﻓﺎﻥ‪‬ﻣﻊ‪‬‬
‫ﻳﺪﻭﺭ‪‬‬‫ﻋﺎﻓﻴﺘﻪ‪‬‬
‫ﺍﳊﻜﻢ‪‬‬
‫ﻭﺣﺮﻡ ‪‬ﺍﺷﻴﺎﺀ ‪‬ﻓﻼ‪‬‬
‫‪“Apa-apa‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ ‪‬‬
‫‪dihalalkan‬‬‫ﺣﺪﻭﺩﺍ ‪‬ﻓﻼ ‪‬‬
‫‪oleh Allah‬‬ ‫‪dalam‬ﻭﺣﺪ‬ ‫ﺩﺍﺀﻓﻼ‪ ‬‬
‫‪kitab-Nya‬ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬ ‫)‪(al-Qur’an‬ﻭﻟﻜﻨﻪ‪‬‬
‫ﻓﺮﺍﺋﺾ ‪‬‬ ‫ﺑﺪﻭﺍﺀ‪‬‬
‫ﻓﺮﺽ‬ ‫ﺍﻧﻪ‪‬ﺍﷲ‬
‫ﻭﺍﻟﻌﻮﺍﺋﺪ‪ ‬‬
‫ﻟﻴﺲ‬ ‫ﺍﻥ‬
‫‪adalah halal, apa-apa yang diharamkan-Nya, hukumnya haram,‬‬
‫ﻭﺍﻻﺣﻮﺍﻝ ‪‬ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ‪‬‬
‫‪dan apa-apa‬‬
‫ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‪‬‬
‫‪yang‬ﻋﻨﻬﺎ‪ ‬‬ ‫ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ‬ ‫ﺍﻻﺯﻣﻨﺔ‪ ‬ﻓﻼ‪‬‬
‫‪Allah‬‬ ‫ﻧﺴﻴﺎﻥ‬ ‫ﻏﲑ‪‬‬
‫ﻣﻦ‪‬ﺗﻐﲑ‬
‫‪diamkan/tidak‬‬
‫ﺴﺐ ‪‬‬ ‫ﻭﻋﺪﻣﺎﲝ‪ ‬‬
‫ﺑﻜﻢ‪‬‬ ‫ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ ‪‬‬
‫ﺭﲪﺔ‪‬‬ ‫ﻋﻦ‪‬ﻭﺟﻮﺩﺍ‬
‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‪‬‬
‫‪dijelaskan‬‬
‫ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ‬
‫ﻭﺳﻜﺖ‪‬‬
‫ﻋﻠﺘﻪ‪‬‬ ‫ﻣﻊ‪‬‬ ‫ﻳﺪﻭﺭ‪‬‬
‫ﻳﻨﻜﺮﺗﻐﲑ‬
‫‪hukumnya,‬‬‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‪‬‬
‫ﺍﳊﻜﻢ‪‬‬‫ﻻ‪‬‬
‫ﻳﺸﻬﺪ‪‬ﻟﻪ‪‬ﻣﻦ‪‬ﺍﻟﺸﺮﻉ‪‬ﺑﺎﻟﺒﻄﻼﻥ‪‬ﻭﻻ‪‬ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‪‬ﻧﺺ‪‬ﻣﻌﲔ ‪‬‬ ‫ﻭﺍﻟﻌﻮﺍﺋﺪ‪‬‬
‫ﻣﺎﱂ‪‬‬
‫‪596‬‬ ‫ﻭﻋﺪﻣﺎ‪ ‬‬‫ﻭﺟﻮﺩﺍ‪‬‬
‫ﺣﻜﻢ‪‬ﺍﷲ‬ ‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‪‬ﻓﺜﻢ‪‬‬
‫ﻳﺪﻭﺭ‪‬ﻣﻊ‪‬ﻋﻠﺘﻪ‬
‫ﺍﳊﻜﻢ‪‬ﻛﺎﻧﺖ‬
‫ﺍﻳﻨﻤﺎ‪‬‬
‫ﺟﻠﺐ‪‬ﺍﳌﺼﺎﱀ‪‬ﻭﺩﻓﻊ‪‬ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‪/‬ﺍﳌﻀﺎﺭ ‪‬‬
 ‫ﲨﻴﻌﺎ‬‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬‫ﺧﻠﻖ‬‫ﺍﻟﺬﻯ‬‫ﻫﻮ‬
 ‫ﻣﻨﻪ‬‫ﲨﻴﻌﺎ‬‫ﺍﻻﺭﺽ‬‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬‫ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬‫ﰱ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‬
‫ﻇﺎﻫﺮﺓ‬‫ﻧﻌﻤﻪ‬‫ﻋﻠﻴﻜﻢ‬‫ﻭﺍﺳﺒﻎ‬‫ﺍﻻﺭﺽ‬‫ﰱ‬HIMPUNAN
‫ﻭﻣﺎ‬‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬
FATWA ‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬‫ﺳﺨﺮ‬
MAJELIS ULAMA ‫ﺍﻥ‬‫ﺗﺮﻭﺍ‬‫ﺍﱂ‬
‫ﺍﷲ‬INDONESIA
 ‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‬
dimaafkan. Untuk itu terimalah pemaafan-Nya, sebab Allah
‫ﻣﻦ‬‫ﻓﺎﻗﺒﻠﻮﺍ‬
tidak ‫ﻋﻔﻮ‬‫ﻓﻬﻮ‬
pernah ‫ﻋﻨﻪ‬tentang
lupa ‫ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ‬sesutu
‫ﺣﺮﺍﻡ‬‫ﻓﻬﻮ‬apa
‫ﻭﻣﺎﺣﺮﻡ‬ ‫ﺣﻼﻝ‬‫ﻓﻬﻮ‬‫ﻛﺘﺎﺑﻪ‬‫ﰱ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻣﺎﺍﺣﻞ‬
pun”.
 ‫ﺷﻴﺌﺎ‬‫ﻟﻴﻨﺴﻲ‬‫ﻳﻜﻦ‬‫ﱂ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻓﺎﻥ‬‫ﻋﺎﻓﻴﺘﻪ‬‫ﺍﷲ‬
6. Hadis riawayat Turmuzi dan Ibnu Majah:
‫ﻓﻼ‬ ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬ ‫ﻭﺣﺮﻡ‬ ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‬ ‫ﻭﺣﺪ‬ ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‬ ‫ﻓﺮﺽ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺍﻥ‬
 ‫ﻋﻨﻬﺎ‬‫ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‬‫ﻓﻼ‬‫ﻧﺴﻴﺎﻥ‬‫ﻏﲑ‬‫ﻣﻦ‬‫ﺑﻜﻢ‬‫ﺭﲪﺔ‬‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬‫ﻋﻦ‬‫ﻭﺳﻜﺖ‬‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‬
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkn beberapa kewajiban,
 ‫ﻣﻌﲔ‬‫ﻧﺺ‬‫ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‬‫ﻭﻻ‬‫ﺑﺎﻟﺒﻄﻼﻥ‬‫ﺍﻟﺸﺮﻉ‬‫ﻣﻦ‬‫ﻟﻪ‬‫ﻳﺸﻬﺪ‬‫ﻣﺎﱂ‬
maka janganlah kamu sia-siakan, menentukan beberapa
ketentuan, janganlah kamu langgar,  ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺣﻜﻢ‬‫ﻓﺜﻢ‬‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‬beberapa
mengharamkan ‫ﻛﺎﻧﺖ‬‫ﺍﻳﻨﻤﺎ‬
keharaman, janganlah kamu rusak. Dan Allah tidak menjelaskan
hukum beberapa hal karena sayang kepadamu,  ‫ﺍﳌﻀﺎﺭ‬/‫ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‬janganlah
‫ﻭﺩﻓﻊ‬‫ﺍﳌﺼﺎﱀ‬kamu ‫ﺟﻠﺐ‬
cari-cari hukumnya.”
 ‫ﻣﻌﻪ‬‫ﻭﻣﺜﻠﻪ‬‫ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‬‫ﺍﻭﺗﻴﺖ‬‫ﻭﺍﱏ‬‫ﺍﻻ‬
 ‫ﺍﳋﻤﺲ‬‫ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻳﺎﺕ‬‫ﻋﻠﻰ‬‫ ﺍﶈﺎﻓﻈﺔ‬
Wajah istidlal kedua hadis di atas ialah bahwa ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬ada‫ﻓﻊ‬‫ﺍﳌﻨﺎ‬beberapa
‫ﰱ‬‫ﺍﻻﺻﻞ‬
hal yang sengaja
‫ﲝﺮﺍﻡ‬‫ﺗﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬tidak
‫ﻭﻻ‬‫ﻓﺘﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬ ‫ﺩﻭﺍﺀ‬‫ﺩﺍﺀ‬hukumnya
dijelaskan ‫ﻟﻜﻞ‬‫ﻭﺟﻌﻞ‬‫ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﺀ‬
oleh ‫ﺍﻟﺪﺍﺀ‬
Allah. ‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬
‫ﺍﻧﺰﻝ‬Tidak
 
dinyatakan halal dan tidak pula dinyatakan haram. Hal ini bukan ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬  ‫ﻓﻊ‬ ‫ﺍﳌﻨﺎ‬ ‫ﰱ‬  ‫ﺍﻻﺻﻞ‬
 ‫ﺩﺍﺀ‬  ‫ﻭﻟﻜﻨﻪ‬  ‫ﺑﺪﻭﺍﺀ‬  ‫ﻟﻴﺲ‬ ‫ﺍﻧﻪ‬
karena Allah lupa (sebab Allah memang tidak pernah lupa), tetapi 
‫ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ‬ kasih
karena ‫ﻭﺍﻻﺣﻮﺍﻝ‬  ‫ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ‬
sayang  ‫ﺍﻻﺯﻣﻨﺔ‬
Allah  ‫ﺗﻐﲑ‬ ‫ﺴﺐ‬
kepada ‫ﲝ‬ ‫ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ‬Ini
hamba-Nya.  ‫ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ‬  ‫ﻳﻨﻜﺮﺗﻐﲑ‬ ‫ﻻ‬
menunjukkan
bahwa sesuatu yang tidak ditegaskan halal atau haram itu,
hukumnya adalah halal. Tentu selama  ‫ﲨﻴﻌﺎ‬hal ‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‬ ‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬‫ﺧﻠﻖ‬ ‫ﺍﻟﺬﻯ‬
itu bermanfaat, ‫ﻭﺍﻟﻌﻮﺍﺋﺪ‬
‫ﻫﻮ‬
tidak
membahayakan.
 ‫ﻣﻨﻪ‬‫ﲨﻴﻌﺎ‬‫ﺍﻻﺭﺽ‬  ‫ﻭﻋﺪﻣﺎ‬
‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬‫ﻭﺟﻮﺩﺍ‬ ‫ﻋﻠﺘﻪ‬‫ﰱ‬‫ﻣﻊ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻳﺪﻭﺭ‬
‫ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬ ‫ﺍﳊﻜﻢ‬
‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‬
Budidaya cacing dan jangkrik dalam rangka menciptakan
lapangan ‫ﻋﻠﻴﻜﻢ‬baru,
‫ﻇﺎﻫﺮﺓ‬‫ﻧﻌﻤﻪ‬kerja ‫ﻭﺍﺳﺒﻎ‬mengatasi
‫ﺍﻻﺭﺽ‬‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬pengangguran,
‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬dan ‫ﺳﺨﺮ‬ ‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬‫ﺗﺮﻭﺍ‬‫ﺍﱂ‬
memecahkan
masalah PHK jelas sangat bermanfaat. Oleh karena termasuk
maskut ‘anhu maka sesuai dengan keumuman ayat dan hadis  ‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‬
di
‫ﻣﻦ‬‫ﻓﺎﻗﺒﻠﻮﺍ‬
atas, dan‫ﻋﻔﻮ‬ ‫ﻓﻬﻮ‬‫ﻋﻨﻪ‬dengan
sejalan ‫ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ‬kaidah
‫ﺣﺮﺍﻡ‬‫ﻓﻬﻮ‬al-Ashlu
‫ﻭﻣﺎﺣﺮﻡ‬‫ﺣﻼﻝ‬ ‫ﻓﻬﻮ‬‫ﻛﺘﺎﺑﻪ‬al-Ibahah,
fi al-Manfi’ ‫ﰱ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻣﺎﺍﺣﻞ‬
menurut hemat penulis budidaya cacing dan jangkrik tersebut
hukumnya jelas mubah /halal.  ‫ﺷﻴﺌﺎ‬‫ﻟﻴﻨﺴﻲ‬‫ﻳﻜﻦ‬‫ﱂ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻓﺎﻥ‬‫ﻋﺎﻓﻴﺘﻪ‬‫ﺍﷲ‬
‫ﻓﻼ‬ ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬ ‫ﻭﺣﺮﻡ‬ ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‬ ‫ﻭﺣﺪ‬ ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‬ ‫ﻓﺮﺽ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺍﻥ‬
ad. 2. Pendekatan maslahah mursalah/istislah.
 ‫ﻋﻨﻬﺎ‬‫ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‬‫ﻓﻼ‬‫ﻧﺴﻴﺎﻥ‬‫ﻏﲑ‬‫ﻣﻦ‬‫ﺑﻜﻢ‬‫ﺭﲪﺔ‬‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬‫ﻋﻦ‬‫ﻭﺳﻜﺖ‬‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‬
Al-Ghazali menyatakan bahwa maslahah mursalah adalah:11
 ‫ﻣﻌﲔ‬‫ﻧﺺ‬‫ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‬‫ﻭﻻ‬‫ﺑﺎﻟﺒﻄﻼﻥ‬‫ﺍﻟﺸﺮﻉ‬‫ﻣﻦ‬‫ﻟﻪ‬‫ﻳﺸﻬﺪ‬‫ﻣﺎﱂ‬
“Maslahat/kemaslahatan yang tidak ditunjukkan  ‫ﺍﷲ‬‫ﺣﻜﻢ‬‫ﻓﺜﻢ‬oleh
‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‬ ‫ﻛﺎﻧﺖ‬
dalil ‫ﺍﻳﻨﻤﺎ‬
tertentu
dari syara’, yang membatalkan atau membenarkannya.”
Dalam menanggapi masalah yang tidak  ‫ﺍﳌﻀﺎﺭ‬/‫ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‬‫ﻭﺩﻓﻊ‬hukumnya
ada penegasan ‫ﺍﳌﺼﺎﱀ‬‫ﺟﻠﺐ‬
di dalam al-Qur’an, sunah, dan ijma’ serta  tidak
‫ﺍﳋﻤﺲ‬dapat
‫ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻳﺎﺕ‬ ‫ﻋﻠﻰ‬‫ﺍﶈﺎﻓﻈﺔ‬
diselesaikan lewat

qiyas, al-Ghazali selaku tokoh ushuliyyin mazhab Syafi’i, Imam Malik
dan mayoritas  ‫ﲝﺮﺍﻡ‬ ‫ﺗﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬‫ﻭﻻ‬Mayoritas
ashab-nya, ‫ﻓﺘﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬‫ﺩﻭﺍﺀ‬‫ﺩﺍﺀ‬ ‫ﻟﻜﻞ‬‫ﻭﺟﻌﻞ‬
mazhab ‫ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﺀ‬‫ﺍﻟﺪﺍﺀ‬
Hanbali ‫ﺍﻧﺰﻝ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬
berpendapat
bahwa masalah semacam itu dapat diselesaikan melalui metodologi
istishlah atau berdasarkan maslahah mursalah.  ‫ﺩﺍﺀ‬‫ﻭﻟﻜﻨﻪ‬‫ﺑﺪﻭﺍﺀ‬‫ﻟﻴﺲ‬‫ﺍﻧﻪ‬
‫ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ‬ ‫ﻭﺍﻻﺣﻮﺍﻝ‬ ‫ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ‬ ‫ﺍﻻﺯﻣﻨﺔ‬ ‫ﺗﻐﲑ‬ ‫ﲝﺴﺐ‬ ‫ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ‬ ‫ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ‬ ‫ﻳﻨﻜﺮﺗﻐﲑ‬ ‫ﻻ‬
11
 ‫ﻭﺍﻟﻌﻮﺍﺋﺪ‬
Al-Ghazali, op. cit., (Beirut: Dar al-Fikr, 1967), juz I, h. 286.
 ‫ﻭﻋﺪﻣﺎ‬‫ﻭﺟﻮﺩﺍ‬‫ﻋﻠﺘﻪ‬‫ﻣﻊ‬‫ﻳﺪﻭﺭ‬‫ﺍﳊﻜﻢ‬
597
BIDANG POM DAN IPTEK

Budidaya cacing dan jangkrik jelas merupakan  ‫ﻣﻌﻪ‬‫ﻭﻣﺜﻠﻪ‬ ‫ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‬‫ﺍﻭﺗﻴﺖ‬


maslahah ‫ﻭﺍﱏ‬‫ﺍﻻ‬
mursalah,
yaitu suatu maslahat/kemaslahatan yang tidak ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬ ada dalil‫ﻓﻊ‬‫ﺍﳌﻨﺎ‬tertentu
‫ﰱ‬‫ﺍﻻﺻﻞ‬
baik dari al-Qur’an maupun sunah yang membenarkan atau yang
membatalkannya. Bukankah hal tersebut -seperti  telah
‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬disinggung
‫ﻓﻊ‬‫ﺍﳌﻨﺎ‬‫ﰱ‬‫ﻻﺻﻞ‬di‫ﺍ‬
atas- dapat membuka lapangan kerja, mengatasi pengangguran akibat
PHK, dan menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup

manusia? Hasil budidayanya, yaitu cacing dapat dimanfaatkan untuk 
menyuburkan tanah, mengatasi masalah  ‫ﲨﻴﻌﺎ‬‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬‫ﺧﻠﻖ‬‫ﺍﻟﺬﻯ‬‫ﻫﻮ‬
sampah, bahan obat-obatan
dan kosmetika, yang juga bernilai ekonomis. Mengenai jangkrik, dapat
dimanfaatkan untuk makanan  ‫ﻣﻨﻪ‬burung
‫ﲨﻴﻌﺎ‬‫ﺍﻻﺭﺽ‬
yang‫ﰱ‬juga
‫ﻭﻣﺎ‬‫ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬ ‫ﰱ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‬
bisa mendatangkan
fulus. Bahkan ada beberapa restoran yang menghidangkan menu
‫ﻇﺎﻫﺮﺓ‬‫ﻧﻌﻤﻪ‬‫ﻋﻠﻴﻜﻢ‬‫ﻭﺍﺳﺒﻎ‬‫ﺍﻻﺭﺽ‬‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬
jangkrik. ‫ﻣﺎ‬‫ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‬
 ‫ﻣﻌﻪ‬‫ﻭﻣﺜﻠﻪ‬ ‫ﻟﻜﻢ‬‫ﺳﺨﺮ‬
‫ﺍﻭﺗﻴﺖ‬‫ﺍﷲ‬ ‫ﺍﻻ‬‫ﺗﺮﻭﺍ‬‫ﺍﱂ‬
‫ﻭﺍﱏ‬‫ﺍﻥ‬
 ‫ﻣﻌﻪ‬‫ﻭﻣﺜﻠﻪ‬‫ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‬‫ﺍﻭﺗﻴﺖ‬‫ﻭﺍﱏ‬‫ﺍﻻ‬
Berdasarkan analisis ini jelas budidaya cacing ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬‫ﻓﻊ‬dan
‫ﺍﳌﻨﺎ‬‫ﰱ‬‫ﺍﻻﺻﻞ‬  ‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‬
jangkrik
untuk keperluan sebagaimana telah disebutkan  ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬‫ﻓﻊ‬di ‫ﺍﳌﻨﺎ‬atas
‫ﰱ‬‫ﺍﻻﺻﻞ‬ dapat
‫ﻣﻦ‬‫ﻓﺎﻗﺒﻠﻮﺍ‬‫ﻋﻔﻮ‬
dibenarkan ‫ﻓﻬﻮ‬‫ﻋﻨﻪ‬‫ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ‬‫ﺣﺮﺍﻡ‬‫ﻓﻬﻮ‬‫ﻭﻣﺎﺣﺮﻡ‬‫ﺣﻼﻝ‬
(mubah/halal).
‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬
‫ﻓﻬﻮ‬
‫ﻓﻊ‬‫ﻛﺘﺎﺑﻪ‬
‫ﺍﳌﻨﺎ‬‫ﰱ‬‫ﰱ‬
‫ﻻﺻﻞ‬‫ ﺍﺍﷲ‬‫ﻣﺎﺍﺣﻞ‬
 ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬‫ﻓﻊ‬‫ﺍﳌﻨﺎ‬‫ﰱ‬‫ﺍﻻﺻﻞ‬
 ‫ﺷﻴﺌﺎ‬‫ﻟﻴﻨﺴﻲ‬‫ﻳﻜﻦ‬‫ﱂ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻓﺎﻥ‬‫ﻋﺎﻓﻴﺘﻪ‬  ‫ﺍﷲ‬
ad. 3. Lewat aproarch maqasid syari’ah.

‫ﻓﻼ‬ ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬ ‫ﻭﺣﺮﻡ‬ ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‬ ‫ﻭﺣﺪ‬  ‫ﲨﻴﻌﺎ‬  ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬
‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‬ ‫ﻓﻼ‬  ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‬
‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬ ‫ﺧﻠﻖ‬‫ﺍﻟﺬﻯ‬ ‫ﻓﺮﺽ‬ ‫ﻫﻮ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺍﻥ‬
Ulama telah konsensus bahwa tujuan  ‫ﲨﻴﻌﺎ‬‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬‫ﺧﻠﻖ‬‫ﺍﻟﺬﻯ‬‫ ﻫﻮ‬/
pokok pen-syari’at-an
penetapan hukum  ‫ﻋﻨﻬﺎ‬Islam‫ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‬‫ﻓﻼ‬ ‫ﻧﺴﻴﺎﻥ‬
adalah ‫ﻏﲑ‬
‫ﻣﻨﻪ‬‫ﲨﻴﻌﺎ‬ ‫ﻣﻦ‬‫ﺑﻜﻢ‬
‫ﺍﻻﺭﺽ‬
untuk ‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬
‫ﺭﲪﺔ‬
mewujudkan ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬‫ﻋﻦ‬
‫ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬ ‫ﻭﺳﻜﺖ‬
‫ﰱ‬‫ﻣﺎ‬kemaslahatan.
‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‬ ‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‬
Atas dasar ini‫ﻧﻌﻤﻪ‬
maka  ‫ﻣﻨﻪ‬  ‫ﲨﻴﻌﺎ‬  ‫ﺍﻻﺭﺽ‬  ‫ﰱ‬  ‫ﻭﻣﺎ‬  ‫ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬  ‫ﰱ‬  ‫ﻣﺎ‬  ‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‬
‫ﻇﺎﻫﺮﺓ‬ ‫ﻋﻠﻴﻜﻢ‬muncullah
‫ﻭﺍﺳﺒﻎ‬ ‫ﻣﻌﲔ‬
‫ﺍﻻﺭﺽ‬ ‫ﻧﺺ‬suatu
‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬ prinsip yang
‫ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‬ ‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬populer
‫ﻭﻻ‬‫ﺑﺎﻟﺒﻄﻼﻥ‬
‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬ ‫ﺳﺨﺮ‬
‫ﺍﻟﺸﺮﻉ‬ ‫ﺍﷲ‬‫ﻣﻦ‬‫ﺍﻥ‬di ‫ﻟﻪ‬kalangan
‫ﺗﺮﻭﺍ‬ ‫ ﺍﱂ‬‫ﻣﺎﱂ‬
‫ﻳﺸﻬﺪ‬
fuqaha’ dan ‫ﻇﺎﻫﺮﺓ‬ ‫ﻧﻌﻤﻪ‬‫ﻋﻠﻴﻜﻢ‬12‫ﻭﺍﺳﺒﻎ‬
ushuliyyin : ‫ﺍﻻﺭﺽ‬‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬ ‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬ ‫ﺳﺨﺮ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬‫ﺗﺮﻭﺍ‬‫ﺍﱂ‬
 ‫ﺍﷲ‬‫ﺣﻜﻢ‬‫ﻓﺜﻢ‬‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‬  ‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‬
‫ﻛﺎﻧﺖ‬‫ﺍﻳﻨﻤﺎ‬
 ‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‬
 ‫ﻣﻦ‬ ‫ﻓﺎﻗﺒﻠﻮﺍ‬ ‫ﻋﻔﻮ‬  ‫ﻓﻬﻮ‬  ‫ﻋﻨﻪ‬  ‫ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ‬  ‫ﺣﺮﺍﻡ‬  ‫ﻓﻬﻮ‬  ‫ﻭﻣﺎﺣﺮﻡ‬  ‫ﺣﻼﻝ‬  ‫ﻓﻬﻮ‬  ‫ﻛﺘﺎﺑﻪ‬  ‫ﰱ‬  ‫ﺍﷲ‬  ‫ﻣﺎﺍﺣﻞ‬
“Di mana ada maslahat, di sanalah hukum
‫ﻣﻦ‬‫ﻓﺎﻗﺒﻠﻮﺍ‬‫ﻋﻔﻮ‬‫ﻓﻬﻮ‬‫ﻋﻨﻪ‬‫ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ‬‫ﺣﺮﺍﻡ‬‫ﻓﻬﻮ‬‫ﻭﻣﺎﺣﺮﻡ‬  Allah”
‫ﺍﳌﻀﺎﺭ‬
‫ﺣﻼﻝ‬/‫ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‬ (Artinya,
‫ﻓﻬﻮ‬ ‫ﻛﺘﺎﺑﻪ‬‫ﻭﺩﻓﻊ‬
‫ﰱ‬‫ﺍﷲ‬ ‫ﺍﳌﺼﺎﱀ‬
‫ﻣﺎﺍﺣﻞ‬‫ﺟﻠﺐ‬
maslahat
yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip  ‫ﺷﻴﺌﺎ‬‫ﻟﻴﻨﺴﻲ‬‫ﻳﻜﻦ‬‫ﱂ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻓﺎﻥ‬‫ﻋﺎﻓﻴﺘﻪ‬‫ﺍﷲ‬dapat
hukum Islam
dijadikan pertimbangan penetapan hukum  ‫ﺷﻴﺌﺎ‬
‫ﺍﳋﻤﺲ‬ ‫ﻟﻴﻨﺴﻲ‬‫ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻳﺎﺕ‬
Islam). ‫ﻳﻜﻦ‬“‫ﱂ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻓﺎﻥ‬ ‫ﻋﻠﻰ‬ ‫ﺍﶈﺎﻓﻈﺔ‬
‫ﻋﺎﻓﻴﺘﻪ‬ ‫ ﺍﷲ‬
‫ﻓﻼ‬ ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬ ‫ﻭﺣﺮﻡ‬ ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‬ ‫ﻭﺣﺪ‬ ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‬ ‫ﻓﺮﺽ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺍﻥ‬
‫ﻓﻼ‬ ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬
 ‫ﲝﺮﺍﻡ‬ ‫ﻭﺣﺮﻡ‬  ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ‬
‫ﺗﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬ ‫ﻭﻻ‬ ‫ﻓﻼ‬  ‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‬
‫ﻓﺘﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬  atas,
‫ﺩﺍﺀﻭﺣﺪ‬ ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬
‫ﺩﻭﺍﺀ‬  ‫ﻓﻼ‬ ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‬  ‫ﻓﺮﺽ‬  ‫ﺍﻧﺰﻝﺍﷲ‬
 ‫ﺍﻥ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬
‫ﻣﻦ‬‫ﺑﻜﻢ‬ budidaya
‫ﻟﻜﻞ‬
‫ﺭﲪﺔ‬tidak
‫ﻭﺟﻌﻞ‬ ‫ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﺀ‬
‫ﻭﺳﻜﺖ‬‫ﺍﻟﺪﺍﺀ‬
Sebagaimana telah disebutkan di cacing dan jangkrik
jelas merupakan maslahat. ‫ﻋﻨﻬﺎ‬ ‫ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‬ ‫ﻓﻼ‬
Dan ‫ﻧﺴﻴﺎﻥ‬ ‫ﻏﲑ‬
masalahat ini ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬‫ﻋﻦ‬ berlawanan ‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‬ dengan
 ‫ﻋﻨﻬﺎ‬‫ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‬‫ﻓﻼ‬‫ﻧﺴﻴﺎﻥ‬‫ﻏﲑ‬‫ﻣﻦ‬‫ﺑﻜﻢ‬‫ﺭﲪﺔ‬‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬‫ﻋﻦ‬‫ﻭﺳﻜﺖ‬‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‬
prinsip-prinsip umum tujuan  ‫ﻣﻌﲔ‬‫ﻧﺺ‬ ‫ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‬‫ﻭﻻ‬‫ﺑﺎﻟﺒﻄﻼﻥ‬
pensyari’atan ‫ﺮﻉ‬ ‫ﺩﺍﺀﺍﻟﺸ‬‫ﻣﻦ‬
hukum Islam.
‫ﻭﻟﻜﻨﻪ‬
‫ﻟﻪ‬‫ﻳﺸﻬﺪ‬‫ﺑﺪﻭﺍﺀ‬ ‫ﻣﺎﱂ‬‫ﻟﻴﺲ‬‫ﺍﻧﻪ‬
Menurut
hemat penulis, justru amat sejalan.  ‫ﻣﻌﲔ‬‫ﻧﺺ‬Sebagaimana
‫ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‬‫ﻭﻻ‬‫ﺑﺎﻟﺒﻄﻼﻥ‬ ‫ﺍﻟﺸﺮﻉ‬‫ﻣﻦ‬‫ﻟﻪ‬tujuan
diketahui, ‫ﻳﺸﻬﺪ‬‫ﻣﺎﱂ‬ umum
‫ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ‬ ‫ﻭﺍﻻﺣﻮﺍﻝ‬
pensyari’atan hukum  ‫ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ‬
Islamadalah ‫ﺍﻻﺯﻣﻨﺔ‬ ‫ﺗﻐﲑ‬ untuk ‫ﺴﺐ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺣﻜﻢﲝ‬
 ‫ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ‬
‫ﻓﺜﻢ‬‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‬
mewujudkan  ‫ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ‬
kemaslahatan
‫ ﺍﻳﻨﻤﺎ‬ ‫ﻻ‬
‫ﻛﺎﻧﺖ‬ ‫ﻳﻨﻜﺮﺗﻐﲑ‬
 ‫ﺍﷲ‬‫ﺣﻜﻢ‬‫ﻓﺜﻢ‬‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‬‫ﻛﺎﻧﺖ‬‫ﺍﻳﻨﻤﺎ‬
dan menghindarkan kerusakan/bencana ( ‫ﺍﳌﻀﺎﺭ‬/‫ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‬‫ﻭﺩﻓﻊ‬‫ﺍﳌﺼﺎﱀ‬‫ﺟﻠﺐ‬
‫ﺟﻠﺐ‬
‫ﻭﺍﻟﻌﻮﺍﺋﺪ‬
). Hal
ini direalisasikan dengan memelihara lima  hal
‫ﺍﳌﻀﺎﺭ‬yang
/‫ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‬ ‫ﻭﺩﻓﻊ‬‫ﺍﳌﺼﺎﱀ‬
menjadi kebutuhan
 ‫ﺍﳋﻤﺲ‬‫ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻳﺎﺕ‬‫ﻋﻠﻰ‬‫ ﺍﶈﺎﻓﻈﺔ‬
primer hidup dan kehidupan manusia (‫ﺍﳋﻤﺲ‬ ‫ﻭﻋﺪﻣﺎ‬ ‫ﻭﺟﻮﺩﺍ‬‫ﻋﻠﺘﻪ‬
‫ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻳﺎﺕ‬ ‫ﻋﻠﻰ‬‫ﺍﶈﺎﻓﻈﺔ‬
‫ﻣﻊ‬‫ﻳﺪﻭﺭ‬),yaitu
‫ﺍﳊﻜﻢ‬
agama, akal, jiwa,  ‫ﲝﺮﺍﻡ‬ ‫ﺗﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬dan
harta, ‫ﻭﻻ‬‫ﻓﺘﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬ ‫ﺩﻭﺍﺀ‬‫ﺩﺍﺀ‬‫ﻟﻜﻞ‬‫ﻭﺟﻌﻞ‬‫ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﺀ‬‫ﺍﻟﺪﺍﺀ‬‫ﺍﻧﺰﻝ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬
kehormatan/keturunan.
 ‫ﲝﺮﺍﻡ‬‫ﺗﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬‫ﻭﻻ‬‫ﻓﺘﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬‫ﺩﻭﺍﺀ‬‫ﺩﺍﺀ‬‫ﻟﻜﻞ‬‫ﻭﺟﻌﻞ‬‫ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﺀ‬‫ﺍﻟﺪﺍﺀ‬‫ﺍﻧﺰﻝ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬
2. Menurut hemat penulis, budidaya cacing ‫ﺩﺍﺀ‬ ‫ﻭﻟﻜﻨﻪ‬
dan ‫ﺑﺪﻭﺍﺀ‬‫ﻟﻴﺲ‬sebagai
jangkrik ‫ﺍﻧﻪ‬
upaya mencari sumber ma’isyah untuk  ‫ﺩﺍﺀ‬‫ﻭﻟﻜﻨﻪ‬‫ﺑﺪﻭﺍﺀ‬kebutuhan
memenuhi ‫ﻟﻴﺲ‬‫ﺍﻧﻪ‬
‫ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ‬ ‫ﻭﺍﻻﺣﻮﺍﻝ‬ ‫ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ‬ ‫ﺍﻻﺯﻣﻨﺔ‬ ‫ﺗﻐﲑ‬ ‫ﲝﺴﺐ‬ ‫ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ‬ ‫ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ‬ ‫ﻳﻨﻜﺮﺗﻐﲑ‬ ‫ﻻ‬
hidup‫ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ‬ ‫ﻭﺍﻻﺣﻮﺍﻝ‬
manusia  ‫ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ‬
adalah  ‫ﺍﻻﺯﻣﻨﺔ‬ ‫ﺗﻐﲑ‬ ‫ﲝﺴﺐ‬ ‫ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ‬yang
maslahat/kemaslahatan ‫ﻳﻨﻜﺮﺗﻐﲑ‬ ‫ﻻ‬
‫ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ‬berhubungan
dengan upaya memelihara harta yang juga amat bersinggungan  ‫ﻭﺍﻟﻌﻮﺍﺋﺪ‬
 ‫ﻭﺍﻟﻌﻮﺍﺋﺪ‬
dengan ke-butuhan primer yang lain,  ‫ﻭﻋﺪﻣﺎ‬ ‫ﻭﺟﻮﺩﺍ‬
yakni ‫ﻋﻠﺘﻪ‬‫ﻣﻊ‬jiwa,
agama, ‫ﻳﺪﻭﺭ‬‫ﺍﳊﻜﻢ‬
akal, dan
kehormatan/keturunan. Sebab dengan  ‫ﻭﻋﺪﻣﺎ‬ ‫ﻭﺟﻮﺩﺍ‬‫ﻋﻠﺘﻪ‬itu
budidaya ‫ﻣﻊ‬‫ﻳﺪﻭﺭ‬ ‫ﺍﳊﻜﻢ‬
diharapkan
dapat diperoleh sumber penghasilan/uang. Dengan uang yang
12
Yusuf al-Qardlawi, al-Ijtihad al-Mu’ashir, (Bairut: Dar at-Tauzi’ wa-
an-Nasyr al-Islami, 1994), h. 68.

598
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

memadai diharapkan akan tercukupi kebutuhan hidup seseorang


dengan baik. Dengan tercukupi kebutuhan hidupnya dengan baik,
akan sehat fisiknya, terpelihara jiwanya, sehat akalnya, terpelihara
kehormatan/keturunannya, dan agamanya. Bukankah al-Qur’an
telah menegaskan bahwa uang/harta merupakan tulang punggung
kehidupan?13 Bukankah Rasulullah telah menegaskan bahwa
kefakiran dapat berdampak pada kekufuran?14
Atas dasar ini maka lewat pendekatan maqasid syari’ah, budidaya
cacing dan jangkrik sebagai upaya mencari sumber penghidupan,
menurut hemat penulis hukumnya jelas halal. Bahkan bisa menjadi
wajib bila tidak ada lapangan kerja lain selain itu. Sementara itu ia
dituntut harus memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya,
mim babi ma la yatimmu al-wajib illa bih fahuwa wajib. Bukankah
pelaksanaan ibadah amat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari, berupa papan, pangan, dan sandang?
Dari urain di atas dapat diambil kesimpulan bahwa status hukum
budidaya cacing dan jangkrik dengan tujuan sebagaimana telah
disebutkan di atas, baik lewat pendekatan kaidah al-Aslu fi al-Mana-
fi’ al-Ibahah, maslahah mursalah, maupun maqasid syari’ah adalah
mubah/halal.

C. HUKUM HASYARAT15 DAN BEROBAT DENGAN YANG


HARAM/NAJIS
Mengingat jangkrik dan cacing termasuk kategori al-
Hasyarat, untuk lebih memperjelas masalah ini perlu kita
ketahui pandangan fuqaha’ tentang al-Hasyarat. Fuqaha’ berbeda
pendapat mengenai hukum al-hasyarat. Imam Abu Hanifah dan
asy-Syafi’i berpendirian bahwa al-Hasyarat hukumnya haram.
Sebab al-Hasyarat termasuk al-khaba’is, sejalan dengan ayat wa
yuharrimu ‘alaihim al-khaba’is. Sementara itu Imam Malik, Ibn
Abi Laila, dan Auza’i berpendapat, al-hasyarat hukumnya halal.16
Perlu dicatat buku-buku fiqh yang menyebutkan pandangan
mazhab Maliki ini ada yang menyatakan harus disembelih dan ada
pula yang tidak menyebutkan ketentuan tersebut. Yang dimaksud
dengan disembelih di sini ialah binatang itu dimatikan terlebih
13
QS. an-Nisa, 5.
14
Abu Nu’aim dari Anas bin Malik.

15
Dalam buku-buku kamus Arab disebutkan bahwa al-hasyarat ada
dua macam. Ada yang bersayap (dapat) terbang, dan ada yang
tidak bersayap (melata). Secara umum biasanya fisiknya kecil-ke-
cil. Ada yang darahnya mengalir (lahu dam sail) dan ada yang
darahnya tidak mengalir (laisa lahu dam sail).
16
Ibn Qudamah, al-Mughni wa-asy-Syarh al-Kabir, juz XI, h. 64.

599
BIDANG POM DAN IPTEK
 ‫ﻣﻌﻪ‬‫ﻭﻣﺜﻠﻪ‬‫ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‬‫ﺍﻭﺗﻴﺖ‬‫ﻭﺍﱏ‬‫ﺍﻻ‬
dahulu dengan cara apa saja, misalnya dengan dipotong lehernya,
 ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬‫ﻓﻊ‬‫ﺍﳌﻨﺎ‬‫ﰱ‬‫ﺍﻻﺻﻞ‬
anggota badannya, dibakar, direndam di air panas, dihanyutkan,
dll.17 Jadi bukan disembelih dalam pengertian  ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬
syar’i‫ﻓﻊ‬ ‫ﺍﳌﻨﺎ‬‫ﰱ‬‫ﻻﺻﻞ‬
seperti pada‫ﺍ‬
sapi, kambing dan sejenisnya.

Kemudian, tentang boleh tidaknya berobat dengan hal-
hal yang haram/najis, fuqaha’ berbeda pendapat menjadi tiga 
golongan sbb : 18
 ‫ﲨﻴﻌﺎ‬‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬‫ﺧﻠﻖ‬‫ﺍﻟﺬﻯ‬‫ﻫﻮ‬
2. Pendapat pertama menyatakan, boleh berobat dengan yang
 ‫ﻣﻨﻪ‬‫ﲨﻴﻌﺎ‬‫ﺍﻻﺭﺽ‬‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬‫ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬‫ﰱ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‬
haram atau najis dalam keadaan darurat. Argumentasi
‫ﻇﺎﻫﺮﺓ‬kelompok ‫ﻭﺍﺳﺒﻎ‬
‫ﻧﻌﻤﻪ‬‫ﻋﻠﻴﻜﻢ‬ini ‫ﺍﻻﺭﺽ‬‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬‫ﺳﺨﺮ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬‫ﺗﺮﻭﺍ‬‫ﺍﱂ‬
ialah:
ii. Rasulullah SAW membenarkan Abdurrahman bin ‘Auf
memakai sutra ketika ia sedang terkena penyakit  kulit.
‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‬
‫ﻣﻦ‬‫ﻓﺎﻗﺒﻠﻮﺍ‬‫ﻋﻔﻮ‬
Hal‫ﻓﻬﻮ‬ ‫ﻋﻨﻪ‬menunjukkan
ini ‫ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ‬‫ﺣﺮﺍﻡ‬‫ﻓﻬﻮ‬ ‫ﻭﻣﺎﺣﺮﻡ‬dalam
bahwa ‫ﺣﻼﻝ‬‫ﻓﻬﻮ‬ ‫ﻛﺘﺎﺑﻪ‬‫ﰱ‬‫ﺍﷲ‬
keadaan ‫ﻣﺎﺍﺣﻞ‬
darurat
diperbolehkan mempergunakan yang haram.
iii. Hadis yang menyatakan  ‫ﺷﻴﺌﺎ‬bahwa
‫ﻟﻴﻨﺴﻲ‬‫ﻳﻜﻦ‬ ‫ﱂ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻓﺎﻥ‬‫ﻋﺎﻓﻴﺘﻪ‬
Rasulullah SAW‫ﺍﷲ‬
‫ﻓﻼ‬ ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬ menyuruh
‫ﻭﺣﺮﻡ‬ ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ‬beberapa
 ‫ﻓﻼ‬ ‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‬orang
‫ﻭﺣﺪ‬ ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬  ‫ﻓﻼ‬ ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‬
dari qabilah  ‫ﻓﺮﺽ‬ ‫ﺍﷲ‬
‘Urainah  ‫ﺍﻥ‬
yang
sedang sakit di Madinah untuk berobat dengan minum
susu
‫ﻋﻨﻬﺎ‬dan
‫ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‬ ‫ﻓﻼ‬kencing
air ‫ﻧﺴﻴﺎﻥ‬‫ﻏﲑ‬unta.
‫ﻣﻦ‬‫ﺑﻜﻢ‬ ‫ﺭﲪﺔ‬‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬
Mereka ‫ﻋﻦ‬‫ﻭﺳﻜﺖ‬petunjuk
mengikuti ‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‬
Rasulullah dan ternyata sembuh (Muttafaq ‘alaih).
 ‫ﻣﻌﲔ‬‫ﻧﺺ‬‫ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‬‫ﻭﻻ‬‫ﺑﺎﻟﺒﻄﻼﻥ‬‫ﺍﻟﺸﺮﻉ‬‫ﻣﻦ‬‫ﻟﻪ‬‫ﻳﺸﻬﺪ‬‫ﻣﺎﱂ‬
Hal ini menunjukkan bahwa berobat dengan yang najis/
haram itu boleh pada saat tidak ada ‫ﺍﷲ‬‫ﺣﻜﻢ‬ ‫ﻓﺜﻢ‬yang
pilihan ‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‬lain.
‫ﻛﺎﻧﺖ‬‫ﺍﻳﻨﻤﺎ‬
3. Pendapat kedua menyatakan, ‫ﺍﳌﻀﺎﺭ‬ haram secara
/‫ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‬‫ﻭﺩﻓﻊ‬‫ﺍﳌﺼﺎﱀ‬ mutlak.
‫ﺟﻠﺐ‬
Argumentasi kelompok ini ialah:
a. Hadis riwayat Abu Dawud bahwa ‫ﺍﳋﻤﺲ‬Nabi
‫ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻳﺎﺕ‬ ‫ﻋﻠﻰ‬‫ ﺍﶈﺎﻓﻈﺔ‬
bersabda:
 ‫ﲝﺮﺍﻡ‬‫ﺗﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬‫ﻭﻻ‬‫ﻓﺘﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬‫ﺩﻭﺍﺀ‬‫ﺩﺍﺀ‬‫ﻟﻜﻞ‬‫ﻭﺟﻌﻞ‬‫ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﺀ‬‫ﺍﻟﺪﺍﺀ‬‫ﺍﻧﺰﻝ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬
“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit ‫ﺩﺍﺀ‬‫ﻭﻟﻜﻨﻪ‬‫ﺑﺪﻭﺍﺀ‬
dan‫ﻟﻴﺲ‬ ‫ﺍﻧﻪ‬
obat
dan menjadikan obat pada tiap-tiap penyakit. Untuk itu
‫ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ‬ ‫ﻭﺍﻻﺣﻮﺍﻝ‬  ‫ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ‬
berobatlah dan ‫ﺍﻻﺯﻣﻨﺔ‬ ‫ﺗﻐﲑ‬berobat
jangan  ‫ﲝﺴﺐ‬ ‫ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ‬
dengan ‫ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ‬ ‫ﻳﻨﻜﺮﺗﻐﲑ‬ ‫ﻻ‬
yangharam.”
b. Hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah melarang  ‫ﻭﺍﻟﻌﻮﺍﺋﺪ‬
berobat dengan yang najis/haram (Abu Dawud).
 ‫ﻭﻋﺪﻣﺎ‬‫ﻭﺟﻮﺩﺍ‬‫ﻋﻠﺘﻪ‬‫ﻣﻊ‬‫ﻳﺪﻭﺭ‬‫ﺍﳊﻜﻢ‬
Dua hadis di atas secara tegas melarang berobat
dengan yang haram/najis. Dua hadis ini diihtimal-kan
oleh kelompok pertama di luar kondisi darurat.
4. Pendapat ketiga menyatakan dalam kondisi darurat
boleh berobat dengan yang haram/najis, kecuali khamar.
Argumentasi mereka adalah alasan yang dipakai oleh
kelompok pertama ditambah hadis riwayat Muslim:
17
Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, (Dar al-
Fikr, 1954), juz II, h. 3.
18
Abu Sari’ Muhammad Abdulhadi, al-Ath’imah wa az-Zabaih fi al-
Fiqh al-Islami (Dar al-I’tisham, t.th), h. 306-3-9.

600
 ‫ﺍﷲ‬‫ﺣﻜﻢ‬‫ﻓﺜﻢ‬‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‬‫ﻛﺎﻧﺖ‬‫ﺍﻳﻨﻤﺎ‬
 ‫ﺍﳌﻀﺎﺭ‬/‫ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‬‫ﻭﺩﻓﻊ‬‫ﺍﳌﺼﺎﱀ‬‫ﺟﻠﺐ‬
 ‫ﺍﳋﻤﺲ‬‫ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻳﺎﺕ‬‫ﻋﻠﻰ‬‫ ﺍﶈﺎﻓﻈﺔ‬
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
 ‫ﲝﺮﺍﻡ‬‫ﺗﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬‫ﻭﻻ‬‫ﻓﺘﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬‫ﺩﻭﺍﺀ‬‫ﺩﺍﺀ‬‫ﻟﻜﻞ‬‫ﻭﺟﻌﻞ‬‫ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﺀ‬‫ﺍﻟﺪﺍﺀ‬‫ﺍﻧﺰﻝ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬
 ‫ﺩﺍﺀ‬‫ﻭﻟﻜﻨﻪ‬‫ﺑﺪﻭﺍﺀ‬‫ﻟﻴﺲ‬‫ﺍﻧﻪ‬
“Khamar itu bukan obat, tetapi penyakit”.
‫ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ‬ ‫ﻭﺍﻻﺣﻮﺍﻝ‬ ‫ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ‬ ‫ﺍﻻﺯﻣﻨﺔ‬ ‫ﺗﻐﲑ‬ ‫ﲝﺴﺐ‬ ‫ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ‬ ‫ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ‬ ‫ﻳﻨﻜﺮﺗﻐﲑ‬ ‫ﻻ‬
Menurut penelitian Dr. Abu Sari’ Abdulhadi, di antara
tiga pendapat di atas, pendapat pertamalah yang paling  ‫ﻭﺍﻟﻌﻮﺍﺋﺪ‬
kuat,
yaitu pendapat yang membenarkan berobat dengan yang
 ‫ﻭﻋﺪﻣﺎ‬
haram/najis dalam kondisi darurat. 19 ‫ﻭﺟﻮﺩﺍ‬‫ﻋﻠﺘﻪ‬‫ﻣﻊ‬‫ﻳﺪﻭﺭ‬‫ﺍﳊﻜﻢ‬

Kalau pandangan para fuqaha’ tentang al-hasyarat dan


berobat dengan yang haram/najis tersebut kita bawa kepada
masalah cacing maka ada dua kemungkinan yang dapat kita
tempuh:
2. Pertama mengkuti pandangan mazhab Maliki, Ibn Abi
Laila, dan Auza’i yang menyatakan bahwa al-Hasyarat
hukumnya halal. Dengan mengikuti pandangan ini maka
cacing dapat dijadikan bahan obat-obatan atau kosmetika,
selama menurut penelitian dokter/para ahli tidak
membahayakan. Dalam hal ini tidak perlu menunggu
kondisi darurat. Demikian juga, dengan mengikuti
pandangan ini, cacing dan jangkrik dapat dikonsumsi
bagi mereka yang memerlukannya. Kini jangkrik
merupakan salah satu menu yang dapat ditemukan di
beberapa restoran bagi para penggemarnya.
3. Mengikuti pandangan Abu Hanifah, dan asy-Syafi’i
yang menyatakan bahwa al-hasyarat hukumnya haram
digabung dengan pendapat yang rajih/ kuat (pendapat
pertama) yang membenarkan berobat dengan hal-
hal yang haram/najis dalam kondisi darurat. Dengan
mengikuti pandangan ini, kita dapat membenarkan
penggunaan cacing untuk obat dengan catatan tidak
ada alternatif lain (darurat), sejalan dengan kaidah ad-
Darurat tubihu al-mahzurat, selama menurut para ahli
tidak membahayakan.
Lalu bagaimana kalau cacing tersebut untuk keperluan
kosmetika? Menurut hemat penulis kosmetika bisa termasuk
hajiyat (kebutuhan sekunder) dan dapat juga termasuk tahsiniyat
(pelengkap dan penyempurna), tergantung sikonnya. Bahkan
dapat meningkat menjadi hajiyat yang menempati level daruriyat
(kebutuhan yang mendesak) sejalan dengan kaidah: al-Hajat
tunazzalu manzilat ad-darurat, seperti apabila keharmonisan
rumah tangga suami istri banyak tergantung dengan ukuran-
ukuran tertentu dalam bersolek yang mesti dilakukan oleh seorang
istri. Dalam kondisi semacam ini jelas dibenarkan bagi seorang istri
mempercantik dirinya dengan kosmetika yang ramuannya terbuat
19
Ibid.

601
 ‫ﻣﻌﻪ‬‫ﻭﻣﺜﻠﻪ‬‫ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‬‫ﺍﻭﺗﻴﺖ‬‫ﻭﺍﱏ‬‫ﺍﻻ‬
 ‫ﻣﻌﻪ‬‫ﻭﻣﺜﻠﻪ‬ ‫ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‬
 ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬ ‫ﻓﻊ‬‫ﺍﻭﺗﻴﺖ‬
‫ﺍﳌﻨﺎ‬‫ﰱ‬‫ﻭﺍﱏ‬
‫ﺍﻻﺻﻞ‬‫ﺍﻻ‬
 ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬‫ﻓﻊ‬‫ﺍﳌﻨﺎ‬‫ﰱ‬‫ﺍﻻﺻﻞ‬ ‫ﺍﻻﺻﻞ‬
BIDANG POM DAN IPTEK
 ‫ﺍﻻﺑﺎﺣﺔ‬‫ﻓﻊ‬‫ﺍﳌﻨﺎ‬‫ﰱ‬‫ﻻﺻﻞ‬ ‫ﺍ‬
dari cacing. Tentu selama tidak membahayakan. Hal ini lebih bisa 
dibenarkan lagi kalau kita mengikuti pandangan Imam Malik,
 ‫ﲨﻴﻌﺎ‬‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‬‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬‫ﺧﻠﻖ‬‫ﺍﻟﺬﻯ‬‫ﻫﻮ‬ Ibn
Abi Laila, dan Auza’i yang menyatakan bahwa al-hasyarat seperti

cacing adalah halal. Artinya ‫ﻣﻨﻪ‬ia ‫ﲨﻴﻌﺎ‬  ‫ﲨﻴﻌﺎ‬
‫ﺍﻻﺭﺽ‬
tidak ‫ﻓىﺎﻻﺭﺽ‬
‫ﰱ‬
najis. ‫ﻣﺎ‬‫ﻟﻜﻢ‬
‫ﻭﻣﺎ‬‫ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬ ‫ﰱ‬‫ﺧﻠﻖ‬ ‫ﺍﻟﺬﻯ‬‫ﻫﻮ‬
‫ﻣﺎ‬‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‬
Perlu diketahui bahwa
‫ﻇﺎﻫﺮﺓ‬  ‫ﻣﻨﻪ‬maslahat
‫ﻧﻌﻤﻪ‬‫ﻋﻠﻴﻜﻢ‬‫ﻭﺍﺳﺒﻎ‬‫ﺍﻻﺭﺽ‬ ‫ﰱ‬‫ﲨﻴﻌﺎ‬ hajiyat
‫ﺍﻻﺭﺽ‬ ‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬‫ﻣﺎ‬yang
‫ﻭﻣﺎ‬‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬ ‫ﻟﻜﻢ‬menempati
‫ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬ ‫ﰱ‬‫ﺍﷲ‬
‫ﺳﺨﺮ‬ ‫ﻣﺎ‬‫ﻭﺳﺨﺮﻟﻜﻢ‬
‫ﺍﻥ‬‫ﺗﺮﻭﺍ‬level
‫ﺍﱂ‬
daruriyat menurut al-Ghazali dapat dijadikan istislah/maslahah
mursalah ‫ﻋﻠﻴﻜﻢ‬‫ﻭﺍﺳﺒﻎ‬
‫ﻇﺎﻫﺮﺓ‬‫ﻧﻌﻤﻪ‬untuk ‫ﺍﻻﺭﺽ‬‫ﰱ‬‫ﻭﻣﺎ‬
menetapkan ‫ﻓىﺎﻟﺴﻤﻮﺍﺕ‬
hukum Islam.‫ﻣﺎ‬Sementara
‫ﻟﻜﻢ‬‫ﺳﺨﺮ‬‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬  ‫ﺗﺮﻭﺍ‬
itu ‫ﺍﱂ‬
‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‬
Asy-
Syatibi, mayoritas ulama Malikiyah dan Hanabilah membenarkan
‫ﻣﻦ‬‫ﻓﺎﻗﺒﻠﻮﺍ‬‫ﻋﻔﻮ‬
maslahat ‫ﻓﻬﻮ‬‫ﻋﻨﻪ‬semua
dengan ‫ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ‬tingkatannya
‫ﺣﺮﺍﻡ‬‫ﻓﻬﻮ‬‫(ﻭﻣﺎﺣﺮﻡ‬dlaruriyat,
‫ﺣﻼﻝ‬‫ﻓﻬﻮ‬‫ﻛﺘﺎﺑﻪ‬ ‫ﰱ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻭﺑﺎﻃﻨﺔ‬
hajiyat, ‫ﻣﺎﺍﺣﻞ‬
dan
tahsiniyat) ‫ﻓﻬﻮ‬‫ﻋﻨﻪ‬istislah/maslahah
‫ﻣﻦ‬‫ﻓﺎﻗﺒﻠﻮﺍ‬‫ﻋﻔﻮ‬sebagai ‫ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ‬‫ﺣﺮﺍﻡ‬‫ﻓﻬﻮ‬‫ﻭﻣﺎﺣﺮﻡ‬
‫ﺷﻴﺌﺎ‬ ‫ﺣﻼﻝ‬‫ﻳﻜﻦ‬
‫ﻟﻴﻨﺴﻲ‬
mursalah ‫ﻓﻬﻮ‬
‫ﻛﺘﺎﺑﻪﱂ‬
dalam‫ﺍﷲ‬‫ﻓﺎﻥ‬
‫ﰱ‬‫ﺍﷲ‬ ‫ﻣﺎﺍﺣﻞ‬
‫ﻋﺎﻓﻴﺘﻪ‬
penetapan ‫ﺍﷲ‬
hukum Islam.
‫ﻓﻼ‬ ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬ ‫ﻭﺣﺮﻡ‬ ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‬ ‫ﻭﺣﺪ‬  ‫ﺷﻴﺌﺎ‬ ‫ﻟﻴﻨﺴﻲ‬
‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬ ‫ﻳﻜﻦ‬
 ‫ﻓﻼ‬ ‫ﱂ‬‫ﺍﷲ‬‫ﻓﺮﺽ‬
 ‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‬  ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺍﷲ‬
‫ﻓﺎﻥ‬‫ﻋﺎﻓﻴﺘﻪ‬ ‫ﺍﻥ‬
A. ‫ﻓﻼ‬ ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬ ‫ﻭﺣﺮﻡ‬
PENUTUP  ‫ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ‬
‫ﻋﻨﻬﺎ‬ ‫ ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‬‫ﻓﻼﻓﻼ‬‫ﻧﺴﻴﺎﻥ‬
 ‫ﺣﺪﻭﺩﺍ‬
‫ﻏﲑ‬ ‫ﻭﺣﺪ‬  ‫ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ‬
‫ﻣﻦ‬‫ﺑﻜﻢ‬ ‫ﺭﲪﺔ‬‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬
‫ﻓﻼ‬‫ﻓﺮﺍﺋﺾ‬
‫ﻋﻦ‬‫ﻭﺳﻜﺖ‬  ‫ﺍﷲ‬ ‫ﺍﻥ‬
 ‫ﻓﺮﺽ‬‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‬
Dari uraian di atas kiranya dapat penulis simpulkan bahwa
 ‫ﻋﻨﻬﺎ‬‫ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ‬ ‫ﻓﻼ‬
‫ﻣﻌﲔ‬‫ﻧﺴﻴﺎﻥ‬
‫ﻧﺺ‬‫ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‬
‫ﻏﲑ‬‫ﻣﻦ‬‫ﺑﻜﻢ‬‫ﻭﻻ‬‫ﺭﲪﺔ‬ ‫ﺍﺷﻴﺎﺀ‬
‫ﺑﺎﻟﺒﻄﻼﻥ‬
sepanjang kajian fiqh, baik lewat pendekatan kaidah al-Ashlu fi al-
‫ﺮﻉ‬‫ﻋﻦ‬
‫ﺍﻟﺸ‬‫ﻭﺳﻜﺖ‬
‫ﻣﻦ‬‫ﻟﻪ‬‫ﻳﺸﻬﺪ‬‫ﺗﻨﺘﻬﻜﻮﻫﺎ‬
‫ﻣﺎﱂ‬
Manafi’ al-ibahah, maslahah ‫ﻣﻌﲔ‬‫ﻧﺺ‬mursalah,
‫ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‬‫ﻭﻻ‬‫ﺍﷲ‬
maupun
‫ﺑﺎﻟﺒﻄﻼﻥ‬
‫ﺣﻜﻢ‬‫ﻓﺜﻢ‬‫ﺮﻉ‬maqasid
‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‬ ‫ﻳﺸﻬﺪ‬‫ﻳﻨﻤﺎ‬
‫ﺍﻟﺸ‬‫ﻣﻦ‬‫ﻛﺎﻧﺖﻟﻪ‬
syari’ah,‫ﺍﻣﺎﱂ‬
budidaya cacing untuk keperluan pengobatan dan kosmetika serta
budidaya jangkrik untuk pakan burung  ‫ﺍﳌﻀﺎﺭﺍﷲ‬
‫ﺣﻜﻢ‬ ‫ﻓﺜﻢ‬
/‫ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‬
jelas ‫ﺍﳌﺼﻠﺤﺔ‬
dapat ‫ﺍﳌﺼﺎﱀ‬
‫ﻛﺎﻧﺖ‬‫ﺟﻠﺐ‬
‫ﻭﺩﻓﻊ‬dibenarkan. ‫ﺍﻳﻨﻤﺎ‬
Hukumnya mubah/halal dengan argumentasi sebagaimana
 ‫ﺍﳌﻀﺎﺭ‬‫ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻳﺎﺕ‬
/‫ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ‬ ‫ﻭﺩﻓﻊ‬ telah
disebutkan.
 ‫ﺍﳋﻤﺲ‬ ‫ﻋﻠﻰ‬‫ﺍﳌﺼﺎﱀ‬
‫ﺍﶈﺎﻓﻈﺔ‬ ‫ﺟﻠﺐ‬

 ‫ﲝﺮﺍﻡ‬‫ﺗﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬
Mubah/halal ini‫ﻭﻻ‬
merupakan  ‫ﻟﻜﻞ‬
‫ﻓﺘﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬‫ﺩﻭﺍﺀ‬hukum
‫ﺩﺍﺀ‬ ‫ﺍﳋﻤﺲ‬ ‫ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﻳﺎﺕ‬
‫ﻭﺟﻌﻞ‬
asal. ‫ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﺀ‬ ‫ﻋﻠﻰ‬‫ﺍﶈﺎﻓﻈﺔ‬
‫ﺍﻟﺪﺍﺀ‬
Ia bisa ‫ﺍﻧﺰﻝ‬ ‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻥ‬
bergeser 
menjadi wajib, haram, makruh, sunat sesuai dengan perubahan
 ‫ﲝﺮﺍﻡ‬‫ﺗﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬‫ﻭﻻ‬‫ﻓﺘﺘﺪﺍﻭﻭﺍ‬‫ﺩﻭﺍﺀ‬‫ﺩﺍﺀ‬‫ﻟﻜﻞ‬‫ﻭﺟﻌﻞ‬ ‫ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﺀ‬ ‫ﺍﻟﺪﺍﺀ‬
‫ﺩﺍﺀ‬‫ﻭﻟﻜﻨﻪ‬ ‫ﺍﻧﺰﻝ‬‫ﻟﻴﺲ‬
‫ﺑﺪﻭﺍﺀ‬ ‫ﺍﷲ‬‫ﺍﻧﻪ‬
‫ﺍﻥ‬
kondisi dan situasi, sejalan dengan kaidah20:
‫ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ‬ ‫ﻭﺍﻻﺣﻮﺍﻝ‬ ‫ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ‬ ‫ﺍﻻﺯﻣﻨﺔ‬ ‫ﺗﻐﲑ‬ ‫ﲝﺴﺐ‬ ‫ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ‬  ‫ﺩﺍﺀ‬‫ﻭﻟﻜﻨﻪ‬
‫ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ‬‫ﺑﺪﻭﺍﺀ‬ ‫ﻟﻴﺲ‬ ‫ﻻﺍﻧﻪ‬
 ‫ﻳﻨﻜﺮﺗﻐﲑ‬
‫ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ‬ ‫ﻭﺍﻻﺣﻮﺍﻝ‬ ‫ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ‬ ‫ﺍﻻﺯﻣﻨﺔ‬ ‫ﺗﻐﲑ‬ ‫ﲝﺴﺐ‬ ‫ﻭﺍﺧﺘﻼﻓﻬﺎ‬ ‫ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ‬ ‫ﻳﻨﻜﺮﺗﻐﲑ‬ ‫ﻻ‬
 ‫ﻭﺍﻟﻌﻮﺍﺋﺪ‬
“Tidak dapat diinkari adanya perubahan dan perbedaan fatwa
 ‫ﻭﻋﺪﻣﺎ‬motivasi,
sesuai dengan perubahan kondisi, situasi, ‫ﻭﺟﻮﺩﺍ‬‫ﻋﻠﺘﻪ‬dan tujuan”
‫ﻭﺍﻟﻌﻮﺍﺋﺪ‬
‫ﻣﻊ‬‫ﻳﺪﻭﺭ‬‫ﺍﳊﻜﻢ‬
 ‫ﻭﻋﺪﻣﺎ‬‫ﻭﺟﻮﺩﺍ‬‫ﻋﻠﺘﻪ‬‫ﻣﻊ‬‫ﻳﺪﻭﺭ‬‫ﺍﳊﻜﻢ‬
“Hukum itu beredar bersama ‘illatnya mengenai ada dan tidak
adanya” .
Sebagai contoh misalnya, seorang kepala rumah tangga yang
harus menghidupi keluaganya, terkena PHK. Ia sulit menemukan
lapangan kerja baru. Semua usahanya gagal. Akhirnya ia beternak
cacing atau jangkrik, dan inilah satu-satunya usaha yang harus
digelutinya. Dalam kondisi semacam ini, wajib baginya mengatasi
problem ekonomi keluarganya melalui budi daya cacing atau
jangkrik tersebut. Sebab, bila tidak ia dan keluarganya akan mati
kelaparan.

20
Ibn al-Qayyim, A’lam al-Muwaqqi’in, (Beirut: Dar al-Fikr, 1955),
juz III, h. 3, as-Syaukani, Irsyad al-Fukhul, (Beirut: Dar al-Malayin,
1945), h. 223.

602
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Demikian juga budidaya jangkrik itu dapat dihukumi haram,


apabila tujuannya untuk diadu, apa lagi bila disertai taruhan.
Tentu nilai keharamanya akan lebih berat lagi. Sebab dalam
kondisi semacam ini telah berubah menjadi maisir/judi. Dan
budidayanya itu sendiri menjadi Zari’atan Ila al-Maisir (sarana
bagi terjadinya perjudian). Berdasarkan Sad az-Zari’ah maka
budidayanya itu hukumnya menjadi haram, kendati masalah ini
masih diperselisihkan di kalangan fuqaha’.
Berbeda halnya misalnya ada seorang pemuda yang amat
sangat kepengen kawin. Sementara ia tidak menemukan bã’ah
(biaya nikah). Ia pun tidak sanggup berpuasa untuk membentengi
dorongan biolo gisnya. Baginya tidak ada kemampuan lain
kecuali beternak cacing atau jangkrik untuk menghasilkan biaya
pernikahannya. Dalam kondisi semacam ini, bedasakan kaidaha
Ma La Yatimm al-Wajib Illa bih fahuwa Wajib,21 wajib bagi
pemuda tersebut melakukan budidaya cacing atau jangkrik untuk
mengatasi problem pribadinya.
Demikian juga, budidaya cacing dan jangkrik itu bisa menjadi
sunnat apabila dimaksudkan untuk pelestarian alam, objek
penelitian, tafakkur fi alaa’ Allah, guna memantapkan iman;
sehingga muncullah ucapan yang tulus dari mulutnya: Rabbana
Ma Khalaqta Haza Bathila... Wallahu A’ lam.

21
Asy-Syirazi, al-Luma’ fi Ushul al-Fiqh, (al-Qahirah, al-Babi al-Hala-
bi, 1943), h. 19.

603
7

MAKANAN DAN MINUMAN YANG BERCAMPUR


DENGAN NAJIS

Majelis Ulama Indonesia dalam Musyawarah Nasioanal II


tanggal 11-17 Rajab 1400 H, bertepatan dengan tanggal 26 Mei-1 Juni
1980 M,

MEMUTUSKAN

Menfatwakan:

1. Setiap makanan dan minuman yang jelas bercampur dengan


barang haram/najis hukumnya adalah haram.
2. Setiap makanan dan minuman yang diragukan bercampur dengan
barang haram/najis hendaknya ditinggalkan.
3. Adanya makanan dan minuman yang diragukan bercampur
dengan barang haram/najis hendaklah Majelis Ulama Indonesia
meminta kepada instansi yang bersangkutan memerikasanya di
Laboraturium untuk dapat ditentukan hukumnya.

Jakarta, 14 Rajab 1400 H


01 Juni 1980 M

DEWAN PIMPINAN
MUSYAWARAH NASIONAL II
MAJELIS ULAMA INDONESIA

1. Ketua Umum Sekretaris Umum

ttd ttd

Prof. Dr. HAMKA Drs. H. Kafrawi

562
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

MEMAKAN DAGING KELINCI

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya di Jakarta


pada tanggal 17 Jumadil Awal 1403 H, bertepatan dengan tanggal 12
Maret 1983 M., setelah :

Membaca : 1. Surat permintaan Direktur Urusan Agama


Islam Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Urusan Haji
Departemen Agama RI di Jakarta No : D
11 / 5 / HK. 03. 1 / 3647 / 1982 tanggal 27
November 1982 tentang daging kelinci.
2. Surat Sekretaris Direktur Jenderal
Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan
Departemen Pertanian RI. Di Jakarta No :
512 NIIb / E, tanggal 8 Juli 1982.

Memperhatikan : Hadis-hadis Nabi sebagai berikut :


“Dari Anas, is berkata: Melintas di depan kami
seekor kelinci di Marri Zahran, maka orang-
orang mengejar dan menangkapnya, dan aku
dapatinya, maka aku memberikan kepada Abu
Talhah lalu disembelihnya. Dan is mengirim
kepada Rasulullah kedua pahanya dan beliau
menerimanya.” (Diriwayatkan oleh Jamaah—
Nail al-Authar Juz 7 hal. 137).

Menimbang : Bahwa dalam upaya pemerintah untuk meratakan


konsumsi protein hewani dan perbaikan gizi
keluarga, serta menggalakkan pengembangan
peternakan kelinci sedang sebagian terbesar
masyarakat luas, khususnya masyarakat tani

567
BIDANG POM DAN IPTEK

di pedesaan adalah Umat Islam; Majelis Ulama


Indonesia memandang perlu menetapkan hukum
memakan daging kelinci.

Menetapkan : Memakan daging kelinci hukumnya halal.

Jakarta, 17 Jumadil Awal 1403 H


02 Maret 1983 M

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua Sekretaris

ttd ttd

Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML Drs. H. Kafrawi

568
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 10 Tahun 2011
Tentang
CARA PENSUCIAN EKSTRAK RAGI (YEAST EXTRACT)
DARI SISA PENGOLAHAH BIR (BREWER YEAST)

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah:


MENIMBANG : a. bahwa hasil limbah produksi bir berupa ekstrak ragi (yeast
extract) dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk, misalnya
media mikroba, bahan penyusun flavor/seasoning, suplemen
karena banyak mengandung mineral, vitamin dan protein;
b. bahwa pada tahun 2003 MUI menetapkan bahwa ekstrak ragi
(yeast extract) dari sisa pengolahan bir (brewer yeast) bisa
dimanfaatkan setelah dicuci hingga hilang warna, bau dan rasa
birnya, akan tetapi belum ada penjelasan mengenai tata cara
pensuciannya;
c. bahwa atas dasar hal tersebut, muncul pertanyaan mengenai
tata cara pencucian tersebut;
d. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu
menetapkan fatwa tentang Cara Pencucian Ekstrak Ragi (Yeast
Extract) Dari Sisa Pengolahan Bir (Brewer Yeast), sebagai
pedoman.
MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT, antara lain:

“.....dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan


mengharamkan bagi mereka segala yang buruk...” QS. Al-
A’raf[7]: 157
Catatan: ayat di atas menunjukkan halalnya segala sesuatu
yang baik (at-thayyibat) dan mengharamkan segala sesuatu
yang buruk (al-khabaits). Salah satu penyebab sesuatu
dianggap buruk (khabits) adalah jika terkena najis
(mutanajjis)
2. Hadits-hadits Nabi SAW, antara lain:

Dari Maimunah RA istri nabi SAW: “nabi SAW ditanya tentang


(hukum) tikus yang jatuh di keju kemudian mati di dalamnya. Ia

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Cara Pensucian Ekstrak Ragi (Yeast Extrcat) 2
dari Sisa Pengolahan Bir (Brewer Yeast)
SAW menjawab: buang keju yang tertimpa tikus dan sekitarnya,
kemudian makan yang lainnya” (HR. Al-Bukhari)

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “apabila tikus


jatuh di dalam keju, (maka lihatlah): jika (keju tersebut) padat
maka buanglah (keju yang tertimpa tikus) dan sekitarnya (lalu
makanlah yang lainnya), tapi (jika keju tersebut) encer maka
janganlah kamu mendekatinya” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Dua hadis di atas menunjukkan tata cara menghilangkan najis
dari makanan, yaitu dengan dirinci (tafshil): jika makanan cair
terkena najis maka tidak bisa disucikan karena sudah
bercampur, sedangkan jika makanan tidak cair (jamid) maka
cukup dibuang makanan yang bersentuhan langsung dengan
najis, sedangkan yang tidak bersentuhan langsung dengan
najis dapat dimanfaatkan.

Dari Asma binti Abu Bakar RA, sesungguhnya Nabi SAW


bersabda tentang darah haidh yang terkena pakaian:
hilangkanlah (bekas darah tersebut), kemudian guyurlah
dengan air, kemudian....., lalu shalatlah dengan pakaian
tersebut” (HR. Bukhari-Muslim)

Dari Abu Hurairah RA. Khaulah RA bertanya: wahai Rasululah,


jika (bekas) darahnya tidak hilang? Ia SAW menjawab: “kamu
cukup mencucinya dengan air, dan tidak masalah dengan
bekasnya” (HR. At-Tirmidzi)
Dua hadis di atas menunjukkan tentang hukum sesuatu yang
terkena najis tapi setelah dicuci bekas najis tersebut tidak bisa
hilang, maka dalam masalah tersebut hukumnya telah
dianggap suci.
MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat para ulama; antara lain:
a. Pendapat Ibnu Rusyd, ulama mazhab Maliki, dalam
kitabnya ”Bidayah al-Mujtahid” sbb:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Cara Pensucian Ekstrak Ragi (Yeast Extrcat) 3
dari Sisa Pengolahan Bir (Brewer Yeast)

“Di kalangan ulama dalam menanggapi masalah najis yang


tercampur dengan makanan halal terbagi dalam dua
pendapat: pertama, ulama yang menganggap haram karena
terjadinya percampuran walaupun makanan tersebut tidak
berubah warna, bau, dan rasa karena telah bercampur
dengan najis. Pendapat ini adalah pendapat sebagian besar
(jumhur) ulama. Kedua, pendapat ulama yang
memperhitungkan perubahannya. Pendapat ini adalah
pendapat mazhab zhahiri dan pendapat imam Malik.”
b. Pendapat Ibnu al-Khathib as-Syarbini dalam kitab ”Mughni
al-Muhtaj Ila Ma’rifati Alfadhi al-Minhaj” sbb:

“dan disyaratkan (dalam mencuci barang terkena najis)


mengucurkan air ke tempat yang terkena najis, jika air
tersebut sedikit (kurang dari dua kulah), agar air tersebut
tidak malah menjadi mutanajjis. Jika sebaliknya (tidak
dikucur tapi direndam/dicuci dalam air sedikit) maka
menjadi najis karena terkena najis di dalamnya.”
c. Pendapat Zakaria al-Anshari dalam kitab ”Tuhfatu at-
Thullab” sbb:

.
“Wajib hukumnya menghilangkan najis walaupun terhadap
sepatu selop (khuff) dengan mencucinya hingga hilang rasa,
warna dan baunya, kecuali jika salah satu warna atau
baunya sulit dihilangkan, maka tidak wajib untuk
menghilangkannya. Ia tetap dianggap suci. Berbeda jika
warna dan baunya sama-sama tetap tidak hilang (maka
tetap dianggap terkena najis) karena tidak hilangnya
keduanya secara bersamaan mengindikasikan masih adanya
najis. Begitu juga (masih dianggap najis) jika yang tidak
bisa hilang adalah rasanya, karena umumnya
menghilangkan rasa sangatlah mudah.”
d. Pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab ”al-Minhaju al-
Qawim” sbb:

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Cara Pensucian Ekstrak Ragi (Yeast Extrcat) 4
dari Sisa Pengolahan Bir (Brewer Yeast)

“sesuatu yang terkena najis mutawassithah (najis sedang),


jika najis ‘aini (najis zatnya) yaitu najis yang bisa terdeteksi
dengan panca indera, maka wajib menghilangkan
zat(najis)nya, yaitu dengan menghilangkan rasa, warna dan
baunya. Dan jika untuk menghilangkan ketiganya harus
menggunakan sabun maka harus menggunakannya. Dan
tidak masalah masih terdeteksinya salah satu dari warna
atau baunya jika sulit untuk menghilangkannya, seperti
warna… yang masih melekat setelah dicuci dan tidak
berbekas kecuali bekas…nya dan seperti bau khamr, karena
alasan masyaqqah (sulit menghilangkannya). Tapi jika jika
dua-duanya dari bau dan warna najis masih berbekas di
tempat yang telah dicuci maka tetap dianggap najis,
walaupun sulit menghilangkan keduanya. Begitu juga masih
dianggap najis jika masih berbekas rasanya saja, karena
sesungguhnya mudah menghilangkannya dan jarang yang
kesulitan”

“jika najisnya tidak terdeteksi seperti air seni yang kering


yang tidak terdeteksi rasa, warna, dan baunya maka cukup
dengan mengucurkan air atasnya sekali saja tanpa harus
berniat”
e. Pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab ”Tuhfatu al-
Muhtaj Fi Syarhi al-Minhaj” sbb:

“sebagaimana dijelaskan bahwa jika sulit menghilangkan


(bekas) najisnya maka cukup dengan dicuci saja, walaupun
masih terdeteksi salah satu dari warna atau baunya, dengan
alasan adanya masyaqqah (kesulitan menghilangkannya)”
2. Keputusan Fatwa MUI tanggal 23 Mei 2003 tentang
Standarisasi Fatwa Halal, khususnya tentang hukum ragi yang
berasal dari industri khamr, selengkapnya berbunyi: “Ragi
yang dipisahkan dari proses pembuatan khamr setelah dicuci

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Cara Pensucian Ekstrak Ragi (Yeast Extrcat) 5
dari Sisa Pengolahan Bir (Brewer Yeast)
sehingga hilang rasa, bau dan warna khamrnya, hukumnya
halal dan suci”.
3. Keterangan LP POM MUI dalam rapat Komisi Fatwa tanggal 12
Januari 2011, yakni:
a. Ragi merupakan entitas tersendiri yang suci yang
dijadikan salah satu bahan penolong pembuatan bir
b. Ragi adalah salah satu jenis mikroba yang tidak
berbahaya dan hukum asal mikroba adalah suci apabila
tidak membahayakan
c. Dalam proses pembuatan bir, ragi berinteraksi dengan
bahan lainnya, kemudian dipisahkan setelah bahan
tersebut berubah menjadi bir.
d. Ragi bisa merubah bahan baku menjadi bir tapi
walaupun begitu ragi sendiri tidak berubah
4. Pendapat peserta rapat Komisi Fatwa pada tanggal 28
Desember 2010 dan 12 Januari 2011.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG CARA PENCUCIAN EKSTRAK RAGI (YEAST
EXTRACT) DARI SISA PENGOLAHAN BIR (BREWER YEAST)
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1. Ekstrak ragi (yeast extract) ialah produk yang berupa isi sel
ragi yang diproses dengan cara memecahkan dinding sel ragi
sehingga isi sel ragi terekstrak keluar kemudian dinding
selnya dipisahkan. Isi sel ragi dimanfaatkan untuk berbagai
produk pangan dan suplemen stelah melalui beberapa
tahapan proses.
2. Ragi sisa pengolahan bir (brewer yeast) ialah ragi yang
dipisahkan dari cairan bir dengan cara penyaringan dan
sentrifugasi.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Ekstrak ragi (yeast extract) dari sisa pengolahan bir (brewer
yeast) hukumnya mutanajjis (barang yang terkena najis) yang
menjadi suci setelah dilakukan pencucian secara syar’i
(tathhir syar’an).
2. Pensucian secara syar’i sebagaimana dimaksud point satu
adalah dengan salah satu cara sebagai berikut:
a. Mengucurinya dengan air hingga hilang rasa, bau dan
warna birnya.
b. Mencucinya di dalam air yang banyak hingga hilang
rasa, bau dan warna birnya.
3. Apabila telah dilakukan pencucian sebagaimana point nomor
dua secara maksimal, akan tetapi salah satu dari bau atau
warna birnya tetap ada karena sulit dihilangkan maka
hukumnya suci dan halal dikonsumsi.
Ketiga : Ketentuan Penutup

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


Fatwa tentang Cara Pensucian Ekstrak Ragi (Yeast Extrcat) 6
dari Sisa Pengolahan Bir (Brewer Yeast)
1. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan
diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 28 Rabi’ul Awwal 1432 H
3 Maret 2011 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA


KOMISI FATWA
Ketua Sekretaris

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF., MA DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia


FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 26 Tahun 2013
Tentang
STANDAR KEHALALAN PRODUK KOSMETIKA DAN PENGGUNAANNYA

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :

MENIMBANG : a. bahwa kosmetika telah menjadi salah satu kebutuhan manusia


pada umumnya;
b. bahwa kosmetika yang akan digunakan oleh setiap muslim
harus berbahan halal dan suci;
c. bahwa perkembangan teknologi telah mampu menghasilkan
berbagai produk kosmetika yang menggunakan berbagai jenis
bahan, serta memiliki fungsi yang beragam, yang seringkali
bahannya tidak jelas apakah suci atau tidak;
d. bahwa terhadap masalah tersebut, muncul pertanyaan dari
masyarakat mengenai standar kehalalan produk kosmetika
dan penggunaannya;
e. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa
tentang standar kehalalan produk kosmetika dan
penggunaannya guna dijadikan pedoman.
MENGINGAT : 1. Al-Quran al-Karim
a. Firman Allah SWT tentang perintah untuk berhias serta
larangan berhias yang menyerupai orang jahiliyyah, antara
lain:

‫ه ِليَّةِ األولَى‬
ِ ‫ن َتبَرُّجَ الْجَا‬
َ ْ‫وَقَرْنَ فِي ُبيُوِتكُنَّ وَال َتبَرَّج‬

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias


(bertabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah” [QS. Al-
Ahzaab : 33)

b. Firman Allah SWT tentang manfaat ciptaan Allah secara


umum untuk kepentingan manusia, antara lain :

)92 :‫ُهوَ اّلَذِيْ خََلقَ ّلَكُمْ مَا فِيْ اْألَرْضِ جَمِيْعًا (اّلبقرة‬
"Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu..." (QS. al-Baqarah [2]: 29)

‫ن آمَُنوْا فِي‬
َ ْ‫ قُلْ هِيَ ّلِلَذِي‬،ِ‫قُلْ مَنْ حَرَمَ زِيْنَةَ اهللِ اّلَتِيْ أَخْرَجَ ّلِعِبَادِه وَاّلّطَـيّـِبَاتِ مِنّ اّلرِ ْزق‬
)29 :‫ كَذِّلكَ نُفَصِلُ اْآليتِ ّلِ َقوْمٍ يَعْلَ ُموْنَ (األعراف‬،ِ‫اّلْحَيَاةِ اّلّدُنْيَا خَاّلِصَةً َيوْمَ اّلْقِيَامَة‬

"Katakanlah: 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan


dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-
Nya dan (siapakah yang mengharamkan) rezki yang baik?'
Katakanlah: 'Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang
beriman dalam kehidupan, khusus (untuk mereka saja) di hari
kiamat.' Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi
orang-orang yang mengetahui" (QS. al-A`raf [7]: 32)

ٍ‫ إِنَ فِيْ ذِّلكَ آليتِ ّلِ َقوْم‬،ُ‫ َوسَّخَ َر ّلَكُمُ مَا فِي اّلّسَمَاوَاتِ وَمَا فِي اْألَرْضِ جَمِيْعًا مِنْه‬.
َ‫يَتَفَكَ ُروْن‬

"Dan Dia (Allah) telah menundukkan untuk kamu apa


yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya
(sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berfikir" (QS. al-Jasiyah [45]: 13)

c. Firman Allah SWT tentang keharusan mengkonsumsi yang


halal, antara lain:

ْ‫ إِنَهُ ّلَكُم‬،ِ‫خّطُوَاتِ اّلّشَ ْيّطَان‬


ُ ‫حالَالً طَـيِبًا وَالَتَتَبِ ُعوْا‬
َ ِ‫يَا أيُهَا اّلنَاسُ كُُلوْا مِمَا فِى اْألَرْض‬
.)861 :‫عَ ُّدوٌ مُبِيْنٌ (اّلبقرة‬

"Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik


dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagimu" (QS. al-Baqarah [2]: 168).

:‫يَا أيُهَا اّلَذِيْنَ آمَُنوْا كُُلوْا مِنْ طَيِـبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُ ُروْا هللِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَاهُ تَعْبُ ُّدوْنَ (اّلبقرة‬
.)879

"Hai orang yang beriman! Makanlah di antara rizki yang


baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah
kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu
menyembah" (QS. al-Baqarah [2]: 172)

d. Firman Allah SWT tentang beberapa jenis makanan (dan


minuman) yang diharamkan, antara lain:

ْ ‫ فَمَنِ ا‬،ِ‫إِنَمَاحَرَمَ عَلَيْكُمُ اّلْمَيْتَةَ وَاّلّدَمَ وَّلَحْمَ اّلّْخِنْزِيْرِ وَمَاأُهِلَ بِ ِه ّلِغَيْرِ اهلل‬
ٍ‫ضّطُ َر غَيْرَ بَاغ‬
)872 :‫ إِنَ اهللَ غَ ُفوْرٌ رَحِيْمٌ (اّلبقرة‬،ِ‫وَالَعَادٍ َفالَإِثْمَ عَلَيْه‬

"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu


bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barang
siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka
tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang" (QS. al-Baqarah [2]: 173).

ُ‫حُرِ َمتْ عَلَيْكُمُ اّلْمَيْتَةُ وَاّلّدَمُ وَّلَحْمُ اّلّْخِنْزِيْرِ وَمَاأُهِلَ ّلِغَيْرِ اهللِ بِهِ وَاّلْمُنّْخَنِقَةُ وَاّلْ َموْ ُقوْذَة‬
)2 :‫ (اّلمائّدة‬... ِ‫صب‬ ُ ُ‫وَاّلْمُتَرَدِيَةُ وَاّلَنّطِيْحَةُ وَمَاأَكَلَ اّلّسَبُعُ إِالَ مَاذَكَيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى اّلن‬

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,


daging babi, (da-ging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk,
dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu memakan hewan)
yang disembelih untuk berhala..." (QS. al-Ma'idah [5]: 3).

‫قُلْ الَأَجِّدُ فِى مَاُأوْحِيَ إِّلَيَ مُحَرَمًا عَلَى طَاعِمٍ َيّطْعَمُهُ إِالَ أَنْ يَ ُكوْنَ مَيْتَةً َأوْ دَمًا َمّسْ ُفوْحًا‬
َ‫ضّطُرَ غَيْرَ بَاغٍ وَالَعَادٍ فَإِن‬ ْ ‫ فَمَنِ ا‬،ِ‫جسٌ َأوْ فِّسْقًا أُهِلَ ّلِغَيْرِ اهللِ بِه‬
ْ ِ‫َأوْ ّلَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَإِنَهُ ر‬
)841 :‫رََبكَ غَ ُفوْرٌ رَحِيْمٌ (األنعام‬

"Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang


diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang
yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai,
darah yang mengalir, atau daging babi --karena sesungguhnya
semua itu kotor-- atau binatang yang disembelih atas nama
selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun, Maha Penyayang" (QS. al-An'am [6]: 145).

)817 :‫وَيُحِرِمُ عَلَيْهِمُ اّلّْخَبَا ِئثَ (األعراف‬

"... dan ia (Nabi) mengharamkan bagi mereka segala


yang buruk..." (QS. al-A`raf [7]: 157). Maksud buruk (khaba'its)
di sini menurut ulama adalah najis.

)821 :‫وَالَتُلْ ُقوْا بِأَيّْدِيْكُمْ إِّلَى اّلتَهْلُكَةِ (اّلبقرة‬

"...Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke


dalam kebinasaan..." (QS. al-Baqarah [2]: 195).

2.Hadis Nabi SAW


a. Hadis-hadis Nabi berkenaan dengan kehalalan dan
keharaman sesuatu yang dikonsumsi, antara lain:
.َ‫ وَإِنَ اهللَ أَمَرَ اّلْ ُمؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ اّلْمُ ْرسَلِيْن‬.‫أَيُهَا اّلنَاسُ! إِنَ اهللَ طَِيبٌ الَيَقْبَلُ إِالَ طَـيِـبًا‬
‫ يَا‬:َ‫ وَقَال‬.ٌ‫ إِنِيْ بِمَا تَعْمَُلوْنَ عَلِيْم‬،‫ يَاأَيُهَا اّلرُسُلُ كُُلوْا مِنَ اّلّطَـيِـبَاتِ وَاعْمَُلوْا صَاّلِحًا‬:َ‫فَقَال‬
،َ‫ َأشْ َعثَ أَغْبَر‬،َ‫ ثُمَ ذَكَرَ اّلرَجُلَ ُيّطِيْلُ اّلّسَفَر‬.ْ‫أيُهَا اّلَذِيْنَ آمَُنوْا كُُلوْا مِنْ طَيِـبَاتِ مَارَزَقْنَاكُم‬
،ٌ‫ وَمَلْ َبّسُهُ حَرَام‬،ٌ‫ وَ َمّشْرَبُهُ حَرَام‬،ٌ‫ يَا َرّبِ! يَا َرّبِ! وَ َمّطْعَمُهُ حَرَام‬:ِ‫يَمُّدُ يَّدَيْهِ إِّلَى اّلّسَمَاء‬
)‫ فَأَنَى ُيّسْتَجَاّبُ ّلِذَِّلكَ؟ (رواه مّسلم عن أبي هريرة‬.ِ‫وَغُذِيَ بِاّلْحَرَام‬

"Wahai umat manusia! Sesungguhnya Allah adalah


thayyib (baik), tidak akan menerima kecuali yang thayyib
(baik dan halal); dan Allah memerintahkan kepada orang
beriman segala apa yang Ia perintahkan kepada para rasul. Ia
berfirman, 'Hai rasul-rasul! Makanlah dari makanan yang baik-
baik (halal) dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya
Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan' (QS. al-
Mu'minun [23]: 51), dan berfiman pula, 'Hai orang yang
beriman! Makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu...' (QS. al-Baqarah [2]: 172). Kemudian Nabi
menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan
panjang, rambutnya acak-acakan, dan badannya berlumur
debu. Sambil menengadahkan tangan ke langit ia berdoa, 'Ya
Tuhan, Ya Tuhan...' (Berdoa dalam perjalanan, apalagi dengan
kondisi seperti itu, pada umumnya dikabulkan oleh Allah--
pen.). Sedangkan, makanan orang itu haram, minumannya
haram, pakaiannya haram, dan ia selalu menyantap yang
haram. (Nabi memberikan komentar), 'Jika demikian halnya,
bagaimana mungkin ia akan dikabulkan doanya?'" (HR.
Muslim dari Abu Hurairah).

‫ فَمَنِ اتَقَى‬،ِ‫ت الَيَعْلَمُهُنَ كَثِيْرٌ مِنَ اّلنَاس‬


ٌ ‫حالَلُ بَيِنٌ وَاّلْحَرَامُ بَيِنٌ وَبَيْنَهُمَا أُ ُموْرٌ ُمّشْـتَبِهَا‬
َ ْ‫اَّل‬
)‫اّلّشُـبُهَاتِ فَقَّدِ اسْتَـبْرَأَ ّلِّدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ (رواه مّسلم‬

"Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah
jelas; dan di antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat
(syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya),
kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang
siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menye-
lamatkan agama dan harga dirinya..." (HR. Muslim).

‫ وَمَاسَ َكتَ عَنْهُ فَ ُهوَ مِمَا عَفَا‬،ِ‫ وَاّلْحَرَامُ مَاحَرَمَ اهللُ فِيْ كِتَابِه‬،ِ‫حالَلُ مَاأَحَلَ اهللُ فِيْ كِتَابِه‬
َ ْ‫اَّل‬
)‫عَنْهُ (أخرجه اّلترمذي وابن ماجه عن سلمان اّلفارسي‬

"Yang halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah


dalam Kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang di-
haramkan oleh Allah dalam Kitab-Nya; sedang yang tidak
dijelaskan-Nya adalah yang dimaafkan" (Nail al-Authar, 8:
106).

،‫التَنْتَهِ ُكوْهَا‬
َ ‫ وَحَرَمَ َأشْيَاءَ َف‬،‫ وَحَّدَ حُ ُّدوْدًا َفالَتَعْتَ ُّدوْهَا‬،‫إِنَ اهللَ فَرَضَ فَرَئِضَ َفالَتُضَيِ ُعوْهَا‬
‫َوسَ َكتَ عَنْ َأشْيَاءَ رَحْمَةً ّلَكُمْ غَيْرَ ِنّسْيَانٍ َفالَتَبْحَُثوْا عَ ْنهَا (رواه اّلّدارقّطني وحّسنه‬
)‫اّلنووي‬

“Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban; janganlah


kamu abaikan, telah menetapkan beberapa batasan, jangalah
kamu langgar, telah mengharamkan beberapa hal, janganlah
kamu rusak, dan tidak menjelaskan beberapa hal sebagai kasih
sayang kepadamu, bukan karena lupa, maka janganlah kamu
tanya-tanya hukumnya” (HR. Daraquthni dan dinilai sahih oleh
Imam Nawawi).

b. Hadis nabi saw yang menerangkan tentang dorongan


untuk berhias dan menjaga kebersihan diri, antara lain:
َ ‫"ال يَّدْخُلُ اّلجَنَةَ مَنْ كَا‬: َ‫وعن ابن مّسعودٍ رضي اهلل عنه عن اّلنبيّ صلى اهلل عليه وسلم قَال‬
‫ن‬
، ً‫ وَ َنعْلُهُ حَّسَنة‬، ً‫ إنَ اّلرَجُلَ يُحِبُ أَنْ َيكُونَ ثَوْبُهُ حَّسَنا‬: ٌ‫فِي قَلْبِهِ مِ ْثقَالُ ذَرَةٍ مِنْ كِبْرٍ" َفقَالَ رَجُل‬
‫ (رواه مّسلم و أحمّد و‬."ِ‫ وَغَمْطُ اّلنَاس‬، ِ‫ بَّطَرُ اّلحَق‬: ُ‫ اّلكِبْر‬، َ‫جمَال‬ َ ‫جمِيلٌ يُحِبُ اّل‬َ َ‫ "إنَ اهلل‬: َ‫َفقَال‬
)‫اّلترمذي‬

Dari Ibn Mas’ud ra dari Nabi saw beliau bersabda: “Tidak


masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat setitik
kesombongan”, kemudian salah seorng sahabat bertanya:
“Seseorang suka pakainnya bagus serta sendalnya baik. Rasulullah
[pun menjawab: “Allah SWT itu indah dan menyukai keindahan.
Kesombongan adalah menghinakan kebenaran dan merendahkan
orang lain” (HR. Imam Muslim, Ahmad, dan al-Turmudzi)

ُ‫ “اكْتَحِلُوا بِا ّْلإِ ْثمِّدِ َفإِنَّهُ يَجْلُو اّلْبَصَرَ وَيُنْبِت‬: َ‫يَ صَلَّى اّللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال‬
ّ ‫عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ اّلنَّ ِب‬
)‫ّشَعْرَ" (رواه اّلترمذي‬ ّ ‫اّل‬

Dari Ibn ‘Abbas ra bahwa Nabi saw bersabda: “Pakailah celak


dengan menggunakan itsmid, karena ia dapat memperjelas
pandangan dan menumbuhkan rambut” (HR. Al-Turmudzi)

‫ إِنَ رَسُولَ اّلَلهِ صللى‬: َ‫عَن أَ ِبيْ ُهرَ ْي َرةَ رضي اهلل عنه قَال‬
، َ‫ "إِنَ اّلْ َيهُودَ وَاّلنَصَلارَ الَ يَصْل ُبغُون‬:َ‫اهلل عليه وسلم قَال‬
)‫فَّخَاّلِفُوهُمْ "(رواه اّلبّخاري ومّسلم‬
Dari Abi Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak
menyemir/mewarnai (rambut), maka berbedalah kalian
dengan mereka”. (HR. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim)

َ‫ضيَ اهللُ عَ ْنهُ قَالَ أُ ِتىَ ِبأَبِى قُحَافَة‬


ِ َ‫عَنْ جَا ِبرِ بْنِ عَبّْدِ اّلَلهِ ر‬
ُ‫سهُ وَّلِحْيَ ُتهُ كَاّل َثغَا َمةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُول‬
ُ ْ‫يَوْمَ فَتْحِ َم َكةَ َورَأ‬
‫ّشىْءٍ وَاجْتَنِبُوا‬
َ ِ‫ "غَ ِيرُوا هَذَا ب‬:‫اّلَلهِ صلى اهلل عليه وسلم‬
)‫اّلّسَوَادَ" (رواه مّسلم واّلنّسائى و ابو داود‬
Dari Jabir ibn Abdillah ra ia berkata: Pada saat Fathu Makkah,
datanglah Abu Quhafaah dalam keadaan (rambut) kepala dan
jenggotnya putih seperti pohon tsaghamah (yang serba putih,
baik bunga maupun buahnya). Kemudian Rasulullah saw
bersabda: “Ubahlah ini (rambut dan jenggot Abu Quhafah)
dengan sesuatu, tetapi jauhilah warna hitam”. (HR. Imam
Muslim, al-Nasa’i dan Abu Daud)

c. Hadis Nabi saw yang menerangkan soal larangan terhadap


hal yang membahayakan, antara lain:
)‫الَضَرَرَ وَالَضِرَارَ (رواه أحمّد وابن ماجه عن ابن عباس وعبادة بن اّلصامت‬

"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak


boleh (pula) membahayakan orang lain" (HR. Ahmad dan
Ibn Majah dari Ibn 'Abbas dan `Ubadah bin Shamit).
d. Hadis Nabi saw yang menegaskan adanya larangan
beberapa jenis aktifitas berhias, antara lain:

‫ لعن اهلل‬:‫عن عبد اهلل بن مسعود رضي اهلل عنه قال‬


‫الواشمات و المستوشمات و المتنمصات و المتفلجات‬
)‫للحسن المغيرات خلق اهلل (رواه البخاري‬
Dari Abdullah ibn Mas’ud ra. Ia berkata: “Allah SWT
melaknat orang-orang perempuan yang membuat tato dan
yang meminta membuat tato, memendekkan rambut,
serta yang berupaya merenggangkan gigi supaya
kelihatan bagus, yang merubah ciptaan Allah. (HR. Al-
Bukhari)

‫ لعن رسول‬: ‫عن عبداهلل بن عباس رضي اهلل عنمما قال‬


‫اهلل المتشبمين من الرجال بالنساء و المتشبمات من النساء‬
‫بالرجال (رواه البخاري و أبو داود و الترمذي و ابن ماجه‬
)
Dari Abdillah ibn ‘Abbas ra. Ia berkata: “Rasulullah saw
melaknat kaum laki-laki yang menyerupakan diri dengan
perempuan, juga kaum perempuan yang menyerupakan
diri dengan laki-laki” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, al-
Turmuzi dan Ibn Majah)

3. Kaidah fiqh:

.ُ‫ألشْيَاءِ اّلضَا َرةِ اّلْحُرْمَة‬


َ ْ‫ وَفيِ ا‬،ُ‫ألشْيَاءِ اّلنَافِعَةِ اْإلِبَاحَة‬
َ ْ‫اَألَصْلُ فيِ ا‬

"Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan


hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram".

‫ مَا ّلَمْ يَقُمْ دَّلِيْلٌ مُعْتَبَرٌ عَلَى اّلْحُرْمَة‬،ُ‫ألشْيَاءِ اْإلِبَاحَة‬


َ ْ‫اَألَصْلُ فيِ ا‬

"Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada


dalil muktabar yang mengharamkanya."

‫ألمُ ْورُ ِبمَقَاصِّدِهَا‬


ُ‫ا‬
“(Hukum) Segala sesuatu tergantung pada tujuannya”

ُ‫حة‬
َ ‫األَصْلُ فِي ا ّْل ُمعَامََلةِ اإلِبَا‬
“Hukum asal pada masalah mu’amalah adalah boleh”

ُ‫حة‬
َ ‫األَصْلُ فِي ا ّْلمَ َناِفعِ اإلِبَا‬
“Hukum asal pada setiap yang bermanfaat adalah boleh”
ِ‫حكْمُ ا ّْلمَقَاصِّد‬
ُ ِ‫ّلِلْوَسَائِل‬
“Pada wasilah (hukumnya) sebagaimana hukum pada yang
ditujunya”

MEMPERHATIKAN : 1. Fatwa Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia Nomor:


2/MUNAS VI/MUI/2000 tentang Penggunaan Organ Tubuh, Ari-
Ari, Dan Air Seni Manusia Bagi Kepentingan Obat-Obatan Dan
Kosmetika

2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-139/MUI/IV/20


Tentang Makan Dan Budidaya Cacing Dan Jangkrik;

3. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2003 tentang


Standarisasi Fatwa Halal.

4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 11 Tahun 2009 tentang


Hukum Alkohol

5. Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III di Padang


Panjang tentang Konsumsi Makanan Halal.

6. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 30 Tahun 2011 tentang


Penggunaan Plasenta Hewan Halal untuk Kosmetika dan Obat
Luar

7. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang


Komisi Fatwa pada Rapat-Rapat Komisi pada tanggal 13 Juli
2013.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG STANDAR KEHALALAN PRODUK
KOSMETIKA DAN PENGGUNAANNYA

Pertama : Ketentuan Umum


Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1. Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang
digunakan untuk membersihkan, menjaga, meningkatkan
penampilan, merubah penampilan, digunakan dengan cara
mengoles, menempel, memercik, atau menyemprot.
2. Tahsiniyat adalah salah satu kebutuhan syar’i yang bersifat
penyempurna (tertier), yang tidak sampai pada tingkat
dlarurat ataupun hajat, yang jika tidak dipenuhi tidak akan
mengancam eksistensi jiwa seseorang, serta tidak
menimbulkan kecacatan.
3. Penggunaan kosmetika ada yang berfungsi sebagai obat dan
ada yang berfungsi sekedar pelengkap, ada yang masuk
kategori haajiyyat dan ada yang masuk kategori tahsiniyyat.

Kedua : Ketentuan Hukum

1. Penggunaan kosmetika untuk kepentingan berhias


hukumnya boleh dengan syarat:
a. bahan yang digunakan adalah halal dan suci;
b. ditujukan untuk kepentingan yang dibolehkan secara
syar’i; dan
c. tidak membahayakan.

2. Penggunaan kosmetika dalam (untuk dikonsumsi/masuk ke


dalam tubuh) yang menggunakan bahan yang najis atau
haram hukumnya haram.
3. Penggunaan kosmetika luar (tidak masuk ke dalam tubuh)
yang menggunakan bahan yang najis atau haram selain babi
dibolehkan dengan syarat dilakukan penyucian setelah
pemakaian (tathhir syar’i).
4. Penggunaan kosmetika yang semata-mata berfungsi
tahsiniyyat, tidak ada rukhshah (keringanan) untuk
memanfaatkan kosmetika yang haram.
5. Penggunaan kosmetika yang berfungsi sebagai obat memiliki
ketentuan hukum sebagai obat, yang mengacu pada fatwa
terkait penggunaan obat-obatan.
6. Produk kosmetika yang mengandung bahan yang dibuat
dengan menggunakan mikroba hasil rekayasa genetika yang
melibatkan gen babi atau gen manusia hukumnya haram.
7. Produk kosmetika yang menggunakan bahan (bahan baku,
bahan aktif, dan/atau bahan tambahan) dari turunan hewan
halal (berupa lemak atau lainnya) yang tidak diketahui cara
penyembelihannya hukumnya makruh tahrim, sehingga
harus dihindari.
8. Produk kosmetika yang menggunakan bahan dari produk
mikrobial yang tidak diketahui media pertumbuhan
mikrobanya apakah dari babi, harus dihindari sampai ada
kejelasan tentang kehalalan dan kesucian bahannya.

Keempat : Rekomendasi

1. Masyarakat dihimbau untuk memilih kosmetika yang suci


dan halal serta menghindari penggunaan produk kosmetika
yang haram dan najis, makruh tahrim dan yang
menggunakan bahan yang tidak jelas kehalalan serta
kesuciannya.
2. Pemerintah mengatur dan menjamin ketersediaan kosmetika
halal dan suci dengan menjadikan fatwa ini sebagai
pedoman.
3. Pelaku usaha diminta untuk memastikan kesucian dan
kehalalal kosmetika yang diperjualbelikan kepada umat
Islam.
4. LPPOM MUI tidak melakukan sertifikasi halal terhadap
produk kosmetika yang menggunakan bahan haram dan
najis, baik untuk kosmetika dalam maupun luar.
5. LPPOM MUI tidak melakukan sertifikasi halal terhadap
produk kosmetika yang menggunakan bahan yang tidak jelas
kehalalan dan kesuciannya, sampai ada kejelasan tentang
kehalalan dan kesucian bahannya.

Kelima : Ketentuan Penutup

1. Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan


jika di ke mudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan
diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 04 Ramadhan 1434 H
13 J u l i 2013 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA

KOMISI FATWA

Ketua Sekretaris

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Anda mungkin juga menyukai